Anda di halaman 1dari 9

PENINGKATAN GAJI ATAU FASILITAS SEORANG PENYELENGGARA

NEGARA TERHADAP PENCEGAHAN MELAKUKAN PERBUATAN KORUPSI

Peningkatan gaji atau fasilitas seseorang penyelenggara Negara untuk mencegahnya


melakukan perbuatan korupsi tidak berdampak besar untuk mencegah suatu oknum
melakukan perbuatan korupsi bahkan nyaris tidak ada pengaruhnya sama sekali. Hal ini
disebabkan karena meningkatkan gaji atau memberi fasilitas kepada penyelenggara Negara
hanya akan mencegah perilaku korupsi kepada oknum yang secara spesifik “kebutuhan
hidupnya mendesak dan penghasilan yang kurang mencukupi”.  
Sementara itu, terdapat dua faktor yang mempengaruhi penyebab korupsi yaitu faktor
internal yang berada dalam diri pelaku dan faktor eksternal atau faktor dukungan dari luar.
Sedangkan, “kebutuhan hidupnya mendesak dan penghasilan yang kurang mencukupi” hanya
dua dari 7 faktor internal yang dapat menyebabkan korupsi dan faktor eksternal yang berasal
dari dorongan luar atau lingkungan.
Upaya pencegahan korupsi dari faktor internal atau dari faktor dalam diri seseorang
itu sendiri berasal dari aspek perilaku individu dan dan aspek sosial. Untuk pencegahan dari
aspek perilaku individu yang dapat mengubahnya adalah individu itu sendiri yaitu dengan
cara tidak bersifat tamak atau rakus, sikap atau moral yang kuat yang biasanya di bangun
dalam keluarga sejak masih anak-anak, penghasilan yang mencukupi agar kesejahteraan
ekonomi dapat tercukupi sehingga tidak adanya kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup
yang tidak konsumtif  atau menanamkan sikap yang sederhana, tidak bersikap malas dan
tidak mau bekerja dan yang terpenting adalah penanaman ajaran agama pada setiap individu
karena semua agama melarang untuk berbuat perbuatan tidak baik dan tercela. Kemudian
faktor internal dari aspek sosial, perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga oleh
karena itu, pendidikan, sikap, moral dan karakter dari keluarga itu sendiri seharusnya
mendidik dan mencerminkan keluarga yang baik senantiasa bersikap jujur.
Upaya pencegahan korupsi dari faktor ekternal atau faktor dari luar yang berasal dari
situasi dari lingkungan yang mendukung seseorang untuk melakukan korupsi. Faktor
eksternal ini dapat dicegah dari beberapa aspek, yang pertama aspek organisasi dapat di
cegah dengan cara; manajemen yang baik sehingga tidak memberika paluang untuk
melakukan korupsi, kultur organisasi yang baik, kuatnya controlling atau pengendalian dan
pengawasan ,peningkatan transportasi pengelolaan keuangan  sehingga setiap anggota
organisasi sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing dapat ikut bertanggung jawab
dalam penggunaan anggaran sesuai perencanaan yang telah disusun. Kemudian dari aspek
ekonomi menghindari gaya hidup yang konsumtif adalah sikap merusak yang dapat
mendorong seseorang menilai segala sesuatu dengan uang. Lalu aspek politik atau tekanan
kelompok, biasanya korupsi juga bisa terjadi karena tekanan pimpinan atau rekan kerja yang
juga terlibat, keadaan ini dapat di cegah dengan cara memilih ketua atau pimpinan yang tepat
di kancah politik, pilihlah pemimpin yang jujur dan adil, pemimpin yang jujur dan adil dipilih
dari rakyatnya dengan jujur dan adil pula. Kemudian dari segi aspek hukum korupsi dapat di
cegah dengan membuat aturan hukum yang tidak diskriminatif, sepihak, dan tak adil, hukum
harus jelas dan transparan mengungkapkan bukti-bukti yang benar dan yang salah bukan
karena tuntutan apapun.

Korupsi masih terjadi secara massif dan sistematis, menyebar secara vertical dan
horizontal. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga Negara, lembaga privat,
hingga di kehidupan sehari-hari. Korupsi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal, untuk mencegah perilaku korup yang ada di masyarakat maka alangkah baiknya
jika pemberantasan korupsi tersebut dapat dilakukan di dalam diri setiap individu maupun di
dalam lingkungan penyerta mengingat manusia sebagai makhluk sosial.

Diposting oleh Eka Ratna Sari di 22.41   


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke Twitter
Kenaikan Gaji, Peningkatan Kinerja dan Pemberantasan Korupsi
 
Oleh: Dr. Dermawan Wibisono
 
 
          Pemerintah tiap periode tertentu selalu mengkaji dan mengambil kebijakan untuk
menaikkan gaji Pejabat Tinggi Negara, Pejabat Pemerintahan, Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan pemangku jabatan struktural di lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan
asumsi bahwa kenaikan gaji tersebut akan meningkatkan performansi kerja dan
menghilangkan praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kebijakan tersebut telah
mengundang berbagai macam pendapat: pro, abstain maupun kontra. Dan sudah sering  pula
mengundang para demonstran untuk berunjuk rasa. Sudah dapat diduga bahwa pihak yang
pro dan paling sedikit abstain, adalah pertama, orang-orang yang berpegang pada pendapat
bahwa KKN akan hilang dan performansi akan meningkat jika pendapatan orang bertambah.
Kedua, tentu saja terutama pihak-pihak yang akan menerima ‘rejeki nomplok’ tersebut,
termasuk di dalamnya adalah para anggota dewan terhormat yang apa boleh buat, ‘terpaksa’
bersikap :” Seneng juga sih, walaupun ke masyarakat harus tetap terlihat garang berjuang dan
memihak kepentingan rakyat !”. Tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis hypothesis:
benarkah kenaikan pendapatan berkorelasi linier dengan penghapusan KKN ?
 
Kerangka kajian
 
Peningkatan performansi kerja dengan cara membangkitkan motivasi individu melalui
berbagai macam metode telah lama diteliti oleh para ahli di Amerika Serikat pada akhir tahun
1950-an dan sesudahnya. Uang sebagai sarana pendorong motivasi untuk meningkatkan hasil
kerja, pertama kali diperkenalkan oleh Frederick Taylor di lingkungan industri baja untuk
level pekerja menengah ke bawah. Konsep tersebut diberlakukan di banyak industri selama
beberapa tahun sebelum dikoreksi oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Elton Mayo.
Dalam eksperimennya di sebuah perusahaan elektronika, Mayo  mendapatkan hasil bahwa
uang bukanlah sarana utama sebagai representasi dari  penghargaan yang akan mengubah
perilaku para pegawai dalam perusahaan tersebut. Penelitian tersebut didukung oleh
penelitian lain yang dilakukan oleh Georgopoulos dan kawan-kawan. Mereka menyimpulkan
bahwa hanya 38% dari responden yang berpendapat bahwa peningkatan performansi
merupakan akibat dari peningkatan pendapatan (1957). Oleh karena itu, berdasarkan
penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa keterkaitan antara pendapatan dan performansi
memiliki korelasi yang sangat rendah.
Perspektif yang mendasari pemberian imbalan uang sebagai pemicu motivasi kerja
seperti yang dijabarkan dalam paragraf di atas merupakan implementasi dari Teori X yang
dikemukakan oleh McGregor (1957). Teori X menyatakan bahwa manusia pada
dasarnya  memiliki kecenderungan untuk bekerja seminimal mungkin, tidak memiliki ambisi,
tidak menyukai tanggung jawab, lebih suka diperintah, suka mementingkan diri sendiri, tidak
ingin berubah, tidak cerdas, mudah dihasut, dan gampang disuap. Oleh karena itu untuk
mengeliminir sifat-sifat tersebut diperlukan pemicu yang berbentuk insentif. Penerapan teori
ini pada level tertentu mungkin akan memberikan efek perubahan yang sangat signifikan,
terutama jika ditujukan pada level di mana basic needs (kebutuhan dasar) masih menjadi
faktor utama penggerak orang bekerja.  Dan kebutuhan dasar tersebut sudah sepatutnya tidak
berada pada diri para pejabat tinggi negara, pejabat tinggi pemerintahan, termasuk di
dalamnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Sebagaimana diketahui bahwa hierarchy kebutuhan manusia, menurut Abraham
Maslow, terdiri dari lima tingkatan. Pertama, kebutuhan fisik, berupa kebutuhan pangan,
sandang, dan tempat tinggal. Kedua, rasa aman yang berupa kebutuhan akan perlindungan
dari bahaya, ancaman dan pembinasaan. Ketiga, kebutuhan sosial yang diwujudkan atas
keinginan untuk memiliki, berasosiasi, diterima oleh masyarakat sekitar, memberi dan
menerima persahabatan dan cinta. Keempat, kebutuhan penghargaan diri dan reputasi yang
berupakebutuhan untuk percaya diri, tidak tergantung pada orang lain,  berkompeten,
berpengetahuan, serta kebutuhan akan status, pengakuan, apresiasi dan penghargaan dari
masyarakat luas. Kelima, kebutuhan untuk memenuhi pengejawantahan diri (Self-fulfillment)
yang berupa kebutuhan untuk merealisasikan potensinya, pengembangan diri yang
berkelanjutan, dan menjadi kreatif dan diakui dalam arti yang lebih luas.
Tiga kebutuhan pertama: fisik, keamanan, dan sosial merupakan kebutuhan yang
berjenjang pemenuhannya. Artinya, sebelum kebutuhan minimal level di bawahnya
terpenuhi, maka orang tidak akan beranjak ke pemenuhan kebutuhan berikutnya. Dengan kata
lain, seseorang yang masih kelaparan, tidak memiliki tempat tinggal, tidak memiliki sandang
yang memadai belum akan memperhatikan pemenuhan kebutuhan akan rasa amannya. Dari
sisi ini mudah dipahami jika pada saat ini banyak anggota masyarakat yang bersedia untuk
mempertaruhkan nyawanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan fisik tersebut.
Kebutuhan keempat dan kelima tidak berlaku linier dan tanpa batas. Kebutuhan akan
penghargaan, reputasi dan pengejawantahan diri merupakan kebutuhan level menengah ke
atas. Dan kelas menengah ke atas itu termasuk di dalamnya adalah para pejabat tinggi negara,
pejabat pemerintahan, anggota parlemen dan para pejabat struktural di level tertentu. Oleh
karena itu peningkatan pendapatan yang fantastis pada golongan ini
merupakan  treatment yang tidak tepat sasaran. Kebutuhan kelompok ini
sudah seharusnya bukan lagi di level fisik, keamanan dan sosial, tetapi lebih tinggi dari itu.
Perlu digarisbawahi di sini pada kata seharusnya, artinya sungguh sangat memprihatinkan
jika ternyata para pejabat tersebut masih mendasarkan diri pada tiga kebutuhan dasar. Jika
kenyataannya memang itu yang ditemui pada pemangku jabatan saat ini, hal tersebut
merupakan handicap bagi sikap mental total dalam diri pejabat dan tidak akan pernah
terpuaskan. Seperti yang dinyatakan oleh McGregor bahwa man is a wanting animal – as
soon as one of his needs is satisfied, another appears in its place. This process is unending. It
continuous from birth to death. Jadi orang-orang yang memang tidak pernah beranjak
kebutuhannya dari ketiga kebutuhan dasar tersebut tidak akan pernah kenyang selamanya
sebanyak apapun yang dia terima.
Jika kita berfikir positif bahwa orang yang diangkat sebagai pejabat sudah beranjak ke
level pemenuhan kebutuhan keempat dan kelima, maka perlakuan terhadap mereka lebih
tepat jika menggunakan Teori Y. Dengan teori tersebut kita memandang para pejabat tersebut
sebagai individu dewasa yang pada dasarnya rajin, cerdas, mengetahui kebutuhan negara,
memiliki motivasi dan potensi pengembangan, memiliki kapasitas tanggung jawab yang
memadai dan berperilaku bukan sebagai binatang ekonomi ( Rensis Likert, 1955). Artinya,
pemberian pendapatan yang tinggi sebagai motivasi utama untuk mencegah KKN justru akan
menyinggung nurani. Karena dengan begitu dapat diartikan bahwa jika gaji tidak dinaikkan
maka pejabat tersebut sah-sah saja untuk melakukan praktek KKN.
 
Konsekuensi ikutan
 
Konsekuensi logis dari kebijakan peningkatan pendapatan justru di level tertinggi
pemerintahan adalah ketersinggungan rasa keadilan mayoritas pegawai di level  bawahnya
dan di masyarakat luas. 
 
Timbulnya rasa ketidakadilan bagi level di bawahnya disebabkan oleh lebarnya jurang
pendapatan yang mereka terima dibandingkan dengan pendapatan para pejabat tersebut
padahal perbedaan kontribusi mereka tidaklah begitu signifikan. Penelitian yang dilakukan
oleh J.S Adams (1963) mendukung argumentasi tersebut di atas. Dalam penelitian tersebut
dinyatakan bahwa rasa ketidakadilan akan timbul dalam diri siapapun yang menyadari bahwa
rasio antara keluaran yang dihasilkannya terhadap pendapatan yang diperolehnya dan rasio
keluaran – pendapatan pihak lain dalam organisasi tersebut berada dalam ketidakseimbangan.
Oleh karena itu, penting untuk mencari kesetaraan pendapatan terhadap apa yang mereka
sumbangkan bagi  organisasi.
Ketidakadilan yang dirasakan masyarakat luas lebih disebabkan oleh diambilnya
sudut pandang bahwa para pengelola negara dan pemerintahan menetapkan kebijakan yang
menguntungkan sisi mereka sendiri saja. Artinya, masyarakat akan sampai pada
kesimpulan :”Kalau begitu, para aparat pemerintahan boleh mensejahterakan dirinya sendiri,
mumpung lagi menjabat “. Akan halnya pihak-pihak lain yang ikut menikmati kebijakan
tersebut, semacam anggota dewan, hanyalah ubo rampe, sebagai uang dengar dan agar tidak
menggugat.
 
Penutup
Dari kajian tersebut di atas, sampailah kita pada kesimpulan bahwa kebijakan
peningkatan pendapatan pejabat negara, pejabat pemerintahan, anggota dewan dan pejabat
struktural sebaiknya dikaji ulang untuk mendapatkan formulasi yang lebih adil. Hal ini
didukung oleh argumentasi, pertama, seperti yang disinyalir oleh banyak kalangan, bahwa
kebutuhan riil pejabat negara dan pejabat pemerintahan sejak bangun tidur sampai tidur lagi
sudah dipenuhi oleh negara. Kedua, dan ini yang lebih penting, sudah bukan pada tempatnya
bagi pejabat untuk berkutat dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti yang dibahas dalam
kerangka awal tulisan ini. Artinya, pilih pejabat yang sudah tidak lagi berada dalam
pemenuhan kebutuhan tiga zona degradasi terbawah tersebut. Hal ini tidak berarti harus
memilih pejabat yang berasal dari lingkungan yang berkecukupan secara materi, tetapi lebih
ditujukan pada pemilihan orang-orang yang tidak risau dan tidak silau dengan hal-hal
tersebut. Akhir kata, kebijakan peningkatan pendapatan yang fantastis tersebut yang didasari
oleh niat baik untuk memberantas KKN dapat dikatakan sebagai perjudian besar. Kita dapat
bernasib seperti si Lebai Malang : hutang negara meningkat, ketidakpuasan semakin
menggelora dan KKN akan berjalan seperti sediakala. Mudah-mudahan slogan akhir dari
lakon babak ini bukanlah : “Maju Tak Gentar Membela Yang Besar !”
Iklan
PENYELEWENGAN DANA BLT
Beberapa tahun belakangan ini korupsi sedang marak-maraknya dibicarakan terutama
didalam media massa seperti  televisi. Korupsi tersebut sudah muncul di indonesia sejak
zaman dahulu.Semakin kesini permasalahan korupsi semakin merajalela,harus segera
ditindak lanjuti oleh pihak lembaga KPK, yang melakukan korupsi mulai dari pejabat tinggi
sampai pejabat kalangan bawah. Kasus korupsi saat ini sudah merambah kesemua pelosok
masyarakat.Padahal dari pemerintah saat ini sudah sering diadakan seminar, ataupun melalui
pemberitauan media massa.Sampai saat ini ada sebuah lembaga yang secara khusus
menangani masalah korupsi yaitu lembaga KPK. Lembaga tersebut harus lebih tegas
menangani dalam sebuah permasalahan tersebut.
Saya sebagai mahasiswa akan berpendapat mengenai korupsi, korupsi adalah
penyalahgunaan uang untuk kepentingan pribadi dengan cara ketidakjujuran dalam
melakukan suatu hal ataupun dalam tindakan suap menyuap. Sedangkan menurut ahli
(kartono dalam wibowo :19) memandang korupsi sebagai tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan,guna menggambil kepentingan pribadi,merugikan
kepentingan umum dan negara.Dalam pendapat kartono tersebut kita bisa memahami bahwa
korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan , demi kepentingan
pribadi,salah urus terhadap sumber sumber kekayaan negara dengan wewenang dan kekuatan
formal. Secara nyata ketidakjujuran telah menggiring bangsa indonesia pada perjalanan hidup
yangn kian rumit,berbelit,meniadakan orientasi dan visi yang jelas. Tetapi sampai saat ini
kenapa pejabat tinggi masih melakukan suap menyuap,apabila sudah terbukti bersalah
sikoruptor akan dihukum sesuai dengan perbuatannya, uang negara  semakin kesini semakin
berkurang karena ditilep atau dikorupsi oleh seorang koruptor.
Menurut saya sendiri unsur-unsur dari korupsi adalah:
Perbuatan yang dilakukan seseorang untuk melawan hukum, penyalahgunaan dana BLT atau
sarana-sarana yang telah diberikan,korupsi juga bisa mengarahkan pada sikap
matrealistis,koupsi akan merugikan diri sendiri apabila ketauan oleh lembaga KPK juga
merugikan orang lain.
Menurut saya korupsi mempunyai ciri ciri yaitu sebagai berikut:
Biasanya korupsi terjadi melibatkan lebih dari satu orang,biasanya bentuk korupsi tersebut
telah mengakibatkan penghianatan atau ketidakpercayaan orang yang melakukan hal itu
biasanya sering dikucilkan oleh warga masyarakatnya,korupsi biasanya dilakukan dalam suap
menyuap (uang).Perbuatan korupsi itu dapat melanggar norma norma,yang melakukannnya
biasanya tidak mempunyai pertanggung jawaban.
Menurut saya faktor utama maraknya kasus korupsi indonesia adalah karena setiap
manusia pasti mempunyai kurangnya rasa syukur dan iklas , antara pendapatan dan
pengeluaran biasanya tidak seimbang , tetapi saat ini kebanyakan orang tidak hanya bekerja
disatu tempat karena mereka mempunyai kerja sampingan.kita harus banyak bersyukur
menerimanya saya yakin nantinya para pejabat tinggi akan sadar atas perbuatan yang
dilakukannya , sanksi yang diberikan harus tegas sehinggga tidak menggampangkan hal ini.
Penyebab korupsi bisa terjadi karena diri sendiri atau ada rangsangan dari teman ,
biasanya orang yang tidak mempunyai prinsip mudah untuk dipengaruhi. Yang terjadi pada
diri sendiri biasanya karaena keinginan ataupun  hasrat. Penyababnya juga bisa terjadi karena
adanya dorongan dari orang lain, atau suatu perbuatan yang btidak terkontrol.penyebab
korupsi juga bisa terjadi karena dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.faktor
internal terdiri dari kekayaan.Sedangkan faktor eksternalnya menurut saya terdiri dari
beberapa faktor yaitu faktor politik,ekonomi,lingkungan kerja dan lingkungan
organisasi.faktor internal adalah faktor dari dalam diri sendiri misalnya dalam bentuk
keinginan untuk memenuhi nafsu dengan jalan cepat,sedangkan faktor eksternalnya adalah
faktor dari luar meliputi peluang kesempatan yang telah terbuka secara lebar.
Dengan masih maraknya kasus korupsi,banyak pihak yang merasa dirugikan oleh para
koruptor,karena hanya segelintir orang yang merasakan kenikmatan dari korupsi tersebut.
Sebagai contoh dalam kasus korupsi yaitu tentang BLT, dana yang seharusnya untuk rakyat
miskin kenapa sampai saat ini masih dinikmati oleh orang orang yang berdasi,padahal masih
banyak orang yang membutuhkan sedangkan orang orang yang berdasi sudah kecukupan
menikmati hasil kerjanya sendiri tetapi kenapa teganya mereka masih merampas uang rakyat
ironis sekali.
Dari kasus tersebut akan berdampak pada masyarakat kecil.masyarakat tidak mampu lagi
untuk membiayai kehidupannya karena uang uang yang harus diterima dirampas.orang yang
tadinya sudah berada dikategori tidak mampu menjadi lebih tidak mampu lagi bisa berakibat
fatal menimbulkan gizi buruk  yang akhirnya berujung pada kematian itu semua ulah para
koruptor.
Upaya upaya yang harus dilakukan dalam memberantas korupsi dengan cara
membentuk suatu lembaga anti korupsi,telah diadakannya pencegahan korupsi yang ada
disektor publik ,harus diadakannya pemantauan dan evaluasi secara ketat oleh pemerintah ,
telah diadakannya kerja sama antar lembaga.
Mengimplementasikan pendidikan anti korupsi di bangsa ini gagasan tentang
pendidika anti korupsi bisa muncul dari kesadaran akan pentingnya pendidikan sebagai salah
satu sarana yang efektif untuk memutus mata rantai korupsi yang membelenggu bangsa
kita.kita tentu berharap hal ini bukan hanya menjadi trans politik sesaat,demi pencitraan dan
pelanggengan kekuasaan.pendidikan korupsi akan jauh kebih bermanfaat bagi warga
dibandingkan dengan upaya politik yang lebih memikirkan untuk mempertahankan
kedudukan atau posisi kekuasaan.
Jadi seharusnya pemerintah harus lebih tegas lagi dalam menangani kasus korupsi
dibangsa kita karena termasuk kedalam kejahatan luar biasa.kita sebagai mahasiswa harus
berani memberantas korupsi agar negara kita terbebas dari korupsi.
“konsintensi dan keseriusan nyaris tidak dikenal lagi dinegri ini.kepastian tatanan
aturan demian langkah.padahal,titik nadir tak terhindarkan tanpa tatanan bernegara yang
dipegang teguh titik nsihat dan sumpah jabatan ibarat jualan yang tidak laku.orang mengaku
beragama,tetapi tetap korupsi.”
(kompas,2005:34)

Anda mungkin juga menyukai