Anda di halaman 1dari 12

MODUL PERKULIAHAN

Etika
Kewarganegara
an

Bahan Ajar untuk digunakan


dalam Perkuliahan di
Universitas Mercu Buana

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

02
Ilmu Komputer Sistem Informasi U001700007 Andi Setiawan S.Pd. S.H. M.H.

Abstract Kompetensi
Pentingnya mempelajari tujuan dan Mahasiswa mampu memahami
landasan pendidikan tujuan dan landasan pendidikan
kewarganegaraan, serta teori sistem kewarganegaraan, serta teori sistem
manajemen nasional manajemen nasional

Tujuan dan Landasan Pendidikan


Kewarganegaraan serta Teori Sistem
Manajemen Nasional

A. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Belajar tentang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada dasarnya adalah belajar tentang
keindonesiaan, belajar untuk menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia, membangun
rasa kebangsaan, dan mencintai tanah air Indonesia. Oleh karena itu, seorang sarjana atau
profesional sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang terdidik perlu memahami
tentang Indonesia, memiliki kepribadian Indonesia, memiliki rasa kebangsaan Indonesia,
dan mencintai tanah air Indonesia. Dengan demikian, ia menjadi warga negara yang baik
dan terdidik (smart and good citizen) dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang
demokratis.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan


Tinggi, program sarjana merupakan jenjang pendidikan akademik bagi lulusan pendidikan
menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui penalaran ilmiah. Lulusan program sarjana diharapkan akan menjadi intelektual
dan/atau ilmuwan yang berbudaya, mampu memasuki dan/atau menciptakan lapangan kerja,
serta mampu mengembangkan diri menjadi profesional.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dikemukakan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dapat menjadi
sumber penghasilan, perlu keahlian, kemahiran, atau kecakapan, memiliki standar mutu,
ada norma dan diperoleh melalui pendidikan profesi. Apakah profesi yang akan Anda capai
setelah menyelesaikan pendidikan sarjana atau profesional? Perlu Anda ketahui bahwa apa
pun kedudukannya, sarjana atau profesional, dalam konteks hidup berbangsa dan
bernegara, bila memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan,
maka Anda berstatus warga negara.

‘1 Etika Kewarganegaraan
3 2 Andi Setiawan S.Pd., S.H.,M.H.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Tujuan pendidikan kewarganegaraan di mana pun umumnya bertujuan untuk membentuk
warga negara yang baik (good citizen).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional yang menekankan pada pembentukan warga negara agar memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air,
Secara historis, pendidikan kewarganegaraan dalam arti substansi telah dimulai jauh
sebelum Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka. Dalam sejarah kebangsaan
Indonesia, berdirinya organisasi Boedi Oetomo tahun 1908 disepakati sebagai Hari
Kebangkitan Nasional karena pada saat itulah dalam diri bangsa Indonesia mulai tumbuh
kesadaran sebagai bangsa walaupun belum menamakan Indonesia.
Setelah berdiri Boedi Oetomo, berdiri pula organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan
lain seperti Syarikat Islam, Muhammadiyah, Indische Party, PSII, PKI, NU, dan organisasi
lainnya yang tujuan akhirnya ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda.

Pada tahun 1928, para pemuda yang berasal dari wilayah Nusantara berikrar menyatakan
diri sebagai bangsa Indonesia, bertanah air, dan berbahasa persatuan bahasa Indonesia.
Pada tahun 1930-an, organisasi kebangsaan baik yang berjuang secara terang-terangan
maupun diam-diam, baik di dalam negeri maupun di luar negeri tumbuh bagaikan jamur di
musim hujan. Secara umum, organisasi-organisasi tersebut bergerak dan bertujuan
membangun rasa kebangsaan dan mencita-citakan Indonesia merdeka. Indonesia sebagai
negara merdeka yang dicita-citakan adalah negara yang mandiri yang lepas dari penjajahan
dan ketergantungan terhadap kekuatan asing. Inilah cita-cita yang dapat dikaji dari karya
para Pendiri Negara-Bangsa (Soekarno dan Hatta).

Akhirnya Indonesia merdeka setelah melalui perjuangan panjang, pengorbanan jiwa dan
raga, pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia
menyatakan kemerdekaan Indonesia.

Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan, melepaskan diri dari penjajahan, bangsa


Indonesia masih harus berjuang mempertahankan kemerdekaan karena ternyata penjajah
belum mengakui kemerdekaan dan belum ikhlas melepaskan Indonesia sebagai wilayah
jajahannya. Oleh karena itu, periode pasca kemerdekaan Indonesia, tahun1945 sampai saat
ini, bangsa Indonesia telah berusaha mengisi perjuangan mempertahankan kemerdekaan
melalui berbagai cara, baik perjuangan fisik maupun diplomatis. Perjuangan mencapai
kemerdekaan dari penjajah telah selesai, namun tantangan untuk menjaga dan
mempertahankan kemerdekaan yang hakiki belumlah selesai.

‘1 Etika Kewarganegaraan
3 3 Andi Setiawan S.Pd., S.H.,M.H.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dari penyataan ini tampak bahwa proses perjuangan untuk menjaga eksistensi negara-
bangsa, mencapai tujuan nasional sesuai cita-cita para pendiri negara-bangsa (the founding
fathers), belumlah selesai bahkan masih panjang. Oleh karena itu, diperlukan adanya
proses pendidikan dan pembelajaran bagi warga negara yang dapat memelihara semangat
perjuangan kemerdekaan, rasa kebangsaan, dan cinta tanah air.

PKn pada saat permulaan atau awal kemerdekaan lebih banyak dilakukan pada tataran
sosial kultural dan dilakukan oleh para pemimpin negara dan bangsa.

Dalam pidato-pidatonya, para pemimpin mengajak seluruh rakyat untuk mencintai tanah air
dan bangsa Indonesia. Seluruh pemimpin bangsa membakar semangat rakyat untuk
mengusir penjajah yang hendak kembali menguasai dan menduduki Indonesia yang telah
dinyatakan merdeka.

Pidato-pidato dan ceramah-ceramah yang dilakukan oleh para pejuang,serta kyai-kyai di


pondok pesantren yang mengajak umat berjuang mempertahankan tanah air merupakan
PKn dalam dimensi sosial kultural. Inilah sumber PKn dari aspek sosiologis. PKn dalam
dimensi sosiologis sangat diperlukan oleh masyarakat dan akhirnya negara-bangsa untuk
menjaga, memelihara, dan mempertahankan eksistensi negara-bangsa.

Upaya pendidikan kewarganegaraan pasca kemerdekaan tahun 1945 belum dilaksanakan di


sekolah-sekolah hingga terbitnya buku Civics pertama di Indonesia yang berjudul Manusia
dan Masjarakat Baru Indonesia (Civics) yang disusun bersama oleh Mr. Soepardo, Mr. M.
Hoetaoeroek,Soeroyo Warsid, Soemardjo, Chalid Rasjidi, Soekarno, dan Mr.

‘1 Etika Kewarganegaraan
3 4 Andi Setiawan S.Pd., S.H.,M.H.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
J.C.T.Simorangkir. Pada cetakan kedua, Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan,
Prijono (1960), dalam sambutannya menyatakan bahwa setelah keluarnya dekrit Presiden
kembali kepada UUD 1945 sudah sewajarnya dilakukan pembaharuan pendidikan nasional.
Tim Penulis diberi tugas membuat buku pedoman mengenai kewajiban-kewajiban dan hak-
hak warga negara Indonesia dan sebab-sebab sejarah serta tujuan Revolusi Kemerdekaan
Republik Indonesia. Menurut Prijono, buku Manusia dan Masjarakat Baru Indonesia identik
dengan istilah “Staatsburgerkunde” (Jerman), “Civics” (Inggris), atau “Kewarganegaraan”
(Indonesia).

Secara politis, pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal dalam pendidikan sekolah dapat
digali dari dokumen kurikulum sejak tahun 1957 sebagaimana dapat diidentifikasi dari
pernyataan Somantri (1972) bahwa pada masa Orde Lama mulai dikenal istilah: (1)
Kewarganegaraan (1957); (2) Civics (1962); dan (3) Pendidikan Kewargaan Negara (1968).
Pada masa awal Orde Lama sekitar tahun 1957, isi mata pelajaran PKn membahas cara
pemerolehan dan kehilangan kewarganegaraan, sedangkan dalam Civics (1961) lebih
banyak membahas tentang sejarah Kebangkitan Nasional, UUD, pidato-pidato politik
kenegaraan yang terutama diarahkan untuk "nation and character building” bangsa
Indonesia.

Bagaimana sumber politis PKn pada saat Indonesia memasuki era baru, yang disebut Orde
Baru? Pada awal pemerintahan Orde Baru, Kurikulum sekolah yang berlaku dinamakan
Kurikulum 1968. Dalam kurikulum tersebut di dalamnya tercantum mata pelajaran
Pendidikan Kewargaan Negara. Dalam mata pelajaran tersebut materi maupun metode
yang bersifat indoktrinatif dihilangkan dan diubah dengan materi dan metode pembelajaran
baru yang dikelompokkan menjadi Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila, sebagaimana
tertera dalam Kurikulum Sekolah Dasar (SD) 1968 sebagai berikut.

Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa secara historis, PKn di Indonesia senantiasa
mengalami perubahan baik istilah maupun substansi sesuai dengan perkembangan
peraturan perundangan, iptek, perubahan masyarakat, dan tantangan global. Secara
sosiologis, PKn Indonesia sudah sewajarnya mengalami perubahan mengikuti perubahan
yang terjadi di masyarakat. Secara politis, PKn Indonesia akan terus mengalami perubahan
sejalan dengan perubahan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan, terutama perubahan
konstitusi.

B. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan

‘1 Etika Kewarganegaraan
3 5 Andi Setiawan S.Pd., S.H.,M.H.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
PendidikanNasional Pasal 1 Ayat (1). Mari kita perhatikan definisi pendidikan berikut ini.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU No.
20 Tahun 2003 Pasal 1).Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 37
Ayat (1) huruf b yang menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat pendidikan kewarganegaraan. Demikian pula pada ayat (2) huruf b dinyatakan
bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan kewarganegaraan.

Bahkan dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi lebih eksplisit dan tegas
dengan menyatakan nama mata kuliah kewarganegaraan sebagai mata kuliah wajib.
Dikatakan bahwa mata kuliah kewarganegaraan adalah pendidikan yang mencakup
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika untuk membentuk mahasiswa
menjadi warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

C. Teori Sistem Manajemen Nasional


Sebagaimana diketahui, Sismennas merupakan perpaduan dari tata nilai, struktur, fungsi
dan proses mencapai efisiensi dan efektivitas dalam menggunakan sumber dana dan
sumber daya nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Sebagai tata nilai
Sismennas merupakan usaha menyeluruh dengan mengintegrasikan karsa, sarana, dan
upaya untuk memberdayakan, mengubah, meningkatkan potensi menjadi kemampuan
nasional yang berdaya saing dalam mengatasi berbagai tantangan dan kendala yang
dihadapi.

Dengan sistem manajemen nasional yang baik diharapkan akan terjadi penguatan
ketahanan nasional yaitu kondisi dinamik bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan, yang
mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional, dalam rangka
mempertahankan eksistensi bangsa dan negara terhadap semua tantangan, ancaman,
hambatan, dan gangguan yang dihadapinya, baik yang datang dari dalam maupun dari luar
dalam segala bentuk dan manifestasinya. Beberapa indikator keberhasilan sismennas
dalam tannas dapat tercermin pada: kepemerintahan yang baik (Good Governance),
keamanan nasional yang relatif mapan dan adanya kepastian hukum dan kepastian masa
depan bagi seluruh penduduk, tingkat kesejahteraan rakyat yang memadai atau cukup
tinggi, baik lahiriah maupun bathiniah, sumber daya manusia (SDM) yang kompetitif.

‘1 Etika Kewarganegaraan
3 6 Andi Setiawan S.Pd., S.H.,M.H.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kesemua itu akan memungkinkan seluruh rakyat semakin bergairah untuk memberikan
peran-serta aktifnya dalam pembangunan.
Disisi yang lain perubahan teknologi baik teknologi informasi dan komunikasi, teknologi
manajemen, dan teknologi pendukung lain telah menyebabkan terjadinya pergeseran dalam
sistem manajemen modern termasuk dalam manajemen nasional[1]. Dengan adanya
teknologi informasi dan komunikasi yang lebih baik akan menyebabkan kemudahan dalam
pengelolaan data dan informasi. Struktur organisasi yang pada era sebelumnya cenderung
bersifat hirarkis fungsional akan menjadi lebih datar (flat) dan lintas komunikasi matrik.
Pendekatan baru dalam manajemen kualitas akan berpengaruh pada konsep pengelolaan
layanan masyarakat dimana pusat layanan (costumer satisfaction oriented) ada pada
masyarakat bukan lagi pada pemerintah.

Adanya pergeseran teknologi ini menyebabkan adanya gap antara sistem manajemen
nasional yang ada saat ini dengan sistem manajemen nasional yang lebih efisien dan efektif
dalam mencapai tujuan nasional. Tulisan ini mencoba mengungkap bagaimana sistem
manajemen nasional yang didukung oleh teknologi dapat meningkatkan ketahanan nasional
dengan lebih baik.

Tata Nilai Sismennas dan Teknologi

Ada tiga faktor dalam sismennas yang perlu diintegrasikan untuk dapat mencapai tujuan
nasional, yaitu karsa, sarana, dan upaya. Karsa adalah kehendak atau tujuan yang akan
dicapai. Kondisi ini akan menjadi arah agar aktivitas yang dilakukan tetap pada jalur
pencapaian yang diinginkan. Hal ini terkait dengan kemampuan di bidang idiologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, guna mengatasi berbagai
permasalahan nasional. Sarana merupakan wadah dan pemberdayaan segenap potensi
sumber daya dalam proses mencapai tujuan. Sarana merupakan faktor dominan dan sangat
diperlukan untuk pemilihan alternatif terbaik dan mendukung pengambilan kebijakan. Upaya
merupakan proses pengambilan keputusan dari berbagai dimensi melalui tranformasi
potensi menjadi kemampuan sesuai yang telah ditentukan.

Karsa nasional atau tujuan nasional haruslah berwawasan jauh ke depan. Tujuan nasional
ini akan menjadi haluan negara yang diturunkan menjadi beberapa pentahapan pencapaian;
baik jangka menengah (national objective) maupun jangka pendek (national target). Dalam
era sekarang ini untuk mentransformasikan sarana menjadi karsa tidak lepas dalam upaya
yang dilakukan akan menggunakan teknologi. Teknologi merupakan alat bantu yang dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan.

‘1 Etika Kewarganegaraan
3 7 Andi Setiawan S.Pd., S.H.,M.H.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dari sudut pandang administrasi negara, yang dimaksud dengan tata nilai adalah perpaduan
antara administrasi, organisasi, dan manajemen. Administrasi identik dengan faktor karsa,
sebagai penentu arah, tujuan, atau sasaran dan norma-norma atau cara-cara
pencapaiannya. Organisasi identik dengan faktor sarana, sebagai pewadahan potensi
sumber daya, sumber dana, serta unsur-unsur pendukung dan penunjang lainnya.
Manajemen identik dengan faktor upaya, berintikan cara bertindak meliputi perumusan,
pengendalian, pengawasan, dan penilaian dari organisasi sesuai yang digariskan oleh
administrasi. Tata hubungan faktor karsa, sarana, upaya dalam implementasi berwujud
menjadi perencanana, penganggaran, dan penyusunan program.

Perencanaan yang berkaitan dengan penentuan sasaran yang ingin dicapai sebagai faktor
karsa; Penganggaran yang berkaitan dengan pengerahan sumber daya dan sumber dana
sebagai faktor sarana; dan Penyusunan Program dan Kegiatan dengan menerapkan
teknologi dan manajemen yang baik adalah faktor upaya. Perpaduan antara faktor Karsa,
Sarana, dan Upaya merupakan tata nilai Sismennas dan menjadi pedoman agar
memperoleh keberhasilan sesuai yang diharapkan.

Struktur Sismennas dan Cascading Strategy


Sismennas sebagai pendekatan sistem (systemic approach) akan mencakup input, proses,
output, outcome, dan feedback. Input dalam Sismennas merupakan tatanan luar Sismennas
(Outer Setting) yang juga merupakan faktor lingkungan dari tatanan dalam, sebagai sumber
aspirasi kepentingan rakyat dan sumber kepemimpinan nasional. Untuk penyelenggaraan
pengambilan keputusan sesuai dengan kewenangan terkait[2] diperlukan proses input atau
arus masuk yang berasal dari kehidupan masyarakat dan kehidupan politik nasional[3].

Kedua faktor input ini berintikan aspirasi dan kepentingan rakyat. Proses dalam sismennas
merupakan rangkaian kegiatan dalam pengolahan respon[4] terhadap kondisi kehidupan
masyarakat dan politik nasional untuk dapat disesuiakan dengan tujuan nasional
menggunakan sumber daya yang dimiliki. Hasil dari aktivitas ini merupakan keputusan-
keputusan strategis, taktis, maupun operasional yang pada dasarnya merupakan tanggapan
Pemerintah atas berbagai aspirasi dan kepentingan rakyat. Output dari sismennas
terhimpun dalam proses arus keluar untuk selanjutnya disalurkan kembali agar terjadi
perubahan dalam tata kehidupan masyarakat dan politik nasional. Berbagai kebijakan ini
dituangkan dalam bentuk hierarki perundangan dan peraturan, sesuai dengan sifat
permasalahan, klasifikasi kebijakan, maupun instansi atau pejabat yang mengeluarkan.

‘1 Etika Kewarganegaraan
3 8 Andi Setiawan S.Pd., S.H.,M.H.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Feedback atau proses umpan balik, sebagai bagian dari siklus Sismennas, menghubungkan
Arus Keluar dengan Arus Masuk dan akan berproses kembali ke Tatanan Pengambilan
Keputusan Berkewenangan (TPKB). Dengan demikian maka secara prosedural Sismennas
merupakan siklus tak terputus dan berkesinambungan.

Leveling dalam proses pengelolaan sumber daya untuk mengubah input menjadi output
yang diinginkan, Sismennas berdasar cakupannya terbagi atas supra struktur, infra struktur,
dan sub struktur. Pendekatan ini merupakan cara untuk dapat mendefinisikan sistem
sebagai unit analisis dalam pengembangan dan pengambilan kebijakan. Dalam
Ketatanegaraan Indonesia pengelompokan tatanan menjadi (1) Supra Struktur; (2) Infra
Struktur, dan (3) Sub Struktur. Strata Supra Struktur adalah unsur Negara bersama unsur
Pemerintah yang dalam keseharian merupakan Kelembagaan Tinggi Negara. Supra struktur
lazim disebut unsur ”Birokrasi” atau ”Aparatur” yang mempunyai kewenangan dalam
pengambilan keputusan tingkat atas dalam bentuk kebijakan sesuai bidang dan
kewenangan masing-masing. Strata Infra Struktur adalah berbagai ”Komponen Bangsa”
yang memiliki kemampuan politis menyalurkan kepentingan dan aspirasi kehidupan
masyarakat. Strata Sub Struktur adalah unsur masyarakat yang mengacu pola kehidupan
sosial budaya, membentuk lingkungan hidup bersama secara tertib dan teratur[5].

Aspek Sismennas yang Handal dengan Teknologi

Pada usaha mencapai tujuan nasional, sismennas memiliki posisi kunci. Untuk dapat
mencapai tujuan tersebut, dalam sismennas perlu dibuat ukuran-ukuran (indicators) untuk
menilai kinerja (performance) dan capaian kualitas harus ditetapkan terlebih dahulu.
Indikator kinerja (performance indicator) adalah data atau fakta empiris yang dapat berupa
data kualitatif ataupun kuantitatif, yang menandai capaian dari perkembangan daya saing
bangsa sebagai outcome sismennas. Penentuan indikator kinerja dalam model sismennas
dapat digunakan untuk menggambarkan efisiensi, produktivitas, dan efektivitas dan faktor-
faktor yang dapat menunjukkan ketahanan nasional seperti: akuntabilitas, kemampuan
inovatif dalam konteks menjaga keberlangsungan bangsa dan kualitas masyarakat yang
telah diraihnya, dan suasana politik bangsa. Dengan kata lain, kualitas ketahanan nasional
dicerminkan dengan konvergensi dari seluruh indikator kinerja tersebut.

Pemanfaatan inovasi teknologi untuk membangun sismennas diharapakan akan dapat


meningkatkan efisiensi, produktivitas, efektivitas, akuntabilitas, dan kemampuan inovasi
bangsa. Inovasi teknologi yang relevan dalam implementasi sismennas akan mampu
meningkatkan ketahanan nasional sebagai tujuan nasional.

‘1 Etika Kewarganegaraan
3 9 Andi Setiawan S.Pd., S.H.,M.H.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Efisiensi dalam sismennas adalah kesesuaian antara masukan (termasuk sumberdaya)
dengan proses yang dilaksanakan. Tingkatan efisiensi dapat diperlihatkan dengan
bagaimana peran dan kinerja manajemen sumberdaya (TPKB) dalam pelaksanaan proses
tersebut. Tingkat efisiensi dapat dihitung berdasarkan perbandingan antara sumberdaya
yang telah dimanfaatkan dengan sumberdaya yang dapat/harus digunakan dalam
melaksanakan proses tersebut. Semakin kecil hasil perbandingan tersebut, maka semakin
kecil tingkat efisiensinya. Produktivitas adalah kesesuaian antara proses dengan keluaran
yang dihasilkan. Tingkat produktivitas umumnya diperlihatkan dengan perbandingan jumlah
keluaran yang dihasilkan dari suatu proses dengan memanfaatkan sumberdaya dengan
standar tertentu. Namun perlu diperhatikan, bahwa perubahan proses dapat mempengaruhi
tingkat produktivitas.

Efektivitas adalah kesesuaian antara tujuan atau sasaran dengan keluaran yang dihasilkan.
Tingkat efektivitas dapat diperlihatkan dengan membandingkan tujuan dengan hasil dari
proses (termasuk dampak yang dihasilkan). Akuntabilitas adalah tingkat
pertanggungjawaban yang menyangkut bagaimana sumberdaya yang diterima oleh
pemerintah di semua level baik supra, infra maupun sub struktur dimanfaatkan dalam upaya
dan kegiatan untuk mencapai tujuan nasional yang telah ditetapkan. Pertanggungjawaban
menyangkut tingkat efisiensi, kesesuaian dengan norma dan peraturan yg berlaku umum,
dsb. Kemampuan inovatif adalah tingkat fleksibilitas bangsa untuk bereaksi terhadap
perubahan sosial dalam masyarakat (TKM dan TPN). Didalam merencanakan dan
implementasi aktivitas fungsionalnya, setiap level struktur harus selalu memperhatikan dan
mengacu pada perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat. Setiap perubahan yang
terjadi di masyarakat akan berdampak pada TLP dan TAN. Apabila suatu bangsa tidak
mempunyai kemampuan inovasi atau tidak mampu mengakomodasi maupun mengantisipasi
perubahan yang terjadi, maka bangsa tersebut akan memiliki ketahanan nasional yang
rendah.

Teknologi dalam Pengambilan Keputusan Strategis Sismennas

Sebagaimana diketahui dalam sismennas keluarannya adalah kebijakan-kebijakan dalam


pengelolaan sumber daya untuk peningkatan ketahanan nasional tentu perlu didukung oleh
informasi yang terbaik dan lengkap. Peran teknologi yang handal menjadi sangat penting.
Inovasi teknologi dalam sismennas dilakukan untuk mengintegrasikan pulau-pulau informasi
yang tersebar baik antar level supra, infra, dan sub struktur maupun antar elemen dalam
sismennas. Ada beberapa ciri yang perlu dikembangkan dalam pengambilan kebijakan
nasional yang memanfaatkan teknologi, yaitu keterlibatan semua pihak, komprehensif,

‘1 Etika Kewarganegaraan
3 10 Andi Setiawan S.Pd., S.H.,M.H.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
keakuratan data, dan kedalaman analisis. Inovasi teknologi digunakan untuk memperbaiki
hal-hal tersebut.

Seperti halnya dalam manajemen modern, sismennas juga menekankan pentingnya


keterlibatan semua unsur/pihak yang ada dalam proses perencanaan dan pengambilan
keputusan. Keterlibatan tersebut sangat penting, karena harapan dan keinginan masyarakat
sebagai yang dilayani negara seharusnya dapat merupakan representasi harapan dan
keinginan tujuan nasional. Tingkat Komprehensif dari suatu proses analisis pengambilan
kebijakan nasional dengan memperhatikan astagatra akan dapat diperoleh benefit terbaik
bagi ketahanan nasional. Data yang digunakan untuk pengambilan kebijakan nasional harus
akurat, konsisten antara data satu dengan lainnya, dan sesuai dengan aspek atau isu
nasional yang merupakan sasaran nasional. Data yang digunakan untuk penyusunan
kebijakan nasional harus dengan jelas disebutkan sumbernya, keterkaitannya dengan isu
atau aspek yang dibahas, asumsi dasar penggunaan data tersebut, dan metodologi
pengumpulan data. Kualitas dari analisis pengambilan kebijakan nasional secara parsial
sudah dapat dilihat pada ketiga atribut diatas. Sebagai bukti lain bahwa telah dilakukan
analisis yang mendalam dalam berbagai aspek dan isu yang penting adalah adanya
gambaran keterkaitan yang jelas (“benang merah”) antara (1) permasalahan strategis
nasional yang berhasil di identifikasi dengan data pendukung analisis, (2) permasalahan
yang berhasil di identifikasi dengan program atau aktivitas yang diusulkan guna
meningkatkan ketahanan nasional, (3) kekuatan yang dimiliki dan peluang bangsa baik
secara nasional maupun regional yang dapat dimanfaatkan dengan program atau aktivitas
yang diusulkan.

‘1 Etika Kewarganegaraan
3 11 Andi Setiawan S.Pd., S.H.,M.H.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Asshiddiqie, J. 2006. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

Basrie, C. 2002. “Konsep Ketahanan Nasional Indonesia” dalam Kapita Selekta Pendidikan
Kewarganegaraan. Bagian II. Jakarta: Proyek Peningkatan Tenaga Akademik,
Dirjen Dikti, Depdiknas

Budimansyah, D (Ed). 2006. Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan


Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium PKN FPIPS UPI.
Budimansyah, D dan Suryadi. K. 2008. PKn dan Masyarakat Multikultural.
Bandung: Prodi PKn, Sekolah Pasca Sarjana UPI.
CICED. 1999. Democratic Citizens in a Civil Society: Report of the Conference on Civic
Education for Civil Society. Bandung: CICED.

Nugroho, Arissetyanto. Etika Berwarganegara : Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Universitas


Mercu Buana Indonesia.

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan


Tinggi. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan tinggi. Jakarta: Departeman
Pendidikan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

‘1 Etika Kewarganegaraan
3 12 Andi Setiawan S.Pd., S.H.,M.H.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai