Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hemoroid adalah pembengkakan dan peradangan pembuluh vena pada

anus. Hemoroid adalah penyakit wasir atau ambeien merupakan penyakit yang

sangat umum terjadi di masyarakat dan sudah ada sejak jaman dahulu.

Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring bertambahnya usia

seseorang, di mana insidennya lebih tinggi pada seseorang yang berusia 20-50

tahun. Pada usia di atas 50 tahun ditemukan 50% populasi mengalami

hemoroid [ CITATION Ade17 \l 1033 ].

Menurut WHO ( World Health Organization), jumlah hemoroid di dunia

pada tahun 2017 mencapai 230 juta jiwa dan meningkat menjadi 350 juta jiwa

pada tahun 2019. Berdasarkan data dari The of Health Statistics di Amerika

Serikat, prevalensi hemoroid sekitar 20,69% [ CITATION Set19 \l 1033 ].

Di Indonesia sendiri untuk penelitian pravelensi dalam skala nasional

juga belum diketahui pasti. Belum banyak data mengenai pravelensi hemoroid

di Indonesia. Menurut data Kemenkes tahun 2015 pravelensi hemoroid di

Indonesia setidaknya 5,7% dari total populasi atau sekitar 10 juta orang,

namun lainnya 1,5% saja yang terdiagnosa. Jika data Riskesdas (Riset

Kesehatan Dasar) 2015 menyebutkan ada 12,5 juta jiwa penduduk Indonesia

mengalami hemoroid (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan pencatatan dan pelaporan dari Dinas Kesehatan Provinsi

Sulawesi Selatan pada tahun 2017 kasus Haemoroid


1 terjadi di Provinsi

Sulawesi Selatan mencapai 5.334 kasus. Sebagian besar penderita Haemoroid


Terjadi pada usia dewasa dan kemungkinan besar terjadi setelah usia 25 tahun.

Penderita Haemoroid di usia 25-35 tahun pada tahun 2017 sebanyak 1.272

kasus (23,84%) , dan pada usia 40-65 tahun sebanyak 1.428 kasus (26,77%).

Pada tahun 2017 , penderita Hemoroid mencapai 5,885 kasus, di usia 25-35

tahun sebanyak 5.334 kasus (29,87%) dan pada usia 40-65 tahun sebanyak

1910 kasus (32,45%) dan diperkirakan akan terus meningkat hingga pada

tahun 2020. ( Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan,2018).

Di Kota Makassar sendiri, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota

Makassar pada Tahun 2018 pada penyakit Hemoroid mencapai 972 kasus, dan

pada tahun 2019 mengalami peningkatan sebanyak 1.630 kasus (Dinas

Kesehatan Kota Makassar, 2019).

Menurut catatan rekam medik di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar

klien yang mengalami hemoroid sebanyak 73 klien (0,37 %) dari 19.257 jiwa,

yang dirawat inap pada tahun 2018 dan dari 23.402 jiwa, yang dirawat inap

pada tahun 2019 penderita Hemoroid sebanyak 110 klien (0,47%). Data di

atas menunjukkan tingginya angka penderita penyakit Hemoroid disebabkan

karena konsumsi makanan yang rendah serat (Rekam medik RS.Bhayangkara,

2019).

Berdasarkan kasus di atas maka penulis mengambil judul “Asuhan

Keperawatan Pada Ny”A” Yang Mengalami Post Op Hemoroid Dengan

Masalah Keperawatan Nyeri Akut Di Ruang Merak Rumah Sakit

Bhayangkara Makassar”

2
B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Ny”A” Yang Mengalami Post Op

Hemoroid Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut Di Ruang Merak Rumah

Sakit Bhayangkara Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui kesenjangan antara teori dan praktek Asuhan

Keperawatan Pada Ny”A” Yang Mengalami Post Op Hemoroid Dengan

Masalah Keperawatan Nyeri Akut di Ruang Merak Rumah Sakit

Bhayangkara Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam

melaksanakan pengkajian keperawatan pada Ny”A” yang mengalami

Post Op Hemoroid dengan masalah keperawatan Nyeri Akut di Ruang

Merak Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

b. Untuk mengetahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam

menegakkan diagnosa keperawatan pada Ny”A” yang mengalami Post

Op Hemoroid dengan masalah keperawatan Nyeri Akut di Ruang

Merak Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

c. Untuk mengetahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam

menetapkan rencana keperawatan pada Ny”A” yang mengalami Post

Op Hemoroid dengan masalah keperawatan Nyeri Akut di Ruang

Merak Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.


3
d. Untuk mengetahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam

mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan pada Ny”A” yang

mengalami Post Op Hemoroid dengan masalah keperawatan Nyeri

Akut di Ruang Merak Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

e. Untuk mengetahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam

melaksanakan evaluasi Keperawatan pada Ny”A” yang mengalami

Post Op Hemoroid dengan masalah keperawatan Nyeri Akut di Ruang

Merak Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

f. Untuk mengetahui pendokumentasian Asuhan Keperawatan pada

Ny”A” yang mengalami Post Op Hemoroid dengan masalah

keperawatan Nyeri Akut di Ruang Merak Rumah Sakit Bhayangkara

Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Meningkatkan pengembangan Ilmu Keperawatan dan pengetahuan

bagi pembaca agar dapat menambah wawasan dan dapat melakukan

pencegahan untuk diri sendiri dan orang disekitarnya agar tidak terkena

Hemoroid.

2. Praktisi

a. Perawat

Dapat menjadi masukan bagi Perawat dalam meningkatkan kualitas

Asuhan Keperawatan pada Ny”A” yang mengalami Post Op Hemoroid

dengan masalah keperawatan Nyeri Akut


4 di Ruang Merak Rumah

Sakit Bhayangkara Makassar.


b. Rumah Sakit

Meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit sebagai acuan Asuhan

Keperawatan pada Ny”A” yang mengalami Post Op Hemoroid dengan

masalah keperawatan Nyeri Akut di Ruang Merak Rumah Sakit

Bhayangkara Makassar.

c. Institusi Pendidikan

1) Sebagai sumber informasi bagi institusi dalam meningkatkan

program Diploma III Keperawatan pada masa yang akan datang.

2) Sebagai bahan bacaan di perpustakaan.

3) Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program

Diploma III Keperawatan di Akper Mappa Oudang Makassar

program khusus Diploma III.

d. Klien dan Peneliti

1. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang pencegahan, cara

perawatan dan pengobatan pada klien Hemoroid.

2. Sebagai pembelajaran untuk penulis dalam mengembangkan

kemampuan diri penulis dalam menerapkan Asuhan Keperawatan

pada Ny”A” yang mengalami Post Op Hemoroid dengan masalah

keperawatan Nyeri Akut di Ruang Merak Rumah Sakit

Bhayangkara Makassar.

3. Sebagai salah satu persyaratan dalam meneyelesaikan program

Diploma III Keperawatan di Akper Mappa Oudang Makassar

program khusus Diploma III. 5


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjaun Tentang Nyeri Akut

1) Defenisi

Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan

onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat

yang berlangsung kurang dari 3 bulan[ CITATION PPN16 \l 1033 ]

Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang

tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang

digambarkan dengan kerusakan jaringan [ CITATION Sam18 \l 1033 ]

2) Batasan karakteristik

Batasan Karakteristik Nyeri Menurut Amin & Hardhi (2015)

terbagi menjadi 2 yaitu:

a) Subjektif :

Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan

isyarat

b) Objektif :

1) Posisi untuk menghindari nyeri

2) Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak

bertenaga sampai kaku)

3) Respon autonomik (misalnya, diaphoresis, perubahan tekanan

darah, pernapasan, atau nadi, dilatasi


6 pupil)

4) Perubahan selera makan


5) Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari orang

dan/atau aktivitas lain, aktivitas berulang)

6) Perilaku ekspresif (misalnya, gelisah, merintih, menangis,

kewaspadaan berlebihan, peka terhadap ransangan, dan

menghela napas panjang)

7) Wajah topeng (nyeri)

8) Perilaku menjaga atau sikap melindungi

9) Focus menyempit (misalnya, gangguan persepsi waktu,

gangguan proses pikir, interaksi dengan orang lain atau

lingkungan menurun)

10) Bukti nyeri yang dapat diamati

11) Berfokus pada diri sendiri

12) Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau

tidak menentu, dan menyeringai)

3) Faktor yang berhubungan

Faktor yang berhubungan dengan nyeri Akut Menurut Amin &

Hardhi (2015) adalah agens-agens penyebab cedera (misalnya,

biologis, kimia, fisik, dan psikologis).

4) Hasil Nursing Outcome Classification (NOC)

Nursing Outcome Classication nyeri Menurut Wilkinson &

Ahern (2014) adalah sebagai berikut:

a) Tingkat Kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan

fisik dan psikologis 7

b) Pengendalian Nyeri: tindakan individu untuk mengendalikan nyeri


c) Tingkat Nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan

5) Tujuan dan kriteria Evaluasi

Tujuan dan Kriteria Evaluasi adalah Menurut Wilkinson &

Ahern (2015) sebagai berikut :

contoh menggunakan bahasa Nursing Outcome Classification (NOC).

a) Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh

indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, kadang-

kadang, sering, atau selalu):

1) Mengenali awitan nyeri

2) Menggunakan tindakan pencegahan

3) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

b) Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai

berikut (sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak

ada):

1) Ekspresi nyeri pada wajah

2) Gelisah atau ketegangan otot

3) Durasi episode nyeri

4) Merintih dan menangis

5) Gelisah

6) Intervensi Nursing Income Classification (NIC)

Intervensi Pada konsep keperawatan nyeri Akut Menurut

Wilkinson & Ahern (2015) adalah sebagai berikut :

a) Pemberian analgesik: menggunakan


8 agens-agens farmakologi

untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri


b) Manajemen medikasi: memfasilitasi penggunaan obat resep atau

obat bebas secara aman dan efektif

c) Manajemen nyeri: meringankan atau mengurangi nyeri sampai

pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien

d) Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien Patient

Controlled Analgesia (PCA): memudahkan pengendalian

pemberian dan pengaturan analgesic oleh pasien

e) Manajemen sedasi: memberikan sedatif, memantau respons pasien,

dan memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan selama

prosedur diagnostik atau terapeutik.

7) Skala Nyeri

Gambaran skala nyeri menurut Lilis, dkk (2015) sebagai berikut :

Gambar 2.1 Skala Nyeri

(Lilik, dkk 2015)

Keterangan

Skala 0 : Tidak nyeri, Secara objektif klien menunjukan wajah ceria

Skala 1-3 : Nyeri ringan, Secara objektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik

Skala 4-6 : Nyeri sedan, Secara objektif klien mendesis dan dapat

menunjukan lokasi nyeri dengan tepat dan dapat


9
mendiskripsikan nyeri.
Skala 7-8 : Nyeri berat, Secara objektif klien dapat menunjukan lokasi

nyeri tapi tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat di

atsi dengan posisi, napas panjang, dll.

Skala 10 : Sangat nyeri dan tidak di control,Secara objektif klien tidak

mau berbicara dengan baik berteriak dan histeris, tidak

dapat mengikuti perintah lagi, tidak dapat menujukan lokasi

nyeri.

B. Tinjauan tentang Hemoroid

1. Konsep Dasar Medis

a. Defenisi

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh

darah vena di daerah anusyang berasal dari plexus hemorrhoidalis.

Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena yang berada dibawah

kulit (subkutan) di bawah atau luar linea dentate. Hemoroid interna

adalah pelebaran vena yang berada dibawah mukosa (submukosa)

di atas atau di dalam linea dentate [ CITATION Ami15 \l 1033 ].

Hemoroid adalah pembesaran vena (varises) dari pleksus

venosis hemoroidalis yang diketemukan pada anal kanal.

Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di

daerah anus yang berasal dari plexus hemorhoidalis.Hemoroid

adalah bagian vena yang berdilatasi di dalam kanal anal.Hemoroid

sangat umum terjadi. Pada usia 50 an, sekitar 50% individu

mengalami berbagai tipe hemoroid 10


berdasarkan luasnya vena yang

terkena. Hemoroid diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu


hemoroid interna yang terjadi diatas sfingter anal dan hemoroid

eksternal yang terjadi diluar sfingter anal[ CITATION Diy15 \l 1033 ].

b. Anatomi dan fisiolgi

Gambar 2.1 Anatomi Rektum


[ CITATION Sya16 \l 1033 ]

Rektum merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang

menghubungkan intestinum mayor dengan anus sepanjang 12 cm,

dimulai dari pertengahan sacrum dan berakhir pada kanalis anus.

Rektum terletak dalam rongga pelvis, di depan os sacrum dan os

koksigis. Rektum terdiri dari dua bagian adalah :

1) Rektum propia: Bagian yang melebar disebut ampula rekti.

Jika ampula rekti terisi makanan akan timbul hasrat defekasi.

2) Pars analis rekti: Sebelah

3) awah ditutupi oleh serat-serat otot polos ( M. sfigter ani

internus) dan serabut otot lurik ( M.sfingter ani eksternus).

Kedua otot ini berperan pada waktu defekasi tunika mukosa


11
rectum banyak mengandung pembuluh darah. Jaringan

mukosa dan jaringan otot membentuk lipatan disebut


kolumna rektalis. Bagian bawah kolumna rektalis terdapat

pembuluh darah V. rektalis ( V. hemoroidalis superior, V.

gemoroidalis inferior). Sering terjadi pelebaran atau atau

varises yang disebut hemoroid (wasir).

Bagian dari saluran pencernaan dengan dunia luat terletak

di dasar pelvis dan dindingnya diperkuat oleh sfingter ani yang

terdiri dari:

1) Sfingter ani internus , sebelah dalam bekerja tidak menurut

kehendak

2) Sfingter levator ani, bagian tengah bekerja tidak menurut

kehendak

3) Sfingter ani eksternus, sebelah luar bekerja menurut kehendak

Defekasi adalah hasil reflex apabila bahas feses masuk ke

dalam rectum. Dinding rectum akan meregang menimbulkan

implus aferen yang disalurkan melalui pleksus mesentikus dan

menimbulkan gelombang peristaltic pada kolon desenden.

Kolon sigmoid mendorong feses ke arah anus. Apabila

gelombang peristaltic sampai di anus, sfingter ani internus

dihambat dan sfingter ani eksternus melemas sehingga terjadi

defekasi.

Refleks ini sangat lemah harus diperkuat dengan reflex lain

melalui segmen sacral medulla spinalis, dikembalikan ke kolon

desendens, kolon sigmoid, rectum


12 dan anus melalui saraf

parasimpatik. Ini memperkuat gelombang lemah menjadi proses


defekasi yang kuat. Orang normal dapat mencegah defekasi

sampai waktu dan tempat yang sesuai dengan reflex defekasi,

hilang beberapa menit dan timbul kembali sampai beberapa jam.

Pada bayi baru lahir reflex defekasi berjalan secara otomatis dan

mengosongkan usus besar bagian bawah.[ CITATION Sya16 \l

1033 ].

c. Etiologi

Etiologi Hemoroid Menurut Amin & Ahern (2015),

Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi

vena hemoroidalis yang disebabkan oleh factor-faktor

resiko/pencetus, seperti :

1) Mengedan pada buang air besar yang sulit

2) Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan

jamban duduk, terlalu lama duduk dijamban sambil membaca,

merokok)

3) Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud,

tumor abdomen)

4) Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan

perubahan hormonal)

5) Usia tua

6) Konstipasi kronik

7) Diare akut yang berlebihan dan diare kronik

8) Hubungan seks peranal 13


9) Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat (sayur

dan buah)

10) Kurang olahraga/imobilisasi

d. Manifestasi Klinik

Manifestasi Klinik Hemoroid Menurut Amin & Ahern

(2015), adalah :

1) Timbul rasa gatal dan nyeri

2) Perdarahan berwarna merah terang saat defekasi

3) Pembengkakan pada area anus

4) Nekrosis pada area sekitar anus

5) Perdarahan/prolaps

e. Klasifikasi Hemoroid

Klasifikasi Hemoroid Menurut Amin & Hardhi (2015),

berdasarkan gambaran klinis hemoroid interna dibagi atas :

1) Derajat 1 : pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar

kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.

2) Derajat 2 : pembesaran hemoroid yang prolaps dan

menghilangkan atau masuk sendiri ke dalam anus secara

spontan.

3) Derajat 3 : pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk

lagi ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari.

4) Derajat 4 : prolapse hemoroid yang permanen. Rentan dan

cenderung untuk mengalami thrombosis


14 dan infark.

Secara anaskopi hemoroid dapat dibagi atas :


1) Hemoroid eksterna (diluar/dibawah linea dentate)

2) Hemoroid interna (didalam/diatas linea dentate)

f. Patofisiologi

Hemoroid atau wasir berkembang ketika jaringan

pendukung bantal anal hancur atau memburuk. Oleh karena itu,

hemoroid adalah istilah patologis untuk menggambarkan

pergeseran abnormal dari bantalan anal yang menyebabkan dilatasi

vena. Biasanya ada tiga bantalan anal utama, yang terletak di

anterior, kanan posterior dan kiri aspek lateral dari lubang anus,

dan berbagai jumlah bantalan kecil yang terletak di antara mereka.

Bantalan anal pasien dengan hemoroid menunjukkan

perubahan patologis yang signifikan. Perubahan ini termasuk

dilatasi vena yang abnormal, thrombosis vascular, proses

degenerative pada serabut kolagen dan jaringan fibroelastik,

distorsi, daan pecahnya otot subepitel dubur. Selain temuan

tersebut, reaksi peradangan parah yang melibatkan dinding

pembuluh darah dan jaringan ikat di sekitarnya telah ditinjukkan

pada specimen hemoroid, dengan ulserasi mukosa terkait, iskemia,

dan thrombosis.

Berdasarkan temuan histologi dari dilatasi vena yang

abnormal dan distorsi pada hemoroid, disregulasi nada vaskuler

memainkan peran dalam perkembangan hemoroid. Pada dasarnya,

otot polos pembuluh darah diatur15 oleh system saraf otonom,

hormone, sitokin, dan endothelium diatasnya. Ketidakseimbangan


antara faktor relaksasi yang diturunkan dari endothelium (seperti

nitrit oksida, prostasiklin, dan faktor hiperpolarisasi hipothelium

yang diturunkan) dan faktor hiperpolariasis endothelium yang di

turunkan (radikal oksigen reaktif dan endotelin) menyebabkan

beberapa gangguan vascular.[ CITATION NiK19 \l 1033 ]

g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang Menurut Amin & Hardhi (2015)

hemoroid ada 3 jenis yaitu:

1) Pemeriksaaan colok dubur

Diperlukan umtuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma

rectum. Pada haemoroid interna tidak dapat diraba sebab

tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya

tidak nyeri

2) Anoskop: diperlukan untuk melihat haemoroid interna yang

tidak menonjol keluar

3) Proktosigmoidoskopi: untuk memastikan bahwa keluhan

bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di

tingkat yang lebih tinggi.

h. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Hemoroid Menurut Amin & Hardhi (2015)

adalah sebagai berikut :

1) Penatalaksanaan konservatif

16
a) Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat,

laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat

menyebabkan kostipasi seperti kodein.

b) Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan

konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi

mengejan saat buang air besar.

c) Kombinasi antara anastesi lokal, kortikosteroid, dan

antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak

nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-

lama harus di hindari untuk mengurangi efek samping.

Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi

tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek anti

inflamasi meskipun belum diketahui bagaimana

mekanismenya.

2) Pembedahan

Apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik

dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan

tindakan pembedahan. HIST (Hemorrhoid Intitute of South

Texas) menetapkan indikasi penatalaksanaan pembedahan

hemoroid antara lain :

a) Hemoroid internal derajat II berulang.

b) Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.

c) Mukosa rectum menonjol keluar


17 anus.
d) Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti

fisura.

e) Kegagalan penatalaksanaan konservatif.

f) Permintaan pasien.

Pembedahan yang sering dilakukan yaitu :

a) Skleroterapi.

b) Rubber band ligation.

c) Infrared thermocoagulation.

d) Bipolar Diathermy.

e) Laser haemorrhoidectomy.

f) Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation.

g) Cryotherapy.

h) Stappled hemorrhoidopexy.

i. Komplikasi

Komplikasi Hemoroid Menurut [ CITATION NiK19 \l 1033 ], ,

komplikasi hemoroid jarang terjadi, tetapi dapat termasuk:

1) Anemia: Kehilangan darah kronis dari hemoroid dapat

menyebabkan anemia`

2) Hemoroid strangulata: Suplai darah ke hemoroid internal

yang terhambat akan menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.

2. Konsep Dasar Keperawatan

a. Pengkajian

Langkah pertama dalam pengkajian klien


18 dengan masalah hemoroid

adalah mengumpulkan data. Data-data yang akan dikumpulkan


adalah sebagai berikut:

1) Data Riwayat Kesehatan

a) Apakah ada rasa gatal, terbakar dan nyeri selama defekasi?

b) Adakah nyeri pendarahan dari rectum? Berapa banyak,

seberapa sering, apa warnanya?

c) Adakah mucus atau pus?

d) Bagaimana pola eliminasi klien? Apakah sering menggunakan

laktasif?

2) Riwayat Diet

a) Bagaimana pola eliminasi klien?

b) Apakah klien mengkonsumsi makanan yang mengandung

serat?

3) Riwayat Pekerjaan

Apakah klien melakukan pekerjaan yang memerlukan duduk atau

berdiri dalam waktu lama?

4) Pemeriksaan Fisik

a) Kaji tingkat kesadaran ( kacau mental, letargi, tidak merespon).

b) Ukur tanda-tanda vital (TD meningkat/menurun,takikardi).

c) Auskultasi bunyi nafas

d) Kaji kulit (pucat, bengkak, dingin).

e) Kaji terhadap nyeri atau mual.

f) Abdomen: Nyeri tekan pada abdomen, bisa terjadi konstipasi.

19
g) Anus : Pembesaran pembuluh darah balik (vena) pada

anus, terdapat benjolan pada anus, nyeri pada anus,

pendarahan.

20
b. PenyimpanganKDM

Kehamilan obesitas,Konstipasi Penurunan relative venous


dan mengejan dalam jangka yang retuen didaerah perianal
lama, duduk terlalu lama, sering (yang disebut dengan efek
angkat beban berat, kondisi tourniquet)
penuaan, hipertensi portal
( sirosis hepatis)
Aliran vena balik terganggu

Tekanan periver meningkat


pelebaran vena anus
(hemoroid)

Peradangan pada pleksus


hemoroidalis

Prolaps vena hemorhoidalis

Ruptur vena Membesar di luar


Membesar di spinchter
rectum
perdarahan
Intoleransi aktivitas Vena menegang

Anemia operasi Resiko syok


( hivopolemi)
Pre operasi Continuitas jaringan rusuk

Ansietas
Ujung saraf rusak Port d’entrée

Nyeri di persepsikan
Pelepasan prostaglanding Resiko infeksi

Gangguan rasa nyaman Gangguan defekasi Konstipasi


nyeri
Nyeri
Gambar 2.2 penyimpangan KDM

(Amin & Hardi, 201521)


b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Hemoroid Menurut Amin & Hardhi

(2015), mengatakan bahwa masalah yang sering muncul pada

klien hemoroid adalah:

1) Nyeri akut b.d iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area

rectal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme

sfingter pada pascaoperatif.

2) Intoleransi aktivitas b.d tirah baring dan imobilisasi

3) Resiko syok b.d terjadinya hipovolemik

4) Resiko infeksi b.d ada pelukaan didaerah rektum

5) Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat

nyeri selama eliminasi

6) Ansietas b.d rencana pembedahan dan rasa malu

c. Intervensi

Intervensi Hemoroid Menurut Amin & Hardhi (2015), sebagai

berikut :

1. Nyeri akut b.d iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area

rectal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme

sfingter pada pascaoperatif.

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan


Nyeri Akut
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Nyeri akut  Pain level Pain Managemen


Definisi : pengalaman  Pain control 1. Lakukan
sensori dan emosional  Comfort level pengkajian nyeri
yang tidak menyenangkan Kriteria hasil 22
: secara
yang muncul akibat  Mampu komprehensif
kerusakan jaringan yang mengontrol nyeri termasuk lokasi,
aktual atau potensial atau (tahu penyebab karakteristik,
digambarkan dalam hal nyeri, mampu durasi, frekuensi,
kerusakan sedemikian menggunakan kualitas, dan
rupa (International tehnik faktor presipitasi
Association for the study nonfarmakologi 2. Observasi reaksi
of pain) : awitan yang untuk mengurangi nonverbal dari
tiba-tiba atau lambat dari nyeri, mencari ketidaknyamanan
intensitas ringan hingga bantuan) 3. Gunakan teknik
berat dengan akhir yang  Melaporkan komunikasi
dapat diantisipasi atau bahwa nyeri terapeutik untuk
diprediksi dan berkurang dengan mengetahui
berlangsung <6 bulan. menggunakan pengalaman nyeri
Batasan karakteristik: menggunakan pasien
 Perubahan selera manajemen nyeri 4. Kaji kultur yang
makan  Mampu mengenali mempengaruhi
 Perubahan tekanan nyeri (skala, respon nyeri
darah intensitas, 5. Evaluasi
 Perubahan frekwensi frekuensi dan pengalaman nyeri
jantung tanda nyeri) masa lampau
 Perubahan frekwensi  Menyatakan rasa 6. Evaluasi bersama
pernapasan nyaman setelah pasien dan tim
 Laporan isyarat nyeri berkurang kesehatan lain
 Diaphoresis tentang
 Perilaku distraksi ketidakefektifan
(mis., berjalan control nyeri
mondar-mandir masa lampau
mencari orang lain 7. Bantu pasien dan
dan atau aktivitas keluarga untuk
lain, aktivitas yang mencari dan
berulang) menemukan
dukungan
 Mengekspresikan
8. Control
perilaku (mis.,
lingkungan yang
gelisah, merengek,
dapat
menangis)
mempengaruhi
 Masker wajah(mis.,
nyeri seperti suhu
mata kurang
ruangan,
bercahaya, tampak
pencahayaan dan
kacau, gerakan mata
kebisingan
berpencar atau tetap
9. Kurangi faktor
pada satu focus
presipitasi nyeri
meringis)
10. Pilih dan lakukan
 Sikap melindungi penanganan nyeri
area nyeri (farmakologi, non
 Focus menyempit farmakologi dan
(mis., gangguan inter personal)
persepsi nyeri, 11. Kaji tipe dan
hambatan proses sumber nyeri
berfikir, penurunan untuk
interaksi dengan menentukan
orang dan intervensi
lingkungan) 12. Ajarkan tentang
 Indikasi nyeri yang teknik non
dapat diamati farmakologi
 Perubahan posisi 23 13. Berikan analgetik
untuk menghindari untuk mengurangi
nyeri nyeri
 Sikap tubuh 14. Evaluasi
melindungi keefektifan
 Dilatasi pupil control nyeri
 Melaporkan nyeri 15. Tingkatkan
secara verbal istirahat
 Gangguan tidur 16. Kolaborasi
Faktor yang dengan dokter
berhubungan: jika ada keluhan
 Agen cedera (mis., dan tindakan
biologis, zat kimia, nyeri tidak
fisik, psikologis) berhasil
17. Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic
Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesik
ketika pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
7. Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
9. Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
24 hebat
10. Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda
dan gejala
2. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring dan imobilisasi

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan


Intoleransi Aktivitas
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
2 Intoleransi aktivitas  Energy conservation Activity Therapy
Definisi: ketidakcukupan  Activity tolerance 1. Kolaborasi dengan
energy psikologis atau  Self care : ADLs tenaga rehabilitas
fisiologis untuk Kriteria hasil : medic dalam
melanjutkan atau  Berpartisipasi merencanakan
menyelesaikan aktifitas dalam aktivitas fisik program terapi
kehidupan sehari-hari tanpa disertai yang tepat
yang harus atau yang peningkatan 2. Bantu klien untuk
ingin dilakukan. tekanan darah, nadi mengidentifikasi
Batasan karakteristik : dan RR aktivitas yang
 Respon tekanan  Mampu melakukan mampu dilakukan
darah abnormal aktivitas sehari-hari 3. Bantu untuk
terhadap aktivitas (ADLs) secara memilih aktivitas
 Respon frekwensi mandiri konsisten yang
jantung abnormal  Tanda tanda vital sesuai dengan
terhadap aktivitas normal kemampuan fisik,
 Perubahan EKG  Energy psikomotor psikologi dan
yang mencerminkan  Level kelemahan social
aritmia  Mampu berpindah : 4. Bantu untuk
 Perubahan EKG dengan atau tanpa mengidentifikasi
yang mencerminkan bantuan alat dan mendapatkan
iskemia  Status sumber yang
 Ketidaknyamanan kardiopulmunari diperlukan untuk
setelah beraktivitas adekuat aktivitas yang
 Menyatakan merasa  Sirkulasi status baik diinginkan
letih  Status respirasi : 5. Bantu untuk
 Menyatakan merasa pertukaran gas dan mendapatkan alat
lemah ventilasi adekuat bantuan aktivitas
Factor yang seperti kursi roda,
berhubungan : krek
6. Bantu untuk
 Tirah baring atau
mengidentifikasi
imobilisasi
aktivitas yang
 Kelemahan umum
disukai
 Ketidakseimbangan 7. Bantu klien untuk
antara suplei dan membuat jadwal
kebutuhan oksigen latihan diwaktu
 Imobilitas luang
 Gaya hidup 8. Bantu
monoton pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan
penguatan positif
25 bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien
untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon
fisik, emosi, social
dan spiritual.

3. Resiko syok b.d terjadinya hipovolemik

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan


Resiko Syok ( Hipovolemi)
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

3 Resiko syok  Syok prevention Syok prevention


Definisi : Beresiko  Syok management 1. Monitor status
terhadap ketidakcukupan Kriteria hasil : sirkulasi Bp,
aliran darah kejaringan  Nadi dalam batas warna kulit, suhu
tubuh, yang dapat yang diharapkan kulit, denyut
mengakibatkan disfungsi  Irama jantung jantung, HR, dan
seluler yang mengancam dalam batas yang ritme, nadi perifer,
jiwa diharapkan dan kapiler refill.
Faktor resiko  Frekuensi nafas 2. Monitor tanda
 Hipotensi dalam batas yang inadekuat
 Hipovolemi diharapkan oksigenasi
 Hipoksemia  Irama pernapasan jaringan
 Hipoksia dalam batas yang 3. Monitor suhu dan
 Infeksi diharapkan pernapasan
 Sepsis  Natrium serum 4. Monitor input dan
 Sindrom respons dbn output
inflamasi sistemik  Klorida serum dbn 5. Pantau nilai
 Kalsium serum labor : HB, HT,
dbn AGD, dan
 Magnesium serum elektrolit
dbn 6. Monitor
 PH darah serum hemodinamik
dbn invasi yang yang
Hidrasi sesuai
 Indicator 7. Monitor tanda dan
 Mata cekung tidak gejala asites
ditemukan 8. Monitor tanda
 Demam tidak awal syok
ditemukan 9. Tempatkan pasien
 TD dbn pada posisi
 Hematocrit DBN supine, kaki
elevasi untuk
peningkatan
preload dengan
tepat
10. Lihat dan pelihara
kepatenan jalan
nafas
11. Berikan cairan iv
26
dan atau oral yang
tepat
12. Berikan
vasodilator yang
tepat
13. Ajarkan keluarga
dan pasien tentang
tanda dan gejala
datangnya syok
14. Ajarkan keluarga
dan pasien tentang
langkah untuk
mengatasi gejala
syok
Syok management
1. Monitor fungsi
neurologis
2. Monitor fumgsi
renal (e.g BUN
dan Cr Lavel)
3. Monitor tekanan
nadi
4. Monitor status
cairan, input
output
5. Catat gas darah
arteri dan oksigen
dijaringan
6. Monitor EKG,
sesuai
7. Memanfaatkan
pemantauan jalur
arteri untuk
meningkatkan
akurasi
pembacaan
tekanan darah
sesuai
8. Menggambar
darah gas arteri
dan memonitor
jaringan
oksigenasi
9. Memantau tren
dalam parameter
hemodinamik
(misalnya, CVP,
MAP, tekanan
kapiler
pulmonal/arteri)
10. Memantau faktor
penentupengirima
n jaringan oksigen
(misalnya, PaO2,
CO), jika tersedia
11. Memantau tingkat
karbon dioksida
27 sublungual
dan/atau
tonometry
lambung, sesuai
12. Memonitor gejala
gagal pernafasan
(misalnya, rendah
PaO2 peningkatan
PaCO2 tingkat,
kelelahan otot
pernafasan)
13. Monitor nilai
laboratorium
(misalnya, CBC
dengan deferensial
koagulasi profil,
ABC, tingkat
laktat, budaya,
dan profil kimia)
14. Masukkan dan
memelihara
besarnya
kebosanan akses
IV

4. Resiko infeksi b.d ada pelukaan didaerah rektum


Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan
Resiko Infeksi
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
4 Resiko infeksi  Immune status Infection Control
Definisi : mengalami  Knowledge: ( Kontrol infeksi)
peningkatan resiko Infection control 1. Bersihkan
terserang organisme  Risk control lingkungan
patogenik Kriteria Hasil: setelah dipakai
Faktor-faktor resiko :  Klien bebas dari pasien lain
 Penyakit kronis tanda dan gejala 2. Pertahankan
– Diabetes infeksi teknik isolasi
mellitus  Mendiskripsikan 3. Batasi pengunjung
– Obesitas proses penularan bila perlu
 Pengetahuan yang penyakit faktor 4. Instruksikan pada
tidak cukup untuk yang pengunjung dan
menghindari mempengaruhi setelah
pemanjanan penular serta berkunjung untuk
pathogen penatalaksanaanny mencuci tangan
 Pertahanan tubuh a saat berkujung
primer yang tidak  Menunjukkan meninggalkan
adekuat kemampuan untuk pasien
– Gangguan mencegah 5. Gunakan sabun
peristalsis timbulnya infeksi antimikrobia
– Kerusakan  Jumlah leukosit untuk cuci tangan
integritas kulit dalam batas 6. Cuci tangan setiap
(pemasangan normal sebelum dan
kateter  Menunjukkan sesudah tindakan
intravena, perilaku hidup keperawatan
prosedur sehat 7. Gunakan baju,
invasif) 28 sarung tangan
– Perubahan sebagai alat
sekresi pH pelindung
– Penurunan 8. Pertahankan
kerja siliaris lingkungan
– Pecah ketuban aseptic selama
dini pemasangan alat
– Pecah ketuban 9. Ganti letak IV
lama perifer dan line
– Merokok central dan
– Stasis cairan dressing sesuai
tubuh dengan petunjuk
– Trauma umum
jaringan (mis., 10. Gunakan kateter
trauma intrmiten untuk
distruksi menurunkan
jaringan) infeksi kandungan
kencing
11. Tingkatkan intake
nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotic bila
perlu infection
protection
(proteksi terhadap
infeksi)
13. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan local
14. Monitor hitung
granulosit, WBC
15. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
16. Batasi pengunjung
17. Sering
pengunjung
terhadap penyakit
menular
18. Pertahankan
teknik asepsis
pada pasien yang
beresiko
19. Pertahankan
teknik isolasi k/p
20. Berikan
perawatan kulit
pada area epidema
21. Inspeksi kulit dan
membrane
mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase
22. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
23. Dorong masukan
nutrisi yang cukup
24. Dorong masukan
29 cairan
25. Dorong istirahat
26. Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotic
sesuai resep
27. Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
28. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
29. Laporkan
kecurigaan infeksi
30. Laporkan kultur
positif

5. Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat

nyeri selama eliminasi

Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan


Konstipasi
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
5 Defenisi: Penurunan pada  Bowel Constipation
frekuensi normal defekasi elimination management:
yang disertai oleh  Hydration 1. Monitor tanda
kesulitan atau Kriteria Hasil: dan geajla
pengeluaran tidak lengkap  Mempertahank konstipasi
feses/ atau pengeluaran an bentuk 2. Monitor
feses yang kering, dan feses bisisng usus
banyak  Lunak setiap 3. Monitor feses
Batasan karakteristik: 1-3 hari frekuensi,
 Nyeri abdomen  Bebas dari kosistensi, dan
 Nyeri tekan ketidaknyaman volume
abdomen dengan an dan 4. Konsultasi
teraba resistensi otot konstipasi dengan dokter
 Nyeri tekan  Mengidentifuk tentang
abdomen tanpa asi indicator penurunan dan
teraba resistensi otot untuk peningkatan
 Anoreksia mencegah bising usus
 Penampilan tidak konstipasi 5. Monitor gejala
khas pada lansia  Feses lunak rupture usus
 Borbogirigmi dan berbentuk 6. Identifikasi
 Darah merah pada konstribusi
feses konstipasi
7. Pantau tanda
 Perubahan pola
dan gejala
defekasi
konstipsi
 Penurunan frekuensi
8. Ajarkan
 Penurunan volume pasien/keluarg
feses a bagaimana
 Distensi abdomen untuk diet
 Rasa rektal penuh tinggi serat
30
 Keletihan umum
 Feses keras dan
berbentuk
 Sakit kepala
 Bising usus
hiperaktif
 Bising usus
hipoaktif
 Peningkatan tekanan
abdomen
 Tidak dapat makan,
mual
 Pembesaran feses
lunak
 Perkusi abdomen
pekak
 Sering flatus
 Mengejan pada saat
defekasi
 Muntah
Faktor yang
berhubungan:
 Fungsional
– Kelemahan otot
abdomen
– Kebiasaan
mengambaikan
dorongan defekasi
– Ketidakadekuatan
toileting
– Kebiasaan
defekasi tidak
teratur
 Psikologi
– Depresi.stress,emo
si
– Konfusi mental
 Farmakologi
– Antasida
– Antikolinergik
– Agens antilimetik
– Garam bismuth
– Kalsium karbonat
– Diuretik
– Penyalagunaan
laksatif
 Mekanis
– Ketidakseimbanga
n elektrolit
– Kemoroid
– Obesitas
– Obstruksi pasca
bedah
Kehamilan
– Abses rekta

 Fisiologis 31
– Perubahan pola
makan
– Perubahan
maknanan
– Dehidrasi
– Asupan serat tidak
cukup
– Asupan cairan
tidak cukup

6. Ansietas b.d rencana pembedahan dan rasa malu

Tabel 2.6 Intervensi Keperawatan


Ansietas
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
6 Defenisi:  Anxiety self- Anxienty Reduction
Perasaan yang tidak control ( Penurunan
nyaman atau  Anxiety level Kecemsan)
kekhawatiran yang samar  Coping 1. Gunakan
disertassi respond Kriteria hasil: pendekatan yang
autonomy( sumber sering  Klien mampu menenangkan
kali tidak spesifik atau mengidentifikasi 2. Nyatakan jelas
tidak diketahui oleh dan harapan terhadap
individu); perssaan takut mengungkapkan pelaku Pasien
yang disebakan oleh gejala cemas 3. Jelaskan semua
antisipasi terhadap  Mengidentifikasi prosedur dan apa
bahaya. Hal ini mengungkapkan yang di rasakan
merupakan isyarat dan menunjukkan selama prosedur
kewaspadaan yang teknik untuk 4. Pahami presfektif
memperingatkan individu mengontrol stress pasien terhadap
untuk bertindak  Postur tubuh, situasi stress
menghadapai ancaman. ekspresi wajah, 5. Temani pasien
Batasan karakteristik: bahasa tubuh dan untuk memberikan
 Perilaku tingkatan aktivitas keamanan dan
– Penurunan menunjukkan mengurangi rsa
produktivitas berkurangnya takut
– Gerakan yang kecemasan 6. Dorong keluarga
irelevan lakukan neck/rub
– Gelisah 7. Dengarkan dengan
– Melihat sepintas penuh perhatian
– Insomnia 8. Identifikasi
– Kontak mata yang tingkat kecemasan
buruk 9. Bantu pasiem
– Mengekspresikan mengenal situasi
kekhawatiran yang
– Agitasi menimbulkan
– Mengintai kecemasan
 Affektif: 10. Instruksikna
– Gelisah, distress pasien
– Kesedihan yang mengunakan
mendalam teknik relaksassi
– Ketakutan 11. Berikan obat
– Perasaan tidak untuk mengurangi
adekuat 32 kecemasan
– Berfokus pada diri
sendiri
– Gugup senang
– Bingung menyesal
– Khawatir
 Fisiologis
– Ejah tegang,
tremor
– Penigkatan
keringat
– Peningkatan
ketegangan
 Simpatik:
– Anoreksia
– Diare, mulut
kering
– Wajah merah
– Kesulitan bernafas
– Peningkatan
denyut nadi
– Lemah
 Parasimpatik:
– Nyeri abdomen
– Penurunan
tekanan darah
– Diare, mual
muntah
– Sering berkemih
– Letih ganggua
tidur
 Kognitif
– Menyadari gejala
fisiologis
– Bloking
– Kesulitan
konsentrasi
– Ketakutan
terhadap
kosekuensi
– Lupa
– Khawatir,
melamun
Faktor yang
berhubungan:
 Perubahan dalam
status ekonomi,
lingkungan,
kesehatan, pola
interaksi, fungsi
peran, statsu peran
 Pemajanan toksin
 Terkait keluarga
 Infeksi
 Penularan penyakit
 Stress
 Penyalagunaan zat
 Konflik tidak 33
disadari
 Kebutuhan yang
tidak terpenuhi
d. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah

direncanakan dalam rencana perawatan. Dalam tahap ini perawat

harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik,

dan perlindungan pada Klien, teknik komunikasi, kemampuan

dalam prosedur tindakan.[ CITATION Ind17 \l 1033 ]

e. Evaluasi

Evaluasi dalam Keperawatan merupakan kegiatan dalam

menilai Tindakan Keperawatan yang telah di tentukan, untuk

mengetahui pemenuhan kebutuhan Klien secara optimal dan

mengukur hasil dari proses keperawatan. Evaluasi dilakukan dengan

Subjektif, Objektif, Assesment, Planning (SOAP) dan disesuaikan

dengan Kriteria Hasil yang terdapat pada Intervensi

Keperawatan[ CITATION Azi17 \l 1033 ].

34

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain studi dokumentasi dan pustaka

untuk mengeksplorasi masalah Asuhan Keperawatan Ny”A” yang

Mengalami Post Op Hemoroid dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut di

Ruang Merak Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

B. Subyek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah pasien Post Op Hemoroid dengan

masalah keperawatan nyeri Akut di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

C. Fokus Studi

Fokus studi dalam karya tulis ilmiah penelitian ini adalah Klien Post Op

Hemoroid dengan masalah keperawatan Nyeri Akut.

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut :

1) Kriteria inklusi

a) Klien yang dirawat inap di RS Bhayangkara dengan diagnose medic

Hemoroid.

b) Klien dengan diagnose Hemoroid yang mengalami masalah Nyeri.

c) Klien yang dirawat inap lebih 3 hari selama penelitian.

2) Kriteria eksklusi

a) Perubahan diagnosa medis

b) Pasien meninggal

c) Tidak bersedia untuk diteliti

35

D. Definisi Operasional Fokus Studi


Post Op Hemoroid adalah pembengkakan dan peradangan pembuluh

vena pada anus. Hemoroid adalah penyakit wasir atau ambeien merupakan

penyakit yang sangat umum terjadi di masyarakat dan sudah ada sejak jaman

dahulu.

Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik yang dirasakan seseorang

ditandai dengan kerusakan jaringan baik secara actual maupun potensial

yang menimbulkan sensasi tidak menyenangkan dan berlangsung kurang

lebih 3 bulan dengan intensitas ringan hingga berat sehingga berpengaruh

terhadap aktivitas, bahkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar.

E. Instrumen Penelitian

Pada kasus ini instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data

adalah :

1. Format Pengkajian Bedah

2. Lembar observasi Nyeri

F. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, teknik

yang akan peneliti gunakan adalah sebagai berikut :

Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah

tekhnik observasi dan dokumentasi pustaka :

a) Observasi (pengamatan)

Menurut [CITATION Azi18 \l 1033 ] observasi adalah perilaku klien/

pasien sangat vital. Observasi ini berlangsung selama perawat melakukan

wawancara terhadap pasien yang bertujuan


36 untuk mengumpulkan data

pasien bisa menambah ketajaman data yang perawat peroleh.


Dalam studi kasus ini observasi pada klien hemoroid adalah nyeri

yang dirasakan klien.

b) Dokumentasi

Menurut [ CITATION Azi18 \l 1033 ], menyatakan dokumentasi

yaitu tulisan (paper), tempat (place), dan kertas atau orang, namun ada

juga peneliti dapat menyelidiki benda-benda tertulis.

Peneliti dalam pendokumentasian dapat juga melihat dan mempelajari

catatan medik, catatan keperawatan dan hasil-hasil pemeriksaan

(penunjang/laboratorium).

c) Studi kepustakaan

Menurut [CITATION Azi18 \l 1033 ], menyatakan mencari

rangka landasan teoritis dari permasalahan yang ada seperti

mengumpulkan bahan-bahan dan buku keperawatan maupun

sumber lain yang berkaitan dengan hemoroid.

G. Lokasi & Waktu Penelitian

1) Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di ruang merak RS Bhayangkara

Makassar.

2) Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 06 s/d 08 Juli 2020 .

H. Analisa Data dan Penyajian Data

Analisis data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya


37
dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis data yang digunakan

dengan cara menarasikan jawaban-jawaban yang diperoleh dari hasil


interprestasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab

rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh

peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data. Untuk selanjutnya

di interprestasikan dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk

memberikan rekomendasi dan intervensi tersebut.

I. Etika Penelitian

Etika penelitian berkaitan dengan beberapa norma, yaitu norma sopan-

santun yang memperhatikan konvensi dan kebiasaan dalam tatanan di

masyarakat, norma hokum mengenai pegenaan sanksi ketika terjadi

pelanggaran, dan norma moral yang meliputi itikad dan kesadaran yang baik

dan jujur dalam penelitian. Yang perlu diperhatikan antara lain sebagai

berikut :

1) Informed Consent

Informed consent yaitu suatu lembar persetujuan yang diberikan

oleh peneliti kepada responden untuk menjalankan suatu kegiatan atau

tindakan yang berhubungan dengan penelitian. Adapun isi informed

consent yaitu:

a) Penjelasan manfaat penelitian

b) Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat

ditimbulkan

c) Penjelasan manfaat yang akan didapatkan

d) Persetujuan penelitian dapat menjawab setiap pertanyaan yang

diajukan subyek berkaitan dengan prosedur


38 penelitian

e) Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja


f) Jaminan anonimitas dan kerahasiaan

2) Anonimity (tanpa nama)

Dalam melakukan penelitian peneliti juga harus menjaga privacy

atau kerahasiaan responden dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang disajikan, untuk menghindari hal-hal yang tidak

diinginkan responden. Jadi, Cukup dengan memberikan kode atau tanda

pada lembar pengumpulan data.

3) Confidentiality (kerahasiaan)

Apabila telah selesai dilakukan penelitian.Peneliti harus

memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian kepada responden,

baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang

telah dikumpulkan telah dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

39

Anda mungkin juga menyukai