Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KIMIA KLINIK I

HUBUNGAN KREATININ dengan KELAINAN GINJAL

Dosen :
Dr.Yati, Sp.PK

Disusun Oleh :
Chika Aini Sabila P27903119007
Delvina P27903119008
Mutia Bilqis As - Sapar P27903119021
Perwita P27903119028
Rahma Lisa P27903119029
Tesalonica Febeony Guntari P27903119042
Tiara Kesumaningtyas P27903119043

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLTEKKES KEMENKES BANTEN
2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas izin- Nya
memberikan Kami kesempatan untuk membuat makalah mengenai “ Hubungan
Kreatinin dengan Kelainan Ginjal ”.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan
mengenai Hubungan Kreatinin dengan Kelainan Ginjal, baik pengertian dari
Kreatinin, jenis, fungsi, metabolisme serta kaitannya dengan kelainan ginjal.
Kami menyadari bahwa makalah yang Kami buat belum sempurna. Oleh
karena itu, Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar Kami dapat
membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.
Demikian, semoga makalah Kami nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tangerang, 20 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. . i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan .............................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 3
A. Kreatinin/Kreatin ........................................................................... 5
a) Pengertian ...................................................................................... 5
b) Fungsi ............................................................................................ 5
c) Metabolisme .................................................................................. 6
d) Kadar normal ................................................................................. 7
e) Abnormalitas ................................................................................. 7
f) Pemeriksaan ................................................................................... 8
g) Faktor yang mempenaruhi kreatinin ............................................ 12
h) Hubungan Kreatinin dengan gagal ginjal .................................... 13
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 15
A. Kesimpulan ....................................................................................... 15
B. Saran .................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kreatinin merupakan hasil akhir pemecahan kreatin fosfat otot yang di
produksi hati disimpan dalam otot rangka dan darah (Bhagavan, 2002). Deteksi
dini kreatinin yang meningkat dapat diukur mengunakan spesimen sampel plasma
atau serum darah, semakin tinggi kreatinin mengindikasi kerusakan ginjal yang
berat (Levey, 2006). Kerusakan ginjal dapat disebabkan oleh diabetes melitus tipe
2 (DM tipe 2), oleh karena resistensi insulin dan hiperglikemia dapat
menyebabkan peningkatan kadar kreatinin (Lubis, 2015). Penderita DM tipe 2
lebih sering disertai hipertensi karena prevalensi DM tipe 2 sepuluh kali lebih
banyak dari DM tipe 1 (Ferrannini dan Cushman, 2012).
Hipertensi merupakan faktor resiko yang dapat memperburuk kondisi
penderita DM karena mempercepat terjadinya nefropati dan glomerulosklerosis
(Muhammad and Nazar, 2014). Kadar kreatinin mulai meningkat saat penderita
DM tipe 2 mengalami nefropati karena terjadi proteinuria yang nyata,
peningkatan tekanan darah, dan penurunan laju fitrasi glomerulus (LFG) dibawah
normal (Lubis, 2015). Nefropati merupakan penyebab utama kecacatan dan
kematian pada penderita DM, sekitar 50% penderita DM di United States
menderita gagal ginjal tahap akhir akibat komplikasi nefropati dan mengalami
peningkatan kadar kreatinin (Mogensen, 1999).
Penyebab tertinggi kerusakan ginjal sampai menyebabkan penyakit gagal
ginjal (PGG) di United States adalah DM 43,7% dan Hipertensi 28,4% (National
Institute of Diabetes and Digestive Kidney, 2014). Penelitian Josef Coresh di
United States sekitar 3% dari 5,6 juta penderita hipertensi memiliki kadar
kreatinin yang tinggi, rata-rata tekanan darah 147/77mmHg. Berdasarkan
Riskesdas tahun 2013 telah terjadi peningkatan prevalensi DM di Indonesia dari
1,1% pada 2007 menjadi 2,6% pada tahun 2013. Sedangkan menurut data di
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang jumlah pasien DM tipe 2 sebanyak
1.500 pasien pada tahun 2017.

2
Penelitian yang di lakukan oleh Salman et al pada tahun 2012 terhadap 72
pasien diabetes melitus tipe 2 (36 terkontrol dan 36 tidak terontrol) memperoleh
hasil kadar kreatinin serum pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol lebih
tinggi, sedangkan pada penelitian Nurjanah Adha pada tahun 2012 membuktikan
ada hubungan antara lama hipertensi dengan angka kejadian gagal ginjal.
Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyebab nefropati paling banyak. Pasien DM
tipe 2 pada tahap awal kerusakan ginjal terjadi penurunan kreatinin karena
diuresis osmotik (hiperfiltrasi) (Kashima et al., 2017).
Kadar kreatinin pada penderita DM dipengaruhi oleh massa tubuh, selain itu
resistensi insulin menyebabkan otot rangka tidak dapat melakukan metabolisme
melalui glikolisis secara sempurna, akibatnya otot menggunakan jalur alternatif
metabolisme otot untuk menghasilkan adenosin trifosfat (ATP) melalui transfer
fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke Adenosin difosfat (ADP) dan
metabolisme ini dapat meningkatkan kadar kreatinin dalam darah (Sherwood,
2014).
Peningkatan tekanan darah pada penderita hipertensi yang kronik dapat
menyebabkan kerusakan pada ginjal akibat proliferasi yang berlebihan dari sel
otot polos di lapisan intima interlobular, nekrosis fibrinoid sel otot polos arteriol
ginjal, hal ini dapat menyebabkan sklerosis pada pembuluh darah glomeruli
menyebabkan terjadinya glomerulosklerosis, berkurangnya kemampuan ginjal
untuk memfiltrasi zat sisa metabolisme akibat kerusakan glomerulus yang
menyebabkan peningkatan kadar kreatinin, selain itu hipertensi dengan
hiperglikemia mempercepat terjadinya komplikasi pada ginjal menyebabkan
nefropati diabetik (Muhammad and Nazar, 2014). Kreatinin merupakan zat yang
ideal untuk mengukur fungsi ginjal karena hasil akhir dari metabolik tubuh secara
konstan dan di sekresi di tubulus proksimal ginjal. Kadar kreatinin serum lebih
akurat untuk menilai fungsi ginjal (Mcculloch, Ph and Hsu, 2004). Kadar
kreatinin yang meningkat sering muncul pada penderita DM tipe 2, selain itu
hipertensi merupakan kondisi yang memperburuk kondisi pada DM tipe 2.

3
Penelitian yang menunjukan apakah hipertensi mempengaruhi kadar kreatinin
pada penderita DM tipe 2 belum ada, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
untuk pengaruh hipertensi terhadap kadar kreatinin pada penderita DM tipe 2.
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang terdapat jumlah pasien DM tipe 2
yang cukup banyak, pemeriksaan kadar kreatinin dilakukan sesuai standar pasien
dalam kondisi puasa dan rekam medik pasien dicatat dengan baik sehingga cukup
representative sebagai tempat penelitian.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Kreatinin?
b. Apa saja fungsi dari Kreatinin?
c. Bagaimanakah proses metabolisme kreatinin?
d. Bagaimanakah kadar normal kreatinin dalam tubuh?
e. Bagaimanakah abnormalitas kadar kreatinin?
f. Bagaimanakah proses pemeriksaan kreatinin?
g. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi kreatinin?
h. Jelaskan hubungan kreatinin dengan gagal ginjal?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui apa itu kreatinin
b. Untuk mengetahui fungsi kreatinin
c. Untuk mengetahui proses metabolisme kreatinin.
d. Untuk mengetahui kadar normal kreatinin dalam tubuh
e. Untuk mengetahui abnormalitas kadar kreatinin.
f. Untuk mengetahui proses pemeriksaan pada kreatinin.
g. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kreatinin.
h. Untuk mengetahui hubungan kreatinin dengan gagal ginjal

4
BAB II
LANDASAN TEORI.
A. Kreatinin/Kreatin
a. Pengertian
Kreatin disintesa dari asam-asam amino, diproduksi terutama di hati
dan ginjal. 98% dari total kreatin tubuh terdapat didalam otot. Kreatinin
dibentuk dari hasil dehidrasi non enzimatik kreatinin otot, terbentuk secara
spontan dan sifatnya irreversible. Produksi kreatinin setiap hari stabil ± 2%
dari kreatin dalam 24 jam. Perubahan kadar serum kreatinin, berbeda
dengan urea yaitu tidak dipengaruhi oleh kadar protein dalam makanan.
Dengan demikian kreatinin merefleksikan beratnya kegagalan ginjal
meskipun selama suatu diet protein yang rendah dan ketat.
Kreatinin merupakan hasil pemecahankreatin fosfat otot, diproduksi
oleh tubuh secara konstan tergantung massa otot. Kadarkreatinin
berhubungan dengan massa otot, menggambarkan perubahan kreatinin
danfungsi ginjal. Kadar kreatinin relatif stabilkarena tidak dipengaruhi oleh
protein daridiet. Ekskresi kreatinin dalam urin dapatdiukur dengan
menggunakan bahan urinyang dikumpulkan selama 24 jam.
Kreatinin adalah protein yang merupakan hasil akhir metabolisme otot
yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan hampir konstan dan diekskresi
dalam urin dalam kecepatan yang sama, kreatinin diekskresikan oleh ginjal
melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relative konstan
dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal
mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Corwin J.E, 2001).

b. Fungsi kreatin dalam tubuh


Berfungsi sebagai substrat sumber energi tinggi yang menghasilkan
ATP dan siap dipakai dalam waktu cepat. Kreatin juga mampu
meningkatkan kemampuan otak dan daya ingat. Kreatin juga berfungsi
sebagai zat ergogenik yaitu zat yang mampu memberikan peningkatan pada

5
kapasitas performa olahraga. Fungsi kreatinin sangat berguna dalam
mengefaluasi fungsi ginjal.

c. Metabolisme Kreatinin

Kreatin ditemukan di jaringan otot (sampai dengan 94%).


Kreatin dari otot diambil dari darah karena otot sendiri tidak mampu
mensintesis kreatin. Kreatin darah berasal dari makanan dan
biosintesis yang melibatkan berbagai organ terutama hati. Proses awal
biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan asam amino
arginin dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitrokreatin secara
hampir konstan akan diubah menjadi kreatinin dalam jumlah 1,1%per
hari (Wulandari W, 2015).
Pembentukan kreatinin dari kreatin berlangsung secara konstan
dan tidak ada mekanisme reuptake oleh tubuh, sehingga sebagian
besar kreatinin yang terbentuk dari otot diekskresi lewat ginjal
sehingga ekskresi kreatinin dapatdigunakan untuk menggambarkan
filtrasi glomerulus walaupun tidak 100% samadengan ekskresi inulin
yang merupakan baku emas pemeriksaan laju filtrasi glomerulus.

6
Meskipun demikian, sebagian (16%) dari kreatinin yang
terbentukdalam otot akan mengalami degradasi dan diubah kembali
menjadi kreatin.Sebagian kreatinin juga dibuang lewat jalur intestinal
dan mengalami degradasilebih lanjut oleh kreatininase bakteri usus.
Kreatininase bakteri akan mengubahkreatinin menjadi kreatin yang
kemudian akan masuk kembali ke darah (SiregerCT, 2009).
Metabolisme kreatinin dalam tubuh menyebabkan ekskresi
kreatinin tidak benar-benar konstan dan mencerminkan filtrasi
glomerulus, walaupun pada orangsehat tanpa gangguan fungsi ginjal,
besarnya degradasi dan ekskresi ekstrarenalkreatinin ini minimal dan
dapat diabaikan (Wyss, 2000).

d. Kadar normal kreatinin

e. Abnormalitas kadar Kreatinin


Ada beberapa penyebab peningkatan kadar kreatinin dalam
darah, yaitu dehidrasi, kelelahan yang berlebihan, penggunaan obat
yang bersifat toksik pada ginjal, disfungsi ginjal disertai infeksi,
hipertensi yang tidak terkontrol, dan penyakit ginjal (Kidney failure,
2013).
Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai pada distropi otot
tahap akhir dan miasthenia gravis. Penurunan kadar kreatinin juga
dapat terjadi pada gagal jantung kongestif, syok, dan dehidrasi, pada

7
keadaan tersebut terjadi penurunan perfusi darah ke ginjal sehingga
makin sedikit pula kadar kreatinin yang dapat difiltrasi ginjal.
Apabila penurunan fungsi

f. Pemeriksaan Kreatinin
a) Pra Analitik
 Persiapan pasien
Pada pemeriksaan kreatinin hal pertama yang perlu
diperhatikan adalah persiapan pada pasien seperti identitas
pasien harus lengkap dan jelas lalu catat jenis obat yang di
dikonsumsi oleh penderita yang meningkatkan kadar kreatinin
serum. Dalam pemeriksaan ini tidak ada persiapan khusus pada
pasien seperti pembatasan asupan makanan atau minuman.
namun sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita
dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah.

 Persiapan, stabilitas dan pengiriman sampel


Sampel darah
Pada pemeriksaan kreatinin dalam darah adalah serum atau
plasma heparin. Ambil sekitar 3-5 ml sampel darah vena dalam
tabung bertutup merah ( plain tube) atau tabung bertutup hijau
(heparin). Sebelum di sentrifugasi Sampel darah dibekukan
terlebih dahulu selama 15-30 menit setelah itu baru dilakukan
sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit sampai
diperoleh serum lalu pisahkan serum atau plasma nya. Hindari
sampel yang hemolisis dan lipemik. Stabilitas sampel ini selama
24 jam pada suhu ruang , 5-7 hari pada suhu 2-8°C , dan 3 bulan
pada suhu -20 °C. untuk pengiriman sampel serum harus segera
di pisahkan dari darah (< 2 jam), lalu serum dimasukan ke dalam
aliquot atau cup sampel dan diberi label.

8
Sampel urin
Sedangkan untuk sampel urine pengambilan sampel dengan
ineval waktu 4, 12 atau 24 jam. Sebelum pemeriksaan sampel
urin diencerkan deangan perbandingan 1:19 menggunakan
aquades. Stabilitas sampel urin ini yaitu 4 hari pada suhu 2-8 °C.
sampel urin ditampung dalam wadah urin yang bermulut lebar,
tertutup rapat, tidak mudah pecah dan diberi label. Pengiriman
menggunakan cool box dengan suhu 2-8 °C selama < 2 jam.

 Stabilitas reagen
Simpan reagen dengan botol yang asli dan jauhkan dari
cahaya. Reagen di simpan pada suhu 2-8 °C. reagen yang belum
digunakan stabil hingga tanggal kadaluarsa yang tertera pada
label kit. Sedangkan untuk reagen yang telat digunakan stabil
setidaknya selama satu bulan tanpa kontaminasi dan jangan
menggunakan reagen kerja setelah tanggal kadaluarsa.

b) Analitik
Standar WHO/IFCC
Tujuan:
untuk mengetahui kadar kreatinin seseorang dalam sampel
Metode : Jaffe reaction
Prinsip :
Kreatinin bereaksi dengan larutan pikrat alkalis membentuk
kmpleks warna jingga kemerahan. Intensitas warna yang
dihasilkan berbanding langsung dengan konsentrasi kreatinin pada
spesimen dapat diukur secara fotometri pada ‫ג‬‎490 nm.

Alat dan Bahan :

9
Alat Bahan

- Spektrofotometer Sampel Serum dan urine


- Tabung reaksi dan rak
tabung Reagen Kreatinin :
- Tip
- R1 : Sodium hidroksida
- Mikropipet 10 ul dan 1000
0,2 mol/L
ul
- R2 : Asam pikrat 20
- Beaker glass
mmol/L − Standart
- Tissue
kreatinin 2 mg/dL
- Aquades

Cara kerja

1) Disiapkan alat dan bahan yang digunakan serta dikondisikan


dalam suhu ruang.
2) Disiapkan 3 buah tabung reaksi yang telah diberi label blanko,
standar, test.

3) Dipipet masing-masing ke dalam tabung :

10
4) Campuran dihohomogenkan, lalu diinkubasi selama 1 menit.
5) Lalu absorbansi larutan dibaca dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 490 nm.
6) Absorbansi dicatat, lalu dihitung kadar kreatinin pada sampel.

Blanko Standar Sampel

Aquades 1000 μL 1000 μL 1000 μL

Standar - 100 μL -

Sampel - - 100μL

Perhitungan :
- Serum atau plasma
( )
( )

- Urine
Kalikan dengan faktor pengenceran 20

c) Pasca Analitik
Dilakukan pencatatan hasil dan pelaporan harus dilakukan secara
teliti dan benar

Nilai normal :

- Serum atau plasma


kreatinin Mg/dL

Laki-laki 0,9 – 1,3

Perempuan 0,6 – 1,1

11
- Urin
kreatinin Mg/kg/ 24 Jam

Laki-laki 14 – 26

Perempuan 11 – 20

Interferensi :

- Glukosa : Gangguan diatas 1200 mg/dL


- Protein : gangguan diatas 4000 mg/dL
- Asam asorbat : gangguan diatas 25 mg/dL
- Bilirubin : gangguan diatas 964 mg/dL
- Hemoglobin : gangguan diatas 250 μmol/L
- Lipemik :gannguan diatas abs 0,320

g. Nilai Kritis Laboratorium


Nilai kritis adalah hasil pemeriksaan laboratorium yang
abnormal dan mengindikasikan kelainan atau gangguan yang dapat
mengancam jiwa dan memerlukan perhatian/tindakan.
Pelaporan Nilai Kritis adalah mekanisme pelaporan hasil
laboratorium yang berpotensi mengancam jiwa yang dilaporkan oleh
petugas yang bertanggungjawab. Hasil Kritis pada umumnya kurang
dari 2 % dari semua hasil laboratorium.

h. Prosedur Pelaporan Nilai Kritis


1. Dipastikan tidak ada kesalahan pranalitik dan analitik
2. Lapor ke dokter penanggung jawab laboratorium (SpPK)
3. Pelaporan paling tepat langsung ke DPJP, secara langsung atau
bisa melalui telp atau WA
4. Sebelum menghubungi dokter, laboratorium harus menyediakan
data lengkap antara lain nama pasien, alamat, nomor telepon
pasien bila ada, tanggal pengumpulan specimen, hasil
pemeriksaan dan nama dokter pengirim.

12
5. Nilai kritis dilaporkan sesegera mungkin, batas maksimal antara
15-30 menit
6. Didokumentasikan dalam suatu buku berisi tanggal, identitas
pasien, hasil nilai kritis, waktu keluar hasil, waktu pelaporan,
nama pelapor, nama penerima laporan, paraf.
7. Didokumentasikan kembali di rekam medik, bisa berupa stempel
nilai kritis yang berisi hasil nilai kritis, paraf penerima laporan,
dan paraf pemberi laporan.

13
i. Tingkatan Gagal Ginjal berdasarkan nilai pemeriksaan

j. Penanganan Hasil Dalam Rentang Nilai Kritis


1. Periksa abnormalitas spesimen/sample (ikterik, lipemik, lisis,
keruh), reagen yang digunkan, alat yang digunakan dan langkah-
langkah prosedur yang dilakukan.
2. Periksa hasil kontrol apakah dalam batas rentang kontrol (pada
grafik levey jenning metode wesgard).
3. Periksa status pasien, diagnosa dan gambaran klinis pasien jika
ada.

14
4. Lihat / cari informasi kemungkinan pasien sedang dalam kondisi
terapi/pengobatan tertentu.
5. Cek hasil pasien lain dengan pemeriksaan yang sama dalam waktu
pengerjaan yang bersamaan (apakah ada kemungkinan terjadi
carry over/cross contamination).
6. Jika memang sudah dipastikan pada pra Analitik dan analitik tidak
ada keasalahan atau keraguan saat pemeriksaan, kemudian pada
catatan klinis / diagnosis pasienpun tidak menunjukan pada arah
nilai kritis.
7. Maka ulangi pemeriksaan sample dan kontrol (bila perlu).
8. Jika hasil pengulangan tidak sesuai dengan status atau gambaran
klinis pasien maka ambil sampel baru dan kerjakan ulang
bersama kontrol.
9. Konsultasikan hasil dengan atasan / dokter Penanggungjawab.
Catatan: poin 1 dan 2 seharusnya sudah dipastikan pada awal
sebelum pemeriksaan agar tidak terjadi kesalahan atau tidak
sesuainya hasil nilai pemeriksaan

k. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreatinin


Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar kreatinin
dalam darah adalah :
1. Perubahan massa otot.
2. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa
jam setelah makan.
3. Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar
kreatinin darah.
4. Obat-obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin, dan co-
trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga
meningkatkan kadar kreatinin dalam darah.
5. Kenaikan sekresi tubulus dan dekstruksi kreatinin internal.

15
6. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kreatinin lebih tinggi
daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih
tinggi daripada wanita (Sukandar, 2006).

l. Hubungan Kreatinin/Kreatin dengan Kelainan Ginjal

Kreatinin merupakan bahan ampas dari metabolism tenaga


otot, yang seharusnya di saring oleh ginjal dan dimasukkan pada air
seni(Spiritia Y, 2009). Kadar kreatinin berada dalam keadaan relatif
konstan, sehingga menjadikannya sebagai penanda filtrasi ginjal yang
baik. Kadar kreatinin yang dipergunakan dalam persamaan
perhitungan memberikan pengukuran fungsi ginjal yang lebih baik,
karena pengukuran klirens kreatinin memberikan informasi mengenai
GFR.
Jika terjadi disfungsi renal maka kemampuan filtrasi kreatinin
akan berkurang dan kreatinin serum akan meningkat. Sebagai
petunjuk, peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum
mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50%,
demikian juga peningkatan kadar kreatinin tiga kali lipat
mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 75%
(Soeparman dkk, 2001).

16
Ginjal mengekskresikan kreatinin secara sangat efisien
pengaruh tingkat aliran darah dan produksi urin pada ekskresi
kreatinin dalam aliran darah dan aktivitasglomelurus di kompensasi
oleh peningkatan sekresi kreatinin oleh tubuluskedalam urin.
Ginjal yang sehat mampu menjaga kadar kreatinin darah dalam
batas normal. Semakin tinggi kadar kreatinin, maka semakin mengarah
pada kemungkinan terjadinya gangguan pada ginjal. Pemeriksaan
kreatinin juga penting dilakukan untuk menilai respon terapi pada
penyakit ginjal.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kreatinin adalah protein yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang
dilepaskan dari otot dengan kecepatan hampir konstan dan diekskresi dalam
urin dalam kecepatan yang sama, kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui
kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relative konstan dalam plasma
dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan
adanya gangguan fungsi ginjal. Dengan menggunakan metode Jaffe Reaction
B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangannya, maka dari itu kami mohon kritik dan sarannya yang
membangun agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Lela.dkk.Pengaruh Paparan Gas Amonia Terhadap Perubahan Ureum Dan


Kreatinin Pada Kelompok Berisiko Di Kota Palembang.Jurnal
Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Vol.3 No.2, Mei
2017
Hartono.Peranan Ekskresi Ammonia Oleh Ginjal Dalam Pengaturan Keseimbangan
Asam-Basa Tubuh.Berkala Ilmu Kedokteran Jil.IX, No.2, Juni
Inri N. R. I. Mantiri, Glady I. Rambert, Mayer F. Wowor. 2017. Gambaran Kadar
Asam Urat pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 yang Belum
Menjalani Hemodialisis. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 5, Nomor
2.
Kamal A. Estimation of blood urea (BUN) and serum creatinin level in patients of
renal disorder. Ind J Fund Appl Life Sci. 2014;4(4):199-202.
Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II (5th ed).
Jakarta: Interna Publishing: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,
2010; p.1036-38.
Verdiansah.Pemeriksaan Fungsi Ginjal.CDK-237/vol.43 no.2, th.2016
http://reporsitory.unimus.ac.id
TanHweeLian,AMd.Technical Quality Assurance.PT Prodia Widyahusada.Semarang,
05 Agustus 2018

19

Anda mungkin juga menyukai