Anda di halaman 1dari 59

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peneliti Terdahulu

Untuk membantu dalam penyelesaiaan penelitian ini maka dibutuhkan

penelitian-penelitian yang terdahulu terkait dengan topik penelitian yang sama.

Berikut beberapa penelitian terdahulu :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Judul Penulisan Metode Tujuan Penelitian


1 Analisa Kebijakan Perawatan 1. Muhammad riseno Rcm (Reliability 1. Mengetahui gejala-gejala

Mesin Cincinnati Dengan rasindyo Centered yang mungkin terjadi pada

Mengunakan Metode 2. kusmaningrum Maintenance) mesin produksi

(Reliability Centered 2. Merekomendasikan

Maintenance) kebijakan perawatan di PTDI

dengan metode RCM

3. Merekomendasikan tindakan

perawatan yang tepat sebelum

megalami kerusakan dengan

task selection.
2 Perencanaan pemeliharan 1. Much. Djunaidi Rcm (Reliability 1. mengetahui sebab dan akibat

Mesin Ballmill Dengan Basis 2. Ahmad Kholid Centered mesin ballmill sering

RCM (Reliability Centered Alghofari Maintenance) mengalami kerusakan

Maintenance) (2006) 3. Amin Fauzan

3 Perencanaan Perawatan 1. Ferdian Arif Reliability Centered 1. Untuk megindentifikasi

Mesin Injection Molding Mulawarman Maintenance komponen kritis pada mesin

Dengan Mengunakan Metode 2. Iskandar Injection Molding

Reliability Centered 2. Untuk menetukan strategis

Maintenance Di PT. Victory perawatan yang sesuai pada

plastic komponen kritis mengunakan

metode RCM

8
9

3. Untuk mengetahui dan

menetukan tindakan perawatan

yang dapat megoptimalkan

mesin serta komponen dangan

metode RCM
4 Analisa Sistem Perawatan 1. Syahrudin Reliability Centered 1. Mengetahui komponen kritis

Mesin Mengunakan Metode Maintenance di PLTD “X”

Reliability Centered (RCM) 2. Mengetahui faktor kualitatif

Maintenance (RCM) Sebagai dan kuantitatif dalam RCM

Dasar Kebijakan Perawatan Decition Worksheet

Yang Optimal di PLTD “X” 3. Merekomendasikan

perawatan kebijakan yang

optimal
5 Penerapan Metode Reliability 1. Ida Bagus Suardika Reliability Centered 1. Mengetahuai komponen

Centered Maintenance (RCM) Maintenance kritis mesin dalam proses

Dalam Merencanakan (RCM) produksi

Kegiatan Pemeliharaan Mesin 2. Menetukan kebijakan

Produksi Pada Pabrik “X” pemeliharaan berdasarkan RCM

3. Menetukan interfal

pemeliharaan kompnen yang

optimal
(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2018)

2.2 Alat berat dan Fungsi

2.2.1 Alat Berat (Excavator)


10

Alat berat adalah peralatan sumber daya yang melipat gandakan jasa

manusia untuk mencapai usahanya sekaligus menunjukkan spesifikasi jenis usaha

manusia. Excavator adalah alat berat yang biasa digunakan dalam industri

konstruksi, pertanian atau perhutanan.Mempunyai belalai yang terdiri dari dua

piston yang terdekat dengan body disebut boom dan yang mempunyai bucket

(ember keruk) disebut dipper. Ruang pengemudi disebut House, terletak diatas

roda (trackshoe), dan bisa berputar arah 360 derajat. Excavators ada yang

mempunyai roda dari ban biasa digunakan untuk jalanan padat dan rata disebut

"Wheel Excavators" dan ada yang mempunyai roda dari rantai besi yang akan

memudahkannya untuk berjalan di jalanan yang tidak padat atau mendaki.

Excavators beroda rantai besi ini disebut juga "Crawler Excavators" Tungkai dari

excavators dioperasikan dengan sistem engsel (winches) yang ditarik oleh mesin

hydraulic dengan menggunakan kawat baja. 6 Excavators memiliki fungsi utama

untuk menggali dan memuat tanah galian tersebut kedalam truck atau lokasi

penumpukan. Didalam industri penambangan Excavator ssngst membant

Excavator diciptakan pertama kali pada tahun 1835 oleh seorang ahli mekanik

berusia 22 tahun asal Amerika Serikat yang bernama William Smith Otis.

Excavators ciptaan Otis pada awalnya digerakan oleh mesin uap dan

menggunakan rel kereta api untuk dapat berjalan. Hal ini dikarenakan Excavators

tersebut awalnya di ciptakan untuk memudahkan pekerjaan penggalian rel kereta

api. Pada tahun 1939 Otis menerima hak paten atas mesin ciptaannya ini, namun

pada tahun yang sama ia meninggal dunia. Otis meninggalkan 7 unit excavators

yang kemudian dikembangkan oleh tekhnologi modern. Excavators kadang


11

disingkat dengan sebutan "Exca" atau "PC" (untuk brand Hitachi singkatan dari

Power Crane). Menyebutnya dengan sebutan "Beko" tidak sepenuhnya benar,

karena hanya mengacu kepada Backhoe, bagian lengan yang mempunyai bucket

dan menggali kearah House.

Tabel 2.2 Nama mesin dan funsinya

N Nama Mesin Fungsi Mesin


o

1. Fungsinya sebagai satu-satunya alat berat yang


mengisi truck-truck. Dan merapikan batu batu yang
berserakan.

Excavator
(Hitachi pc 330 zx)

(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2018)

Mesin Excavaor330 ZX sendiri memiliki 1 mesin yang terdiri dari beberapa

komponen sub sistem oleh karena itu kesetandartan mesin harus terjaga, agar

mesin bisa tahan lama dan tak mengalami kerusakan yang berarti. Kesetandartan

mesin Excavator bisa dilihat pada tabel 2.3 dibawah ini.

Tabel 2.3 Standart Perawatan Pada Excavator 330 zx

No Nama Mesin Nama komponen Standart Perawatan Mesin


1. Mesin Excavator 1. Saringan Udara ( Air - 1 Minggu sekali harus di cek kebersihan pada saringan udara
12

(Hitachi 330 zx) Cleaner). tersebut.

2. controller - 2 Minggu sekali harus dicek dan dibersihkan dari kotoran/debu

3.hidraulik - 1 Bulan sekali kerak yang menempel di katup dan pegas katup

4.hose - 2 bualan sekali harus dibersihkan dari kotoran

5.Ban besi (crawler). - 6 Bulan sekali harus dicek kerusakannya.

6. Tangki Bahan Bakar - 1 minggu sekali dibersihkan dari kotoran

7. full filter - 4 bulan sekali di ganti

8. Kenalpot - 1 Minggu sekali dicek dan dibersihkan agar tidak ada

kotoran yang bisa menyumbat udara yang keluar.

9. V belt -4 bulan sekali di ganti

10. oring C Joint styk -1 thn di ganti


(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2018)

2.3 Cara Kerja Dan Prinsip Kerja

2.3.1 Cara Kerja Mesin Excavator 330 ZX

Mesin Excavtor 330 ZX merupakan mesin yang sudah cangih dan

mempunyai tenaga yang cukup besar. Cara kerja mesin Excavator 330 ZX adalah

sebagai berikut :

1. Tuas atau panel di sebelah kanan : untuk mengoperasikan bucket dan

boom, jika tuas di dorong ke depan maka akan menurunkan boom, jika

tuas di tarik ke belakang maka akan menaikan boom, jika tuas di geser ke

kiri, maka akan menutup buket, jika tuas di geser kekanan, maka akan

membuka bucket.

2. Tuas / panel di sebelah kiri : untuk mengoperasikan arah kabin dan arm,

jika tuas di dorong kedepan, maka akan menurunkan arm, jika tuas ditarik
13

ke belakang maka akan menaikan arm, jika tuas ditarik ke kiri, maka akan

menggeser kabin ke kiri, jika tuas digeser ke kanan maka akan menggeser

kabin ke kanan.

3. Lock / shut-off lever (biasanya berada di paling kiri) : untuk mengunci

tuas / panel Excavator, jika tuas ditarik ke atas maka akan mengunci

seluruh kegiatan Excavator, jika tuas didorong ke bawah, maka excavator

dapat di operasikan kembali .

4. Tuas / pedal track kiridan kanan (berada di depan) : untuk maju /

mundur dan belok track Excavator, jika kedua tuas di tarik bersamaan ke

belakang, maka Excavator akan maju, jika kedua tuas ditarik bersamaan

ke depan maka Excavator akan mundur, jika tuas kanan ditarik ke

belakang maka Excavator akan belok ke kiri, jika tuas kiri di tarik ke

belakang, maka Excavator akan belok ke kanan.

2.3.2 Prinsip Kerja Mesin Excavator

prinsip kerjanya mesin Excavator atau Alat berat yaitu Pada dasarnya

tenaga penggerak Hydraulic Excavator ada dua yaitu Engine Type (Diesel) dan

Battery Type (Motor Listrik). Secara umum tenaga penggerak utama Hydraulic

Excavator adalah mesin diesel yang merubah energi mekanik menjadi energi

hidraulik melalui tekanan pompa yang kemudian didistribusikan ke silinder

hidraulik untuk menghasilkan gerakan.Sedangkan motor listrik untuk menstarter

dan menyuplai energi komponen-komponen elektrik seperti dinamo, lampu, alat-

alat ukur operator dan sebagainya. Didalam perusahaan PT SAF Excavator di


14

gunakan untuk mengisi truck-truck pengankut batu kapur dan merapikan batu

kapur yang baru datang dari gunung.

2.4 Peralatan dan Fasilitas

Mesin Excavator termasuk mesin yang terdiri dari beberapa komponen

mesin yang digabungkan menjadi satu sehingga menjadi salah satu mesin cangih

dalam proses pertambangan. Bukan hanya mesin-mesin yang digabungakan pada

mesin Ecavator ini ada pun peralatan dengan fungsinya masing-masing. Tabel

2.4 akan menjelaskan peralatan dan fasilitas pada mesin Hitachi 330 ZX.

Tabel 2.4 Peralatan Dan Fasilitas Mesin Excavator Hitachi 330ZX

No Nama Peralatan dan Fasilitas Penjelasan


1. Boom Fungsinya menghubungkan base frame ke arm dengan pangjang tertentu
untuk menjangkau jarak loading/ unloading.
2. Arm Fungsinya Menghubungkan boom ke bucket
3. Bucket Fungsinya Berhubungan langsung dengan material saat loding
4. Grapple Fungsinya Berhubungan langsung dengan material saat loding
5. Base Frame Fungsinya sebagai cabin pelindung bagi operator (Pusat operasional

operator)
6. Track Frame Fungsinya sebagai tumpuan operasional Hidraulic Excavator
7. Track shoe Fungsinya sebagai roda penggerak maju mundur
8. Mesin diesel Fungsinya Untuk memutar pompa yang kemudia mengalirkan Fluida

Hidraulyc dari tangki ke dalam system dan kembali lagi ke tangki.


9. controller Fungsinya sebagai pusat control agar mudah di operasionalkan sesuai

keinginan.
10.. Swing Untuk bergerak saat body dan attachman hydraulic berputar 360°

(Sumber: Diolah Oleh Penulis, 2018)

2.5 Konsep Dasar Perawatan

2.5.1 Sistem Perawatan Dalam Manufaktur

Kelancaran proses produksi menjadi salah satu faktor kritis yang perlu

diberikan prioritas perhatian dengan cara menjaga agar kondisi fasilitas produksi
15

atau mesin yang digunakan dapat beroperasi dengan baik. Pada saat mesin atau

komponen mengalami kerusakan/kegagalan secara otomatis akan mengakibatkan

terganggunya proses produksi dan bahkan proses produksinya terhenti sehingga

sangat dimungkinkan target produksi yang ditetapkan tidak dapat tercapai dan

pada akhirnya akan merugikan perusahaan. Konsekuensi ketidak mampuan

perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen akan mengakibatkan

beralihnya konsumen ke produsen lain dan tidak bertambahnya pelanggan baru.

Berbagai entitas yang bisa dikendalikan dalam sistem perawatan seperti:

perawatan penggantian komponen, perawatan pengendalian, perawatan total dan

bahkan sistem perawatan terkait keandalan operator. Pengelolaan sistem

perawatan dilakukan dengan tujuan untuk memberikan jaminan terhadap

beroperasinya fasilitas produksi serta berjalan dengan baiknya interaksi manusia-

mesin dalam proses operasi sebuah produksi.

2.5.2 Perawatan (Maintenance)

Dalam Bahasa Indonesia, pemakaian istilah maintenance seringkali

diterjemahkan sebagai perawatan atau pemeliharaan. Perawatan atau

pemeliharaan (maintenance) adalah konsepsi dari semua aktivitas yang diperlukan

untuk menjaga atau mempertahankan kualitas fasilitas/mesin agar berfungsi

dengan baik seperti kondisi awalnya (Imam Budi, 2002). (Menurut Ebeling, 1997)

mendefinisikan perawatan sebagai bentuk kegiatan yang dilakukan untuk

mencapai hasil yang mampu mengembalikan item atau mempertahankannya pada

kondisi yang selalu dapat berfungsi. Kegiatan perawatan merupakan seluruh

rangkaian aktivitas yang dilakukan untuk mempertahankan unit-unit pada kondisi


16

operasional dan aman dan apabila terjadi kerusakan maka dapat dikendalikan pada

kondisi operasional yang handal dan aman. (Menurut Al-Turki, 2011) proses

pemeliharaan yang dilakukan akan mempengaruhi tingkat ketersediaan

(availability) fasilitas produksi, laju produksi, kualitas produk akhir (end product),

ongkos produksi dan keselamatan operasi. Faktor-faktor ini selanjutnya akan

mempengaruhi tingkat keuntungan (profitability) perusahaan. Proses perawatan

yang dilakukan tidak saja membantu kelancaran produksi sehingga produk yang

dihasilkan tepat waktu diserahkan kepada pelanggan tapi juga menjaga fasilitas

dan peralatan tetap dalam efektif dan efisien dimana sasarannya adalah

mewujudkan nol kerusakan (zero breakdown) pada mesin beroperasi.

Dalam menjaga kesinambungan proses produksi pada fasilitas dan

peralatan seringkali dibutuhkan kegiatan pemeliharaan seperti pembersihan

(cleaning), inspeksi (inspection), pelumasan (oiling) serta pengadaan suku cadang

(stock spare part) dari komponen yang terdapat dalam fasilitas industri. Masalah

perawatan mempunyai kaitan erat dengan tindakan pencegahan (preventive) dan

perbaikan (corrective). Tindakan problematika tersebut dapat berupa:

1. Pemeriksaan (inspection), yaitu tindakan yang ditunjukkan untuk

sistem/mesin agar dapat mengetahui apakah sistem berada pada kondisi

yang diinginkan.

2. Service, tindakan yang bertujuan untuk menjaga suatu sistem/mesin yang

biasanya telah diatur dalam buku petunjuk pemakaian mesin.

3. Penggantian komponen (replacment), yaitu tindakan penggatian

koimponen-komponen yang rusak/tidak memenuhi kondisi yang diinginkan.


17

Tindakan ini mungkin dilakukan secara mendadak atau dengan perencanaan

pencegahan terlebih dahulu.

4. Perbaikan (repairement), yaitu tindakan perbaikan yang dilakukan pada saat

terjadi kerusakan kecil.

5. Overhaul, tindakan besar-besarnya yang biasanya dilakukan pada akhir

periode tertentu.

Kompleksnya permasalahan terkait perawatan, seringkali perawatan

didekati dengan model matematis yang mempresentasikan peremasalahan

tersebut. Dengan pendekatan ini diharapkan pengambilan keputusan dalam

permasalahan perawatan akan dapat mengurangi proporsi pertimbangan yang

subyektif.

2.5.3 Tujuan Perawatan

Proses perawatan secara umum bertujuan untuk memfokuskan dalam

langkah pencegahan untuk mengurangi atau bahkan menghindari kerusakan dari

peralatan dengan memastikan tingkat keandalan dan kesiapan serta meminimalkan

biaya perawatan. Sistem perawatan dapat membantu tercapainya tujuan tersebut

dengan adanya peningkatan profit dan kepuasan pelanggan, hal tersebut dilakukan

dengan pendekatan nilai fungsi (function) dari fasilitas/peralatan produksi yang

ada (Duffuaa et al, 1999) dengan cara:

1. Meminimasi downtime

2. Memperbaiki kualitas

3. Meningkatkan produktivitas

4. Menyerahkan pesanan tepat waktu


18

Tujuan utama dilakukan sistem manajemen perawatan lain menurut

Japan Institude of Plan Maintenance and Consultant TPM India, secara detail

disebutkan sebagai berikut:

1. Memperpanjang umur pakai fasilitas produksi.

2. Menjamin tingkat ketersdiaan optimum dari fasilitas produksi.

3. Menjamin kesiapan operasional seluruh fasilitas yang diperlukan untuk

pemakaian darurat.

4. Menjamin keselamatan operator dan pemakai fasilitas.

5. Mendukung kemampuan mesin dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan

fungsinya.

6. Membantu mengurangi pemakaian dan penyimpanan yang diluar batas dan

menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang

ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan mengenai investasi

tersebut.

7. Mencapai tingkat biaya perawatan serendah mungkin (lowest maintenance

cost) dengan melaksanakan kegiatan maintenance secara efektif dan efisien.

8. Mengadakan kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya

dalam perusahaanuntuk mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu

keuntungan yang sebesar-besarnya dan total biaya yang rendah.

2.5.4 Strategi Perawatan

Filosofi perawatan untuk fasilitas produksi pada dasarnya adalah

menjaga level maksimum konsistensi optimasi produksi dan availability tanpa

mengsampingkan keselamatan. Untuk mencapai filosofi tersebut digunakan


19

strategi perawatan (maintenance strategies). Proses perawatan mesin yang

dilakukan oleh suatu perusahaan umumnya terbagi dalam dua bagian yaitu

perawatan terencana (planned maintenance) dan perawatan tidak terencana

(upplanned maintenance). Pada gambar 2.1 diperlihatkan beberapa macam

strategi yang dapat digunakan menurut (Duffuaa et al, 1999).

Perawatan
Strategis

Perawatan Modifikasi Perawatan Temuan


Penggantian Perbaikan
Pencegahan desain Koreksi (Run Kesalahan
To failure)

Perawatan
Peluang

Perawatan Perawatan Berdasarkan


Berdasarkan Kondisi Statistik & Keandalan

Tidak Berdasarkan Berdasarkan


Beroperasi
Beroperasi Waktu penggunaan

Gambar 2.1 Klasifikasi strategi perawatan (Duffaa et al, 1999)

Strategi dalam perawatan di uraikan masing-masing sebagai berikut:

1. Penggantian (Replacment)

Merupakan penggantian peralatan/komponen untuk melakukan

perawatan. Kebijakan penggantian ini dilakukan pada seluruh atau sebagian


20

(Part) dari sebuah sistem yang dirasa perlu dilakukan upaya penggantian oleh

karena utilitas mesin atau keandalan fasilitas produksi berada pada kondisi

yang kurang baik. Tujuan strategi perawatan penggantian antara lain adalah

untuk menjamin berfungsinya suatu sistem sesuai pada keadaan normalnya.

2. Perawatan Peluang (Opprtunity Maintenance)

Perawatan dilakukan ketika terdapat kesempatan, misalnya perawatan

pada saat mesin sedang shut down. Perawatan peluang dimaksudnya agar tidak

terjadi waktu menganggur (idle) baik oleh operator maupun petugas perawatan,

perawatan bisa dilakukan dengan skala yang paling sederhana seperti

pembersihan (cleaning) maupun perbaikan fasilitas pada sistem produksi

(repairing).

3. Perbaikan (Overhaul)

Merupakan pengujian secara menyeluruh dan perbaiakan (restoration)

pada sedikit komponen atau sebagian besar komponen sampai pada kondisi

yang dapat diterima. Perawatan perbaikan merupakan jenis perawatan yang

terencana dan biasanya proses perawatannya dilakukan secara menyeluruh

terhadap sistem, sehingga diharapkan sistem, atau sebagian besar sub sistem

berada pada kondisi yang handal.

4. Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Merupakan perawatan yang dilakukan secara terencana untuk

mencegah terjadinya potensi kerusakan. Preventive maintenance adalah

kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah


21

timbulnya kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan

yang menyebabkan fasilitas produksi menjadi kerusakan pada saat digunakan

dalam berproduksi. Dalam prakteknya preventive maintenance yang dilakukan

perusahaan dibedakan atas:

a. Routine Maintenance

Yaitu kegiatan pemeliharaan terhadap kondisi dasar mesin dan

mengganti suku cadang yang aus atau rusak yang dilakukan secara rutin

misalnya sitiap hari. Contoh pembersihan peralatan, pelumasan atau

pengecekan oli, pengecekan bahan bakar, pemanasan mesin-mesin

sebelum dipakai berproduksi.

b. Periodic Maintenance

Yaitu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara periodic atau dalam

jangka waktu tertentu misalnya satu minggu sekali, dengan cara

melakukan inspeksi secara berkala dan berusaha memulihkan bagian

mesin yang cacat atau tidak sempurna. Contoh : penyetelan katup-katup

pemasukan dan pembuangan, pembongkaran mesin untuk penggantian

bearing.

c. Running Maintenance

Merupakan pekerjaan perawatan yang dilakukan pada saat fasilitas

produksi dalam keadaan bekerja. Perawatan ini termasuk cara perawatan

yang direncanakan untuk diterapkan pada peralatan atau pemesinan


22

dalam keadaan operasi. Biasanya diterapkan pada mesin-mesin yang

terus menerus beroperasi dalam melayani proses produksi. Kegiatan

perawatan dilakukan jalan mengawasi secara aktif (monitoring).

Diharapkan hasil perbaikan yang telah dilakukan secara tepat dan

terencana ini dapat menjamin kondisi operasionanl tanpa adanya

gangguan yang mengakibatkan kerusakan.

d. Shutdown Maintenance

Merupakan kegiatan perawatan yang hanya dapat dilaksanakan pada

waktu fasilitas produksi sengaja dimatikan atau dihentikan.

Perawatan pencegahan dilakukan untuyk menghindari suatu peralatan

atau sistem mengalami kerusakan. Pada kenyataannya mungkin tidak diketahui

bagaimana cara untuk menghindari adanya kerusakan. Ada beberapa alasan

untuk melakukan perawatan pencegahan yaitu:

a. Menghindari terjadinya kerusakan

b. Mendeteksi awal terjadinya kerusakan

c. Menemukan kerusakan yang tersembunyi

d. Mengurangi waktu yang menganggur

e. Menaikannketersediaan (availability) untuk produksi

f. Pengurangan penggantian suku cadang, sehingga membantu

pengendalian persediaan

g. Meningkatkan efisiensi mesin

h. Memberikan pengendalian anggaran dan biaya yang diandalkan

i. Memberikan informasi untuk pertimbangan penggantian mesin


23

Bentuk preventive maintenance dapat dibedakan atas time-based atau

used-based.

a. Time-based: perawatan dialakuakan setelah peralatan digunakan sampai

satu satuan waktu tertentu.

b. Used-based: perawatan dilakukan berdasarkan frekuensi penggunaan.

Untuk menentukan frekuensi yang tepat perlu diketahui distribusi

kerusakan atau keandalan kerusakan.

5. Modifikasi Desain (Desain Modification)

Perawatan dilakukan pada sebagian kecil peralatan sampai pada kondisi

yang dapat diterima, dengan melakukan perbaikan pada tahap pembuatan dan

penambahan kapasitas. Pada umumnya modifikasi desain dilakukan oleh

karena adanya kebutuhan untuk menaikkan/meningkatkan kapasitas maupun

kinerja peralatan.

6. Perawatan Koreksi (Breakdown/Corrective Maintenance)

Perawatan ini dilakukan setelah terjadinya kerusakan, sehingga

merupakan bagian dari perawatan yang tidak terencana. Corrective

maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan

setelah terjadinya suatu kerusakan pada peralatan sehingga peralatan tidak

dapat berfungsi dengan baik. Breakdown maintenance merupakan kegiatan

yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan dan untuk memperbaikinya

tentunya kita harus menyiapkan suku cadang dan perlengkapan lainnya untuk

pelaksanaan kegiatan tersebut.


24

Kegiatan perawatan korektif meliputiseluruh aktivitas mengembalikan

sistem dari keadaan rusak menjadi dapat beroperasi kembali. Perbaikan baru

terjadi ketika mengalami kerusakan, walaupun terdapat beberapa perbaikan

yang dapat diundur. Perawatan korektif dapat dihitung sebagai Mean Time to

Repair (MTTR). Walaupun perbaikan ini meliputi beberapa aktivitas yang

terbagi menjadi 3 bagian, antara lain:

a. Persiapan (Preparation Time) berupa kesiapan tenaga kerja untuk

melakukan pekerjaan ini, adanya perjalanan, adanya alat dan peralatan

tes, dan lain-lain.

b. Perawatan (Active Maintenance Time) berupa kegiatan rutin dalam

pekerjaan perawatan.

c. Menunggu dan logistik (Delay Time and Logistic Time) berupa waktu

menunggu persediaan.

Strategi breakdown/corrective maintenance sering dikatan sebagai “run

to failure”. Banyak dilakukan pada komponen elektronik. Suatu keputusan

untuk mengoperasikan peralatan sampai terjadinya kerusakan karena ditinjau

segi ekonomis tidak menguntungkan untuk melakukan suatu perawatan.

Berikut adalah alasan mengapa keputusan tersebut diambil:

a. Biaya yang dilakukan lebih sedikit apabila tidak melakukan perawatan

pencegahan.

b. Kegiatan perawatan pencegahan terlalu mahal daripada mengganti

peralatan yang rusak.

7. Temuan Kesalahan (Fault Finding)


25

Merupakan perawatan dalam bentuk inspeksi untuk mengetahui tingkat

kerusakan. Misalnya mengecek kondisi ban setelah perjalanan panjang.

Kegiatan fault finding bertujusn untuk menemukan kerusakan yang

tersembunyi dalam menjalankan operasinya. Pada kenyataannya kerusakan

tersembunyi merupakan situasi yang tidak dapat diperkirakan terjadinya dan

sangat mungkin mengakibatkan kecelakaan apabila dioperasikan. Salah satu

cara untuk merupakan kerusakan tersembunyi adalah melakukan pemeriksaan

dengan mengoperasikan peralatan dan melihat apakah peralatan tersebut

beroperasi (available) atau tidak.

8. Perawatan Berbasis Kondisi (Condition-Based Maintenance)

Perawatan berbasis kondisi dilakukan dengan cara memantau kondisi

parameter kunci peralatan yang akan mempengaruhi kondisi peralatan. Strategi

perawatan ini dikenal dengan istilah predictive maintenance. Contohnya

memantau kondisi pelumas dan getaran mesin. Perawatan berbasis kondisi

merupakan kegiatan yang bertujuan mendeteksi awal terjadinya kerusakan.

Perawatan ini merupakan salah satu alternative terbaik yang mampu

mendeteksi awal terjadinya kerusakan dan dapat memperkirakan waktu yang

menunjukkan suatu peralatan akan mengalami kegagalan dalam menjalankan

operasinya. Jadi perawatan perawatan berbasis kondisi merupakan suatu

peringatan awal untuk membuat suatu tindakan terhadap kerusakan yang lebih

parah.

Terdapat dua bentuk pengukuran perawatan ini sebagai berikut:


26

a. Mengukur parameter-parameter yang berhubungan dengan performansi

suatu peralatan secara langsung seperti temperatur dan tekanan.

b. Mengukur keadaan peralatan dengan melakukan pengawasan terhadap

getaran yang ditimbulkan akibat pengoperasian peralatan tersebut.

Pada perawatan berbasis kondisi, semua bentuk pengukuran tidak

diperkirakan, ada beberapa klasifikasi perawatan berbasis kondisi antara lain:

a. Identifikasi dan melakukan pengukuran terhadap parameter-parameter

yang berhubungan dengan awal terjadinya kerusakan.

b. Menentukan nilai terhadap parameter-parameter tersebut, apabila

memungkinkan diambil tindakan sebelum terjadi kerusakan yang lebih

parah.

9. Perawatan Penghentian (Shutdown Maintenance)

Kegiatan perawatan ini hanya dilakukan sewaktu fasilitas produksi

sengaja dihentikan. Jadi shutdown maintenance merupakan suatu perencanaan

dan penjadwalan pemeliharan yang memusatkan pada bagaimana mengelola

periode penghentian fasilitas produksi. Dalam hal ini berarti dilakukan upaya

bagaimana cara mengkoordinasikan semua sumber daya yang ada berupa

tenaga kerja, peralatan, material dan lain-lain, untuk meminimasi waktu down

(down time) sehingga biaya yang dikeluarkan diusahakan seminimal mungkin.

2.6 Elemen Manajemen Perawatan

Terdapat dua elemen kunci pendekatan manajemen perawatan antara

lain:
27

1. Manajemen perawatan merupakan aktivitas inti bisnis krusial terhadap daya

tahan dan kesuksesan dan karenanya harus dikelola secara strategis. Siklus

manajemen pemeliharaan meliputi tahapan: peerencanaan dan penjadwalan,

implementasi, monitoring dan pengendalian, evaluasi.

2. Manajemen perawatan secara efektif perlu didasarkan pada model

kuantitatif bisnis (model matematik) yang mengintegrasikan pemeliharaan

dan kebijakan lain seperti produksi. Model matematik disini adalah untuk

mendapatkan optimal parameter (policy) untuk menentukan strategi

pemeliharaan yang diturunkan dari model mekanisme kegagalan (failure

mechanism) yang merupakan perwujudan dari kondisi perawatan

(equipment state).

Perencanaan dan Penjadwalan

Evaluasi Implementasi

Monitoring dan Pengendalian

Gambar 2.2 Siklus Manajemen Pemeliharaan

(Nachnul Ansori dan M, Imron Mustajib. 2013)

Pada gambar 2.2. dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pada tahapan perencanaan & penjadwalan dilakukan kegiatan perencanaan

beban pemeliharaan dimana beban pemeliharaan terbagi menjadi dua yaitu


28

planned & unplanned. Planned maintenance tergantung dari maintenance

strateginya.

2. Tahap kedua yaitu implementasi. Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan

proses perawatan.

3. Tahap ketiga berupa monitoring & pengendalian yang mana dilakukan

dalam jangka pendek dan dilakukan secara langsung.

4. Tahap keempat berupa evaluasi yang dilakukan dalam jangka panjang

misalnya satu semester dan biasanya berupa audit.

Tujuan Bisnis

Beban Operasi Strategi


Perawatan

Kondisi
Peralatan

Gambar 2.3 Elemen Kunci Manajemen Perawatan

(Murthy, et all. 2002)

Pendekatan manajemen perawatan dapat dilihat dari sudut pandang

pemeliharaan sebagai aktivitas multidisiplin dengan melibatkan:

1. Pemahaman ilmu tentang mekanisme degradasi dan hubungannya dengan

pengumpulan data dan analisis untuk menilai status peralatan.


29

2. Pengembangan model kuantitatif untuk memprediksi pengaruh perbedaan

tindakan (pemeliharaan dan operasi) pada degradasi peralatan.

3. Pengelolaan pemeliharaan dari sudut pandang strategis (management).

Titik awal (starting point) kegiatan perawatan adalah status peralatan.

Status peralatan dipengaruhi oleh operasi pembebanan dan tindakan pemeliharaan.

Pemeliharaan juga tergantung keandalan yang melekat (inherent) pada peralatan

(keandalan yang rendah membutuhkan usaha pemeliharaan yang lebih besar) pada

gilirannya ini tergantung pada kebijakan yang dibuat selama desain dan

manufaktur peralatan. Disamping itu, kondisi pembebanan peralatan tergantung

pada kebijakan produksi yang dipengaruhi oleh pertimbangan dasar dan komersial

mempunyai pengaruh besar dalam kinerja bisnis keseluruhan. Oleh karena itu

kebijakan pemeliharaan dan operasional perlu dilaksanakan secara gabungan

dengan memperhitungkan pengaruhnya dalam degradasi peralatan dan tujuan

bisnis secara keseluruhan.

2.7 RCM (Reliability Centered Maintenance)

RCM adalah suatu proses yang digunakan untuk menentukan apa yang

harus dilakukan untuk menjamin agar sembarang aset fisik dapat kontinyu dalam

memenuhi fungsi yang diharapkan dalam konteks operasinya saat ini (Azis Riski,

2002).

Penerapan metode RCM akan memberikan keuntungan yaitu:

keselamatan dan integritas lingkungan menjadi lebih di utamakan, prestasi

operasional yang meningkat, efektifitas biaya operasi dan perawatan yang lebih

rendah, meningkatkan ketersediaan dan reliabilitas peralatan peralatan, umur


30

komponen yang lebih lama, basis data yang lebih koprehensif, motivasi individu,

yang lebih besar, dan kerja sama yang baik diantara bagian-bagian dalam suatu

instalansi.

Dasar pemilihan dalam metode ini karena metode Reliability Centered

Maintenance yang terjadwal. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa keandalan

dari peralatan dan struktur dari kinerja yang akan di capai adalah Fungsi dari

perancangan (design) dan kualitas pembentukan preventif maintenance yang

efektif akan menjamin terlaksanakannya desain keandalan dari peralatan. Metode

RCM diharapkan dapat menentukan schedule maintenance dan dapat mengetahui

secara pasti tindakan kegiatan perawatan (maintenance task) yang tepat yang

harus dilakukanpada setiap komponen mesin.

Untuk menganalisis kebutuhan perawatan aset di sembarang perusahaan,

kita perlu mengetahui jenis aset itu dan menetapkan yang mana yang

diikutsertakan dalam tinjauan RCM. Pada kebanyakan kasus, ini berarti bahwa

pendaftaran yang komprehensif harus disiapkan sebelumnya.

Selain itu, proses tinjauan RCM memerlukan tujuh pertanyaan (untuk

setiap aset terpilih) sebagai berikut:

1. Apa fungsi dan standar prestasi yang terkait dengan aset dalam konteks

operasinya saat ini?

2. Dengan jalan apa aset ini bisa gagal dalam memenuhi fungsinya?

3. Apa yang menyebabkan kegagalan funsional?

4. Apa yang terjadi pada setiap kegagalan yang timbul?


31

5. Apa saja pengaruh dari kegagalan ini?

6. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah setiap kegagalan?

7. Apa yang sebaiknya dilakukan bila tugas pencegahan yang sesuai tidak

dapat ditemukan?

Adapun tujuan dari reliability centered maintenance (RCM) diantaranya

adalah

1. Untuk mengembangkan prioritas hubungan desain yang dapat

mempersiapkan preventive maintenance untuk sub-assembly rem.

2. Untuk mendapatkan informasi yang berguna dalam pengembangan

desain dari item terutama yang berhubungan dengan konsumen,

berdasarkan reliability.

3. Untuk mengembangkan preventive maintenan cerelead task yang

dapat menerima reliability lagi dan tingkat keamanan berdasarkan

2.7.1 Tahapan Metode RCM

1. Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi (System Selection and

Information Collection)

Pemilihan sistem dapat didasarkan pada beberapa aspek kriteria yaitu :

a. Sistem yang mendapat perhatian yang tinggi karena berkaitan

dengan masalah keselamatan (safety) dan lingkungan

b. Sistem yang memiliki preventive maintenance dan/atau biaya

preventive maintenance yang tinggi.

c. Sisem yang memiliki tindakan corrective maintenance dan/atau

biaya corrective maintenance yang banyak.


32

d. Sistem yang memiliki kontribusi yang besar atas terjadinya full atau
partial outage (atau shutdown).
Sedangkan dokumen atau informasi yang dibutuhkan dalam analisis
RCM antara lain :
a. Piping & Instrumentation Diagram (P&ID) merupakan ilustrasi
skematik dari hubungan fungsi antara perpi paan, instrumentasi,
komponen peralatan dan sistem.
b. Schematic / Block Diagram merupakan sebuah gambaran dari
sistem, rangkaian atau program yang masing-masing fungsinya
diwakili oleh gambar kotak berlabel dan hubungan diantaranya
digambarkan dengan garis penghubung.
c. Vendor Manual yaitu berupa dokumen data dan informasi mengenai
desain dan operasi tiap peralatan (equipment) dan komponen.
d. Equipment History yaitu kumpulan data kegagalan (failure)
komponen dan peralatan dengan data corrective maintenance yang
pernah dilakukan.
2. Definisi Batas Sistem (System Boundary Definition)

Batasan Sistem digunakan untuk mendefinisikan batasan-batasan

suatu sistem yang akan dianalisis dengan Reliability Centered Maintenance

(RCM), berisi tentang apa yang harus dimasukkan dan yang tidak

dimasukkan ke dalam sistem sehingga semua fungsi dapat diketahui dengan

jelas dan perumusan system Boundary Definition yang baik dan benar akan

menjamin ke akuratan proses analisis sistem. Data yang diambil merupakan

data history kerusakan mesin Excavator hitachi 330 ZX tersebut selama satu

tahun dimulai dari januari 2016.

3. Deskripsi Sistem dan Fungsional Diagram (System Description and

Functional Diagram)
33

Merupakan representasi dari fungsi-fungsi utama sistem yang berupa

blok – blok yang berisi fungsi – fungsi dari setiap sub sistem yang

menyusun sistem tersebut, maka dibuat tahapan identifikasi detail dari

sistem. maka dibuat tahapan identifikasi detail dari sistem yang meliputi:

1. Deskripsi Sistem

2. Functional Block Diagram

3. IN/OUT Interface

4. System Work Breakdown System

4. Fungsi dan Kegagalan Fungsional (System Function and Functional

Failure)

Fungsi dan Kegagalan Fungsional (System Function and Functional

Failure) adalah kinerja (Performance) yang diharapkan oleh suatu sistem

untuk dapat beroperasi. Functional Failure (FF) didefinisikan sebagai

ketidak mampuan suatu komponen/sistem untuk memenuhi standar prestasi

(Performance Standard) yang diharapkan. Setelah diperoleh deskripsi

sistem, dilakukan tahapan analisis mengenai kegagalan fungsi yang terjadi

pada mesin Excavator Hitachi 330 ZX.

5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


34

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah suatu teknik

rekayasa yang digunakan untuk mengidentifikasi, memprioritaskan dan

membuang potensi masalah dari suatu system, desain dan proses sebelum

kegagalan tersebut teridentifikasi konsumen. Penggunaan failure mode and

effect analysis untuk mengindentifikasi model potensi kegegelan clutch

brake. Kemudian bagaimana mekanisme kegagalan dan efeknya bila

kegagalan terjadi? Untuk menentukan Risk Probability Number (RPN)

harus juga ditetapkan faktor Occurance (O), Severity (S), dan Detection (D).

6. Logic Tree Analysis (LTA)

Merupakan proses yang kualitatif yang digunakan untuk mengetahui

konsekuensi yang ditimbulkan oleh masing – masing failure mode. Tujuan

Logic Tree Analysis (LTA) adalah mengklasifikasikan failure mode ke

dalam beberapa kategori sehingga nantinya dapat ditentukan tingkat

prioritas dalam penanganan masing-masing failure mode berdasarkan

kategorinya. Lebih jelasnya bisa dilihat dibawah ini Gambar 2.4 Daigram

Alir LTA (Hartini&Sriyanto, 2006)

Failure Mode
35

Dalam kondisi normal apakah operator


mengetahui bahwa kegagalan (1)
telahExident
terjadi

Ya Tidak

Hidden Failure
(2)Safety
Apakah failure mode membahayakn Ya D/A
keselamatan
Kembali ke Logic Tree
Safety problem untuk memastikan bahwa
kegiatan termasuk
kategori A/B/C
Tidak
YA Tidak
A
Apakah failure mode menyebabkan tidak
berfungsi (aoutege) baik seluruh atau sebagian
Apakah failure mode menyebabkan tidak
(3) Outage
Safety problem
berfungsi (aoutege) baik seluruh atau sebagian

D/B
YA Ya
B

Outage problem D/C Tidak


C Outage Problem
Tidak
Masalah Ekonomi
Masalah Ekonomi
kecil dan tidak
kecil dan tidak
berpengaruh
berpengaruh

Gambar 2.4 Daigram Alir LTA (Hartini&Sriyanto, 2006)

Tiga pertanyaan dalam LTA yaitu:

a. Evident yaitu : Apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah

terjadi gangguan dalam sistem ?

b. Safety yaitu : Apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah

keselamatan?
36

c. Outage yaitu : Apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau

sebagian mesin berhenti?

Serta katagori dalam LTA yaitu:

a. Kategori A, jika failure mode mempunyai konsekuensi safety terhadap

personel maupun lingkungan.

b. Kategori B, jika failure mode mempunyai konsekuensi terhadap

operasional plant (mempengaruhi kuantitas ataupun kualitas output) yang

dapat menyebabkan kerugian ekonomi.

c. Kategori C, jika failure mode tidak berdampak pada safety maupun

operasional plant dan hanya menyebabkan kerugian ekonomi yang relatif

kecil untuk perbaikan.

d. Kategori D, jika failure mode tergolong sebagai hidden failure, yang

kemudian digolongkan lagi ke dalam kategori D/A, kategori D/B, dan

kategori D/C. (Tahril, 2008)

7. Pemilihan Tindakan (Task Selection)

Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dari proses analisa

RCM. Dari tiap mode kerusakan dibuat daftar tindakan yang mungkin untuk

dilakukan dan selanjutnya memilih tindakan yang paling efektif

Dalam pelaksanaannya pemilihan tindakan dapat dilakukan dengan

empat cara yaitu:

1 Apakah hubungan kerusakan dengan age reliability diketahui ?

Ya Tidak
2 Apakah tindakan TD bisa digunakan ?
37

Ya Tidak

Tentukan tindakan CD

3 Apakah tindakan CD dapat digunakan ?

Ya Tidak

4 Apakah termasuk mode kerusakan D ?

Ya
5 Tidak
Apakah tindakan FF yang dapat digunakan ?

Ya

Tentukan tindakan FF ? Tidak

6 Apakah tindakan yang di pilih efektif ?

Ya 7
Tidak
Ya
8
Apakah termasuk mode kerusakan C atau C/D ?

Dapatkan modifikasi menghilangkan mode kerusakan ?

Tidak Ya

Tentukan tindakan TD / CD Terima resiko kerusakan Lakukan modifikasi

Gambar 2.5 Diagram Alir Pemilihan Tindakan


(Sumber : Mohammad Tahril at all, 2018)
a. Time Directed (TD) Suatu tindakan yang bertujuan melakukan

pencegahan langsung terhadap sumber kerusakan peralatan yang

didasarkan pada waktu atau umur komponen.

b. Condition Directed (CD) Suatu tindakan yang bertujuan untuk

mendeteksi kerusakan dengan cara memeriksa alat. Apabila dalam


38

pemeriksaaan ditemukan gejala-gejala kerusakan peralatan maka

dilanjutkan dengan perbaikan atau penggantian komponen.

c. Failure Finding (FF) Suatu tindakan yang bertujuan untuk

menemukan kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan

pemeriksaan berkala.

8. Melakukan perhitungan biaya perawatan bersdasarkan interval waktu


perawatan
Melalui perhitungan biaya maka dapat diketahui jumlah biaya yang

dikelurkan untuk perawatan berdasarkan interval waktu. Manfaat yang

diperoleh adalah, manajemen dapat diketahui dengan pasti biaya yang

paling rendah pada periode tertentu, sehinga dapat dilakukan evaluasi.

Pengembangan dari masalah ini merupakan asumsi bahwa kebijaksanaan

pengantiaan preventif harus selalu ada dalam interval waktu, dengan

kerusakan yang terjadi serendah mungkin. Waktu perawatan yang optimal

antara kegiatan pengantian preventif. Dapat diketahui dengan memilih

interval waktu yang memiliki biaya rendah. Apa bila interval waktu yang

optimal diperoleh, maka biaya perawatan yang paling minimum dapat

diketahui. (Rahman, 2001)

Cp+Cf ¿ H (tp)
C(tp) =
tp

(1)

Dimana : C(tp) = Biaya perawatan dalam interval waktu

Cp = Biaya pengantian satu item / satu komponen

Cf = Biaya pengantian kerusakan


39

H(tp) = Banyaknya keruskan dalam interval waktu (0,tp) merupakan

nilai harapan

Tp = Interval waktu

Biaya pengantian satu komponen dapat ditentukan berdasarkan

pertimbangan berikut:

a. Jumlah komponen yang diperlukan.

b. Harga per 1 item komponen.

Harga pengantian kerusakan dapat ditentukan berdasarkan pertimbangan berikut:

a. Biaya yang dikeluarkan pada saat mesin berhenti produksi dalam kondisi

rusak maka perusahaan akan tetap membayar operator mesin tersebut.

b. Biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan dengan pembayaran mekanik

pada saat mesin mengalami kerusakan.

c. Biaya kehilangan kesempetan (opportunity cost) dimana biaya pada saat

mesin dalam berada kondisi rusak maka perusahaan kehilangan

kesempatan memperoleh keuntungan sesuai dengan yang direncanakan.

2.7.2 Fungsi dan Standar Prestasi (Performance Standards)

Bila perawatan dimaksudnya untuk menjamin agar aset terus-menerus

memnuhi fungsi yang diharapkan, maka tujuan perawatan untuk sembarang aset

hanya dapat ditetapkan dengan mendefinisikan apa saja fungsi ini, bersama-sama

dengan tingkat prestasifungsi yang diharapkan. Tujuan dari perawatan untuk

sembarang aset didefinisikan oleh fungsi aset dan hubungan standar prestasi yang

diharapkan. Dengan alasan ini, proses RCM dimulai dengan mendefinisikan

fungsi dan standar prestasi dari setiap aset dalam konteks operasinya. RCM juga
40

menekankan pada kebutuhan untuk mengetahui jumlah standar-standar prestasi

bila dimungkinkan. Standar-standar ini mencakup output, kualitas produk,

customer service, isu lingkungan, biaya operasi, dan keselamatan. Bila

dilaksanakan dengan betul, langkah ini saja biasanya menghabiskan 1/3 waktu

yang dibutuhkan untuk keseluruan analisis RCM.

2.7.3 Kegagalan Fungsional (Fungsional failures)

Tujuan perawatan didefinisikan oleh fungsi-fungsi dan hubungan harapan

prestasi dengan aset yang ditinjau. Tetapi bagaimana sebenarnya perawatan

mencapai tujuan ini? Bila telah dirancang secara memadai, maka hanya beberapa

kegagalan yang dapat menghentikan fungsi aset. Ini memberikan pengertian

bahwa tujuan perawatan dapat dicapai dengan memanfaatkan pendekatan yang

tepat dari manajemen kegagalan (management of failure). Akan tetapi sebelum

kita dapat menggunakan gabungan yang baik dari alat-alat manajemen kegagalan,

kita perlu mengidentifikasi kegagalan apa yang dapat timbul. Proses RCM

melakukannya pada dua tingkatan:

1. Dengan menanyakan bagaiman komponen dapat gagal dalam memenuhi

fungsinya.

2. Dengan menanyakan kemungkinan apa yang menyebabkan kehilangan

fungsi tersebut.

Suatu cara bagaiman suatu komponen dapat gagal memenuhi fungsi yang

diharapkan dikenal sebagai kegagalan fungsional (functional failures), yang

didefinisikan sebagai ketidakmampuan suatu aset untuk memenuhi standar


41

prestasi yang diinginkan. Jelas ini hanya dapat diidentifikasi setelah fungsi dan

standar prestasi aset telah didefinisikan.

2.7.4 Mode Kegagalan (Failure Modes)

Apabila setiap kegagalan fungsional telah diidentifikasi, langkah

berikutnya adalah mencoba mengidentifikasi mode kegagalan yang diperkirakan

akan menyebabkan hilangnya fungsi. Ini kemungkinan kita untuk mengerti secara

tepat apa yang sedang kita cari untuk pencegahannya.

Bila melakukan langkah ini, sangatlah penting untuk untuk

mengidentifikasi penyebab dari setiap kegagalan dengan rincian yang cukup

uuntuk menjamin bahwa waktu dan usahatidak sia-sia saat mencoba menangani

gejala (symptoms), bukan penyebabnya (cause). Disisi lain yang tidak kalah

pentingnya adalah untuk menjamin agar waktu tidak sia-sia untuk analisis yang

terlalu rinci.

Risk Priority Number (RPN) merupakan nilai yang digunakan untuk

menentukan manakah komponen yang memiliki prioritas utama untuk dilakukan

tindakan perawatan.

RPN =Severity rating x occurance rating x detection rating

Severity Rating : Tingkat keseriusan akibat dari failure modes tersebut dan

diberikan rating nilai antara 1-10 (1 : tidak berpengaruh dan 10 : sangat berpengaruh /

kritis).

Occurrence Rating : Tingkat kegagalan selama masa guna sistem, desain atau

proses, nilai dalam bentuk rating antara 1 – 10 (1 : jarang terjadi hampir tidak pernah dan

10 : sulit untuk dihindari terjadinya).


42

Detection Rating : Tingkat kemudahan dalam mendeteksi suatu

kegagalan, dan diberikan nilai antara 1-10 (1: terjadinya pasti terdeteksi dan 10:

kegagalan hampir pasti tidak terdeteksi).

2.7.5 Efek-Efek Kegagalan (Failure Effects)

Pada waktu mengidentifikasi setiap mode kegagalan, efek-efek

kegagalan juga tercatat. Ini menjelaskan apa yang akan terjadi apabila mode

kegagalan memang terjadi. Hal itu mencakup kejadian-kejadian seperti downtime,

efek pada kualitas produk, bukti bahwa kegagalan memang terjadi, langkah

koreksi yng mungkin, dan ancaman terhadap keselamatan atau lingkungan.

Langkah-langkah ini memungkinkan untuk menetapkan seberapa banyak

pengaruh dari setiap kegagalan, dan berapa tinggi tingkat perawtan pencegahan

yang dibutuhkan.

Proses untuk mengidentifikasi fungsi, kegagalan fungsional, mode

kegagalan dan efek kegagalan memberikan hasil yang mencengangkan dan

kadang-kadang ada peluang yang sangat menguntungkan untuk memperbaiki

prestasi dan seselamatan, dan juga untuk mengeliminasi ketidakpastian.

2.7.6 Kosenkuensi Kegagalan (Failure Cosequences)

Analisis yang rinci pada suatu industri ukuran sedang bisa memperoleh

tiga ribu sampai sepuluh ribu kemungkinan kegagalan. Masing-masing kegagalan

ini memang dapat mempengaruhi organisasi, tetapi untuk setiap kasus, efek-

efeknya berbeda. Mereka dapat mempengaruhi operasi. Mereka dapat

mempengaruhi kualitas produk, customer service, keselamatan atau lingkungan.

Mereka semua membutuhkan waktu dan uang untuk memperbaikinya.


43

Konsekuensi- konsekuensi ini sangat mempengaruhi sampai sejauh mana

kita mencoba mencegah kerusakan. Dengan perkataan lain, bila kegagalan

memiliki konsekuensi yang serius, kita akan dengan sekuat tenaga mencoba untuk

mencegahnya. Dilain pihak, bila pengaruhnya kecil atau tidak ada sama sekali,

maka kita dapat memutuskan untuk tidak melakukan perawatan pencegahan diluar

pekerjaan membersihkan dan melakukan pelumasan rutin.

Salah satu kekuatan RCM adalah RCM mengakui bahwa konsekuensi

kegagalan jauh lebih penting dibandingkan dengan karakteristik tekniknya.

Kenyataannya, RCM mengakui bahwa satu-satunya alasan untuk melakukan

sembarang perawatan pencegahan tidaklah hanya mencegah kegagalan

sebagaimana adanya, tetapi menghindari atau sedikit-dikitnya menurun

konsekuens-konsekuensi kegagalan.

Proses RCM tidak hanya mengakui pentingnya konsekuensi kegagalan

dalam pengambilan keputusan dalam perawatan, RCM juga mengelompokkan

konsekuensi-konsekuensi ini kedalam empat kelompok berikut ini.

1. Konsekuensi kegagalan tersembunyi (hidden failure consequences)

Kegagalan tersembunyi tidak memliki dampak langsung tetapi dapat

merugikan perusahaan karena adanya kerusakan-kerusakan dengan

konsekuensi serius,kadang kala katastropik (kebanyakan dari jenis

kerusakan ini terkait dengan peralatan proteksi yang tidak fail-safe). RCM

sangat ampuh untuk mengatasi kerusakan-kerusakan tersembunyi. Pertama

dengan memperlakukan bahwa mereka memang ada. Kedua dengan


44

menetapkan mereka sebagai priorotas utama dan terkhir dengan mengambil

pendetakatan yang sederhana, praktis dan koheren untuk merawat mereka.

2. Konsekuensi keselamatan dan lingkungan (safety and evironmental

consequences)

Suatu kerusakan memiliki konsekuensi-konsekuensi keselamatan

apabila dapat menyebakan kecelakaan atau kematian. Kerusakan dapat

memiliki konsekuensi lingkungan apabila melampaui standar lingkungan

yang ditetapkan oleh pabrik, regional atau nasional. Hal ini merupaka n

prinsip yang sangat dasar bagi RCM untuk menurunkan kedua kategori ini

ke suatu tingkat yang sangat rendah, atau kalaupun mungkin

mehilangkannya.

3. Konsekuensi operasional (operational consequences)

Suatu kerusakan memiliki konsekuensi operasional apabila dapat

mempengaruhi produksi (output, kualitas produk, customer service atau

biaya produksi sebagai tambahan biaya reparasi). Konsekuensi ini memakan

biaya, dan seberapa besar biaya tersebut menggambarkan seberapa besar

usaha yang harus dilakukan untuk mencegahnya.

4. Konsekuensi non-operasional (non-operational cosequences)

Kegagalan yang termasuk dalam kegagalan kategori ini tidak

mempengaruhi sama sekali baik keselamatan maupun produksi, mereka

hanya menambah biaya reparasi langsung.

RCM menggunakan kategori-kategori ini sebagai dasar kerangka

strategis untuk proses pengambilan keputusan dalam perawatan. Dengan me-


45

review secara terstruktur konsekuensi-konsekuensi dari setiap mode kerusakan

dalam istilah-istilah tersebut diatas, RCM mengintegrasikan tujuan-tujuan

operasional, lingkungan dan keselamatan dari fungsi perawatan. Ini akan

membantu manajemen untuk mencapai keselamatan produksi dan perawatan.

RCM memfokuskan perhatian pada tugas-tugas perawatan yang sangat

mempengaruhi prestasi organisasi, dan berusaha menghindari mereka dari

pengaruh yang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Ini akan menjamin hal

yang paling baik.

Proses RCM pada tahapan ini menanyakan apakah setiap kegagalan

memilik konsekuensi yang berarti. Bila tidak, maka keputusan umum yang

diambil adalah tidak ada perawatan pencegahan. Bila ya, maka langkah

berikutnya menanyakan usaha pencegahan apa (bila ada) yang harus

dilaksanakan. Akan tetapi proses seleksi usaha tidak dapat ditinjau dengan baik

tanpa lebih dahulu mempertimbangkan pola-pola kerusakan dan pengaruhnya

pada berbagi metode pencegahan yang diseleksi.

2.7.7 Pencegahan Setiap Kegagalan

1. Tugas-Tugas Pencegahan (Preventive Taks)

Banyak orang percaya bahwa cara terbaik untuk mengoptimalkan

ketersediaan dari sebuah pabrik adalah dengan melakukan beberapa jenis

perawatan pencegahan secara rutin. Generasi Kedua menyarankan bahwa tugas

pencegahan ini harus berupa overhaul atau penggatian komponen pada interval

yang tetap.
46

Hal ini benar beberapa jenis peralatan sederhana, dan untuk beberapa

komponen yang kompleks dengan mode kegagalan yang dominan. Namun

pada beberapa kasus khusus, karakteristik keausan kadangkal dimulai pada saat

peralatan mulai berkontak langsung dengan produk. Contohnya antara lain

pada crusher atau hopper line, screw conveyors, mesin perkakas, impeller

pompa, batu tahan api (refractory) tungku pembakaran dan sebagainya.

Kegagalan yang terkait dengan umur sering-sering pula terkait dengan

kelelahan dan korosi.

Kepedulian dengan fakta-fakta tersebut telah menuntun beberapa

perusahaan untuk meninggalkan ide perawatan pencegahan sama sekali.

Memang ini merupakan tindakan yang benar unuk kerusakan-kerusakan

dengan konsekuensi-konsekuensi minor. Tetapi bila konsekuensi-konsekuensi

kerusakan cukup berarti, maka sesuatu harus dilakukan unuk mencegah

kerusakan, atau paling sedikit untuk menurunkan konsekuensi-konsekuensinya.

Ini membawa kita kembali ke pertanyaan tentang usaha-usaha

pencegahan. Mengikuti tiga kategori utama dalam tugas-tugas pencegahan.

Sebagai berikut:

a. Tugas-tugas kondisi (on-condition) terjadwal

b. Tugas-tugas pemulihan (restoration) terjadwal

c. Tugas-tugas pembuangan (discard) terjadwal

2. Tugas-Tugas Kondisi Terjadwal

Kebutuhan untuk melakukan pencegahan terhadap jenis-jenis kerusakan

tertentu secara terus-menerus, serta makin tidak mampunya teknik-teknik


47

kalsik untuk mengatasinya, membuat hal ini jauh tertinggal dari pertumbuhan

jenis-jenis teknik pencegahan kerusakan yang baru. Sebagian dari teknik-

teknik baru ini menggantungkan diri pada kenyataan bahwa kebanyakan

kerusakan memberikan beberapa pertanda bahwa kerusakan-kerusakan ini

sedang berlangsung. Pertanda ini dikenal sebagai kegagalan potensial

(potential failures), dan dedefinisikan sebagai kondisi-kondisi fisik yang dapat

diidentifikasi, yang memberikan pertanda bahwa kegagalan fungsional sedang

berlangsung atau dalam proses terjadi.

Teknik-teknik baru ini digunakan untuk mendeteksi kemungkinan

kegagalan sehingga tindakan dapat dilakukan untuk menghindari konsekuensi-

konsekuensi yang dapat terjadi bila mereka mengarah kepada kegagalan

fungsional. Teknik ini disebut tugas on-condition karena komponen tetap

beroperasi pada kondisi dimana mereka memenuhi standar prestasi. (perawatan

on-conditional mencakup perawatan prediktif (preventive maintenance),

perawatan basis kondisi (condition-based maintenance) dan pemantauan

kondisi (condition monitoring)).

Jumlah pertanda yang diberikan oleh berbagai kegagalan fungsional

bervariasi dan mikrodetik sampai puluhan tahun. Interval yang lebih lama

berarti frekuensi inspeksi yang lebih rendah, dan lebih banyak waktu untuk

mencegah kegagalan funsional (atau setidak-tidaknya menghindari

konsekuensi-konsekuensinya), sehingga usaha keras terus dilakukan untuk

mengembangkan teknik-teknik kondisi yang dapat memberikan sebanyak

mungkin pertanda yang mendekati kegagalan fungsional.


48

Bila digunakan secara tepat, tugas kondisi ini merupakan cara yang

sangat baik untuk mengantisipasi kegagalan fungsional, tetapi mereka dapat

menghabiskan waktu,ditinjau dari intensitas penggunaannya. RCM menuntun

pengambilan keputusan dengan kepercayaan diri yang tinggi.

3. Tugas-Tugas Pemulihan dan Pembuangan Terjadwal

tugas pemulihan merupakan manufaktur ulang atau meng-overhaul suatu

rakitan pada atau sebelum batas umur spesifiknya, tanpa mempedulikan

kondisinya pada saat itu. Demikian pula, tugas pembuangan terjadwal,

membuang suatu komponen pada atau sebelum batas umur spesifiknya tanpa

mempedulikan kondisinya pada saat itu.

Keampuhan RCM adalah tersedianya kriteria yang sederhana, tepat dan

mudah dimengerti untuk memutuskan apakah (bila ada) tugas pencegahan

secara teknik layak untuk seluruh konteks, dan bila demikian seberapa sering

tugas pencegahan harus dilakukan dan siapa yang akan melakukan.

2.7.8 Tugas-Tugas Standart (Default Taks)

Apakah suatu tugas pencegahan layak secara teknis (technically feasible)

atau tidak, diatur oleh karakteristik teknis dari tugas dan dari kerusakan yang

ingin dicegahnya. Apakah tugas ini bermanfaat (worth) untuk dilakukan, diatur

oleh seberapa baik tugas ini menangani konsekuensi-konsekuensi kerusakan.

Bila tugas pencegahan (yang layak secara teknis dan bermanfaat) tidak

ditemukan maka tugas standar yang harus diambil, tergantung pada konsekuensi-

konsekuensi kerusakannya seperti uraian berikut ini.


49

1. Suatu tugas dimaksudkan untuk mencegah kegagalan dari suatu tugas fungsi

yang tersembunyi (hidden function) adalah bermanfaat untuk dilakukan

apabila tugas ini dapat menurunkan resiko dari kegagalan-kegagalan ganda

(multiple-failire) yang terkait dengan fungsi tersebut sampai suatu batas

bawah yang dapat diterima. Bila tugas pencegahan yang tepat tidak

ditemukan maka tugas menemukan kegagalan (failure-finding) periodik

harus dilakukan. Tugas menemukan kegagalan adalah menemukan

kegagalan tersembunyi secara periodik untuk menetapkan apakah mereka

pernah gagal. Bila tugas yang ditemukan seperti ini tidak dapat menemukan

risiko kegagalan berulang sampai suatu tingkat yang cukup rendah, maka

keputusan standar kedua (yang harus dilakukan tanpa kecuali) adalah

komponen harus dirancang kembali atau disesuaikan dengan konsekuensi-

konsekuensi dari kegagalan berulangnya.

2. Suatu tugas yang dimaksudkan untuk mencegah kerusakan-kerusakan yang

memiliki konsekuensi keselamatan dan lingkungan hanya bermanfaat

apabila tugas ini dapat menurunkan risiko kerusakan sampai suatu batas

yang cukup rendah. Bila suatu tugas yang ditemukan tidak dapat

menurunkan risiko kerusakan sampai suatu harga yang cukup rendah yang

disetujui, maka item harus dirancang ulang atau proses harus diganti.

3. Apabila kegagalan memiliki konsekuensi-konsekuensi operasional, tugas

pencegahan hanya bermanfaat apabila biaya total untuk melaksanakannya

dalam suatu periode waktu tertentu lebih kecil dari biaya konsekuensi-

konsekuensi operasional dan perbaikan dalam periode waktu yang sama.


50

Dengan kata lain, tugas harus layak secara ekonomi. Bila tidak layak, maka

keputusan awal standarnya adalah tidak dilakukan perawatan secara

terjadwal. Bila ini terjadi dan konsekuensi-konsekuensi operasionalnya

tidak dapat diterima maka keputusan standar kedua adalah perancangan

ulang.

4. Apabila kegagalan memiliki konsekuensi-konsekuensi non-operasional

tugas pencegahan hanya bermanfaat bila biaya tugas dalam suatu periode

waktu tertentu lebih kecil dari biaya reparasi dalam periode yang sama.

Dengan demikian tugas ini harus layak secara ekonomi. Bila tidak layak,

maka keputusan awal standarnya adalah tidak dilakukan perawatan secara

terjadwal, dan biaya reparasi sangat tinggi, maka keputusan standar kedua

adalah perancangan ulang.

Pendekatan ini memiliki arti bahwa tugas-tugas pencegahan hanyalah

untuk kegagalan yang betul-betul membutuhkannya, yang pada gilirannya akan

memberikan penurunan yang berarti pada beban pekerjaan rutin. Makin sedikit

pekerjaan rutin juga berarti bahwa tugas-tugas yang tersisa harus dilakukan

dengan tepat. Ini semua berlangsung dengan eliminasi dari tugas-tugas yang tidak

produktif dan menjurus ke perawatan yang efektif.

Bandingkan hal ini dengan pendekatan tradisional dari perkembangan

kebijaksanaan perawatan. Secara tradisional, kebutuhan perawatan dari stiap

komponen ditaksir dalam istilah-istilah karakteristik nyatanya atau tekniknya,

tanpa mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi kerusakannya. Hasil

penjadwalanya digunakan untuk seluruh aset yang serupa, lagi-lagi tanpa


51

mempertimbangkan bahwa konsekuensi-konsekuensi yang berbeda berlaku pada

konteks operasi yang berbeda pula. Ini mengakibatkan banyak jadwal yang tidak

ada manfaatnya, bukannya mereka “salah” dalam arti teknik. Tetapi merekan

tidak mencapai apapun.

Perlu dicatat pula bahwa proses RCM mempertimbangkan kebutuhan-

kebutuhan perawatan dari setiap komponen sebelum menanyakan apakah perlu

dipertimbangkan ulang terhadap rancangannya. Hal ini sangatlah mudah karena

insinyur bidang perawatan yang bertugas pada saat itu harus merawat peralatan

yang ada pada saat itu juga, bukannya (peralatan) apa yang seharusnya ada disitu

atau apa yang perlu ada disitu dikemudian hari.

2.8 Keandalan

Keandalan didefinisikan sebagai probabilitas komponen, peralatan,

mesin, atau sistem tetap beropereasi dengan baik sesuai dengan fungsi yang

diharapkan dalam interval waktu dan kondisi tertentu (Govil, 1990).

Dalam menyatakan berfungsi tidaknya suatu fasilitas/peralatan tertentu,

kita bisa menyatakannya dalam nilai keandalan dari fasilitas/peralatan tersebut.

Keandalan menyatakan konsep kesuksesan operasi atau kinerja dan ketiadaan

kerusakan. Ketidak andalan/kekurangan dalan menyatakan sebalikannya. Teori

keandalan menguraikan kegunaan interdisiplin, probabilitas, statistik, dan

pemodelan stokastik, dikombinasikan dengan pengetahuan rekayasa kedalam

desain dan pengetah uan mekanisme kerusakan, untuk mempelajari berbagai

aspek keandalan (Blischke & Murthy, 2000). Semakin meningkatnya persaingan

antar bisnis perusahaan dan permintaan konsumen yang membutuhkan produk


52

dengan kualitas tinggi dan jadwal penyerahan yang tepat waktu (on time delivery)

telah mendorong kebutuhan alat (equipment) atau mesin (machine) pada tingkat

keandalan (reliability) yang tinggi.

Suatu peralatan dinyatakan memiliki dua state yaitu “baik” dan “rusak”

yang merupakan proses probalistik sehingga keandalan seharga 1, maka sistem

dapat dipastikan dalam keadaan baik dan seharga 0, maka dipastikan bahwa

sistem dalam keadaan rusak. Jika keandalan alat R(t) maka keandalan berkisar

0≤R(t) ≤1 sehingga digambar sebagai berikut.

F(t)

R(t)

0 t

Gambar 2.6 Fungsi Keandalan Sebagai Fungsi Waktu (Nachnul Ansory & M. Iron

Mustajib, 2013)

Dimana :

R(t) = Fungsi keandalan

F(t) = Probabilitas kerusakan

T = Lamanya suatu peralatan beroperasi sampai dengan rusak yang

merupakan variabel acak

R(t) = P {alat dapat berfungsi} pada saat t

= P {T} (mesin dapat berfungsi)

= 1 – P {T>t}
53

= 1 – F (t)

Jadi keandalan dapat dihitung dengan rumus :



R(t )=∫ f (t)dt (2)
1

= 1 – F (t) untuk 0≤R(t)≤1 (3)

Dimana :

R(t) = Fungsi keandalan

F(t) = Probabilitas kerusakan

Untuk t→0, R(t)→1, berarti sistem dalam keadaan baik

Untuk t→ ∞, R(t)→0, berarti sistem dalam keadaan rusak

Perkembangan keilmuan manajemen perawatan berkembang pesat

diawali dari evaluasi keandalan sampai kepada strategi kinerja perawatan,

sehingga keandalan mencakup berbagai isu antara lain :

1. Pemodelan keandalan

Model keandalan menguraikan pengembangan model untuk memprediksi,

mengestimasi dan optimasi ketahanan atau kinerja peralatan, pengaruh

ketidakkeandalan, dan mengurangi (mitigate) pengaruh tersebut.

2. Optimasi dan analisis keandalan

Analisa keandalan dapat dibagi menjadi dua kategori :

a. Kualitatif (kesuksesan operasi atau kinerja dan ketiadaan kerusakan).

Bertujuan untuk memverivikasikan bergagai mode kerusakan dan yang

menyebabkan kontribusi terhadap ketidakandalan peralatan.


54

b. Kuantitatif (reliability modelling). Menggunakan data kerusakan bersama

dengan model matematik yang sesuai untuk mengevaluasi keandalan

peralatan.

3. Rekayasa keandalan

Rekayasa keandalan menguraikan desain dan kontruksi peralatan, meliputi

perhitungan ketidakandalan dan part dan komponen. Hal ini juga melibatkan

pengujian dan program untuk memperbaiki keandalan. Rekayasa keandalan

yang baik menghasilkan produk yang lebih mampu diandalkan.

4. Ilmu keandalan

Ilmu keandalan dikaitkan dengan sifat-sifat material dan sebab-sebab

deteriorasi/kemerosotan menyebabkan kerusakan part dan komponen. Hal

ini menguraikan proses manufaktur dalam Teknologi keandalan part atau

komponen yang diproduksi. Misalnya : kerusakan karena korosi.

5. Teknologi keandalan

Teknologi Teknologi keandalan dikaitkan dengan teknologi yang cocok

untuk memonitoring, merasakan dan mengukur degradasi peralatan dan

menilai status peralatan. Misalnya : penggunaan gelombang elektronik

untuk mendeteksi micro crack.

6. Manajemen keandalan

Manajemen keandalan menguraikan berbagai isu manajemen dalam konteks

mengelola desain, pembuatan dan atau operasi peralatan yang mampu

diandalkan. Penekannya adalah sudut pandang bisnis, karena ketidakandalan


55

dapat memiliki konsekuensi negatif pada keseluruhan kinerja bisnis (atau

resiko pembongkaran).

Selanjutnya, untuk menjaga keandalan yabg tinggi perlu program

pemeliharaan (maintenance) yang baik. Dengan demikian program pemeliharaan

yang baik perlu informasi mekanisme kerusakan (failure mechanism) dan pola

penggunaan (uasge patern). Pengertian failure disini dalam arti yang luas

dipengaruhi oleh keandalan ilem (reliability of item). Program pemeliharaan

sendiri juga mempengaruhi failure mechanism. Sehingga kesemuanya memiliki

yang bersifat bolak-balik, seperti terlihat pada gambar 2.7

Program Perawatan Setelah


Peralatan alat ada :
1. Perawatan koreksi
Keandalan Mekanisme 2. Perawatan pencegahan
Item Kegagalan 3. Perawatan prediksi
4. Perawatan kondisional
Sebelum Beli Perawatan
Pola Proaktif
Penggunaan

Gambar 2.7 Diagram Hubungan Antara Keandalan (Nachnul Ansory & M. Iron

Mustajib, 2013)

2.9 Fungsi Keandalan

Diawal sudah disampaikan bahwa keandalan merupakan probabilitas

kinerja dari sistem/alat untuk memenuhi fungsi-fungsi yang diharapkan dalam

selang waktu tertentu. Sedangkan fungsi keandalan adalah suatu fungsi matematis

yang menggambarkan fungsi kerusakan.

Variabel utama dari fungsi keandalan adalah waktu terjadinya kerusakan

(time failure).
56

Fungsi tersebut dirumuskan sebagai berikut :



R(t )=∫ f ( t ) dt =P ( x> t) (4)
1

Dimana :

R(t) merupakan probabilitas peralatan dapat beroperasi hingga waktu t.

Probabilitas suatu peralatan mengalami kerusakan sebelum jangka waktu t disebut

CDF (Cumulaative Distribution Failure) dengan rumusan

R(t )=P(x >t) (5)

Sehingga dari kedua persamaan diatas dapat dirumuskan bahwa probabilitas

keandalan suatu peralatan hingga waktu t dirumuskan sebagai :

R ( t )=1−F (t) (6)

[
( t )=exp −∫ λ(t)dt
0
] (7)

2.10 Kerusakan

Karakteristik kerusakan pada peralatan umumnya tidak sama meskipun

dioperasikan pada waktu yang bersamaan, karakteristik yang sama akan

memberikan selang waktu terjadinya kerusakan yang berbeda. Karena kerusakan

suatu alat atau komponen tergantung pada variabel waktu dan untuk mengtahui

variabel waktu kerusakan digunakan fungsi padat probabilitas.

2.10.1 Fungsi Padat Probabilitas


57

Menurut (Oconnor, 2002) menegaskan kegiatan perawatan digunakan fungsi

padat probabilitas karena kerusakan komponen tergantung pada variabel waktu

dimana fungsi padat probabilitas antara selang waktu tertentu ¿), maka :
ty

∫ f ( t ) dt =1 (8)
tx

Probabilitas terjadinya kerusakan antara ¿) adalah


tz

∫ f ( t ) dt =1 (9)
ta

2.10.2 Fungsi Distribusi Kumulatif

Fungsi distribusi kumulatif pada perawatan adalah probabilitas kerusakan

yang merupakan kerusakan sebelum waktu tertentu, yang secara matematis

sebagai berikut :
1
F (t)= ∫ f ( t ) dt (10)
−∞

Dimana F(t) menyatakan distribusi kumulatif, dan jika t→ ∞, maka F(t)→ 1

2.10.3 Laju Kerusakan

Laju kerusakan didefinisikan probabilitas banyaknya komponen yang

mengalami kerusakan setiap waktu, bila komponen sejenis dioperasian secara

bersama. Laju kerusakan 𝜆(t) dirumuskan sebagai berikut :

λ (t)=P {x <t+ △ t /x >t } (11)

P {( x< t + △ t /x >t) }
P(x >t)

(12)

Dimana :
58

P { x>t } ∩ ( x< t+ △ t )=P {x <t + △ t =f (t) △ t

−d
f ( t )= R (t ) (13)
dt

Sedangkan :

f (t )
λ ( t )= (14)
R(t)

1 d
¿− R (t) (15)
R ( t ) dt

−dR(t)
λ ( t ) dt=
R(t)

∫ λ (t ) dt =−¿ [ R(t ) ] (16)


0

[
Sehingga R ( t )=exp −∫ λ (t)dt
0
] (17)

2.10.4 Karakteristik Kerusakan

Karaklteristik kerusakan pada peralatan di bagi menjadi tiga tahap yaitu :

1. Kerusakan Awal (Early Failure)

Kegagalan yang terjadi pada awal pengoperasian suatu item yang ditandai

dengan laju kerusakan yang menurun.

2. Keagagalan Acak (Random Failure)

Kegagalan yang terjadi pada item yang berjalan normal ditandai laju

kegagalan yang konstant.

3. Kegagalan Usang (Wear-Out Failure)

Kegagalan yang terjadi pada usia kegunaan tertentu yang ditandai dengan

laju kerusakan yang semakin meningkat yang menurut segera dilakukan


59

penggantian (Replacemant) ke sebagian alat atau keseluruhan dengan yang

baru.

(t)

DFR CFR IFR

0 t1 t2 t

Gambar 2.8 Kurva Bathub-Shape (Ebeling, 1997)

2.11 Model-model Distribusi Probabilitas Keandalan Versus Kerusakan

Waktu terjadinya kerusakan tiap peralatan merupakan variabel random.

Sebelum menghitung nilai probabilitas keandalan suatu mesin atau peralatan

maka perlu diketahui secara statistik distribusi kerusakan peralatan tersebut.

Distribusi kerusakan digunakan untuk menentukan kerusakan komponen

berdasarkan interval waktu kerusakannya. Berikut ini merupakan beberapa

distribusi yang umumnya digunakan dalam menghitung tingkat keandalan suatu

peralatan.

1. Distribusi Eksponential

Distribusi yang menggambarkan suatu kerusakan dari mesin yang disebabkan

oleh kerusakan pada salah satu komponen dari mesin atau peralatan yang

menyebabkan mesin terhenti. Dalam hal ini kerusakan tidak dipengaruhi oleh

unsur pemakaian peralatan.


60

Digunakan untuk memodelkan laju kerusakan yang konstanta untuk sistem

yang beroprasi secara kontinyu. Dalam distribusi exponensial, beberapa

persamaan yang digunakan antara lain :

a. Fungsi padat peluang (pdf) dari distribusi eksponential adalah :

f (t )=λ e− λt (18)

t =waktu t ≥ 0

𝜆 = kecepatan rata-rata terjadinya kerusakanλ> 0

b. Fungsi kumulatif kerusakan F ( t )distribusi eksponential adalah :

F ( t )=1−e−λt (19)

c. Fungsi keandalan R ( t )distribusi eksponential adalah :

R ( t )=e− λt (20)

R ( t )=1−F (t) (21)

R ( t )=e 1/ MTTF (22)

d. Fungsi laju kerusakanh ( t )distribusi eksponential adalah :

h ( t )=λ (23)

2. Distribusi Weibull

Distribusi ini paling banyak dipergunakan dalam teknik perhitungan

keandalan. Dalam distribusi weibull dikenal adanya dua parameter yakni

parameter bentuk (β) dan parameter skala (α).

a. Fungsi padat peluang (pdf) dari distribusi weibull adalah :

β −1 − t
β t ()
f (t )= ()
α α
e
α β
(24)

Untuk β = shape parameter, β >0


61

η = skala parameter untuk karakteristik life timeη> 0

b. Fungsi kumulatif kerusakanF ( t ) distribusi weibull adalah :


β
− ( αt ) (25)
F ( t )=1−e

c. Fungsi keandalan R ( t )distribusi weibull adalah :


β
− (αt ) (26)
R ( t )=e

R ( t )=1−F (t) (27)

R ( t )=e 1/ MTTF (28)

d. Fungsi laju kerusakan h ( t )distribusi weibull adalah :


β−1
f (t) t
h ( t )=
R (t) α () (29)

Parameter β disebut parameter bentu atau kemiringan weibull (weibull slope),

sedang parameter α disebut dengan parameter skala atau karakteristik hidup.

Bentuk fungsi distribusi weibull bergantung pada parameter bentuknya (β),

yaitu:

β < 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi hyper-exponential dengan

laju kerusakan cenderung menurun.

β = 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi eksponensial dengan laju

kerusakan cenderung konstan.

β > 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi normal dengan laju

kerusakan cenderung meningkat.

3. Distribusi Lognormal
62

Distribusi ini berguna untuk mnggambarkan distribusi kerusakan untuk

kondisi yang bervariasi. Disini time to failur (t) dari suatu komponen

diasumsikan memiliki distribusi lognormal bila y=¿(t ), mengikuti distribusi

normal dengan rata-rata (μ) dan variasi adalah (σ).

a. Fungsi padat peluang (pdf) dari distribusi lognormal adalah :


2
(ln ( t ) −µ)
β 2σ2
(30)
f (t )= e
t σ √2 π

b. Fungsi kumulatif kerusakanF ( t ) distribusi lognormal adalah :


2
ln ⁡(t)−µ

F ( t )=e
( σ
2 ) (31)

c. Fungsi keandalan R ( t )distribusi lognormal adalah :


2
ln ⁡(t )
(
R ( t )=e σ
) (32)

R ( t )=1−F (t) (33)

R ( t )=e 1/ MTTF (34)

d. Fungsi laju kerusakan h ( t ) distribusi lognormal adalah :

f (t )
h ( t )= (35)
R (t )

4. Distribusi Normal

Distribusi normal (Gausian) mungkin merupakan distribusi probabilitas yang

paling penting baik dalam teori maupun aplikasi statistik. Fungsi-fungsi dari

distribusi Normal:

a. Fungsi padat peluang (pdf) dari distribusi normal adalah :


2

f (t )=
1
e
( t−µ

2σ )
2

(36)
σ √ (2 π )
63

Dimana:

σ = Standar deviasi dari variabel acak

μ = Rata-rata dari variabel acak

b. Fungsi kumulatif kerusakan F ( t )distribusi normal adalah :


2

F ( t )=e

( t−µ
σ )
2
(37)

c. Fungsi keandalan R ( t )distribusi normal adalah :


2
− ( σt ) (38)
R ( t )=e

R ( t )=1−F (t) (39)

d. Fungsi laju kerusakanh ( t )distribusi normal adalah :

f (t )
h ( t )=
R (t )

(40)

2.12 Rata-Rata Waktu Kerusakan (Mean Time To Failure)

Mean time to Failure (MTTF) adalah nilai rata-rata atau waktu rata-rata

terjadinya kerusakan (Ebeling, 1997). Perhitungan nilai MTTF untuk masing-masing

distribusi yaitu :

1. Exponential

1
MTTF= (41)
λ

Dimana :
64

λ= Rata-rata kedatangan kerusakan yang terjadi

2. Weibull

MTTF=αΓ 1+ ( 1β ) (42)

Dimana :

θ = Scale parameter yang mempengaruhi nilai tengah dari pola data

β = Shape parameter yang mempengaruhi laju kerusakan

1
Nilai Γ (1+ ) didapat dari tabel fungsi Gamma
β

3. Lognormal

s2
MTTF=t med . e ()
2
(43)

Dimana :

t med = Parameter lokasi (nilai tengah dari suatu distribusi kerusakan)

s = Parameter bentuk (shape parameter)

4. Normal

MTTF=µ (44)

Dimana :

µ = nilai tengah

2.13 Rata-Rata Waktu Perbaikan (Mean Time To Repair)


65

Mean time to Repair (MTTR) adalah nilai rata-rata atau waktu rata-rata

yang diperlukan untuk melakukan perbaikan terhadap suatu komponen yang

mengalami kerusakan (breakdown) (Ebeling, 1997). Perhitungan nilai MTTR

untuk masing-masing distribusi yaitu :

1. Exponential

1
MTTR= (45)
λ

Dimana :

λ= Failure rate

2. Weibull

MTTR=αΓ 1+ ( 1β ) (46)

Dimana :

θ = Scale parameter

β = Shape parameter

1
Nilai Γ (1+ ) didapat dari tabel fungsi Gamma
β

3. Lognormal dan Normal

s2
MTTR=t med . e ( )
2
(47)

Dimana :
66

t med = Nilai tengah (median) waktu perbaikan

s = Parameter bentuk (shape parameter)

Anda mungkin juga menyukai