Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH WAWASAN KEMARITIMAN

PELAYARAN DAN AKTIVITAS KENELAYANAN

OLEH

KELOMPOK III

1. RAJOEND M. SIANTURI F1C1 18 025


2. RINTAN TRIUTAMI F1C118075
3. PUTRI ROSA WINDA F1C118061
4. RAHMI FAHIRA LAUNDA F1C118007
5. MELANI F1C118045
6. RAHMAT LIA KADRINA F1C118099
7. RACHMI SEPTIAN F1C1 16 107
8. WA ODE FARIANTI F1C1 16 117
9. RAHMAT LIA KADRINA F1C118099

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telahmemberikan rahmat, karunia, serta kekuatan,
sehingga Kami selaku penulis dapatmenyelesaikan penyusunan makalah “PELAYARAN DAN
AKTIVITAS KENELAYANAN” ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasan Kemaritiman
tepat waktu dan tanpa halangan apapun.
Makalah ini disusun bertujuan agar sekiranya dapat memahami dan mempelajari lebih jauh
tentang ekonomi maritim. Sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang
ekonomi maritime tersebut tersebut. Ucapan terima kasih yang amat besar saya samapaikan
kepada semua pihak yang telah membantu menyusun makalah ini sehingga apa yang kami tulis
pada kesempatan ini dapat menghampiri kesempurnaan.
Akhirnya kami sadar bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna, jadi apabila ada
penulisan kata yang tidak sesuai mohon dimaafkan.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................... 2
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................................... 14

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Potensi laut Indonesia yang begitu istimewa, seharusnya menjadi salah satu
indikator utama dalam mengupayakan kesejahteraan masyarakat. Sebagai Negara
kepulauan yang dikelilingi oleh lautan, sejak lama masyarakat Indonesia telah melakukan
pelayaran secara tradisional, dengan dibekali pengetahuan secara turun-temurun. Ilmu
pelayaran merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mengajarkan cara untuk melayarkan
sebuah kapal dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan selamat aman dan ekonomis.
Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia, yang memiliki 17.504 pulau yang
membentang dari barat sampai timur dengan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km
serta luas wilayah laut sekitar 5,9 juta km2.
Indonesia juga terletak pada posisi silang yang sangat strategis di antara benua
Asia dan Australia dimana di dalamnya terkandung kekayaan sumber daya alam, energi,
mineral, hayati dan hewani yang beraneka macam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang kita miliki saat ini, telah memberikan kemudahan dalam berbagai
pelayaran. Sistem navigasi yang semakin modern memudahkan kita untuk mengetahui
arah pelayaran dengan cermat.Berkembangnya Indonesia sebagai Negara maritim dan
makin bertambahnyaanimo masyarakat umum untuk menimba ilmu pelayaran membuka
peluang dan 2 prospek yang baik untuk pendidikan ilmu maritim masa datang. Dunia saat
ini kekurangan Perwira Pelayaran Niaga bahkan kekurangan pada tahun 2012 mencapai
83.900 orang oleh karenanya lapangan pekerjaan dan usaha pada industri pelayaran
terbuka luas bagi pemuda Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pelayaran?
2. Bagaimana hak-hak pelayaran?
3. Apa pengertian kenelayanan?
4. Bagaimana aktivitas nelayan?
5. Bagaimana hak-hak kenelayanan di berbagai zona maritim?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian pelayaran.
2. Untuk mengetahui hak-hak pelayaran.
3. Untuk mengetahui pengertiann kenelayanan.
4. Untuk mengetahui aktivitas kenelayanan.
5. Untuk mengetahui hak-hak kenelayanan di berbagai zona maritime.

1
BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Pelayaran
Pelayaran merupakan bagian dari sarana transportasi laut sebagaimana amanat
Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis bagi wawasan
nasional serta menjadi sarana vital yang menunjang tujuan persatuan dan kesatuan
nasional. Pelayaran atau angkutan laut merupakan bagian dari transportasi yang tidak
dapat dipisahkan dengan bagian dari sarana transportasi lainnya dengan kemampuan
untuk menghadapi perubahan ke depan, mempunyai karakteristik karena mampu
melakukan pengangkutan secara massal. Dapat menghubungkan dan menjangkau
wilayah satu dengan yang lainnya melalui perairan, sehingga mempunyai potensi kuat
untuk dikembangkan dan peranannya baik nasional maupun internasional sehingga
mampu mendorong dan menunjang pembangunan nasional demi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan mandat Pancasila serta Undang-Undang Dasar
1945.
Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan,
kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritime.
Pelayaran merupakan sarana yang penting untuk menjaga keselamatan berlayar bagi
berbagai macam kapal. Di bidangekonomi, pelayaran masih diperlakukan sebagai
industri penunjang. Tak ada perlakuan khusus, sebagaimana diterapkan oleh negara-
negara maju. Kemudian, bentuk-bentuk conference yang dicoba diterapkan di lingkungan
pelayaran masih ditafsirkan sekalangan ekonom Indonesia sebagai bentuk kartel atau
monopoli ekonomi. Pelayaran Sesuatu yang berkaitan dengan angkutan perairan meliputi
aspek kenavigasian, kepelabuhanan, dan perkapalan beserta aspek keamanan dan
keselamatannya.

1.2 Jenis-jenis Pelayaran


Menurut Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1969, jenis-jenis
pelayaran dibagi dalam 3 kelompok, antara lain:
1. Pelayaran dalam negeri
 Pelayaran nusantara, yaitu pelayaran antar pulau antar pelabuhan
Indonesia tanpa memandang jurusan.

2
 Pelayaran lokal atau pelayaran jurusan tetap, yaitu bertugas menunjang
kegiatan pelayaran nusantara dan pelayaran luar negeri, dengan menggunakan
kapal-kapal di bawah tonase175 BRT.

 Pelayaran rakyat, yaitu pelayaran nusantara dengan menggunakan


perahu layar tradisional.

 Pelayaran penundaan laut, yaitu pelayaran nusantara dengan menggunakan


tongkang-tongkang yang ditarik oleh kapal- kapal tunda (tugboat).

3
2. Pelayaran luar negeri
 Pelayaran samudra dekat, yaitu pelayaran ke pelabuhan-pelabuhan negara
tetangga yang tidak lebih dari 3000 mil laut dari pelabuhan terluar
Indonesia (tanpa memandang jurusan).

 .Pelayaran samudra, yaitu pelayaran dari dan ke luar negeri yang bukan
pelayaran samudra dekat.

3. Pelayaran khusus,yaitu merupakan pelayaran dalam dan luar negeri dengan


menggunakan kapal-kapal pengangkut khusus untuk pengangkutan hasil
industri,pertambangan dan hasil- hasil usaha lainnya yang bersifat khusus.
Misalnya: minyak bumi, batu bara.

4
1.3 Syarat Umum Dalam Pelayaran
Sebelum pelayaran kita harus memenuhi syarat umum dalam berlayar sebagai
berikut.
 :Pimpinan Kapal.
Awak kapal yang menjadi pimpinan umum di aas kapal untuk jenis dan
ukuran tertentu yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu
dengan berbeda dengan nakhoda kapal.
 Harus mempunyai nahkoda, yang berfungsi sebagai :
a. Nahkoda sebagai Pemimpin kapal
Tugasnya selaku pemimpin kapal, mengandung arti nahkoda
merupakan pemimpintertinggi dalam mengelola, melayarkan dan mengarahkan
kapal tersebut.
b. Nahkoda sebagai pemegang kewibawaan umum
kewibawaan terhadap semua pelayar, artinya : semua orang yang berada di
kapal, wajib menuruti perintah- perintah nahkoda guna kepentingan
keselamatan atau ketertiban umum.
c. Nahkoda sebagai jaksa atau abdi hukum.
Di tengah laut nahkoda wajib menyelidiki atau mengusut kejahatan yang terjadi di
dalam kapalnya.
d. Nahkoda sebagai pegawai catatan sipil.
Apabila selama dalam pelayaran ada seseorang anak lahir atau seseorang
meninggal di kapal, nahkoda harus membuatkan akta- akta pencatatan sipil yang
bersangkutan di dalam buku harian kapal.
e. Nahkoda sebagai notaris.
Dalam pasal 947, 950 dan 952 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
menyebutkan bahwa, bilamana nahkoda dapat bertindak sebagai notaris dalam
pembuatan surat wasiat seseorang di atas kapal. Surat warisan itu kemudian
ditandatangani oleh pewaris yang ada, nahkoda dan dua orang saksi. Pembuatan surat
wasiat tersebut didasarkan atas keadaan yang tidak dimungkinkan si pewaris
menemui pejabat yang berwenang.
 Awak kapal atau anak buah kapal.
Anak buah kapal adalah semua orang yang berada dan bekerja di
kapal kecuali nahkoda, baik sebagai perwira ,bawahan (kelasi) atau
supercargo yang tercantum dalam sijil anak buah kapal dan telah
menandatangani perjanjian kerja laut dengan perusahaan pelayaran.

4. Hak Pelayaran

Hak pelayaran ialah bagian dri hak maritime yang telah ditetapkan oleh Negara
sehingga hak pelayaran juga telah diatur dalam perundang-undangan. Pelayaran
internasional berada dalam wadah organisasi dunia, yang disebut International
Maritime Organization atau IMO yang bermarkas di London. IMO telah banyak
mengeluarkan berbagai aturan pelayaran internasional yang mengikat setiap Negara
termasuk Indonesia dan Indonesia juga telah meratifikasi beberapa perjanjian
internasional di buat IMO tersebut. Dalam pelayaran dikenal dengan beberapa hak

5
dalam pelayaran yaitu hak lintas damai,hak lintas transit dan hak lintas alur
kepulauan. Adapun hak-hak pelayaran yaitu sebagai berikut.

1. Berdasarkan Pasal 25A Undang-undang Dasar 1945 amandemen ke-IV.


Bisa melakukan transportasi pelayaran dalam melayani kebutuhan masyarakat karena
laut merupakan penghubung antar pulau sebab negara kita terdiri dari pulau-pulau
yang disatukan oleh laut.
2. Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional 2005 – 2025.
Dapat melakukan pengembangan industri kelautan secara sinergi, optimal, dan
berkelanjutan yang meliputi : perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata
bahari, energi dan sumberdaya mineral, bangunan laut, dan jasa kelautan.Untuk
mewujudkan Indonesia Menjadi Negara Kepulauan Yang Mandiri, Maju, Kuat Dan
Berbasiskan Kepentingan Nasional.
3. Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran.
Berhak mendapatkan pelayanan dari pemerintah ketika mendapat masalah ketika
berlayar baik di perairan indonesia maupun ketika berlayar di luar perairan
Indonesia.
4. Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran
Nasional.
Dapat melakukan peneapan asas cabotage untuk peningkatan Industri pelayaran
Indonesia.
 Hak Lintas Damai

Pengertian hak lintas adalah pelayaran melalui laut Teritorial tanpa memasuki
perairan pedalaman atau singgah disuatu tempat atau berlabuh atau jelasnya lintas adalah
pelayaran melalui laut Teritorial tanpa atau melalui perairan pedalaman, secara terus-
menerus (kontinue), secepat mungkin (Force mejaure).
Suatu lintas dianggap damai bila tidak membahayakan ketertiban dan keamanan
Negara pantai dan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan konvensi dan aturan
internasional lainnya. Adapun tindakan yang dianggap membahayakan kedamaian,
ketertiban dan keamanan kesemuanya berjumlah 12 hal yaitu :
1. Setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan
wilayah atau kemerdekaan politik Negara pantai.
2. Latihan perang-perangan
3. Tindakan pertahanan yang bermaksud mengumpulkan informasi yang merugikan
pertahanan dan keamanan Negara pantai
4. Perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau keamanan
Negara pantai
5. Peluncuran atau penerimaan pesawat udara diatas kapal
6. Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan kelengkapan Militer

6
7. Bongkar atau muat setiap komoditi atau uang atau orang
8. Perbuatan Pencemaran
9. Penangkapan Ikan
10. Kegiatan Penelitian
11. Perbuatan yang bertujuan mengganggu sistim komunikasi atau fasilitas atau instalasi
lainnya.
12. Setiap kegiatan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan lintas itu sendiri

 Hak Lintas Transit

Menurut artikel 38 pasal grup (2) UNCLOS 1982 lintas transit adalah pelaksanaan
kebebasan pelayaran dan penerbangan untuk tujuan transit yang terus-menerus langsung
dan secepat mungkin antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif (2 EE)
dengan bagian laut Zona Ekonomi Ekslusif wilayah pelayaran atau penerbangan
demikian dilakukan dalam suatu selat Internasional yang menghubungkan satu laut lepas
atau Zona Ekonomi Ekslusif lainnya.

 Hak Lintas Antar Kepulauan

Hak lintas alur kepulauan adalah hak pelayaran dan penerangan pada / lintas alur
secara terus menerus, langsung, secepat mungkin tanpa boleh dihalangi dari satu bagian
laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif dengan bagian laut lepas atau Zona Ekonomi
Ekslusif lainnya melalui alur kepulauan. Alur kepulauan itu ditetapkan dengan suatu
rangkaian garis sumbu dimana kapal boleh menyimpang 25 mil ke sisi kanan atau kiri
dengan garis sumbu tetapi tidak boleh berlayar dekat pantai kurang dari 10% dari jarak
antara titik yang terdekat di pantai dengan alur kepulauan itu. Untuk menentukan atau
mengganti alur kepulauan Negara pantai harus mendapat persetujuan dari Organisasi
Internasional yang berwenang untuk itu.
5. Pengertian Kenelayanan
Kenelayanan berasal dari kata nelayan. menurut undang-undang no 31 tahun 2004
nelayan ialah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Menurut
Ensiklopedia Indonesia (1990), Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan
kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai
mata pencaharian. Penggolongan sosial nelayan ditinjau dari 3 sudut pandang :
a. Segi penguasaan alat-alat produksi/peralatan tangkap
 Nelayan pemilik
 Nelayan buruh
b. Tingkat skala investasi modal usaha
 Nelayan besar
 Nelayan kecil

7
c. Tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan
 Nelayan modern
 Nelayan tradisional
6. Hak-hak Kenelayanan di berbagai Zona Maritim
Hak-hak di berbagai zona maritim Zona-Zona Maritim Menurut Konvensi
Hukum Laut 1982 .Konvensi HukumLaut 1982 berisi ketentuan-ketentuan yang
mengatur berbagai zona maritimdengan status hukum yang berbeda-beda. Secara garis
besarnya, Konvensi membagai laut ke dalam dua bagian zona maritim yaitu zona-zona
yang berada di bawah dan diluar yurisdiksi nasional. Zona-zona maritim yang berada di
bawah yuriksi nasional dibagi lagi kedalam zona-zona maritim yang berada dibawah
kedaulatan penuh suatu negara pantai, dan zona -zona maritim bagian-bagian dimana
negara pantai dapat melaksanakan wewenang-wewenang sera hak-hak khusus yang diatur
dalam Konvensi.
Zona-zona maritim yang berada dibawah kedaulatan penuh adalah perairan
pedalam (internal water), perairan kepulauan (archipelagic water) (bagi negara
kepulauan), dan laut teritorial (teritorial sea). Zona-zona maritim yang berada di bawah
wewenag dan hak khusus negara pantai adalah jalur tambahan (contigios zone), zona
ekonomi eksklusif (exclusive economic zone), dan landas kontinen (continental shelf).
Sedangkan, zona-zona maritim yang berda diluar yurisdiksi nasional adalah laut lepas
(high seas) dan kawasan dasar laut internasional (international seabed area).

1. Zona tambahan Konvensi 1982 disetujui bahwa setiap Negara mempunyai hak untuk
menentukan laut wilayahnya sampai batas paling jauh 12 mil laut di ukur dari
pangkal sesuai dengan konvensi ini : Yaitu Negara mempunyai kedaulatan penuh atas
kolam air dan isinya, udara diatasnya dasar laut dan tanah di bawahnya, namun untuk
kempentingan lalulintas pelayaran internasional, kapal – kapal negara asing
mempunyai hak lintas damai.
a. Zona Tambahan, adalah selebar 12 mil laut yang mengelilingi laut wilayah
selebar 12 mil laut, di mana Indonesia dapat melaksanakan pengawasan atas
masalah – masalah Bea Cukai, Fiskal, Imigrasi dan Kesehatan. Zona tambahan di
ukur 24 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut di ukur.
b. Zona ekonomi eksklusif
 Landas kontinen Menurut Undang-undang dagang No.1 tahun 1973 tentang
landas kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah dibawahnya di luar
wilayah RI sampai kedalaman 200 meter atau lebih dimana masih mungkin
diadakan Eksplorasi dan Eksplaitasi kekayaan alam berupa mineral dan
sumber alam lainnya di dasar laut atau di dalam lapisan tanah dibawahnya.
 Zona ekonomi eksklusif Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur diluar dan
berbatasan dengan laut wilayah Indonesia yang meliputi dasar laut tanah

8
dibawahnya dan air diatasnya dengan batas terluar 200 mil laut diluar dari
garis pangkal laut wilayah Indonesia.

Hak-hak kenelayanan yaitu tersebut yaitu Hak Penangkapan Ikan Tradisional (Tradisional
Fishing Right) berdasarkan hukum kebiasaan internasional,semua negara memiliki hak
tradisional (traditionalright to fish) untuk melakukan penangkapan ikan di laut lepas. Konsep hak
tradisional untuk melaksanakan penangkapan ikan di laut lepas didasarkan kepada kebebasan
menangkap ikan di laut lepas. hak ini dapat dilaksanakan dengan tetap memerhatikan kelestarian
sumber daya ikan pada laut lepas.
Hak Penangkapan Ikan Tradisional atau (Traditional Fishing Right) sebagai hak
penangkapan ikan tradisional dan ada pula yang menginterpretasikannya dengan hak tradisional
atas perikanan. hak penangkapan ikan tradisional di ZEE yaitu sebagai hak penangkapan ikan
yang didasarkan kepada hak sejarah, yang berlaku bagi nelayan-nelayan negara tetangga yang
berdekatan. Untuk memberikan pemahaman tentang hak penangkapan ikan tradisional maka
terdapat kualifikasi dari hak penangkapan ikan tradisional, yaitu:
a. The actual existence of sufficiently long fishing activities must be established
(Keberadaan sebenarnya ikan-cukup lamaKegiatan ing harus ditetapkan).
b. The area visited by the fishermen , that is ,the fishing ground visited should be relatively
constant (Daerah yang dikunjungi oleh para nelayan, yaitu, fishing ground dikunjungi harus
relatif konstan).
c. Fishermen themselves, in the sense that the right shall be granted only to the same fishermen
who have visited the area tradisionally (Nelayan sendiri, dalam arti bahwa hak tersebut hanya
diberikan kepada para nelayan yang sama yang telah mengunjungi daerah secara tradisional).
d. To equipment and vessel used as well as the amount of catch, in the sense that to qualify under
the maening of tradisional fishing right the vessel use should be relatively traditional
(Untuk peralatan dan kapal yang digunakan sertajumlah tangkapan, dalam arti bahwa untuk
memenuhisyarat dibawah maening memancing tradisional tepat penggunaankapal harus
relatif tradisional)

9
7. Aktivitas Kenelayanan
Sejak dari dahulu sampai sekarang, pekerjaan nelayan merupakan pekerjaan turun
temurun dan umumnya tidak banyak mengalami perubahan yang berarti. Dalam
masyarakat nelayan ditemukan adanya kelas pemilik dan kelas pekerja. Kelas pemilik
yang dapat dinyatakan sebagai juragan, kesejahteraannya relatif lebih baik karena
menguasai faktor produksi seperti kapal, mesin alat tangkap maupun faktor
pendukungnya seperti es, garam dan lainnya. Kelas pekerja atau penerima upah dari
pemilik merupakan mayoritas, dan kalaupun mereka berusaha memiliki sendiri alat
produksi, umumnya masih sangat konvensional, sehingga produktivitasnya kurang
berkembang, “...kelompok inilah yang terus berhadapan dan digeluti oleh kemiskinan”.
Menurut data, jumlah nelayan di Sumut sekitar 321.000 orang yang tersebar di 13
kabupaten dan kota, dan dari jumlah tersebut, nelayan tradisional mencapai 70 persen,
nelayan menengah 20 persen dan nelayan skala besar 10 persen. Berarti, nelayan yang
termarginalkan adalah sekitar 70 persen dari jumlah nelayan (sekitar 224 ribu lebih)
nelayan masih berada di bawah garis kemiskinan.
Waktu bekerja nelayan harus mengikuti siklus bulan yaitu dalam 30 hari satu bulan
namun sayangnya yang dapat dimanfaatkan untuk melaut hanya 20 hari, sisanya mereka
relatif menganggur. Nampaknya masyarakat nelayan sulit dilepaskan dari jebakan
kemiskinan, karena mereka sering dihadapkan pada musim paceklik, dan untuk
mengatasi masalah di musim paceklik ini, berbagai usaha dilakukan nelayan, contohnya
adalah mereka menjual perhiasan istri demi menyambung hidup keluargnya ataupun
meminjam pada rentenir (Solihin, 2004). Potret kehidupan nelayan kecil di pesisir
memang belum terlepas dari jerat rentenir, bahkan kian hari jerat itu dirasakan semakin
melilit. Utang ke rentenir telah membuat nelayan terjebak dalam kemiskinan terstruktur,
sehingga kehidupan nelayan tak kunjung sejahtera.
Lebih parah lagi, ”pulang melaut umumnya para nelayan hanya cukup membeli
beras sebanyak dua liter”, karena tersangkut pinjaman rentenir dengan bunga yang
ditetapkan mereka. Umumnya, nelayan bisa bertahan hanya dan hanya jika didorong
semangat hidup yang kuat dengan motto kerja keras agar kehidupan mereka menjadi
lebih baik. Nelayan tradisional berjuang keras melawan terpaan gelombang laut yang
dahsyat pada saat pasang naik untuk mendapatkan ikan. Dengan hanya mengandalkan
kemampuan mesin dompeng misalnya, nelayan dapat berada pada radius 500 M dari
pinggir pantai dan dengan cara seperti ini nelayan akan mendapatkan lebih banyak
dibandingkan dengan bila menangkap ikan di bibir (tepi pantai) pada radius 200 M, yang
ikannya sudah langka.
Pekerjaan menangkap ikan dikerjakan oleh lelaki karena merupakan pekerjaan yang
penuh resiko, sehingga keluarga yang lain tidak dapat membantu secara penuh. Kalaupun
nelayan pekerja memiliki alat produksi sendiri ternyata alat tangkap ikan yang dimiliki

10
tersebut belum dilengkapi dengan alat teknologi tangkap ikan, dan modal usaha, sehingga
penghasilannya tidak seperti bila mereka menggunakan alat teknologi tangkap ikan yang
baik. Bagi para nelayan memang tidak ada pilihan lain, karena pekerjaan yang
berhadapan dengan ancaman gelombang laut, ombak, cuaca, dan kemungkinan terjadi
karam saat akan melaut ke tengah lautan untuk menangkap ikan adalah pekerjaan turun
temurun tanpa pernah belajar sebagai nelayan yang modern.
Dengan demikian sangat diharapkan sekali walaupun harapan tersebut :...bagaikan
kerakap tumbuh di batu, bahwa mereka perlu modal usaha untuk perbaikan dan
peningkatan kesejahteraan hidup.(Pangeman, Adrian P dkk. 2002). Kenyataannya, pada
usia meningkat remaja anak nelayan mulai diajak berlayar dan ikut melaut, sehingga
merka jarang yang sekolah. Kini harus dipahami bahwa kehidupan nelayan memerlukan
perhatian yang multi dimensi. Tantangan yang terbesar adalah bagaimana membangun
kehidupan nelayan menjadi meningkat kesejahterannya. Besar kemungkinannya hal ini
dapat dicapai melalui pendidikan yang akan mengangkat harkat dan martabat kehidupan
masyarakat nelayan maupun masyarakat lainnya yang terkait dengan sumber daya
kelautan dan pesisir.
Pekerjaan menangkap ikan dikerjakan oleh lelaki karena merupakan pekerjaan yang
penuh resiko, sehingga keluarga yang lain tidak dapat membantu secara penuh. Kalaupun
nelayan pekerja memiliki alat produksi sendiri ternyata alat tangkap ikan yang dimiliki
tersebut belum dilengkapi dengan alat teknologi tangkap ikan, dan modal usaha, sehingga
penghasilannya tidak seperti bila mereka menggunakan alat teknologi tangkap ikan yang
baik. Bagi para nelayan memang tidak ada pilihan lain, karena pekerjaan yang
berhadapan dengan ancaman gelombang laut, ombak, cuaca, dan kemungkinan terjadi
karam saat akan melaut ke tengah lautan untuk menangkap ikan adalah pekerjaan turun
temurun tanpa pernah belajar sebagai nelayan yang modern. Dengan demikian sangat
diharapkan sekali walaupun harapan tersebut :...bagaikan kerakap tumbuh di batu, bahwa
mereka perlu modal usaha untuk perbaikan dan peningkatan kesejahteraan hidup).
Kenyataannya, pada usia meningkat remaja anak nelayan mulai diajak berlayar dan
ikut melaut, sehingga merka jarang yang sekolah. Kini harus dipahami bahwa kehidupan
nelayan memerlukan perhatian yang multi dimensi. Tantangan yang terbesar adalah
bagaimana membangun kehidupan nelayan menjadi meningkat kesejahterannya. Besar
kemungkinannya hal ini dapat dicapai melalui pendidikan yang akan mengangkat harkat
dan martabat kehidupan masyarakat nelayan maupun masyarakat lainnya yang terkait
dengan sumber daya kelautan dan pesisir.
Pemberdayaan anak nelayan ternyata tidak bisa diseragamkan, tetapi harus disesuaikan
dengan kondisi aktual masyarakat setempat. Misalnya saja pendidikan manajemen
keuangan yang diharapkan memungkinkan mereka terbebas dari jeratan tengkulak, harus
diberikan dengan memperhatikan budaya dan kondisi psikologis mereka. Jika ini tidak
diperhatikan, dipastikan program pemberdayaan pendidikan akan gagal karena
pemberdayaan pendidikan anak nelayan tidak terlepas dari pemberdayaan masyarakat

11
pesisir. Persoalan yang dihadapi adalah, sebagian masyarakat pesisir masihberanggapan
bahwa pendidikan itu tidak penting. Yang perlu dilakukan adalah membalik paradigma
nelayan selama ini, dengan menyatakan bahwa pendidikan itu penting.
Kondisi Nelayan di Indonesia

Bank Dunia memperhitungkan bahwa 108,78 juta orang atau 49 persen dari total
penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Kalangan tersebut
hidup hanya kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp. 19.000,– per hari. Badan Pusat
Statistik (BPS), dengan perhitungan yang agak berbeda dari Bank dunia, mengumumkan
angka kemiskinan di Indonesia ‘hanya’ sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Angka
tersebut diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan ditetapkan sebesar 1,55 dollar
AS. Namun, terlepas dari perbedaan angka-angka tersebut, yang terpenting bagi kita
adalah bukan memperdabatkan masalah banyaknya jumlah orang miskin di Indonesia,
tapi bagaimana menemukan solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut.
Dengan potensi yang demikian besar, kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan
identik dengan kemiskinan. Sebagian besar (63,47 persen) penduduk miskin di Indonesia
berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data statistik menunjukan bahwa upah riil harian
yang diterima seorang buruh tani (termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,-
per hari. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang buruh
bangunan biasa (tukang bukan mandor) Rp. 48.301,- per hari. Hal ini perlu menjadi
perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah
pesisir.
Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh tingginya angka
kemiskinan di wilayah tersebut. Kemiskinan sering pula memicu sebuah lingkaran setan
karena penduduk yang miskin sering menjadi sebab rusaknya lingkungan pesisir, namun
penduduk miskin pulalah yang akan menanggung dampak dari kerusakan lingkungan.
Dengan kondisi tersebut, tidak mengherankan jika praktik perikanan yang merusak masih
sering terjadi di wilayah pesisir. Pendapatan mereka dari kegiatan pengeboman dan
penangkapan ikan karang dengan cyanide masih jauh lebih besar dari pendapatan mereka
sebagai nelayan. Dengan besarnya perbedaan pendapatan tersebut di atas, sulit untuk
mengatasi masalah kerusakan ekosistem pesisir tanpa memecahkan masalah kemiskinan
yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri.
Penanggulangan Permasalahan Nelayan

Keterpaduan penanganan kemiskinan nelayan sangat dibutuhkan sekali, tujuannya


adalah untuk menghilangkan egosektor dari masing-masing pemangku kepentingan.
Keterpaduan tersebut adalah sebagai berikut : pertama, keterpaduan sektor dalam
tanggung jawab dan kebijakan. Keputusan penanganan kemiskinan nelayan harus diambil
melalui proses koordinasi diinternal pemerintah, yang perlu digaris bawahi adalah
kemiskinan nelayan tidak akan mampu ditangani oleh secara kelembagaan oleh sektor

12
kelautan dan perikanan, mulai dari pusat sampai kedaerah. Kedua, keterpaduan keahlian
dan pengetahuan, untuk merumuskan berbagai kebijakan, strategi, dan program harus
didukung berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keahlian, tujuannya adalah agar
perencanaan yang disusun betul-betul sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat
nelayan. Ketiga, keterpaduan masalah dan pemecahan masalah sangat diperlukan untuk
mengetahui akar permasalahan yang sesungguhnya, sehingga kebijakan yang dibuat
bersifat komprehensif, dan tidak parsial. Keempat, keterpaduan lokasi, memudahkan
dalam melakukan pendampingan, penyuluhan dan pelayanan (lintas sektor), sehingga
program tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efesien.
Kegagalan penanganan kemiskinan nelayan ini selama ini, disamping kurangnya
keterpaduan, juga terdapatnya berbagai kelemahan dalam perencanaan. Untuk itu dalam
proses perencanaan harus unsur-unsur sebagai berikut :
Perumusan sasaran yang jelas, berupa ; hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan yang
dibuat, kelembagaan yang bertanggung jawab, serta objek dari kegiatan.
Pengidentifikasian situasi yang ada, yaitu dengan mempertimbangkan faktor internal
(kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman), tujuannya untuk
mengetahui kondisi sesungguhnya tentang objek yang akan ditangani. Selanjutnya akan
memudahkan dalam menyusun berbagai strategi yang mendukung penanganan
kemiskinan nelayan.
Penentuan tujuan harus bersifat spesifik (objek, kegiatan, dibatasi waktu dan
terukur), sehingga pengentasan kemiskinan nelayan jelas siapa sasarannya dan jenis
kegiatan yang akan dilakukan, dan selanjutnya berapa lama waktu yang dibutuhkan
dalam pencapaian tujuan dapat ditentukan dengan jelas.
Menganalisa keadaan, pelaksanaan kegiatan harus disesuaikaan antara ketentuan yang
telah ditetapkan dengan realiatas yang ada dilapangan, dan apabila terjadi permasalahan
diluar dugaan, maka perlu segera dibuatkan stretegi dan tindakan baru untuk menutup
jurang perbedaan.
Pendampingan, monitoring dan evaluasi, pendampingan harus dilakukan awal kegiatan
dilaksanakan, sampai paca kegiatan, sehingga akan menjadi bahan evaluasi, apakah
kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

13
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pelayaran Sesuatu yang berkaitan dengan angkutan perairan meliputi aspek


kenavigasian, kepelabuhanan, dan perkapalan beserta aspek keamanan dan
keselamatannya. jenis-jenis pelayaran dibagi dalam 3 kelompok yaitu : Pelayaran dalam
negeri (Pelayaran nusantara, Pelayaran lokal atau pelayaran jurusan tetap, Pelayaran
rakyat, Pelayaran penundaan laut), Pelayaran luar negeri (Pelayaran samudra
dekat, Pelayaran samudra), dan Pelayaran khusus.
Syarat umum dalam berlayar yaitu : Pimpinan Kapal, harus mempunyai
nahkoda (Nahkoda sebagai Pemimpin kapal, nahkoda sebagai pemegang kewibawaan
umum, nahkoda sebagai jaksa atau abdi hukum, nahkoda sebagai pegawai catatan sipil,
nahkoda sebagai notaris), awak kapal atau anak buah kapal. Hak Pelayaran meliputi
Berdasarkan Pasal 25A Undang-undang Dasar 1945 amandemen ke-IV, undang-undang
Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 –
2025, Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, dan Instruksi Presiden
Nomor 5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran nasional.
Kenelayanan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang disebut
nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Jenis-
Jenis aktivitas nelayan seperti menangkap ikan di laut, menanam rumput laut, menanam
mutiara, menangkap ikan hias, mendirikan keramba, menangkap Lobster, dan masih
banyak lagi.
Hak tersebut yaitu Hak Penangkapan Ikan Tradisional (Tradisional Fishing
Right) berdasarkan hukum kebiasaan internasional,semua negara memiliki hak
tradisional (traditionalright to fish) untuk melakukan penangkapan ikan di laut lepas.
Konsep hak tradisional untuk melaksanakan penangkapan ikan di laut lepas didasarkan
kepada kebebasan menangkap ikan di laut lepas.

14

Anda mungkin juga menyukai