Anda di halaman 1dari 96

PERBANDINGAN SKOR BASIL TAHAN ASAM (BTA) ANTARA

TEKNIK KONVENSIONAL (ZIEHL NEELSEN) DENGAN


PENAMBAHAN BLEACH 1% PADA SPESIMEN SPUTUM

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH
Bima Adi Wiryo
NIM: 11151030000016

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1440 M
PERBANDINGAN SKOR BASIL TAHAN ASAM (BTA) ANTARA
TEKNIK KONVENSIONAL (ZIEHL NEELSEN) DENGAN
PENAMBAHAN BLEACH 1% PADA SPESIMEN SPUTUM

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH
Bima Adi Wiryo
NIM: 11151030000016

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M/ 1439 H
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di
UTN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. ini telah saya
Semua sumber y?.ilg saya gunakan dalam penulisan
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
rnenerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tsima adirWiryo
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERBANDINGAN SKOR BASIL TAHAN ASAM (BTA) ANTARA


TEKNTK KOIIVENSIONAL (ZTEIJL NEELSEI9 DENGAN
PENAMBAHAN BLEACH 1% PADA SPESIMEN SPUTUM

Laporan Penelitian
diajukan kepada Fakultas Kedokteran untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sadana Kedokteran (S.Ked)

Oleh
Bima Adi Wirvo
NIM: 11151030000016

Pembimbing I

dr. Erike Anggraini S,M.Pd Sp.MK dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D.
NIP. 19810926 201101 2 007 NIP. 1 9770 1022005012007

FAKULTAS KEDOKTERAN
T]NTVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIT HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M fi439 H

111
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul PERBANDINGAN SKOR BASIL TAHAN ASAM


(BTA) ANTARA TEKNIK KONVENSIONAL (ZIEIJL NEELSEI\T) DENGAN
PENAMBAHAN BLEACH 1% PADA SPESIMEN SPUTUM yang diajukan oleh
Bima Adi Wiryo (NIM 11151030000016), telah diujikan dalam sidang di Fakultas
Kedokteran pada Oktober 2018. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran.
Ciputat, 26 Oktober 201 8

DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

dr. Erike Anggraini S,M.Pd Sp.MK


NrP. 19810926 20rt0r 2 007

Pembimbing I PembimbinstrI

dr. Erike Anggraini S,M.Pd Sp.M K dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D.
NrP. 1981092620rt0r 2 007 NIP. 1 9770 1 02200 s0 12007

Penguji I Penguji II

NIP. 1 9690 9 | 520080 12022 NrP. 1 9830 1242411 0 1 2009

PIMPINAN FAKULTAS PIMPTNAN PRODI


Dekan Fakultas Kedokteran Kepala Prodi Fakultas Kedokteran

Ph.D., Sp.PD-KEMD. dr. Achmad Zaki,M. Epid, SpOT


200312 1 003 NrP. 19780507 200501 I 005

w
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji dan rasa syukur saya panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala limpahan rahmat-Nya saya dapat menyelesasikan penelitian ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
shallalahu alaihi wa sallam beserta keluarga, sahabat, serta seluruh umatnya.
Alhamdulillah penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. H. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD selaku dekan FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M. Epid, SpOT selaku Kepala Prodi FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. dr. Erike Anggraini Suwarsono, M.Pd Sp.MK dan dr. Siti Nur Aisyah
Jauharoh, Ph.D. selaku pembimbing I dan pembimbing II saya yang
senantiasa memberi arahan, nasihat, dan bantuan dalam penyusunan
penelitian ini.
4. Ayahanda Budi Trikarso dan Ibunda Ade Laela Rizkya, kedua orang tua
saya yang senantiasa mencurahkan cinta dan kasihnya, serta memberi
semangat dan doa untuk kebaikan saya dalam menjalani pendidikan dan
keseharian saya hingga saat ini. Adik kandung tersayang Nabilla Maharani
yang selalu menaburkan kebahagiaan dan keceriaan dalam keseharian saya.
Terima kasih atas kebaikan tanpa mengenal pamrih yang selalu diberikan
kepada saya sampai kapan pun.
5. dr. Flory Ratnasari, Ph.D selaku penanggung jawab (PJ) modul riset PSPKD
2015, bu Yuliati, M. Biomed selaku PJ laboratorium Mikrobiologi.
6. Teman-teman kelompok riset saya, Sarwan, Rafi, dan Eneng yang berjuang
bersama dalam menyelesaikan penelitian ini.
7. Teman 24/7 saya Raka Dhaneswara, Ahmad Zahid, Bintang Aditya dan
Aridanto yang senantiasa mendengarkan keluh kesah selama penelitian dan
supporting system ketika semangat turun untuk mengerjakan penelitian ini.

v
8. Teman-teman angkatan saya Arrafie yang senantiasa memberi dukungan
dan motivasi.
9. Mbak Novi selaku laboran Mikrobiologi. Mas irul selaku OB laboratorium
Mikrobiologi yang banyak membantu saya dalam menyelesaikan penelitian.
10. Teman yang berjasa dalam persidangan saya yaitu Rahman yang memberi
dukungan sebelum persidangan.
11. Seluruh pihak yang membantu, memberi semangat, serta motivasi dalam
penelitian ini yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.
Saya menyadari dalam laporan penelitian ini masih banyak terdapat
kekurangan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya
harapkan agar laporan penelitian ini menjadi lebih baik.
Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan banyak
manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Ciputat, Agustus 2018

Penulis

vi
ABSTRAK
Bima Adi Wiryo. Fakultas Kedokteran. Perbandingan Skor Basil Tahan Asam
(BTA) Antara Teknik Konvensional (Ziehl Neelsen) Dengan Penambahan
Bleach 1% Pada Spesimen Sputum.

Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia.


Apusan mikroskopi langsung untuk basil tahan asam (BTA) tetap merupakan
metode umum untuk diagnosis laboratorium tuberkulosis paru.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan skor basil tahan
asam (BTA) antara tekhnik konvensional (Ziehl Neelsen) dengan penambahan
bleach 1%.
Metode. Menggunakan desain penelitian yang digunakan adalah uji komparatif
kategorik secara kuantitatif yaitu Skor BTA. Sampel yang digunakan adalah 40
spesimen sputum pasien dengan diagnosis Tuberkulosis di Puskesmas Kali Baru,
Bekasi yang diwarna dengan Teknik Konvensional (Ziehl Neelsen) dan
Konvensional yang ditambahkan bleach 1%. Analisis data dilakukan dengan
analisis univariat (distribusi frekuensi), dan analisis bivariat dengan uji Chi-Square.
Hasil dan Kesimpulan. Dari hasil analisis bivariat menggunakan uji statistik
Friedman terdapat 5% skor negatif, 15% scanty, 62,5% positif 1 (+1), dan 17,5%
positif 2 (+2) dengan bleach 1% dibandingkan dengan konvensional (p = 0,007).
Ditemukan juga penggunaan bleach 1% dapat meningkatkan kualitas pewarnaan
menjadi lebih akurat, efektif, bersih dan jernih, dan lebih aman bagi pemeriksa.

Kata kunci : pewarnaan BTA konvensional, bleach, skor BTA

vii
ABSTRACT
Bima Adi Wiryo. Medical School. Comparison of Acid Resistant Basil Scores
(AFB score) Between Conventional Techniques (Ziehl Neelsen) With 1%
Bleach Addition to Sputum Specimens..

Background. Tuberculosis (TB) is still a world health problem. Direct microscopy


for acid fast bacilli (AFB) remains a common method for laboratory diagnosis of
pulmonary tuberculosis.
Aim. This study aims to compare the acid fast bacilli (AFB) scores between
conventional techniques (Ziehl Neelsen) with the addition of 1% bleach.
Method. Using the research design used is a quantitative categorical comparative
test, namely BTA Score. The samples used were 40 sputum specimens of patients
with a diagnosis of Tuberculosis at Kali Baru Health Center, colored Bekasi with
conventional techniques (Ziehl Neelsen) and conventional added 1% bleach. Data
analysis was performed by univariate analysis (frequency distribution), and
bivariate analysis with Chi-Square test.
Results and Conclusions. From the results of bivariate analysis using Friedman
statistical test there are 5% negative scores, 15% scanty, 62.5% positive 1 (+1), and
17.5% positive 2 (+2) with 1% bleach compared to conventional (p = 0.007). Also
found the use of 1% bleach can improve the quality of staining to be more accurate,
effective, clean and clear, and safer for the examiner.

Keyword : conventional smear coloring, bleach, smear scores

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN…………………………………… ii
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………… ii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………. v
ABSTRAK…………………………………………………………………… vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………... xiii
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xv

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….... 3
1.3 Hipotesis..............………………………………………………………. 4
1.4 Tujuan Penelitian................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………... .. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………..... 6


2.1 Landasan Teori.......................................……………....…………........ 6
2.1.1 Mycobacterium Tuberculosis…………………………………. 7
2.1.2 Sifat Pertumbuhan Mycobacterium Tuberculosis.……………. 8
2.1.3 Struktur Antigen......................................................................... 9
2.1.4 Epidemiologi..............................................................................10
2.1.5 Klasifikasi Tuberkulosis.............................................................11
2.1.6 Gejala Klinis Tuberkulosis.........................................................15
2.1.7 Diagnosis Tuberkulosis..............................................................16
2.1.8 Patogenesis Tuberkulosis dan Cara Penlunaran........................ 22

ix
2.1.9 Faktor-fkator yang berhubungan dengan kejadian TB..............23
2.1.10 Cara Penularan Tuberkulosis...................................................25
2.1.11 Pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA)…..................................25
2.1.12 Jenis Pemeriksaan Tuberkulosis……………………………...32
2.1.13 Sodium Hipoklorit (Bleach).....................................................35
2.2 Kerangka Teori.......………....................................................................41
2.3 Kerangka Konsep....................…………………………………………42
2.4 Definisi Operasional...............................................................................44

BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………. 44


3.1 Desain Penelitian……………………………………………………… 44
3.2 Waktu dan Tempat Pewarnaan BTA………………………………….. 44
3.3 Populasi dan Sampel………………………………………………….. 44
3.3.1 Kriteria Sampel...........................................................................44
3.4 Identifikasi Variabel................................................................................46
3.4.1 variabel Terikat……….........………………………………….46
3..2 Variabel Bebas………………………………………………….46
3.5 Cara Kerja Penelitian………………………………………….............46
3.5.1 Teknik Pengambilan Sampel………………………………….46
3.5.2 Persiapan Alat dan Bahan……………………………………..48
3.5.3 Alat dan Bahan Pewarnaan BTA...............................................48
3.5.4 Pembuatan Larutan bleach......................…………..………… 51
3.5.5 Pembuatan Preparat Konvensional.............................................52
3.5.6 Pembuatan Preparat bleach 1 %…………………….………… 54
3.5.7 Pewarnaan BTA Ziehl-Neelsen...................................................54
3.5.8 Pembacaan Sediaan Apus...........................................................55
3.6 Alur Penelitian………………………………………………………… 57
3.7 Manajemen Data………………………………………………………. 58
3.7.1 Pengumpulan Data......................................................................58
3.7.2 Pengolahan Data.........................................................................58
3.7.3 Analisis Data ..............................................................................58

x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………….….60
4.1 Analisis Univariat............................................………………............... 60
4.2 Persentasi Hasil Skor BTA .....................…………………………....... 61
4.3 Analsis Bivariat..................……………………………………….........62
4.4 Pembahasan...........……………………………………………………. 64
4.4.1 Hasil Akurat dan Efektif.............................................................66
4.4.2 Keamanan ..................................................................................67
4.4.3 Kualitas Pewarnaan yang lebih bersih dan jernih.......................68
4.5 Keterbatasan Penelitian………………………………………………...69
4.6 Aspek Keislaman...........……………………………………………......69
BAB V SIMPULAN DAN SARAN………………………………………….....72
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 72
5.2 Saran………………………………………………………………...... 72

BAB VI KERJASAMA PENELITIAN…………………………………….......73

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….......74
LAMPIRAN 1……………………………………………………………….......79
LAMPIRAN 2………………………………………………………………….. 80
LAMPIRAN 3………………………………………………………………….. 81

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah BTA, dan kemungkinan mendapatkan hasil positif ....................19
Tabel 2.2 Interpretasi hasil pemeriksaan TB paru...................................................20
Tabel 2.3 Interpretasi pemeriksaan mikroskopis TB paru berdasarkan skala
IUATLD.................................................................................................................20
Tabel 2.4 Perbedaan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan Tan Thiam Hok (Kinyoun-
Gabet).....................................................................................................................27
Tabel 2.5 Spesimen dahak yang berkualitas baik....................................................30
Tabel 2.6 Ukuran sediaan dahak.............................................................................31
Tabel 2.7 Kerataan spesimen..................................................................................32
Tabel 2.8 Berbagai macam pemerikaan khusus TB………………………………34
Tabel 2.9 Penggunaan Hipoklorit di Puskesmas………………………………….39
Tabel 2.10 Definisi Operasional.............................................................................43
Tabel 3.1 Alat-alat pewarnaan BTA.......................................................................48
Tabel 3.2 Bahan Pewarnaan BTA...........................................................................49
Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Sampel.............................................................62
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi hasil skor BTA.......................................................61
Tabel 4.3 Hasil uji chi-square skor BTA konvensional dengan Bleach 1%..........63

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi Tuberkulosis berdasarkan organ......................................13


Gambar 2.2 Klasifikasi Tuberkulosis berdasarkan tipe penderita.........................14
Gambar 2.3 Skema Alur Diagnosis TB Dewasa……………………..…………..22
Gambar 2.4 Jenis-jenis sputum..............................................................................27
Gambar 2.5 Skema skala laba-laba .......................................................................28
Gambar 2.6 Tuberkulosis bewarna merah dapat tersusun tunggal atau
berkelompok...........................................................................................................29
Gambar 2.7 Pewarnaan BTA yang terdapat endapan kristal dan sisa zat warna…29
Gambar 2.8. Kualitas background pewarnaan BTA...............................................30
Gambar 2.9 Pembentukan asam hipoklorus (HOCL) dalam larutan alkali
membentuk hipoklorit ............................................................................................36
Gambar 2.10 Rumus Molekul NaOCL (Sodium Hipoklorit)..................................36
Gambar 2.11 Reaksi Klorin dengan natrium hidroksida.........................................36
Gambar 2.12 Proses Manufaktur NaOCL (Sodium Hipoklorit)………………….37
Gambar 2.14 Alur Kerangka Teori……………………….....................................41
Gambar 2.15 Alur Kerangka Konsep......................................................................42
Gambar 3.1 Bentuk preparat...................................................................................52
Gambar 3.2 Proses Pengambilan Sputum..............................................................53
Gambar 3.3 Cara pembuatan preparat....................................................................53
Gambar 3.4 Alur Pembacaan Preparat....................................................................55
Gambar 3.5 Alur Penelitian....................................................................................57
Gambar 4.1 Hasil kualitas pewarnaan BTA bleach dan konvensional..................70

xiii
DAFTAR SINGKATAN

IUALTD = International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis

TB = Tuberkulosis

BTA = Bakteri Tahan Asam

WHO = World Helath Organization

MDR-TB = Multidrugs Resistance Tuberkulosis

LMI = leucocyte Migration Inhibition

NTM = Non Tuberculosis Mycobacterium

DOTS = Directly Observed Treatment, Short-Course

MDG'S = Millenium Development Goals’s

ICSB = International Commite on Systematic Bacterilogical

BCG = Bacille Calmette Guerin

LQAS = Lot Quality Assurance Sampling

MOTT = Mycobacterium Other Than Tuberculosis

PCR = Polymerase Chain Reaction

LED = Laju Endap Darah

IGRA = Interferon Gamma Release Assay

ELISA = Enzym linked immunosorbent assay

ICT =Immunochromatographic Tuberculosis

PAP = Uji peroksidase anti peroksidase

ADA = Uji Adenosine Deaminase

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Penulis …………………………………………………. 79


Lampiran 2 Tabel Data Pasien………………………………………………… 80
Lampiran 3 Hasil Pengolahan SPSS....................…………………………… 81

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pada tahun 2015, Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang sudah
membunuh 1,8 juta orang dari sekitar 10,4 juta orang penderita TB dan diperkirakan
480.000 orang Multidrug-resistant TB (MDR-TB). Penyakit TB merupakan
masalah yang besar bagi negara berkembang seperti Indonesia, India, China,
Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan yang termasuk dalam 6 negara dengan
penderita TB mencapai 60% dalam populasi. Tujuh puluh liman persen penderita
TB tersebut adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun) yang kehilangan rata-
rata waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan
tahunan rumah tangga sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan
kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB
juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat. Diperkirakan 49 juta orang telah sembuh dan selamat karena
keberhasilan diagnosis dan pengobatan TB dari tahun 2000-2015.1,2
Mycobacterium Tuberculosis (Mtb) adalah agen etiologi Tuberkulosis (TB).
Bakteri ini dapat menginfeksi banyak bagian tubuh manusia, terutama sistem
pernapasan. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) telah
mengadaptasi Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2030, dengan
membentuk program "The End TB Strategy" sejak 2015. Program ini harus
dilaksanakan oleh setiap negara di seluruh dunia, dan memiliki tujuan untuk
mengurangi hingga 90 % mortalitas dan kejadian TB hingga 80% dibandingkan
dengan tahun 2015.3 Bakteri Tuberkulosis merupakan bakteri tahan asam. Bakteri
tahan asam merupakan bakteri yang mempertahankan senyawa warna karbol
fuchsin (fuchsin yang dilarutkan dalam campuran alkohol/air) walaupun sudah
dicuci dengan asam alkohol dan untuk mendeteksi bakterinya diberi lagi pewarnaan
kontras (Methylen Blue), sehingga hanya bakteri TB yang bewarna merah
sedangkan bakteri lain akan ikut dalam warna kontras yang bewarna biru.8

1
2

Untuk mengeliminasi TB tidak dapat dicapai hanya dengan memberikan


pengobatan yang tepat kepada pasien, tetapi juga dengan mengembangkan alat
diagnostik yang kuat.4 Untuk mendiagnosis penyakit TB ini diperlukan beberapa
tahapan pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik, laboratrium (darah, dahak sputum,
cairan otak), rontgen, uji tuberkulin dan masih banyak lagi. Pemeriksaan sputum
merupakan pemeriksaan yang sudah dilakukan sejak lama dan tetap menjadi
standar dari penegakan diagnosis TB di banyak negara berkembang, karena
tekniknya yang sederhana, cepat dan tidak diperlukan banyak biaya diantara teknik-
teknik lain-nya seperti kultur yang memerlukan waktu yang lama dan biaya yang
tidak sedikit walaupun menjadi gold standard penyakit TB.5 Sehingga metode
pewarnaan BTA mampu menjadi metode pemeriksaan yang paling banyak dan
sesus\ai di negara berkembang karena lebih sederhana dan mudah dikerjakan di
pusat kesehatan perifer.
Sputum adalah spesimen klinis umum untuk pewarnaan basil tahan asam
(BTA). Dahak yang dilewatkan sepanjang tenggorokan mengandung banyak
puing-puing mikroskopis yang dapat mengurangi hasil kualitas pewarnaan BTA.
Kuman TB yang terdapat dalam sputum juga dapat mencemari pemeriksa. Metode
pengolahan dengan bleach sebagai dekontaminan yang tepat akan membantu
mengurangi masalah tersebut untuk mensterilkan lapang pandang mikroskopis dan
membunuh kuman TB. Bleach banyak digunakan sebagai disinfektan, mudah
diperoleh di pasaran, umumnya digunakan oleh masyarakat, dan tidak mahal.
Banyak metode pengolahan dekontaminasi sputum, seperti penambahan bleach
langsung (jangka pendek), sendimentasi dengan bleach, dan sentrifugasi dengan
menggunakan bleach.6 Proses dekontaminasi juga dapat membunuh
Mycobacterium tuberkulosis jika solusi yang digunakan terlalu tinggi atau
metodenya terlalu kompleks. Hingga 20-90% dari Mycobacterium pada spesimen
klinis dapat terbunuh dalam proses dekontaminasi. Sehingga diperlukan metode
dekontaminasi yang tepat untuk meminimalisir waktu pengerjaan dan langkah-
langkah pengolahan yang kompleks yang dapat meningkatkan risiko kontaminasi
silang serta transmisi pekerjaan kepada pekerja laboratorium.7,9
3

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bonnet M, dkk di Kenya, pewarnaan


BTA sebelumnya yang sudah dilakukan terhadap sputum positif TB antara
spesimen yang disendimentasikan 24 jam (overnight) dengan menggunakan
hipoklorit (NaOCL) atau biasa yang disebut dengan bleach dengan spesimen
pewarnaan BTA konvensional, penambahan bleach menunjukan hasil positif yang
meningkat sebanyak 23%.10 Diperlukan waktu satu hari untuk melihat hasil di
mikroskop dari NaOCL (bleach) yang menjadi kekurangan metode ini. Hal ini
meningkatan beban kerja laboratrium yang menjadi sebuah batasan bagi negara
yang mengalami krisis tenaga kesehatan dengan angka kejadian TB yang tinggi
(high burden countries).11
Dapat disimpulkan dalam studi ini bahwa penambahan bleach dapat
menjadi metode pengembangan dalam mendiagnosis TB. Penelitian ini bertujuan
untuk menilai kemampuan 1% bleach NaOCL dalam meningkatkan skor BTA
dibandingkan dengan teknik konvensional, karena angka kejadian Tuberkulosis
masih sangat tinggi di Indonesia dan metode dekontaminasi bleach masih belum
banyak diteliti. Hal tersebut menjadi tantangan bagi peneliti untuk mengetahui
apakah metode penambahan dengan bleach 1% ini lebih baik daripada metode
lainya. Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk mengambil sebuah penelitian yang
berjudul “Perbandingan Skor Basil Tahan Asam (BTA) Antara Teknik
Konvensional (Ziehl Neelsen) Dengan Penambahan Bleach 1% Pada Spesimen
Sputum”. Hasilnya diharapkan dapat dipergunakan sebagai alternative
pemeriksaan baru yang lebih akurat, efektif dan meningkatkan keamanan serta
menghasilkan kualitas pewarnaan BTA yang lebih baik dari Teknik konvensional.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
Apakah terdapat perbedaan skor BTA antara kelompok sputum yang
diwarnai dengan teknik konvensional (Ziehl Neelsen) dengan kelompok yang
ditambahkan bleach 1%?
4

1.3 Hipotesis
Terdapat perbedaan skor BTA antara kelompok yang diwarnai
menggunakan teknik konvensional (Ziehl Neelsen) dengan penambahan bleach
1%.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Tujuan Umum
1 Mengetahui perbandingan skor BTA antara penambahan 1% bleach
dan BTA konvensional (Ziehl Neelsen).
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan skor BTA dengan teknik BTA konvensional (Ziehl
Neelsen).
2. Mendeskripsikan skor BTA dengan menggunakan teknik Ziehl Neelson
yang ditambahkan bleach 1%.
3. Mengetahui perbandingan skor BTA antara penambahan bleach 1% dan
BTA konvensional (Ziehl Neelsen) sehingga dapat diketahui metode
pewarnaan yang lebih baik.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Peneliti
1. Mendapatkan pengalaman serta pengetahuan dalam melakukan
penelitian terutama di bidang mikrobiologi pewarnaan BTA.
2. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran di
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Menambah wawasan dalam mengkaji program penanggulangan TB
paru beserta cara diagnosis TB di Indonesia yang masih menjadi
masalah.
4. Sarana belajar dalam meningkatkan kemampuan di bidang penelitian
dan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
5

1.5.2 Bagi Institusi


1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi bahan referensi bagi
peneliti berikutnya.
2. Sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

1.5.3 Bagi Masyarakat


1. Meningkatkan kualitas teknik hasil laboratrium dalam menegakan
diagnosis TB di Indonesia.
2. Menghindari penularan TB secara “airborne” terhadap pemeriksa
laboratrium sehingga menignkatkan keamanan laboratrium.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Mycobacterium Tuberculosis
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
bakteri Mycobacterium tuberkulosis, yang dapat menyerang berbagai organ di
tubuh manusia, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau
pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga
kematian. TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum masehi,
namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi
dalam 2 abad terakhir.12
Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit radang parenkim paru yang
menular karena infeksi kuman TB yaitu Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
13

Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan
keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi
bakteri dalam paru. TB paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma yang menimbulkan nekrosis yang khas pada jaringan,
nekrosisnya menghasilkan senyawa seperti keju yang dinamakan proses perkijuan
dan disebut sebagai nekrosis kaseosa. TB paru dapat menular melalui udara, waktu
seseorang dengan TB aktif pada paru batuk, bersin atau bicara. Manusia adalah
satu-satunya tempat di mana kuman ini dapat berkembang biak. Keluarga kuman
ini bersifat tahan asam dan memerlukan pengecatan khusus, yaitu Ziehl Neelsen
agar tampak di mikroskop. Pada latar yang kontras kuman ini tercat merah muda.
Perlu sekitar 10.000 organisme per mililiter dahak untuk bisa memvisualisasikan
bakteri ini. 14
Mycobacterium Tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang aerob yang
tidak membentuk spora. Meskipun bakteri ini tidak terwarnai dengan mudah, sekali
terwarnai, bakteri ini dapat menahan warnanya walaupun diberikan asam atau

6
7

alkohol dan oleh sebab itu, disebut basil tahan asam (BTA). Mycobacterium
Tuberculosis menyebabkan Tuberkulosis dan mikobakterium atipikal lainnya yang
sering menginfeksi penderita AIDS, adalah patogen oportunistik pada pasien yang
imunokompromais lainnya, dan kadang-kadang menyebabkan penyakit pada pasien
dengan sistem imun normal. Terdapat lebih dari 50 spesies mikobakterium,
termasuk banyak yang bersifat saprofit.15
Ada beberapa mikobakterium pathogen, tetapi hanya strain bovin yang
patogenik terhadap manusia. Basil Tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm,
ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah.16 Kini dikenal 41 spesies yang
diakui oleh ICSB (International Commite on Systematic Bacterilogical), sebagian
besar adalah saprofit. Sifat tahan asam Mycobacterium adalah Karena sifat dinding
sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan lemakyang terdiri dari asam lemak
mikolat. 17
Sama dengan Rhodococcus dan Nocardia, Mycobacteria merupakan
mikroba tahan asam, Tingkat ketahanan Mycobacteria terhadap asam bervariasi.
Mycobacteria ada yang bersifat patogen dan ada juga yang tidak patogen.
Mycobacteria tidak patogen ditemukan di lingkungan manusia, khususnya dalam
air. Mycobacteria lingkungan ini merupakan kontaminasi yang harus diantisipasi
agar tak mengacaukan hasil pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.18
Mycobacterium tidak dapat diwarnai dengan cara Gram, tetapi kalau
berhasil maka hasilnya adalah positif Gram. Dibandingkan dengan kuman lainya,
golongan Mycobacterium, tahan terhadap asam dan alkali sehinggga apabila bahan
spesimen mengandung kuman lain mudah dapat dibunuh dengan asam alkohol
sehingga spesimen menjadi lebih murni. Tetapi harus diperhatikan kepekatan zat
asam dan alkali Karena terlalu pekat juga dapat membunuh Mycobacterium. 17
Jika sudah terwarnai dengan bahan dasar (karbol fuchsin), organisme ini
warnanya tidak akan larut dengan alkohol, tanpa menghiraukan penambahan iodin.
Basil tuberkulosis sejati ditandai dengan "tahan asam" yaitu dengan senyawa 95%
etil alkohol yang mengandung 3% asam hidroklorat (asam-alkohol) dengan cepat
menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. 15
Termasuk dalam Mycobacteria yang secara medis penting adalah :
8

(1) Mycobacterium Tuberculosis, (2) M. bovis, (3) M. africanum, (4) M. microtii,


(5) M. ulcerans, (6) M. leprae, (7) M. kansasii, (8) M. marinum, (9) M. simiae, (10)
M. scrofulaceum, (11) M. szulgai, (12) M. xenopi, (13) M. gordonae, (14) M.
flavescens, (15) M. fortuitum-chelonae complex, (16) M. thermoresistible, (17) M.
avium-intracellulare complex, (18) M. terra-triviale complex. Nomor 1 sampai 4
digolongkan sebagai M. tuberculosis complex. 18
Secara mikroskopik pada jaringan tubuh kuman tuberkulosis berbentuk
batang halus berukuran juga terlihat seperti berbiji-biji. Pada perbenihan berbentuk
kokoid dan berfilamen. Tidak berspora dan tidak bersimpai. Pada pewarnaan cara
Ziehl Neelsen atau Tan Thiam Hok kuman berwarna merah dengan latar belakang
berwarna biru. Pada pewarnaan fluorokrom kuman berfluoresensi dengan warna
kuning oranye.17

2.1.3 Sifat Pertumbuhan Mycobacterium Tuberculosis


Mycobacterium adalah aerob obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi
banyak komponen karbon sederhana. Peningkatan tekanan CO, mendukung
pertumbuhan. Aktivitas biokimia tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat
daripada kebanyakan bakteri, waktu replikasi basilus tuberkulosis sekitar 18 jam.
Bentuk saprofitik cenderung untuk tumbuh lebih cepat, untuk berproliferasi dengan
baik pada suhu 22-23°C, untuk memproduksi pigmen.15
Energi didapat dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. dapat
merangsang pertumbuhan. Pertumbuhan lambat, waktu pembelahan sekitar 20 jam.
Suhu pertumbuhan optimum 37°C. Pada perbenihan, pertumbuhan tampak setelah
2-3 minggu. Koloni cembung, kering, kuning gading.17
Daya tahan kuman tuberkulosis lebih besar apabila dibandingkan dengan
kuman lainnya karena sifat hidrofobik permukaan sel. Hijau malakhit dapat
membunuh kuman lain tetapi tidak membunuh Mycobacterium tuberculosis,
demikian juga asam dan alkali. Dengan fenol 5% diperlukan waktu 24 jam untuk
membunuh Mycobacterium tuberculosis. Pada sputum kering yang melekat pada
debu dapat bertahan hidup 8-10 hari. Pengaruh pemanasan daya tahanya sama
dengan kuman lainya. Jadi dengan pasteurisasi kuman TB ini dapat dibunuh.17
9

2.1.4 Struktur Antigen


Sebagian besar antigen kuman teradapat pada dinding sel yang dapat
menimbulkan hipersensitifitas tipe lambat, kekebalan dan menjadi Freunds
adjuvants. Antigen protoplasma tidak banyak perananya tapi dapat menyebabkan
hipersensifitas. Susunan dinding tuberculosis terdiri dari beberapa lapisan yang
melindungi bakteri ini diantaranya:
1. Lemak (lipid)
Mycobacterium mengandung banyak lemak seperti lemak kompleks,
asam lemak dan lilin. Dalam sel, lemak tergabung pada protein dan
polisakarida. Komponen lemak ini dianggap yang bertangung jawab terhadap
reaksi sel jaringan terhadap kuman tuberkulosis. Fraksi fosfatida menyebabkan
reaksi tuberkel dengan kaseosa nekrosis pada jaringan. Lemak juga berperanan
pada sifat tahan asam. Apabila lemak kuman tuberkulosis dihilangkan dengan
eter, maka sifat tahan asam akan hilang. Lemak ini bersifat spesies spesifik
strain yang virulen dari kuman tuberkulosis membentuk serpentin cord yaitu
susunan parallel dari kuman. Pembentukan cord ini dihubungkan dengan
virulensi dari rumus cord factor adalah Trehalosa 6.6 dimycolate. Faktor ini
mencegah migrasi leukosit/ LMI (Leucocyte Migration Inhibition).19
2. Protein
Tiap tipe Mycobacterium mengandung beberapa protein yang
menimbulkan reaksi tuberkulin. Protein yang terikat pada fraksi lilin dapat
membangkitkan sensitivitas tuberculin, juga dapat merangsang pembentukan
bermacam-macam antibodi.
3. Polisakarida
Mycobacterium mengandung bermacam-macam polisakarida.
Peranannya dalam patogenisis belum jelas. Dapat merangsang timbulnya
hipersensitivitas cepat dan dapat mengganggu beberapa reaksi antigen-antibodi
in vitro.20
Mycobacterium cenderung lebih resistan terhadap bahan-bahan kimia
daripada bakteri lainnya karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan
10

pertumbuhanya yang berkelompok. Bahan seperti malakit hijau atau zat antibakteri
(misalnya, penisilin) yang bersifat bakteriostatik terhadap bakteri lain dapat
dimasukkan ke dalam medium tanpa menghambat pertumbuhan basil tuberkulosis.
Asam dan basa memungkinkan beberapa basil tuberkel yang terpajan dapat hidup
dan digunakan unruk membantu mengeliminasi organisme pengkontaminasi dan
untuk "konsentrasi" spesimen klinis. Basil tuberkel tahan pengeringan dan dapat
hidup untuk waktu yang lama pada sputum yang dikeringkan.15

2.1.5 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004
menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002,
dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu
orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara
yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah
pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih
besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk. 21
Tuberkulosis masih merupakan penyakit penting sebagai penyebab
morbiditas dan mortalitas, dan tingginya biaya kesehatan Setiap tahun diperkirakan
9 juta kasus TB baru dan 2 juta di antaranya meninggal. Dari 9 juta kasus baru TB
di seluruh dunia, 1 juta adalah anak usia 25%.22
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013
sekitar 9 juta orang menderita tuberkulosis dan 1,5 juta diantaranya meninggal
dunia. Tahun 2013 diestimasikan 9 juta orang di dunia menderita Tuberkulosis, dan
lebih dari 56% tersebar di Asia Tenggara dan Pasifi k Barat. Pada tahun yang sama
Indonesia masuk dalam negara dengan beban tinggi Tuberkulosis dengan
menduduki peringkat ke-4 sebagai negara penyumbang penyakit tuberkulosis
setelah India, China, dan Afrika Selatan. 3
11

Indonesia berpeluang mencapai penurunan angka kesakitan dan kematian


akibat TB menjadi setengahnya di tahun 2015 jika dibandingkan dengan data tahun
1990. Angka prevalensi TB yang pada tahun 1990 sebesar 443 per 100.000
penduduk, pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 280 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan hasil survey prevalensi TB tahun 2013, prevalensi TB paru smear
positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun keatas sebesar 257. 12
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan
negara pertama diantara High Burden Countries di wilayah Asia Tenggara yang
mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan
pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732
kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213
diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB
BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka
keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada
kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan
tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama. 23

2.1.6 Klasifikasi Tuberkulosis


Pasien Tuberkulosis dapat diklasifikasikan menurut : (1) Lokasi anatomi
dari penyakit, (2) Riwayat pengobatan sebelumnya, (3) Hasil pemeriksaan uji
kepekaan obat, dan (4) Status HIV.13
Tuberkulosis berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit :
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru tetapi tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. TB
Milier dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura
tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan
sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga
menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru. Berdasar
hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :21
12

Tuberkulosis Paru BTA (+)


a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif.
Tuberkulosis Paru BTA (-)
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis
aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M.tuberculosis positif.
c. Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

2. Tuberkulosis ekstra paru


Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
selaput otak (Meningitis), selaput jantung (pericardium), kelenjar Getah
Bening, tulang, pleura, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan
berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru
13

yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB


ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.2

Gambar 2.1 Klasifikasi Tuberkulosis berdasarkan organ25


(Sumber : Carlos, J., 2007)
Tuberkulosis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya (penderita). Ada beberapa tipe penderita yaitu :
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.24
3. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
4. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten
dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
5. Kasus Gagal
14

Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
6. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
7. Kasus bekas TB
Apabila hasil pemeriksaan dahak BTA negatif dan gambaran radiologik
paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang
adekuat akan lebih mendukung. Dan apabila pada kasus dengan gambaran
radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat pengobatan
OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik.21
Klasifikasi tersebut dapat dilihat dalam skema dibawah :

Gambar 2.2 Klasifikasi Tuberkulosis berdasarkan tipe penderita.2


(Sumber : Werdhani, 2009)
15

2.1.7 Gejala Klinis Tuberkulosis


Gejala umum tuberkulosis yaitu : (1) Rasa lemah, (2) sakit berat Kehilangan
berat badan, dan demam disertai keringat malam hari, sedangkan Gejala TB Paru
(gejala respiratorik)sangat khas yang meliputi : (1) Batuk berkepanjangan (>3
minggu), (2) batuk darah dan Nyeri dada.25 Gejala respiratorik ini sangat bervariasi,
dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak ke luar.21
Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik. Gejala sistemik/umum dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah) .
Berlangusng 2-3 minggu atau lebih karena adanya iritasi pada
bronkus, sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasikan sputum).
Keadaan yang lebih lanjut adanya dahak bercampur darah bahkan
sampai batuk darah (heaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang
pecah.
b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama (subfebris).
biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-
kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul,
tetapi suhunya mencapai 40-41⁰C. keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh penderita dan berat ringanya infeksi kuman
tuberkulosis yang masuk.26
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah, sakit kepala, meriang, keluar
keringat malam hari tanpa melakukan aktifitas.
16

e. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila filtrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
f. Sesak nafas
Sesak nafas akan timbul apabila penyakit sudah lanjut (kronis),
dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
Sedangkan gejala khusus TB yang lebih spesifik dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
“mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. 2

2.1.8 Diagnosis Tuberkulosis


Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah: Anamnesa baik terhadap
pasien maupun keluarganya, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan laboratorium (darah,
dahak, cairan otak), Pemeriksaan patologi anatomi (PA), Rontgen dada (thorax
photo), dan Uji tuberkulin. 2
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
17

(bronchoalveolar lavage), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum
halus/BJH).21
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada
penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru,
dan lain-lain. 2
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau
lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas,
spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum
dikirim ke laboratorium.21

1. Pemeriksaan dahak
Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung Pemeriksaan dahak
berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu
(SPS):
• S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien
membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari
kedua.
• P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
fasyankes.
• S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi. 21
18

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan


dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau
lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas,
spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum
dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil dapat dibuat sediaan apus kering
di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan
NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. 21
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah
tertulis identitas penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium. Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Apabila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh
dari klinik/tempat pelayanan penderita, spesimen dahak dapat dikirim dengan
kertas saring melalui jasa pos. 21
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dahak dipekatkan lebih dahulu
dengan cara sebagai berikut :
1. Masukkan dahak sebanyak 2 – 4 ml ke dalam tabung sentrifugasi dan
tambahkan sama banyaknya larutan NaOH 4%
2. Kocoklah tabung tersebut selam 5 – 10 menit atau sampai dahak mencair
sempurna
3. Pusinglah tabung tersebut selama 15 – 30 menit pada 3000 rpm
4. Buanglah cairan atasnya dan tambahkan 1 tetes indicator fenol-merahpada
sediment yang ada dalam tabung tersebut, warnanya menjadi merah
5. Netralkan reaksi sedimen itu dengan berhati-hati
6. meneteskan larutan HCl ke dalam tabung sampai tercapainya warna merah
jambu ke kuning-kuningan
7. Sedimen ini selanjutnya dipakai untuk membuat sediaan pulasan (boleh
juga dipakai untuk biakan M.tuberculosis ) 21
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis adalah metode pemeriksaan yang
paling sederhana, cepat, terpercaya dan paling murah untuk diagnosis pasien TB.
Sekitar 70 – 80 % TB Paru BTA positif dapat terdeteksi, bila penemuan tersangka
19

TB dilaksanakan sesuai pedoman yang telah dikeluarkan oleh Kementerian


Kesehatan. Pada negara yang kasus Non Tuberculosis Mycobacterium (NTM)
masih rendah, spesifisitas pemeriksaan berkisar 99%.18
Tabel 2.1 Jumlah BTA dalam sediaan apus, konsentrasi basil dalam dahak,
dan ke- mungkinan mendapatkan hasil positif. 18
(Sumber : Petunjuk Teknis Pemeriksaan, 2012)
Jumlah basil Perkiraan konsentrasi Kemungkinan hasil
ditemukan (ZN) basil/ml, dlm spesimen positif
0 dalam ³ 100 l.p Kurang dari 1.000 Kurang dari 10%
1-2/300 l.p 5.000 – 10.000 50%
1-9/100 l.p ~30.000 80%
1-9/10 l.p ~50.000 90%
1-9/l.p ~100.000 96,2%
³10/l.p 500.000 99,5%

Cara pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu


pemeriksaan mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl
Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana ` pewarnaannya
dilakukan dengan auramin-rhodamin.15
Setelah melakukan pengambilan sputum SPS dilakkan pewarnaan BTA dan
diapatkan hasil dengan interpretasi berdasarkan tabel dibawah :
Tabel 2.2 Interpretasi hasil pemeriksaan TB paru19 (Sumber : Nazarudin M,
2016)
Pewarnaan BTA SPS Interpretasi hasil
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali BTA +
negatif
1 kali positif, 2 kali negatif Ulangi BTA 3 kali
Bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA +
Bila 3 kali negatif BTA -
20

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD


(International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis) yang merupakan
rekomendasi dari WHO. 27
Tabel 2.3 Interpretasi pemeriksaan mikroskopis TB paru berdasarkan skala
IUATLD.19 (Sumber : Nazarudin M, 2016)
Perhitungan mikrokopis Interpretasi
Tidak ditemukan BTA dalam 100 Negatif
lapang pandang
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang Di tulis dalam jumlah kuman yang
pandang ditemukan
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 + (+1)
lapang pandang
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang ++ (+2)
pandang
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang +++ (+3)
pandang
Pemeriksaan Biakan Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium
Tuberkulosis dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien
tertentu, misal: pasien TB ekstra paru, pasien TB anak, dan pasien TB dengan hasil
pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif. Pemeriksaan tersebut
dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya. Apabila dimungkinkan
pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang direkomendasikan WHO. 21
Pada Program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakkan penegakan diagnosis utama sementara secara cepat.
Pemeriksaan BTA ini dapat menemukan bakteri Mycobacterium Tuberculosis
secara spesifik dalam preparat mikroskop. Hal ini sesuai dengan strategi DOTS
yaitu strategi kesehatan yang paling cost effective. Satu studi cost benefit yang
dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa setiap satu dolar
Amerika yang digunakan untuk membiayai program penanggulangan TB, akan
menghemat sebesar 55 dolar Amerika selama 20 tahun. Terdapat pada point 4
21

mengenai kebijakan DOTS di Indonesia yaitu “Diagnosis kasus terutama


didasarkan atas pemeriksaan mikroskopik BTA, kecuali untuk kasus pada anak.”18
Kultur merupakan Gold Standar penegakan diagnosis TB secara
laboratrium. Sedangkan Pemeriksaan lain seperti foto toraks, uji kepekaan
tuberkulin, pemeriksaan BACTEC, ELISA hanya sebagai pemeriksaan penunjang
diagnosis hanya diperlukan sesuai indikasi. Tidak dibenarkan apabila mendiagnosis
tuberkulosis hanya dari foto toraks saja, foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran TB paru yang khas. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu
menunjukan aktifivitas penyakit, begitu juga dengan pemeriksaan penunjang lainya
yang memerlukan pemeriksaan penunjang lain untuk menegakan diagnosis pasti
dan menghindari overdiagnosis. Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran
radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali
positif, 2 kali negatif tidak perlu diulang.28
Untuk melihat lebih jelasnya alur prosedur diagnostik berikut terdapat
beberapa alternatif pemeriksaan tuberkulosis.

Skema 2.3 Skema Alur Diagnosis TB Dewasa (Sumber : PDPI, 2011)21


22

2.1.9 Patogenesis Tuberkulosis dan Cara Penularan


Mycobacterium dalam droplet berdiameter 1-5 pm terhirup dan mencapai
alveoli. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus diinhalasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. 16 Penyakit disebabkan karena kehadiran
dan proliferasi organisme virulen dan interaksinya dengan penjamu. Basil avirulen
yang disuntikkan misalnya BCG, dapat hidup hanya selama beberapa bulan atau
tahun pada pejamu normal. Resistansi dan hipersensitivitas pejamu sangat
mempengaruhi perkembangan penyakit. 15
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Terdapat empat tahapan perjalanan
alamiah penyakit. Tahapan tersebut meliputi tahap paparan, infeksi, menderita sakit
dan meninggal dunia. Infeksi akan terjadi apabila daya tahan tubuh beraksi, akan
terjadi setelah 6– 14 minggu setelah infeksi yaitu: Reaksi immunologi lokal berupa
Kuman Tb memasuki alveoli dan ditangkap oleh makrofag dan kemudian
berlangsung reaksi antigen- antibodi. Reaksi immunologi umum berupa Delayed
hypersensitivity (ditandai dengan hasil Tuberkulin tes menjadi positif). Lesi
umumnya sembuh total tapi bisa saja kuman tetap hidup di dalam lesi tersebut
(dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali. Sedangkan penyebaran melalui aliran
darah atau getah bening dapat terjadi sebelum penyembuhan lesi. 13
Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.16 Gumpalan basil yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit. Infeksi terjadi biasanya melalui debu atau titik cairan
(droplet) yang mengandung kuman tuberkulosis dan masuk ke jalan napas.
Penyakit timbul setelah kuman menetap dan berkembangbiak dalam paru-paru atau
kelenjar getah bening regional. Perkembangan penyakit tergantung pada: dosis
kuman yang masuk, daya tahan dan hipersensitivitas hospes.17
Ada dua kelainan patologi yang terjadi:
23

1. Tipe eksudatif, Terdiri dari inflamasi yang akut dengan edema, sel-sel
leukosit polimorfonuklear dan menyusul kemudian sel-sel monosit yang
mengelilingi basil tuberkulosis. Kelainan ini terlihat terutama pada jaringan
paru dan mirip pneumonia bakteri. Penyembuhan dapat terjadi secara
sempurna sehingga seluruh eksudat diabsorpsi atau dapat berkembang
menjadi nekrosis yang luas atau berubah menjadi tipe 2 (tipe produktif).
Dalam masa eksudatif ini tuberkulin adalah positif.
2. Tipe produktif, Apabila sudah matang prosesnya lesi ini berbentuk
granuloma yang kronik, terdiri dari tiga zona: zona sentral dengan sel
raksasa yang berinti banyak dan mengandung kuman tuberkulosis. Zona
tengah yang terdiri dari sel-sel epiteloid yang tersusun radial. Zona tengah
yang terdiri dari fibroblas, limfosit dan monosit. Lambat laun zona luar akan
berubah menjadi fibrotik dan zona sentral akan mengalami perkijuan.
Kelainan seperti ini disebut tuberkel. Tuberkel yang berkiju dapat pecah
kedalam bronkus dan menjadi kaverna. Kesembuhan dapat terjadi melalui
proses fibrosis atau perkapuran.26

Lesi primer paru disebut focus gohn da gabungan terserangnya kelenjar


getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks gohn. Respon lain yang
dapat terjadi pad aderah nekrosis adlaah pencairan, yaitu bahan cair lepas kedalam
bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Perjalanan kuman
tuberkulosis dapat langsung melalui aliran limfe, aliran darah, melalui bronkus dan
traktus digestivus. Pada mulanya, kuman menjalar melalui saluran limfe ke kelenjar
getah bening. 16

2.1.10 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB


Hiswani (2009) mengatakan bahwa keterpaparan penyakit TB pada seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
1. Faktor Sosial Ekonomi : Disini sangat erat dengan keadaan rumah,
kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat
kerja yang buruk dapat memudahkan penularan TB. Pendapatan keluarga
24

yang kecil membuat orang tidak dapat layak dengan memenuhi syarat-
syarat kesehatan.
2. Status gizi : Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin,
zat besi dan Iain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB.
3. Umur : Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif 15-50 tahun . Dengan terjadinya transisi demografi saat ini
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia
lanjut lebih dari 55 tahun system imunolosis seseorang menurun, sehingga
sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB paru.
4. Jenis kelamin: Penderita Menurut Hiswani yang dikutip dari WHO,
sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang
meninggal aikibat TB paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum
perempuan lebih banyak terjadi.29

Disamping faktor medis. Faktor sosial ekonomi dan budaya, sikap dan
perilaku yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan sebagaimana
diuraikan di bawah ini: A . Faktor Sarana : (1) Tersedianya obat yang cukup dan
kontinu, (2) Dedikasi petugas kesehatan yang baik , (3) Pemberian regiment OAT
yang adekuat. B. Faktor penderita : (1) Pengetahuan penderita yang cukup
mengenai penyakit TB paru. Cara pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak
adekuat, (2) Cara menjaga kondisi tubuh yang baik dengan makanan bergizi. cukup
istirahat, hidup teratur dan tidak minum alcohol atau merokok. (3) Cara menjaga
kebersihan diri dan lingkungan dengan tidak membuang dahak sembarangan, bila
batuk menutup mulut dengan saputangan, jendela rumah cukup besar untuk
mendapat lebih banyak sinar matahari. (4) Sikap tidak perlu merasa rendah diri atau
hina karena TB paru adalah penyakit infeksi biasa dan dapat disembuhkan bila
berobat dengan benar. (5) Kesadaran dan tekad penderita untuk sembuh, B. Faktor
keluarga dan masyarakat lingkungan : (1) Dukungan keluarga sangat menunjang
keberhasilan pengobatan seseorang dengan cara selalu mengingatkan penderita
agar minum obat, pengertian yang dalam terhadap penderita.30
25

2.1.11 Cara penularan Tuberkulosis


Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif yang batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuklei).
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.18
Umumnya penularan yang terjadi berada didalam ruangan dimana percikan
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman, dalam keadaan gelap
dan lembab kuman dapat bertahan selama beberapa jam. Daya faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentari percikan
dan lamanya menghirup udara. 31

2.1.12 Pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA)


Dahak yang dilewatkan sepanjang tenggorokan mengandung banyak
puing-puing mikroskopis yang dapat mengurangi hasil kualitas pewarnaan BTA.
Kuman TB yang terdapat dalam sputum juga dapat mencemari pemeriksa. Metode
dekontaminasi yang tepat akan membantu mengurangi masalah tersebut.32
Mycobacteria, Nocardia dan Rodococcus merupakan kuman tahan asam.
Derajat ketahanannya tertinggi pada mycobacteria. Dengan demikian pewarnaan
BTA dengan cara Ziehl-Neelsen ataupun auramin juga akan mendeteksi spesies
mycobacteria lain. Namun karena prevalensi infeksi oleh mycobacteria yang bukan
Mycobacterium tuberculosis (NTM) saat ini sangat rendah, maka hasil positif lebih
mengarah pada Mycobacterium tuberculosis. 18
Ada beberapa cara pewarnaan bakteri tahan asam, yaitu :
26

Tabel 2.4 Perbedaan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan Tan Thiam Hok


(Kinyoun-Gabet).35 (Sumber : Kementrian Kesehatan RI, 2012)
Ziehl-Neelsen Tan Thiam Hok (Kinyoun-Gabet)
1. Kumaan difiksasi pada gelas 1. Kuman difiksasi pada gelas alas
alas
2. Kinyoun 3 menit
2. Tuangkan fuksin karbol
3. Panaskan sampai keluar uap 5 3. Cuci dengan air
menit
4. Gabbett 1 menit
4. Cuci dengan air
5. Asam alkohol 3% 5 menit 5. Cuci dengan air
6. Biru metilen 0,5% 1-2 menit
6. Keringkan
7. keringkan

Hasil negatif mikroskopik pada bahan dahak dapat diperbaiki dengan cara
homogenisasi dan sentrifugasi. Cara homogenisasi yang sering digunakan adalah
cara kubica yang dilakukan dengan mencampurkar NaOH 4%, Caranya ialah
sebagai berikut: Dahak 2ml + 2ml larutan NaOH 4% + 0,004% merah fenol
(indikator). Setelah dikocok dengan tangan sebentar, lalu dikocok dengan mesin
pengguncang selama 10 menit. Kemudian disentrifugasi selama 15 menit pada 3000
putaran per menit. Cairan supernatan dibuang dan endapannya diteteskan 1-2 tetes
HCl 2N sampai warna kuning, lalu dititrasi kembali dengan NaOH 4% tetes demi
tetes sehingga larutan berwarna merah muda seperti semula.17
Identifikasi bakteri (morfologi/bentuk) memerlukan suatu pewarnaan yang
menggunakan zat-zat warna yang telah ditentukan. Zat warna yang banyak
digunakan antara lain adalah fuschin karbol, methylen blue, dan asam alkohol. Agar
bakteri dapat diwarnai , sebelumnya harus dibuat sediaan di atas kaca objek
(pulasan), dimana pulasan nantinya dikeringkan pada suhu kamar dan bakteri
difiksasi dengan pemanasan di atas nyala api. Setelah dingin pulasan diwarnai
dengan zat warna tertentu sesuai dengan pemeriksaan apa yang diinginkan. 33
Ziehl Neelsen (ZN) adalah teknik pewarnaan untuk mengetahui adanya
Basil Tahan Asam (BTA). Disebut BTA karena pada beberapa jenis bakteri sukar
dilakukan pengecatan namun setelah mendapat pengecatan/pewarnaan, dinding
27

bakteri tahan terhadap pencucian dengan asam tidak mudah untuk dilunturkan
dengan menggunakan zat peluntur (decolorizing agent) seperti asam alkohol.33
Pewarnaan BTA dapat dibagi menjadi beberapa tahap
1. Tahap Pra-Analitik
Tahap Pra Analitik yaitu prosedur tetap cara pengumpulan sputum,
persiapan pasien, memberikan bimbingan kepada pasien tentang cara pengumpulan
sputum, waktu pengumpulan dahak dan lokasi pengumpulan sputum.
Pengumpulan sputum dilakukan di ruang terbuka dan mendapat sinar
matahari langsung atau di ruangan dengan ventilasi yang baik, untuk mengurangi
kemungkinan penularan akibat percikan sputum yang infeksius. Jangan mengambil
sputum di ruangan tertutup dengan ventilasi yang buruk, misalnya: Kamar kecil /
toilet, ruang kerja (ruang pendaftaran, ruang pengumpulan sampel, laboratorium,
dsb), Ruang tunggu, dan ruang umum lainnya. Syarat pot sputum yang ideal adalah
pot yang sekali pakai, bahan kuat, tidak bocor dan tidak mudah pecah, tutup berulir,
dapat menutup rapat, plastik jernih/ tembus pandang, mulut lebar, diameter 6 cm,
dan dapat ditulisi dengan pena. Pot sputum yang tidak dianjurkan adalah pot yang
tidak tembus pandang, terlalu kecil dan tutupnya tidak berulir.8
Berikut adalah jenis-jenis sputum :

A B C D

Gambar 2.4. Jenis-jenis sputum18


(Sumber : Petunjuk Teknis pemeriksaan Biakan, 2012)
Sputum yang diperiksa harus mukopurulen yaitu dahak yang mukoid
berwarna kuning kehijauan (seperi pada gambar A dan B diatas). Petugas harus
dapat memotivasi pasien agar dapat mengeluarkan dahak yang baik dan bila dahak
28

yang diperoleh tetap tidak memenuhi syarat, petugas lab tetap harus melakukan
pemeriksaan dengan memilih bagian yang paling kental, beri catatan apabila
spesimen tidak memenuhi syarat ataupun hanya air liur (gambar D). Kualitas dahak
dilakukan dengan cara melihat warna dan kekentalan dahak tanpa membuka tutup
pot dahak, karena itu pot dahak harus terbuat dari bahan yang transparan dan
bening.8
2. Tahap Analitik
Tahap analitik terdiri dari pembuatan sediaan preparat, fiksasi preparat,
pewarnaan, pembacaan mikroskopis, pencatatan dan pelaporan, dan pengolahan
limbah. Semua langkah tersebut harus menggunakan alat sesuai standar
kelengkapan alat dapat dibuat dalam bentuk. Pengecekan identitas juga harus sesuai
dengan standar dan dilakukan pengecekan ulang. 34
Berikut penilaian sediaan yang belum diwarnai, sebelum melakukan
pewarnaan sediaan dapat dinilai ketebalannya dengan meletakkan sediaan yang
kering 4-5 cm di atas koran. Sediaan yang baik apabila kita masih dapat melihat
tulisan secara samar. Sediaan yang terlalu tipis dapat ditambahi dengan dahak,
dengan catatan sediaan belum kering sehingga tidak menimbulkan aerosol. Sediaan
yang terelalu tebal harus dibuang dan diganti dengan membuat sediaan baru.
Penilaian sediaan yang telah diwarnai kemudian evaluasi kualitas sediaan dahak
dilakukan dengan penilaian terhadap 6 unsur dengan mempergunakan skala sarang
laba-laba. Sediaan yang baik harus memperlihatkan sarang laba-laba yang penuh.18

Gambar 2.6 Skema skala sarang laba-laba (Petunjuk Teknis Pemeriksaan Biakan,
2012)18
29

Bakteri tahan asam akan terlihat berwarna merah sedangkan bekteri tidak
tahan asam akan melarutkan Karbol fuchsin sehingga sel bakteri tidak berwarna
merah. Setelah penambahan zat warna kedua yaitu methylen blue, bakteri tidak
tahan asam akan berwarna biru.

Gambar 2.6 Tuberculosis bewarna merah dapat tersusun tunggal atau


berkelompok.8 (Sumber : Buku Panduan Pemeriksaan Sputum, 2015)
Pada pewarnaan yang jelek, apabila diperiksa di bawah mikroskop masih
tampak adanya sisa zat warna, endapan kristal sehingga kuman Mycobaterium
Tuberculosis tidak tampak dengan jelas. Penilaian kebersihan dilakukan secara
makroskopis dan mikroskopis. Sediaan yang baik terlihat bersih, tidak tampak sisa
zat warna, endapan kristal. sediaan yang kurang bersih akan mengganggu
pembacaan secara mikroskopis

Gambar 2.7 Pewarnaan BTA yang terdapat endapan kristal dan sisa zat
warna.8 (Sumber : Buku Panduan Pemeriksaan Sputum, 2015)
Pada sediaan yang baik tampak jelas kontras antara BTA dan warna latar,
bersih dan tidak tampak sisa zat warna. Pada waktu dilihat di bawah mikroskop
akan terlihat seperti di bawah ini:
30

A. Sediaan yang B. Dekolorisasi C. Latar belakang gelap,


baik kurang lama pemberian
Methylen Blue

Gambar 2.8. Kualitas background pewarnaan BTA.8


(Sumber : Buku Panduan Pemeriksaan Sputum, 2015)
Sediaan dahak yang baik adalah sediaan yang memenuhi 6 syarat kualitas
sediaan yang baik yaitu kualitas contoh uji, ukuran, ketebalan, kerataan,
pewarnaan dan kebersihan.
Kualitas contoh uji (spesimen). Spesimen dahak berkualitas baik apabila
ditemukan:
Tabel 2.5 Spesimen dahak yang berkualitas baik.35 (Sumber : Kemenkes
RI, 2012)
Keterangan Kualitas Hasil Mikroskopis

Leukosit PMN ≥ 25 per LP pada


perbesaran 10 x 10

Makrofag pada perbesaran 10 x 100.


31

Ukuran sediaan dahak, sediaan dahak yang baik berbentuk oval


berukuran panjang 3 cm dan lebar 2 cm.
Tabel 2.6 Ukuran sediaan dahak.35 (Sumber : Kemenkes RI, 2012)
Keterangan Ukuran Hasil Mikroskopis

Sediaan dahak yang baik

Sediaan yang terlalu kecil,


tidak rata

Sediaan yang terlalu besar,


tidak rata

Ketebalan, Penilaian ketebalan dapat dilakukan sebelum pewarnaan


dan pada saat pemeriksaan mikroskopis. Penilaian ketebalan sebelum
pewarnaan dilakukan dengan meletakkan sediaan sekitar 4 cm di atas kertas
bertulis. Penilaian ketebalan dapat juga dilakukan setelah sediaan dahak
diwarnai. Pada sediaan yang baik sel leukosit tidak tampak bertumpuk (one
layer cells)
Kerataan, penilaian kerataan dilakukan secara makroskopis dan
mikroskopis dengan tidak tampak adanya daerah yang kosong. Sediaan yang
baik pada setiap lapang pandang akan terlihat apusan dahak yang tersebar rata
secara mikroskopis.
32

Tabel 2.7 Kerataan spesimen.35 (Sumber : Kemenkes RI, 2012)

Keterangan Kerataan Spesimen Hasil Mikroskopis


Sediaan yang baik adalah sediaan
yang rata dan tidak terlihat daerah
kosong
Sediaan terlalu tebal, dan ada ba-
gian yang terkelupas kemungkinan
karena difi ksasi sebelum kering
atau pencucian dilakukan langsung
di atas apusan
Sediaan tidak rata. Tidak dilakukan
perataan dengan membuat spiral-
spiral kecil

Pemeriksaan mikroskopis TB dengan menggunakan pewarnaan Ziehl-


Neelsen telah disepakati secara global yang berguna untuk standarisasi mutu dan
pemantauan kualitas pemeriksaan mikroskopis TB sehingga hasil dari satu Negara
akan sama dan dapat dibandingkan dengan pemeriksaan di Negara lain.35
Hasil pembacaan mikroskopis digunakan untuk diagnosis dan mengetahui
derajat kesakitan pasien. BTA dinyatakan positif apabila pada lapang pandang
terlihat batang berwarna merah atau merah muda dengan latar belakang biru bila
diwarnai dengan pewarnaan tahan asam atau Ziehl-Neelsen. BTA biasanya
berbentuk batang, namun kadang-kadang bisa mirip kokus, filamentous, (seperti
benang), atau berkelompok. Untuk pelaporan dihitung jumlah BTA.36

2.1.13 Jenis Pemeriksaan Tuberkulosis


Diagnosa TB paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu
dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud
adalah pemeriksaan mikrobiologis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila
pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB
33

dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang
(setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter
yang terlatih TB.8
1. Pemeriksaaan Bakteriologis
• Pemeriksaan Mikroskopis
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Neelsen, Mikroskopik
fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin, khususnya untuk screening)
• Pemeriksaan Biakan
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis
pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya
pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun
pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang
timbul.55
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks Posterior-Anterior. Pemeriksaan
lain atas indikasi ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana
pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada
beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks curiga adanya
komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks). Pada foto radiologi akan terdapat
bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru.55
3. Pemeriksaan Khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional.
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat
mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
34

Tabel 2.8 Berbagai macam pemerikaan khusus TB.55


(Sumber : Kusmawati, 2017)
Pemeriksaan Khusus Keterangan
Pemeriksaan BACTEC Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC
ini adalah metode radiometrik. M.tuberculosis
memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth
indeks-nya oleh mesin ini.
Polymerase chain Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang
reaction (PCR) dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA
M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam
pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi
Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju
endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat
digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien.
Uji Tuberkulin Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan
yang paling bermamfaat untuk menunjukkan sedang/
pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan
sering digunakan dalam “Screening TBC”.
Efektifitas dalam menemukan infeksi TB dengan uji
tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Interferon Gamma IFN-γ muncul sebagai reaksi imun terhadap bakteri
Release Assay (IGRA) M.Tuberculosis di dalam tubuh.

Uji Serologis
Enzym linked Uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral
immunosorbent assay berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
(ELISA)
35

Immunochromatographic Uji serologi untuk mendeteksi antibodi


Tuberculosis (ICT) M.tuberculosis dalam serum.
Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di
dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen
lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada
suatu alat yang berbentuk sisir plastik.
Uji peroksidase anti Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang
peroksidase (PAP) mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.
Uji serologi yang baru / Pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi
IgG TB Uji IgG antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk
Mycobacterium tuberculosis.
Uji Adenosine Konsentrasi ADA serum meningkat pada berbagai
Deaminase (ADA) penyakit dimana imunitas seluler distimulasi,
sehingga ADA merupakan indikator imunitas selular
yang aktif. Kondisi yang memicu sistem imun seperti
infeksi Mycobacterium tuberculosis dapat
meningkatkan jumlah produksi ADA di area infeksi

2.1.14 Sodium Hipoklorit (Bleach)


Klor (Cl2) adalah bahan disinfektan, germisida, algaecide terbaik secara
keseluruhan. Hipoklorit adalah agen klorinasi pertama yang digunakan, selama
akhir abad 19 dan awal 20, Klorinasi pada penyaringan air minum bertanggung
jawab atas hampir lima puluh persen pengurangan kematian karena penyakit di
kota-kota besar dan penghapusan demam tifoid dekat membuat bayi dan anak-anak
menjadi sehat. Klor juga mengoksidasi dan menghilangkan senyawa organik dan
mengubah beberapa pengotor logam terlarut menjadi padatan tak larut yang dapat
dihilangkan dengan penyaringan. 37
Bleach sering diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari seperti digunakan
untuk desinfeksi, penghapusan ammonia, kontrol rasa dan bau, oksidasi oksida
hydrogen, besi dan oksidasi mangan, penghancuran bahan organik, reduksi warna,
36

pengendalian lendir dan ganggang dan pemutihan laundry.37 Berikut beberapa


penjelasan tentang bleach :

1. Struktur kimia dan reaksi kimia Sodium Hipoklorit (Bleach)


Klor larut dalam air hingga sekitar 7000 ppm pada 68 ° F. Bereaksi dengan
air membentuk asam hipoklorus (HOCl). Dalam larutan alkali asam hipoklorus
berdisosiasi membentuk hipoklorit (OCl-).

Gambar 2.10 Pembentukan asam hipoklorus (HOCL) dalam larutan alkali


membentuk hipoklorit.37 (Sumber : Oxychem, 2014)

Asam hipoklorus dan hipoklorit hidup bersama dalam kesetimbangan.


Asam hipoklorus sangat tidak stabil. Jauh lebih mudah untuk menangani hipoklorit
yang lebih stabil. Istilah hipoklorit mengacu pada garam asam hipoklorus. Salah
satu hipoklorit yang paling dikenal adalah natrium hipoklorit, bahan aktif dalam
pemutih. Rumus molekul natrium hipoklorit adalah NaOCl.

Gambar 2.11 Rumus Molekul NaOCL (Sodium Hipoklorit)37


(Sumber : Oxychem, 2014)
Metode yang paling umum untuk memproduksi natrium hipoklorit adalah
dengan mereaksikan klorin dengan natrium hidroksida (NaOH). Hasil samping
reaksi adalah natrium klorida (garam, NaCl) dan air (H2O).38

Gambar 2.12 Reaksi Klorin dengan natrium hidroksida.37


(Sumber : Oxychem, 2014)
37

Stabilitas dan umur simpan dari solusi sodium hipoklorit tergantung pada
lima faktor utama: Konsentrasi hipoklorit, PH larutan, suhu larutan, konsentrasi
kotoran tertentu yang mengkatalisis dekomposisi, dan paparan cahaya. Sodium
hipoklorit konsentrasi rendah terurai lebih lambat dari larutan hipoklorit konsentrasi
tinggi. Lima belas persen berat natrium hipoklorit akan terurai sekitar 10 kali lebih
cepat dari 5% berat natrium hipoklorit pada 25 ° C. PH memiliki efek yang
signifikan terhadap stabilitas larutan natrium hipoklorit. Di bawah pH 11
dekomposisi natrium hipoklorit adalah signifikan karena pergeseran keseimbangan
yang mendukung asam hipoklorit yang lebih reaktif. Alkalinitas yang sangat tinggi
akan merusak tekstil dan menghambat tindakan pemutihan dan desinfektan dari
hipoklorit. Suhu mempengaruhi stabilitas larutan hipoklorit. Perawatan harus
diambil untuk menjaga solusi dari panas, karena suhu yang lebih tinggi
meningkatkan laju dekomposisi. Lima belas persen natrium hipoklorit terurai lima
kali lebih cepat pada 45 ° C dibandingkan pada 25 ° C.39

2. Cara Pembuatan Sodium Hipoklorit (bleach)

Gambar 2.12 Proses Manufaktur NaOCL (Sodium Hipoklorit)37


(Sumber : Oxychem, 2014)
Ada sistem pembuatan bleach secara terus-menerus yang tersedia secara
komersial yang mampu menghasilkan 25 hingga 150 gpm (Grams per minute) dari
160 gpl (Grams per liter) tersedia klorin. Klor bereaksi dengan natrium hidroksida
untuk menghasilkan natrium hipoklorit pada gambar diatas, berdasarkan rasio berat
molekul, 1 pon klorin bereaksi dengan 1,13 pon natrium hidroksida untuk
menghasilkan 1,05 pon natrium hipoklorit. Rasio yang tepat dari klorin dan soda
kaustik tergantung pada kualitas air pengenceran (keras atau lunak) dan jumlah
38

natrium hidroksida berlebih dalam produk akhir. Proses pembuatan untuk membuat
pemutih bisa dalam batch atau terus-menerus dan menggunakan klorin gas atau
cair. Biasanya mereka terus menerus dan menggunakan klorin cair. Proses
manufaktur dapat dipecah menjadi beberapa pengenceran, klorinasi, filtrasi dan
distribusi. Di atas adalah diagram alur proses yang sederhana.37
Selama proses caustic dilution panas dihasilkan. Secara instan 50% soda
kaustik dapat mencapai suhu setinggi 110 ° F dan setelah pengenceran 70° F air dan
20% suhu akhir adalah 130° F.
Selama proses chlorination panas juga dihasilkan. Jumlah panas yang
dihasilkan adalah 24.700 kalori dengan klorin berbentuk gas. Dengan menggunakan
klorin cair, panas yang dihasilkan dikurangi, dan juga menghilangkan kebutuhan
akan vaporizer klorin yang mahal dan semua yang menyertainya (pemeliharaan,
kontrol, uap, dll.).
Suhu tinggi meningkatkan pembentukan natrium klorat. Untuk alasan ini,
sebaiknya tidak melebihi 80 ° F selama klorinasi untuk larutan pemutih encer dan
70 ° F untuk larutan pemutih pekat. Ketika membuat larutan pemutih encer
dimungkinkan untuk mendinginkan soda kaustik encer yang cukup rendah sehingga
tidak diperlukan pendinginan tambahan selama klorinasi.37

3. Cara Penyimpanan
Larutan natrium hipoklorit harus disimpan dalam wadah berventilasi, atau
dalam wadah yang dilengkapi dengan perangkat bantuan yang memadai karena gas
O2 yang dihasilkan dari dekomposisi. Jika laju ventilasi terlampaui oleh tingkat
dekomposisi, pembengkakan atau kerusakan pada wadah dapat terjadi38
4. Keamanan
Sodium hipoklorit termasuk golongan halogenated yang oxygenating.
Sodium hipoklorit dalam larutan membentuk asam hypoklorus (HOCl) dan
oxychloride (OCl).6 Desinfektan ini adalah larutan yang berbahan dasar klorin
(Cl2), larutan ini merupakan desinfektan derajat tinggi (high level disinfectants)
karena sangat aktif pada semua bakteri, virus, jamur, parasit, dan beberapa spora.
39

Bahan tersebut bekerja cepat atau fast acting, sangat efektif melawan Hepatitis B
virus (HBV) dan Human Immunodeficiency Virus (HIV).40
5. Penggunaan di puskesmas
Dalam sistem puskesmas bleach banyak digunakan terutama sebagai
desinfektan. Terutama penggunaan bleach sebagai desinfektan dan pemutih
laundry rumah sakit yang menggunakan klorin aktif dalam suhu air 60°C untuk
melepaskan noda orgnaik yang tidak lepas pada linen putih.
Tabel 2.9 Pengunaan hipoklorit di puskesmas39 (Sumber : Rutala WA, 1997)
Kegunaan Hipoklorit Tujuan
Air Portabel Kontrol patogen waterborn
Hiperklorinisasi dari air portabel Kontrol Legionella spp. dalam situasi
wabah
Klorinasi air hemodialisis dan mesin Pengurangan pertumbuhan bakteri dan
pencegahan sepsis bakteri
Dekontaminasi air vas bunga Pengurangan potensi risiko bahwa
bunga segar akan berfungsi sebagai
reservoir patogen gram negatif
Peralatan gigi Disinfeksi peralatan gigi yang
terkontaminasi untuk mencegah
transmisi penyakit potensial kepada
pekerja layanan kesehatan dan
transmisi silang ke pasien lain
Tonometer Pencegahan transmisi silang
mikroorganisme, terutama adenovirus
dan herpesvirus
Tangki hidroterapi Pengurangan risiko transmisi silang
yang terkait dengan penumpahan
patogen ke dalam air mandi
Jarum suntik dan jarum yang Pengurangan risiko penularan HIV
digunakan untuk pemberian obat kepada pengguna narkoba yang tidak
mau atau tidak dapat menggunakan
40

jarum dan alat suntik sekali pakai yang


steril
Dekontaminasi tumpahan darah Pencegahan akuisisi patogen yang
ditularkan melalui darah, terutama
HIV dan hepatitis B dan virus C, dalam
hal cedera benda tajam atau kontak
dengan kulit yang tidak sengaja
Permukaan lingkungan di kamar Pengurangan risiko transmisi silang C.
difficile dalam situasi wabah melalui
tangan personel perawatan kesehatan.
Pengendalian limbah medis Pengurangan beban mikroba yang
terkait dengan limbah medis yang
diatur
Antisepsis Pengurangan risiko patogen transmisi
melalui tangan personel perawatan
kesehatan
41

2.2 Kerangka Teori

Gambar 2.14 Alur Kerangka Teori


42

2.3 Kerangka Konsep

Gambar 2.15 Alur Kerangka Konsep


43

2.4 Definisi Opersional


Tabel 2.10 Definisi Operasional

Hasil
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala
Ukur
Skor BTA Banyak Sputum yang Mikroskop Tabel Kategorik
dengan bakteri telah
skala
pewarnaan dengan diwarnai
konvensio pewarnaan dengan IUATL
nal (Ziehl konvensio pewarnaan
D
Neelsen) nal konvensional
dihitung berupa
dengan
Negatif
menggunaka
n mikroskop , Scanty
pembesaran
(Ragu),
100x dan
dikategorkan +1, +2,
berdasarkan
dan +3
skala
IUATLD.
Skor BTA Banyak Sputum yang Mikroskop Tabel Kategorik
dengan bakteri telah
skala
pewarnaan dengan diwarnai
Ziehl pewarnaan dengan IUATL
Neelsen yang pewarnaan
D
yang ditambahk yang
ditambahk an bleach ditambah berupa
an bleach 1% bleach 1%
Negatif
1% dihitung
dengan , Scanty
menggunaka
(Ragu),
n mikroskop
pembesaran +1, +2,
100x dan
dan +3
dikategorkan
berdasarkan
skala
IUATLD.
44

BAB III
METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan studi
Analitik menggunakan metode uji komparatif kategorik berpasangan yaitu
komparasi 2 kelompok dengan membandingkan antara pewarnaan Ziehl Neelsen
konvensional dan Ziehl Neelsen yang ditambahkan bleach 1%. Skala kategoriknya
adalah skor BTA yang dihitung dari sputum pasien TB positif dengan menggunakan
standar International Union Association Lung Tuberculosis Disease (IUALTD)
dengan teknik standar pemeriksaan pewarnaan BTA.

3.2 Waktu dan Tempat Pewarnaan BTA


Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2017 hingga bulan Agustus
2018 di Laboratrium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Kota Bekasi terdiri dari beberapa kecamatan yang memliki puskesmas di
setiap kecamatan tersebut sehingga Puskesmas Kali Baru dapat merepresentasikan
keseluruhan kondisi daerah Bekasi. Karena prevalensi TB yang banyak di kota
Bekasi dan terjangkau untuk diteliti oleh peneliti, oleh karena itu peneliti tertarik
mengambil data di kota ini karena sudah mengenal dan beberapa kali melakukan
observasi awal riset.

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh pasien Puskesmas Kali
Baru, kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi yang terdiagnosis dan dicurigai TB.
Pasien memiliki gejala klinis TB seperti batuk ≥ 3 minggu, batuk darah, sesak napas
dan nyeri dada.
3.3.1 Kriteria Sampel
Pada penelitian ini sampel yang diambil memiliki beberapa kriteria, yaitu :
1. Kriteria Inklusi

44
45

a. Pasien yang diduga menderita penyakit TB paru dengan gejala klinis


utama berupa batuk ³ 2 minggu, dan gejala klinis tambahan seperti
penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, dan keringat pada
malam hari.
b. Pasien baru BTA yang belum pernah mendapatkan terapi OAT di
puskesmas Kali Baru kota Bekasi.
c. Bersedia diambil sputumnya dan menjadi subyek untuk penelitian ini.
d. Pasien dalam keadaan sadar penuh dan melakukan prosedur
pengambilan sputum dengan benar.
2. Kriteria Eklusi
a. Pasien yang saat pengambilan sputum sputumnya kering
b. Pasien immunocompromised (HIV)
Besar sampel minimal yang diperlukan pada kasus kontrol dihitung
menggunakan rumus besar sampel minimal analitik kategorik berpasangan dalam
buku statistik Sopiyudin, yaitu :

(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽 )* 𝜋
𝑛=
(𝑃1 − 𝑃2)*
Keterangan :
n = Besar sampel minimal masing-masing kelompok
α = Derajat kepercayaan, deviat baku alfa, probabilitas untuk membuat
kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5% hipotesis dua arah, sehingga Zα =
1,96
β = Deviat baku beta, probabilita untuk membuat kesalahan tipe II
ditetapkan sebesar 20%, maka Zβ = 0,84.
π = Besarnya diskordan (Ketidaksesuaian)
P1 = Proporsi pada kasus
P2 = Proporsi pada kontrol
Dari penelitian sebelumnya diambil variabel penambahan bleach
terhadap konvensional dimana diketahui nilai P2 = 0,92 dan P1 = 0,15
dengan nilai π = 0,7. maka diperoleh nilai n sebagai berikut 56 :
46

(1,96 + 0,84)* 0,7


𝑛1 =
(0,15 − 0,92)*
5,4
𝑛1 =
0,59
𝑛1 = 15
𝑛1 = 𝑛2 = 15
15 × 2 = 30
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan software sample size 2.0 dari
WHO, jumlah total sampel yang diperlukan adalah 30, namun dalam penelitan ini
peneliti mengumpulkan sampel sampai dengan 40 total sampel specimen sputum,
dimana terdapat 40 sampel sputum yang siap dibuat 40 preparat dengan pewarnaan
konvensional dan 40 preparat yang ditambahkan dengan bleach 1%, sehingga total
preparat yang diperiksa adalah 80 preparat.

3.4 Identifikasi Variabel

3.4.1 Variabel Terikat (Dependen)


Pemeriksaan mikrobiologi sputum dengan menggunakan metode kuantitatif
yaitu perhitungan mikroskopis skor BTA dengan menggunakan skala standar
International Union Association Lung Tuberculosis Disease (IUALTD).
3.4.2 Variabel Bebas (Independen)

Semua sampel sputum dengan pewarnaan BTA yang diberi perlakuan


dengan bleach 1% dan semua sampel sputum tanpa perlakuan yang diberi
pewarnaan BTA secara konvensional (Ziehl Neelsen).

3.5 Cara Kerja Penelitian


3.5.1 Teknik Pengambilan Sampel
Jenis data primer yang dikumpulkan adalah sputum pasien yang dicurigai
TB dan bersedia untuk diambil sputumnya dengan Teknik SPS. Dibutuhkan tiga
spesimen sputum untuk menegakkan diagnosis TB secara mikroskopis. Spesimen
sputum paling baik diambil pada pagi hari selama 3 hari berturut-turut (pagi-pagi-
pagi), tetapi untuk kenyamanan penderita pengumpulan sputum dilakukan:
47

Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS) dalam jangka waktu 2 hari. Kumpulkan sputum
spesimen pertama pada saat pasien berkunjung ke UPK (Unit Pelayanan
Kesehatan), beri pot sputum pada saat pasien pulang untuk keperluan pengumpulan
sputum pada pagi hari berikutnya. Pasien mengeluarkan sputum spesimen kedua
pada pagi hari kedua setelah bangun tidur, kumpulkan sputum spesimen ketiga di
laboratorium pada saat pasien kembali ke laboratorium. Jelaskan kepada pasien
untuk tidak makan, minum atau merokok sebelum sputum besok pagi (P)
dibatukkan.33
Sebelum berdahak pasien kumur-kumur dengan air bersih sebelum, bila
memakai gigi palsu, lepaskan sebelum berkumur. Pemeriksa memakai handscoen
dan masker, minta pasien untuk membatukkan sputum di ruang terbuka dan
mendapat sinar matahari langsung atau ruangan dengan ventilasi yang baik, dan
berada jauh dari orang sekitar untuk mencegah penularan kuman TB. Meminta
pasien menarik nafas dalam (2-3 kali), buka tutup pot, dekatkan ke mulut, berdahak
dengan kuat dan ludahkan ke dalam pot dahak, tutup pot yang berisi dahak dengan
rapat dan pasien harus mencuci tangan dengan air dan sabun antiseptik. Jika sputum
sulit dikeluarkan, pasien diberi petunjuk untuk melakukan olah raga ringan
kemudian menarik napas dalam beberapa kali. Apabila pasien merasa akan batuk,
napas ditahan selama mungkin lalu meminta pasien untuk batuk.33
Pengambilan sampel dilakukan di puskesmas wilayah kota Bekasi
ditampung dan ditransfer menggunakan coolbox, sehingga dapat disimpan dalam
lemari pendingin selama jangka waktu 5 hari . Sputum lalu diberikan pewarnaan
BTA di Laboratrium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah.
Perbandingan sampel kontrol dengan sampel perlakuan adalah 1:1 dengan jumlah
total 40 sampel sputum.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sputum yang mukopurulen
(dahak mukoid bewarna kuning kehijauan) yang ideal. Sputum tersebut diperoleh
dari seluruh pasien TB yang diambil dengan Teknik sewaktu. Sputum yang
diperoleh dibagi menjadi 2 bagian, satu bagian sebagai kontrol/ pembanding yang
diwarnai secara konvensional dan bagian lainnya ditambahkan bleach 1% dalam
jumlah sama banyak lalu langsung divortex sampai tercampur merata. Lalu sputum
48

diinkubasi suhu ruang selama 10 menit, setelah 10 menit sputum dilakukan


pewarnaan BTA. Hasil pewarnaan dibaca di mikroskop, dan dicatat hasilnya
dengan membandingkan kelompok kontrol dan perlakuan bleach 1% perlakukan
Skor BTA sesuai yang ditentukan oleh IUALTD.

3.5.2 Persiapan alat dan bahan


Beberapa alat-alat yang digunakan terlebih dahulu dicuci bersih lalu
disterilisasi menggunakan autoklaf selama 15 menit dengan tekanan sebesar 15
dyne/cm3(1.5 atm) dan suhu sebesar 121 ̊C, dikeringkan dan dibungkus dengan
kertas alumunium foil. Alat dan bahan dipersiapkan, BSC dinyalakan dan
disterilkan dengan menggunakan sinar UV dengan durasi sekitar 30 menit. Pastikan
operator sudah dalam keadaan steril dengan menggunakan standar APD pewarnaan
BTA terlebih dahulu seperti masker, jas laboratrium, dan handscoen. Peralatan
yang digunakan untuk membuat preparat dan yang kontak dengan sputum pasien
(infeksius) diletakan didalam BSC yang sudah disterilkan. Taruh rak pewarnaan
diatas bak pewarnaan, lalu susun diatas bak cucian dan pastikan air dapat mengalir.

3.5.3 Alat dan Bahan Pewarnaan BTA


Tabel 3.1 Alat-alat dan bahan pewarnaan BTA
Alat-alat Bahan

1. Bak cuci tangan, air mengalir Reagen pewarnaan BTA


2. Bak cuci alat
a. Larutan Carbol fuchsin
3. Bak Pewarnaan, Rak Pewarnaan
b. Larutan Methylen Blue
4. Kaca Obyek (Object Glass)
c. Larutan Asam Alkohol, counter
5. Lampu Spirtus
stain
6. Hand schoen
Bahan pemeriksaan (Sputum
7. Masker
Pasien)
8. BSC (Bio Safety Cabinet )
9. Autoklaf, mikroskop
10. Pensil kaca, Lidi steriil, pipet
49

3.5.4 Pembuatan Larutan Bleach


Didapatkann larutan Bleach yang terdapat di pasaran adalah 5,25%.
Konsentrasi ini didapat dengan mencampurkan bleach dan aquades melalui
perhitungan dengan rumus :

V1 x M1 = V2 x M2

V1 = Volume awal larutan (bleach)


M1 = Konsentrasi awal larutan
V2 = Volume akhir larutan (bleach ditambah aquades)
M2 = Konsentrasi akhir larutan
Pada penelitian dibutuhkan larutan bleach dengan konsentrai 1% dengan
volume 100ml maka rumus pengenceran menjadi sebagai berikut:

M1 x V1 = M2 x V2
5,25% x V1 = 1% x 100ml
;<< × ;
V1 = =,*=

V1 = 19 ml
Ditemukan volume awal larutan (bleach) 19 ml, maka volume aquades
yang dibutuhkan untuk melarutkan larutan bleach adalah dengan rumus: V2 – V1,
yaitu 100 ml – 19 ml = 81 ml.
Konsentrasi bleach 1% dapat dibuat dengan cara mencampurkan 19 ml
bleach ditambah dengan 81 ml Aquades dalam beaker glass lalu simpan dalam
suhu ruang dalam botol kaca gelap atau plastik tertutup dengan daya simpan 1-2
bulan.

3.5.5 Pembuatan Preparat Konvensional


Setelah sputum dikumpulkan dan termasuk dalam sputum yang memenuhi
persyaratan, alat dan bahan dapat dipersiapkan. Pastikan alat dan bahan sudah
lengkap dan tersusun rapi, pisahkan antara alat yang infeksius dan non-infeksius.
Buat wadah preparat di objek glass yang digambar persegi panjang atau oval dan
50

diberikan kode yang sesuai dengan kode pot sputum pasien dengan menggunakan
pensil kaca. Objek glass dapat digambar seperti format berikut:

Batas
Sputum

31 B
Kode
Sputum

Gambar 3.1 Bentuk preparat.


Satu Pot Sputum akan dibagi menjadi 2 pewarnaan, yaitu pewarnaan BTA
Konvensional (Ziehl Nielseen) dan pewarnaan BTA yang ditambahkan bleach 1%.
1. Pastikan operator sudah dalam keadaan steril dengan menggunakan standar
APD pewarnaan BTA terlebih dahulu seperti masker, jas laboratrium, dan
handscoen. Peralatan yang digunakan untuk membuat preparat sehingga
kontak dengan sputum pasien (infeksius) diletakan didalam BSC yang
sudah disterilkan.
2. Rak pewarnaan diletakan diatas bak pewarnaan, lalu susun diatas bak cucian
dan pastikan air dapat mengalir. Tulis nomor identitas pasien pada bagian
ujung kaca sediaan. Bila menggunakan kaca biasa, tulis dengan spidol
permanen atau pensil kaca.
3. Lakukan cuci tangan rutin dan gunakan handscoen. Siapkan sputum yang
akan difiksasi didalam BSC yang dilapisi dengan tissue, susun sesuai nomor
identitas pasien. Satu pot sputum akan dibagi menjadi 2 preparat. Buka pot
sputum dan ambil dan pilih bagian dari dahak yang purulent dengan
menggunakan lidi.
51

Gambar 3.2 Proses Pengolahan Sputum


4. Letakan sputum yang terdapat pada lidi ke kaca sediaan dengan cara
memutar sentrifugal. Sediaan dibuat tersebar merata, ukuran 2 x 3 cm, dan
tidak terlalu tipis untuk menghindari apusan menjadi kering sebelum
diratakan. Ratakan sediaan dengan membuat spiral-spiral kecil sewaktu
apusan setengah kering dengan menggunakan lidi lancip sehingga didapat
sebaran sputum lebih rata dan area baca lebih homogen. Jangan membuat
spiral-spiral kecil pada apusan yang sudah kering, karena dapat terkelupas
dan menjadi aerosol yang infeksius.

Gambar 3.3 Cara pembuatan preparat


5. Keringkan apusan di udara bebas, dan lakukan fiksasi apusan dengan
pemanasan, pastikan apusan menghadap ke atas lalu panaskan 3 kali melalui
api dari lampu spiritus. Gunakan pinset atau penjepit kayu untuk memegang
kaca (pemanasan yang berlebihan akan merusak hasil) Keringkan apusan di
atas rak sediaan, hindari sinar matahari langsung. Lidi yang telah digunakan
langsung dibuang ke dalam botol berisi disinfektan

3.5.6 Pembuatan Preparat Bleach 1%


Siapkan sisa Sputum yang berada dalam pot diukur dengan menggunakan
pipet, lalu ambil larutan bleach sama dengan dengan ukuran sputum yang telah
52

diukur. Campurkan larutan bleach kedalam pot sputum dengan jumlah yang sama
banyak dan perbandingan 1:1. Misalkan sputum yang diukur didalam pot sebanyak
1 ml maka tambahkan larutan bleach sebanyak 1 ml. Campurkan / homogenisasikan
tabung yang berisi cairan sputum dan bleach 1 % diatas mesin pengguncang (vortex
shaker) dengan kecepatan 2500 rpm selama 20 detik. Ambil dan pilih bagian dari
dahak yang purulen yang telah di bleach dengan menggunakan lidi dan lakukan
pembuatan preparat dan pewarnaan preparat sama dengan BTA konvensional (Ziehl
Neelsen). Buatlah preparat bleach 1% dalam objek glass yang baru yang diberi label
berbeda dengan preparat konvensional.

3.5.7 Pewarnaan BTA Ziehl Neelsen


Letakkan sediaan dengan bagian apusan menghadap ke atas pada rak yang
ditempatkan di atas bak cuci atau baskom, antara satu sediaan dengan sediaan
lainnya masing-masing berjarak kurang lebih 1 jari.
1. Teteskan dan genangi seluruh permukaan sediaan dengan carbol fuchsin
0.3%. Panasi dari bawah dengan menggunakan sulut api setiap sediaan
sampai keluar uap (sekitar 5 menit), didiamkan kemudian dipanasi lagi
sebanyak 3 kali. Usahakan jangan sampai api langsung mengenai sediaan.
Diamkan sediaan selama 5 menit.
2. Bilas sediaan dengan hati-hati (jangan sampai ada percikan ke sediaan lain).
Miringkan sediaan menggunakan pinset untuk membuang air.
3. Teteskan dan genangi dengan asam alkohol sampai 10 detik atau sampai
tidak tampak warna merah carbol fuchsin. Bilas sediaan dengan hati-hati
(jangan sampai ada percikan ke sediaan lain).
4. Genangi permukaan sediaan dengan methylene blue 0.1% dan diamkan
selama 1 menit. Bilas sediaan dengan air mengalir sampai methylene blue
bersih. Tiriskan preparat dan keringkan dengan cara dimiringkan. Lepas
handscoen dan lakukan cuci tangan rutin. 44
53

3.5.8 Pembacaan Sediaan Apus


Siapkan mikroskop dan letakkannya di meja dengan permukaan datar dan
tidak licin Atur tegangan lampu ke minimum 4. Nyalakan mikroskop dengan
menekan tombol “on”. Sesuaikan dengan pelan-pelan sampai intensitas cahaya
yang diinginkan tercapai.
1. Letakkan sediaan yang telah diwarnai ke atas meja sediaan. Putar lensa
objektif ke objektif 10 x 8 Atur dengan tombol pengatur fokus kasar dan
pengatur fokus halus sampai sediaan terlihat jelas. Sesuaikan jarak antar
pupil sampai gambar kiri dan gambar kanan menyatu dengan cara
menggeser-geser kedua lensa okuler (karena setiap orang mempunyai
jarak antar pupil yang berbeda-beda).
2. Fokuskan gambar dengan mata kanan dengan cara melihat ke dalam
okuler kanan dan sesuaikan dengan tombol pengatur fokus halus.
Fokuskan gambar dengan mata kiri dengan cara melihat ke dalam okuler
kiri dan putar. Cincin penyesuai diopter sampai didapatkan gambar yang
paling jelas, baik untuk mata kiri maupun mata kanan. Buka diafragma
sampai 70 – 80%, hingga lapangan pandang terang dengan merata.
3. Teteskan satu tetes minyak emersi. Aplikator minyak emersi tidak boleh
menyentuh kaca objek. Tetesan harus jatuh bebas ke permukaan sediaan
apus agar aplikator minyak emersi tidak terkontaminasi dengan
sediaan. Putar lensa objektif 100x dengan hati-hati ke atas sediaan apus.
Jangan sekali-kali lensa menyentuh kaca sediaan.
4. Sesuaikan fokus dengan hati-hati sampai sel-sel terlihat dengan jelas,
lakukan pembacaan sediaan apus secara sistematis untuk memastikan
hasil yang dilaporkan mewakili seluruh bagian sediaan. Mulai
pembacaan dari ujung kiri ke ujung kanan dan dilakukan pada sediaan
yang sel-selnya terlihat, bila sediaan tampak kosong, geser pada lapang
pandang lainya.16
54

Gambar 3.4 Alur Pembacaan Preparat


Lakukan interpretasi sediaan secara kuantitatif berdasarkan skala
International Union Association Lung Tuberculosis Disease (IUALTD). Setelah itu
dihitung skor BTA dari masing-masing preparat dan diuji menggunakan uji statistik
SPSS yaitu uji non-parametrik Friedman. Rumus menghitung nilai uji statistik
Friedman (yang dibuat berdasarkan distribusi Chi-square).
55

3.6 Alur Penelitian

Gambar 3.5 Alur Penelitian


56

3.7 Manajemen Data


3.7.1 Pengumpulan Data
Data yang dicari adalah sputum dari pasien yang dicurigai dan memiliki
gejala klinis TB di Puskesmas Kali Baru kota Bekasi. Populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan diberikan pot sputum steril dan diberi
penjelasan mengenai tata cara mengeluarkan sputum. Proses pengumpulan data
dibantu oleh petugas program TB di setiap puskesmas Kali Baru selama 6 bulan.
Sputum akan di bleach da diwarnai dengan pewarnaan BTA lalu dihitung skor BTA
nya berdasarkan skala standar International Union Association Lung Tuberculosis
Disease (IUALTD).

3.7.2 Pengolahan Data


Bagian rangkaian penelitian setelah pengumpulan data kemudian diolah
sehingga menghasilkan informasi:
4. Editing Data, Meneliti setiap pertanyaan yang telah terisi: apakah lengkap,
jelas, relevan dan konsisten. Bil ada jawaban kosong, petugas pengumpul
data bertanggung jawab untuk melengkapinya.
5. Coding, Merubah data bentuk huruf menjadi angka atau bilangan, gunanya
untuk mempermudah saat analisis dan entry data
6. Processing, setelah selesai melakukan editing dan pengkodean, data
diproses dengan cara memasukan data dari kuisioner ke paket program
computer, program SPSS versi 22 untuk system operasi Mac.
7. Cleaning data, pembersihan data untuk mencegah kesalahan entry data yang
mungkin terjadi.

3.7.3 Analisis Data


Proses pengumpulan dan pengolahan data telah dilkukan, kemudian dilanjutkan
dengan analisis dengan tahapan sebagai berikut :
- Analisis Univariat
57

Analisis univariat untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel


yang diteliti, bentuk tergantung jenis data, untuk data kategorik digunakan
distribusi frekuensi.
- Analisi Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahu hubungan antara variabel independen
dan variabel dependen. Untuk mengetahui hal itu uji yang digunakan adalah uji kai
kuadrat (chi square) sehingga dapat diketahui ada dan tidak hubungan yang
bermaknsa secara statistik dengan derajat kemaknaan 0,05 atau 𝛼 = 5%.
Hasil akhir uji statistik adalah untuk mengetahui apakah keputusan uji Ho
ditolak atau Ho gagal ditolak. Dengan ketentuan apabila p value <a (0,05), Maka
Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna, jika p value > a, maka HO gagal
ditolak, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antar variabel.
58

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Univariat


Dalam penelitian dapat didekripsikan bagaimana gambaran keseluruhan
sampel yang diambil peneliti di Puskesmas Kali Baru. Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing deskripsi yang diteliti meliputi
usia, lama batuk, skor BTA, keluhan pasien, dan jenis kelamin pasien yang di
deskripsikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Sampel
Deskripsi Mean Frekuensi n = 40 (%)
Usia < 40 tahun 12 30
40 - 60 tahun 16 40
>60 tahun 12 30
Lama Batuk >3 minggu 22 55
<3 minggu 18 45
Keluhan Sesak 18 45
Panas dingin 11 27,5
Batuk-batuk 22 55
Demam 5 12,5
Nafsu makan 4 10
menurun 8 20
Berat badan turun 2 5
Jenis Kelamin Laki- laki 24 60
Perempuan 16 40

Setelah deskripsi dari sampel diuraikan dari data diatas dapat dilihat
bagaimana distrisbusi frekuensi masing-masing deskripsi. Dapat dilihat dari tabel
diatas pasien yang terdiagnosis TB terbanyak adalah pasien dalam rentang usia 40-
60 tahun sejumlah 40% dibandingkan dengan pasien diluar usia tersebut. Sebanyak
55% pasien mengalami batuk kurang dari 3 minggu dan langsung datang ke
Puskesmas Kali Baru untuk memeriksakan diri mereka. Dapat disimpulkan bahwa

58
59

pasien Puskesmas Kali Baru memiki kesadaran yang tinggi terhadap keluhan batuk
mereka sehingga mereka langusng datang ke Puskesmas dan bersedia untuk diambil
sampel sputum nya sebagai langkah awal untuk menegakan diagnosis tuberkosis
paru.
Sejumlah 55% pasien mengeluhkan batuk-batuk dan sejumlah 45% pasien
mengeluhkan sesak nafas. Banyak juga pasien yang mengeluhkan panas dingin. Hal
ini sesuai dengan gejala klinis TB paru dengan beberapa pasien yang mengeluhkan
penyerta seperti demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun dan cepat
lelah. Dari sampel yang didaptkan jumlah pasien laki-laki 1,5 kali lebih banyak
pasien laki-laki daripada perempuan.
Hasil analisis deskripsi karakteristik dengan total sampel 40 pasien
ditemukan gambaran deskripsi pasien yang beragam. Deskripsi yang diteliti
meliputi usia, lama batuk, keluhan pasien, dan jenis kelamin dari masing-masing
pewarnaan konvensional dan bleach 1%.

4.2 Presentasi Hasil Skor BTA


Setelah dilakukan pewarnaan, skor BTA akan dihitung dari masing-masing
preparat berdasarkan skala IUALTD lalu dikelompokan berdasarkan hasil skor
tersebut dan dihitung frekuensinya yang disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi hasil skor BTA

Skor Frekuensi n (%)


BTA p
Konvensional Bleach 1%
negatif 9 (22.5) 2 (5.0)
Scanty 7 (17.5) 6 (15.0)
+1 18 (45.0) 25 (62.5)
0,007
+2 5 (12.5) 7 (17.5)
+3 1 (2.5) 0 (0.0)
Total 40 (100) 40 (100)

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa total sampel yang digunakan adalah 40
sampel sputum yang diwarnai dengan menambahkan bleach 1% dan konvensional.
60

Sehingga total preparat dengan masing-masing variabel memiliki distribusi total


sampel sebanyak 40 (100%).
Dapat dilihat dari tabel distribusi diatas bahwa terdapat tingkat kepositifan
yang lebih besar dengan menggunakan bleach 1% pada skor BTA positif 1 (+1)
dimana skor BTA yang didapatkan 62,5% persentase yang lebih banyak dengan
menggunakan bleach 1% dibandingkan dengan konvensional yang hanya 45%
positif 1 (+1). Hal ini menunjukan bahwa penggunaan bleach 1% 1,3 kali
persentasenya lebih banyak dibandingkan dengan konvensional. Penambahan
bleach 1% juga didapatkan persentasenya lebih banyak (17,5%) dibandingkan
dengan konvensional yang hanya 12,5% pada skor BTA positif 2 (+2). Hal ini
menunjukan penggunaan bleach 1% 1,4 kali lebih persentasenya lebih banyak
dibandingkan dengan konvensional.
Pada skor BTA negatif dan scanty serta positif 3 (+3) penambahan bleach
1% tidak lebih banyak persentasenya dibandingkan konvensional karena distribusi
frekuensi skor BTA bleach 1% lebih banyak pada skor positif 1 (+1) dan positif 2
(+2). Kondisi ini dapat menyebabkan efek toksik dari pemutih menjadi lebih besar
pada basil, dan dapat membunuh lebih banyak basil dibandingkan dengan sputum
dengan (+1) atau (+2) BTA. Cara bagaimana pemutih dapat secara efektif
membunuh mikroorganisme kontaminan dalam pewarnaan TB dengan memulai
stres oksidatif menjadi protein bakteri. Reaksi stres oksidatif tersebut dapat
menstimulasi agregasi proteinnya dan mengakibatkan kematian.45

4.3 Analisis Bivariat


Analsis bivariat yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh
antara variabel terikat yaitu skor BTA, dengan variabel bebas yaitu sampel sputum
dengan pengembangan pewarnaan BTA yang diberi perlakuan dengan bleach 1%
dan sampel sputum konvensional (Ziehl Neelsen). Hasil analisis bivariat disajikan
dalam tabel berikut :
61

Tabel 4.3 Hasil uji Chi-square skor BTA konvensional dengan Bleach 1%.

Bleach 1% n (%)
P
negatif scanty (+1) (+2)

negatif 2 (22.2) 3 (33.3) 4 (44.4) 0 (0)

scanty 0 (0) 1 (14.3) 5 (71.4) 1 (14.3)


Konvensional

(+1) 0 (0) 1 (5.6) 14 (77.8) 3 (16.7) 0,007

(+2) 0 (0) 0 (0) 2 (40) 3 (60)

(+3) 0 (0) 1 (100) 0 (0) 0 (0)

Total 2 (5) 6 (15) 25 (62.5) 7 (17.5) 40 (100)

Dapat dilihat dari tabel diatas terdapat 5% skor BTA negatif dengan bleach
1% dibandingkan dengan konvensional, 15% skor BTA scanty dengan bleach 1%
dibandingkan dengan konvensional. Sebanyak 62,5% skor BTA positif 1 (+1)
dibandingkan dengan konvensional, dan 17,5% skor BTA postif 2 dengan bleach
1% dibandingkan dengan konvensional dengan jumlah 40 total sampel pada
konvensional. Hasil ini menunjukan bahwa penggunaan bleach 1% meningkatkan
persentase skor dari pemeriksaan mikroskopis terutama pada skor BTA positif 1
dengan total 62,5% pada skor positif 1(+1).
Dapat dilihat juga bahwa pada pewarnaan dengan bleach 1% tidak ada yang
skor BTA nya sampai dengan positif 3 (+3) sedangkan pada konvensional terdapat
skor yang mencapai tingkat kepositifan positif 3 (+3), faktor-faktor yang
menyebabkan kondisi ini mungkin karena konsentrasi pemutih terlalu kuat dan
waktu kontak dengan basil TB terlalu panjang. Konsentrasi bahan kimia dari
dekontaminan dan waktu kontak ke basil merupakan faktor penting untuk
pemulihan Mycobacterium tuberkulosis. Semakin tinggi konsentrasi semakin
beracun bagi sel basil, apapun zat kimia yang digunakan untuk dekontaminasi, itu
masih memiliki kemungkinan untuk membunuh sejumlah basil TB.
62

Setelah itu dilakukan uji statistik untuk mengetahui adanya hubungan


penambahan bleach 1% pada sputum dengan skor BTA konvensional. Uji statistik
dilakukan dengan uji non parametrik metode friedman.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,007 artinya p < alpha (0,05), sehingga
denga alpha 5% dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna antara
penambahan bleach 1% pada sampel sputum pasien TB dengan skor BTA
konvensional.

4.4 Pembahasan
Pemeriksaan sputum secara mikroskopis masih menjadi alat diagnostik
yang cepat dan sederhana dibandingkan pemeriksaan penunjang lain seperti kultur.
Diperlukan alat diagnostik (tools) yang terstandarisasi untuk manajemen TB, agar
menghindari diagnosis laboratorium negatif palsu yang akan meningkatkan jumlah
pasien TB yang tidak diobati.
Meskipun banyak metode baru telah dikembangkan baru-baru ini untuk
mendeteksi mikobakteri dari spesimen klinis, penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk membuat alat laboratorium yang hemat biaya dan efektif. Untuk mencapai
itu, teknik laboratorium yang sudah ada saat ini harus diperbaiki. Salah satu Teknik
laboratrium yang sedang dikembangkan adalah penggunaan bleach untuk
pewarnaan BTA, yang dilihat memberikan banyak manfaat dari penelitian ini.
Banyak dari penelitian sebelumnya yang sudah menggunakan bleach sebagai
dekontaminan pewarnaan BTA, kegunaan bleach diantara zat-zat dekontaminan
lain menunjukan hasil yang lebih baik mulai dari skor BTA sampai hasil dari
pewarnaan yang diperiksa di mikroskop.46
Penggunaan konsentrasi bleach yang tepat juga mempengaruhi kualitas
hasil dari spesimen. Dari penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh
Suwarsono, dkk (2018) yang membandingkan zat dekontaminan lain seperti NaOH
4% atau NALC-NaOH menjelaskan mengenai konsentrasi bleach 1% merupakan
konsentrasi yang paling tepat dan aman dan menunjukan hasil yang akurat
dibandingkan dengan zat kontaminan lain. Maka dari itu peneliti memilih
menggunakan bleach dengan konsentrasi 1% sebagai zat dekontaminan yang dapat
63

digunakan sebagai solusi dekontaminan alternatif untuk kultur TB dari spesimen


dahak, terutama untuk sputum yang sangat terkontaminasi. 9
Penelitian yang dilakukan Satapathy P, dkk (2014) mengemukakan bahwa
konsentrasi larutan dekontaminan sebagai zat kimia dan waktu inkubasi sangat
penting, karena konsentrasi dan kontak waktu yang tidak tepat dapat membunuh
M.Tuberculosis. Konsentrasi 1% pemutih dalam 10 menit inkubasi adalah kondisi
terbaik untuk pemulihan TB, dibandingkan dengan 0,5%, 1,25% dan 2%.47
Perbedaan yang sebenarnya ini dapat berdampak pada hasil laboratorium, sehingga
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menemukan konsentrasi dan waktu kontak
terbaik dari pemutih. Namun, berdasarkan nilai yang baik dari tingkat pencemaran
pemutih, pemutih 1% memiliki potensi untuk digunakan sebagai dekontaminan
alternatif untuk sputum yang sangat terkontaminasi, seperti dalam kasus waktu
yang lama dari transportasi sputum di mana akan ada pertumbuhan berlebih dari
bakteri kontaminan. Keadaan seperti ini biasanya terjadi di daerah terpencil.
Bleach 1% ini dapat memulihkan semua Mycobacterium tuberculosis dari
dahak, dan membuat tingkat positif 100%. Pemutihan pada konsentrasi 1%
memiliki tingkat positif yang optimal. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi
pemutih dan waktu kontak untuk inkubasi dilakukan dengan benar. Konsentrasi
bleach pada 1% dan 10 menit inkubasi adalah konsentrasi optimum untuk
dekontaminasi sputum sehingga kedua kondisi tidak hanya dapat mencegah
pertumbuhan kontaminan tetapi juga mendukung pemulihan basil TB.48
Pemilihan teknik pengolahan sampel dengan menggunakan bleach yang
tepat juga mempengaruhi bagaimana hasil dari kualitas pewarnaan. Seperti
penelitian yang dilakukan oleh Y.Merid, dkk (2009) yang membandingkan
berbagai teknik pengolahan sputum dengan bleach seperti penambahan bleach
langsung (jangka pendek), sendimentasi 24 jam (overnight) dengan bleach dan
sentrifugasi dengan menggunakan bleach. Hasil dari penelitan tersebut menunjukan
bahwa dengan menggunakan teknik sendimentasi 24 jam (overnight) dan
sentrifugasi meningkatkan tingkat kepositifan yang lebih sebanyak 12%
dibandingkan dengan penambahan bleach secara langsung (jangka pendek). Dalam
penelitia hanya menggunakan teknik penambahan bleach secara langusng (jangka
64

pendek) karena tidak ada ketersediaan alat sentrifugasi di lab mikrobiologi, selain
itu proses sendimentasi yang memakan waktu yang lama membuat teknik tersebut
tidak memungkinkan untuk dilakukan. Dengan penelitian selanjutnya yang
mungkin bisa membandingkan teknik penambahan bleach tersebut.49
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Angeby, dkk (2000) dilaporkan
bahwa sensitivitas satu sampel yang diperlakukan NaOCl lebih tinggi daripada tiga
smear langsung berturut-turut. Hal ini penting, karena sering ada masalah dalam
menerima sampel sputum tambahan untuk preparasi smear. Hal ini sama dengan
hasil penelitian ini dimana penggunaan bleach dapat meningkatkan sensitivitas
sehingga hanya diambil satu kali pengambilan sputum.50
Dapat dilihat dari hasil analisis bivariat bahwa penggunaan bleach memiliki
banyak keuntungan dibandingkan dengan teknik BTA konvensional. Selanjutnya
akan dibahas keuntungan penggunaan bleach 1% dalam penjabaran berikut :
4.4.1 Hasil akurat, dan efektif.
Pemeriksaan mikroskopis menjadi lebih akurat dimana dengan
menggunakan bleach sampel penelitian menjadi lebih encer sehingga dapat
mengurangi kotoran mikroskopis ataupun puing-puing mikroskopis yang biasa
ditemukan pada pewarnaan BTA dengan teknik konvensional. Dengan menurunya
gambaran puing-puing mikroskopis tersebut membuat basil TB menjadi lebih
terlihat oleh pemeriksa. Warna basil TB yang terlihat lebih merah juga akan
meningkatkan keakuratan hasil pemeriksaan. Hal ini terjadi sesuai dengan
penelitian ini, dimana banyak skor BTA negatif dengan teknik konvensional yang
menjadi positif setelah basil TB lebih terlihat dan lebih mudah untuk dihitung
setelah ditambahkan bleach 1%.
Bahan dekontaminan bleach yang diperlukan juga mudah untuk dicari dan
dibeli sehingga pemeriksaan ini efektif dapat diterapkan dari fasilitas kesehatan
primer sampai dengan perifer. Dari perspektif ekonomi, bleach dengan konsentrasi
1% dapat dibuat dari mencampurkan bayclin dan air steril. Harga untuk bayclin
juga lebih murah dibandingkan dekontaminan lain seperti NaOH 4% atau NALC-
NaOH. Dalam penelitian ini menggunakan bleach dari bayclin yang tersedia secara
komersial di berbagai tempat perbelanjaan yang terjangkau. Peneliti bisa
65

mendapatkan bayclin dengan harga Rp 25.000 (1,5 USD per 100 ml dalam 5,25%
NaOCl). Di sisi lain, NaOH dan NALC yang sulit untuk dibeli dan hanya untuk
kebutuhan laboratorium saja, sehingga tidak mudah untuk menemukannya di
fasilitas kesehatan perifer atau daerah terpencil.9

4.4.2 Keamanan
Mekanisme efek bleach secara efektif membunuh mikroorganisme
kontaminan dalam budaya TB adalah dengan memulai reaksi stress oksidatif ke
dalam protein bakteri. Reaksi stres oksidatif ini dapat menstimulasi agregasi protein
bakteri dan mengakibatkan kematiannya. Ketika bakteri diekspos dengan bleach,
mereka merespon dengan membangun mekanisme pertahanan yang menggunakan
pengatur regulasi Hsp33 yang dibuat dengan redoks yang membuat proses oksidasi
reversibel dari domain redoks switch C-terminal. Bleach adalah pengaktif potensial
Hsp33 yang berfungsi sebagai Hsp33, maka reaksinya akan menghasilkan protein
indefektif. Bleach bisa efektif dalam membunuh bakteri karena memiliki efek
mutagenik bagi mereka.52
Telah diketahui bahwa NaOCl dapat secara efektif membunuh
M.Tuberculosis, seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Ängeby KAK, dkk
(2000) yang membandingkan metode dekontaminasi bleach dan metode Petroff,
yang digunakan untuk mendekontaminasi sampel sputum sebelum kultur, yang
justru menjadi sumber potensial infeksi, terutama setelah sentrifugasi. Tentunya hal
ini membuat spesimen aman untuk ditangani, resiko penularan TB lewat udara ke
pemeriksa menjadi berkurang yang tentunya meningkatkan keamanan (bio-safety)
dan menjamin kesehatan pemeriksa. Tentuna hal ini akan sangat menguntungkan
bagi fasilitas kesehatan perifer yang tidak memiliki bio-safety cabinet.

4.4.3 Kualitas pewarnaan yang lebih bersih dan jernih


Berdasarkan penelitian yang dilakukan James, Ameh, dkk (2013) yang
menjelaskan bahwa bleach dapat menghilangkan debris mikroskopis dan
meninggalkan bidang mikroskopis yang jernih untuk pemeriksaan yang lebih
mudah. Slide lebih mudah dan lebih cepat untuk dibaca. Hal ini sesuai dengan
66

penelitian ini dimana dengan penggunaan bleach yang dapat membuang debris
mikroskopis yang dapat menganggu pemeriksaan, sehingga membuat lapang
pandang menjadi lebih jernih. Basil TB juga terlihat lebih jelas daripada pewarnaan
konvensional. Hal ini dapat dilihat dari 2 gambar dibawah hasil salah satu preparat
yang membandingkan konvensional dengan bleach :

Konvensional Bleach 1%
Gambar 4.1 Hasil kualitas pewarnaan BTA bleach dan konvensional
Selain keuntungan yang didapatkan tentunya teknik penambahan bleach ini
dapat merugikan jika tidak dilakukan dengan benar, kemungkinan seperti kinerja
pengerjaan pewarnaan yang relatif rendah dalam penelitian ini sehingga membuat
beberapa preparat terlalu lama di vortex dengan menggunakan bleach dan
membunuh kuman M.Tuberculosis. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Bonnet,
M, dkk (2010) dimana terjadi peningkatan sensitivitas yang lebih rendah di pusat
kesehatan perifer mungkin disebabkan oleh karakteristik sputum yang berbeda dari
pasien TB di rumah sakit dan populasi pusat kesehatan. Sampel mungkin lebih kecil
dan kurang memadai karena kurang pengalaman dalam teknik pengumpulan dahak.
Selain itu, personel laboratorium di pusat kesehatan perifer memproses lebih sedikit
sputum spesimen per hari dan oleh karena itu memiliki sedikit kesempatan untuk
mempraktekkan teknik baru. Mereka juga umumnya tampak kurang termotivasi
dan lebih sulit untuk diawasi daripada teknisi yang berbasis di rumah sakit.
Meskipun demikian, kami menganggap teknik ini layak di pusat kesehatan perifer.5
67

4.5 Keterbatasan Penelitian


Dalam melakukan penelitian, peneliti menemukan beberapa keterbatasan
antara lain :
1. Tidak dilakukan kultur pada setiap sampel sebagai “gold standard”
penegakan diagnosis TB.
2. Jumlah sampel yang diambil hanya berasal dari satu Puskesmas Kali Baru
saja.
3. Tidak dilakukan percobaan dengan bahan dekontaminan lain sehingga hasil
hanya membandingkan bleach 1% saja.
4. Hanya dilakukan teknik penambahan bleach secara langsung (jangka
pendek) sehingga tidak membandingkan dengan teknik penambahan bleach
lain, seperti sendimentasi semalaman dan sentrifugasi.
5. Banyak pasien yang tidak mengerti cara mengeluarkan sputum sesuai
dengan prosedur sehingga yang dikeluarkan hanya berupa ludah, sehingga
sampel tersebut harus dieleminasi.
6. Banyak pasien yang lupa dan tidak sanggup melakukan pengambilan
sputum secara SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) sehingga sampel yang diambil
hanya sewaktu saja.

4.6 Aspek Keislaman


Setelah mengetahui bahwa penambahan bleach 1% dapat mempengaruhi
hasil skor BTA konvensional, tentunya hal ini dapat dikaitkan dengan ajaran agama
Islam yang menjelaskan mengenai cara pencegahan penularan TB. TB merupakan
penyakit yang sangat menular, hanya dengan lewat udara saja TB sudah bisa
menginfeksi seseorang. Dengan penggunaan bleach 1% sebagai dekontaminan ini
diharapkan resiko penularan TB yang didapatkan saat pewarnaan ke pemeriksa
dapat berkurang, sehingga kesehatan pemeriksa dapat lebih terjamin. Tentunya
banyak manfaat yang didapat dari penggunaan bleach 1% ini, syariat islam sangat
menganjurkan penanggulangan TB) ini, terutama penanggulangan yang berbasis
masyarakat berupa peran serta dalam pembangunan kesehatan di Indonesia dan
percapaian target Millenium Development Goals’s (MDGs) no 6 yakni penurunan
68

angka penyakit penyakit menular penyebaran penyakit menular.54 Allah berfirman


:

Yang artinya adalah “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar”. (Q.S An Nisaa’:9)

Penularan TB sangat mudah yaitu melalui udara, sehingga kemungkinan


penderita TB menularkan penyakitnya kepada orang lain sangat besar. Dalam
pandangan islam juga dijelaskan bagaimana penderita TB sebagai manusia
mempunyai hak untuk bermasyarakat dan bergaul dengan semua orang, tidak
dijauhkan atau dikucilkan. Islam memandang manusia di hadapan Tuhannya adalah
sama, baik yang kaya, yang miskin, yang sehat dan yang sakit. Di mata Allah yang
paling utama adalah ketaqwaan sesorang, seperti ditegaskan dalam firman-Nya
berikut:54

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat: 13)
69

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam


keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk dari yang baik”.
(QS. Ali Imran: 179)
70

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan uji statistik dalam penelitian ini dapat disimpulkan hasil dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Didapatkan skor BTA dengan persentase 22,5% negatif, 17,5% scanty
(ragu-ragu), 45% positif 1 (+1), 12,5% positif 2 (+2), dan 2,5% positif 3
(+3) dengan teknik pewarnaan konvensional tanpa penambahan bleach 1%.
2. Didapatkan skor BTA dengan presentase 5% negative, 15% scanty (ragu-
ragu), 62,5% positif 1 (+1), dan 17,5% positif 2 (+2) dengan Teknik
pewarnaan yang ditambahkan bleach 1%.
3. Berdasarkan hasil analisis bivariat terdapat 5% skor BTA negatif dengan
bleach 1% dibandingkan dengan konvensional, 15% skor BTA scanty
dengan bleach 1% dibandingkan dengan konvensional. Sebanyak 62,5%
skor BTA positif 1 (+1) dibandingkan dengan konvensional, dan 17,5% skor
BTA postif 2 dengan bleach 1% dibandingkan dengan konvensional.
Penggunaan bleach 1% tidak ada yang skor BTA nya sampai dengan positif
3 (+3).

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti menyarankan saran sebagai berikut :
1. Diajukan sebagai standar prosedur di Puskesmas untuk menambahkan
bleach 1% kedalam sampel sputum pasien, karena penggunaannya yang
meningkatkan nilai skor BTA.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi, lama waktu
pemberian dan teknik penambahan bleach dengan sendimentasi semalaman
ataupun sentrifugasi untuk membandingkan kualitas dan keefektifan dari
teknik penambahan bleach yang sudah ada.

70
71

BAB VI
KERJASAMA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan bentuk kerjasama penelitian mahasiswa dan dosen


Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu dr. Erike Anggraini
Suwarsono, M.Pd Sp.MK dan dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D., yaitu tentang
Perbandingan Skor BTA Antara Penambahan 1% Bleach Dan BTA Konvensional
(Ziehl Neelsen) diketuai oleh dr. Erike Anggraini Suwarsono, M.Pd Sp.MK.
Penelitian ini didanai oleh Lembaga Penelitian (LiPen) Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.

71
72

DAFTAR PUSTAKA

1. Laban YY. Kesehatan Masyarakat TBC. Penyakit &amp; Cara Pencegahan


. Yogyakarta: Kanisius; 2012.
2. WERDHANI RA. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis. J
Biol Chem. 2009;1(1):795–801.
3. World Health Organization. Global Tuberculosis report 2016: Country
profiles. World Nucl Assoc [Internet]. 2016;137–69.
4. M. L. Joloba, J. L. Johnson and PJIF. Tuberculosis. 2014;311:94.
5. Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Hartiah Haroen, editor. Jakarta: Salemba Medika; 2008. 7-11
p.
6. Chatterjee M, Bhattacharya S, Karak K DS. Effects of different methods of
decontamination for successful cultivation of Mycobacterium tuberculosis.
2013;
7. Chatterjee M, Bhattacharya S, Karak K, Dastidar SG. Effects of different
methods of decontamination for successful cultivation of Mycobacterium
tuberculosis. Indian J Med Res. 2013 Oct;138(4):541–8.
8. Mikrobiologi. Buku Panduan Pemeriksaan Sputum BTA. 2015;
9. Suwarsono EA, Sjahrurachman A, Karuniawati A, Burhan E. The Effect of
Several Different Decontaminant Solutions for Sputum in Inhibiting
Contamination of Mycobacterium Tuberculosis Culture. Adv Sci Lett.
2018;24(9):6930–3. doi:10.1166/asl.2018.12888.
10. Bonnet M, Ramsay A, Githui W, Gagnidze L, Varaine F, Guerin PJ. Bleach
Sedimentation: An Opportunity to Optimize Smear Microscopy for
Tuberculosis Diagnosis in Settings of High Prevalence of HIV. Clin Infect
Dis. 2008 Jun 1;46(11):1710–6.
11. Barrios-Payán JA, Castañón-Arreola M, Flores-Valdez MA, Hernández-
Pando R. Aspectos biologicos, clinicos y epidemiologicos de la tuberculosis
latente. Salud Publica Mex. 2010 Oct;52(1):70–8.
12. Dinas Kesehatan Jatim. InfoDatin: Tuberkulosis. Pusat Data dan Informasi
73

Kementerian Kesehatan RI. 2015. p. 2–10.


13. Departemen Kesehatan R. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. J
Kesehat Masy. 2011;2011.
14. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;1–384.
15. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA. Jawetz, Melnick
&amp; Adelberg’s Medical Microbiology. 26th ed. New York: McGraw-
Hill; 2013.
16. A, Sylvia., M L. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. 6th
ed. Jakarta: EGC; 2015.
17. FKUI. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1994. 227-235 p.
18. Kementrian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
Petunjuk Teknis Pemeriksaan Biakan, Identifikasi, dan Uji Kepekaan
Mycobacterium tuberculosis pada Media Padat. Jakarta; 2012. ISBN 978-
602-235-144-3
19. Nazarudin M, Jusak Nugraha A. Nilai Diagnostik Rapid Test TbAg dan
MPT64 Dengan Kultur Sebagai Gold Standar. J Progr Stud Imunol Sekol
Pasca Sarj Univ Airlangga. 2016;
20. Haryanto B. Manfaat Uji Imunokromatografi TB Ag MPT64 untuk
Diferensiasi Mycobacterium tuberculosis Kompleks dan Mycobacterium
Non Tuberculosis Kompleks. 2015;
21. PDPI. Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). Perhimpun Dr Paru
Indones. 2011;1–55.
22. Graham SM. Guidance for National Tuberculosis Programmes on the
management of tuberculosis in children - an update. Malawi Med J.
2007;19(2):82–6.
23. Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Terobosan Menuju Akses
Universal, Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Stop
TB. 2011;1–80.
24. Bahar A. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2nd ed.
74

Soeparman, editor. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2000.


25. Carlos, J., Anandi, M. and FP. MODS Assay for The Diagnosis of
Tuberculosis. N Engl J Med. 2007;356:188-189 e.
26. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M SS. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
27. Kurniati I. Angka Konversi Penderita Tuberkulosis Paru yang Diobati
dengan Obat Antituberkulosis ( OAT ) Paket Kategori Satu di BP4 Garut.
Mkb. 2008;42(1):32–6.
28. Purohit SD, Sisodia RS, Gupta PR, Sarkar SK ST. Fiberoptic bronchoscopy
in the diagnosis of sputum smear negative pulmonary TB. Lung india 1983.
1983;I:143–6.
29. Hiswani. Tuberkulosis merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi
Masalah Kesehatan masyarakat. 2009;
30. Permatasari A. Pemberantasan Penyakit TB paru dan strategi Dots. Bagian
Paru Fak Kedokt Univ Sumatera Utara. 2005;
31. Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. 2nd ed. Jakarta: Erlangga; 2011.
32. G. E. Pyffer and F. Palicova. Manual of Clinical Microbiology. J. Jorgensen,
M. Pfaller, K. Carroll, G. Funke, M. Landry, S. Richter and DW, editor.
Washington, D.C: ASM PressVol; 2011. 472–524 p.
33. Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Modul Pelatihan Pemeriksaan
Dahak Mikroskopis TB. 2012.
34. Jaya A, Isworo JT, Prastiyanto ME. Analisa Pengendalian Mutu Internal
Pemeriksaan Mikroskopis TB Dengan Penilaian Kualitas Sediaan BTA Di
Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang. 2016;
35. Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Standar Prosedur Operasional
Pemeriksaan Mikroskopis TB. 2012;1–38.
36. Chandra Kusuma H. Diagnosis Tuberkulosis Baru. Sari Pediatr.
2007;8(4):143–51.
37. OxyChem - Occidental Chemical Corporation. Sodium Hypochlorite
Handbook. 2014;1–25.
75

38. Fernando B. Mainier* LPCMRJM. Bleach (sodium hypochlorite): a


laboratory experiment relating to \nthe daily teaching of chemistry. IOSR J
Appl Chem. 2014;7(1):19–23.
39. Rutala WA, Weber DJ. Uses of inorganic hypochlorite (bleach) in health-
care facilities. Clin Microbiol Rev. 1997;10(4):597–610.
40. Martindale: The Extra Pharmacopeia, 28th Ed. James E. F. Reynolds and
Anne B. Prasad., editor. London, Lamberth High Street: The Pharmaceopeial
Press; 1982. 2025 p.
41. Pratama W, Wulandari SP. Pemetaan Dan Pemodelan Jumlah Kasus
Penyakit Tuberculosis (Tbc) Di Provinsi Jawa Barat Dengan Pendekatan
Geographically Weighted Negative Binomial Regression (Gwnbr). J Sains
dan Seni ITS. 2015;4(1):D37–42.
42. Procedure R. Carbol fuchsin stain.
43. Miclescu A, Wiklund L. Methylene blue, an old drug with new indications?
Jurnalul Rom Anestezie Ter Intensiva/Romanian J Anaesth Intensive Care.
2010;17(1):35–41.
44. RI KK dan KK. Panduan Pengendalian Tuberkulosis di Tempat Kerja. 2015.
45. Winter J, Ilbert M, Graf PCF, Ozcelik D, Jakob U. Bleach activates a redox-
regulated chaperone by oxidative protein unfolding. Cell. 2008 Nov
14;135(4):691–701.
46. James A, Abba SU, Ibrahim A, Mbah H, Musuluma H, Ochei K, et al.
Improving the case detection of pulmonary tuberculosis by bleach
microscopy method in the North West of Nigeria. J Med Lab Diagnosis.
2013;4(3):34–7.
47. Satapathy P, Das D, Murmu BN, Kar SK. Decontamination of sputum for
longer time in sodium hydroxide for isolation of Mycobacterium
tuberculosis. Int J Mycobacteriology. 2014;3(4):290–2.
48. Suwarsono EA. The Evaluations of Bleach as Decontaminant Solution to
Promote The Positivity Rate of Mycobacterium Tuberculosis Culture for
Sputum Specimen. In: Advances in Health Science Research. Vol 10. ;
2017:23-26. 2017;10(ICHLaS):23–6.
76

49. Merid Y, Yassin MA, Yamuah L, Kumar R, Engers H, Aseffa A. Validation


of bleach-treated smears for the diagnosis of pulmonary tuberculosis. Int J
Tuberc Lung Dis. 2009;13(1):136–41.
50. Ängeby KAK, Alvarado-Gálvez C, Pineda-García L, Hoffner SE. Improved
sputum microscopy for a more sensitive diagnosis of pulmonary
tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis. 2000;4(7):684–7.
51. Cattamanchi A, Davis JL, Pai M, Huang L, Hopewell PC, Steingart KR.
Does bleach processing increase the accuracy of sputum smear microscopy
for diagnosing pulmonary tuberculosis? J Clin Microbiol. 2010;48(7):2433–
9.
52. Chew R, Calderón C, Schumacher SG, Sherman JM, Caviedes L, Fuentes P,
et al. Evaluation of bleach-sedimentation for sterilising and concentrating
Mycobacterium tuberculosis in sputum specimens. BMC Infect Dis. 2011
Oct 11;11:269.
53. Bonnet M, Tajahmady A, Hepple P, Ramsay A, Githui W, Gagdnidze L, et
al. Added value of bleach sedimentation microscopy for diagnosis of
tuberculosis: A cost-effectiveness study. Int J Tuberc Lung Dis.
2010;14(5):571–7.
54. Pintar B. Penanggulangan Tuberculosis : Kupasan Para Kyai.
55. Kusumawati RL. Standar pelayanan laboratorium tuberkulosis. 2017.
77

LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Riwayat Penulis

Identitas
Nama : Bima Adi Wiryo
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 29 Maret 1997
Agama : Islam
Alamat : Jalan Maleo XIX JE 11 no 20, Sektor 9, Bintaro Jaya,
Tangerang Selatan, Banten
Email : bima32997@gmail.com

Riwayat Pendidikan
2001 - 2003 : TK Pembangunan Jaya
2003 - 2009 : SD Pembangunan Jaya
2009 - 2012 : SMP Pembangunan Jaya
2012 - 2015 : SMA Pembangunan Jaya
2015 - sekarang : Pendidikan Fakultas KedokteranUIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
78

LAMPIRAN 2
Tabel data pasien
79

LAMPIRAN 3
Hasil Pengolahan SPSS

konvensional * Bleach 1% Crosstabulation


Bleach 1%
negatif scanty +1 +2 Total
negatif Count 2 3 4 0 9
% within
22.2% 33.3% 44.4% 0.0% 100.0%
konvensional
% within Bleach
100.0% 50.0% 16.0% 0.0% 22.5%
1%
Scanty Count 0 1 5 1 7
% within
0.0% 14.3% 71.4% 14.3% 100.0%
konvensional
% within Bleach
0.0% 16.7% 20.0% 14.3% 17.5%
1%
+1 Count 0 1 14 3 18
konvensional

% within
0.0% 5.6% 77.8% 16.7% 100.0%
konvensional
% within Bleach
0.0% 16.7% 56.0% 42.9% 45.0%
1%
+2 Count 0 0 2 3 5
% within
0.0% 0.0% 40.0% 60.0% 100.0%
konvensional
% within Bleach
0.0% 0.0% 8.0% 42.9% 12.5%
1%
+3 Count 0 1 0 0 1
% within
0.0% 100.0% 0.0% 0.0% 100.0%
konvensional
% within Bleach
0.0% 16.7% 0.0% 0.0% 2.5%
1%
Total Count 2 6 25 7 40
% within
5.0% 15.0% 62.5% 17.5% 100.0%
konvensional
% within
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Bleach 1%
80

FRIEDMAN
TEST
Ranks
Mean
Rank
konvension
al 1.35
Bleach 1% 1.65

Test
Statisticsa
N 40
Chi-Square 7.2
df 1
Asymp. Sig. 0.007
a. Friedman
Test

Anda mungkin juga menyukai