LapKas Pneumonia PDF
LapKas Pneumonia PDF
TATALAKSANA PNEUMONIA
Oleh:
Pembimbing:
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dengan judul “Tatalaksana Pneumonia”.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam
penulisan laporan kasus selanjutnya. Semga makalah laporan kasus ini
bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Sistem Skor PORT .................................................................... 13
Tabel 2.2 Derajat Risiko dan Rekomendasi Perawatan ............................ 14
Tabel 2.3 Rekomendasi Antibiotik Empiris pada CAP ............................ 15
Tabel 2.4 Kriteria Mayor dan Minor pada Pneumonia ............................. 20
Tabel 2.5 Terapi Oksigen .......................................................................... 27
Tabel 2.6 Terapi Cairan............................................................................. 28
Tabel 2.7 Regimen Antibiotik Empirik..................................................... 33
Tabel 2.8 Kriteria Berlin ........................................................................... 35
Tabel 2.9 SOFA Score .............................................................................. 36
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Evaluasi dan Treatmen pada Pneumonia .......................... 22
Gambar 2.2 Diagnosis dan Tatalaksana Awal Pemberian Antibiotik ... 24
Gambar 2.3 Alat-alat Intubasi Endotrakeal ........................................... 26
Gambar 2.4 Systemic Inflamatori Response Syndrom (SIRS) .............. 29
Gambar 2.5 Alur Penanganan Dini Pasien Kritis.................................. 34
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran pernapasan merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang serius di berbagai negara di dunia. Salah satu infeksi umum yang
menyerang saluran pernapasan bagian bawah adalah pneumonia. Pneumonia
adalah suatu proses inflamasi yang melibatkan alveoli dan bronkiolus,
disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit (Istita, 2020).
Pneumonia adalah suatu peradangan akut parenkim paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, dan parasit). Pnemonia yang disebabkan
oleh mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan disebutkan bahwa
pneumonia komuniti yang di derita oleh masyarkat luar negeri banyak
disebabkan bakteri gram positif, pneumonia dirumah sakit banyak disebabkan
bakteri gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi disebabkan oleh bakteri
anaerob (Luhur, 2017).
Penelitian di Eropa, USA, dan Asia menyatakan bahwa Streptococcus
pneumonia sebagai organisme yang paling sering menyebabkan pnemonia
komuniti (Kishimbo,2020). Ada beberapa klasifikasi Pneumonia yaitu
berdasarkan etiologi, pengaturan klinis yang menyebabkan infeksi, dan pola
keterlibatan parenkim paru. Klasifikasi Pneumonia berdasarkan American
Thoracis Society yaitu Comunity Acquired Pneumonia (CAP), Hospital
Acquired Pneumonia (HAP), Ventilator Acquired Pneumonia(VAP).
Comunity Acquired Pneumonia (CAP) dapat disebabkan karena bakteri, virus
dan jamur (Jain, 2020).
Proses radang selalu dimulai dari hilus paru yang menjalar secara
progresif ke perifer sampai seluruh lobus terkena. Proses radang dapat dibagi
menjadi 4 tingkatan yaitu tingkatan kongestif, tingkat hepatisasi merah,
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
2.1.1 Defenisi
Pneumonia (nu-mo'ne-a) adalah radang kantung udara paru-paru
sebagai respons terhadap cedera, seperti infeksi. Ketika saluran udara juga
terlibat, mungkin disebut bronko pneumonia. Pneumonia bisa di satu area
paru-paru atau di beberapa area (Pneumonia “ganda” atau “multilobar”).
(American Thoracic Society, 2016)
Menurut Sri dan Fatwa (2015) pneumonia adalah penyakit yang
disebabkan kuman pneumococcus, staphylococcus, streptococcus, dan virus.
Gejala penyakit pneumonia yaitu menggigil, demam, sakit kepala, batuk,
mengeluarkan dahak, dan sesak napas.
Selain itu menurut Tulus (2008) pneumonia adalah proses infeksi akut
yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak
seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut
bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak,
karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit pada anak usia <2 bulan, 50 kali per
menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40
kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.
Susan danWayan (2020) mendefenisikan pneumonia adalah infeksi
akut yang menyerang jaringan paru-paru (alveoli) yang disebabkan oleh
bakteri, virus, maupun jamur. Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai
parenkim paru. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme
(virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi
dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan
penting adalah penyebab dari Pneumonia (virus atau bakteri) (Oktadhea,
2019)
3
4
2.1.2 Etiologi
Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteria. Biasanya
sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau
gambaran foto dada. Beberapa orang berisiko lebih tinggi terkena pneumonia
adalah mereka yang memiliki penyakit paru-paru yang sudah ada
sebelumnya, gizi buruk, kesulitan menelan, masalah kesehatan kronis lainnya
5
atau masalah dengan sistem kekebalan tubuh mereka. Orang yang merokok
dan orang yang ada di sekitar tembakau asap memiliki risiko lebih tinggi
terkena pneumonia. Orang-orang yang belum memiliki vaksin influenza
tahunan atau yang belum diimunisasi untuk bakteri Streptococcus
pneumoniae juga berisiko lebih tinggi untuk infeksi paru-paru (American
Thoracic Society, 2016)
Demikian pula menurut (WHO, 2016) pneumonia biasanya
disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar episode yang serius
disebabkan oleh bakteria. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab spesifik
melalui gambaran klinis atau gambaran foto dada. Dalam program
penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia diklasifikasikan sebagai
pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia,
berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam dan frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk
masing-masing derajat penyakit.
Menurut Luhur, dkk (2017) pneumonia dapat disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa.
Dari kepustakaan disebutkan bahwa pneumonia komuniti yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, pneumonia
di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif, sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini
laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah
bakteri Gram negatif.
Penyebab pneumonia yang paling sering didapat dari masyarakat
maupun rumah sakit adalah: (Karina dan Oyagi, 2017)
a. Yang didapat di masyarakat:
Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia, Hemophilus
influenza, Legionella pneumophila, chlamydia pneumonia, anaerob oral,
adenovirus, influenza tipe A dan B.
6
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia menurut Hariadi (2010) dalam Oktadhea
(2019) berdasarkan klinis dan epidemilogi serta letak anatomi.
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi
1) Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada
seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.
2) Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh
selama perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit
lain atau prosedur.
3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi
pada paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi
7
2.1.4 Patofisiologi
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu
keaadan (imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan
8
lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan sehat, pada paru
tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh
adanya mekanisme pertahanan paru. Adanya bakteri di paru merupakan
akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan
lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat
timbulnya sakit. (Karina dan Oyagi, 2017)
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di
paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat
tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak
permukaan epitel saluran napas (Luhur, dkk, 2017)
Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: (Luhur,
dkk, 2017 dan Karina dan Oyagi, 2017)
a. Inokulasi langsung;
b. Penyebaran melalui darah;
c. Inhalasi bahan aerosol, dan
d. Kolonosiasi di permukaan mukosa.
Dari keempat cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan
kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0
mikron melalui udara dapat mencapai bronkiolus terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas
atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari
sebagian besar infeksi paru.
Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang
normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum
alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung
konsentrasi bakteri yang sangat tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari
sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri
yang tinggi dan terjadi pneumonia (Luhur, dkk, 2017)
9
2.1.5 Diagnosis
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat,
batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir,
purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala
umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan
lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau
penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafasan, takipneu, kenaikan
atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial,
pleural friction rub. (Karina dan Oyagi, 2017).
a. Gambaran klinis dari pneumonia adalah: (Luhur, dkk, 2017)
1) Anamnesis
a) Batuk
b) Perubahan karakteristik sputum/purulen
c) Suhu tubuh ≥38°C (aksila)/riwayat demam
d) Nyeri dada
e) Sesak napas
2) Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas,
pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial
yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi
ronki basah kasar pada stadium resolusi.
11
2) Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan
pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25%
penderita yang tidak diobati. Pemeriksaan apusan gram dan biakan
sputum hanya dapat dilakukan jika hasil sputum yang dikeluarkan
kualitasnya baik termasuk cara pengumpulan, transportasi, dan proses
pemeriksaan di laboratorium. Hasil kultur darah positif pada
pneumonia yang dirawat hanya 5-14% sehingga pemeriksaan kultur
darah harus dilakukan secara selektif.
Keuntungan dari apusan Gram adalah:
a) Pemberian pengobatan antibiotika akan lebih terarah, hal ini dapat
mengurangi penggunaan antibiotika awal yang kurang tepat.
b) Dapat memvalidasi hasil biakan sputum berikutnya.
12
ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau
nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberika
mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi dahak. (Karina dan Oyagi,
2017).
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian
pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT).
a. Pilihan Antibiotika
Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor
sensitivitas bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor
biaya pengobatan. Pada infeksi pneumonia (CAP dan HAP) seringkali
harus segera diberikan antibiotika sementara sebelum diperoleh hasil
pemeriksaan mikrobiologik. Pemilihan ini harus didasarkan pada
pengalaman empiris yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi yang
paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih
antibiotika yang didasarkan pada luas spektrum kerjanya tidak dibenarkan
karena hasil terapi tidaklebih unggul daripada hasil terapi dengan
15
b. Kegagalan Terapi
Kepekaan kuman terhadap antibiotika tertentu tidak dapat menjamin
efektivitas klinis. Faktor berikut dapat menjadi penyebab kegagalan
terapi:
1) Dosis kurang
Dosis suatu antibiotika seringkali bergantung dari tempat infeksi,
walaupun kuman penyebanya sama. Sebagai contoh dosis penisilin G
yang diperlukan untuk mengobati meningitis oleh Pneumococcus jauh
lebih tinggi daripada dosis yang diperlukan untuk pengobatan infeksi
saluran napas bawah yang disebabkan oleh kuman yang sama
(Nuryasni, 2009).
2) Masa terapi yang kurang
Konsep lama yang menyatakan bahwa untuk setiap jenis infeksi perlu
diberikan antimikroba tertentu selama jangka waktu tertentu kini telah
ditinggalkan. Pada umunya para ahli cenderung melakukan
17
4) Gizi kurang
Penatalaksanaan pneumonia komuniti dibagi menjadi: (Luhur, dkk, 2017)
a. Penderita rawat jalan
1) Pengobatan suportif/simptomatik.
a) Istirahat di tempat tidur.
b) Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi.
c) Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun
panas.
d) Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran.
2) Pemberian antiblotik harus diberikan sesegera mungkin.
b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa.
1) Pengobatan suportif/simptomatik.
a) Pemberian terapi oksigen.
b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit.
c) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik.-
2) Pengobatan antibiotik harus diberikan sesegera mungkin.
c. Pasien rawat inap di ruang rawat intensif.
1) Pengobatan suportif/simptomatik.
a) Pemberian terapi oksigen.
b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit.
c) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik.
2) Pengobatan antibiotik harus diberikan sesegera mungkin.
3) Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.
Pemberian antibiotik dievaluasi secara klinis dalam 72 jam pertama:
a. Jika didapatkan perbaikan klinis terapi dapat dilanjutkan.
b. Jika perburukan maka antibiotik harus diganti sesuai hasil biakan atau
pedoman empiris.
Pasien pneumonia berat yang datang ke IGD diobservasi tingkat
kegawatannya, bila dapat distabilkan maka pasien dirawat inap di ruang rawat
biasa, bila terjadi respiratory distress maka pasien dirawat di ruang rawat
20
intensif. Pada tabel dapat dilihat petunjuk terapi empiris untuk pneumonia
komuniti menurut PDPI (Luhur, dkk, 2017)
Beberapa pasien akan membutuhkan perawatan di ruang Intensive
Care Unit (ICU). Pasien yang membutuhkan perawatan ICU adalah sebagai
berikut :
1. Pasien dengan syok sepsis yang membutuhkan vaspresor atau
dengan gagal nafas yang membutuhkan intubasi dan ventilasi
mekanik (Grief, 2018).
2. Pasien yang memiliki setidaknya 3 kriteria minor pada tabel.
Infiltrat multilobar
Penurunan kesadaran
Trombositopenia (<100.000)
Hipotermia (<36 C)
Syok septik
3. Terapi cairan
Terapi cairan untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit jika perlu. Dalam
hal rehidrasi dapat menggunakan kebutuhan cairan menurut holiday
segar.
28
b. Syok Sepsis
Dewasa : hipotensi yang menetap meskipun dengan resusitasi
volume, yang memerlukan vasopresor untuk mempertahankan
MAP ≥ 65 mmHg dan tingkat laktat serum >2 mmol/L.
Aanak : hipotensi yang disebakan apapun (SBP <5th centile atau
>2 SD dibawah normal sesuai usia) atau 2-3 dari berikut:
gangguan status mental, takikardia atau bradikardi (HR <90 bpm
pada anak), CRT memanjang (>2 detik) atau vasodilatasi hangat
dengan nadi yang kuat, takipnea, bercak-bercak di kulit seperti
petechiae atau purpura, peningkatan laktat, hipertermia atau
hipotermia (Perdatin, 2020).
- Pemberian Nutrisi
Pasien dengan risiko tinggi harus segera mendapatkan nutrisi, jika
tidak dapat diberikan nutrisi enteral (EN), maka pasien perlu
mendapatkan nutrisi parenteral (PN). Jika pasien dengan risiko
rendah, pemberian nutrisi dapat ditunda untuk mengurangi risiko
penggunaan PN. Pasien yang tidak memiliki kontraindikasi
pemberian EN. Maka pasien diberikan makan biasa. Kemudian untuk
penentuan kebutuhan kalori harian dapat digunakan rule of thumb: 25-
30 kkal/kgBB, disertai dengan pemberian protein yang cukup 1.5-2
gram/kgBB/hari. Sumber kalori lainnya dititikberatkan pada
pengurangan karbohidrat dan peningkatan kalori yang berdasar dari
lemak.
3) Pemberian obat simtomatik
Parasetamol adalah pilihan farmakologik dalam penatalaksanaan
demam (Perdatin, 2020). Terapi simptomatik diberikan seperti antipiretik,
obat batuk dan lainnya jika memang diperlukan (Burhan, 2020).
4) Pemberian antibiotik
Tabel 2.7 Regimen Antibiotik Empirik
5) Elevasi Kepala
Jaga pasien dalam posisi semi-terlentang (elevasi kepala tempat tidur 30-
450). Hal ini penting untuk memaksimalkan fungsi paru, mengurangi
34
2.1.7 Komplikasi
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko
tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakterimia (sepsis),
abses paru, efusi pleura dan kesulitan bernapas (Djojodibroto, 2013).
ARDS dapat ditegakkan menggunakan kriteria Berlin (Bakthiar,
2018).
Tabel 2.8 Kriteria Berlin (Bakhtiar, 2018).
Syok sepsis dapat ditegakkan melalui Quick SOFA atau SOFA Score.
Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru
masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang
berpotensi menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia
pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai terdapat komplikasi
ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis,
peritonitis, dan empiema. Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi
cairan pada rongga pleura atau biasa disebut dengan efusi pleura (Taeb,
2018).
36
2.1.8 Prognosis
Pada umumnya prognosisnya adalah baik, tergantung dari faktor
pasien, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.
Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis pada
pasien yang dirawat. Angka kematian pasien pnemonia komunitas kurang
dari 5 % pada pasien rawat jalan dan 20% pada pasien rawat inap (Luhur,
2017).
2.1.9 Pencegahan
Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan pada pneumnia
komuniti adalah sebagai berikut :
37
38
39
American Thoracic Society/ 2016. Am J Respir Crit Care Med Vol. 193, P1-
P2, 2016 ATS Patient Education Series © 2016 American Thoracic
Society).
Burhan, E., Isbaniah, F., Susanto, A.D., Aditama, T.Y., Sartono, T.R., Sugiri,
Y.J., Tantular, R., Sinaga, Y.M., Handayani, R.R.D., Agustin, H.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2020. Penatalaksanaan
Covid-19. Jakarta.
Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
Grief Samuel & Loza Julie, 2018, Guidelines for the evaluation and treatment
of pneumonia, Clinical Family Medicine, Department of Family
Medicine. https://doi.org/10.1016/j.pop.2018.04.001
Jain, V., Vashist, R., Yilmaz, G., Bhardwaj, A. 2020. Pneumonia Pathology.
NCBI Bookshelf. A servise of the National Library of Medicine.
National Institute of Health.
Kishimbo, P., Sogone, N.M., Kalokola, F., Mshana, S.E. Prevalence of Gram
Negative Bacteria Causing Comunity Acquired Pneumonia
Among Adults.2020. Well Bugando School of Medicine. Mwanza.
Tanzania. Vol.20. no.7
40
Luhur Soeroso H, Tamsil Syafiuddin, Zainuddin Amir, Pandiaman Pandia,
Widirahardjo, Parluhutan Siagian, Fajrinur Syarani, Amira Tarigan,
Bintang Y M Sinaga, Noni Novisari Soeroso, Setia Putra Tarigan,
Syamsul Bihar dan Nuryunita Nainggolan. 2017. Buku Ajar Respirasi.
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2017. USU Press.
41
42
Putu Gede, U.H. 2017. Tesis : Terapi Oksigen. Fakultas Kedokteran Udayana.
Denpasar.
Sri Sundari dan Fatwa Tiarani. 2015. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Pneumonia Pada Balita Usia 1-5 Tahun. Jurnal.
Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru
FK UNAIR. Surabaya.
Taeb M.A, Marik P.A, 2017. SIRS, qSOFA and new sepsis definition.
Division of Pulmonary and Critical Care Medicine, Eastern Virginia
Medical School.
WHO. 2016. Hospital Care for Children: Global Resource for Addressing the
Quality of Care. https://www.ichrc.org/42-pneumonia. Diakses
Selasa, 4 Agustus 2020, pukul 13.46 Wib