Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENYEMPURNAAN

Pengaruh Penambahan Katalis dan Pengaruh Pencucian


Pada Penyempurnaan Tahan Kusut pada Kain Kapas

Disusun oleh:

Sri Artha Meiliza D (17020082)

Syafira Narendraduhita (17020083)

Utami Nurul Azijah (17020087)

Nabila Aristania (170200101)

Group : 2K4

Nama Dosen : Wulan S., S.ST,M.T.

Asisten : 1. Sukirman , S. ST., MIL

2. Mia K., S.ST.

POLITEKNIK STTT BANDUNG


2019
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud
Melakukan penyempurnaan anti kusut pada kain kapas untuk memberikan
efek tahan kusut dan kestabilan dimensi pada bahan
Tujuan
- Untuk mendapatkan kain kapas yang mempunyai tingkat anti kusut yang baik.
- Mengetahui pengaruh perbedaan variasi resep peroses percobaan.

II. DASAR TEORI


2.1. Serat Kapas
Serat kapas mentah memiliki kandungan utama berupa selulosa, selain
itu terdapat pektin, lemak/malam, pigmen alam, mineral dan air. Komposisi
serat kapas berbeda-beda tergantung dari berbagai hal, antara lain jenis
tanaman kapasnya, kondisi tanah, cuaca, kualitas air untuk irigasi, dan
pupuk yang digunakan.
Serat kapas memiliki morfologi penampang melintang dan membujur
yang sangat bervariasi. Namun, pada umumnya penampang membujur serat
ini berbentuk pita berpilin sedangkan penampang melintangnya berbentuk
seperti ginjal. Penampang melintang yang berbentuk ginjal ini terdiri dari
kutikula, dinding primer, dinding sekunder, dan lumen.

2.1.1. Struktur Kimia Molekul Serat Kapas


Serat kapas tersusun atas selulosa yang komposisi diketahui
sebagai zat yang terdiri dari unit-unit anhidro-beta-glukosa dengan
rumus empiris (C6H10O5)n dengan n adalah derajat polimerisasi yang
tergantung dari besarnya molekul. Selulosa dengan rumus empiris
(C6H10O5)n merupakan suatu rantai polimer linier yang tersusun dari
kondensat molekul-molekul glukosa yang dihubungkan oleh
jembatan oksigen pada posisi atom karbon nomor satu dan empat.
Stuktur rantai-rantai molekul selulosa disusun dan diikat satu dengan
yang lainnya melalui ikatan Van der Waals.
Setiap satuan glukosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH).
Gugus hidroksil pada atom karbon nomor lima merupakan alkohol
primer (-CH2OH), sedangkan pada posisi 2 dan 3 merupakan alkohol
sekunder (HCOH). Kedua jenis alkohol tersebut mempunyai tingkat
kereaktifan yang berbeda. Gugus hidroksil alkohol primer lebih
reaktif daripada gugus hidroksil alkohol sekunder. Gugus hidroksil
merupakan gugus fungsional yang sangat menentukan sifat kimia
serat kapas, sehingga serat selulosa dinotasikan sebagai sel-OH
dalam penulisan mekanisme reaksi.
Struktur selulosa merupakan rantai dari glukosa yang panjang
dan membentuk cincin yang dihubungkan oleh atom-atom oksigen.
Pada ujung rantai yang mengandung aldehida yang mempunyai
gugus pereduksi, sedangkan pada rantai bagian tengah mempunyai
gugus hidroksil. Bila rantai tersebut dipecah menjadi dua atau lebih
dengan suatu proses kimia maka ujung-ujung rantai akan terhapus
membentuk gugusan aldehida atau karboksilat.
2.1.2. Struktur Fisika Molekul Serat Kapas
Serat kapas tersusun dari suatu rantai panjang anhidrida glukosa
yang diorientasikan dan diikat satu dengan lainnya melalui ikatan
atau gaya hidrogen danvan der Waals. Orientasi rantai molekul
seluosa tersebut tidak semuanya sempurna, karena dipisahkan oleh
bagian-bagian disorientasi secara berselang-seling. Sesunan rantai
molekul selulosa yang teririentasi teratur disebut kristalin,
sedangkan yang tidak teratur (disorientasi) disebut amorf. Dari
difraksi sinar X diketahui bahwa selulosa terdiri dari 75 % bagian
kristalin dan sisanya bagian amorf. Bagian amorf mempunyai daya
serap yang lebih besar dan kekuatan yang lebih rendah dibandingkan
dengan kristalin.
Pada bagian kristalin letak dan jarak antara molekul-molekul
selulosa tersusun sangat teratur dan sejajr satu sama lain. Pada
bagian amorf letak dan jarak antara molekul-molekul selulosa tidak
teratur (ada jarak antara masing-masing molekul selulosa yang besar
dan kecil). Pada jarak yang besar inilah molekul-molekul air dapat
masuk sehingga volume seat akan bertambah.
2.1.3. Sifat Kimia Serat Kapas
a. Pengaruh Asam
Dengan adanya asam, selulosa akan terhidrolisis dan
menghasilkan rantai-rantai molekul yang lebih pendek karena
pecahnya ikatan glukosida antara satuan glukosa dalam rantai
selulosa. Larutan encer asam klorida dan asam sulfat dapat
mengurangi kekuatan tarik serat kapas, sedangkan asam asetat
mempunyai pengaruh yang lebih kecil daripada asam-asam
tersebut diatas. Larutan asam pekat seperti asam klorida 40%
dalam keadaan dingin akan merusak serat kapas secara total
karena terjadinya hidrolisis selulosa. Contoh terjadinya kerusakan
terutama pada proses penghilangan kanji.
b. Pengaruh Alkali
Kapas tahan terhadap alkali, alrutan alkali encer tidak
mempengaruhi kapas meskipun pada suhu mendidih. Larutan
alkali pekat pada suhu kamar hanya akan menggelembungkan
serat kapas dan tidak merusak seratnya, tetapi pada suhu tinggi
dapat merusak serat karena terbentuk oksiselulosa. Contoh
terjadinya kerusakan ini terutama pada proses pemasakan dan
mersersasi.
c. Pengaruh Oksidator
Oksidator seperti hipoklorit dan permanganat dapat
menurunkan kekuatan tarik serat. Penurunan kekuatan serat ini
terjadi karena terbentuknya oksiselulosa oleh zat pengoksidasi.
Hal ini sering terjadi pada proses pengelantangan.
d. Pengaruh panas
Serat kapas tahan terhadap proses pada suhu mendidih. Hal
tersebut dapat dibuktikan bila kapas dipanaskan pada suhu kurang
lebih 120 selama 5 jam tidak menunjukkan perubahan kekuatan
serat kapas.
2.1.4. Sifat Fisika Serat Kapas
a. Warna
Warna kapas tidak betul-betul putih biasanya sedikit krem.
Adanya warna inidisebabkan oleh pigmen alam yang terkandung
di dalam serat kapas. Pigmenyang menimbulkan warna pada
kapas belum diketahui dengan pasti. Warna kapas akan semakin
tua setelah penyimpanan selama 2 sampai 5 tahun. Karena
pengaruh cuaca yang lama, debu, dan kotoran akan menyebabkan
warna keabu-abuan.
b. Kekuatan
Kekuatan serat perbundelnya adalah 70.000 sampai 96.700
pon per inci persegi. Kekuatan serat terutama dipengaruhi oleh
kadar selulosa dalam serat, panjang rantai dan orientasinya.
Dalam suasana basah, serat kapas akan memiliki kekuatan yang
lebih besar dibanding dalam keadaan kering. Hal ini disebabkan
karena pada keadaan basah bentukserat akan mengelembung
sehingga puntiran hilang. Dengan demikian gaya tarik yang
diderita akan tersebar sepanjang serat
c. Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat-
serat selulosa yang lainnya yaitu berkisar 4-13 % dengan rata –
rata 7% bergantung pada jenis serat kapasnya dan rata-rata mulur
sebesar 7%.
d. Kekakuan (stiffness)
Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau
perbandingan kekuatan saat putus dengan mulur saat putus.
e. Keliatan (toughness)
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu
benda untuk menerima kerja. Serat kapas memiliki keliatan yang
relatif tinggi jika dibandingkan dengan serat-serat selulosa yang
diregenerasi.
f. Mouisture regain
Serat kapas mempunyai affinitas yang besar terhadap air.
Serat kapas yang kering bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya
rendah. Moisture regain serat kapas bervariasi sesuai dengan
perubahan kelembaban relatif, pada kondisi standar kandungan air
serat kapas berkisar antara 7-8,5%.
g. Berat jenis
Berat jenis serat kapas adalah 1,5-1,56.

2.2. Penyempurnaan Anti Kusut


Penyempurnaan resin termasuk penyempurnaan secara kimia. Pada
penyempurnaan ini digunakan resin sintetik, yaitu senyawa organik yang
rumit dan mempunyai berat molekul yang tinggi. Resin tidak hanya dapat
digunakan untuk memperbaiki ketahanan kusut tetapi juga stabilitas dimensi
bahan, sehingga mengurangi mengkeret dalam pencucian. Resin dapat
digunakan untuk membuat kain menjadi kaku secara permanen dan dapat
pula memberikan sifat thermoplastik yang memungkinkan diperolehnya
efek penyempurnaan mekanik seperti luster candering, embossing dan
sebagainya.
Pada waktu penemuan proses penyempurnaan tahan kusut, resin sintetik
yang banyak dipakai adalah hasil kondensasi urea dan formaldehida.
Kemudian digunakan resin melamin formaldehid. Kedua resin tersebut
memiliki beberapa kelemahan sehingga tidak banyak lagi digunakan. Pada
proses penyempurnaan resin harus dibentuk didalam serat, karena resin pada
permukaan akan menyebabkan kekakuan bahan yang tinggi. Resin terbentuk
apabila sejumlah molekul-molekul sederhana dengan berat molekul rendah
bergabung membentuk molekul yang jauh lebih panjang, baik linier maupun
siklik.
Resin yang termasuk dalam termosetting adalah resin yang
bertendendensi untuk membentuk polimer tinggi pada pemanasan. Resin
termosetting kecil sekali sehingga dapat menerobos masuk kebagian amorf
dari selulosa yang selanjutnya dengan pemanas awetan akan berkembang
menjadi resin yang tidak larut di dalam amorf dari selulosa. Keadaan ini
menyebabkan kain selulosa kekakuannya sedikit walaupun dikerjakan
dengan resin termosetting berkosentrasi tinggi. Resin reaktan adalah resin
yang berkecenderungan untuk bereaksi dengan grup hidroksil dari selulosa
membentuk ikatan silang. Resin ini kecil sekali atau tidak berkecenderungan
membentuk gel apabila dipanaskan pada suhu tinggi. Antara resin reaktan
dan serat poliester tidak akan terjadi reaksi pelapisan (coating) oleh resin
termosetting.
Penyempurnaan anti kusut merupakan suatu proses pemberian resin anti
kusut yang bersifat permanen pada kain tertentu untuk keperluan tertentu .
Proses penyempurnaan anti kusut merupakan salah satu proses
penyempurnaan tekstil menggunakan resin yang juga memberikan sifat
tahan kusut, kestabilan dimensi, dan lain sebagainya. Pada umumnya resin
merupakan kondensasi aminoplast yang terjadi dasri reaktanreaktan
nukleofil, senyawa NH dan senyawa karbonil. Ditinjau dari segi
molekulnya,resin terdiri dari molekul-molekul komplek yang pada kondisi
tertentu akan bergabung satu sama lain membentuk molekul yang sama
berbentuk linier atau siklik. Dengan adanya kemampuan membentuk
molekul besar diantara rantai molekul, maka rantai molekul serat seakan-
akan diikat satu sama lain pada posisi tertentu sehingga kedudukannya tidak
mudah berubah lagi. Proses penyempurnaan resin secara umum meliputi
proses persiapan kain, persiapan larutan resin, rendam peras, pengeringan,
pemanas awetan, dan pencucian.
III. METODE PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
Alat :
1. Piala gelas
2. Gelas ukur
3. Batang pengaduk
4. Mesin rendam peras (padder)
5. Mesin stenter
6. Neraca analitik
7. Baki/wadah plastik
8. Dinamometer
9. Alat uji kekakuan kain
10.Alat uji CRA

Bahan :
1. Kain kapas
2. Resin tahan Kusut
3. Katalis
4. Sabun
5. Aquadest

3.2. Resep Percobaan


a. Resep Penyempurnaan Anti Kusut
- Resin tahan kusut : 40 - 80 g/l
- Katalis : 13 g/l
- WPU : 70%
- Dry : 1000C, 3 menit
- Curing : 1700C, 3 menit
b. Variasi
Konsentrasi resin tahan kusut yaitu 40, 60, 80 g/l.
3.3. Cara Kerja
1. Kain contoh uji disiapkan lalu ditimbang.
2. Kebutuhan zat dihitung sesuai resep.
3. Larutan kanji disiapkan sesuai hasil perhitungan resep.
4. Dilakukan proses rendam-peras kain contoh uji pada mesin padder dan
dilakukan secara 2-dip-2-nip.
5. Dilakukan proses drying pada mesin stenter dengan suhu 100°C selama
3 menit.
6. Dilakukan proses curing pada mesin stenter dengan suhu 170°C selama
3 menit.
7. Evaluasi kain dilakukan, yaitu uji CRA, uji tahan kusut, dan uji tahan
tarik.
3.4. Diagram Alir

Persiapan alat, pereaksi, dan bahan

Dibuat larutan padding tahan kusut sesuai resep

Dilakukan proses padding larutan tahan kusut sesuai resep

Dilakukan proses drying dengan suhu 100oC selama 3 menit

Dilakukan proses curing dengan suhu 170oC selama 3 menit

Evaluasi :
- Crease Recovery Angle (CRA)
Kekuatan tarik
Kekakuan
3.5. Fungsi Zat

DMDHEU : Sebagai pengikat silang (resin) yang memberikan efek anti


kusut.

Katalis : Untuk mempercepat reaksi.

Na2CO3 : Memberi suasana alkali.

Sabun : Membersihkan sisa-sisa resin yang menempel di permukaan


kain.

3.6. Skema Proses

Pengeringan dan
curing

Rendam-peras larutan pad


anti kusut
IV. DATA HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
 Data Evaluasi CRA Tiap Kain

Kain T/R
Konsentrasi Resin Anti Kusut
Blanko
40 g/l 60 g/l 80 g/l
75‫ﹾ‬ 116‫ﹾ‬ 117‫ﹾ‬ 118‫ﹾ‬

Kain Kapas
Konsentrasi Resin Anti Kusut
Blanko
40 g/l 60 g/l 80 g/l
105‫ﹾ‬ 89‫ﹾ‬ 92‫ﹾ‬ 94‫ﹾ‬

 Perhitungan % Kenaikan Ketahanan Kusut


90−65
Kain Kapas dengan Katalis dengan pencucian = ×100=38,46 %
65
96−65
Kain Kapas dengan Katalis tanpa pencucian = ×100=47,69 %
65
67−65
Kain Kapas tanpa katalis dengan pencucian = ×100=3,07 %
65
76−65
Kain Kapas tanpa katalis tanpa pencucian = ×100=16,92%
65

Grafik % Pertambahan Ketahanan Kusut


60
50
40
30
20
10 % Pertambahan
0 Ketahanan Kusut
i i i i
cuc cuc cuc cuc
pa an an pa
tan eng eng tan
lis lis
d
lis
d lis
ata ta ta a ta
k ka a k
ga
n
a n pak npa
n ng n ta
De De Ta
 Data Gramasi

Contoh Uji Berat 5 x 5 cm Gramasi


Cu Blanko 0,21 g 25× 25
× 0.21=5,25 g/m 2
5× 5
Cu dengan katalis 0.24 g 25× 25
× 0.24=6 g /m 2
5× 5
(+ cuci)
Cu dengan katalis 0.27 g 25× 25
× 0.27=6,75 g /m2
5× 5
(- cuci)
Cu tanpa katalis 0.27 g 25× 25
× 0.27=6,75 g /m2
5× 5
(+ cuci)
Cu tanpa katalis 0.28 g 25× 25
× 0.28=7 g /m 2
5× 5
(- cuci)

 Data Evaluasi Kekakuan

Depan Depan Belakang Belakang Rata-rata


Contoh Uji
Atas Bawah Atas Bawah
Cu Blanko 1,5 cms 1,25 cms 1,55 cms 1,25 cms 1,38 cms
Cu dengan 2,6 cms 2,4 cms 2,26 cms 1,54 cms 2,2 cms
katalis (+ cuci)
Cu dengan 2,5 cms 2,25 cms 2,25 cms 2,2 cms 2,3 cms
katalis (- cuci)
Cu tanpa katalis 2,5 cms 2,3 cms 2,2 cms 2,4 cms 2,35cms
(+ cuci)
Cu tanpa katalis 2,7 cms 2,5 cms 2,3 cms 2,5 cms 2,5cms
(- cuci)

Perhitungan kekakuan :
- Blanko = 0,1 x gramasi x (panjang lengkung)3
= 0,1 x 5,25 x (1,38)3
= 1,3797
- Cu dengan katalis + cuci = 0,1 x gramasi x (panjang lengkung)3
= 0,1 x 6 x (2,2)3
= 6,3888
- Cu dengan katalis tanpa cuci = 0,1 x gramasi x (panjang lengkung)3
= 0,1 x 6,75 x (2,3)3
= 8,2127
- Cu tanpa katalis + cuci = 0,1 x gramasi x (panjang lengkung)3
= 0,1 x 6,75 x (2,35)3
= 8,76
- Cu tanpa katalis tanpa cuci = 0,1 x gramasi x (panjang lengkung)3
= 0,1 x 7 x (2,5)3
= 10,9375

Nilai Kekakuan Kain


12
8
4
0
ko

ci

ci

ci
ci
cu

cu

cu

cu
an

s+

s+
pa

pa
Bl

an

ali
ali

an
at

at
st

st
+k

ak
ali

ali
at

np

at
CU

+k

ak
ta
CU
CU

np
ta
CU

 Data Evaluasi Kekuatan Tarik


Contoh Uji Kekuatan Tarik % Mulur
Cu Blanko 20,5 1,7
×100 %=22,6 %
7.5
Cu dengan katalis 13 2,5
×100 %=33,3 %
7.5
(+ cuci)
Cu dengan katalis 12 2.6
×100 %=34,6 %
7.5
(- cuci)
Cu tanpa katalis 12,5 2.6
×100 %=34,6 %
7.5
(+ cuci)
Cu tanpa katalis 15,5 1.9
×100 %=25,3 %
7.5
(- cuci)

Kekuatan Tarik
25
20
15
10
5
0 Kekuatan Tarik

ko ci uc
i
uc
i
uc
i
lan cu c c c
B da
n pa an pa
Cu la is tan eng tan
t lis lis
d lis
ka ata ta a ta
an k a k
eng ga
n
p ak n pa
d n n ta
Cu de ta Cu
Cu Cu
V. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan penyempurnaan tahan kusut menggunakan jenis


resin (self cross linking) dengan variasi katalis yakni pada kain kapas dimana
salah satu kain diberi katalis dan salah satunya lagi tidak, untuk mengetahui
ketahanan kusut, kekakuan dan kekuatan tarik yang paling baik. Hal ini dilakukan
agar diperoleh kondisi terbaik dalam penggunaan katalis dan jenis resin untuk
penyempurnaan tahan kusut dengan proses pencucian ataupun tanpa pencucian.
Resin self cross linking (SCL) merupakan jenis resin yang hanya melapisi
bagian permukaan serat saja sebab resin cenderung berpolimerisasi dengan
sesama resin saja tidak dengan serat. Resin SCL akan membuat ikatan 3 dimensi
dengan molekulnya sendiri dan mengisi ruang-ruang kosong pada serat yang
menyebabkan serat lebih kaku dan mencegah serat untuk kusut atau menggeser
ikatan hidrogen antar serat. Resin SCL dapat membentuk senyawa yang sangat
kompleks dengan molekulnya sendiri dan membentuk polimer yang panjang
sehingga dapat mengisi daerah amorf pada serat.
Proses polimerisasi dibantu dengan katalis garam asam. Hal ini dikarenakan
proses polimerisasi terjadi pada saat curing (pemanasawetan) yang terjadi dengan
syarat suhu tinggi dan suasana asam. Garam asam ini hanya dapat melepaskan
H+ pada suhu tinggi. Pemakaian garam asam ini juga dilakukan agar tidak terjadi
polimerisasi dini sehingga resin sulit masuk kedalam serat serta dapat
menimbulkan kerusakan serat apabila yang diproses penyempurnaan adalah serat
selulosa.
Proses penyempurnaan dilakukan dengan metode pad-dry-cure. Proses pad
merupakan proses yang singkat sehingga untuk menempelkan larutan pada kain
resin dipaksa masuk kedalam dengan menekannya melalui rol-rol mangel/padder.
Pada penekanan ini diatur wet pick up/jumlah larutan yang dibawa oleh kain
adalah 70%. Besarnya wet pick up ini tergantung dengan MR atau penyerapan
serat. Setelah itu kain dikeringkan (dry) untuk menguapkan air sebab
berpengaruh pada handling atau pegangan. Lalu proses cure agar terjadi
polimerisasi.
5.1 % Pertambahan Ketahanan Kusut Kain

Grafik % Pertambahan Ketahanan Kusut


60
50
40
30
20
10 % Pertambahan
0 Ketahanan Kusut
i i i i
cuc cuc cuc cuc
pa an an pa
tan eng eng tan
lis lis
d
lis
d lis
ata ta ta a ta
k ka a k
gan a n pak npa
n ng n ta
De De Ta

Kekusutan kain disebabkan karena adanya ikatan hidrogen yang terjadi pada
gugus amorf yang bereaksi. Untuk mengatasinya, maka digunakan resin untuk
menjembatani gugus-gugus amorf yang ada pada kain. Resin akan membentuk
jembatan metilen dan jembatan eter yang menghubungkan amorf sehingga
ketika diberikan tekanan maupun tekukan, kain akan kembali ke bentuk
semula. Resin yang digunakan pada praktikum ini merupakan resin self-cross
linking, yaitu resin yang didominasi oleh monnomer yang berikatan dengan
sesama monomer.
Penggunaan zat pembantu berupa katalis dalam proses penyempurnaan tahan
kusut kain juga diperlukan. Hal itu dikarenakan selain mempercepat reaksi
polimerisasi dan pembentukan ikatan silang pada proses curing. Katalis juga
akan membentuk asam saat bertemu dengan air. Asam yang terbentuk akibat
reaksi antara katalis dengan air akan membantu proses polimerisasi.
Pada percobaan yang telah dilakukan, dua kain diberi perlakuan yang berbeda.
Salah satu kain diberi katalis, sedangkan satu kain lainnya tidak diberi katalis.
Kemudian masing-masing kain dibagi dua, ada yang dilanjutkan dengan
pencucian, dan yang lainnya langsung dilakukan proses curing.
Setelah dilakukan evaluasi kenaikan ketahanan kusut kain dengan uji CRA,
maka diperoleh hasil optimum pada variasi kain yang diberi katalis tanpa
dicuci, dengan kenaikan nilai ketahanan kusut sebesar 47,69%. Sedangkan
hasil yang paling rendah ada pada variasi kain tanpa katalis dengan pencucian.
Hal ini disebabkan karena pada variasi kain dengan katalis, terjadi polimerisasi
secara lebih baik dibandingkan dengan variasi kain tanpa katalis.

5.2 Kekakuan Kain

Nilai Kekakuan Kain


12
8
4
0
ko ci ci ci ci
lan + cu a cu + cu cu
B p a
lis an ali
s np
ata s t at ta
+k ali pa
k
ta
lis
CU kat n ka
+ ta
CU CU n pa
ta
CU

Pada uji kekakuan, variasi tanpa katalis memiliki nilai kekakuan yang lebih
besar daripada variasi dengan katalis. Hasil optimum terdapat pada variasi
kain tanpa katalis tanpa pencucian. Hal tersebut disebabkan karena kain tidak
bereaksi dengan asam yang dihasilkan oleh katalis. Karena kain tidak
bereaksi dengan asam, maka kain tidak mengalami kerusakan dan kekuatan
tarik lebih baik dibandingkan dengan kain yang menggunakan katalis. Dan
pada penambahan katalis memiliki nilai paling jelek mungkin karena
disebabkan terjadi kerusakan serat akibat proses dilakukan pada suasana asam
dan curing dengan suhu yang tinggi.
5.3 Kekuatan Tarik Kain

Kekuatan Tarik
25
20
15
10
5
0 Kekuatan Tarik
ko ci ci ci ci
lan cu a cu cu a cu
B n n
da np ng
a np
Cu lis s ta d e s ta
a
ka
t ali ali
s ali
n k at a t k at
a n k a
ng ga pa np
de n n ta
Cu de ta Cu
Cu Cu

Hasil optimum terdapat pada variasi kain tanpa katalis tanpa pencucian. Hal
tersebut disebabkan karena kain tidak bereaksi dengan asam yang dihasilkan
oleh katalis. Karena kain tidak bereaksi dengan asam, maka kain tidak
mengalami kerusakan dan kekuatan tarik lebih baik dibandingkan dengan
kain yang menggunakan katalis. Hasil ini, sama dengan hasil uji evaluasi
kekakuan kain. Dengan bertambahnya kekakuan serat, maka elastisitas serat
jika dikenai beban akan menurun dan menyebabkan serat menjadi getas dan
mudah putus. Hal inilah yang menyebabkan dengan resin yang diberi katalis,
maka kekuatan tarik kainnya menurun.

Pada praktikum ini, variasi tanpa katalis dilakukan dengan suhu dan waktu
yang sama dengan variasi lainnya. Sedangkan, proses yang dilakukan tanpa
katalis seharusnya membutuhkan waktu yang lebih lama karena tidak adanya zat
yang mempercepat proses reaksi terjadi. Polimerisasi tetap terjadi tanpa
penambahan katalis, namun nilai pertambahan ketahanan kusutnya jauh berbeda
dengan nilai pertambahan ketahanan kusut kain dengan penambahan katalis.
Maka dari itu, dapat disimpulkan penambahan katalis diperlukan agar
mempercepat terjadinya reaksi polimerisasi.
Selain itu, pada praktikum ini juga dapat disimpulkan bahwa pencucian
menyebabkan turunnya nilai ketahanan kusut pada kain. Hal ini terjadi karena
pencucian akan menghilangkan zat-zat penyempurnaan yang terdapat pada
permukaan.

VI. KESIMPULAN
Penambahan katalis diperlukan untuk mempercepat reaksi polimerisasi pada
penyempurnaan tahan kusut pada kain kapas sehingga nilai ketahanan kusut pada
kain akan semakin besar. Namun, penambahan katalis akan membuat kekuatan
tarik kain semakin menurun.
Pencucian setelah proses penyempurnaan juga mempengaruhi sifat kain.
pencucian menyebabkan menurunnya nilai ketahanan kusut, nilai kekakuan, dan
nilai kekuatan tarik.
DAFTAR PUSTAKA

- S.Hedroyantopo,S.Teks MM, Teknologi Penyempurnaan, 1998)


- P. Soeprijono S.Teks, dkk, Serat-Serat Tekstil, ITT, Bandung,1974.

Anda mungkin juga menyukai