Anda di halaman 1dari 19

Doi: 10.5281/zenodo.

3873837

Stilistika Volume 8, Nomor 2, Mei 2020 ISSN P 2089-8460


ISSN E 2621-3338

AFIKS DERIVASIONAL VERBA BAHASA LAMPUNG :


SEBUAH KAJIAN MORFOLOGI GENERATIF

oleh
Nyoman Astawani*, I Nyoman Sadwikaii
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali
nyoman.astawan@gmail.com*, nsadwika@yahoo.co.id

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan Afiks derivasional verba bahasa Lampung.
Penelitian terhadap aspek-aspek bahasa Lampung sudah cukup banyak dilakukan. Namun,
dari data dan informasi tentang bahasa Lampung yang dijumpai dalam berbagai pustaka
selama ini tidak terdapat gambaran yang lengkap. Di samping itu, teori yang diterapkan pada
penelitian - penelitian terdahulu masih menggunakan teori struktural. Oleh karena itu, Hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya tampak belum tuntas. Berkenaan dengan
itu, penelitian bahasa lampung perlu dilakukan. Adapun penelitian yang penulis lakukan
berjudul Afiks Derivasional Verba Bahasa Lampung: Sebuah Kajian Morfologi Generatif.

Kata kunci : Afiks Derivasional

DERIVATIONAL AFFIX OF LAMPUNG LANGUAGE VERB: A


STUDY OF GENERATIVE MORPHOLOGY
Abstrac
The purpose of this study is to describe derivational affixes of Lampung language verbs.
Research on aspects of the language of Lampung has been done quite a lot. However, from
the data and information about the Lampung language found in various literature so far
there is no complete picture. In addition, the theories applied to previous studies still use
structural theory. Therefore, the results of the research conducted by previous researchers
seemed to be incomplete. In this regard, Lampung language research needs to be done. The
research that I did was entitled Derivational Affix of Lampung Language Verb: A Study of
Generative Morphology.

Keyword : Derivational affix

173
1. PENDAHULUAN fungsi juga memiliki varian dan

B ahasa Lampung sebagai salah


satu bahasa daerah yang ada di
kategori gramatikal.
Berdasarkan tipologi morfologi
Indonesia masih tetap hidup dan dan ciri-ciri aglutinasi yang
dipakai oleh penduduk asli Lampung dikemukakan oleh kedua ahli di atas,
sebagai alat komunikasi maka bahasa Lampung dapat
antaranggotanya, baik dalam pergaulan digolongkan sebagai bahasa yang
sehari-hari maupun dalam upacara bertifologi morfologi aglutinasi. Hal
adat. Di samping itu, bahasa Lampung itu dapat dibuktikan karena bahasa
digunakan juga oleh masyarakat dalam Lampung mempumpai banyak afiks
sastra rakyat, seperti peribahasa, teka- (morfem terikat), baik yang berupa
teki, pantun dan nyanyian (Wetty dkk., prefiks, infiks, sufiks, konfiks, maupun
1992 : 1). imbuhan gabung dalam sebuah
Berdasarkan tipologi konstruksi. Dalam konstruksi ngejual
morfologinya, bahasa dikelompokkan ‘menjual’; nyesui ‘menyendok’;
menjadi empat tipe, antara lain : tipe nanem ‘menanam’; megung
isolasi, tipe aglutinasi, tipe fusi, dan ‘memegang’ dan pembaco ‘pembaca’,
tipe inkorporasi (Comrie, 1983 : 39- misalnya, terdapat prefiks ŋ- pada
49) dan (Katamba, 1993 : 56-59; 282- konstruksi ngejual; nyesui; nanem;
285). Bahasa yang bertipe aglutinasi megung; dan prefiks peŋ- pada
memiliki ciri-ciri, antara lain : (1) konstruksi pembaco. Kedua prefiks ini
bahasa tersebut terdiri atas gabungan termasuk morfem terikat dalam bahasa
morfem dengan morfem; (2) umumnya Lampung karena bentuk tersebut tidak
komposisi kata yang ada terdiri atas mungkin berdiri sendiri untuk
lebih dari satu morfem; (3) gabungan menyampaikan arti. Untuk
morfem-morfem dalam kata tersebut menyampaikan arti, morfem terikat itu
jelas dan terstruktur; (4) afiks-afiks harus mengikatkan dirinya dengan
yang ada selain memiliki makna dan morfem yang lain yang bebas, yaitu

174
Doi: 10.5281/zenodo.3873837

Stilistika Volume 8, Nomor 2, Mei 2020 ISSN P 2089-8460


ISSN E 2621-3338

morfem yang mempunyai arti yang Dialek Abung : Sebuah Kajian


berdiri sendiri, seperti morfem jual, Morfologi Generatif.
sesui, tanem, pegung , dan baco Dalam penelitian ini
misalnya. dirumuskan berberapa masalah.
Penelitian terhadap aspek- Masalah dalam penelitian ini dapat
aspek bahasa Lampung sudah cukup dirumuskan sebagai berikut.
banyak dilakukan. Beberapa penelitian 1) Jenis-jenis afiks yang mana
yang telah dilakukan, antara lain : sajakah yang terlibat di dalam proses
Sistem Reduplikasi Bahasa Komering pembentukan verba (derivasi verba)
oleh Wahab dkk (1992), Tata bahasa pada bahasa Lampung Dialek Abung?
lampung Dialek Pesisir oleh Udin dkk 2) Jenis-jenis bentuk dasar yang
(1992), Struktur Bahasa Lampung mana sajakah yang terlibat di dalam
Dialek Abung oleh Wetty dkk (1992), proses pembentukan verba (derivasi
dan Morfologi dan Sintaksis Bahasa verba) pada bahasa Lampung Dialek
lampung oleh Sudradjat dkk (1986). Abung?
Namun dari data dan informasi tentang 3) Bagaimanakah makna yang
bahasa Lampung khususnya dialek ditimbulkan oleh sfiks derivasi sebagai
Abung yang dijumpai dalam berbagai akibat dilekatkannya afiks tersebut
pustaka selama ini tidak terdapat pada bentuk dasar?
gambaran yang lengkap . Hasil Secara umum, penulisan ini
penelitian yang dilakukan oleh menggunakan teori morfologi
peneliti sebelumnya tampak belum generatif. Sepengetahuan penulis, teori
tuntas, oleh karena itu, penelitian ini sampai saat ini belum pernah
bahasa lampung dialek Abung perlu digunakan pada tulisan-tulisan yang
dilakukan. mengkaji bahasa Lampung. Teori
Terkait hal tersebut, penelitian morfologi generatif memiliki
yang penulis lakukan berjudul Afiks perangkat kaidah untuk membentuk
Derivasional Verba Bahasa Lampung

175
kata-kata baru dengan kaidah dimaksud adalah dasar) dan
transformasi. bermacam-macam afiks, baik
Kajian morfologi generatif derivasional maupun infleksional.
diawali dengan sebuah tulisan yang Butir leksikal yang tercantum dalam
dibuat oleh Chomsky (1970). Dalam DM tidak hanya diberikan dalam
tulisannya tersebut, Chomsky memberi bentuk urutan segmen fonetik, tetapi
judul “Remaks On Nominalization”. harus dibubuhi beberapa informasi
Pandangan Chomsky ini menggugah gramatikal yang relevan. Misalnya,
perhatian para linguis untuk write dalam bahasa Inggris harus
memberikan perhatiannya terhadap diberi keterangan : termasuk verba
penelitian morfologi yang dasar bukan berasal dari bahasa
menggunakan teori generatif, antara Inggris dan lain-lain.
lain : Halle (1973), Aronoff (1976), Komponen kedua adalah APK,
Scalies (1984), dan dimodifikasi yaitu komponen yang mencakup
Dardjowidjojo (1988). semua kaidah tentang pembentukan
Menurut Halle (1973), tataran kata dari morfem-morfem yang ada
morfologi terdiri atas tiga komponen pada DM. APK bersama DM
yang saling terpisah, ketiga komponen menentukan bentuk-bentuk potensial
itu adalah : dalam bahasa. Oleh karena itu, APK
(1) List of morphemes (daftar menghasilkan bentuk-bentuk yang
morfem, selanjutnya disingkat DM); memang merupakan kata dan bentuk-
(2) Word formation rules bentuk potensial yang belum ada
(kaidah/aturan pembentukan kata, dalam realitas. Bentuk-bentuk
selanjutnya disingkat APK); potensial sebenarnya dihasilkan dari
(3) Filter (saringan, penapis, tapis) kemungkinan penerapan APK dan
(Halle, 1973 : 3 - 8). DM, tetapi bentuk-bentuk itu tidak ada
Dalam DM ditemukan dua atau belum lazim digunakan.
macam anggota, yaitu akar kata (yang Misalnya, bentuk mencantik dan

176
Doi: 10.5281/zenodo.3873837

Stilistika Volume 8, Nomor 2, Mei 2020 ISSN P 2089-8460


ISSN E 2621-3338

berbus dalam bahasa Indonesia. morfem. Kelima morfem itu adalah :


Komponen ketiga, yaitu trans-form-at-ion-al (1973 : 3). Cara
komponen saringan atau penapis seperti ini jelas tidak diterapkan karena
berfungsi menyaring bentuk-bentuk tidak mungkin menguraikan kata
yang dihasilkan oleh APK dengan menjangan menjadi men-jangan hanya
menempeli beberapa idiosinkrasi, karena dalam bahasa Indonesia ada
seperti idiosinkrasi fonologi, afiks men- seperti pada menjangan.
idiosinkrasi leksikal, atau idiosinkrasi Daftar morfem yang memuat
semantik. Idiosinkrasi merupakan dasar dan afiks yang diusulkan Halle
keterangan yang ditambahkan pada juga mengandung kelemahan karena
bentuk-bentuk yang dihasilkan APK tidak mempertimbangkan adanya
yang dianggap “aneh”. Hal ini, morfem pangkal. Morfem pangkal
dimaksudkan agar bentuk-bentuk juga berpotensi untuk membentuk
potensial / tidak lazim tidak masuk kata. Jika mengikuti pendapat Halle,
dalam kamus. Secara garis besar, maka bentuk itu tidak mungkin diberi
pandangan Halle tentang morfologi keterangan sintaksis karena
dapat dilihat pada diagram di bawah kategorinya belum pasti sebelum
ini. mendapat afiks atau bergabung dengan
Sesungguhnya, APK yang bentuk lain. Misalnya, bentuk juang,
diusulkan Halle memakai morfem temu dalam bahasa Indonesia
sebagai bentuk minimal yang dipakai berpotensi menjadi verba atau nomina,
sebagai landasan penurunan kata bergantung dari afiks atau morfem lain
sehingga sering disebut morpheme yang mengikutinya. Halle tidak
based. Akan tetapi, pengertian morfem menyediakan tempat untuk
yang diajukan Halle sangat berbeda menampung bentuk seperti yang
dengan yang lumrah dimengerti orang. disebutkan di atas. Oleh karena itu,
Menurut Halle dalam kata DM Halle harus diperluas sehingga
transformational dianggap ada lima DM tidak hanya menampung dasar

177
dan afiks, tetapi juga bentuk yang diberi keterangan tambahan atau diberi
sejenis temu ( Perhatikan Saran tanda (*).
Dardjowidjojo, 1988 : 57). Saringan atau penapis dengan
Meskipun Halle beberapa idiosinkrasi dapat
mencantumkan kamus dalam memberikan informasi mengapa
diagramnya, ia tidak menganggap bentuk tertentu dapat diterima dan
bahwa kamus merupakan bagian mengapa bentuk lain tidak. Hal ini
integral dari morfologi generatif. merupakan langkah maju dalam
Kamus memiliki peranan dalam analisis morfologi yang selama ini
pembentukan kata karena APK dapat hanya diterangkan sebagai
memanfaatkan leksikon yang perkecualian atau dihindari sama
tersimpan dalam kamus. Di samping sekali.
itu, kamus juga menampung bentuk- Berdasarkan diagram yang
bentuk yang lolos saringan. Oleh diajukan oleh Scalise (1984 : 31),
karena itu, Dardjowidjojo (1988 : 57) Dardjowidjojo merombak model Halle
menganggap bahwa kamus merupakan seperti tampak di bawah ini
bagian yang integral dalam morfologi (Dardjowidjojo, 1988 : 57).
generatif. Dengan merombak pandangan
Bentuk-bentuk potensial Halle, Dardjowidjojo mengusulkan
menurut Halle tidak dimasukkan adanya empat komponen yang integral
dalam kamus. Tidak diberi penjelasan dalam morfologi generatif. Keempat
di mana bentuk itu ditampung. komponen itu
Dardjowidjojo berpendapat bahwa Dengan merombak pandangan
bentuk-bentuk potensial ini dapat Halle, Dardjowidjojo mengusulkan
disimpan dalam kamus. Akan tetapi, adanya empat komponen yang integral
untuk membedakan dengan kata nyata dalam morfologi generatif. Keempat
ia mengusulkan agar bentuk potensial komponen itu adalah DM, APK,
saringan, dan kamus. Pada komponen

178
Doi: 10.5281/zenodo.3873837

Stilistika Volume 8, Nomor 2, Mei 2020 ISSN P 2089-8460


ISSN E 2621-3338

DM dipisahkan antara bentuk bebas membedakan bentuk yang memang


dan bentuk terikat. Ini dimaksudkan tidak mungkin, dan yang
untuk menampung bentuk terikat, ketidakmungkinannya hanya
seperti morfem prakategorial. kebetulan.
Mekanisme model ini adalah : bentuk Jalur f. pecah menjadi f-j untuk
bebas seperti dalam bahasa Indonesia bentuk yang tidak punya idiosinkrasi,
baju akan melalui jalur a. tanpa sedang jalur f-k untuk yang memiliki
terhambat di saringan. Jalur b. untuk idiosinkrasi. Menurut Dardjowidjojo
bentuk bebas setelah mengalami bentuk pegolf dianggap sebagai bentuk
afiksasi ; apabila tidak ada idiosinkrasi yang kena idiosinkrasi fonologis,
boleh langsung disimpan dalam walaupun bentuk itu beranalogi pada
kamus, sedangkan apabila dikenali bentuk pegulat dan petinju. Kata
idionsinkrasi harus melalui jalur c. berjuang kena idiosinkrasi semantik
Jalur d. untuk bentuk potensial yang
2. METODE
tidak ada dalam pemakaian, melalui
Data yang diperlukan untuk
jalur d.g. dan disimpan dalam kamus
mendukung penelitian ini adalah kata
dan diberi catatan (*). Untuk bentuk-
yang mengandung afiks, yaitu afiks
bentuk yang mustahil seperti
derivasional yang terdapat pada bahan
*berjalani, *melukisan dalam bahasa
tulisan. Data yang berupa kata ini
Indonesia akan melewati jalur d-h, dan
digali dan diperoleh dari dua sumber,
akan tertahan di saringan.
yaitu (1) cerita rakyat masyarakat
Bentuk-bentuk terikat bisa
lampung dan (2) hasil-hasil penelitian.
tertahan di saringan apabila
Sudaryanto (1982 ) dalam bukunya
afiksasinya keliru. Misalnya, bentuk
yang berjudul Metode Linguistik
juang, selenggara apabila bergabung
menyatakan bahwa metode adalah cara
dengan afiks *ber-i atau *meN-an
kerja dalam penelitian. Penjabaran
lewat jalur e-i. Pemisahan jalur d-g
dengan d-h dimaksudkan untuk

179
metode yang disesuaikan dengan alat (Sudaryanto, 1993 : 31-63). Teknik
dan sifat itu disebut dengan teknik. unsur langsung dalam hal ini
Terkait dengan itu, dalam digunakan untuk menganalisis bentuk
penelitian ini digunakan tiga macam dari struktur kata bahasa Lampung
metode, yakni (1) metode Dialek Abung dengan cara
pengumpulan data ; (2) metode menguraikan unsur-unsur
analisis data ; dan metode penyajian pembentukan kata yang termuat dalam
hasil analisis data. Ketiga metode daftar morfem. Teknik ganti dan
tersebut akan diuraikan di bawah ini. teknik perluasan digunakan dalam
Metode yang digunakan dalam kaidah pembentukan kata.
pengumpulan data adalah metode Hasil konkret dari upaya analisis
kepustakaan. Metode ini digunakan data adalah ditemukannya kaidah-
karena data diambil dari bahan tertulis, kaidah. Kaidah-kaidah yang telah
yakni cerita rakyat dan hasil-hasil ditemukan itu harus dirumuskan secara
penelitian yang terdahulu. Penggunaan sistematis, jelas, dan mudah dipahami.
metode ini dibantu dengan teknik Dalam kaitan ini ada dua cara yang
catat, yaitu mencatat semua data pada dapat dipakai untuk menyajikan kaidah
kartu data (Sudaryanto, 1982 : 2-3). atau hasil analisis data, yaitu metode
Data yang telah terkumpul formal dan informal (Sudaryanto,
dianalisis dengan menggunakan 1993:144). Penyajian secara informal
metode agih (Sudaryanto, 1993 : 13- berarti hasil analisis data dirumuskan
16). Metode agih digunakan terutama dengan menggunakan kata-kata biasa,
untuk mengklasifikasikan data yang sedangkan penyajian secara formal
berisi afiks derivasional. Metode ini berarti hasil analisis data dirumuskan
akan disertai dengan teknik dasar dengan menggunakan lambang-
berupa teknik bagi unsur langsung dan lambang dan tanda-tanda. Dalam
teknik lanjutan yang terdiri atas teknik penelitian ini, kedua metode tersebut
ganti dan teknik perluasan digunakan dalam menyajikan hasil

180
Doi: 10.5281/zenodo.3873837

Stilistika Volume 8, Nomor 2, Mei 2020 ISSN P 2089-8460


ISSN E 2621-3338

analisis data. Jadi, di samping ada dan bila ditambahkan pada bentuk lain
yang dirumuskan dengan kata-kata akan mengubah makna gramatikalnya.
biasa, hasil analisis data juga ada yang Terkait dengan itu, untuk
dirumuskan dengan diagram, mengetahui bentuk dan distribusi afiks
dirumuskan dengan memanfaatkan yang terlibat dalam afikasasi verbal
tanda-tanda seperti (*), (+), (-),(→) , BLDA, perhatikanlah data klausa atau
([ ]), dan sebagainya. Metode ini kalimat di bawah ini.
dibantu dengan teknik induktif dan
(1) Esha ngeguai juadah
deduktif. Teknik induktif adalah cara n. diri membuat kue
penyajian dengan mengemukakan hal- ‘Esha membuat kue’
(2) Budi ngebaco koran
hal yang bersifat khusus terlebih n. diri membaca koran
‘Budi membaca koran’
dahulu dan kemudian ditarik suatu (3) Wati ngemarahei adikno
simpulan yang bersifat umum. Teknik n.diri memarahi adiknya
‘Wati memarahi adiknya’
deduktif, yaitu pola pikir yang berawal (4) Ali dipakkah Hasan
n.diri dipukul n.diri
dari pengetahuan yang sifatnya umum ‘Ali dipukul Hasan’
menuju fakta-fakta yang bersifat (5) Dang nikeu perbalak lagei kawai
mak!
khusus (Hadi, 1983: 43-44). jangan 2T perbesar lagi baju
ibu
‘Jangan kamu perbesar lagi baju
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
ibu’
(6) Napuh ago ngehakalei lemaweng
Bentuk dan Distribusi Afiks BLDA kancil mau membohongi harimau
Sebagaimana yang telah ‘Kancil mau membohongi Harimau’
(7) Io ngacungken sekin
dijelaskan pada bagian 2.2.1, afiks 3T mengacungkan pisau
‘Ia mengacungkan pisau’
dipahami sebagai morfem terikat yang (8) Nyo sai diacungken meu?
di dalam suatu kata merupakan unsur apa yang diacungkan 2T
‘Apa yang diacungkanmu’
yang bukan kata dan bukan pokok (9) Nyak temegei ngadep
matopanas
kata, yang memiliki kesanggupan 1T tegak menghadap matahari
melekat pada satuan-satuan lain untuk ‘Saya tegak menghadap matahari’
(10) Hakim ngadilei perkaro
membentuk kata atau pokok kata baru hakim mengadili perkara

181
‘Hakim mengadili perkara’ ‘menghadap’, ngadilei ‘mengadili’,
(11) Juadah ino lak diadun
kue art. belum diadon diadun ‘diadon’, teinjak ‘terangkat’,
‘Kue itu belum diadon’ nyeghuk ‘menjahit’, ninjuk
(12) Petei ijo teinjak ulahkeu
peti art. terangkat oleh1T ‘menangkap’, bakkangken
‘Peti itu terangkat olehku’
(13) Kiai nyeghuk kawai ‘kosongkan’, sitangei ‘lempari’,
kakak menjahit baju diadilei ‘diadili’, begegakan
‘Kakak menjahit baju’
(14) Apak ninjuk punyeu ‘berjatuhan’, dan besepidah
bapak menangkap ikan
‘bersepeda’. Untuk mengetahui jenis
‘Bapak menangkap ikan’
(15) Bakkangken nuwo sai ago dijual afiks yang terlibat dalam proses
ino!
kosongkan rumah yang akan pembentukan verba BLDA, maka
dijual art.
seluruh kalimat tersebut akan
‘Kosongkan rumah yang akan
dijual itu!’ dianalisis , seperti yang terurai di
(16) Dang nikeu sitangei manggah ino
jangan 2T lempari mangga art. bawah ini.
‘Jangan kamu lempari mangga itu’ Verba ngeguai ‘membuat’
(17) Perkarokeu lak diadilei
perkara 1T belum diadili pada kalimat (1), ngebaco ‘membaca’
‘perkaraku belum diadili’
(18) Buwah manggah ino begegakan pada kalimat (2), ngadep ‘menghadap’
buah mangga art. berjatuhan pada kalimat (9), nyeghuk ‘menjahit’
‘Buah mangga itu berjatuhan’
(19) Hasan besepidah ke sekulah pada kalimat (13), dan ninjuk
n.diri bersepeda ke sekolah
‘Hasan bersepeda ke sekolah’
‘menangkap’pada kalimat (14)
dibentuk dari pangkal verba guai
Semua kalimat di atas (1-19)
‘buat’, baco ‘baca’, adep ‘hadap’,
mengandung verba turunan. Adapun
seghuk ‘jarit’, dan tinjuk ‘tangkap’
verba turunan tersebut, antara lain :
dengan prefiks {ŋ-} ; verba
ngeguai ‘membuat’, ngebaco
ngemarahei ‘memarahi’ pada kalimat
‘membaca’, ngemarahei ‘memarahi’,
(3), ngehakalei ‘membohongi’ pada
dipakkah ‘dipukul’, perbalak
kalimat (6) dibentuk dari pangkal
‘perbesar’, ngehakalei ‘membohongi’,
verba marah ‘marah’ dan hakal
ngacungken ‘mengacungkan’,
‘bohong’ dengan sirkumfiks {ŋ-+-ei};
diacungken ‘diacungkan’, ngadep

182
Doi: 10.5281/zenodo.3873837

Stilistika Volume 8, Nomor 2, Mei 2020 ISSN P 2089-8460


ISSN E 2621-3338

verba ngacungken ‘mengacungkan’ dibentuk dari pangkal verba gegak


pada kalimat (7) dibentuk dari pangkal ‘jatuh’ dengan konfiks {bə-+-an}.
verba acung ‘acung’ dengan Terakhir, verba besepidah ‘bersepeda’
sirkumfiks {ŋ-+-kən} ; verba dipakkah pada kalimat (19) dibentuk dari
‘dipukul’ dan diadun ‘diadon’ masing- nomina dasar sepidah ‘sepeda’ dengan
masing pada kalimat (4) dan (11) prefiks {bə-}.
dibentuk dari verba dasar pakkah Berdasarkan analisis data di
‘pukul’ dan verba vangkal adun ‘adon’ atas, diketahui bahwa afiks yang
dengan prefiks {di-} ; verba terlibat dalam proses pembentukan
diacungken ‘diacungkan’ pada kalimat verba BLDA, antara lain adalah : {ŋ-},
(8) dibentuk dari pangkal verba acung {di-}, {pər-}, {tə-}, {bə-}, {-kən}, {-
‘acung’ dengan sirkumfiks {di-+-kən} ei}, {ŋ-+-kən}, {ŋ-+-ei}, {di-+-kən},
; verba diadilei ‘diadili’ pada kalimat {di-+-ei}, dan {bə-+-an}.
(17) dibentuk dari adjektiva dasar adil Dari keduabelas afiks pembentuk
‘adil’ dengan sirkumfiks {di-+-ei} ; verba tersebut pada dasarnya dapat
verba perbalak ‘perbesar’ pada kalimat dipilah atau dikelompokkan menjadi
(5) dibentuk dari adjektiva dasar balak empat, yaitu : prefiks, sufiks, konfiks,
‘besar’ dengan prefiks {pər-} ; verba dan sirkumfiks atau imbuhan gabung.
teinjak ‘terangkat’ pada kalimat (12)
Fungsi Afiks
dibentuk dari pangkal verba injak
Dalam kaitan dengan ini,
‘angkat’ dengan prefiks {tə-} ; verba
fungsi diartikan sebagai kemampuan
bakkangken ‘kosongkan’ pada kalimat
afiks dalam proses afiksasi untuk
(15) dan sitangei ‘lempari’ pada
membentuk suatu bentuk turunan
kalimat (16), masing-masing dibentuk
dengan kategori sintaksis tertentu, baik
dari pangkal verba bakkang ‘kosong’
secara infleksional maupun
dan sitang ‘lempar’ dengan sufiks {-
derivasional. Gejala infleksional
kən} dan {-ei} ; verba begegakan
berkaitan dengan kategori gramatikal.
‘berjatuhan’ pada kalimat (18)

183
Artinya, dalam proses infleksional dua, yaitu fungsi derivasional dan
tidak terjadi perubahan kategori kata fungsi infleksional. Namun, yang
turunan dari bentuk asalnya. menjadi fokus pembicaraan dalam
Sebaliknya, gejala derivasional kajian ini adalah fungsi derivasional
berkaitan dengan kategori leksikal. Itu afiks pembentuk verba BLDA.
artinya dalam proses derivasi terjadi
Fungsi Derivasi Afiks pembentuk
perubahan kategori kata dari bentuk
Verba BLDA
asal ke bentuk turunan (baca Arronof : Berdasarkan analisis data
1976 : 1-2). seperti yang tersaji pada subbab 4.2
Sejalan dengan pendapat di tentang Bentuk dan Distribusi Afiks,
atas, lebih lanjut spencer (1993 : 9) diketahui bahwa afiks yang terlibat
menegaskan bahwa fungsi infleksional dalam proses pembentukan verba
tidak dapat mengubah kategori dalam BLDA, antara lain adalah : {ŋ-
sintaksis sebuah kata. Sebaliknya, }, {di-}, {pər-}, {tə-}, {bə-}, {-kən},
fungsi derivasional menyebabkan {-ei}, {ŋ-+-kən}, {ŋ-+-ei}, {di-+-kən},
terjadinya perubahan kategori sintaksis {di-+-ei}, dan {bə-+-an}. Dari
sebuah kata. Perubahan suatu kategori keduabelas afiks pembentuk verba
kata ke kategori sintaksis yang lain tersebut pada dasarnya dapat dipilah
disebut transposisi (Uhlenbeck, 1982 : atau dikelompokkan menjadi empat,
62). Istilah ini dalam morfologi yaitu : prefiks, sufiks, konfiks, dan
generatif disebut transformasi. sirkumfiks.
Transformasi sebagai proses Di tinjau dari fungsinya, afiks-
morfologik menghasilkan suatu bentuk afiks tersebut ada yang berfungsi
turunan dengan kategori sintaksis derivasional dan ada yang berfungsi
tertentu (Scalise : 1984 : 18). infleksional. Afiks yang memiliki
Terkait dengan uraian di atas, fungsi derivasional dalam BLDA,
fungsi afiks pembentuk verba dalam antara lain : {ŋ-, pər-, bə-, -ei, -kən, ŋ-
BLDA dapat diklasifikasikan menjadi +-kən, ŋ-+-ei, di-+-kən, di-+-ei }.

184
Doi: 10.5281/zenodo.3873837

Stilistika Volume 8, Nomor 2, Mei 2020 ISSN P 2089-8460


ISSN E 2621-3338

Dalam menentukan fungsi derivasional melalui afiksasi dapat dijelaskan


afiks ini dilakukan dengan cara sebagai berikut.
membandingkan bentuk asal dengan [ŋ- + [kawil]N ]V ‘kausatif’
[ŋ- + [gubit]N ]V ‘kausatif’
bentuk turunannya dan juga, dengan
memperhatikan kategori sintaksis Berdasarkan analisis data di

bentuk turunan sebagai akibat dari atas diketahui bahwa nomina dasar

proses afiksasi. Untuk jelasnya, fungsi dapat ditransformasi menjadi bentuk

derivasional afiks dalam BLDA turunan yang berkategori verba dengan

disajikan di bawah ini. mengimbuhkan prefiks nasal {ŋ-}.


(20) a) Kawil keu sappet di Beberapa contoh lain dapat disajikan
wakak kayeu
sebagai berikut.
pancing N 1T tersangkut V di
akar kayu Bentuk asal Bentuk turunan
‘Pancingku tersangkut di akar PaculN ‘cangkul’ → macul V
kayu’ ‘mencangkul’
b)Apak ngawil punyeu GettingN ‘gunting’→ ngegettingV
bapak N memancing V ikan ‘menggunting’
‘Bapak memancing ikan’ JaloN ‘jala’ → ngejaloV
(21) a) Gubit ino lebih landep ‘menjala’
sabit N art. sangat tajam V SapeuN ‘sapu’ → nyapeuV
‘Sabit itu sangat tajam’ ‘menyapu’
b) Hasan ngegubit jukuk
Hasan N menyabit V rumput N Beranalogi dari proses
‘Hasan menyabit rumput’
pembentukan verba di atas, bentuk-
Bentuk verba turunan (20) bentuk asal yang berkategori nomina
ngawil ‘memancing’ dan (21) di bawah ini hendaknya dapat juga
ngegubit ‘menyabit’ yang sama-sama diproses menjadi verba yang
mengandung makna ‘melakukan menyatakan makna ‘melakukan
tindakan dengan nomina sebagai alat’ tindakan dengan alat’ dengan
berasal dari nomina dasar kawil menambah prefiks nasal, tetapi
‘pancing’ dan gubit ‘sabit’ yang kenyataan tidak demikian. Contoh
mendapat prefiks {ŋ-}. Proses bentuk-bentuk itu adalah sebagai
perubahan nomina dasar menjadi verba berikut.

185
bentuk asal bentuk turunan Proses perubahan adjektiva
kegrisN ‘keris’ → ngegris*
sekinN ‘pisau’ → nyekin* dasar menjadi verba melalui afiksasi
segrepN ‘jarum’ → nyegrep* dapat dijelaskan sebagai berikut.
Bentuk-bentuk turunan, seperti :
[pər- + [balak]Adj ]V ‘jadikan’
ngegris*, nyekin*, dan nyegrep* secara
morfologis sesuai dengan kaidah [pər- + [ibah]Adj ]V
pembentukan kata (APK) BLDA. Dalam Berdasarkan analisis data di
morfologi generatif, bentuk seperti ini atas diketahui bahwa adjektiva dasar
disebut bentuk potensial. Menurut dapat ditransformasi menjadi bentuk
Dardjowidjojo (1988), bentuk-bentuk turunan yang berkategori verba dengan
potensial seperti ini dapat disimpan di mengimbuhkan prefiks { pər-}.
kamus. Namun, untuk membedakan (24) a) Sepidah ijo wawai
dengan kata nyata, bentuk potensial N art. bagus Adj.
‘Sepeda itu bagus’
tersebut diberi keterangan tambahan atau b) Datuk bəsepidah kə
diberi tanda (*). kappung
Kakek N bersepeda V prep.
(22) a) Nuwo ino balak kampung
rumah N art. besarAdj ‘Kakek bersepeda ke kampung’
‘Rumah itu besar’
b) Perbalak nuwo I no
Bentuk verba turunan
perbesarV rumah N art
‘Perbesar rumah itu’ bəsepidah ‘bersepeda’ berasal dari
(23) a) Kawai ijo ibah
Baju N art. pendekAdj nomina dasar sepidah ‘sepeda’
‘Baju itu pendek’ mendapat prefiks {bə-}dan bermakna
b) Peribah kawai ijo
perpendek V baju N art. ‘mengendarai’, atau ‘menumpang’.
‘Perpendek baju itu’
Proses perubahan nomina dasar
Bentuk verba turunan pərbalak menjadi verba melalui afiksasi dapat
‘perbesar’ dan pəribah ‘perpendek’ dijelaskan sebagai berikut.
berasal dari adjetiva dasar balak ‘besar [bə- + [sepidah]N ]V ‘mengendarai’
dan ibah ‘pendek’ mendapat imbuhan atau ‘menumpang’
atau prefiks {pər-}dan bermakna Berdasarkan analisis data di
‘jadikan’. atas diketahui bahwa nomina dasar
dapat ditransformasi menjadi bentuk

186
Doi: 10.5281/zenodo.3873837

Stilistika Volume 8, Nomor 2, Mei 2020 ISSN P 2089-8460


ISSN E 2621-3338

turunan yang berkategori verba dengan Baju ibu N tidak bersih Adj.
‘Baju ibu tidak bersih’
mengimbuhkan prefiks {bə-}. b) Dawakei kawai ino
Pengimbuhan dengan prefiks { Bersihi V baju N art.
‘Bersihi baju itu’
bə}dengan makna ‘mengendarai’ atau
Bentuk nomina dasar kuto
‘menumpang’ seperti contoh di atas
‘pagar’ dan adjektiva dasar dawak
belum lazim digunakan pada kata-kata
‘bersih’ dapat dijadikan bentuk
motor, mobil, becak sehingga bentuk-
bentuk bəmotor*, bəmobil*, bəbecak* turunan berkategori verba dengan
belum berterima. Dalam BLDA lazimnya mengimbuhkan sufiks {-ei}dan
dikatakan cakak motor, cakak mobil dan bermakna a. ‘memberi’ dan b. ‘
cakak becak. jadikan’.
Bentuk-bentuk turunan, seperti Proses perubahan nomina dan
: bəmotor*, bəmobil*, dan bəbecak* adjektiva dasar menjadi verba melalui
secara morfologis sesuai dengan afiksasi dapat dijelaskan sebagai
kaidah pembentukan kata (APK) berikut.
BLDA. Dalam morfologi generatif, a. [ [kuto]N + -ei]V ‘memberi’
b. [ [dawak]Adj + -ei]V ‘jadikan’
bentuk seperti ini disebut bentuk
potensial. Menurut Dardjowidjojo Berdasarkan analisis data di
(1988), bentuk-bentuk potensial seperti atas diketahui bahwa nomina dan
ini dapat disimpan di kamus. Namun, adjektiva dasar dapat ditransformasi
untuk membedakan dengan kata nyata, menjadi verba dengan mengimbuhkan
bentuk potensial tersebut diberi sufiks { -ei }.
keterangan tambahan atau diberi tanda (27) a) Rang layo ino beghak
Jalan N art. lebar Adj.
(*). ‘Jalan itu lebar’
(25) a) Kuto nuwo ino gubuh b) Bəghakkən ranglayo ino
Pagar rumah N art. roboh V Lebarkan V jalan N art.
‘Pagar rumah itu roboh’ ‘lebarkan jalan itu’
b) Kutoei nuwo ino (28) a) Batang sapeu ibeu patoh
Pagari V rumah N art. Batang sapu ibu N patah V
‘Pagari rumah itu’ ‘Batang sapu ibu patah’
(26) a) Kawai ibeu mak dawak b) Sapeukən bulung pering ino

187
Sapukan V daun bambu N art. n.diri menyapukan V daun
‘Sapukan daun bambu itu’ bambu N art.
‘Wati menyapukan daun
Bentuk adjektiva dasar bəghak bambu itu’
‘lebar’ pada kalimat (27a) dan nomina Bentuk-bentuk verba, seperti
dasar sapeu ‘sapu’ pada kalimat (28a) sapeukən, nyapeu, dan nyapeukən
dapat dijadikan bentuk turunan bermakna ‘kausatif’ semua berasal dari
berkategori verba dengan nomina dasar sapeu. Proses perubahan
mengimbuhkan sufiks {-kən}dan nomina dasar menjadi verba melalui
memiliki makna ‘jadikan’ dan afiksasi dapat dijelaskan sebagai
‘lakukan seperti dalam bentuk dasar’. berikut.
Proses perubahan adjektiva dan a. [[sapeu]N + -kən]V
nomina dasar menjadi verba melalui b. [ŋ- + [sapeu]N ]V
c. [ŋ- + [[sapeu]N + -kən]]V ‘kausatif’
afiksasi dapat dijelaskan sebagai
Dari analisis data di atas dapat
berikut.
a. [ [bəghak]Adj + -kən]V ‘jadikan’
dijelaskan bahwa bentuk nomina dasar
b. [ [sapeu]N + -kən]V ‘lakukan’ dilekati dengan sufiks {-kən}, prefiks

Berdasarkan analisis data di {ŋ-}, dan kombinasi afiks atau

atas diketahui bahwa sufiks {-kən} sirkumfiks {ŋ- + -kən} berfungsi

dapat mentransformasi nomina dan mentransformasikan nomina menjadi

adjektiva dasar menjadi verba. verba.


(29) a) Wati ngebo sapeu (30) a) Ibeu ngebelei uyah
n.diri membawa V sapu N Ibu membeli V garam N
‘Wati membawa sapu’ ‘Ibu membeli garam’
b) Wati, sapeukən bulung pering b) Ibeu, uyahei punyeu ino
ino Ibu, garami V ikan N art
n.diri Sapukan V daun bambu N ‘Ibu, garami ikan itu’
art. c) Ibeu, nguyah punyeu ino*
‘Wati, Sapukan daun bambu d) Ibeu, nguyahei punyeu ino
itu’ Ibu, menggarami V ikan N art
c) Wati nyapeu di lattai ‘Ibu, menggarami ikan itu’
n. diri menyapu V prep. lantai N
‘Wati menyapu di lantai’ Bentuk-bentuk verba, seperti
d) Wati nyapeukən bulung
uyahei dan nguyahei bermakna
pering ino

188
Doi: 10.5281/zenodo.3873837

Stilistika Volume 8, Nomor 2, Mei 2020 ISSN P 2089-8460


ISSN E 2621-3338

‘kausatif’ berasal dari nomina dasar afiksasi dapat dijelaskan sebagai


uyah, sedangkan bentuk nguyah* tidak berikut.
ditemukan. Proses perubahan nomina a. [[kuto]N + -ei]V
b. [di- + [kuto]N ]V
dasar menjadi verba melalui afiksasi c. [di- + [[kuto]N + -ei ]V
dapat dijelaskan sebagai berikut.
Dari analisis di atas dapat
a. [[uyah]N + -ei]V
b. [ŋ- + [[uyah]N + -ei ]V ‘kausatif’ dijelaskan bahwa sufiks {-ei}dan
kombinasi afiks atau sirkumfiks {di- +
Dari analisis di atas dapat
-ei} dilekatkan pada bentuk asal
dijelaskan bahwa sufiks {-ei}dan
dengan kategori nomina dapat
kombinasi afiks atau sirkumfiks {ŋ- +
berfungsi mentransformasikan nomina
-ei} dilekatkan pada bentuk asal
menjadi verba.
dengan kategori nomina dapat
(32)a) Lappu ino gaccak
berfungsi mentransformasikan nomina Lampu N art tinggi Adj
‘Lampu itu tinggi’
menjadi verba. b) Hasan, gaccakken lappu ino
(31)a) Kuto nuwo ino gubuh n.diri tinggikan V lampu N art
Pagar rumah N art roboh V ‘Hasan, tinggikan lampu itu’
‘Pagar rumah itu robah’ c) Lappu ino digaccak Hasan*
b) Adik, kutoei nuwo ino d) Lappu ino digaccakken Hasan
Adik, pagari V rumah N art Lampu N art ditinggikan V n.diri
‘Adik, pagari rumah itu’ ‘Lampu itu ditinggikan Hasan’
c) Nuwo ino dikuto apak
Rumah N art dipagar V bapak Bentuk verba, seperti :
‘Rumah itu dipagar bapak’ gaccakkən dan digaccakkən yang
d) Nuwo ino dikutoei jamo
pering bermakna ‘dijadikan’ berasal dari
Rumah art dipagari V dengan
bambu adjektiva dasar gaccak, sedangkan
‘Rumah itu dipagari dengan bentuk digaccak* tidak ditemukan.
bambu’
Proses perubahan adjektiva dasar
Bentuk-bentuk verba, seperti :
menjadi verba melalui afiksasi dapat
kutoei, dikuto dan dikutoei berasal dari
dijelaskan sebagai berikut.
nomina dasar kuto. Proses perubahan a. [[gaccak]Adj + -kən]V
nomina dasar menjadi verba melalui b. [di- + [[gaccak]Adj + -kən ]V

189
‘jadikan’ BLDA, antara lain : ‘kausatif’,
‘jadikan’, ‘mengendari atau
4. PENUTUP menumpang’, dan ‘memberi’.
4.1 Simpulan
Berdasarkan urian di atas,
4.2 Saran
dapat ditarik beberapa simpulan
Kajian mengenai afiks
sebagai berikut.
derivasional verba bahasa Lampung
1. Ada beberapa afiks yang berfungsi
(BLDA) ini merupakan kajian yang
sebagai pembentuk verba (derivasi
sangat terbatas, baik mengenai ruang
verba) dalam BLDA. Afiks yang
lingkup pembahasannya maupun
memiliki fungsi derivasional dalam
mengenai sumber datanya sehingga
BLDA, antara lain : {ŋ-, pər-, bə-, -
hasil yang diperoleh juga sangat
ei, -kən, ŋ-+-kən, ŋ-+-ei, di-+-kən,
terbatas.
di-+-ei }.
Terkait dengan itu, untuk
2. Bentuk dasar yang menjadi dasar
memperoleh hasil yang maksimal
derivasi verba BLDA adalah
diperlukan kajian yang lebih luas dan
nomina dan adjektiva.
mendalam berdasarkan teori morfologi
Pembentukan verba dengan dasar
generatif. Hal itu perlu dilakukan
nomina dilakukan dengan
mengingat belum ada sama sekali
membubuhkan prefiks {ŋ-, bə- },
kajian morfologi bahasa Lampung
sufiks { -ei, -kən, }, sirkumfiks {
dengan menggunakan pendekatan ini.
ŋ-+-kən, ŋ-+-ei, di-+-ei }.
Pembentukan verba dengan dasar REFERENSI
adjektiva dilakukan dengan
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku
membubuhkan prefiks {pər-}, Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka
sufiks { -ei, -kən, }, dan sirkumfiks Aronoff, Mark. 1976. Word Formation in
{di-+-kən}. Generative Grammar. Cambridge
: Massachusets Institute of
3. Makna yang terbentuk dari Technology, The MIT Press.
afiksasi (proses derivasi) verba

190
Doi: 10.5281/zenodo.3873837

Stilistika Volume 8, Nomor 2, Mei 2020 ISSN P 2089-8460


ISSN E 2621-3338

Comrie, Bernard. 1983. Language Scalise, Sergio. 1984. Generative


Universal and Linguistik Morphology. Dordresct Holland/
Typologi. Oxford : Basil Black Canniminsion-USA : Foris
Well. Publication.

Dardjowidjojo, Soejono. 1988. Scpencer, Andrew. 1991. Morphological


“Morfologi Generatif : Teori dan Theory : An Introduction to Word
Permasalahannya” dalam Pellba I. Structure in Generative Grammar.
Soenjono (Peny.). Jakarta : Combridge : Combridge
Lembaga Bahasa Atma Jaya. University Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka
Morfologi. Bandung : Penerbit Teknik Analisis Bahasa :
Angkasa. Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan Secara Linguistis.
Hadikusuma, Hilman. 1997. Bahasa Yogyakarta : Duta Wacana
Lampung. Jakarta : Fajar Agung. University Press.

Halle, Moris. 1973. “Prolegomena to a Sudradjat dkk. 1986. Morfologi dan


Theory of Word Formation” Sintaksis Bahasa Lampung.
dalam Linguistic Inguiry. Vol. IV Jakarta : Pusat Pembinaan dan
No. 1. Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan
Junaiyah, H.M. dkk. 2001. Kamus Bahasa Kebudayaan.
Lampung-Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka. Hadi, Sutrisno. 1983. Metodologi
Research. Yogyakarta : Fakultas
Katamba, Prancis. 1993. Morphology. Psikologi Universitas Gajah
London : Macmilland Press, LTD. Mada.

Kridalaksana, Harimurti. 1992. Wetty, Ni Nyoman dkk. 1992. Struktur


Pembentukan Kata dalam Bahasa Bahasa Lampung Dialek Abung.
Indonesia. Jakarta : Gramedia Jakarta : Pusat Pembinaan dan
Pustaka Utama. Pengembangan Bahasa
Matthews, P.H. 1974. Morphology : An Departemen Pendidikan dan
Introduction to The Theory of Kebudayaan.
Word Structure. London :
Combridge University Press.

Ramlan, M. 1983. Morfologi : Suatu


Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta :
CV. Karyono.

191

Anda mungkin juga menyukai