Anda di halaman 1dari 12

ETIKA MAKAN DI JEPANG VERSUS ETIKA MAKAN DI INDONESIA

KARYA TULIS ILMIAH


diajukan untuk memenuhi Ujian Tengah Semester mata kuliah “Ibunka Rikai”
semester VII

SHANNON LEONETTE HIMAWAN


NPM. 180610170086
KELAS C

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU BUDAYA
JATINANGOR
2020
A. PENDAHULUAN
Bangsa Jepang dipandang sebagai masyarakat homogen (tan’itsu minzoku),
dimana mereka membentuk sebuah bangsa yang secara ras sama (tan’itsu minzoku
kokka). Menurut KBBI, definisi ‘homogen’ terbagi menjadi tiga, antara lain: (1) dari
tipe (jenis, macam, sifat, watak, dan sebagainya) yang sama; (2) serba sama;
(3) utuh (tidak terpecah-pecah). Dikutip dari sumber yang sama, define
‘homogenitas’ antara lain: (1) persamaan macam; (2) persamaan jenis; (3) keadaan
atau sifat homogen; (4) kehomogenan.

Mulai abad 18 hingga abad 20, penyebaran konsep homogenitas bangsa Jepang
melibatkan tokoh-tokoh terkemuka Jepang, dari para sarjana (kokugakusha) hingga
Perdana Menteri Nakasone Yasuhiro (1982-1987). Mereka berpendapat bahwa
Jepang–secara alamiah–merupakan masyarakat bersifat homogen, karena:
(1) bangsa Jepang yang tidak seperti Amerika Serikat–terbentuk atas dasar kontrak
atau kesepakatan;
(2) ras Yamato telah hidup di Jepang setidaknya 2000 tahun, tanpa ada suku bangsa
lain;
(3) letak geografis Jepang yang terpisahkan oleh laut dan berada di ujung timur benua
Eurasia.

Maka saat mengenal budaya asing, tentu mereka akan mengalami culture shock,
karena budaya asing jelas berbeda dari budaya bangsa Jepang. Salah satunya adalah
bangsa Indonesia dengan budayanya yang beranekaragam, dari Sabang sampai
Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Memang di masing-masing negara ada
persamaan dan perbedaan budaya. Akan tetapi, agar masyarakat Jepang bisa bergaul
dengan masyarakat Indonesia–dan sebaliknya–mereka perlu memahami sekaligus
mempelajari budaya-budaya yang ada.

Masing-masing budaya di Jepang maupun Indonesia lahir dari berbagai sumber


informasi budaya. Pertama adalah memories yang berdasarkan ingatan kolektif
sebuah kelompok masyarakat akan suatu peristiwa. Kedua adalah metaphors yang
berdasarkan kesadaran atau cara pandang yang sama dalam masyarakat. Ketiga
adalah maxim yang berdasarkan prinsip berperilaku dan bertutur kata sesuai dengan
kaidah masyarakat. Dan terakhir adalah myth yang berdasarkan kepercayaan atau
asal muasal suatu kelompok masyarakat.

Seperti budaya Jepang, Indonesia memiliki sejarah panjang yang masih


membekas di pikiran masyarakatnya. Bangsa Indonesia juga mengakui mitos-mitos
yang ada di masing-masing daerah, serta berbagai metafora yang dipegang teguh.
Bagi mereka, jika melanggar salah satunya, akan menimbulkan keanehan atau
keganjilan yang menyebabkan citra negatif dalam masyarakat.

Dalam penelitian ini, penulis akan mengambil topik maxim sebagai sumber
informasi budaya. Baik masyarakat Jepang maupun Indonesia, mereka sudah
menjalankan budayanya masing-masing secara tidak sadar, karena budaya tersebut
sudah mendarah daging. Jika melanggar salah satunya, maka akan menimbulkan
keanehan atau keganjilan yang menyebabkan citra negatif di mata masyarakat.
Penulis mengambil contoh etika saat makan, baik di Jepang maupun Indonesia.
Walau etika antar kedua negara ini sangat jauh, tetapi masing-masing etika
mengandung nilai-nilai yang mencerminkan karakteristik masing-masing bangsa
dengan jelas.
B. PEMBAHASAN
B.1.Etika saat Makan (Jepang)
Makanan di Jepang memiliki dua jenis, washoku dan yōshoku. Secara
harafiah, washoku diartikan sebagai makanan Jepang. Washoku sendiri masuk
dalam UNESCO Intangible Cultural Heritage List pada Desember 2013, dimana
kunci utama dalam washoku adalah penggunaan bahan-bahan yang segar serta
mengikuti keempat musim yang terjadi di Jepang –musim semi, musim panas,
musim gugur, dan musim dingin. Washoku diciptakan untuk menghargai serta
mengapresiasi keempat musim Jepang serta bahan -bahan yang siap dipanen
pada musim tertentu. Selain penggunaan bahan-bahannya, washoku juga
mengutamakan untuk mengeluarkan rasa asli dari bahan -bahan yang digunakan
dalam makanan tersebut.

Kunci lain yang tidak kalah penting dalam washoku adalah penggunaan
dashi, yaitu kaldu yang terbuat dari bonito, daun kelp, atau ikan kering yang
direbus. Kaldu ini mengeluarkan rasa umami yang akan mengikat rasa manis,
asam, asin, dan pahit, sehingga membuat washoku kaya rasa.

Dalam washoku, biasanya ada lima unsur makanan. Pertama adalah satu
mangkuk nasi putih yang hangat. Kedua adalah satu mangkuk sup. Sup yang
disajikan bisa sup bening dengan ikan/ayam, atau miso–menggunakan kacang
kedelai yang difermentasi sebagai bahan utama. Sisanya adalah makanan
pendamping, dimana makanan yang disajikan segar dan bervariasi sesuai musim
pada saat itu.

Di Jepang, praktik seiza biasanya dilakukan, termasuk saat makan. Seiza


sendiri merupakan praktik duduk ala Jepang secara tradisional, dimana posisi
duduknya diawali dengan berlutut dan duduk di atas kaki. Akan tetapi, sekarang
sudah banyak rumah dan restoran yang menyediakan meja dan kursi untuk
menjaga kenyamanan. Selain itu, di Jepang, jarang ditemukan peralatan makan
berupa sendok, garpu, atau pisau makan, karena masyarakat Jepang biasanya
menggunakan sumpit sebagai peralatan makannya. Secara tradisional, sumpit
di Jepang terbuat dari bambu atau kayu dan sering dipernis. Akan tetapi, sejak
1878, Jepang memproduksi sumpit sekali pakai–pertama di dunia–dan hingga
sekarang masih dipakai.

Karena tidak semua orang mengerti cara menggunakan sumpit Jepang,


berikut adalah demonstrasi singkat mengenai cara menggunakannya.

Sumber: The Book of Everything

Selain memahami cara penggunaannya, etika penggunaan sumpit juga


harus dipahami oleh semua orang, antara lain:
• Hindari menunjuk orang lain atau makanan dengan sumpit
• Hindari menggosok atau memainkan sumpit
• Hindari menusuk makanan dengan sumpit
• Hindari menarik mangkuk atau piring dengan sumpit
• Hindari menyeruput sisa saus dari sumpit

Tidak hanya itu, ada juga etika penggunaan sumpit yang harus semua
orang ingat, yaitu tidak menancapkan sumpit pada mangkuk nasi secara
vertikal, secara cara ini dilakukan oleh masyarakat Jepang sebagai salah satu
ritual untuk orang yang sudah meninggal. Dan, tidak mengoper makanan dari
sumpit ke sumpit, karena cara ini mengingatkan masyarakat Jepang pada tradisi
mengoper tulang yang sudah dikremasi dari sumpit ke sumpit.

Pada sebagian besar restoran di Jepang, disediakan oshibori (handuk


basah, bisa panas/dingin) yang digunakan untuk membersihkan kedua tangan
sebelum makan. Jangan menggunakan oshibori untuk membersihkan wajah
dan/atau leher. Setelah menggunakan oshibori, ucapkan frasa “itadakimasu”
sebelum menyantap sebagai tanda syukur atas makanan yang telah diberikan.
Jika makanannya harus langsung disantap sementara makanan lainnya belum
tiba di meja makan, bisa mengucapkan frasa “osaki ni douzo” atau “osaki ni
itadakimasu”.

Saat makan dari mangkuk berukuran kecil, seperti nasi dan sup,
sebaiknya mangkuk diangkat dan didekatkan ke mulut. Apabila makan dari
mangkuk berukuran besar, seperti ramen, sebaiknya mangkuk diletakkan pada
posisi semula, dan hanya makanannya saja yang diangkat dan didekatkan ke
mulut. Selain itu, saat menyantap potongan makanan yang berukuran besar,
seperti tempura dan korokke, sebaiknya belah makanan tersebut menjadi
beberapa potong kecil–bisa dimakan dalam sekali suap–dengan sumpit. Atau,
bisa juga digigit sedikit dan letakkan sisanya pada piring.

Saat makan pun ada beberapa hal yang perlu diingat oleh semua orang,
antara lain:
• Hindari menuangkan kecap asin secara langsung di atas makanan, terutama
nasi
• Habiskan makanan dan/atau saus yang telah disajikan–tanpa sisa

➔ Jika tidak suka atau tidak bisa makan, bisa memberitahu ke pelayan
restoran atau tidak perlu memakannya sama sekali
• Hindari menyantap hidangan secara langsung dari piring bersama
• Hindari meniup hidung, bersendawa, dan batuk di meja makan
• Hindari meletakkan siku di atas meja makan

Menyeruput makanan di negara lain merupakan hal tabu. Akan tetapi,


menyeruput makanan di Jepang bukanlah hal tabu. Bagi masyarakat Jepang,
menyeruput makanan dipercaya bisa meningkatkan rasa makanan serta
menunjukkan bahwa orang tersebut sangat menyukai makanannya.

Sesudah makan, rapikan peralatan makan seperti semula. Sumpit


diletakkan pada hashi-oki (sandaran sumpit) atau kertas sumpit yang sudah
dilipat. Jika menggunakan sumpit sekali pakai, letakkan kembali ke kertas
pembungkus sumpit dengan rapi dan lipat ujungnya. Sumpit yang diletakkan
dekat mangkuk atau piring sendiri menandakan bahwa orang tersebut masih
belum selesai makan. Selain itu, menutup kembali mangkuk dengan penutup.
Setelahnya, ucapkan frasa “gochisousama deshita” sebagai ucapan terima kasih
pada orang yang telah menyiapkan makanannya.

B.2. Etika saat Makan (Indonesia)


Berbeda dengan makanan Jepang, semua makanan Indonesia harus
bersertifikat halal, mengingat mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam.
Halal berarti sesuai dengan syariat Islam, baik dari segi pemotongan hingga
penyajian. Maka, sangat jarang ditemukan daging babi maupun alkohol yang
terkandung dalam makanan di Indonesia. Itu merupakan salah satu hal yang
perlu diingat oleh semua orang. Hal lainnya yang perlu diingat adalah tidak
mengajak orang Muslim untuk makan saat bulan Ramadan. Bulan Ramadan
sendiri merupakan bulan suci bagi orang Muslim untuk berpuasa.

Peralatan makan di Indonesia sangat berbeda dengan Jepang. Kalau di


Jepang menggunakan sumpit, di Indonesia menggunakan sendok dan garpu. Jika
ingin memotong makanan, gunakan sendok dan garpu. Garpu digunakan sebagai
penumpu, sedangkan sendok (bagian sisi samping) digunakan sebagai alat
potong–layaknya pisau makan. Akan tetapi, sendok merupakan peralatan makan
yang paling sering digunakan di Indonesia. Setelah makan, letakkan
sendok dan garpu menghadap kebawah. Dan, sama seperti sumpit, sendok dan
garpu tidak digunakan untuk bermain-main.

Selain menggunakan sendok dan garpu, masyarakat Indonesia juga


dikenal dengan muluk, yang dalam bahasa Jawa berarti penggunaan tangan
untuk makan. Hal ini terbilang unik dan tidak dapat ditemukan di negara lain,
termasuk Jepang. Jika ingin makan menggunakan tangan, dianjurkan untuk cuci
tangan dengan sabun dibawah air mengalir, sebelum dan sesudah makan. Atau,
cara yang paling unik adalah dengan kobokan, mangkuk berisi air dan irisan
limau yang biasanya digunakan untuk mencuci tangan–bukan untuk diminum.

Saat mengambil dan menyantap makanan, selalu gunakan tangan


kanan. Di Indonesia, menggunakan tangan kiri merupakan hal yang sangat tabu,
karena dianggap kotor dan tidak sesuai dengan syariat Islam. Karena tidak
semua orang mengerti cara menggunakan tangan untuk makan, berikut adalah
demonstrasi singkat mengenai cara menggunakannya.
1. Ambil sedikit nasi dan gulungkan menjadi bola dengan jari-jari
2. Campurkan dengan sayur dan lauk pauk
3. Celupkan ke dalam saus (opsional)
4. Masukkan semuanya ke dalam mulut
Selain menggunakan piring, daun pisang atau kertas minyak juga bisa
digunakan sebagai substitusi untuk menyimpan makanan.

Tidak semua rumah atau restoran menyediakan kursi dan meja makan,
tetapi jika duduk di kursi, biasakan untuk tidak bersender, karena hal tersebut
dianggap tidak sopan. Jika duduk di lantai, biasakan untuk duduk bersila atau
jangan sampai telapak kaki terlihat saat makan, karena hal tersebut akan
membuat orang lain tidak nyaman. Selain itu, hindari melipat tangan saat berada
di meja makan.

Hal lainnya yang perlu diingat adalah, membiasakan untuk


mengutamakan orang tertua di meja makan untuk mengambil dan menyantap
makanannya. Jika orang tersebut sudah mengucapkan frasa “silakan”, yang
lainnya boleh langsung mengambil dan menyantap makanannya. Jangan pernah
mendahulukan untuk mengambil dan menyantap makanan sebelum orang tertua.

Saat makan, hindari membuat suara dan makan dengan mulut tertutup
sebagai tanda menghormati orang lain. Jika ingin berbicara, biasakan untuk
menguyah makanan terlebih dahulu hingga habis dan berbicara dengan suara
kecil saja. Selain itu, hindari mengambil serta meminta makanan dari piring
orang lain. Semua hal harus dilakukan secara mandiri. Jika di tengah -tengah
menikmati makanan ada panggilan telepon, minta izin terlebih dahulu ke orang
tertua untuk menerima panggilan dan pergi keluar dari meja makan. Dan,
usahakan untuk menutup mulut saat batuk dan/atau bersin, agar orang lain tidak
merasa terganggu.
C. KESIMPULAN
Secara garis besar, etika saat makan di Jepang dan Indonesia memiliki
kemiripan. Tidak semua restoran dan/atau rumah memiliki kursi dan meja makan,
sehingga mengharuskan duduk di lantai. Kalau di Jepang harus melakukan seiza, di
Indonesia harus duduk bersila atau jangan sampai memperlihatkan telapak kaki
kepada orang lain. Sebelum menyantap hidangan juga diharuskan untuk mencuci
tangan. Di Jepang, mencuci tangan dilakukan dengan oshibori, sementara di
Indonesia, mencuci tangan bisa dilakukan dengan menggunakan sabun dibawah air
mengalir atau kobokan.

Walau peralatan makan di Jepang menggunakan sumpit, dan di Indonesia


menggunakan sendok dan garpu, hindari bermain-main dengan peralatan makan
karena hal tersebut bisa mengganggu kenyamanan orang dan dianggap tidak sopan.
Setelah menggunakan peralatan makan, di Jepang, sumpit diletakkan di hashi-oki
atau kertas pembungkus sumpit yang sudah dilipat–agar menyerupai hashi-oki.
Sumpit yang diletakkan di sebelah mangkuk atau piring akan dianggap belum
selesai makan. Sementara di Indonesia, sendok dan garpu diletakkan di piring
dengan posisi menghadap kebawah. Sendok dan garpu yang diletakkan dengan
posisi menghadap keatas juga akan dianggap belum selesai makan.

Selain itu, jika ingin memotong makanan berukuran besar, di Jepang, tinggal
menggunakan sumpit. Atau, menggigit sedikit dan meletakkan sisanya di piring
pribadi. Di Indonesia, tinggal menggunakan sendok dan garpu. Garpu digunakan
sebagai titik tumpuan, dan sendok (bagian sisi samping) digunakan sebagai “pisau
makan” untuk memotong. Juga, tidak boleh makan secara langsung dari piring
bersama, sehingga dihimbau untuk mengambil beberapa dan meletakkannya di
piring pribadi.

Saat berada di meja makan, hindari melipat tangan atau meletakkan siku di atas
meja makan. Juga, tidak meniup hidung, bersin, batuk, dan/atau bersendawa di meja
makan.
Meski memiliki kemiripan, ada banyak perbedaan etika saat makan di Jepang dan
Indonesia. Di Jepang, ada frasa “itadakimasu” yang diucapkan sebelum makan dan
“gochisousama deshita” yang diucapkan setelah makan. Sementara di Indonesia,
kedua frasa tersebut tidak ada dan biasanya mengucapkan doa sebelum makan.
Selain itu, di Indonesia bisa menyantap makanan dengan tangan. Sementara, di
Jepang tidak ada.

Di Jepang, jika makanan yang disajikan harus disantap langsung, bisa


mengucapkan frasa “osaki ni douzo”. Sementara di Indonesia, mau tidak mau, harus
menunggu orang tertua di meja makan untuk mengambil dan menyantap
makanannya, baru bisa diikuti oleh yang lain. Kalau di Jepang, boleh membuat
suara (menyeruput) saat makan, di Indonesia tidak boleh membuat suara sama sekali
saat makan. Dan uniknya, di Indonesia memiliki substitusi piring, antara lain
lembaran daun pisang atau kertas minyak. Sementara di Jepang tidak ada.
D. DAFTAR PUSTAKA
Bahasa, Pusat. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Barton, David Watts. (2016, Juli 26). How to Conquer Seiza, the Foreigner’s
Nightmare. https://japanology.org/2016/07/how-to-conquer-seiza-the-foreigners-
nightmare/. Diakses 29 Oktober 2020.
Denoon, Donald & Mark Hudson. (2001). Multicultural Japan Palaeolithic to
Postmodern. New York: Cambridge University Press.
Hariyadi, Edy. (2012). Homogenitas versus Multikulturalisme: Perdebatan
Penerimaan Pekerja Asing di Jepang. Jember: Universitas Jember.
Indoindians. (2017, Agustus 24). Indonesian Dining Etiquette.
https://www.indoindians.com/indonesian-dining-etiquette/. Diakses 26 Oktober
2020.
japan-guide.com. (2020, Februari 23). Japanese Table Manners.
https://www.japan-guide.com/e/e2005.html. Diakses 26 Oktober 2020.
John. (2013, September 2). Unearthing the Mysteries of Japanese Chopsticks.
https://www.tofugu.com/japan/chopsticks-in-japan/. Diakses 28 Oktober 2020.
Rodgers, Greg. (2019, April 28). Japanese Dining Etiquette.
https://www.tripsavvy.com/japanese-dining-etiquette-1458301. Diakses 26 Oktober
2020.
scholar, etiquette. Indonesia Dining Etiquette.
https://www.etiquettescholar.com/dining_etiquette/table-
etiquette/pacific_dinner_etiquette/indonesian.html. Diakses 26 Oktober 2020.
Setiya, Tri. Dining Etiquette in Indonesia – Habits.
https://factsofindonesia.com/dining-etiquette-in-indonesia. Diakses 26 Oktober
2020.
Team, FUN! JAPAN. (2018, April 27). Etiket Penggunaan Sumpit di Jepang.
https://www.fun-japan.jp/id/articles/8146. Diakses 28 Oktober 2020.
Travel, Japan. Japanese Food Etiquette Guide.
https://www.japan.travel/en/guide/japanese-food-etiquette/. Diakses 26 Oktober
2020.

Anda mungkin juga menyukai