Anda di halaman 1dari 98

PERBANDINGAN SKOR BASIL TAHAN ASAM (BTA)

ANTARA TEKNIK KONVENSIONAL (ZIEHL NEELSEN)


DENGAN

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH
Bima Adi Wiryo
NIM: 11151030000016

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1440 M
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH
Bima Adi Wiryo
NIM: 11151030000016

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M/ 1439 H
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yc rig saya gunakan dalair penulisan ini telah saya
cantuiTlkan sesuai den3an ketentuan yang berlaku di UIF Syarif
Hidayatullah JR)£a1‘lR
3. Jika dikernudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya as11 saya atau
menipal‹an hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatul!ah Jakarta

Ciputat, 26 Ok er 2018

'\
Btma ASi' Wiryo

ii
LEMBAR PERSETUJUAN
PEMBIMBING

PERBANDINGAN SKOR BASIL TAHAN ASAM (BTA) ANTARA


TEKNIK KONVENSIONAL (ZIEHL NEELSEN) DENGAN
PENAMBAHAN BLEACH 1% PADA SPESIMEN SPUTUM

Laporan Penelitian
diajukan kepada Fakultas Kedokteran untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh
Bima Adi Wirvo
NIM: 11151030000016

Pembimbing I PembimbiJg II

dr. Erike Anggraini S,M.Pd Sp.MK dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D.
NIP. 19810926 201101 2 007 NIP. 197701022005012007

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M /1439 H

111
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul PERBANDINGAN SKOR BASIL TAHAN ASAM


(BTA) ANTARA TEKNIK KONVENSIONAL (ZIEHL NEELSEN) DENGAN
PENAMBAHAN BLEACH 1% PADA SPESIMEN SPUTUM yang diajukan
oleh Bima Adi Wiryo (NIM 11151030000016), telah diujikan dalam sidang di
Fakultas Kedokteran pada Oktober 2018. Laporan penelitian ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada
Program Studi Kedokteran.
Ciputat, 26 Oktober 2018

DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

dr. Erike Anggraini S,M.Pd Sp.MK


NIP. 19810926 201101 2 007

Pembimbing I Pembimbin

dr. Erike Anggraini S,M.Pd Sp.M dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh,
K NIP. 19810926 201101 2 007 Ph.D. NIP. 197701022005012007

Penguji I Penguji II

YulQti, S.Si., M.Biomed. dr. Yona M anda, Sp.PK


NIP.196909152008012022 NIP.198301242011012009
PIMPINAN FAKULTAS PIMPINAN PRODI
Dekan Fakultas Kedokteran Kepala Prodi Fakultas Kedokteran

dr. Achmad Zaki, M. Epid, SpOT


NIP . 19780507 200501 1 005
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji dan rasa syukur saya panjatkan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala atas segala limpahan rahmat-Nya saya dapat menyelesasikan penelitian
ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad shallalahu alaihi wa
Alhamdulillah penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dr. H. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD selaku dekan FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
dr. Achmad Zaki, M. Epid, SpOT selaku Kepala Prodi FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dr. Erike Anggraini Suwarsono, M.Pd Sp.MK dan dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D. selaku pembimb
Ayahanda Budi Trikarso dan Ibunda Ade Laela Rizkya, kedua orang tua saya yang senantiasa mencur
semangat dan doa untuk kebaikan saya dalam menjalani pendidikan dan

keseharian saya hingga saat ini. Adik kandung tersayang Nabilla Maharani
yang selalu menaburkan kebahagiaan dan keceriaan dalam keseharian
saya. Terima kasih atas kebaikan tanpa mengenal pamrih yang selalu
diberikan kepada saya sampai kapan pun.
5. dr. Flory Ratnasari, Ph.D selaku penanggung jawab (PJ) modul riset
PSPKD 2015, bu Yuliati, M. Biomed selaku PJ laboratorium
Mikrobiologi.
6. Teman-teman kelompok riset saya, Sarwan, Rafi, dan Eneng yang
berjuang bersama dalam menyelesaikan penelitian ini.
7. Teman 24/7 saya Raka Dhaneswara, Ahmad Zahid, Bintang Aditya dan
Aridanto yang senantiasa mendengarkan keluh kesah selama penelitian
dan supporting system ketika semangat turun untuk mengerjakan
penelitian ini.
v
8. Teman-teman angkatan saya Arrafie yang senantiasa memberi dukungan
dan motivasi.
9. Mbak Novi selaku laboran Mikrobiologi. Mas irul selaku OB laboratorium
Mikrobiologi yang banyak membantu saya dalam menyelesaikan
penelitian.
10. Teman yang berjasa dalam persidangan saya yaitu Rahman yang memberi

memberi semangat, serta motivasi dalam penelitian ini yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.
litian ini masih banyak terdapat kekurangan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan aga
tulis, semoga dapat memberikan banyak
para pembaca pada umumnya.

Ciputat,Agustus 2018

Penulis

vi
ABSTRAK
Bima Adi Wiryo. Fakultas Kedokteran. Perbandingan Skor Basil Tahan
Asam (BTA) Antara Teknik Konvensional (Ziehl Neelsen) Dengan
Penambahan Bleach 1% Pada Spesimen Sputum.

Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia.


Apusan mikroskopi langsung untuk basil tahan asam (BTA) tetap merupakan
metode umum untuk diagnosis laboratorium tuberkulosis paru.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan skor basil tahan
asam (BTA) antara tekhnik konvensional (Ziehl Neelsen) dengan penambahan
bleach 1%.
Metode. Menggunakan desain penelitian yang digunakan adalah uji komparatif
kategorik secara kuantitatif yaitu Skor BTA. Sampel yang digunakan adalah 40
spesimen sputum pasien dengan diagnosis Tuberkulosis di Puskesmas Kali Baru,
Bekasi yang diwarna dengan Teknik Konvensional (Ziehl Neelsen) dan
Konvensional yang ditambahkan bleach 1%. Analisis data dilakukan dengan
analisis univariat (distribusi frekuensi), dan analisis bivariat dengan uji Chi-
Square. Hasil dan Kesimpulan. Dari hasil analisis bivariat menggunakan uji
statistik Friedman terdapat 5% skor negatif, 15% scanty, 62,5% positif 1 (+1),
dan 17,5%
positif 2 (+2) dengan bleach 1% dibandingkan dengan konvensional (p = 0,007).
Ditemukan juga penggunaan bleach 1% dapat meningkatkan kualitas pewarnaan
menjadi lebih akurat, efektif, bersih dan jernih, dan lebih aman bagi pemeriksa.

Kata kunci : pewarnaan BTA konvensional, bleach, skor BTA

vii
ABSTRACT
Bima Adi Wiryo. Medical School. Comparison of Acid Resistant Basil Scores
(AFB score) Between Conventional Techniques (Ziehl Neelsen) With 1%
Bleach Addition to Sputum Specimens..

is of pulmonary tuberculosis.

patients with a diagnosis of Tuberculosis at Kali Baru Health Center, colored Bekasi with conventional techniques (Ziehl Nee
1), and
accurate, effective, clean and clear, and safer for the examiner.

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN.............................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHANiv
KATA PENGANTAR……………………………………………………….v
ABSTRAKvii
DAFTAR ISIix
DAFTAR TABELxii
DAFTAR GAMBARxiii
DAFTAR SINGKATANxiv
DAFTAR LAMPIRANxv

BAB I PENDAHULUAN1
Latar Belakang1
Rumusan Masalah3
Hipotesis4
Tujuan Penelitian4
Manfaat Penelitian…4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6


2.1 Landasan Teori.........................................................................................6
2.1.1 Mycobacterium Tuberculosis.......................................................7
2.1.2 Sifat Pertumbuhan Mycobacterium Tuberculosis........................8
2.1.3 Struktur Antigen..........................................................................9
2.1.4 Epidemiologi.............................................................................10
2.1.5 Klasifikasi Tuberkulosis.............................................................11
2.1.6 Gejala Klinis Tuberkulosis.........................................................15
2.1.7 Diagnosis Tuberkulosis.............................................................16
2.1.8 Patogenesis Tuberkulosis dan Cara Penlunaran.........................22

ix
2.1.9 Faktor-fkator yang berhubungan dengan kejadian TB.............23
2.1.10 Cara Penularan Tuberkulosis...................................................25
2.1.11 Pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA).....................................25
2.1.12 Jenis Pemeriksaan Tuberkulosis..............................................32
2.1.13 Sodium Hipoklorit (Bleach)....................................................35
Kerangka Teori41
Kerangka Konsep42
Definisi Operasional44

BAB III METODE PENELITIAN44


Desain Penelitian44
Waktu dan Tempat Pewarnaan BTA44
Populasi dan Sampel44
Kriteria Sampel44
Identifikasi Variabel46
variabel Terikat46
3..2 Variabel Bebas46
Cara Kerja Penelitian46
Teknik Pengambilan Sampel46
Persiapan Alat dan Bahan…48

3.5.3 Alat dan Bahan Pewarnaan BTA...............................................48


3.5.4 Pembuatan Larutan bleach.........................................................51
3.5.5 Pembuatan Preparat Konvensional.............................................52
3.5.6 Pembuatan Preparat bleach 1 %.................................................54
3.5.7 Pewarnaan BTA Ziehl-Neelsen..................................................54
3.5.8 Pembacaan Sediaan Apus..........................................................55
3.6 Alur Penelitian........................................................................................57
3.7 Manajemen Data.....................................................................................58
3.7.1 Pengumpulan Data.....................................................................58
3.7.2 Pengolahan Data.........................................................................58
3.7.3 Analisis Data..............................................................................58
x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................60
4.1 Analisis Univariat...................................................................................60
4.2 Persentasi Hasil Skor BTA.....................................................................61
4.3 Analsis Bivariat......................................................................................62
4.4 Pembahasan............................................................................................64
Hasil Akurat dan Efektif66
Keamanan67
Kualitas Pewarnaan yang lebih bersih dan jernih.68
Keterbatasan Penelitian…69
Aspek Keislaman.69
BAB V SIMPULAN DAN SARAN72
Kesimpulan72
Saran72

BAB VI KERJASAMA PENELITIAN73

DAFTAR PUSTAKA74
LAMPIRAN 1…79
LAMPIRAN 2…80
LAMPIRAN 3…81

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah BTA, dan kemungkinan mendapatkan hasil positif...................19


Tabel 2.2 Interpretasi hasil pemeriksaan TB paru..................................................20
Tabel 2.3 Interpretasi pemeriksaan mikroskopis TB paru berdasarkan skala IUATLD20
Tabel 2.4 Perbedaan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan Tan Thiam Hok (Kinyoun- Gabet).27
Tabel 2.5 Spesimen dahak yang berkualitas baik30
Tabel 2.6 Ukuran sediaan dahak.31
Tabel 2.7 Kerataan spesimen.32
Tabel 2.8 Berbagai macam pemerikaan khusus TB34
Tabel 2.9 Penggunaan Hipoklorit di Puskesmas39
Tabel 2.10 Definisi Operasional43
Tabel 3.1 Alat-alat pewarnaan BTA48
Tabel 3.2 Bahan Pewarnaan BTA49
Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Sampel62
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi hasil skor BTA61
Tabel 4.3 Hasil uji chi-square skor BTA konvensional dengan Bleach 1%63

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi Tuberkulosis berdasarkan organ......................................13


Gambar 2.2 Klasifikasi Tuberkulosis berdasarkan tipe penderita.........................14
Gambar 2.3 Skema Alur Diagnosis TB Dewasa....................................................22
mbar 2.4 Jenis-jenis sputum27
mbar 2.5 Skema skala laba-laba28
mbar2.6 Tuberkulosis bewarna merah dapat tersusun tunggal atau berkelompok29
mbar 2.7 Pewarnaan BTA yang terdapat endapan kristal dan sisa zat warna…29 Gambar 2.8. Kualitas background pewarnaa
mbar 2.9 Pembentukan asam hipoklorus (HOCL) dalam larutan alkali membentuk hipoklorit36
mbar 2.10 Rumus Molekul NaOCL (Sodium Hipoklorit)36
mbar 2.11 Reaksi Klorin dengan natrium hidroksida36
mbar 2.12 Proses Manufaktur NaOCL (Sodium Hipoklorit)37
mbar 2.14 Alur Kerangka Teori41
mbar 2.15 Alur Kerangka Konsep42
mbar 3.1 Bentuk preparat52
mbar 3.2 Proses Pengambilan Sputum53

Gambar 3.3 Cara pembuatan preparat...................................................................53


Gambar 3.4 Alur Pembacaan Preparat...................................................................55
Gambar 3.5 Alur Penelitian....................................................................................57
Gambar 4.1 Hasil kualitas pewarnaan BTA bleach dan konvensional..................70

xiii
DAFTAR SINGKATAN

IUALTD = International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis

TB = Tuberkulosis

BTA = Bakteri Tahan Asam

WHO = World Helath Organization

MDR-TB = Multidrugs Resistance Tuberkulosis

LMI = leucocyte Migration Inhibition

NTM = Non Tuberculosis Mycobacterium

DOTS = Directly Observed Treatment, Short-Course

MDG'S= Millenium Development Goals’s

ICSB = International Commite on Systematic Bacterilogical

BCG = Bacille Calmette Guerin

LQAS = Lot Quality Assurance Sampling

MOTT = Mycobacterium Other Than Tuberculosis

PCR = Polymerase Chain Reaction

LED = Laju Endap Darah

IGRA = Interferon Gamma Release Assay

ELISA = Enzym linked immunosorbent assay

ICT =Immunochromatographic Tuberculosis

PAP = Uji peroksidase anti peroksidase

ADA = Uji Adenosine Deaminase

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Penulis................................................................................79


Lampiran 2 Tabel Data Pasien.............................................................................80
Lampiran 3 Hasil Pengolahan SPSS81

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pada tahun 2015, Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang sudah

ang kehilangan rata- rata waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tan

pernapasan. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) telah


mengadaptasi Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2030, dengan
membentuk program "The End TB Strategy" sejak 2015. Program ini harus
dilaksanakan oleh setiap negara di seluruh dunia, dan memiliki tujuan untuk
mengurangi hingga 90 % mortalitas dan kejadian TB hingga 80% dibandingkan
dengan tahun 2015.3 Bakteri Tuberkulosis merupakan bakteri tahan asam. Bakteri
tahan asam merupakan bakteri yang mempertahankan senyawa warna karbol
fuchsin (fuchsin yang dilarutkan dalam campuran alkohol/air) walaupun sudah
dicuci dengan asam alkohol dan untuk mendeteksi bakterinya diberi lagi
pewarnaan kontras (Methylen Blue), sehingga hanya bakteri TB yang bewarna
merah sedangkan bakteri lain akan ikut dalam warna kontras yang bewarna biru.8

1
2

Untuk mengeliminasi TB tidak dapat dicapai hanya dengan memberikan


pengobatan yang tepat kepada pasien, tetapi juga dengan mengembangkan alat
diagnostik yang kuat.4 Untuk mendiagnosis penyakit TB ini diperlukan beberapa
tahapan pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik, laboratrium (darah, dahak sputum,
cairan otak), rontgen, uji tuberkulin dan masih banyak lagi. Pemeriksaan sputum
merupakan pemeriksaan yang sudah dilakukan sejak lama dan tetap menjadi standar dari penegaka
Sputum adalah spesimen klinis umum untuk pewarnaan basil tahan asam (BTA). Dahak yang dilewa
membunuh kuman TB. Bleach banyak digunakan sebagai disinfektan, mudah

diperoleh di pasaran, umumnya digunakan oleh masyarakat, dan tidak mahal.


Banyak metode pengolahan dekontaminasi sputum, seperti penambahan bleach
langsung (jangka pendek), sendimentasi dengan bleach, dan sentrifugasi dengan
menggunakan bleach.6 Proses dekontaminasi juga dapat membunuh
Mycobacterium tuberkulosis jika solusi yang digunakan terlalu tinggi atau
metodenya terlalu kompleks. Hingga 20-90% dari Mycobacterium pada spesimen
klinis dapat terbunuh dalam proses dekontaminasi. Sehingga diperlukan metode
dekontaminasi yang tepat untuk meminimalisir waktu pengerjaan dan langkah-
langkah pengolahan yang kompleks yang dapat meningkatkan risiko kontaminasi
silang serta transmisi pekerjaan kepada pekerja laboratorium.7,9
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bonnet M, dkk di Kenya,
pewarnaan BTA sebelumnya yang sudah dilakukan terhadap sputum positif TB
antara spesimen yang disendimentasikan 24 jam (overnight) dengan
menggunakan hipoklorit (NaOCL) atau biasa yang disebut dengan bleach dengan
spesimen pewarnaan BTA konvensional, penambahan bleach menunjukan hasil
positif yang
meningkat sebanyak 23%.10 Diperlukan waktu satu hari untuk melihat hasil di mikroskop dari NaOC
Dapat disimpulkan dalam studi ini bahwa penambahan bleach dapat menjadi metode pengembanga
Konvensional (Ziehl Neelsen) Dengan Penambahan Bleach 1% Pada Spesimen

Sputum”. Hasilnya diharapkan dapat dipergunakan sebagai alternative


pemeriksaan baru yang lebih akurat, efektif dan meningkatkan keamanan serta
menghasilkan kualitas pewarnaan BTA yang lebih baik dari Teknik konvensional.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
Apakah terdapat perbedaan skor BTA antara kelompok sputum yang
diwarnai dengan teknik konvensional (Ziehl Neelsen) dengan kelompok yang
ditambahkan bleach 1%?
1.3 Hipotesis
Terdapat perbedaan skor BTA antara kelompok yang diwarnai
menggunakan teknik konvensional (Ziehl Neelsen) dengan penambahan bleach
1%.

an ini adalah :

ndingan skor BTA antara penambahan 1% bleach


nal (Ziehl Neelsen).

kor BTA dengan teknik BTA konvensional (Ziehl Neelsen).


kor BTA dengan menggunakan teknik Ziehl Neelson
bleach 1%.
ndingan skor BTA antara penambahan bleach 1% dan BTA konvensional (Ziehl Neelsen) sehingga dapat diketahui metode pe

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Peneliti
1. Mendapatkan pengalaman serta pengetahuan dalam melakukan
penelitian terutama di bidang mikrobiologi pewarnaan BTA.
2. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran di
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Menambah wawasan dalam mengkaji program penanggulangan TB
paru beserta cara diagnosis TB di Indonesia yang masih menjadi
masalah.
4. Sarana belajar dalam meningkatkan kemampuan di bidang penelitian
dan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
1.5.2 Bagi Institusi
1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi bahan referensi bagi
peneliti berikutnya.
2. Sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Bagi Masyarakat
Meningkatkan kualitas teknik hasil laboratrium dalam menegakan diagnosis TB di Indonesia.
Menghindari penularan TB secara “airborne” terhadap pemeriksa
laboratrium sehingga menignkatkan keamanan laboratrium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Mycobacterium Tuberculosis
aru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga
aru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

u ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh

nekrosisnya menghasilkan senyawa seperti keju yang dinamakan proses perkijuan


dan disebut sebagai nekrosis kaseosa. TB paru dapat menular melalui udara,
waktu seseorang dengan TB aktif pada paru batuk, bersin atau bicara. Manusia
adalah satu-satunya tempat di mana kuman ini dapat berkembang biak. Keluarga
kuman ini bersifat tahan asam dan memerlukan pengecatan khusus, yaitu Ziehl
Neelsen agar tampak di mikroskop. Pada latar yang kontras kuman ini tercat
merah muda. Perlu sekitar 10.000 organisme per mililiter dahak untuk bisa
memvisualisasikan bakteri ini. 14
Mycobacterium Tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang aerob yang
tidak membentuk spora. Meskipun bakteri ini tidak terwarnai dengan mudah,
sekali terwarnai, bakteri ini dapat menahan warnanya walaupun diberikan
asam atau

6
alkohol dan oleh sebab itu, disebut basil tahan asam (BTA). Mycobacterium
Tuberculosis menyebabkan Tuberkulosis dan mikobakterium atipikal lainnya
yang sering menginfeksi penderita AIDS, adalah patogen oportunistik pada pasien
yang imunokompromais lainnya, dan kadang-kadang menyebabkan penyakit pada
pasien dengan sistem imun normal. Terdapat lebih dari 50 spesies
mikobakterium,
termasuk banyak yang bersifat saprofit.15
Ada beberapa mikobakterium pathogen, tetapi hanya strain bovin yang patogenik terhadap manusi
Sama dengan Rhodococcus dan Nocardia, Mycobacteria merupakan mikroba tahan asam, Tingkat ke
Mycobacterium tidak dapat diwarnai dengan cara Gram, tetapi kalau

berhasil maka hasilnya adalah positif Gram. Dibandingkan dengan kuman lainya,
golongan Mycobacterium, tahan terhadap asam dan alkali sehinggga apabila
bahan spesimen mengandung kuman lain mudah dapat dibunuh dengan asam
alkohol sehingga spesimen menjadi lebih murni. Tetapi harus diperhatikan
kepekatan zat asam dan alkali Karena terlalu pekat juga dapat membunuh
Mycobacterium. 17
Jika sudah terwarnai dengan bahan dasar (karbol fuchsin), organisme ini
warnanya tidak akan larut dengan alkohol, tanpa menghiraukan penambahan
iodin. Basil tuberkulosis sejati ditandai dengan "tahan asam" yaitu dengan
senyawa 95% etil alkohol yang mengandung 3% asam hidroklorat (asam-alkohol)
dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. 15
Termasuk dalam Mycobacteria yang secara medis penting adalah :
(1) Mycobacterium Tuberculosis, (2) M. bovis, (3) M. africanum, (4) M. microtii,
(5) M. ulcerans, (6) M. leprae, (7) M. kansasii, (8) M. marinum, (9) M. simiae, (10)
M. scrofulaceum, (11) M. szulgai, (12) M. xenopi, (13) M. gordonae, (14) M.
flavescens, (15) M. fortuitum-chelonae complex, (16) M. thermoresistible, (17) M.
avium-intracellulare complex, (18) M. terra-triviale complex. Nomor 1 sampai 4

benihan berbentuk kokoid dan berfilamen. Tidak berspora dan tidak bersimpai. Pada pewarnaan cara Ziehl Neelsen atau Tan

CO, mendukung pertumbuhan. Aktivitas biokimia tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan b

Energi didapat dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. dapat


merangsang pertumbuhan. Pertumbuhan lambat, waktu pembelahan sekitar 20
jam. Suhu pertumbuhan optimum 37°C. Pada perbenihan, pertumbuhan tampak
setelah 2-3 minggu. Koloni cembung, kering, kuning gading.17
Daya tahan kuman tuberkulosis lebih besar apabila dibandingkan dengan
kuman lainnya karena sifat hidrofobik permukaan sel. Hijau malakhit dapat
membunuh kuman lain tetapi tidak membunuh Mycobacterium tuberculosis,
demikian juga asam dan alkali. Dengan fenol 5% diperlukan waktu 24 jam untuk
membunuh Mycobacterium tuberculosis. Pada sputum kering yang melekat pada
debu dapat bertahan hidup 8-10 hari. Pengaruh pemanasan daya tahanya sama
dengan kuman lainya. Jadi dengan pasteurisasi kuman TB ini dapat dibunuh.17
2.1.4 Struktur Antigen
Sebagian besar antigen kuman teradapat pada dinding sel yang dapat
menimbulkan hipersensitifitas tipe lambat, kekebalan dan menjadi Freunds
adjuvants. Antigen protoplasma tidak banyak perananya tapi dapat menyebabkan

an. Lemak juga berperanan pada sifat tahan asam. Apabila lemak kuman tuberkulosis dihilangkan dengan eter, maka sifat t

Tiap tipe Mycobacterium mengandung beberapa protein yang


menimbulkan reaksi tuberkulin. Protein yang terikat pada fraksi lilin dapat
membangkitkan sensitivitas tuberculin, juga dapat merangsang pembentukan
bermacam-macam antibodi.
3. Polisakarida
Mycobacterium mengandung bermacam-macam polisakarida.
Peranannya dalam patogenisis belum jelas. Dapat merangsang timbulnya
hipersensitivitas cepat dan dapat mengganggu beberapa reaksi antigen-
antibodi in vitro.20
Mycobacterium cenderung lebih resistan terhadap bahan-bahan kimia
daripada bakteri lainnya karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan
pertumbuhanya yang berkelompok. Bahan seperti malakit hijau atau zat
antibakteri (misalnya, penisilin) yang bersifat bakteriostatik terhadap bakteri lain
dapat dimasukkan ke dalam medium tanpa menghambat pertumbuhan basil
tuberkulosis. Asam dan basa memungkinkan beberapa basil tuberkel yang
terpajan dapat hidup dan digunakan unruk membantu mengeliminasi organisme
pengkontaminasi dan

2.1.5 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun
Tuberkulosis masih merupakan penyakit penting sebagai penyebab

morbiditas dan mortalitas, dan tingginya biaya kesehatan Setiap tahun


diperkirakan 9 juta kasus TB baru dan 2 juta di antaranya meninggal. Dari 9 juta
kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta adalah anak usia 25%.22
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013
sekitar 9 juta orang menderita tuberkulosis dan 1,5 juta diantaranya meninggal
dunia. Tahun 2013 diestimasikan 9 juta orang di dunia menderita Tuberkulosis,
dan lebih dari 56% tersebar di Asia Tenggara dan Pasifi k Barat. Pada tahun yang
sama Indonesia masuk dalam negara dengan beban tinggi Tuberkulosis dengan
menduduki peringkat ke-4 sebagai negara penyumbang penyakit tuberkulosis
setelah India, China, dan Afrika Selatan. 3
Indonesia berpeluang mencapai penurunan angka kesakitan dan kematian
akibat TB menjadi setengahnya di tahun 2015 jika dibandingkan dengan data
tahun 1990. Angka prevalensi TB yang pada tahun 1990 sebesar 443 per 100.000
penduduk, pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 280 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan hasil survey prevalensi TB tahun 2013, prevalensi TB paru smear
positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun keatas sebesar 257. 12
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara H
tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama. 23

kepekaan obat, dan (4) Status HIV.13


Tuberkulosis berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit :
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru tetapi tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus. TB Milier dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan
paru. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi
pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan
sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB
paru. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :21
Tuberkulosis Paru BTA (+)
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
esimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.

ali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons de
ali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.tuberculosis positif.
saan dahak, tulis BTA belum diperiksa

lain selain paru, misalnya selaput otak (Meningitis), selaput jantung (pericardium), kelenjar Getah Bening, tulang, pleura, p

Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan


bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan
berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru
yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB
ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.2

mbar 2.1 Klasifikasi Tuberkulosis berdasarkan organ25


umber : Carlos, J., 2007)
berkulosis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya (penderita). Ada beberapa tipe penderi
sus baru
alah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis haria
sus kambuh (relaps)
alah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.24
3. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti
2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
4. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
5. Kasus Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
6. Kasus kronik

n gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung. Dan apabila pada kasus dengan

Gambar 2.2 Klasifikasi Tuberkulosis berdasarkan tipe penderita.2


(Sumber : Werdhani, 2009)
2.1.7 Gejala Klinis Tuberkulosis
Gejala umum tuberkulosis yaitu : (1) Rasa lemah, (2) sakit berat
Kehilangan berat badan, dan demam disertai keringat malam hari, sedangkan
Gejala TB Paru (gejala respiratorik)sangat khas yang meliputi : (1) Batuk
berkepanjangan
luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis (>3
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, ma
as terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Gejala sistemik/umum dapat d
a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah) . Berlangusng 2-3 minggu atau lebih kare

sampai batuk darah (heaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang


pecah.
b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama (subfebris).
biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-
kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul,
tetapi suhunya mencapai 40-41⁰C. keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringanya infeksi kuman
tuberkulosis yang masuk.26
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah, sakit kepala, meriang, keluar
keringat malam hari tanpa melakukan aktifitas.
e. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila filtrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
f. Sesak nafas
Sesak nafas akan timbul apabila penyakit sudah lanjut (kronis),

bagai berikut :
batan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
disertai dengan keluhan sakit dada.
ng yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan n
dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan ke

2.1.8 Diagnosis Tuberkulosis


Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah: Anamnesa baik terhadap
pasien maupun keluarganya, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan laboratorium (darah,
dahak, cairan otak), Pemeriksaan patologi anatomi (PA), Rontgen dada (thorax
photo), dan Uji tuberkulin. 2
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum
halus/BJH).21
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
ari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkiti
t yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ad

emeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penu
uji dahak yang dikumpulkan dalam

dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu


(SPS):
 S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien
membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari
kedua.
 P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
fasyankes.
 S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi. 21
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau
lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada
fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi)
sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil dapat dibuat sediaan
apus kering
di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 m
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yan
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dahak dipekatkan lebih dahulu dengan cara sebagai berik
Masukkan dahak sebanyak 2 – 4 ml ke dalam tabung sentrifugasi dan tambahkan sama banyaknya l
Kocoklah tabung tersebut selam 5 – 10 menit atau sampai dahak mencair
sempurna

3. Pusinglah tabung tersebut selama 15 – 30 menit pada 3000 rpm


4. Buanglah cairan atasnya dan tambahkan 1 tetes indicator fenol-
merahpada sediment yang ada dalam tabung tersebut, warnanya menjadi
merah
5. Netralkan reaksi sedimen itu dengan berhati-hati
6. meneteskan larutan HCl ke dalam tabung sampai tercapainya warna
merah jambu ke kuning-kuningan
7. Sedimen ini selanjutnya dipakai untuk membuat sediaan pulasan (boleh
juga dipakai untuk biakan M.tuberculosis ) 21
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis adalah metode pemeriksaan yang
paling sederhana, cepat, terpercaya dan paling murah untuk diagnosis pasien TB.
Sekitar 70 – 80 % TB Paru BTA positif dapat terdeteksi, bila penemuan tersangka
TB dilaksanakan sesuai pedoman yang telah dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan. Pada negara yang kasus Non Tuberculosis Mycobacterium (NTM)
masih rendah, spesifisitas pemeriksaan berkisar 99%.18
Tabel 2.1 Jumlah BTA dalam sediaan apus, konsentrasi basil dalam
dahak, dan ke- mungkinan mendapatkan hasil positif. 18
(Sumber : Petunjuk Teknis Pemeriksaan, 2012)
Jumlah basil Perkiraan konsentrasi Kemungkinan hasil
ditemukan (ZN) basil/ml, dlm spesimen positif
0 dalam  100 l.p Kurang dari 1.000 Kurang dari 10%
1-2/300 l.p 5.000 – 10.000 50%
1-9/100 l.p ~30.000 80%
1-9/10 l.p ~50.000 90%
1-9/l.p ~100.000 96,2%
10/l.p 500.000 99,5%

gi menjadi dua yaitu pemeriksaan mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan pemeriksa

Setelah melakukan pengambilan sputum SPS dilakkan pewarnaan BTA dan


diapatkan hasil dengan interpretasi berdasarkan tabel dibawah :
Tabel 2.2 Interpretasi hasil pemeriksaan TB paru19 (Sumber : Nazarudin M,
2016)
Pewarnaan BTA SPS Interpretasi hasil
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali
BTA +
negatif
1 kali positif, 2 kali negatif Ulangi BTA 3 kali
Bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA +
Bila 3 kali negatif BTA -
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis) yang
merupakan rekomendasi dari WHO. 27
Tabel 2.3 Interpretasi pemeriksaan mikroskopis TB paru berdasarkan
skala IUATLD.19 (Sumber : Nazarudin M, 2016)
Perhitungan mikrokopis Interpretasi
Tidak ditemukan BTA dalam 100
Negatif
lapang pandang
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang
Di tulis dalam jumlah kuman yang
pandang
ditemukan
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100
+ (+1)
lapang pandang
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang
++ (+2)
pandang
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang
+++ (+3)
pandang
Pemeriksaan Biakan Pemeriksaan biakan untuk identifikasi
Mycobacterium Tuberkulosis dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB
pada pasien tertentu, misal: pasien TB ekstra paru, pasien TB anak, dan pasien TB
dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif. Pemeriksaan
tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya. Apabila
dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO. 21
Pada Program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakkan penegakan diagnosis utama sementara secara cepat.
Pemeriksaan BTA ini dapat menemukan bakteri Mycobacterium Tuberculosis
secara spesifik dalam preparat mikroskop. Hal ini sesuai dengan strategi DOTS
yaitu strategi kesehatan yang paling cost effective. Satu studi cost benefit yang
dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa setiap satu dolar
Amerika yang digunakan untuk membiayai program penanggulangan TB, akan
menghemat sebesar 55 dolar Amerika selama 20 tahun. Terdapat pada point 4
mengenai kebijakan DOTS di Indonesia yaitu “Diagnosis kasus terutama
didasarkan atas pemeriksaan mikroskopik BTA, kecuali untuk kasus pada anak.”18
Kultur merupakan Gold Standar penegakan diagnosis TB secara
laboratrium. Sedangkan Pemeriksaan lain seperti foto toraks, uji kepekaan
tuberkulin, pemeriksaan BACTEC, ELISA hanya sebagai pemeriksaan penunjang
menunjukan aktifivitas penyakit, begitu juga dengan pemeriksaan penunjang lainya yang memerlukan pemeriksaan penun

Skema 2.3 Skema Alur Diagnosis TB Dewasa (Sumber : PDPI, 2011)21


2.1.9 Patogenesis Tuberkulosis dan Cara Penularan
Mycobacterium dalam droplet berdiameter 1-5 pm terhirup dan mencapai
alveoli. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus diinhalasi sebagai suatu
16
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Penyakit disebabkan karena
kehadiran
dan proliferasi organisme virulen dan interaksinya dengan penjamu. Basil avirulen yang disuntikkan
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (
(dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali. Sedangkan penyebaran melalui aliran

darah atau getah bening dapat terjadi sebelum penyembuhan lesi. 13


Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.16 Gumpalan basil yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit. Infeksi terjadi biasanya melalui debu atau titik cairan
(droplet) yang mengandung kuman tuberkulosis dan masuk ke jalan napas.
Penyakit timbul setelah kuman menetap dan berkembangbiak dalam paru-paru
atau kelenjar getah bening regional. Perkembangan penyakit tergantung pada:
dosis kuman yang masuk, daya tahan dan hipersensitivitas hospes.17
Ada dua kelainan patologi yang terjadi:
1. Tipe eksudatif, Terdiri dari inflamasi yang akut dengan edema, sel-sel
leukosit polimorfonuklear dan menyusul kemudian sel-sel monosit yang
mengelilingi basil tuberkulosis. Kelainan ini terlihat terutama pada
jaringan paru dan mirip pneumonia bakteri. Penyembuhan dapat terjadi
secara sempurna sehingga seluruh eksudat diabsorpsi atau dapat
berkembang
menjadi nekrosis yang luas atau berubah menjadi tipe 2 (tipe produktif). Dalam masa eksudatif ini tu
2. Tipe produktif, Apabila sudah matang prosesnya lesi ini berbentuk granuloma yang kronik, terdir
Lesi primer paru disebut focus gohn da gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan l

bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Perjalanan kuman


tuberkulosis dapat langsung melalui aliran limfe, aliran darah, melalui bronkus
dan traktus digestivus. Pada mulanya, kuman menjalar melalui saluran limfe ke
kelenjar getah bening. 16

2.1.10 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB


Hiswani (2009) mengatakan bahwa keterpaparan penyakit TB pada seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
1. Faktor Sosial Ekonomi : Disini sangat erat dengan keadaan rumah,
kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat
kerja yang buruk dapat memudahkan penularan TB. Pendapatan keluarga
yang kecil membuat orang tidak dapat layak dengan memenuhi syarat-
syarat kesehatan.
2. Status gizi : Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin,
zat besi dan Iain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB.
a transisi demografi saat ini menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahu
a perempuan yang meninggal aikibat TB paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi.29
lan pengobatan sebagaimana diuraikan di bawah ini: A . Faktor Sarana : (1) Tersedianya obat yang cukup dan kontinu, (2) D

mengenai penyakit TB paru. Cara pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak
adekuat, (2) Cara menjaga kondisi tubuh yang baik dengan makanan bergizi.
cukup istirahat, hidup teratur dan tidak minum alcohol atau merokok. (3) Cara
menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan tidak membuang dahak
sembarangan, bila batuk menutup mulut dengan saputangan, jendela rumah cukup
besar untuk mendapat lebih banyak sinar matahari. (4) Sikap tidak perlu merasa
rendah diri atau hina karena TB paru adalah penyakit infeksi biasa dan dapat
disembuhkan bila berobat dengan benar. (5) Kesadaran dan tekad penderita untuk
sembuh, B. Faktor keluarga dan masyarakat lingkungan : (1) Dukungan keluarga
sangat menunjang keberhasilan pengobatan seseorang dengan cara selalu
mengingatkan penderita agar minum obat, pengertian yang dalam terhadap
penderita.30
2.1.11 Cara penularan Tuberkulosis
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif yang batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuklei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.18
Umumnya penularan yang terjadi berada didalam ruangan dimana percikan
matahari langsung dapat membunuh kuman, dalam keadaan gelap dan lembab kuman dapat bertahan selama beberapa jam

opis yang dapat mengurangi hasil kualitas pewarnaan BTA. Kuman TB yang terdapat dalam sputum juga dapat mencemari p
annya tertinggi pada mycobacteria. Dengan demikian pewarnaan BTA dengan cara Ziehl-Neelsen ataupun auramin juga a

Mycobacterium tuberculosis (NTM) saat ini sangat rendah, maka hasil positif lebih
mengarah pada Mycobacterium tuberculosis. 18
Ada beberapa cara pewarnaan bakteri tahan asam, yaitu :
Tabel 2.4 Perbedaan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan Tan Thiam Hok
(Kinyoun-Gabet).35 (Sumber : Kementrian Kesehatan RI, 2012)
Ziehl-Neelsen Tan Thiam Hok (Kinyoun-Gabet)
1. Kumaan difiksasi pada gelas
1. Kuman difiksasi pada gelas alas
alas
2. Tuangkan fuksin karbol 2. Kinyoun 3 menit
3. Panaskan sampai keluar uap 5
menit 3. Cuci dengan air
4. Cuci dengan air 4. Gabbett 1 menit
5. Asam alkohol 3% 5 menit
6. Biru metilen 0,5% 1-2 menit 5. Cuci dengan air
7. keringkan 6. Keringkan

Hasil negatif mikroskopik pada bahan dahak dapat diperbaiki dengan cara
homogenisasi dan sentrifugasi. Cara homogenisasi yang sering digunakan adalah
cara kubica yang dilakukan dengan mencampurkar NaOH 4%, Caranya ialah
sebagai berikut: Dahak 2ml + 2ml larutan NaOH 4% + 0,004% merah fenol
(indikator). Setelah dikocok dengan tangan sebentar, lalu dikocok dengan mesin
pengguncang selama 10 menit. Kemudian disentrifugasi selama 15 menit pada
3000 putaran per menit. Cairan supernatan dibuang dan endapannya diteteskan 1-
2 tetes HCl 2N sampai warna kuning, lalu dititrasi kembali dengan NaOH 4%
tetes demi tetes sehingga larutan berwarna merah muda seperti semula.17
Identifikasi bakteri (morfologi/bentuk) memerlukan suatu pewarnaan yang
menggunakan zat-zat warna yang telah ditentukan. Zat warna yang banyak
digunakan antara lain adalah fuschin karbol, methylen blue, dan asam alkohol.
Agar bakteri dapat diwarnai , sebelumnya harus dibuat sediaan di atas kaca objek
(pulasan), dimana pulasan nantinya dikeringkan pada suhu kamar dan bakteri
difiksasi dengan pemanasan di atas nyala api. Setelah dingin pulasan diwarnai
dengan zat warna tertentu sesuai dengan pemeriksaan apa yang diinginkan. 33
Ziehl Neelsen (ZN) adalah teknik pewarnaan untuk mengetahui adanya
Basil Tahan Asam (BTA). Disebut BTA karena pada beberapa jenis bakteri sukar
dilakukan pengecatan namun setelah mendapat pengecatan/pewarnaan, dinding
bakteri tahan terhadap pencucian dengan asam tidak mudah untuk dilunturkan
dengan menggunakan zat peluntur (decolorizing agent) seperti asam alkohol.33
Pewarnaan BTA dapat dibagi menjadi beberapa tahap
1. Tahap Pra-Analitik
Tahap Pra Analitik yaitu prosedur tetap cara pengumpulan sputum,

(ruang pendaftaran, ruang pengumpulan sampel, laboratorium, dsb), Ruang tunggu, dan ruang umum lainnya. Syarat pot s

A B C D

Gambar 2.4. Jenis-jenis sputum18


(Sumber : Petunjuk Teknis pemeriksaan Biakan, 2012)
Sputum yang diperiksa harus mukopurulen yaitu dahak yang mukoid
berwarna kuning kehijauan (seperi pada gambar A dan B diatas). Petugas harus
dapat memotivasi pasien agar dapat mengeluarkan dahak yang baik dan bila dahak
yang diperoleh tetap tidak memenuhi syarat, petugas lab tetap harus melakukan
pemeriksaan dengan memilih bagian yang paling kental, beri catatan apabila
spesimen tidak memenuhi syarat ataupun hanya air liur (gambar D). Kualitas
dahak dilakukan dengan cara melihat warna dan kekentalan dahak tanpa membuka
tutup pot dahak, karena itu pot dahak harus terbuat dari bahan yang
transparan dan
bening.8
2. Tahap Analitik
Tahap analitik terdiri dari pembuatan sediaan preparat, fiksasi preparat, pewarnaan, pembacaan mi
Berikut penilaian sediaan yang belum diwarnai, sebelum melakukan pewarnaan sediaan dapat dinila
dilakukan dengan penilaian terhadap 6 unsur dengan mempergunakan skala sarang

laba-laba. Sediaan yang baik harus memperlihatkan sarang laba-laba yang penuh.18

Gambar 2.6 Skema skala sarang laba-laba (Petunjuk Teknis Pemeriksaan Biakan,
2012)18
Bakteri tahan asam akan terlihat berwarna merah sedangkan bekteri tidak
tahan asam akan melarutkan Karbol fuchsin sehingga sel bakteri tidak berwarna
merah. Setelah penambahan zat warna kedua yaitu methylen blue, bakteri tidak
tahan asam akan berwarna biru.

terium Tuberculosis tidak tampak dengan jelas. Penilaian kebersihan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Sediaa

Gambar 2.7 Pewarnaan BTA yang terdapat endapan kristal dan sisa zat
warna.8 (Sumber : Buku Panduan Pemeriksaan Sputum, 2015)
Pada sediaan yang baik tampak jelas kontras antara BTA dan warna latar,
bersih dan tidak tampak sisa zat warna. Pada waktu dilihat di bawah mikroskop
akan terlihat seperti di bawah ini:
A. Sediaan yang
baik B. Dekolorisasi C. Latar belakang gelap,

Methylen Blue

Gambar 2.8. Kualitas background pewarnaan BTA.8


(Sumber : Buku Panduan Pemeriksaan Sputum, 2015)
Sediaan dahak yang baik adalah sediaan yang memenuhi 6 syarat kualitas
sediaan yang baik yaitu kualitas contoh uji, ukuran, ketebalan, kerataan,
pewarnaan dan kebersihan.
Kualitas contoh uji (spesimen). Spesimen dahak berkualitas baik apabila
ditemukan:
Tabel 2.5 Spesimen dahak yang berkualitas baik.35 (Sumber : Kemenkes
RI, 2012)
Keterangan Kualitas Hasil Mikroskopis

Leukosit PMN ≥ 25 per LP pada


perbesaran 10 x 10

Makrofag pada perbesaran 10 x 100.


Ukuran sediaan dahak, sediaan dahak yang baik berbentuk oval
berukuran panjang 3 cm dan lebar 2 cm.
Tabel 2.6 Ukuran sediaan dahak.35 (Sumber : Kemenkes RI, 2012)
Keterangan Ukuran Hasil Mikroskopis

Sediaan dahak yang baik

Sediaan yang terlalu kecil,


tidak rata

Sediaan yang terlalu besar,


tidak rata

Ketebalan, Penilaian ketebalan dapat dilakukan sebelum pewarnaan

dan pada saat pemeriksaan mikroskopis. Penilaian ketebalan sebelum


pewarnaan dilakukan dengan meletakkan sediaan sekitar 4 cm di atas kertas
bertulis. Penilaian ketebalan dapat juga dilakukan setelah sediaan dahak
diwarnai. Pada sediaan yang baik sel leukosit tidak tampak bertumpuk (one
layer cells)
Kerataan, penilaian kerataan dilakukan secara makroskopis dan
mikroskopis dengan tidak tampak adanya daerah yang kosong. Sediaan yang
baik pada setiap lapang pandang akan terlihat apusan dahak yang tersebar rata
secara mikroskopis.
Tabel 2.7 Kerataan spesimen.35 (Sumber : Kemenkes RI, 2012)

Keterangan Kerataan Spesimen Hasil Mikroskopis


Sediaan yang baik adalah sediaan y
Sediaan terlalu tebal, dan ada ba- g
Sediaan tidak rata. Tidak dilakukan
spiral kecil

Pemeriksaan mikroskopis TB dengan menggunakan pewarnaan Ziehl- Neelsen telah disepakati secar
Hasil pembacaan mikroskopis digunakan untuk diagnosis dan mengetahui

derajat kesakitan pasien. BTA dinyatakan positif apabila pada lapang pandang
terlihat batang berwarna merah atau merah muda dengan latar belakang biru bila
diwarnai dengan pewarnaan tahan asam atau Ziehl-Neelsen. BTA biasanya
berbentuk batang, namun kadang-kadang bisa mirip kokus, filamentous, (seperti
benang), atau berkelompok. Untuk pelaporan dihitung jumlah BTA.36

2.1.13 Jenis Pemeriksaan Tuberkulosis


Diagnosa TB paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu
dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud
adalah pemeriksaan mikrobiologis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila
pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB
dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan
penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan
oleh dokter yang terlatih TB.8
1. Pemeriksaaan Bakteriologis
 Pemeriksaan Mikroskopis

rium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepat

kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada

beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks curiga adanya
komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks). Pada foto radiologi akan terdapat
bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru.55
3. Pemeriksaan Khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru
yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
Tabel 2.8 Berbagai macam pemerikaan khusus TB.55
(Sumber : Kusmawati, 2017)
Pemeriksaan Khusus Keterangan
Pemeriksaan BACTEC Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC
ini adalah metode radiometrik. M.tuberculosis
memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth
indeks-nya oleh mesin ini.
Polymerase Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang
chain reaction dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA
(PCR) M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam
pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi
Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju
endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat
digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien.
Uji Tuberkulin Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan
yang paling bermamfaat untuk menunjukkan
sedang/ pernah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis dan sering digunakan dalam
“Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan
infeksi TB dengan uji tuberkulin adalah lebih dari
90%.
Interferon Gamma IFN-γ muncul sebagai reaksi imun terhadap bakteri
Release Assay M.Tuberculosis di dalam tubuh.
(IGRA)

Uji Serologis
Enzym linked Uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral
immunosorbent berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
assay (ELISA)
Immunochromatographi Uji serologi untuk mendeteksi antibodi
c Tuberculosis (ICT) M.tuberculosis dalam serum.
Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di
dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen
lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada
suatu alat yang berbentuk sisir plastik.
Uji peroksidase anti Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang
peroksidase (PAP) mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.
Uji serologi yang baru / Pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi
IgG TB Uji IgG antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk
Mycobacterium tuberculosis.
Uji Adenosine Konsentrasi ADA serum meningkat pada berbagai
Deaminase (ADA) penyakit dimana imunitas seluler distimulasi,
sehingga ADA merupakan indikator imunitas
selular yang aktif. Kondisi yang memicu sistem
imun seperti infeksi Mycobacterium tuberculosis
dapat meningkatkan jumlah produksi ADA di area
infeksi

2.1.14 Sodium Hipoklorit (Bleach)


Klor (Cl2) adalah bahan disinfektan, germisida, algaecide terbaik secara
keseluruhan. Hipoklorit adalah agen klorinasi pertama yang digunakan, selama
akhir abad 19 dan awal 20, Klorinasi pada penyaringan air minum bertanggung
jawab atas hampir lima puluh persen pengurangan kematian karena penyakit di
kota-kota besar dan penghapusan demam tifoid dekat membuat bayi dan anak-
anak menjadi sehat. Klor juga mengoksidasi dan menghilangkan senyawa organik
dan mengubah beberapa pengotor logam terlarut menjadi padatan tak larut yang
dapat dihilangkan dengan penyaringan. 37
Bleach sering diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari seperti digunakan
untuk desinfeksi, penghapusan ammonia, kontrol rasa dan bau, oksidasi oksida
hydrogen, besi dan oksidasi mangan, penghancuran bahan organik, reduksi warna,
pengendalian lendir dan ganggang dan pemutihan laundry.37 Berikut beberapa
penjelasan tentang bleach :

1. Struktur kimia dan reaksi kimia Sodium Hipoklorit (Bleach)


Klor larut dalam air hingga sekitar 7000 ppm pada 68 ° F. Bereaksi dengan
air membentuk asam hipoklorus (HOCl). Dalam larutan alkali asam hipoklorus
berdisosiasi membentuk hipoklorit (OCl-).

Gambar 2.10 Pembentukan asam hipoklorus (HOCL) dalam larutan alkali membentuk hipoklorit.37 (Sumber : Oxychem, 2

at tidak stabil. Jauh lebih mudah untuk menangani hipoklorit yang lebih stabil. Istilah hipoklorit mengacu pada garam asam

Gambar 2.11 Rumus Molekul NaOCL (Sodium Hipoklorit) 37


(Sumber : Oxychem, 2014)
Metode yang paling umum untuk memproduksi natrium hipoklorit adalah
dengan mereaksikan klorin dengan natrium hidroksida (NaOH). Hasil samping
reaksi adalah natrium klorida (garam, NaCl) dan air (H2O).38

Gambar 2.12 Reaksi Klorin dengan natrium hidroksida.37


(Sumber : Oxychem, 2014)
Stabilitas dan umur simpan dari solusi sodium hipoklorit tergantung pada
lima faktor utama: Konsentrasi hipoklorit, PH larutan, suhu larutan, konsentrasi
kotoran tertentu yang mengkatalisis dekomposisi, dan paparan cahaya. Sodium
hipoklorit konsentrasi rendah terurai lebih lambat dari larutan hipoklorit
konsentrasi tinggi. Lima belas persen berat natrium hipoklorit akan terurai sekitar
10 kali lebih
cepat dari 5% berat natrium hipoklorit pada 25 ° C. PH memiliki efek yang signifikan terhadap stabili
kali lebih cepat pada 45 ° C dibandingkan pada 25 ° C.39

Gambar 2.12 Proses Manufaktur NaOCL (Sodium Hipoklorit) 37


(Sumber : Oxychem, 2014)
Ada sistem pembuatan bleach secara terus-menerus yang tersedia secara
komersial yang mampu menghasilkan 25 hingga 150 gpm (Grams per minute)
dari 160 gpl (Grams per liter) tersedia klorin. Klor bereaksi dengan natrium
hidroksida untuk menghasilkan natrium hipoklorit pada gambar diatas,
berdasarkan rasio berat molekul, 1 pon klorin bereaksi dengan 1,13 pon natrium
hidroksida untuk menghasilkan 1,05 pon natrium hipoklorit. Rasio yang tepat dari
klorin dan soda kaustik tergantung pada kualitas air pengenceran (keras atau
lunak) dan jumlah
natrium hidroksida berlebih dalam produk akhir. Proses pembuatan untuk
membuat pemutih bisa dalam batch atau terus-menerus dan menggunakan klorin
gas atau cair. Biasanya mereka terus menerus dan menggunakan klorin cair.
Proses manufaktur dapat dipecah menjadi beberapa pengenceran, klorinasi, filtrasi
dan distribusi. Di atas adalah diagram alur proses yang sederhana.37
Selama proses caustic dilution panas dihasilkan. Secara instan 50% soda kaustik dapat mencapai suh
Selama proses chlorination panas juga dihasilkan. Jumlah panas yang dihasilkan adalah 24.700 kalor
Suhu tinggi meningkatkan pembentukan natrium klorat. Untuk alasan ini, sebaiknya tidak melebihi
70 ° F untuk larutan pemutih pekat. Ketika membuat larutan pemutih encer dimungkinkan untuk m
tidak diperlukan pendinginan tambahan selama klorinasi.37

Larutan natrium hipoklorit harus disimpan dalam wadah berventilasi, atau


dalam wadah yang dilengkapi dengan perangkat bantuan yang memadai karena
gas O2 yang dihasilkan dari dekomposisi. Jika laju ventilasi terlampaui oleh
tingkat dekomposisi, pembengkakan atau kerusakan pada wadah dapat terjadi38
4. Keamanan
Sodium hipoklorit termasuk golongan halogenated yang oxygenating.
Sodium hipoklorit dalam larutan membentuk asam hypoklorus (HOCl) dan
oxychloride (OCl).6 Desinfektan ini adalah larutan yang berbahan dasar klorin
(Cl2), larutan ini merupakan desinfektan derajat tinggi (high level disinfectants)
karena sangat aktif pada semua bakteri, virus, jamur, parasit, dan beberapa spora.
Bahan tersebut bekerja cepat atau fast acting, sangat efektif melawan Hepatitis B
virus (HBV) dan Human Immunodeficiency Virus (HIV).40
5. Penggunaan di puskesmas
Dalam sistem puskesmas bleach banyak digunakan terutama sebagai
desinfektan. Terutama penggunaan bleach sebagai desinfektan dan pemutih
dry rumah sakit yang menggunakan klorin aktif dalam suhu air 60°C untuk melepaskan noda orgnaik yang tidak lepas pada l
l 2.9 Pengunaan hipoklorit di puskesmas39 (Sumber : Rutala WA, 1997)
naan HipokloritTujuan Air PortabelKontrol patogen waterborn
rklorinisasi dari air portabelKontrol Legionella spp. dalam situasi
ah
nasi air hemodialisis dan mesinPengurangan pertumbuhan bakteri dan
egahan sepsis bakteri
ontaminasi air vas bungaPenguranganpotensi risikobahwa
a segar akan berfungsi sebagai reservoir patogen gram negatif
atan gigiDisinfeksiperalatangigiyang terkontaminasiuntukmencegah

transmisi penyakit potensial kepada


pekerja layanan kesehatan dan
transmisi silang ke pasien lain
Tonometer Pencegahan transmisi silang
mikroorganisme, terutama adenovirus
dan herpesvirus
Tangki hidroterapi Pengurangan risiko transmisi silang
yang terkait dengan penumpahan
patogen ke dalam air mandi
Jarum suntik dan jarum yang Pengurangan risiko penularan HIV
digunakan untuk pemberian obat kepada pengguna narkoba yang tidak
mau atau tidak dapat menggunakan
jarum dan alat suntik sekali pakai yang
steril
Dekontaminasi tumpahan darah Pencegahan akuisisi patogen yang
ditularkan melalui darah, terutama
HIV dan hepatitis B dan virus C,
dalam
hal cedera benda tajam atau kontak dengan kulit yang tidak sengaja Pengurangan risiko transmisi si
Pengurangan risiko patogen transmisi
melalui tangan personel perawatan kesehatan
Permukaan lingkungan di kam

Pengendalian limbah medis

Antisepsis
2.2 Kerangka Teori

Gambar 2.14 Alur Kerangka Teori


2.3 Kerangka Konsep

Gambar 2.15 Alur Kerangka Konsep


2.4 Definisi Opersional
Tabel 2.10 Definisi Operasional

Hasil
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala
Ukur
Skor BTA
Banyak Sputum yang Mikroskop Tabel Kategorik
dengan
bakteri telah
pewarnaan skala
dengan diwarnai
konvensio
pewarnaan dengan IUATL
nal (Ziehl
konvensio pewarnaan
Neelsen) D
nal konvensional
dihitung berupa
dengan
Negatif
menggunaka
n mikroskop ,
pembesaran Scanty
100x dan
(Ragu),
dikategorkan
berdasarkan +1, +2,
skala
dan +3
IUATLD.
Skor BTA
Banyak Sputum yang Kategorik
dengan
bakteri telah Mikroskop Tabel
pewarnaan
dengan diwarnai
Ziehl skala
pewarnaan dengan
Neelsen
yang pewarnaan IUATL
yang
ditambahk yang
ditambahk D
an bleach ditambah
an bleach
1% bleach 1% berupa
1%
dihitung
Negatif
dengan
menggunaka ,
n mikroskop Scanty
pembesaran
(Ragu),
100x dan
dikategorkan +1, +2,
berdasarkan
dan +3
skala
IUATLD.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan studi
warnaan Ziehl Neelsen konvensional dan Ziehl Neelsen yang ditambahkan bleach 1%. Skala kategoriknya adalah skor BTA ya

rdiri dari beberapa kecamatan yang memliki puskesmas di setiap kecamatan tersebut sehingga Puskesmas Kali Baru dapat m

observasi awal riset.

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh pasien Puskesmas Kali
Baru, kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi yang terdiagnosis dan dicurigai TB.
Pasien memiliki gejala klinis TB seperti batuk ≥ 3 minggu, batuk darah, sesak
napas dan nyeri dada.
3.3.1 Kriteria Sampel
Pada penelitian ini sampel yang diambil memiliki beberapa kriteria, yaitu :
1. Kriteria Inklusi

44
a. Pasien yang diduga menderita penyakit TB paru dengan gejala klinis
utama berupa batuk  2 minggu, dan gejala klinis tambahan seperti
penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, dan keringat pada
malam hari.
b. Pasien baru BTA yang belum pernah mendapatkan terapi OAT di
Bekasi.
nya dan menjadi subyek untuk penelitian ini.
dar penuh dan melakukan prosedur pengambilan sputum dengan benar.

bilan sputum sputumnya kering


sed (HIV)
ng diperlukan pada kasus kontrol dihitung menggunakan rumus besar sampel minimal analitik kategorik berpasangan dalam

(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)*𝜋
𝑛 = (𝑃1 − 𝑃2)*

Keterangan :
n = Besar sampel minimal masing-masing kelompok

α = Derajat kepercayaan, deviat baku alfa, probabilitas untuk membuat


kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5% hipotesis dua arah, sehingga Zα =
1,96
β = Deviat baku beta, probabilita untuk membuat kesalahan tipe II
ditetapkan sebesar 20%, maka Zβ = 0,84.
π = Besarnya diskordan (Ketidaksesuaian)
P1 = Proporsi pada kasus
P2 = Proporsi pada kontrol
Dari penelitian sebelumnya diambil variabel penambahan
bleach terhadap konvensional dimana diketahui nilai P2 = 0,92 dan P1
= 0,15 dengan nilai π = 0,7. maka diperoleh nilai n sebagai berikut 56 :
(1,96 +
𝑛1 = 0,84)*0,7
(0,15 − 0,92)*
5,4
𝑛1 = 0,59
𝑛1 = 15

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan software sample size 2.0 dari WHO, jumlah total samp
preparat yang diperiksa adalah 80 preparat.

Identifi

Variab
Pemer
Variab

Semua sampel sputum dengan pewarnaan BTA yang diberi perlakuan


dengan bleach 1% dan semua sampel sputum tanpa perlakuan yang diberi
pewarnaan BTA secara konvensional (Ziehl Neelsen).

3.5 Cara Kerja Penelitian


3.5.1 Teknik Pengambilan Sampel
Jenis data primer yang dikumpulkan adalah sputum pasien yang dicurigai
TB dan bersedia untuk diambil sputumnya dengan Teknik SPS. Dibutuhkan tiga
spesimen sputum untuk menegakkan diagnosis TB secara mikroskopis. Spesimen
sputum paling baik diambil pada pagi hari selama 3 hari berturut-turut (pagi-pagi-
pagi), tetapi untuk kenyamanan penderita pengumpulan sputum dilakukan:
Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS) dalam jangka waktu 2 hari. Kumpulkan sputum
spesimen pertama pada saat pasien berkunjung ke UPK (Unit Pelayanan
Kesehatan), beri pot sputum pada saat pasien pulang untuk keperluan
pengumpulan sputum pada pagi hari berikutnya. Pasien mengeluarkan sputum
spesimen kedua pada pagi hari kedua setelah bangun tidur, kumpulkan sputum
spesimen ketiga di
laboratorium pada saat pasien kembali ke laboratorium. Jelaskan kepada pasien untuk tidak makan
Sebelum berdahak pasien kumur-kumur dengan air bersih sebelum, bila memakai gigi palsu, lepaska
Pengambilan sampel dilakukan di puskesmas wilayah kota Bekasi

ditampung dan ditransfer menggunakan coolbox, sehingga dapat disimpan dalam


lemari pendingin selama jangka waktu 5 hari . Sputum lalu diberikan pewarnaan
BTA di Laboratrium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah.
Perbandingan sampel kontrol dengan sampel perlakuan adalah 1:1 dengan jumlah
total 40 sampel sputum.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sputum yang
mukopurulen (dahak mukoid bewarna kuning kehijauan) yang ideal. Sputum
tersebut diperoleh dari seluruh pasien TB yang diambil dengan Teknik sewaktu.
Sputum yang diperoleh dibagi menjadi 2 bagian, satu bagian sebagai kontrol/
pembanding yang diwarnai secara konvensional dan bagian lainnya ditambahkan
bleach 1% dalam jumlah sama banyak lalu langsung divortex sampai tercampur
merata. Lalu sputum
diinkubasi suhu ruang selama 10 menit, setelah 10 menit sputum dilakukan
pewarnaan BTA. Hasil pewarnaan dibaca di mikroskop, dan dicatat hasilnya
dengan membandingkan kelompok kontrol dan perlakuan bleach 1% perlakukan
Skor BTA sesuai yang ditentukan oleh IUALTD.

kan dan disterilkan dengan menggunakan sinar UV dengan durasi sekitar 30 menit. Pastikan operator sudah dalam keadaan

3.5.3 Alat dan Bahan Pewarnaan BTA


Tabel 3.1 Alat-alat dan bahan pewarnaan BTA
Alat-alatBahan

1. Bak cuci tangan, air mengalir Reagen pewarnaan BTA


2. Bak cuci alat
a. Larutan Carbol fuchsin
3. Bak Pewarnaan, Rak Pewarnaan
b. Larutan Methylen Blue
4. Kaca Obyek (Object Glass)
c. Larutan Asam Alkohol, counter
5. Lampu Spirtus
stain
6. Hand schoen
Bahan pemeriksaan (Sputum
7. Masker
Pasien)
8. BSC (Bio Safety Cabinet )
9. Autoklaf, mikroskop
10. Pensil kaca, Lidi steriil, pipet
3.5.4 Pembuatan Larutan Bleach
Didapatkann larutan Bleach yang terdapat di pasaran adalah 5,25%.
Konsentrasi ini didapat dengan mencampurkan bleach dan aquades melalui
perhitungan dengan rumus :

V1 x M1 = V2 x M2

olume awal larutan (bleach)


Konsentrasi awal larutan
olume akhir larutan (bleach ditambah aquades)
Konsentrasi akhir larutan
enelitian dibutuhkan larutan bleach dengan konsentrai 1% dengan volume 100ml maka rumus pengenceran menjadi sebag
1 = M2 x V2 5,25% x V1 = 1% x 100ml

V1 = ;<< × ;
=,*=

volume awal larutan (bleach) 19 ml, maka volume aquades yang dibutuhkan untuk melarutkan larutan bleach adalah denga

yaitu 100 ml – 19 ml = 81 ml.


Konsentrasi bleach 1% dapat dibuat dengan cara mencampurkan 19 ml
bleach ditambah dengan 81 ml Aquades dalam beaker glass lalu simpan dalam
suhu ruang dalam botol kaca gelap atau plastik tertutup dengan daya simpan 1-2
bulan.

3.5.5 Pembuatan Preparat Konvensional


Setelah sputum dikumpulkan dan termasuk dalam sputum yang memenuhi
persyaratan, alat dan bahan dapat dipersiapkan. Pastikan alat dan bahan sudah
lengkap dan tersusun rapi, pisahkan antara alat yang infeksius dan non-infeksius.
Buat wadah preparat di objek glass yang digambar persegi panjang atau oval dan
diberikan kode yang sesuai dengan kode pot sputum pasien dengan menggunakan
pensil kaca. Objek glass dapat digambar seperti format berikut:

Batas

31 Kode

hl Nielseen) dan pewarnaan BTA yang ditambahkan bleach 1%.


an BTA terlebih dahulu seperti masker, jas laboratrium, dan handscoen. Peralatan yang digunakan untuk membuat preparat
air dapat mengalir. Tulis nomor identitas pasien pada bagian

permanen atau pensil kaca.


3. Lakukan cuci tangan rutin dan gunakan handscoen. Siapkan sputum yang
akan difiksasi didalam BSC yang dilapisi dengan tissue, susun sesuai
nomor identitas pasien. Satu pot sputum akan dibagi menjadi 2 preparat.
Buka pot sputum dan ambil dan pilih bagian dari dahak yang purulent
dengan menggunakan lidi.
Gambar 3.2 Proses Pengolahan Sputum
4. Letakan sputum yang terdapat pada lidi ke kaca sediaan dengan cara memutar sentrifugal. Sediaa

Gambar 3.3 Cara pembuatan preparat


5. Keringkan apusan di udara bebas, dan lakukan fiksasi apusan dengan
pemanasan, pastikan apusan menghadap ke atas lalu panaskan 3 kali
melalui api dari lampu spiritus. Gunakan pinset atau penjepit kayu untuk
memegang kaca (pemanasan yang berlebihan akan merusak hasil)
Keringkan apusan di atas rak sediaan, hindari sinar matahari langsung.
Lidi yang telah digunakan langsung dibuang ke dalam botol berisi
disinfektan

3.5.6 Pembuatan Preparat Bleach 1%


Siapkan sisa Sputum yang berada dalam pot diukur dengan menggunakan
pipet, lalu ambil larutan bleach sama dengan dengan ukuran sputum yang telah
diukur. Campurkan larutan bleach kedalam pot sputum dengan jumlah yang sama
banyak dan perbandingan 1:1. Misalkan sputum yang diukur didalam pot
sebanyak 1 ml maka tambahkan larutan bleach sebanyak 1 ml. Campurkan /
homogenisasikan tabung yang berisi cairan sputum dan bleach 1 % diatas mesin
pengguncang (vortex shaker) dengan kecepatan 2500 rpm selama 20 detik. Ambil
dan pilih bagian dari
dahak yang purulen yang telah di bleach dengan menggunaka
berbeda dengan preparat konvensional.

Pewarnaan BTA Ziehl Neelsen


Letakkan sediaan dengan bagian apusan menghadap ke atas pada rak yang ditempatkan di atas bak
Teteskan dan genangi seluruh permukaan sediaan dengan carbol fuchsin 0.3%. Panasi dari bawah d
Bilas sediaan dengan hati-hati (jangan sampai ada percikan ke sediaan lain).

Miringkan sediaan menggunakan pinset untuk membuang air.


3. Teteskan dan genangi dengan asam alkohol sampai 10 detik atau sampai
tidak tampak warna merah carbol fuchsin. Bilas sediaan dengan hati-hati
(jangan sampai ada percikan ke sediaan lain).
4. Genangi permukaan sediaan dengan methylene blue 0.1% dan diamkan
selama 1 menit. Bilas sediaan dengan air mengalir sampai methylene blue
bersih. Tiriskan preparat dan keringkan dengan cara dimiringkan. Lepas
handscoen dan lakukan cuci tangan rutin. 44
3.5.8 Pembacaan Sediaan Apus
Siapkan mikroskop dan letakkannya di meja dengan permukaan datar dan
tidak licin Atur tegangan lampu ke minimum 4. Nyalakan mikroskop dengan
menekan tombol “on”. Sesuaikan dengan pelan-pelan sampai intensitas cahaya
yang diinginkan tercapai.
Letakkan sediaan yang telah diwarnai ke atas meja sediaan. Putar lensa objektif ke objektif 10 x 8 At
Fokuskan gambar dengan mata kanan dengan cara melihat ke dalam okuler kanan dan sesuaikan de
Teteskan satu tetes minyak emersi. Aplikator minyak emersi tidak boleh
menyentuh kaca objek. Tetesan harus jatuh bebas ke permukaan sediaan apus agar aplikator minya

sediaan. Putar lensa objektif 100x dengan hati-hati ke atas sediaan


apus. Jangan sekali-kali lensa menyentuh kaca sediaan.
4. Sesuaikan fokus dengan hati-hati sampai sel-sel terlihat dengan jelas,
lakukan pembacaan sediaan apus secara sistematis untuk memastikan
hasil yang dilaporkan mewakili seluruh bagian sediaan. Mulai
pembacaan dari ujung kiri ke ujung kanan dan dilakukan pada sediaan
yang sel-selnya terlihat, bila sediaan tampak kosong, geser pada lapang
pandang lainya.16
Gambar 3.4 Alur Pembacaan Preparat
Lakukan interpretasi sediaan secara kuantitatif berdasarkan skala International Union Association Lu
3.6 Alur Penelitian

Gambar 3.5 Alur Penelitian


3.7 Manajemen Data
3.7.1 Pengumpulan Data
Data yang dicari adalah sputum dari pasien yang dicurigai dan memiliki
gejala klinis TB di Puskesmas Kali Baru kota Bekasi. Populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan diberikan pot sputum steril dan diberi
penjelasan mengenai tata cara mengeluarkan sputum. Proses pengumpulan data dibantu oleh petu
Disease (IUALTD).

Pengolahan Data
Bagian rangkaian penelitian setelah
Editing Data, Meneliti setiap pertan
Coding, Merubah data bentuk huru
Processing, setelah selesai melaku

diproses dengan cara memasukan data dari kuisioner ke paket program


computer, program SPSS versi 22 untuk system operasi Mac.
7. Cleaning data, pembersihan data untuk mencegah kesalahan entry data yang
mungkin terjadi.

3.7.3 Analisis Data


Proses pengumpulan dan pengolahan data telah dilkukan, kemudian dilanjutkan
dengan analisis dengan tahapan sebagai berikut :
- Analisis Univariat
Analisis univariat untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel
yang diteliti, bentuk tergantung jenis data, untuk data kategorik digunakan
distribusi frekuensi.
- Analisi Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahu hubungan antara variabel independen
drat (chi square) sehingga dapat diketahui ada dan tidak hubungan yang bermaknsa secara statistik dengan derajat kemakn
Ho gagal ditolak. Dengan ketentuan apabila p value <a (0,05), Maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna, jika p
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Univariat


Dalam penelitian dapat didekripsikan bagaimana gambaran keseluruhan
n untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing deskripsi yang diteliti meliputi usia, lama batuk, skor BTA, kelu

Deskripsi Mean Frekuensi n = 40 (%)


Usia < 40 tahun 12 30
40 - 60 tahun 16 40
>60 tahun 12 30
Lama Batuk >3 minggu 22 55
<3 minggu 18 45
Keluhan Sesak 18 45
Panas dingin 11 27,5
Batuk-batuk 22 55
Demam 5 12,5
Nafsu makan 4 10
menurun 8 20
Berat badan turun 2 5
Jenis Kelamin Laki- laki 24 60
Perempuan 16 40

Setelah deskripsi dari sampel diuraikan dari data diatas dapat dilihat
bagaimana distrisbusi frekuensi masing-masing deskripsi. Dapat dilihat dari tabel
diatas pasien yang terdiagnosis TB terbanyak adalah pasien dalam rentang usia
40- 60 tahun sejumlah 40% dibandingkan dengan pasien diluar usia tersebut.
Sebanyak 55% pasien mengalami batuk kurang dari 3 minggu dan langsung
datang ke Puskesmas Kali Baru untuk memeriksakan diri mereka. Dapat
disimpulkan bahwa

58
pasien Puskesmas Kali Baru memiki kesadaran yang tinggi terhadap keluhan
batuk mereka sehingga mereka langusng datang ke Puskesmas dan bersedia untuk
diambil sampel sputum nya sebagai langkah awal untuk menegakan diagnosis
tuberkosis paru.
Sejumlah 55% pasien mengeluhkan batuk-batuk dan sejumlah 45% pasien
paru dengan beberapa pasien yang mengeluhkan penyerta seperti demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun da
m. Deskripsi yang diteliti meliputi usia, lama batuk, keluhan pasien, dan jenis kelamin dari masing-masing

hitung dari masing-masing preparat berdasarkan skala IUALTD lalu dikelompokan berdasarkan hasil skor tersebut dan dihit

Skor Frekuensi n (%)


p
BTA
Konvensional Bleach 1%
negatif 9 (22.5) 2 (5.0)
Scanty 7 (17.5) 6 (15.0)
+1 18 (45.0) 25 (62.5)
0,007
+2 5 (12.5) 7 (17.5)
+3 1 (2.5) 0 (0.0)
Total 40 (100) 40 (100)

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa total sampel yang digunakan adalah
40 sampel sputum yang diwarnai dengan menambahkan bleach 1% dan
konvensional.
Sehingga total preparat dengan masing-masing variabel memiliki distribusi total
sampel sebanyak 40 (100%).
Dapat dilihat dari tabel distribusi diatas bahwa terdapat tingkat kepositifan
yang lebih besar dengan menggunakan bleach 1% pada skor BTA positif 1 (+1)
dimana skor BTA yang didapatkan 62,5% persentase yang lebih banyak dengan
. Penambahan bleach 1% juga didapatkan persentasenya lebih banyak (17,5%) dibandingkan dengan konvensional yang ha
tif 1 (+1) dan positif 2 (+2). Kondisi ini dapat menyebabkan efek toksik dari pemutih menjadi lebih besar pada basil, dan dap

menstimulasi agregasi proteinnya dan mengakibatkan kematian.45

4.3 Analisis Bivariat


Analsis bivariat yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh
antara variabel terikat yaitu skor BTA, dengan variabel bebas yaitu sampel sputum
dengan pengembangan pewarnaan BTA yang diberi perlakuan dengan bleach 1%
dan sampel sputum konvensional (Ziehl Neelsen). Hasil analisis bivariat disajikan
dalam tabel berikut :
Tabel 4.3 Hasil uji Chi-square skor BTA konvensional dengan Bleach 1%.

Bleach 1% n (%)
P
negatif scanty (+1) (+2)

negatif 2 (22.2) 3 (33.3) 4 (44.4) 0 (0)

scanty 0 (0) 1 (14.3) 5 (71.4) 1 (14.3)


Konvensional

(+1) 0 (0) 1 (5.6) 14 (77.8)3 (16.7) 0,007

(+2) 0 (0) 0 (0) 2 (40) 3 (60)

(+3) 0 (0) 1 (100) 0 (0) 0 (0)

Total 2 (5) 6 (15) 25 (62.5)7 (17.5)40 (100)

n dengan konvensional, 15% skor BTA scanty dengan bleach 1% dibandingkan dengan konvensional. Sebanyak 62,5% skor B

konvensional. Hasil ini menunjukan bahwa penggunaan bleach 1% meningkatkan


persentase skor dari pemeriksaan mikroskopis terutama pada skor BTA positif 1
dengan total 62,5% pada skor positif 1(+1).
Dapat dilihat juga bahwa pada pewarnaan dengan bleach 1% tidak ada
yang skor BTA nya sampai dengan positif 3 (+3) sedangkan pada konvensional
terdapat skor yang mencapai tingkat kepositifan positif 3 (+3), faktor-faktor yang
menyebabkan kondisi ini mungkin karena konsentrasi pemutih terlalu kuat dan
waktu kontak dengan basil TB terlalu panjang. Konsentrasi bahan kimia dari
dekontaminan dan waktu kontak ke basil merupakan faktor penting untuk
pemulihan Mycobacterium tuberkulosis. Semakin tinggi konsentrasi semakin
beracun bagi sel basil, apapun zat kimia yang digunakan untuk dekontaminasi, itu
masih memiliki kemungkinan untuk membunuh sejumlah basil TB.
Setelah itu dilakukan uji statistik untuk mengetahui adanya hubungan
penambahan bleach 1% pada sputum dengan skor BTA konvensional. Uji statistik
dilakukan dengan uji non parametrik metode friedman.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,007 artinya p < alpha (0,05),
sehingga denga alpha 5% dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna
antara

4.4 Pembahasan
Pemeriksaan sputum secara mikroskopis masih menjadi alat diagnostik yang cepat dan sederhana d
Meskipun banyak metode baru telah dikembangkan baru-baru ini untuk mendeteksi mikobakteri da
pewarnaan BTA, yang dilihat memberikan banyak manfaat dari penelitian ini.

Banyak dari penelitian sebelumnya yang sudah menggunakan bleach sebagai


dekontaminan pewarnaan BTA, kegunaan bleach diantara zat-zat dekontaminan
lain menunjukan hasil yang lebih baik mulai dari skor BTA sampai hasil dari
pewarnaan yang diperiksa di mikroskop.46
Penggunaan konsentrasi bleach yang tepat juga mempengaruhi kualitas
hasil dari spesimen. Dari penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh
Suwarsono, dkk (2018) yang membandingkan zat dekontaminan lain seperti
NaOH 4% atau NALC-NaOH menjelaskan mengenai konsentrasi bleach 1%
merupakan konsentrasi yang paling tepat dan aman dan menunjukan hasil yang
akurat dibandingkan dengan zat kontaminan lain. Maka dari itu peneliti memilih
menggunakan bleach dengan konsentrasi 1% sebagai zat dekontaminan yang
dapat
digunakan sebagai solusi dekontaminan alternatif untuk kultur TB dari spesimen
dahak, terutama untuk sputum yang sangat terkontaminasi. 9
Penelitian yang dilakukan Satapathy P, dkk (2014) mengemukakan bahwa
konsentrasi larutan dekontaminan sebagai zat kimia dan waktu inkubasi sangat
penting, karena konsentrasi dan kontak waktu yang tidak tepat dapat membunuh
entrasi dan waktu kontak terbaik dari pemutih. Namun, berdasarkan nilai yang baik dari tingkat pencemaran pemutih, pem
onsentrasi bleach pada 1% dan 10 menit inkubasi adalah konsentrasi optimum untuk

pertumbuhan kontaminan tetapi juga mendukung pemulihan basil TB.48


Pemilihan teknik pengolahan sampel dengan menggunakan bleach yang
tepat juga mempengaruhi bagaimana hasil dari kualitas pewarnaan. Seperti
penelitian yang dilakukan oleh Y.Merid, dkk (2009) yang membandingkan
berbagai teknik pengolahan sputum dengan bleach seperti penambahan bleach
langsung (jangka pendek), sendimentasi 24 jam (overnight) dengan bleach dan
sentrifugasi dengan menggunakan bleach. Hasil dari penelitan tersebut
menunjukan bahwa dengan menggunakan teknik sendimentasi 24 jam (overnight)
dan sentrifugasi meningkatkan tingkat kepositifan yang lebih sebanyak 12%
dibandingkan dengan penambahan bleach secara langsung (jangka pendek).
Dalam penelitia hanya menggunakan teknik penambahan bleach secara langusng
(jangka
pendek) karena tidak ada ketersediaan alat sentrifugasi di lab mikrobiologi, selain
itu proses sendimentasi yang memakan waktu yang lama membuat teknik tersebut
tidak memungkinkan untuk dilakukan. Dengan penelitian selanjutnya yang
mungkin bisa membandingkan teknik penambahan bleach tersebut.49
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Angeby, dkk (2000) dilaporkan
ng, karena sering ada masalah dalam menerima sampel sputum tambahan untuk preparasi smear. Hal ini sama dengan hasi
A konvensional. Selanjutnya akan dibahas keuntungan penggunaan bleach 1% dalam penjabaran berikut :

hingga dapat mengurangi kotoran mikroskopis ataupun puing-puing mikroskopis yang biasa ditemukan pada pewarnaan BTA

meningkatkan keakuratan hasil pemeriksaan. Hal ini terjadi sesuai dengan


penelitian ini, dimana banyak skor BTA negatif dengan teknik konvensional yang
menjadi positif setelah basil TB lebih terlihat dan lebih mudah untuk dihitung
setelah ditambahkan bleach 1%.
Bahan dekontaminan bleach yang diperlukan juga mudah untuk dicari dan
dibeli sehingga pemeriksaan ini efektif dapat diterapkan dari fasilitas kesehatan
primer sampai dengan perifer. Dari perspektif ekonomi, bleach dengan
konsentrasi 1% dapat dibuat dari mencampurkan bayclin dan air steril. Harga
untuk bayclin juga lebih murah dibandingkan dekontaminan lain seperti NaOH
4% atau NALC- NaOH. Dalam penelitian ini menggunakan bleach dari bayclin
yang tersedia secara komersial di berbagai tempat perbelanjaan yang terjangkau.
Peneliti bisa
mendapatkan bayclin dengan harga Rp 25.000 (1,5 USD per 100 ml dalam 5,25%
NaOCl). Di sisi lain, NaOH dan NALC yang sulit untuk dibeli dan hanya untuk
kebutuhan laboratorium saja, sehingga tidak mudah untuk menemukannya di
fasilitas kesehatan perifer atau daerah terpencil.9

h, mereka merespon dengan membangun mekanisme pertahanan yang menggunakan pengatur regulasi Hsp33 yang dibua

justru menjadi sumber potensial infeksi, terutama setelah sentrifugasi. Tentunya


hal ini membuat spesimen aman untuk ditangani, resiko penularan TB lewat udara
ke pemeriksa menjadi berkurang yang tentunya meningkatkan keamanan (bio-
safety) dan menjamin kesehatan pemeriksa. Tentuna hal ini akan sangat
menguntungkan bagi fasilitas kesehatan perifer yang tidak memiliki bio-safety
cabinet.

4.4.3 Kualitas pewarnaan yang lebih bersih dan jernih


Berdasarkan penelitian yang dilakukan James, Ameh, dkk (2013) yang
menjelaskan bahwa bleach dapat menghilangkan debris mikroskopis dan
meninggalkan bidang mikroskopis yang jernih untuk pemeriksaan yang lebih
mudah. Slide lebih mudah dan lebih cepat untuk dibaca. Hal ini sesuai dengan
penelitian ini dimana dengan penggunaan bleach yang dapat membuang debris
mikroskopis yang dapat menganggu pemeriksaan, sehingga membuat lapang
pandang menjadi lebih jernih. Basil TB juga terlihat lebih jelas daripada
pewarnaan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari 2 gambar dibawah hasil salah
satu preparat yang membandingkan konvensional dengan bleach :

Ko
Gambar 4.1 Hasil kualitas pewarnaan BTA bleach dan konvensional Selain keuntungan yang didapat
dapat merugikan jika tidak dilakukan dengan benar, kemungkinan seperti kinerja pengerjaan pewar
membunuh kuman M.Tuberculosis. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Bonnet,

M, dkk (2010) dimana terjadi peningkatan sensitivitas yang lebih rendah di pusat
kesehatan perifer mungkin disebabkan oleh karakteristik sputum yang berbeda
dari pasien TB di rumah sakit dan populasi pusat kesehatan. Sampel mungkin
lebih kecil dan kurang memadai karena kurang pengalaman dalam teknik
pengumpulan dahak. Selain itu, personel laboratorium di pusat kesehatan perifer
memproses lebih sedikit sputum spesimen per hari dan oleh karena itu memiliki
sedikit kesempatan untuk mempraktekkan teknik baru. Mereka juga umumnya
tampak kurang termotivasi dan lebih sulit untuk diawasi daripada teknisi yang
berbasis di rumah sakit. Meskipun demikian, kami menganggap teknik ini layak di
pusat kesehatan perifer.5
4.5 Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti menemukan beberapa keterbatasan
antara lain :
1. Tidak dilakukan kultur pada setiap sampel sebagai “gold standard”
penegakan diagnosis TB.
Jumlah sampel yang diambil hanya berasal dari satu Puskesmas Kali Baru saja.
Tidak dilakukan percobaan dengan bahan dekontaminan lain sehingga hasil hanya membandingkan
Hanya dilakukan teknik penambahan bleach secara langsung (jangka pendek) sehingga tidak memba
Banyak pasien yang tidak mengerti cara mengeluarkan sputum sesuai dengan prosedur sehingga ya
Banyak pasien yang lupa dan tidak sanggup melakukan pengambilan
sputum secara SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) sehingga sampel yang diambil hanya sewaktu saja.

4.6 Aspek Keislaman


Setelah mengetahui bahwa penambahan bleach 1% dapat mempengaruhi
hasil skor BTA konvensional, tentunya hal ini dapat dikaitkan dengan ajaran
agama Islam yang menjelaskan mengenai cara pencegahan penularan TB. TB
merupakan penyakit yang sangat menular, hanya dengan lewat udara saja TB
sudah bisa menginfeksi seseorang. Dengan penggunaan bleach 1% sebagai
dekontaminan ini diharapkan resiko penularan TB yang didapatkan saat
pewarnaan ke pemeriksa dapat berkurang, sehingga kesehatan pemeriksa dapat
lebih terjamin. Tentunya banyak manfaat yang didapat dari penggunaan bleach
1% ini, syariat islam sangat menganjurkan penanggulangan TB) ini, terutama
penanggulangan yang berbasis masyarakat berupa peran serta dalam
pembangunan kesehatan di Indonesia dan percapaian target Millenium
Development Goals’s (MDGs) no 6 yakni penurunan
angka penyakit penyakit menular penyebaran penyakit menular.54 Allah berfirman
:

ggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab it

sangat besar. Dalam pandangan islam juga dijelaskan bagaimana penderita TB sebagai manusia mempunyai hak untuk berm

paling utama adalah ketaqwaan sesorang, seperti ditegaskan dalam firman-Nya


berikut:54

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat: 13)
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan uji statistik dalam penelitian ini dapat disimpulkan hasil dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
eknik pewarnaan konvensional tanpa penambahan bleach 1%.
ng ditambahkan bleach 1%.
h 1% dibandingkan dengan konvensional. Sebanyak 62,5% skor BTA positif 1 (+1) dibandingkan dengan konvensional, dan 1

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti menyarankan saran sebagai berikut :
1. Diajukan sebagai standar prosedur di Puskesmas untuk menambahkan
bleach 1% kedalam sampel sputum pasien, karena penggunaannya yang
meningkatkan nilai skor BTA.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi, lama waktu
pemberian dan teknik penambahan bleach dengan sendimentasi
semalaman ataupun sentrifugasi untuk membandingkan kualitas dan
keefektifan dari teknik penambahan bleach yang sudah ada.

70
BAB VI
KERJASAMA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan bentuk kerjasama penelitian mahasiswa dan dosen


Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu dr. Erike Anggraini
ntara Penambahan 1% Bleach Dan BTA Konvensional (Ziehl Neelsen) diketuai oleh dr. Erike Anggraini Suwarsono, M.Pd Sp.M

71
DAFTAR PUSTAKA

1. Laban YY. Kesehatan Masyarakat TBC. Penyakit &amp; Cara Pencegahan


. Yogyakarta: Kanisius; 2012.
2. WERDHANI RA. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis. J

bal Tuberculosis report 2016:


3. Country profiles. World Nucl Assoc [Internet]. 2016;137–69.
IF. Tuberculosis. 2014;311:94.
rawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Hartiah Haroen, editor. Jakarta: Salemba Medika; 2008. 7-11 p.
arak K DS. Effects of different
4. methods of decontamination for successful cultivation of Mycobacterium tuberculosis. 2013;
arak K, Dastidar SG. Effects
5. of different methods of decontamination for successful cultivation of Mycobacterium tuberculos
meriksaan Sputum BTA. 2015;

6.

7.

8.

9. Suwarsono EA, Sjahrurachman A, Karuniawati A, Burhan E. The Effect of


Several Different Decontaminant Solutions for Sputum in Inhibiting
Contamination of Mycobacterium Tuberculosis Culture. Adv Sci Lett.
2018;24(9):6930–3. doi:10.1166/asl.2018.12888.
10. Bonnet M, Ramsay A, Githui W, Gagnidze L, Varaine F, Guerin PJ. Bleach
Sedimentation: An Opportunity to Optimize Smear Microscopy for
Tuberculosis Diagnosis in Settings of High Prevalence of HIV. Clin Infect
Dis. 2008 Jun 1;46(11):1710–6.
11. Barrios-Payán JA, Castañón-Arreola M, Flores-Valdez MA, Hernández-
Pando R. Aspectos biologicos, clinicos y epidemiologicos de la
tuberculosis latente. Salud Publica Mex. 2010 Oct;52(1):70–8.
12. Dinas Kesehatan Jatim. InfoDatin: Tuberkulosis. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. 2015. p. 2–10.
13. Departemen Kesehatan R. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. J
Kesehat Masy. 2011;2011.
14. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;1–384.
ner TA. Jawetz, Melnick &amp; Adelberg’s Medical Microbiology. 26th ed. New York: McGraw- Hill; 2013.
- Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2015.
evisi. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994. 227-235 p.
na Upaya Kesehatan. Petunjuk Teknis Pemeriksaan Biakan, Identifikasi, dan Uji Kepekaan Mycobacterium tuberculosis pada
Rapid Test TbAg dan MPT64 Dengan Kultur Sebagai Gold Standar. J Progr Stud Imunol Sekol Pasca Sarj Univ Airlangga. 2016
B Ag MPT64 untuk

Diferensiasi Mycobacterium tuberculosis Kompleks dan Mycobacterium


Non Tuberculosis Kompleks. 2015;
21. PDPI. Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). Perhimpun Dr Paru
Indones. 2011;1–55.
22. Graham SM. Guidance for National Tuberculosis Programmes on the
management of tuberculosis in children - an update. Malawi Med J.
2007;19(2):82–6.
23. Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Terobosan Menuju Akses
Universal, Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.
Stop TB. 2011;1–80.
24. Bahar A. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2nd ed.
Soeparman, editor. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2000.
25. Carlos, J., Anandi, M. and FP. MODS Assay for The Diagnosis of
Tuberculosis. N Engl J Med. 2007;356:188-189 e.
26. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M SS. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
Konversi Penderita Tuberkulosis Paru yang Diobati dengan Obat Antituberkulosis ( OAT ) Paket Kategori Satu di BP4 Garut.
ia RS, Gupta PR, Sarkar SK ST. Fiberoptic bronchoscopy in the diagnosis of sputum smear negative pulmonary TB. Lung india
ulosis merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan masyarakat. 2009;
emberantasan Penyakit TB paru dan strategi Dots. Bagian Paru Fak Kedokt Univ Sumatera Utara. 2005;
akit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. 2nd ed. Jakarta: Erlangga; 2011.
. Palicova. Manual of Clinical Microbiology. J. Jorgensen,
roll, G. Funke, M. Landry, S. Richter and DW, editor. Washington, D.C: ASM PressVol; 2011. 472–524 p.

33. Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Modul Pelatihan Pemeriksaan


Dahak Mikroskopis TB. 2012.
34. Jaya A, Isworo JT, Prastiyanto ME. Analisa Pengendalian Mutu Internal
Pemeriksaan Mikroskopis TB Dengan Penilaian Kualitas Sediaan BTA Di
Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang. 2016;
35. Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Standar Prosedur Operasional
Pemeriksaan Mikroskopis TB. 2012;1–38.
36. Chandra Kusuma H. Diagnosis Tuberkulosis Baru. Sari Pediatr.
2007;8(4):143–51.
37. OxyChem - Occidental Chemical Corporation. Sodium Hypochlorite
Handbook. 2014;1–25.
38. Fernando B. Mainier* LPCMRJM. Bleach (sodium hypochlorite): a
laboratory experiment relating to \nthe daily teaching of chemistry. IOSR J
Appl Chem. 2014;7(1):19–23.
39. Rutala WA, Weber DJ. Uses of inorganic hypochlorite (bleach) in health-
care facilities. Clin Microbiol Rev. 1997;10(4):597–610.
Martindale: The Extra Pharmacopeia, 28th Ed. James E. F. Reynolds and Anne B. Prasad., editor. Lon
Pratama W, Wulandari SP. Pemetaan Dan Pemodelan Jumlah Kasus Penyakit Tuberculosis (Tbc) Di P
Procedure R. Carbol fuchsin stain.
Miclescu A, Wiklund L. Methylene blue, an old drug with new indications? Jurnalul Rom Anestezie T
RI KK dan KK. Panduan Pengendalian Tuberkulosis di Tempat Kerja. 2015.
Winter J, Ilbert M, Graf PCF, Ozcelik D, Jakob U. Bleach activates a redox- regulated chaperone by ox

46. James A, Abba SU, Ibrahim A, Mbah H, Musuluma H, Ochei K, et al.


Improving the case detection of pulmonary tuberculosis by bleach
microscopy method in the North West of Nigeria. J Med Lab Diagnosis.
2013;4(3):34–7.
47. Satapathy P, Das D, Murmu BN, Kar SK. Decontamination of sputum for
longer time in sodium hydroxide for isolation of Mycobacterium
tuberculosis. Int J Mycobacteriology. 2014;3(4):290–2.
48. Suwarsono EA. The Evaluations of Bleach as Decontaminant Solution to
Promote The Positivity Rate of Mycobacterium Tuberculosis Culture for
Sputum Specimen. In: Advances in Health Science Research. Vol 10. ;
2017:23-26. 2017;10(ICHLaS):23–6.
49. Merid Y, Yassin MA, Yamuah L, Kumar R, Engers H, Aseffa A.
Validation of bleach-treated smears for the diagnosis of pulmonary
tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis. 2009;13(1):136–41.
50. Ängeby KAK, Alvarado-Gálvez C, Pineda-García L, Hoffner SE.
Improved sputum microscopy for a more sensitive diagnosis of
pulmonary
tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis. 2000;4(7):684–7.
Cattamanchi A, Davis JL, Pai M, Huang L, Hopewell PC, Steingart KR. Does bleach processing increase
Chew R, Calderón C, Schumacher SG, Sherman JM, Caviedes L, Fuentes P, et al. Evaluation of bleach
Bonnet M, Tajahmady A, Hepple P, Ramsay A, Githui W, Gagdnidze L, et al. Added value of bleach se
Pintar B. Penanggulangan Tuberculosis : Kupasan Para Kyai.
Kusumawati RL. Standar pelayanan laboratorium tuberkulosis. 2017.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Riwayat Penulis

Identitas
Nama: Bima Adi Wiryo
Jenis Kelamin: Laki-laki
Tempat, tanggal lahir: Jakarta, 29 Maret 1997 Agama: Islam
Alamat: Jalan Maleo XIX JE 11 no 20, Sektor 9, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Banten
Email:

Riwayat Pendidikan
2001 - 2003: TK Pembangunan Jaya
2003 - 2009: SD Pembangunan Jaya
2009 - 2012: SMP Pembangunan Jaya
2012 - 2015: SMA Pembangunan Jaya
2015 - sekarang: Pendidikan Fakultas KedokteranUIN Syarif Hidayatullah

Jakarta
LAMPIRAN 2
Tabel data pasien
LAMPIRAN 3
Hasil Pengolahan SPSS

konvensional * Bleach 1% Crosstabulation


Bleach 1%
Total
negatif scanty +1 +2
negatif Count 2 3 4 0 9
% within 22.2% 33.3% 44.4% 0.0% 100.0%
konvensiona
l
100.0% 50.0% 16.0% 0.0% 22.5%
% within
Bleach 1%
Scanty Count 0 1 5 1 7
% within
0.0% 14.3% 71.4% 14.3% 100.0%
konvensiona
l
0.0% 16.7% 20.0% 14.3% 17.5%
% within
Bleach 1%
+1 Count 0 1 14 3 18
% within
0.0% 5.6% 77.8% 16.7% 100.0%
konvensiona
l
0.0% 16.7% 56.0% 42.9% 45.0%
% within
Bleach 1%
+2 Count 0 0 2 3 5
% within
0.0% 0.0% 40.0% 60.0% 100.0%
konvensiona
l
0.0% 0.0% 8.0% 42.9% 12.5%
% within
Bleach 1%
+3 Count 0 1 0 0 1
% within
0.0% 100.0% 0.0% 0.0% 100.0%
konvensiona
l
0.0% 16.7% 0.0% 0.0% 2.5%
% within
Bleach 1%
Total Count 2 6 25 7 40
% within
5.0% 15.0% 62.5% 17.5% 100.0%
konvensiona
l
% within
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Bleach
1%
FRIEDMAN
TEST
Ranks
Mean
Rank
konvension
al 1.35
Bleach 1% 1.65

Test
Statisticsa
N 40
Chi-Square 7.2
df 1
Asymp. Sig. 0.007
a. Friedman
Test

Anda mungkin juga menyukai