Oleh:
Dwitri Ramadhana 1410311018
Elen Pebriyani 1410311087
Ifwil Kartini 1410311013
Ikrimah Sukmanius 1410311091
Pembimbing:
Dr. Rita Hamdani,Sp.JP
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................i
DAFTAR TABLE...................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Batasan Masalah................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi..............................................................................................3
2.2 Epidemiologi.....................................................................................3
2.3 Faktor Risiko.....................................................................................3
2.4 Patogenesis........................................................................................4
2.5 Diagnosis...........................................................................................6
2.6 Stratifikasi Risiko..............................................................................12
2.7 Tatalaksana........................................................................................14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................18
i
Daftar Tabel
Halaman
Tabel 2.1 Pre-test probabilities klinis pada pasien de 10
ngan keluhan nyeri dada
Table 2.2 Skor Duke Treadmill 13
ii
Daftar Gambar
Halaman
Gambar 2.1 Patogenesis Plak Aterosklerotik 4
Gambar 2.2 Plak Angina Pektoris Stabil dan Angina 5
Pektoris Tidak Stabil
Gambar 2.3 Alur pendekatan diagnostic pada pasien 11
dengan kecurigaan penyakit jantung koroner berdasa
rkan pre-test probabilities (PTP), SKA-NSTE(Non S
T Elevasi), LVEF (Left Ventricle Ejection Fraction)
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasanya suatu pola hidup yang tidak sehat tentunya akan menimbulkan
berbagai macam permasalahan kesehatan terutama bagi sistem kardiovaskuler,
salah satunya yaitu Penyakit Jantung Iskemik (PJI). Penyebab Jantung Iskemik
merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Menurut WHO tahun 2011,
tercatat sebanyak 17,05% dari total kematian disebabkan oleh PJI. Kematian
akibat PJI mencapai 243.048 pasien per tahun. Manifestasi yang paling sering
muncul dari PJI disebabkan oleh Sindrom Koroner Akut (SKA). Penyebab SKA
yaitu terdapat plak aterosklerosis di pembuluh darah arteri koroner yang
menimbulkan penyempitan lumen hingga lebih dari 50% di pembuluh darah left
main atau >70% di pembuluh darah koroner lainnya. Sekitar 50% dari SKA
bermanifestasi awal sebagai Angina Pektoris Stabil (APS). 1
Angina pektoris stabil yaitu nyeri retrosternal yang lokasi terseringnya di
dada, substernal atau sedikit kek kiri, dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu
kiri sampai dengan jari-jari bagian ulnar, punggung/ pundak kiri. Keluhan ini
dipresipitasi oleh stress fisik ataupun emosional atau udara dingin; hilang dengan
istirahat atau pemberian nitrogliserin.2
Prevalensi APS diberbagai studi beraneka ragam tergantung pada definisi
yang digunakan peneliti pada studi tersebut. Umumnya prevalensi APS meningkat
sesuai umur pada pria maupun wanita. Pada wanita berumur 45-64 tahun terjadi
sekitar 5-7% , wanita yang berumur 65-84 tahun terjadi sekitar 10-12%. Pada pria
berumur 45-64 tahun terjadi sekitar 4-7% , pria yang berumur 65-84 tahun terjadi
sekitar 12-14%. 3
Tatalaksana awal APS dibutuhkan secara maksimal untuk mengurangi
kematian akibat PJI. Tujuan dalam pengobatan dari APS adalah menurunkan
angka kejadian trombotik yang tiba-tiba dan disfungsi dari ventrikel. Selain itu,
harus dilakukan perubahan dari gaya hidup dan intervensi farmakologis untuk
menurunkan progresi plak.
1
1.2 Batasan masalah
Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, patofisiologi, patogenesis,
diagnosis, tatalaksana APS.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Angina pektoris stabil (APS) adalah nyeri dada yang disebakan oleh
iskemia miokard yang dipicu oleh aktivitas atau stres emosional dan nyeri dapat
berkurang saat istirahat atau pemberian nitrogliserin sublingual.1
Angina pektoris stabil memenuhi tiga dari tiga karakterisitik nyeri dada,
yaitu:2
a. Rasa tidak nyaman di retrosternal yang sesuai dengan karakteristik
nyeri khas angina dan lamanya nyeri berlangsung kurang dari 20 menit
b. Dipicu oleh aktivitas fisik atau stres emosional
c. Nyeri berkurang pada istirahat dengan atau pemberian nitrat.
2.2 Epidemiologi
Prevalensi terjadinya angina pada studi populasi meningkat di setiap
tingkatan usia. Terdapat data 5-7% di wanita berusia 45-67 tahun dan 10-12% di
wanita berusia 65-84 tahun mengalami angina pektoris stabil, dan ada pria
ditemukan 4-7% usia 45-64 tahun, dan 12-14% pada usia 65-84 tahun.3
3
2.4 Etiopatogenesis
Angina pektoris stabil ditandai dengan ketidaknyamanan daerah
retrosternal yang muncul pada saat melakukan aktivitas atau stres emosional.
Secara umum, nyeri dada dan iskemia pada APS terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhkan oksigen akibat sumbatan kronis
plak ateroma pada arteri koroner.
Gambar 2.2 Plak angina pektoris stabil dan angia pektoris tidak stabil6
5
2.5 Diagnosis
a. Manifestasi Klinis
Nyeri dada yang khas memiliki gejala utama yang memiliki empat gambar
an utama, yaitu:1,2
1) Lokasi nyeri dada tersering dirasakan di daerah substernal kiri dan dap
at menjalar dari epigastrium hingga ke rahang bawah atau gigi, bahu,
punggung, lengan, sampai pergelangan tangan, dan jari-jari.
2) Durasi nyeri dada berlangsung singkat namun bisa mencapai kurang d
ari 20 menit. Apabila nyeri dada lebih dari 20 menit kemungkinan bes
ar disebabkan oleh angina pectoris tidak stabil atau infark miokard.
3) Karakteristik nyeri dada berupa rasa yang tidak nyaman seperti terteka
n, tertindih, tercekik, atau rasa panas. Intensitas nyeri bervariasi dari ra
sa tidak nyaman hingga rasa nyeri yang hebat.
4) Nyeri dada muncul saat beraktivitas terutama aktivitas pertama di pagi
hari atau stress emosional. Hal ini dipicu oleh peningkatan oksigen sel
ama latihan atau stress dengan cepat dapat pulih kembali dengan istira
hat atau pemberian nitrogliserin sublingual. Keluhan dapat disertai ses
ak napas, mual, muntah, dan gelisah.
Jika keempat gambaran ini muncul maka dapat disebut dengan nyeri dada tipikal.
Jika memenuhi dua gambaran saja disebut nyeri dada atipikal, dan jika hanya me
menuhi satu gambaran saja atau tidak sama sekali disebut nyeri dada nonkardiak.1
Menurut Canadian Cardivascular Society (CCS), angina diklasifikasikan b
erdasarkan empat kelas sebagai berikut:5
1. Kelas I : nyeri dada muncul saat latihan berat, berulang, dan berkep
anjangan.
2. Kelas II : terdapat keterbatasan minimal dalam melakukan aktivitas
sehari-hari, seperti jalan cepat, menaiki tangga, jalan mendaki, aktivita
s setelah makan, hawa dingin, dalam keadaan stress semosional, atau
hanya timbul beberapa jam setelah bangun tidur.
3. Kelas III : adanya tanda-tanda keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari,
nyeri dada timbul jika berjalan sekitar 1-2 blok, naik tangga satu tingk
at pada kecepatan normal, dan dalam kondisi yang normal.
6
4. Kelas IV : nyeri dada muncul saat istirahat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaa fisik pada pasien APS biasanya tidak ditemukan kelainan. Beb
erapa temuan yang berarti yaitu:1,2
Komplikasi aterosklerosis pembuluh darah koroner yaitu: murmur yan
g disebabkan oleh penyakit jantung katup dan tanda-tanda dari pembe
saran jantung (kardiomegali). Suara tambahan jantung berupa S3 atau
S4 juga dapat terdengar dari pemeriksaan auskultasi ketika nyeri dada
berlangsung. Hal ini dapat terjadi ketika terjadi disfungsi sementara da
ri ventrikel kiri.
c. Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi (EKG)
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada harus dilakukan pemeriksaan EK
G 12 sadapan. Pada pasien APS sering tidak ditemukan perubahan yang berarti pa
da EKG. Yang perlu diperhatikan adalah jika terjadi depresi atau elevasi dari seg
men ST. selain itu berbagai gangguan konduksi dapat terjadi seperti blok berkas c
abang kiri (BBCKi). Hal ini berhubungan dengan penyakit multivessels, dapat jug
a disebabkan oleh infark miokard lama yang dapat terlihat dari munculnya gelomb
ang Q.1,2
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan unuk menentukan faktor risiko kardio
vaskular dan prognosis. Pemeriksaan dapat berupa pemeriksaan gula darah, gula d
arah puasa, HbA1C, tes toleransi glukosa oral (TTGO), profil lipid, homosistein, h
s-CRP, dan serum kreatinin.1
Rontgen Toraks
7
Pemeriksaan rontgen toraks pada pasien APS tidak memberikan temuan sp
esifik. Namun pemeriksaan harus tetap dilakukan jika ditemukan adanya tanda-tan
da dari gagal jantung kongestif, kardiomegali, dan kongesti pulmonal.1
Prinsip tes ini sama dengan exercise stress testing. Tipe tes ini ada dua yait
u dengan ekokardiografi dan perfusion scintigraphy. Pencitraan dilakukan sebelu
m dan sesudah dilakukan tes untuk melihat perbandingan. Kelebihan dari tes ini a
dalah dapat secara spesifik menentukan lokasi, luas, dan beratnya iskemia jantung.
1
8
Pemeriksaan Anatomi Pembuluh Darah Koroner
Terdapat tiga tahap utama yang harus dilakukan dalam mendiagnosis peny
akit jantung iskemik stabil dan menentukan strategi terbaik untuk penatalaksanaan
nya, yaitu:1
1) Penilaian klinis akan probabilitas seseorang menderita penyakit jantung
iskemik stabil (pre-test probabilities/PTP) yang diikuti dengan pemerik
saan noninvasif.
2) Saat diagnosis penyakit jantung iskemik stabil ditegakkan, diperlukan
optimalisasi medikamentosa dan stratifikasi risiko untuk kejadian kardi
ak.
3) Penilaian keuntungan untuk dilakukan terapi revaskularisasi.
9
Tabel 2.1 Pre-test probabilities klinis pada pasien dengan keluhan nyeri dada1
30-3 59 38 29 10 18 5
9
40-4 69 37 38 14 25 8
9
50-5 77 47 49 20 34 12
9
60-6 84 58 59 28 44 17
9
70-7 89 68 69 37 54 24
9
>80 93 76 78 47 65 32
10
SEMUA PASIEN
Rontegen toraks
Ekokardiografi
EKG Biokimia pada pasien
saat istirahat
tertentu
YA
Penyebab nyeri dada selain PAK? Terlaksanan Sesuai kondisi
TIDAK
YA Tawarkan angiografi koroner
YA jika revaskularisasi memungkinakan
LVEF < 50% Angina Tipikal
TIDAK
TIDAK Lihat alur untuk pemilihan pemeriksaan
Nilai pre-tes-probability (PTP) untuk
adanya stenosis koroner
11
2.6 Stratifikasi Risiko
1. Risiko tinggi
- Pada pasien dengan angka kemungkinan mortalitas tahunan ≥3%
- Pasien harus dilakukan diagnosis coronary angiography.
2. Risiko sedang
- Pasien dengan angka kemungkinan mortalitas tahunan 1-2%
- Pasien dilakukan diagnosis pencitraan kardiovaskular atau uji latih jant
ung (ULJ) untuk menentukan risiko dan prognosis selanjutnya yang le
bih spesifik.
3. Risiko rendah
- Pasien dapat langsung diberikan tatalaksana.
1. Evaluasi klinis
12
2. Pemeriksaan noninvasif
a. Risiko tinggi
- Fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK)/ left ventricle ejection fraction
(LVEF) ≤35%, saat istirahat maupun olahraga.
- Skor DTS ≤-11
- Stress-induced large perfusion defect (terutama bagian anterior)
- Echocardiographic wall motion abnormality muncul pada saat pem
berian dobutamin ≤10mg/kg/menit atau pada saat laju nadi ≤120x/
menit.
b. Risiko sedang
- Fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK)/ left ventricle ejection fraction
(LVEF) 35-40% saat istirahat.
- Skor DTS -10 – 4.
- Limited stress echocardiographic ischemia with a wall motion abn
ormality onli at higher doses of dobutamine involving ≤2 segments.
c. Risiko rendah
13
- Skor DTS ≥5.
- Normal atau sedikit penurunan perfusi miokard pada saat istirahat a
tau olahraga.
- Tidak ada perubahan pada Echocardiographic wall motion.
2.7 Tatalaksana
Terdapat dua target utama dalam tatalaksana pasien APS, yaitu pertama untuk
mencegah terjadinya infark miokard atau kematian di masa depan, kedua untuk
mengurangi nyeri dada akibat angina dengan obat-obatan anti iskemia jantung.1
A. Tatalaksana nonfarmakologi
Nyeri dada dan iskemia pada APS terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhkan oksigen akibat sumbatan
kronis plak ateroma pada arteri koroner. Oleh karena itu, penanganan masing-
masing faktor risiko PJK dengan perbaikan pola hidup sangat diperlukan.1
1. Berhenti merokok dan hindari paparan asap rokok.
2. Olahraga terutama aerobik, dengan durasi 20-30 menit, frekuensi
3-5kali/minggu.
3. Sesuaikan berat badan, dengan target indeks massa tubuh 18,5 - 24,9
kg/m2, dan ukuran lingar pinggang <80 cm untuk wanita, dan <90 cm
untuk pria.
4. Kendalikan tekanan darah dengan target <140/90 mmHg atau <130/80
mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis.
5. Kontrol kadar lipid dengan target LDL <70 mg/dl
6. Pada pasien dengan diabetes, gula darah harus selalu terkontrol dengan
target HbA1C <7%
7. Kurangi konsumsi tinggi karbohidrat, garam, dan alkohol.
8. Tingkatkan konsumsi buah, serat, sayuran, sereal, dan makanan yang
mengandung lemak tak jenuh atau minyak ikan.
14
B. Tatalaksana Farmakologi
1. Nitrogliserin
Obat ini berfungsi untuk relaksasi dan dilatasi dari arteri
koroner , serta untuk dilatasi vena yang mengakibatkan
berkurangnya tekanan preload dan volume akhir diastolik ventrikel
kiri sehingga sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang.
Obat ini diberikan ketika keluhan nyeri dada muncul, atau dapat
juga digunakan sebelum melakukan aktivitas yang mungkin dapat
menimbulkan nyeri dada.1 Nitrogliserin dapat diberikan dengan
dosis 0,3 - 0,6 mg dalam bentuk tablet sublingual.8
Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah
sistolik <90 mmHg atay >30 mmHg dibawah nilai awal, bradikardi
berat (<50 kali/menit), takikardi tanpa gejala gagal jantung, atau
infark ventrikel kanan.8
2. Statin
Manajemen lipid sangat diperlukan untuk mengurangi
kejadian infark miokard. Selain mengkonsumsi lemak tak jenuh,
dapat dibantu dengan inhibitor hydroxymethylglutary-conzyme A
reductase (statin). Obat ini dapat menstabiliasi plak aterosklerosisi
di arteri koroner. Dosis dapat diberikan mulai dari simvastatin 20
mg/hari, kemudian dosis dinaikkan sampai mencapai target LDL.
Pada pasien normal, target LDL adalah <130 mg/dl, sedangkan
pada pasien dengan risiko tinggi (diabetes, pasca stroke) atau sudah
mempunyai riwayat PJK, targetnya <70 mg/dl. Pasien yang
memiliki riwayat keluarga terkena penyakit kardiovaskular juga
dapat diberikan statin dengan target LDL <100 mg/dl.1
15
jantung, pasca infark miokard, atau disfungsi ventrikel
(FEVK<40%).1
4. Penyekat Beta
Obat ini bekerja dengan cara menurunkan denyut jantung dan
kontraktibilitas, sehingga kebutuhan oksigen bada miokard
berkurang. Obat ini tidak secara spesifik menurunkan kejadian
penyakit jantung koroner atau angka kematian akibat infark miokard,
tapi terbukti dapat meningkatkan prognosis pada pasien pasca infark
miokard atau gagal jantung.1
5. Antagonis Kalsium
Obat ini merupakan lini kedua dari penyekat beta. Obat ini
dapat diberkan pada pasien yang kontraindikasi dengan penyekat
beta atau yang dengan konsumsi penyekat beta itu sendrii belum
memberikan hasil terapi yang maksimal.1
16
BAB 3
KESIMPULAN
Angina pektoris stabil (APS) adalah nyeri dada yang disebakan oleh
iskemia miokard yang dipicu oleh aktivitas atau stres emosional dan nyeri dapat
berkurang saat istirahat atau pemberian nitrogliserin sublingual.
Nyeri dada dan iskemia pada APS terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhkan oksigen akibat sumbatan kronis
plak ateroma pada arteri koroner.
Terdapat tiga tahap utama yang harus dilakukan dalam mendiagnosis peny
akit jantung iskemik stabil dan menentukan strategi terbaik untuk penatalaksanaan
nya, yaitu: Penilaian klinis akan probabilitas seseorang menderita penyakit jantun
g iskemik stabil (pre-test probabilities/PTP) yang diikuti dengan pemeriksaan non
invasif, optimalisasi medikamentosa dan stratifikasi risiko untuk kejadian kardiak,
dan penilaian keuntungan untuk dilakukan terapi revaskularisasi.
Terdapat dua target utama dalam tatalaksana pasien APS, yaitu pertama
untuk mencegah terjadinya infark miokard atau kematian di masa depan, kedua
untuk mengurangi nyeri dada akibat angina dengan obat-obatan anti iskemia
jantung.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Yuniadi Y, Hermanto DY, Rahajoe AU. Buku Ajar Kardiologi.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI; 2017.
2. Rilantano LI. Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI; 2012.
3. Montalescot G, Sechtom U, Achenbach S, Andreotti F, Arden C, Budaj A,
et al. 2013 ESC guidelines on the management of stable coronary artery
disease. European Heart J. 2013; 2949-3003.
4. Hajar R. Risk factors for coronary artery disease: historical perspectives.
Heart views. Juli-September 2017; 18 (3).
5. Canadian Cardiovascular Society. Canadian Cardiovascular Society
grading of angina pectoris. http://www.ccs.ca/Ang_Gui_1976. Acces
sed 14 Juni 2018.
6. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease. 5 th ed. Baltimore, MD :
Wolters Kluwer/Lippincott Williams and Wilkins;2011.
7. Guyton, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 12 th ed. Jakarta :
EGC;2014.
8. PERKI. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. 3th ed. 2015
18