Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM PENENTUAN MASSA JENIS ZAT CAIR DENGAN METODE

PIKNOMETER
A. Latar Belakang
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat dibanding dengan
volume zat pada suhu tetentu (Biasanya 25oC). Sedangkan rapat jenis adalah
perbandingan antara bobot jenis suatu zat dengan bobot jenis air pada suhu tertentu
(biasanya dinyatakan sebagai 25o/25o, 25o/4o, 4o/4o). Untuk bidang farmasi, biasanya
25o/25o (Anonim,2006).
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat terhadap air dengan volume yang
sama ditimbang di udara pada suhu yang sama (Anonim,1979).
Menurut defenisi, rapat jenis adalah perbandingan yang dinyatakan dalam
desimal, dari berat suatu zat terhadap berat dari standar dalam volume yang sama kedua
zat mempunyai temperature yang sama atau temperature yang telah diketahui. Air
digunakan untuk standar untuk zat cair dan padat, hydrogen atau udara untuk gas.
Dalam farmasi, perhitungan bobot jenis terutama menyangkut cairan, zat padat dan air
merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar karena mudah didapat
dan mudah dimurnikan (Ansel H.C, 1989).
Ada beberapa alat untuk mengukur bobot jenis dan rapat jenis, yaitu
menggunakan piknometer, neraca hidrostatis (neraca air), neraca Reimann, neraca
Mohr Westphal (Sutoyo,1993).
Metode Piknometer . Pinsip metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan
dan penentuan rungan yang ditempati cairan ini. Ruang piknometer dilakukan dengan
menimbang air. Menurut peraturan apotek, harus digunakan piknometer yang sudah
ditera, dengan isi ruang dalam ml dan suhu tetentu (20oC). Ketelitian metode
piknometer akan bertambah sampai suatu optimum tertentu dengan bertambahnya
volume piknometer. Optimun ini terletak sekitar isi ruang 30 ml. Ada dua tipe
piknometer, yaitu tipe botol dengan tipe pipet (Roth, Herman J, 1994).

B. Tujuan Percobaan
Untuk mengatahui bobot jenis dari suatu zat cair dengan menggunakan alat piknometer.

C. Prinsip Percobaan
Menetukan kerapatan dan bobot jenis cairan
Penentuan bobot jenis dengan menimbang piknometer kosong dan piknometer yang
telah diisi sampel, lalu selisih penimbangan dibagi dengan volume piknometer yang
ditentukan sebagai bobot jenis lalu dibandingkan dengan bobot jenis air suling untuk
mendapatkan rapat jenisnya.

D. Alat Dan Bahan


Alat : Bahan:
• Piknometer 10 ml Aquades
• Cawan petri Etanol
• Neraca analitik Kloroform
• Bekerglass 200 ml Sampel
• Pipet tetes Zat padat
• Termometer Zat padat

E. Prosedur Percobaan
a. Penentuan volume piknometer pada suhu percobaan

Timbang piknometer yang kering dan bersih isi air hingga penuh

Tutup biarkan terbuka tutup kembali

Rendam dalam air es Timbang Piknometer

b. Zat padat yang kerapatannya lebih besar daripada air


F. Data Hasil Pengamatan

No Penimbangan Zat Hasil Penimbangan


1. Piknometer Kosong 12, 56 g
2. Piknometer + Air 23,18 g
3. Piknometer + Sampel 23,59 g
4. Piknometer + Etanol 21,36 g
5. Piknometer + Kloroform 28,53 g
6. Piknometer + peluru+air 27,29 g
7. Piknometer + lilin+peluru+air 25,73 g

Perhitungan
1. Penentuan volume piknometer pada suhu percobaan
Bobot piknometer + air = 23,18 g
Bobot piknometer kosong = 12,56 g
Bobot air = ((Berat piknometer + air) – Berat piknometer kosong)
= 23,18 gram - 12,56 gram
= 10,62 gram
Kerapatan air = 0,996 g/ml
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟(𝑔𝑟𝑎𝑚)
Volume piknometer (Vp) =
𝑝 𝑎𝑖𝑟 (𝑔/𝑚𝑙)
10,62
= = 10,662 ml
0,996

2. Penentuan kerapatan dan berat jenis sampel


Bobot sampel + piknometer = 23,59 g
Bobot piknometer kosong = 12,56 g
Berat Sampel = (Berat piknometer + sampel – Berat
piknometer kosong)
= 23,59 gram - 12,56 gram
= 11,03 gram
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟(𝑔𝑟𝑎𝑚)
Volume piknometer (Vp) = 𝑝 𝑎𝑖𝑟 (𝑔/𝑚𝑙)

= 10,662 ml
Kerapatan air (ρ air) = 0,996
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 11,03
Kerapatan Sampel (ρ sampel) = = 10,662 = 1,0345 g/ml
𝑉𝑝
𝜌 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 11,03
Berat jenis sampel (d) = = = 1,0386
𝜌 𝑎𝑖𝑟 10,662

3. Penentuan kerapatan dan berat jenis Etanol


Bobot etanol + piknometer = 21,36 g
Bobot piknometer kosong = 12,56 g
Berat Etanol = (Berat piknometer + etanol – Berat
piknometer kosong)
= 21,36 gram – 12,56 gram
= 8,8 gram
Volume piknometer = 10,662 ml
Kerapatan air = 0,996
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 8,8
Kerapatan Etanol (ρ) = = 10,662 = 0,825 g/ml
𝑉𝑝
𝜌 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 0,825
Berat jenis Etanol (d) = = = 0,828
𝜌 𝑎𝑖𝑟 0,996

𝑃𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑢𝑚−𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒
Penyimpangan = 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒
0,828−0,8119
= 𝑥 100% = 1,98 %
0,8119

4. Penentuan kerapatan dan berat jenis Kloroform


Bobot kloroform + piknometer = 28,53 g
Bobot piknometer kosong = 12,56 g
Berat Etanol = (Berat piknometer + kloroform – Berat
piknometer kosong)
= 28,53 gram – 12,56 gram
= 15,97 gram
Volume piknometer = 10,662 ml
Kerapatan air = 0,996
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 15,97
Kerapatan Kloroform (ρ) = = 10,662 = 1,497 g/ml
𝑉𝑝
𝜌 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 1,497
Berat jenis Kloroform (d) = = = 1,503
𝜌 𝑎𝑖𝑟 0,996

𝑃𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑢𝑚−𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒
Penyimpangan = 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒
1,503−1,48
= 𝑥 100% = 2,3 %
1,48

5. Penentuan Kerapatan Peluru


Pikno + air (a+b) = 27,18 g
Pikno kosong (a) = 14,34 g
Berat Peluru (x) = 0,61 g
Pikno+peluru+air (d) = 27,29 g
Massa air yang tumpah = d-x-a
= 27,29 – 0,61 – 14,34 = 12,34 g
Volume peluru (Vp) = b- (d-x-a)
= 12,84 – 12,34
= 0,5
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑃𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢
Kerapatan Peluru (ρ) = 𝑉𝑝
0,61
= = 1,22 g/mL
0,5

6. Penentuan Kerapatan Lilin


Pikno + air (a+b) = 27,18 g
Pikno kosong (a) = 14,34 g
Berat Peluru (x) = 0,66 g
Peluru + lilin (y) = 0,71
Pikno+peluru+lilin (d) = 25,73 g
Massa Lilin (ML) = (y-x)
= 0,71 - 0,66 = 0,05
Massa air yang tumpah = (d-x-a)
= 25,73 – 0,66 – 14,34 = 10,73 g
Volume lilin = b- (d-x-a)
= 12,84 – 10,73
= 2,11
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐿𝑖𝑙𝑖𝑛
Kerapatan Peluru (ρ) = 𝑉𝑝
0,05
= 2,11 = 0,023 g/mL
G. Pembahasan
Berat jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat dibanding
dengan volume zat pada suhu tertentu (biasanya pada suhu 25ºC), sedangkan rapat
jenis (specific gravity) adalah perbandingan antara bobot zat pada suhu tertentu. Berat
jenis didefenisikan sebagai perbandingan kerapatan suatu zat terhadap kerapatan air.
Harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang sama, jika dengan tidak cara lain
yang khusus. Oleh karena itu, dilihat dari defenisinya, istilah berat jenis sangat lemah.
Akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai kerapatan relatif. Berat jenis adalah
perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni.
Kerapatan merupakan perbandingan mass per volume suatu zat pada suhu yang
dikehendaki. Kerapatan dilambangkan dengan  dengan satuan g/ml. Adapula guna
menghitung nilai kerapatan yaitu untuk menghitung kemurnian suatu zat. Berbeda
halnya dengan berat jenis, berat jenis merupakan perbandingan kerapatan suatu zat
dengan kerapatan air tanpa pmenghasilkan suatu satuan. Semakin besar massa benda
maka semakin besar pula kerapatan yang dimiliki, sedangkan semakin besar nilai
volumenya maka semakin kecil kerapatan yang dimiliki. Bobot jenis dipengaruhi oleh
besar atau kecilnya nilai kerapatan, semakin besar kerapatan maka berat jenis juga
semakin besar.
Dalam bidang farmasi bobot jenis dan rapat jenis suatu zat atau cairan
digunakan sebagai salah satu metode analisis yang berperan dalam menentukan
senyawa cair, digunakan pula untuk uji identitas dan kemurnian dari senyawa obat
terutama dalam bentuk cairan, serta dapat pula diketahui tingkat kelarutan/daya larut
suatu zat.Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bobot jenis suatu zat adalah :
1. Suhu ,pada suhu yang tinggi bahan yang diukur berat jenisnya dapat menguap
seperti halnya pada etanol 70%, sehingga dapat mempengaruhi bobot jenisnya
dan kerapatan meningkat. Oleh karena itu, digunakan suhu dimana biasanya
senyawa stabil pda suhu 25°C (suhu kamar).
2. Volume, jika volume besar maka bobot jenisnya akan berpengaruh pada massa
zat itu sendiri. Dimana ukuran partikel dari zat,bobot molekulnya serta
kekntalan dari suatu zat dapat mempengaruhi bobot jenisnya.
3. Tekanan, jika tekanan tinggi maka volume yang ditumpahkan pada zat
didinding luar piknometer meningkat dan volume yang ada didalamnya menjadi
lebih sedikit.
4. Konsentrasi, dalam suhu zat tinggi dalam kerapatannya pun meningkat dan
menghasilkan bobot jenis yang lebih meningkat.
5. Kekentalan/viskositas sutau zat dapat juga mempengaruhi berat jenisnya.
Hal pertama yang dilakukan adalah penimbangan piknometer. Kemudian
langkah selanjutnya adalah mengisi piknometer dengan air lalu menutupnya dengan
pelan. Piknometer dimasukkan kedalam air es agar volume air yang berada dalam
piknometer bertambah sehingga lebih akurat dalam menimbang massa air. Pengaruh
perubahan suhu yang terlalu cepat dapat menyebabkan cairan di dalam piknometer
memuai/menyusut dengan tidak semestinya, sehingga pada waktu ditimbang zat
tersebut memberikan hasil yang berbeda dengan yang telah ditentukan. Pada saat
pengukuran suhu diharapkan penurunan/kenaikan suhu dapat diamati, karena jika suhu
turun/naik melebihi dari yang telah ditentukan, tentu saja hasil yang diberikan akan
menyimpang.
Penentuan kerapatan bobot jenis zat cair digunakan etanol, kloroform dan
sampel. Sampel zat cair tersebut diuji kerapatan dan bobot jenisnya menggunakan
piknometer. Sebelumnya dilakukan penentuan volume piknometer pada suhu
percobaan, dimana dihasilkan Vp sebesar 10,662 ml. Volume piknometer tersebut
nantinya digunakan untuk mementukan kerapatan suatu zat cair. Adapun hasil
pengukuran kerapatan dan bobot jenis sampel didapat hasil berturut-turut adalah
1,0345 g/ml dan 1,0386. Hal tersebut menandakan bahwa sampel mempunyai
kerapatan dan bobot jenis lebih besar daripada air. Pada pengukuran kerapatan dan
bobot jenis etanol diperoleh hasil secara berturut-turut yaitu 0,825g/ml dan 0,828. Nilai
bobot jenis etanol pada literature adalah 0,8119. Adapun hasil penyimpangannya
sebesar 1,98%. Artinya nilai tersebut masih sedikit diberi toleransi karena hasilnya
tidak jauh berbeda dengan nilai yang ada pada literature. Sedangkan pada pengukuran
kerapatan dan bobot jenis kloroform diperoleh hasil secara berturut-turut yaitu 1,497
g/ml dan 1,503. Nilai bobot jenis kloroform pada literature adalah 1,48. Sama dengan
etanol, dilakukan perhitungan penyimpangan dari hasil asli pada literature. Adapun
hasil penyimpangannya sebesar 2,3%.
Pada penentuan kerapatan zat padat yang kerapatannya lebih besar daripada air,
digunakan zat atau bahan yaitu gotri (peluru). Gotri merupakan bola kecil, bulat, dan
marmer berukuran bijih besi diproduksi sebagai pakan untuk blast furnace. Peluru
tersebut dimasukkan kedalam piknometer lalu diisi penuh dengan aquades dan
kemudian ditutup. Sebuah peluru memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan
zat cair lainnya. Hal ini dikarenakan berat peluru besar dibandingkan volume peluru
sehingga didapat kerapatan yang besar. Kemudian kerapatan tersebut dibandingkan
dengan kerapatan yang dimiliki oleh air ternyata lebih besar. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin berat suatu zat maka kerapatan zat semakin besar
sedangkan semakin besar kerapatan maka semakin besar berat jenis zat.
Pada percobaan terakhir yaitu penentuan kerapatan zat padat yang kerapatannya
lebih kecil daripada air. Zat atau bahan yang digunakan adalah lilin. Secara fisik, lilin
ketika dimasukkan dalam air akan mengapung, untuk itu diperlukan suatu pemberat
agar lilin tersebut bisa tenggelam dan dihitung kerapatannya. Lilin terlebih dahulu
dicairkan dengan cara pemanasan. Dan kemudian dibalutkan pada peluru hingga
mengeras, sehingga lilin yang menempal pada peluru yang akan ditentukan
kerapatannya. Sama dengan perlakuan sebelumnya bobot air yang ditumpahkan oleh
adanya peluru dan lilin dalam piknometer sama dengan volume lilin, sehingga dapat
dihitung kerapatannya. Adapaun hasil kerapatan yang diperoleh pada percobaan
adalah 0,023 g/mL. Artinya nilai tersebut sudah benar karena nilai kerapatan lilin ini
lebih kecil daripada air.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyimpangan yaitu,
1. Penimbangan
Kesalahan akibat penimbangan ini bisa disebabkan karena timbangan yang
digunakan berganti-ganti. Sehingga hasil penimbangan antara timbangan yang satu
dengan yang lain belum tentu sama.
2. Cara penutupan piknometer yang salah
Cara penutupan piknometer yang terlalu cepat dapat menyebabkan air yang tumpah
terlalu banyak sehingga tentu mempengaruhi berat pada penimbangan.
3. Pengaruh perubahan suhu
Perubahan suhu yang terlalu cepat dapat menyebabkan cairan di dalam piknometer
memuai/menyusut dengan tidak semestinya, sehingga pada waktu ditimbang zat
tersebut memberikan hasil yang berbeda dengan yang telah ditentukan.
4. Piknometer yang belum kering dan bersih
Piknometer yang demikian belum bisa digunakan untuk penentuan kerapatan dan
bobot jenis, karena masih ada cairan/kontaminan yang tertinggal di dalamnya
sehingga tentu saja akan mempengaruhi hasil akhir.
5. Volume air yang tidak tepat
Volume air yang dimasukan ke dalam piknometer harus tepat dengan yang telah
ditentukan, karena jika terlalu banyak atau terlalu sedikit maka akan
mempengaruhi hasil akhir.
6. Sampel yang terkontaminasi
Sampel yang terkontaminasi tentu saja akan memberikan hasil yang menyimpang,
karena kemurnian zat tersebut sudah berbeda dengan zat yang masih murni.
H. Penutup
Berat jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa
jenis air murni. Bobot jenis dipengaruhi oleh besar atau kecilnya nilai kerapatan,
semakin besar kerapatan maka berat jenis juga semakin besar. Kerapatan dipengaruhi
oleh suhu, volume, tekanan, konsentrasi, dan tekanan. Kerapatan merupakan
perbandingan mass per volume suatu zat pada suhu yang dikehendaki. Berbeda halnya
dengan berat jenis, berat jenis merupakan perbandingan kerapatan suatu zat dengan
kerapatan air. Kerapatan dipengaruhi oleh volume dan massa. Semakin besar massa
benda maka semakin besar pula kerapatan yang dimiliki, sedangkan semakin besar nilai
volumenya maka semakin kecil kerapatan yang dimiliki.
Penyimpangan dapat terjadi karena beberapa faktor di antaranya, kesalahan
penimbangan, cara penutupan piknometer yang salah, pengaruh perubahan suhu yang
terlalu cepat, piknometer belum benar-benar kering dan bersih, volume air yang di
masukkan ke dalam piknometer tidak tepat, kebersihan, dan sampel yang
terkontaminasi.
I. Daftar Pustaka
Parrot, Eugene L. 1968. Pharmaceutical Technology. Penerbit Burgess Publishing
Company Iowa.
Ditjen POM . 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Ansel, Howart C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Ansel C. Howard.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Martin, Alfred. 1990. Farmasi Fisika Edisi I. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
R. Voight. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Kelima. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jilid III.Edisi III. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Roth, Hermann, J. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta: UGM-Press
Anief, M. 2003. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: UGM-Press.
Agoes, G. 2006. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB
Jones, D. 2008. FASTtrack: Pharmaceutics–Dosage Form and Design. London:
Pharmaceutical Press.
Kurniawan, D. W. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Langley, C. 2008. FASTtrack: Pharmaceutical Compounding and Dispensing. London:
Pharmaceutical Press.
Perrie, Y. 2010. FASTtrack: Pharmaceutics - Drug Delivery and Targeting. London:
Pharmaceutical Press.

Anda mungkin juga menyukai