Anda di halaman 1dari 1

Nihongogaku adalah kajian mengenai ilmu bahasa dalam konteks bahasa Jepang

sebagai bahasa asing, bukan sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama seperti halnya
kokugogaku. Dalam semester sebelumnya, kita sudah mempelajari nihon no gengogaku, atau
dalam bahasa Indonesia adalah linguistik mikro. Namun pada semester ini, akan mempelajari
mengenai ouyou nihongogaku, dalam bahasa Indonesia adalah linguistik makro atau
linguistik terapan. Jika linguistik mikro / nihon no gengogaku hanya mengkaji bahasa dari
arti dan makna, maka linguisti makro / ouyou nihongogaku juga mengkaji maksud dan tujuan
bahasa yang difungsikan riil.
Linguistik makro / linguistik terapan adalah fungsi bahasa yang tidak hanya diamati
dari maknanya saja, tapi ada maksud atau tujuan tertentu. Contoh: ano hito wa totemo
kanashii desu. Kalau hanya diartikan saja maka memiliki makna “orang itu sangat sedih”.
Namun, jika dilihat dari segi struktur semantic, maka kalimat tersebut menggambarkan
bahwa orang tersebut sangat sedih. Dan jika dilihat dari peranan apa yang menunjukkan
bahwa dia lebih sedih adalah dari kata totemo (adverbial).
Kajian dalam ouyou nihongogaku termasuk dalam beberapa hal, di antaranya yaitu
pragmatik, sosiolinguistik, linguistik kognitif, analisis percakapan, analisis wacana, linguistik
edukasional, etnolinguistik, dan semiotik. Di antara itu kita akan membahas 6 hal, yaitu:
1. Pragmatik, adalah kajian yang mengkaji bahasa bukan dari makna sesungguhnya. Bahasa
tidak bisa dikaji dari maknanya saja, tetapi juga dari konteks. Pragmatik (tougoron)
adalah kajian tentang konteks.
2. Sosiolinguistik, adalah kajian yang mengkaji kata-kata yang memiliki makna sama
namun proses pembentuknya berbeda. Seperti contohnya wakarimasen dengan
wakarahen. Pemggunaan bahasa sesuai dengan fungsi dan lingkungan sekitar, seperti
kapan memakai sonkeigo dan kapan tidak memakainya. Contoh lain, sebuah kalimat
tidak hanya diakhiri dengan desu atau masu saja, tapi juga ada bentuk futsukei atau
bentuk biasa. Hal ini terjadi karena ada pengaruh dari siapa yang berbicara, dan siapa
yang diajak berbicara.
3. Kajian percakapan, adalah kajian yang mengkaji sebuah percakapan. Contoh, misalkan
ada seseorang mengucapkan ohayou gozaimasu, dan dibalas oleh seseorang lainnya
dengan ohayou gozaimasu. Atau kalimat yang muncul dalam bentuk kalimat ajakan,
sapaan, dan lain-lain dalam ranah linguistik. Dalam sebuah dialog ada rangkaian kalimat,
dari awal hingga akhir sampai tuntas hingga dapat ditangkap maknanya. Pasti ada faktor
di luar bahasa yang mempengaruhi ketuntasan sebuah percakapan. Contoh: pembukaan
salam sebagai pembuka. Ada unsur-unsur dari tuturan 1 ke tuturan 2 dan seterusnya yang
terus bersambung. Mungkin juga ada pengaruh dari mood atau suasana hati.
4. Kajian wacana, berkaitan dengan analisis wacana atau dokkai dalam ranah linguistik.
Sebuah kalimat bisa ada karena adanya kalimat sebelumnya dan kalimat sesudahnya,
sehingga bisa diambil maknanya secara bacaan dan dapat diambil pesan moralnya.
5. Semiotika, adalah ilmu yang mengkaji tanda-tanda atau lambang bahasa. Dalam bahasa
Jepang misal dilambangkan dengan kanji, dan setiap kanji pasti ada asal usulnya. Contoh
paling gampang adalah seperti sebuah papan iklan.
6. Etnolinguistik, kajian bahasa daerah atau suku yang sudah lama tapi masih bisa
dimaknai, seperti dalam kajian puisi. Sebuah kata dapat memiliki arti, namun tidak juga
bisa diartikan secara mentah-mentah tanpa memperhatikan unsur di luar bahasa, seperti
kebudayaan. Contoh: istilah “ichi go ichi e” dalam chanoyu.

Anda mungkin juga menyukai