NPM : 1206247240
KELOMOK :XB
Husnun Hamidah
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPARTEMEN BIOLOGI
2014
1
MORFOLOGI KAPANG DAN KHAMIR
A. TUJUAN
C. TEORI
2
dan Deuteromycota digolongkan dalam fungi tingkat rendah. Ascomycota dan
Basidiomycota dikatakan sebagai fungi tingkat tinggi karena memiliki hifa yang
bersekat (septate hypha) atau monocytic dan struktur generatif penghasil spora
aseksualnya didukung oleh struktur tangkai konidiofor tanpa adanya kotak spora,
sehingga spora aseksual yang dihasilkannya disebut konidia (Pelczar dkk. 1977:
304--315; Madigan dkk. 1997: 775).
Zygomycota dan Deuteromycota diakatakan sebagai fungi tingkat rendah
karena strukturnya yang tidak mempunyai sekat (septa) pada hifanya sehingga
disebut hifa coenocytic yang mempunyai banyak nukleus pada filamen hifa tanpa
dipisahkan oleh septa. Spora dihasilkan berada dalam kantung spora yang disebut
sporangium, yang terletak di ujung tangkai hifa aerial. Spora tersebut biasa
disebut dengan sporangiofor. Setiap sporangium dapat menghasilkan ratusan
spora (sporangiospora) (Tortora dkk. 2001: 335).
Secara non taksonomis, fungi dibedakan menjadi tiga jenis sesuai
penampakan morfologinya, yaitu khamir (Yeast), kapang (Moulds atau Molds),
dan cendawan (Mushroom). Khamir atau yeast merupakan satu-saunya fungi
uniseluler dan berbentuk bulat atau elips menyerupai bakteri tanpa alat gerak.
Meskipun demikian, sel khamir berbeda dengan sel bakteri karena khamir adalah
sel eukariot, ukurannya lebih besar daripada rata-rata ukuran sel bakteri dan
mekanisme berkembang biaknya berbeda. Jadi, khamir adalah sel yang lebih
sederhana dibandingkan fungi lainnya, tetapi struktur selnya lebih kompleks
daripada struktur bakteri (Volk & Wheeler 1993: 189).
Beberapa khamir tertentu dapat mengalami dimorfisme, yaitu membentuk
fase Y (yeast/khamir, bentuk sel tunggal) dan fase G (filamen, bentuk benang).
Sebagian besar khamir masuk ke dalam kelas Basidiomycetes dan Deuteromycota
(Fungi Imperfecti). Khamir dapat berkembang biak secara aseksual, yaitu dengan
pembelahan sel dan budding (tunas pada sel induk). (Jutono dkk. 1973: 36;
Alexopoulos dkk. 1996: 49--50).
Kapang atau Molds adalah fungi multiseluler yang memiliki bentuk filamen
yang bersifat saprofit atau parasit dan dapat bereproduksi dengan spora aseksual
maupun seksual. Jaringan tubuh kapang memanjang, bercabang-cabang dan dapat
membentuk filamen yang seperti benang yang disebut hifa. Kumpulan dari hifa-
hifa tersebut membentuk suatu struktur yang disebut miselium. Struktur meselium
tersebut membuat kapang lenih mudah untuk dikenali. Selain itu, kapang juga
3
memiliki struktur dinding sel dari selulosa dan zat kitin (McKane & Kandel 1996:
135;Volk & Wheeler 1993:185).
Dalam praktikum pengamatan morfologi kapang dan khamir secara
makroskopis, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Tekstur koloni yaitu keadaan permukaan koloni, misalnya granular
(butiran), wooly (kapas), velvetty (beludru), dan floccose (benang).
2. Warna koloni, misalnya Aspergillus sp. memiliki warna koloni hitam,
hijau-kuninh, hijau, putih, dan coklat.
3. Reverse bagian yang diamati merupakan bagian mikroorganisme tampak
bawah/dilihat dari dasar medium. Bagian yang diamati yaitu warna,
zonasi, dan radial furrow.
4. Zonasi yaitu tekstur yang terbentuk karena adanya pembagian wilayah
hifa aerial/generatif dan hifa vegetatif akibat pola pergiliran. Zonasi
berupa lingkaran-lingkaran yang menunjukkan perbedaan warna (terang
dan gelap).
5. Exudate drops adalah materi senyawa kimia hasil metabolit sekunder.
6. Radial Forrow yaitu garis – garis radial hasil pertumbuhan
mikroorganisme yang berpusat pada titik pertumbuhan dan menyerupai
jari-jari roda akibat perbedaan kecepatan tumbuh.
(Pelczar dkk. 1977: 292).
Sedangkan beberapa hal yang harus diperhatika dalam melakukan
pengamatan morfologi kapang secara mikroskopis antara lain:
1. Hifa
2. Spora seksual dan aseksual
3. Badan buah (fruiting body)
4. Dasar badan buah
5. Tangkai badan buah
6. Adanya bentuk khusus seperti Apofisa, stolon, rhizome, foot cell
(Jutono dkk. 1973: 24 – 25).
D. HASIL PENGAMATAN
4
2. Pengamatan mikroskopik kapang dan khamir
1. Pengamatan mikroskopik kapang
a. Nama biakan : Rhizopus sp.
b. Umur biakan : 5 hari
c. Medium : PDA
d. Perbesaran : 10 x 100
e. Pewarnaan : Lactophenol
f. Keterangan : a. sporangiofor
b. stolon d. kolumela
c. rhizoid e. apofise
f. sporangiospora
5
E. PEMBAHASAN
6
Kapang jenis Aspergillus sp.tergolong ke dalam filum Ascomycota yang
tergolong dalam fungi tingkat tinggi. Secara mikroskopis Aspergillus sp. memiliki
hifa bersekat (monocytic), spora aseksual yang tidak berada dalam sporangium
yang disebut konidiospora/konidia. Secara umum badan kapang Aspergillus sp.
ditopang oleh struktur batang yang disebut dengan konidiofor. Struktur tersebut
memiliki ujung melebar yang disebut dengan vesikel. Pada vesikel tersebut dapat
tumbuh sejumlah hifa. Hifa yang mengandung konidiaspora disebut fialid
(phialide), namun terdapat pula hifa yang menunjang fialid yang disebut metula
(metulae). Aspergillus sp. yang memiliki metula disebut sebagai bentuk biseriate,
sedangkan yang tidak memiliki metula disebut sebagai bentuk uniseriate (Ellis
dkk. 2007: 8).
Secara makroskopis kapang jenis Aspergillus sp. memiliki warna koloni
hitam, hijau, kuning, kuning-coklat, coklat, atau putih. Teksturnya tampak seperti
butiran tepung (powdery). Kapang Aspergillus sp. memiliki growing zone,
beberapa memiliki zonasi dan beberapa tidak, memiliki, exudate drops, dan radial
furrow (Gandjar 1992: 30).
7
Kapang Penicillium sp. seperti halnya Aspergillus sp. merupakan anggota dari
filum Ascomycota. Secara mikroskopis struktur morfologi Penicillium sp. terdiri
atas tangkai berupa konidiofor yang bercabang-cabang. Cabang dari konidiofor
dinamakan ramus, yang bercabang lagi membentuk ramulus. Setiap ramulus akan
menopang beberapa metula yang menyokong fialid (Gandjar dkk 1992: 27).
Beberapa literatur menyebutkan bahwa ramus merupakan one-stage branched dan
ramulus merupakan two-stage branched. Beberapa Penicillium sp. memiliki
hingga three-stage branched (Ellis dkk. 2007: 108).
Secara makroskopis, penampakan koloni Penicillium sp. berwarna nuansa
hijau terkadang juga putih. Warna hijau dari Penicillium sp. tersebut merupakan
warna dari spora. Tekstur dari Penicillium sp. berbentuk velvetty atau beludru.
Penicillium sp. memiliki reverse yang berwarna putih kuning, tanpa zonasi dan
radial furrow. Koloni Penicillium sp. memiliki exudate drops berwarna kuning
atau bahkan beberapa berwarna bening (Gandjar dkk. 1999: 90).
8
lingkungan ruangan dalam rumah, lingkungan gurun, lingkungan tanah hutan, air
sungai yang terpolusi, serasah daun, rhizosfer kacang tanah dan tomat (Carlile &
Watkinson 1995: 50; Gandjar dkk. 1999: 90).
Hasil praktikum pengamatan morfologi kapang secara makroskopis dan
mikroskopis menunjukkan hasil yang beragam. Pengamatan Rhizopus sp.
berumur 5 hari, secara makroskopis diperoleh bahwa koloni Rhizopus sp.
memiliki warna putih keabu-abuan apabila diamati dari front sedangkan apabila
diamati secara reverse tampak putih kekuningan akibat terhalang oleh warna dari
medium agar, dengan tekstur koloni menyerupai serabut kapas (wooly) atau asap
(smoky). Koloni tersebut tidak terdapat adanya radial furrow, exudate drops,
growing zone , maupun zonasi Hal tersebut telah sesuai dengan literatur.
Secara mikroskopis, koloni Rhizopus sp.yang kami amati tampak seperti
sebuah batang dengan ujung membulat hitam sama halnya dengan gambar di atas,
hanya saja bagian-bagiannya tidak tampak jelas. Dari gambar yang kami peroleh
dari pengamatan, yang dapat diamati hanya bagian sporangiofor, stolon, rhizoid,
dan sporangium dengan sporangiospora. Tampak pula hifa yang tidak bersekat.
Hasil praktikum kapang Aspergillus sp. yang berumur 7 hari secara
makroskopis dapat dilihat bahwa tekstur berupa butiran (powdery), warna koloni
hitam kehijauan apabila dilihat dari depan, memiliki growing zone, radial furrow,
exudate drops, dan tanpa adanya zonasi. Ketika diamati secara reverse tampak
warna tampak keputihan dan memiliki radial furrow. Hal tersebut sebagian besar
sudah sesuai dengan yang ada pada literatur. Pengamatan secara mikroskopis
menunjukkan hasil yang tidak dapat diamati dengan jelas. Struktur dari
Aspergillus sp. tidak dapat dibedakan antara konidiofor, vesikel, dan
fialid/metulanya. Hal tersebut dikarenakan dalam pembuatan preparat saat
pengambilan sampel kemungkinan tidak dilakukan dengan hati-hati dan benar,
sehingga ketika diamati yang diperoleh hanya spora dari Aspergillus sp.
Hasil praktikum kapang Penicillium sp. yang berumur 7 hari, secara
makroskopis, menunjukkan bahwa tekstur koloni seperti beludru (velvetty), warna
koloni putih abu-abu kehijauan jika diamati dari depan, memiliki growing zone,
tidak memiliki radial furrow, exudate drops, dan zonasi, sedangkan apabila
diamati dari reverse, warna koloni tampak putih kekuningan tanpa radial furrow
9
dan zonasi. Hal tersebut telah sesuai dengan literatur. Pengamatan secara
mikroskopis menunjukkan struktur yang sesuai dengan literatur. Visual preparat
menunjukkan adanya konidiofor Penicillium sp. yang bercabang-cabang, namun
penentuan atara filaid dengan metula tidak dapat dilakukan karena gambar yang
terlalu kecil.
Pengamatan morfologi kapang secara mikroskopis tersebut digunakan suatu
larutan untuk membuat preparat yaitu larutan laktofenol atau laktofenol cotton
blue. Larutan tersebut berfungsi untuk mencegah penguapan dan pengerutan sel
kapang, serta memberikan warna biru sehingga sel mudah diamati (Salle 1961:
153; Jutono dkk. 1973: 32).
10
Praktikum pengamatan khamir, mikroorganisme yang digunakan ialah
Candida albicans dalam medium YMB (Yeast Malt Broth) berumur 1 hari.
Berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopik, koloni Candida albicans
berwarna putih seperti keruh pada larutan coklat emas. Berdasarkan pengamatan
secara mikroskopik, bentuk sel Candida albicans adalah bulat atau oval. Bentuk
sel Candida albicans tersebut sebagian telah mengalami budding (muncul sel
baru) menjadi bentuk dua bulatan yang tidak terpisah seperti pin Bowling.
Apabila (sel baru) bulatan kedua muncul di salah satu ujung dari sel induk maka
disebut sebagai tipe unipolar, namun bila muncul dikedua kutub sel induk disebut
tipe bipolar. Akan tetapi, terdapat pula muncul bulatan-bulatan yang berantai
menyerupai hifa, tipe tersebut diakatakan sebagai pseudomicelium. Sel yang baru
terbentuk tersebut semakin lama semakin besar dan memisahkan diri dari sel
induknya (Madigan dkk. 1997: 776). Hasil pengamatan menunjukkan sebagian
besar sel Candida albicans yang diamati bertipe unipolar.
Larutan yang digunakan untuk pengamatan khamir Candida albicans tersebut
menggunakanmethylene blue. Hal tersebut disebabkan karena methylene blue
merupakan cat yang bermuatan positif atau basic dye sehingga akan menimbulkan
visual yang tampak lebih jelas apabila diamati di bawah mikroskop (Tortora dkk.
2001: 69).
F. KESIMPULAN
11
2. Kapang tingkat tinggi dan tingkat rendah dapat dibedakan dari ada
tidaknya sekat pada hifa dan jenis spora aseksualnya.
G. DAFTAR ACUAN
12
LAMPIRAN
Tampak Depan
Tampak Belakang
13
14