Dokumen - Tips Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus Pada Anak
Dokumen - Tips Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus Pada Anak
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1
Untuk mengetahui bagaimana konsep medis Patent Ductus Arterious (PDA) dan
konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Patent Ductus Arterious (PDA).
2
BAB I
PEMBAHASAN
2.1.2 Etilogi
3
adanya kerentanan atau perlindungan terhadap DM tipe 1. Adanya interaksi
antara kerentanan genetik dan faktor lingkungan diperkirakan menjadi elemen
dasar untuk terjadinya penyakit dan sebagai target potensial untuk kedua faktor
dan pencegahan penyakit. Kesesuaian untuk diabetes tipe 1 adalah sekitar 50%
untuk kembar monozigot. Penentu genetik utama dari kerentanan terhadap
diabetes terletak dalam kompleks histokompatibilitas utama (IDDM 1).
2) Faktor autoimun
Walaupun sel lain pada pulau pankreas berfungsi, berkembang
menyerupai sel Beta dan kebanyakan menghasilkan protein yang sama seperti
sel Beta, hal ini tidak dapat dijelaskan secara terpisah karena proses autoimun.
Pulau pankreas diinfiltrasi oleh limfosit (insulitis). Setelah sel Beta hancur,
proses inflamasi berkurang, pulau menjadi atrofi dam pertanda imunologis
menghilang. Penelitian terhadap insulitis dan proses autoimun pada manusia dan
binatang dengan DM tipe 1 menunjukkan adanya abnormalitas pada sistem
imun humoral dan seluler dengan adanya: autoantibodi pada sel pulau
langerhans, limfosit yang aktif pada pulau langerhans, kelenjar limfe
peripankreasm dan sirkulasi sistemik, limfosit T yang berproliferasi terhadap
stimulasi dari protein pulau langerhans, da pelepasan sitokin. Mekanisme pasti
kerusakan sel Beta tidak diketahui secara pasti, namun dapat berhubungan
dengan metabolik dari Nitric Oxide, apoptosism dan sitotoksisitas CD8.
Molekul pulau pankreas yang terkena proses autoimun termasuk insulin,
Glutamic Acid Decarboxylase (GAD; enzim untuk biosintesis neurotransmiter
GABA), ICA-512/IA-2 (homolog dari tirosin fosfat), dan phogrin (protein
granul sekresi insulin).
3) Faktor imunologi
Penelitian terhadap ICA (Islet Cell Autoantibody) dapat mengklasifikasi
seseorang terkena DM tipe 1 dan mengidentifikasi seseorang nondiabetes yang
memiliki resiko terkena DM tipe 1. ICA didapatkan pada 75% kasus DM tipe 1
onset baru. Hubungan dengan gangguan sekresi insulin pada intravena tes
toleransi glukosa, memprediksi >50% berkembang menjadi DM tipe 1 dalam 5
tahun. Tanpa gangguan sekresi insulin, diprediksi <25% menjadi DM tipe 1
dalam 5 tahun.
4
4) Faktor Lingkungan
Dua hipotesis utama dapat menjelaskan peningkatan kejadian diabetes
tipe 1. Hipotesis pertama adalah bahwa agen lingkungan seperti virus mungkin
dapat terjadi. Musim, peningkatan insiden, dan epidemi diabetes tipe 1, serta
studi lintas setor dan retrospektif, menunjukkan bahwa virus tertentu dan
beberapa aspek makanan anak usia dini dapat mempengaruhi resiko terjadinya
diabetes tipe 1. Banyak faktor dengan berbagai pemicu lingkungan telah
ditemukan pada diabetes tipe 1, namun sejauh ini hanya sindrom rubella bawaan
telah meyakinkan terkait dengan DM tipe 1. 2 rangkuman penelitian telah
berusaha untuk menunjukkan hubungannya dengan diabetes tipe 1.
5
yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan
terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas
sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin.
Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah
insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis
(pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis
(pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis.
Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino , laktat ,
dan gliserol yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan
kortisol). Tanpa insulin , sintesis dan pengambilan protein, trigliserida , asam
lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Aseharusnya terjadi lipogenesis
namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa
menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam
sel. Kadar glukosa lebih dari 180mg/dl ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa
dari glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan
osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya
elektrolit lewat urine, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang
rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan
bakar (cell starvation ) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan makanan
(polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi
kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan
mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan
tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir
tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B
pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu,
diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah
ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
(Tandra,2007)
Bila defisiensi insulin bergerak lambat dan kebutuhan cairan dapat di jaga
maka kesadaran pasien dapat terjaga dan gejala klinis yang menyertai akan tetap
7
minimal. Namun pada saat terjadi vomitus sebagai respon perkembangan progresif
yang buruk keadaan keto-acidosis diikuti dengan memburuknya dehidrasi dan tidak
adekuatnya perawatan yang mengkompensasi osmolalitas serum untuk terus berada
pada level 320 - 330 mosm/L, maka pada keadaan ini kesadaran pasien dapat
menurun, dari keadaan stupor sampai koma. Fruity odor atau terciumnya bau
manis keton pada nafas pasien mengarahkan kecurigaan pada keadaan diabetes keto-
acidosis ( DKA )
2.1.6 Klasifikasi
8
2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok
penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti
Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia
gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada
usia sekitar 30 – 50 tahun.
9
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
2.1.8 Penatalaksanaan
10
2) Aktivitas
Olahraga sangat penting sebagai manajemen pasien diabetes. Pasien
harus dimotivasi untuk olahraga secara teratur. Edukasi terhadap pasien tentang
efek olahraga terhapa kadar gula darah. Olahraga terlalu berlebih selama 30
menit dapat menimbulkan hipoglikemia pada pasien. Untuk menghindarinya
maka pemberian dosis insulin dikurangi 10-20% atau dengan pemberian snack
tambahan. Pasien juga harus memperhatikan kebutuhan cairan selama olahraga.
3) Pasien DM tipe 1 membutuhkan terapi insulin untuk mengontrol hiperglikemia
serta memelihara kadar elektrolit dan cairan dalam serum.
4) Terapi insulin awal pada pasien dewasa: dosis harian awal dihitung berdasarkan
berat badan pasien. Dosis diberikan terbagi, setengah dosis diberikan sebelum
makan pagi, seperempat dosis diberikan sebelum makan malam, dan seperempat
lagi diberikan sebelum tidur. Setelah menentukan dosis awal, pengaturan
jumlah, tipe, dan waktu pemberian tergantung pada kadar glukosa darah.
Pengaturan dosis insulin bertujuan untuk mempertahankan glukosa darah
sebelum makan antara 80-150 mg/dl. Dosis insulin dinaikkan 10% setiap waktu,
dan efeknya dievaluasi setelah tiga hari. Pemberian insulin yang berlebih dapat
menyebabkan hipoglikemia.
5) Terapi insulin awal pada anak-anak
1. Anak-anak dengan hiperglikemia sedang tanpa ketonuria atau asidosis
diawali dengan dosis tunggal insulinkerja sedang per hari secara subkutan
sebanyak 0,3-0,5 unit/kg
2. Anak-anak dengan hiperglikemia dan ketonuria tetapi tanpa asidosis atau
dehidrasi dapat diberikan dosis awal insulin kerja sedang sebanyak 0,5-0,7
unit/kg dan diberikan secara subkutan sebanyak 0,1 unit/kg secara teratur
dalam interval 4-6 jam.
6) Regimen insulin untuk Diabetes mellitus tipe 1
Regimen diberikan dari dua kali per hari dengan dosis kombinasi (misal
insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang) sampai lebih fisiologis regimen
bolus-basal menggunakan injeksi multipel harian (misal dosis tunggal insulin
kerja panjang untuk basal dan dosis insulin kerja cepat untuk post prandial,
sebagai contoh humulin dan novolin) atau dengan menggunakan syringe pump.
Pada syringe pump digunkan insulin kerja cepat. Insulin diberikan secara bolus
11
dengan dosis yang ditentukan melalui monitoring glukosa darah preprandial
(sebelum makan). Metode ini lebih baik dalam mengkontrol dibandingkan
injeksi multiple tetapi risiko hipoglikemia lebih banyak terjadi oleh karena itu
diperlukan juga monitoring ketat glukosa darah setelah pemberian terapi.
Pengobatan intensif dengan monitoring glukosa darah empat kali atau lebih
sehari dan tiga kali atau lebih injeksi insulin atau dilanjutkan dengan infus,
ternyata lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan konvensional (1-2 kali
injeksi insulin dengan atau tanpa monitoring). Akan tetapi terapi intensif lebih
sering menimbulkan hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Terapi intensif
umumnya efektif diberikan pada pasien yang dapat mengontrol kesehatan
dirinya sendiri terhadap penyakit ini.
Secara umum, kebanyakan pasien DM tipe 1 dapat memulai dosis terapi
insulin 0,2-0,8 unit/kgBB/hari. Pada pasien dengan obesitas membutuhkan dosis
awal yang lebih tinggi.
Terapi fisiologis yaitu dengan insulin kerja sedang atau kerja panjang
bertujuan untuk mempertahankan kebutuhan glukosa darah basal serta
pemberian insulin kerja cepat atau singkat untuk mempertahankan glukosa
darah postprandial. Terapi ini lebih efektif bila dosis insulin kerja cepat atau
singkat dengan enggunakan sliding scale. Dosis dapat diberikan sebanyak 1-2
unit insulin setiap kenaikan atau penrunan 50 mg/dl (2,7 mmol.l) dari target
glukosa. Terapi ini lebih menguntungkan karena pasien dapat memepercepat
atau mengatur waktu makan dan menjaga keadaan normoglikemia. Belum ada
regimen insulin lain terbukti lebih efektif. Terapi ini direkomendasikan sebagai
inisial terapi DM tipe 1, setelah itu terapi disesuaikan dengan respon fisiologis
tubuh pasien terhadap terapi awal dan tergantung kepada dokter yang merawat.
7) Waktu pemberian insulin
1. Injeksi insulin yang diberikan berguna untuk mengontrol hiperglikemia
setelah makan dan untuk mempertahankan glukosa darah normal harian.
Risikonya adalah terjadi hipoglikemia, oleh karena itu perlu adanya edukasi
terhadap pasien untuk mengantisipasi risiko tersebut.
2. Sekitar 25% dari total dosis insulin selama sehari diberikan sebagai insulin
kerja sedang saat akan tidur dengan dosis tambahan insulin kerja cepat
setiap sebelum makan. Pasien mungkin membutuhkan tambahan terapi
12
insulin kerja sedang atau kerja panjang pada pagi hari untuk
mempertahankan glukosa basal selama satu hari penuh. Pasien sebaiknya
mengatur dosis harian mereka berdasarkan monitoring glukosa sebelum
makan dan akan tidur. Pasien juga sebaiknya menkontrol glukosa darah
mereka pada pagi hari paling sedikit sekali seminggu selama beberapa
minggu terapi awal dan setelahnya bila ada indikasi.
3. Terapi Pembedahan
Pembedahan yang dilakukan adalah transplantasi pankreas, transplantasi
pancreas-ginjal secara simultan, transplantasi islet. Tujuan dari terapi
tranplantasi pancreas adalah untuk mencegah komplikasi dari diabetes
mellitus seperti gagal ginjal, komplikasi mikrovaskular atau makrovaskular.
Transplantasi pankreas-ginjal lebih menguntungkan karena pembedahan ini
bertujuan untuk menurunkan pembatasan diet dan mampu mengkontrol
normoglikemia tanpa injeksi insulin lagi oleh karena dengan tranplantasi ini
dapat mempertahankan sekresi insulin lebih lama dan efektif. Transplantasi
islet merupakan prosedur yang minimal invasive, hanya membutuhkan
waktu satu jam operasi, insisi abdomen sepanjang tiga inchi, dan perawatan
satu hari di rumah sakit. Sel islet diproleh dari donor pancreas dengan
menggunakan proses isolasi dan purifikasi yang kompleks sehingga enzim
keluar menghancurkan jaringan di sekitar sel islet.
2.1.9 Komplikasi
13
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi
oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak
terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262)
c. Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi
aklau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat
oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer,
2002 : 1256)
2. Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua
pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati
Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu : (Long 1996) :
1. Mikrovaskuler
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan mikrovaskuler
adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar
glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan
mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam
urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
b. Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan
sampai kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak selalui disebabkan
retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan karena
hiperglikemia yang berkepanjanganyang menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6)
c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf
otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi
sorbital dan perubahan – perubahan metabolik lain dalam sintesa atau
funsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat
menimbulkan perubahan kondisi saraf ( Long, 1996 : 17)
2. Makrovaskuler
14
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka
terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya
keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi.
Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan
mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit
jantung koroner atau stroke
b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan
ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya
infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah – celah
kulit yang mengalami hipertropi, pada sel –sel kuku yang tertanam
pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian
juga pada daerah – daerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17)
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai
darah keotak menurun (Long, 1996 : 17)
2.1.10 Prognosis
15
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Diabetes Melitus Tipe 1
2.2.1 Pengkajian
I. Data Subyektif
a. Anamnesa
NOSA KEPERAWATAN
1 Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,hiperglikemia, diare, muntah,
poliuria, evaporasi.
2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake
oral : anoreksia, mual, muntah, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat
pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
3 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka ( trauma ).
4 Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan fungsi
fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan
elektrolit.
5 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
6 Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
8 Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kesalahan interprestasi (Doengoes, 2001)
16
Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus : Gangren, Infeksi. Mengenal Gejala, Menanggulangi
dan Mencegah Komplikasi. Pustaka Populr Obor
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
17