Anda di halaman 1dari 3

ORGANIZING FOR PERFORMANCE

(KASUS ASEA BROWN BOVERI)

Nadia Ainurrahmah (2018111350010)


ainurrahmahnadia@gmail.com
S-1 Akuntansi

LANDASAN TEORI
Kinerja merupakan hasil yang diperoleh organisasi selama satu periode tertentu, Fahmi
(2011). Oleh karena itu, kinerja organisasi mencerminkan tingkat prestasi dan pencapaian
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, serta keberhasilan pemimpin (manajer) organisasi
dalam mengelola organisasi. Sementara, Daft (2010), mendefinisikan kinerja (performance)
sebagai kemampuan untuk pencapaian tugas organisasi dengan menggunakan sumber daya
secara efektif dan efisien. Sumber daya yang dimaksudkan meliputi sumber daya manusia,
seluruh kekayaan, kapabilitas, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi serta
pengetahuan yang dikendalikan perusahaan.

PEMBAHASAN
Profil Perusahaan Asea Brown Boveri (ABB)
Asea Brown Boveri (ABB) didirikan pada tahun 1998 melalui penggabungan dua perusahaan
yaitu Asea AB of Sweden (1883) di Swedia dan BBC Brown Boveri Ltd. of Switzerland
(1891) di Swiss. Perusahaan ini bergerak dalam industri elektronik. Kantor pusat Asea Brown
Boveri berada di Zurich, Swiss. Perusahaan ini dikenal sebagai kompetitor terbesar di dunia
dalam industri peralatan listrik seperti pembangkit listrik, transmisi, dan distribusi. Selain itu,
ABB juga menjadi supplier terkemuka dalam sistem proses otomasi, robotik, lokomotif
berkecepatan tinggi, serta peralatan pengendalian lingkungan dan polusi. Pada tahun 2019
jumlah karyawan ABB tercatat sebanyak 144.400 orang. Prinsip desentralisasi tanggung
jawab menjadi dasar pembentukan perusahaan ini sebagai pondasi visi strateginya untuk
menjadi pesaing kelas dunia yang dibangun di atas perusahaan nasional yang kuat.

Analisis Kasus Asea Brown Boveri (ABB)


Dalam mengelola perusahaan, Asea Brown Boveri menerapkan prinsip desentralisasi dan
menekankan atas tanggung jawab individual. Dimana perusahaan ini berusaha membuat
struktur organisasi secara terperinci dengan 11 orang wakil presiden eksekutif yang masing-
masing memiliki kewenangan atas beberapa region dan beberapa area bisnis. Tercatat ABB

1
memiliki total area bisnis sekitar 65 area bisnis (Asea Brown Boveri mengguanakan
organisasi matrix).
Dilihat dari kasus yang ada, ABB berusaha melakukan beberapa macam penghematan agar
memungkinkan produk yang dijual tidak terlalu mahal. Sekilas, terlihat bahwa Asea Brown
Boveri menggunakan cost leadership sebagai dasar keunggulan bersaingnya. Namun, hal
tersebut perlu dianalisis terlebih dahulu, apakah benar ataupun tidak. Adapun analisis industri
yang ada adalah:
1. Kekuatan persaingan diantara para pesaing yang ada
Jumlah pesaing tidak terlalu banyak, tetapi instensitas kekuatan persaingan masing-
masing perusahaan tinggi, sehingga tidak mudah untuk ditandingi.
2. Daya tawar konsumen
Daya tawar konsumen dalam industri ini relatif rendah. Dimana jumlah konsumen banyak
tetapi jumlah penjual tidak terlalu banyak, jadi biasanya konsumenlah yang mencari
penjual.
3. Daya tawar supplier
Daya tawar supplier tinggi, karena mereka dapat lebih mudah dalam memainkan harga di
dalam industri elektronik ini.
4. Ancaman dari substitusi
Ancaman subsitusi rendah, karena subtitusi dari produk elektronik yang masih belum ada
yang dapat menandinginya.
5. Ancaman dari pendatang baru
Ancaman dari pendatang baru dalam industri ini terbilang rendah. Terlebih lagi, untuk
masuk kedalam industri elektronik pasti harus memiliki modal yang cukup besar untuk
dapat beroperasi dengan baik. Oleh karena itu, faktanya masih sedikit perusahaan yang
beroperasi dalam industri ini.

Dari analisa tersebut, terdapat tiga kekuatan yang bisa dianggap rendah. ABB menggunakan
diferensiasi sebagai dasar keunggulan kompetitifnya. Namun, jika ditelusuri lebih jauh
faktanya ABB juga melakukan cost leadership. Hal tersebut karena ABB telah mencoba
melakukan efisiensi atas biaya yang dilakukan dengan melakukan outsourcing komponen,
pemotongan biaya pengeluaran, dan pengeluaran persediaan.
ABB membagi work unit-nya menjadi dua fokus, yaitu regional responsibilities dan product
responsibilities. Dimana setiap manajer bertanggung jawab terhadap dua pimpinan yang
berada diatasnya. Unit kerja diberikan otonomi yang cukup luas, bahkan dalam hal

2
operasional dan profitabilitas, karena dianggap sebagai perusahaan yang beroperasi secara
terpisah. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa struktur organisasi ABB menggunakan bentuk
desentralisasi, sehingga rentang perhatian perusahaan cukup luas. Barnevick (CEO ABB)
menekankan kepada para manajernya agar berani mengambil keputusan sendiri. Meskipun
struktur organisasi terdesentralisasi, tetapi ABB memiliki sistem pelaporan yang
tersentralisasi. Hal ini tentunya sangat baik karena manajer-manajer di beberapa negara
tempat mereka beroperasi diberi suatu kebebasan untuk mengatur bisnis dan perusahaannya
sendiri, tetapi tetap dikontrol oleh manajer-manajer diatasnya.

SIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat dikatan bahwa ABB sudah memiliki kinerja yang baik, dengan
pangsa pasar yang telah meluas ke berbagai belahan dunia. Selain itu, perusahaan ini juga
dapat bersaing dengan kompetitor lainnya dalam industri elektronik. Terlepas dari hal
tersebut, ABB tetap harus meningkatkan efisiensi biaya dan diferensiasi produk secara
maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/33402937/Asea_Brown_Boveri_Management_Control_Systems
(tanggal 16 Oktober 2020, diakses pukul 20:44 WIB)

https://www.studocu.com/id/document/universitas-katolik-indonesia-atma-jaya/sistem-
pengendalian-manajemen/essays/kasus-abb-abb-corp/8369599/view (tanggal 16
Oktober 2020, diakses pukul 20:46 WIB)

https://id.wikipedia.org/wiki/ABB_Group (tanggal 16 Oktober 2020, diakses pukul 20:48


WIB)

https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Brown,_Boveri_%252
6_Cie&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=search (tanggal 18 Oktober 2020,
diakses pukul 21:00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai