Anda di halaman 1dari 4

PANDANGAN ISLAM TERHADAP SENI DAN ESTETIKA

A. Pandangan islam terhadap Seni dan estetika


Biasnya kebenaran antara berlebih lebihan dan kelalaian diantara masalah yang
paling rumit dalam kehidupan islam adalah yang berkaitan dengan hiburan dan seni.
Karena kebanyakan manusia sudah terjebak pada kelalaian dan melampaui batas
dalam hiburan dan seni yang memamg erat hubungannya dengan perasaan, hati serta
akal dan fikiran, namun, ternyata hiburan dan seni ini telah terkontaminasi oleh
kemewahan dan hedonisme daripada sisi estetika yang indah dan lurus.
Sebagian orang menggambarkan umat islam sebagai masyarakat ahli ibadah dan
kerja keras, maka tak ada tempat bagi orang yang lalai dan bermain main, tertawa
gembira, menyanyi dan bermain music. Tidak boleh bibir tersenyum, mulut tertawa,
hati senang dan tak boleh kecantikan terlukis dalam wajah wajah manusia.
Mungkin sebagian orang yang ekstrim setuju terhadap sikap mereka yang
bermuka masam, dahi berkerut, dengan penampilan seram dan orang yang keras,
putus harapan, gagal atau gagap. Namun sebenarnya, kepribadian yang buruk
sebenarnya kepribadian yang buruk ini bukanlah dari ajaran agama. Maksudnya,
mereka sendirilah yang mewajibkan tabiat buruk tersebut atas nama agama. Sementara,
agama sendiri tidak memerintahkannya, tetapi persepsi merekalah yang keliru.
Memang boleh saja mereka mengharuskan bersikap keras terhadap diri mereka
sendiri jika mereka mau, tetapi sangat bahaya jika merekamemasyarakatkan kekerasan
tersebut kepada yang lain, mengharuskan berpegang pada pendapat mereka, tanpa
melihat dan memahami sosiokultural masyarakat, primitive atau modern, kota atau
desa, selatan atau utara, dan timur atau barat.
Kebalikan dari tabiat diatas adalah orang orang yang bebas mengumbar hawa
nafsunya. Hidu[nya diisi dengan hiburan dan kesenangan, mencampur adukkan antara
yang disyariatkan dan dilarang, antara yang halal dan yang haram. Mereka serba
permisif dan mengeksploitasi kebebasnnya, menyebarkan kesesatan terselubung
maupun terang terangan, semuanya mengatasnamakan seni atau refreshing, maka lupa
bahwa hukum agama tidak melihat label agamanya tetapi pada esensi yang dinamai (
al-ibratu bil musammayat wal madhamin la bil asma wal ‘anawin). Dan semua perkara itu
tergantung apa yang dimaksudkan (al umur bi maqasidiha).
Maka untuk menghindari kekeliruan dalam memutuskan masalah tersebut,
membutuhkan ketelitian dan pemahaman nash nash benar dan tepat, jelas
argumentasinya, dan juga menguasai maksud maksuda syariat serta kaidah kaidah
fiqih yang telah ditetapkan.

B. Menyingkap Estetika Music dan Lagu


Keindahan bisa dirasakan oleh pendengaran, penglihatan dan indera yang lain.
1. Definisi nyanyian
Menurut Al qamus dan syarahnya, Al Ghina sebagaimana lafadz kisaa berarti
suara yang dilantunkan . dalam ash- shihah, Al ghina berarti sesuatu yang
didengarkan.
Dalam An-nihayah : yaitu meninggikan suara dan mengaturnya.
Abu sulaiman Al khattaby mengatakan bahwa setiap orang yang meninggikan
suaranya secara berkesinambungan dengan sesuatu dan menyusun temponya secar
teratur , maka itulah yang disebut lagu menurut orang arab . kebanyakan terbentuk
dari permisalan , atau sajak dari sebuah lirik dan nazam , seperti diungkapkan :
GHANNATIL HAMAMAH WA TAGHANNY ATH-THA-IR, “burung dara bernyanyi
dan burung lainpun bernyanyi.”
2. Bagaimana Pandangan islam tentang music dan lagu?

Pertanyaan ini menimbulkan jawaban beragam dan sikap yang berbeda menurut
pendapatnya masing masing . ada yang membuka telinganya untuk semua jenis lagu ,
dan semua corak musik, karena beranggapan bahwa itu dibolehkan dan termasuk
kepada kebaikan duniawi yang bdibolehkan tuhan terhadap hamba-Nya.

Ada juga yang mematikan radio aatau menutup telinganya ketika mendengar
sayup-sayup suara nyanyian dengan mengatakan :”nyanyian adalah serulingnya setan
dan perkataan yang sia-sia, pengahalang dzikir dan shalat, apalagi jika penyanyinya
seorang wanita, menurutnya suara wanita itu aurat, mereka berargumentasi dengan
ayat al-Qur’an , Al-hadits dan pendapat beberapa ulama.

Mereka ada yang menolak segala macam jenis music , walaupun sebagai music
penghantar (intro) warta berita. Kelompok ketiga termasuk yang ragu. Kadang
mengikuti kelompok pertama, kadang mengikuti kelompok yang lain.

Nyanyian yang disertai dengan alat music atau tanpa alat music mengundang
kontroversi antara para ulama sejak periode pertama. Mereka sependapat dalam satu
sisi, dan berbeda pada sisi lain.

Mereka sepakat atas keharaman lagu yang mengandung keburukan atau kefasikan
dan mengundang kemaksiatan , walaupun lagu hanya sebatas ucapan . jika lagu itu
baik, maka dibolehkan . namun jika buruk maka dipandang buruk , karena setiap
perkataan yang mengandung keharaman adalah haram. Tergantung pengaruh
terhadap dirinya, baik syairnya, liriknya maupun pengaruh unsure lainnya.

Mereka sepakat atas kebolehan lagu natural( acapella/nyanyian mulut saja) yang
terlepas dari alat-alat music dan instrument lainnya. Dan dibolehkan pada waktu-
waktu gembira dan disyari’atkan, seperti resepsi pernikahan dan acara penyambutan
tamu serta hari raya dan sejenisnya, dengan syarat penyanyinya bukan seorang wanita
ketika pengunjungnya bukan muhrim. Beberapa dalil berupa nash-nash yang jelas
akan kami kemukakan nanti.

Hal terpenting dalam masalah ini, kita harus melihat benang merah yang
membedakan nya dan kita cari penjelasan yang dapat menyingkap titik permasalahan,
sehingga dapat membedakan mana yang halal dari yang haram dengan mengikuti
argumentasi yang benar, bukan taqlid kepada orang lain, dengan demikian akan jelas
duduk permasalahannya dan terbukalah mata hati untuk menerima kebenaran agama.

Anda mungkin juga menyukai