Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Zaman sekarang tentu sudah sangat berbeda dengan zaman Ibnu Sina
(Avicena) dulu, seorang dokter muslim yang sangat populer hingga hari ini.
Di zaman sekarang, melalui system pendidikan yang lebih berkiblat ke negara-
negara Eropa dan Amerika menjadikan adanya dikotomi antara ilmu dan agama.
Sehingga, keduanya kemudian berjalan pada tracknya masing-masing. Apa yang
dilakukan dan dikembangkan oleh Ibnu Sina melalui rangkaian penelitian panjang,
merupakan upaya menggali khasanah ilmu dan kebijaksanaan Qur’ani.
Sementara sekarang, dokter-dokter muslim di Indonesia dan negara-negara
yang lain dengan penduduk muslim hanya memanfaatkan produk-produk dan system
pendidikan yang disodorkan oleh negara Barat.
Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sangat keras untuk kembali meng-
integrasikan antara system pendidikan kedokteran dan Islam, sehingga kapanpun
seorang dokter muslim berbicara tentang ilmu kedokteran dan kesehatan maka
rujukannya adalah Al-qur’an dan hadist Rasulullah SAW.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang dokter muslin?
2. Bagaimana adab seorang dokter muslim dalam menghadapi pasien?

1.3 Tujuan Penulisan


Dari rumusan masalah tersebut dapat disimpulkan tujuan dari penulisan ini, yaitu :
 Memahami karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang dokter muslim
 Memahami etika yang harus diterapkan sebagai dokter muslim

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Seorang Dokter Islami
Seorang dokter muslim harus menyadari dan menginsyafi bahwa
mengobati orang sakit karena Allah, adalah suatu amal yang amat tinggi
nilainya. Dengan demikian, ia telah melaksanakan dakwah Islam, bahwa
Allah-lah yang menurunkan penyakit dan Dia pula yang menurunkan obatnya.
Dokter hanya dapat mengenali jenis penyakit dan menuliskan resep, namun
hanya Allah jualah yang menyembuhkan. Seorang dokter muslim
menghilangkan anggapan bahwa dialah yang men yembuhkan pasiennya.
Dengan demikian, seorang dokter muslim harus menyadari bahwa ia
adalah khalifah Allah dalam pengobatan yang senantiasa berlaku sopan
kepada semua pasiennya dan selalu mendoakan agar Allah memberikan
kesembuhan kepada pasien yang ditanganinya.
Meskipun sudah banyak penulis, alim maupun pakar kedokteran
muslim menyampaikan karakteristik atau ciri dokter muslim, namun sampai
saat ini belum ada kesepakatan mengenai rumusan tertulis dokter muslim yang
disetujui oleh segenap persatuan dokter muslim baik ditingkat nasional,
regional maupun internasional. Menurut Majid Ramadhan (2004) dalam
bukunya “Karakteristik Dokter Muslim”, ciri dokter yang diharapkan dapat
menanggung amanat juga kekahalifahan adalah :
1. Aqidahnya benar
2. Ikhlas dan tekun dalam kerjanya
3. Maksimal dalam spesialisasi profesinya
4. Jujur dalam perkataan dan perbuatan
5. Punya komitmen untuk selalu dapat bermanfaat bagi manusia
6. Pemalu, jujur dan menjaga rahasia
7. Peka dan penyanyang
8. Ikut merasakan rasa sakit pasien (empati) dan membangun optimisme
pada pasien
9. Rendah hati, tidak sombong dan ramah
10. Selalu mensyukuri nikmat Allah SWT
11. Mempermudah pasien dan tidak melebih-lebihkan biaya
12. Rapi, berpenampilan indah/bersih, murah senyum, berwajah
ceria/cerah.
13. Mengobati pasiennya dengan obat yang halal, harganya terjangkau
namun mujarab
14. Menasehati pasiennya, dengan menyuruh kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran.
15. Kata-katanya menyejukkan jiwa dan membangkitkan semangat pasien-
pasiennya.
16. Tidak membeda-bedakan pasien dalam memberikan pelayanan.
17. Adil dalam membagi waktu (untuk Allah SWT, dirinya sendiri,
keluarganya, masyarakat).

2
18. Tidak cinta dunia, menjaga diri dari hal-hal yang syubhat (meragukan),
dan menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT.
19. Cepat, tepat, akurat di dalam mengambil keputusan, berdasarkan
pertimbangan akal dan hati nurani, serta tidak bertentangan dengan Al-
Quran dan Al-Hadits.
20. Selalu meng-uptodate dirinya dengan ilmu pengetahuan yang terbaru.
Dengan kata lain, bersedia untuk selalu menambah dan memperbarui
ilmunya, juga selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi,
misalnya melalui akses internet
Sifat-sifat atau karakter dokter muslim seperti tersebut di atas juga
banyak ditulis oleh ahli lain antara lain seperti yang dinyatakan oleh Zuhair
Ahmad Assi Ba’i dalam buku “Dokter-dokter, Bagaimana Ahlakmu” (Gema
Insani Press) atau juga oleh Sahid Athar dalama buku “Islam dan Etika
Kedokteran” (PSKI UMY).

2.2 Adab Seorang Dokter Muslim dalam Menghadapi Pasien


Adab adalah satu istilah bahasa Arab yang berarti adat kebiasaan. Kata
ini menunjuk pada suatu kebiasaan, etiket, pola tingkah laku yang dianggap
sebagai model. Selama dua abad pertama setelah kemunculan Islam, istilah
adab membawa implikasi makna etika dan sosial. Kata dasar ”Ad”
mempunyai arti sesuatu yang mentakjubkan, atau persiapan atau pesta. Adab
dalam pengertian ini sama dengan kata latin urbanitas, kesopanan, keramahan,
kehalusan budi pekerti masyarakat kota. Berbagai pendapat dan kajian telah
diutarakan oleh para sarjana mengenai adab sejak bermulanya kemajuan ilmu.
Ahmad Fauzi menyebutkan salah satu definisi adab yakni sebagai tingkah laku
serta tutur kata yang halus (sopan), budi bahasa, budi pekerti, kesopanan.
Definisi yang diberikan amat mudah dan ringkas, namun jika diteliti maka ia
merupakan kata-kata yang amat besar konotasinya. Menurut Rosenthal (1992),
adab adalah istilah yang lebih luas karena ia memasukkan masalah etika,
moral, kelakuan dan adat istiadat.
Adab amat penting dalam kehidupan manusia. Islam amat menuntut
umatnya agar sentiasa mempunyai adab-adab yang baik. Islam sebagai agama
yang lengkap menggariskan berbagai adab dalam pelbagai kegiatan harian.
Dalam perkembangan berkaitan, Dr. Haji Abdullah Siddik (1980) telah
mengaitkan adab sebagai satu dasar ‘Ahkam al-Syari’ati’ yaitu salah satu garis
panduan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Menurut beliau
‘Ahkam al-Syari’ati’ ialah “tata tertib yang mesti dilakukan oleh umat
manusia selama hidup di dunia, satu undang-undang Allah untuk umat
manusia, yang sempurna, yang praktis, yang dapat dipakai untuk segala zaman
dan yang dapat dilakukan oleh manusia sesuai dengan kemampuan dan
keperluannya dalam masalah hidup”. Terdapat 4 adab dokter terhadp pasien,
yaitu :
1. Adab Dokter terhadap Bayi Baru Lahir :
a. Mengadazankan (HR. Abu Dawud & Ibnu Sunni))
b. Mentahnihkkannya (mencicipkan Manisan) (HR. Bukhari-Muslim)
c. Mendoakannya (HR. Bukhari)

3
2. Adab terhadap Pasien Sakit Ringan :
a. Menganjurkan, memperingatkan serta memberi kesempatan kepada
penderita agar senantiasa ingat kepada Allah, mengerjakan semua amal
ibadah baik yang fardu maupun sunat, seperti shalat, berdsikir serta
membaca Al-Qur’an
b. Terkait dengan hal di atas, dokter muslim harus menyediakan fasilitas
yang mendukung, seperti musholla khusus di tempat kerjanya (RS),
bahan-bahan bacaan ringan dan hiburan yang bernafaskan keagamaan
seperti radio, kaset, video serta menciptakan suasana keagamaan di
lingkungan kerja (RS, klinik atau sarana kesehatan lainnya) di mana
penderita dirawat.
c. Mengusahakan agar kecemasan dan kekhawatiran pasien tidak
mengagnggu keseimbangan fisiknya. Besarkan hatinya debgan sedapat
mungkin menggembirakan hatinya.
3. Adab terhadap Pasien Sakit Berat dan Menghadapi Sakharatul Maut :
a. Menghadapkan penderita ke kiblat (HR. Hakim)
b. Mengatakan kepada pasien agara berwasiat (QS. Al Baqarah: 180)
c. Memperingatkan dan mengajari pasien mengucapkan kalimat “La-
illaha-il-llallah”. (HR. Jama’ah kecuali Bukhari, HR. Ahmad & Abu
Dawud)
d. Memberikan nasehat kepada pasien agar berobat dan berbaik sangka
kepada Allah dengan mengharapkan keampuhan dan rahmat-Nya,
sekalipun pasien merasa berdosa, yakinkan bahwa Allah akan memberi
rahmat. (HR. Muslim, HR. Ibnu Majjah & Tirmidzi)
e. Menjaga pakaian dan tempat pasien senantiasa bersih dan suci. (HR.
Abu Daud)
f. Mendoakan (HR. Abu Daud & Nasa-‘i, HR. Muslim).
g. Menjaga jangan sampai pasien terganggu (HR. Bukhari).
h. Membacakan Al-Qur’an (HR. Abu Daud, Ibnu Majjah & Ahmad).
4. Adab terhadap Pasien yang Meninggal :
a. Menutupkan matanya (HR. Ibu Majah & Ahmad)
b. Mengatupkan rahang atau mengikatnya dari puncak kepala sampai ke
dagu supaya mulutnya tidak menganga.
c. Memperlemah persendian anggota gerak.
d. Menutupinya dengan kain (HR. Bukhari Muslim)
e. Menanggalkan pakaian yang dipakai di bawah kain tersebut.
f. Mendekapkan kedua tangan (tangan kanan di atas kiri), di atas pusat di
bawah dada, seperti orang sholat.
g. Meletakkan sesuatu yang berat di atas perutnya.
h. Menghadapkan ke kiblat (HR. Hakim & Baihaqi)

4
DAFTAR PUSTAKA
Majid Ramadhan, 2004, Karakteristik Dokter Muslim, Pustaka Al-Kautsar,
Jakarta.
Muzhoffar Akhwan, 1987, Perawatan Orang Sakit dan Sakharatul Maut dalam
Perawatan Jenazah menurut Islam/Medis, Badan Pembina dan Pengembangan
Keagamaan, UII, Yogyakarta.
Shahid Athar, 2001, Islam dan Etika Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai