Anda di halaman 1dari 6

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT DAN

APOTEKER DI DESA CIBULUH WETAN RT.08/RW.03 KECAMATAN


SUBANG

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Apoteker merupakan profesi yang berperan penting dalam pelayanan Kesehatan
dalam memberikan suatu pelayanan obat di apotek untuk meningkatkan Kesehatan
masyarakat. (Wathoni dan Rahayu, 2014). Pharmaceutical care adalah pelayanan kefarmasian
yang dilakukan oleh apoteker, yang bertanggung jawab terhadap pasien, telah diatur dalam
standar pelayanan obat di apotek. (Kemenkes RI, 2016). Untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat , arah pelayanan tidak hanya berfokus pada pengelolaan obat saja tetapi harus
menyeluruh kepada pengelolaan obat dan pelayanan informasi obat kepada masyarakat.
(Handayani et al., 2009). Kebutuhan masyarakat yang terus berkembang dan perkembangan
layanan yang diberikan menuntut apoteker untuk dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan
masyarakat yang senantiasa berubah dan beragam. (Mulyani et al., 2013). Dari pemaparan
berikut, maka dibutuhkan eksistensi Apoteker untuk meningkatkan sumber daya manusia, seperti
pengetahuan dan keterampilan agar masyarakat dapat memahami dan mendapatkan manfaat dari
pelayanan obat yang diberikan oleh Apoteker (Fajarini, 2018). Kualitas pelayanan kefarmasian
dapat dinilai dengan cara memahami persepsi masyarakat terhadap pelayanan yang diperoleh
untuk memenuhi harapan masyarakat. Ketika masyarakat tidak memahami peran apoteker, dalam
pemberian informasi obat mungkin tidak lengkap dan tidak jelas, yang meningkatkan risiko
kesalahan dalam pengobatan dan dapat mengurangi efektivitas pencapaian tujuan pengobatan.
(Hutami dan Rokhman, 2013; Winanto, 2013).
Menurut data Institute of Medicine, orang Amerika sering melakukan kesalahan
pengobatan, hingga 500.000 kali dalam setahun. Tidak terkecuali Indonesia, sayangnya data
penelitian di bidang ini sangat sedikit. Kesalahan ini mungkin tampak sederhana, tetapi dapat
memiliki konsekuensi yang serius: Sebanyak 90.000 insiden yang mengancam jiwa atau fatal
terjadi setiap tahun akibat dari kesalahan penggunaan obat yang dilakukan masyarakat. Di
Indonesia, upaya pengobatan masyarakat yang mengeluh sakit sebagian besar adalah pengobatan
sendiri sekitar (87,37%). Sisanya berobat di puskesmas, paramedis, dokter praktik, rumah sakit
dan pengobatan tradisional (Kristina et al., 2008).
Berdasarkan hasil survey riskesdas pada tahun 2013 bahwa rumah tangga menyimpan
obat sendiri seperti obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat tradisional, antibiotik dan
obat yang tidak berkemasan atau obat yang tak terindentifikasi sekitar (35,7%).
Permasalahan lainya, meliputi kurangnya kesadaran masyarakat, bahwa pentingnya
pengelolaan obat yang baik. Hal ini Didasarkan pada masyarakat sering membeli obat bebas dan
bebas terbatas bahkan antibiotic di warung ataupun toko obat terdekat dan sering menggunakan
obat tradisional berdasarkan pengalaman. Hal ini berpengaruh kepada kurangnya pemahaman
masyarakat, mengenai cara penggunaan obat yang tepat agar menghasilkan efek terapi yang
optimal. Kurangnya pemahaman masyarakat menjadi salah satu penyebab kegagalan pengobatan.
Masyarakat kurang memiliki pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya dan pengetahuan
yang berkaitan dengan pengobatan. Peran seorang farmasis untuk Memberikan pengetahuan serta
pemahaman kepada pasien/masyarakat dalam pengelolaan obat, penggunaan obat yang baik dan
benar, akan mempengaruhi masyarakat pada pengobatan yang baik dan keberhasilan dalam proses
penyembuhan. Pada dasarnya penggunaan obat bebas maupun obat bebas terbatas jika dilakukan
dengan tepat maka akan menghasilkan hasil yang optimal. Namun nyatanya, swamedikasi
menjadi tidak rasional karena banyak penyalahgunaan obat bahkan merugikan masyarakat, dan
tidak ada informasi yang jelas tentang obat, bahkan masyarakat enggan mengajukan pertanyaan
mengenai obat. Informasi obat tersebut biasanya berupa indikasi, durasi pemakaian obat, minum
obat sebelum atau sesudah makan, ada tidaknya interaksi obat, efek samping obat dan kontra
indikasi obat. (Cipolle, et.al, 1998).
Berdasarkan penelitian Sari, dkk (2015), Mengatakan bahwa masyarakat seringkali tidak
memperdulikan tata cara pengelolaan obat karena yang dikenal adalah obat yang dikonsumsi
untuk pemulihan. Masyarakat Indonesia kini sudah terbiasa menggunakan berbagai macam obat
untuk menyembuhkan penyakit, mengontrol atau melengkapi aktivitas sehari-hari. Dampak
negatifnya adalah penggunaan dan pembuangan limbah obat. Hal ini mungkin disebabkan
kurangnya pengetahuan dan informasi tentang penggunaan obat yang benar pada masyarakat.
Penyalahgunaan obat dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat dan lingkungan (Maziyyah,
2015). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh supriani & Marlinda S (2019) Berdasarkan
hasil penelitiannya bahwa Masyarakat Rt.01/Rw.04 Dusun Pahing Desa Luragung Landeuh
memiliki pengetahuan yang kurang mengenai pengetahuan umum obat bebas terbatas dan
obat keras. Selain itu pada penelitian Damayanti Tri, dkk (2020) bahwa tingkat pengetahuan
masyarakat tentang DAGUSIBU di Desa Suka Bandung Kecamatan Pino Raya Kabupaten
Bengkulu Selatan masih sangat rendah.
Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitin, tentang
tingkat pengetahuan masyarakat terhadap obat dan peran apoteker masih belum cukup relevan
untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat agar mencapai pengobatan yang optimal dan
rasional. Hal ini yang menjadi dasar penulis melakukan penelitian yang berjudul Pengetahuan
Masyarakat tentang obat dan apoteker di desa cibuluh wetan Rt.08/Rw.03 Kecamatan Subang
Kabupaten Subang.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan satu permasalahan yaitu :
1) Apakah masyarakat telah mengetahui cara pengelolaan obat yang benar dari mulai
mendapatkan obat, menggunakan obat, sampai membuang obat agar pengobatan dapat
rasional?
2) Apakah masyarakat telah mengetahui peran Apoteker sebagai tenaga kefarmasian di
masyarakat ?
3) Bagaimanakah hubungan tingkat pengetahuan masyarakat tentang obat dan peran seorang
Apoteker dalam melaksanakan pengobaan yang rasional ?

1.3. Tujuan dan manfaat penelitian


1.3.1. Tujuan Penelitian
1) Untuk Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat, tentang cara pengelolaan obat dengan
baik dan benar agar mendukung pengobatan yang rasional di desa cibuluh wetan
Rt.08/RW.03 Kecamatan subang.
2) Untuk Mengetahui seberapa besar pengetahuan masyarakat tentang peran seorang apoteker
sebagai tenaga kefarmasian, di desa cibuluh wetan Rt.08/RW.03 Kecamatan subang.
3) Untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang obat
dan peran seorang apoteker dalam melaksanakan pengobatan yang rasional di desa cibuluh
wetan Rt.08/RW.03 Kecamatan subang.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan Manfaat untuk :
1) Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menjadi sarana pembelajaran dan pemberian informasi,
menambah pengetahuan tentang Dagusibu Obat, dan peranan Apoteker di
Masyarakat, sehingga menerapkan ilmu yang di dapat.
2) Bagi Masyarakat
Dapat memberi informasi pada masyarakat bahwa pentingnya pengelolaan obat dari
mulai mendapatkan obat, menggunakan obat, sampai membung obat dengan benar
itu penting, melalui komunikasi dengan Apoteker sebagai seorang tenaga
kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
3) Bagi Pelayanan Masyarakat/Pemerintah
Sebagai masukan kepada pemerintah Kabupaten Subang, terutama Kecamatan
subang Desa Cibuluh wetan Rt.08/Rw.03 bahwa peran Apoteker sebagai tenaga
Kefarmasian itu sangat penting, membantu masyarakat dalam melakukan
pengobatan agar mencapai terapi yang optimal, dan mengurangi kesalahan dalam
pengobatan.

1.4. Hipotesis penelitian


Dari penelitian yang akan dilakukan, terdapat dugaan bahwa :
H0 : Tidak ada hubungan antara pengetahuan masyarakat tentang obat dan Peran
Apoteker dalam mencapai pengobatan yang rasional
H1 : Ada hubungan antara pengetahuan masyarakat tentang obat dan Peran Apoteker
dalam mencapai pengobatan yang rasional

1.5. Tempat dan waktu Penelitian


Penelitian bertempat di Desa parung kp.cibuluh wetan Rt.08/Rw.03 kecamatan subang, kabupaten
subang
Daftar Pustaka
Wathoni, N., dan Rahayu, S. A. (2014). A survey of consumer expectation in community
pharmacies in Bandung, Indonesia. Journal of Applied Pharmaceutical Science,
4(1):pp. 84-90.
Kemenkes RI. (2016). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Nomor 73, Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.
Handayani, R. S., Raharni, R., dan Gitawati, R. (2009). Persepsi Konsumen Apotek terhadap
Pelayanan Apotek di Tiga Kota di Indonesia. Makara Journal of Health Research,
13(1): pp. 22-26.
Mulyani, Y., Hasanmihardja, M., dan Siswanto, A. (2013). Persepsi Pasien Apotek Terhadap
Pelayanan Apotek Di Kabupaten Wonosobo. Jurnal Farmasi Indonesia
(Pharmaceutical Journal of Indonesia), 10(1): pp. 55-64
Fajarini, H. (2018). Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jurnal Ilmiah Farmasi, 7 (2): pp.
260-269.
Hutami, S. T., dan Rokhman, M. R. (2013). Persepsi dan Harapan Konsumen Apotek
terhadap Apoteker Farmasi Komunitas. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy,
2(3) : pp. 85-93.
Tiara, B. 2015. Gambaran PengetahuanTentang Penyimpanan Obat SwamedikasiPada Ibu
Rumah Tangga di KelurahanParit Padang Kecamatan SungailiatKabupaten Bangka
Tahun 2015. Karya Tulis Ilmiah. Jurusan Farmasi. PoltekkesKemenkes RI
Pangkalpinang. BangkaBelitung.
Mazziyah, N. 2015. Penyuluhan Penggunaan Obat Yang Benar (DAGUSIBU) di Padukuhan
Bakalan, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Laporan Kegiatan Pengabdian Masyarakat.
Program Studi Farmasi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
Supriani., S (2019) Analisis Pengetahuan Masyarakat Rt 01 Rw 04 Desa Luragung Landeuh
Kecamatan Luragung Kabupaten Kuningan Mengenai Obat Bebas Terbatas Dan Obat
Keras

Anda mungkin juga menyukai