Emfisema Paru
Emfisema Paru
REFARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN 21 FEBRUARI
2017
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
EMFISEMA PARU
OLEH :
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Maulana Saggaf Mustafa, Sp.Rad
I. PENDAHULUAN
PPOK adalah suatu penyakit paru kronik yang ditandai oleh adanya
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible.
Penyakit tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons
inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya atau gas beracun.1
Anatomi Pulmo 4
MORFOLOGI :
APEX PULMONIS
Berbentuk bundar,
menonjol ke cranial, ditutupi
oleh cupula pleurae. Bagian
ini berbatasan dengan arteria
subclavia sinistra dan arteria
subclavia dextra yang
menyebabkan terbentuknya
sulcus subclavius pada
permukaan pulmo, mengarah
ke lateral tepat di sebelah
caudal dari apex pulmonis.
BASIS PULMONIS
Bagian ini disebut juga facies diaphragmatica, bentuknya besar, konkaf,
terletak pada diaphragma thoracis memisahkan pulmo dexter daripada lobus
hepatis dexter, dan memisahkan pulmo sinister daripada lobus hepatis sinister,
gaster dan lien.Oleh karena diaphragma di sebelah kanan letaknya lebih tinggi
maka pulmo dexter bentuknya lebih kecil dan facies diaphragmatic lebih
cekung.
Basis pulmonis tampak jelas bergerak mengikuti gerakan inspirasi dan expirasi.
FACIES COSTALIS
Permukaan ini licin, konveks, mengikuti bentuk cavitas thoracis,
ditutupi oleh pleura costalis dan berbatasan dengan costa.
FACIES MEDIASTINALIS
Dibagi menjadi pars mediastinalis dan pars vertebralis. Pars
mediastinalis ditutupi oleh pleura mediastinalis, berbatasan dengan pericardium
dan membentuk impressio cardiaca (lebih cekung pada pulmo sinister).Di
sebelah dorsocranial impressio tersebut terdapat hilus pulmonis, yaitu tempat
keluar masuknya struktur-struktur ke dan dari pulmo.
Pada pulmo dexter di sebelah cranial dari hilus pulmonis terbentuk
sulcus venae azygos, di sebelah cranio-ventral hilus pulmonis terbentuk suatu
cekungan yang agak lebar, disebut sulcus venae cavae superioris, di sebelah
dorsal dari hilus pulmonis dan ligamentum pulmonale terdapat sulcus
oesophagei, yang terletak vertical.
Pada pulmo sinister di sebelah cranial hilus pulmonis terbentuk sulcus arcus
aortae yang ke arah cranial berhubungan dengan sulcus subclavius dan di
sebelah ventral sulcus ini dekat pada margo anterior terdapat cekungan untuk
vena anonyma sinistra. Di sebelah dorsal hilus pulmonis dan ligamentum
pulmonale terdapat sulcus aortae thoracalis yang arahnya vertical dan di
sebelah caudal sulcus ini, berdekatan dengan margo inferior terdapat cekungan
untuk ujung caudal oesophagus.
MARGO INFERIOR
Runcing dan memisahkan facies costalis daripada facies
diaphragmatica. Berhadapan dengan sinus phrenicocostalis (= sinus
costodiaphragmaticus). Ke arah medialis margo inferior menjadi tumpul dan
membulat serta memisahkan facies diaphragmatica daripada facies
mediastinalis.
MARGO ANTERIOR
Tipis dan meruncing, menutupi facies anterior pericardium margo
anterior dari pulmo dexter terletak hampirtegak lurus (vertikal) dan berhadapan
dengan sinus costomediastinalis, sedangkan yang sebelah kiri membentuk
incisura cardiaca sehingga pericadium letaknya merapat pada sternum.
PULMO DEXTER
Terdiri atas tiga buah lobus, yaitu (1) lobus superior, (2) lobus medius
dan (3) lobus inferior, yang dibagi oleh dua buah incisurae interlobares.
Fissura horizontalis memisahkan lobus superior daripada lobus medius,
terletak horizontal, ujung dorsal bertemu dengan fissura oblique, ujung ventral
terletak setinggi pars cartilaginis costa IV, dan pada facies mediastinalis fissura
tersebut melampaui bagian dorsal hilus polmanis.
Lobus medius adalah yang terkecil daripada lobus lainnya, dan berada
di bagian ventro caudal.
Morfologi pulmo dexter lebih kecil daripada sinister, tetapi lebih berat
dan total capicitynya pun lebih besar.
PULMO SINISTER
Terdiri atas dua buah lobus, yaitu (1) lobus superior dan (2) lobus inferior,
yang dipisahkan oleh fissura obliqua (= incisura interlobis); fissura tersebut
meluas dari facies costalis sampai pada facies mediastinalis, baik di sebelah
cranial maupun di sebelah caudal hilus polmanis. Fissura obliqua dapat diikuti
mulai dari hilus, berjalan ke dorso-cranial, menyilang margo posterior kira-kira
5 cm dari apex pulmonis, lalu berjalan ke arah caudo-ventral pada facies
costalis menyilang margo inferior, dan kembali menuju ke hilus pulmonis.
Dengan demikian maka pada lobus superior apex pulmonis, margo anterior,
sebagian dari facies costalis dan sebagian besar dari facies mediastinalis.
Lobus inferior lebih besar daripada lobus superior, dan meliputi sebagian
besar dari facies costalis, hampir seluruh facies diaphragmatica dan sebagian
dari facies mediastinalis (bagian dorsalnya).
RADIX PULMONIS
Dibentuk oleh branchus, arteria pulmonalis, vena pulmonalis, arteria dan
vena bronchialis, plexus nervosus pukmonalis, pembuluh-pembuluh lymphe
dan lymphonodus bronchialis.seluruh struktur tersebut tadi dilingkari oleh
reflexi pleurae. Struktur-struktur tersebut masuk keluar melalui hilus pulmonis,
yang berada dekat pusat (pertengahan facies mediasstinalis) dan berada di
sebelah dorsal impressio cardiaca agak ke dorsal.
Radix pulmonis dexter terletak di sebelah dorsal vena cava superior dan
atrium dextrum, dan vena zygos melengkung di cranialisnya.
Radix pulmonis dexter terletak di sebelah ventral aorta descendens, di
sebelah inferior dari arcus aortae.
Nervus phrenicus, vasa pericardiacopherenica dan plexus nervosus
pulmonalis berada di sebelah ventral radix pulmonis sinister et dexter,
sedangkan N.vagus dan plexus nervosus pulmonalis posterior terletak di
sebelah dorsal radix pulmanis sinister et dexter.
Di sebuah caudal dari radix pulmonis reflexi pleurae makin mendekat dan
membentuk ligamentum pulmonale.
Pada radix pulmonis dexter bronchus lobus superior berada di sebelah
cranial, ramus dexter arteria pulmonalis berada di sebelah caudo-ventralnya,
bronchus lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudo-dorsal, dan
yang terletak paling inferior adalah vena pulmonalis dextra (ramus dexter
arteria pulmonalis terletak diapit oleh bronchus dan vena pulmonalis).
Pada radix pulmonis sinister bronchus sinister, a.pulmonalis berada di
sebelah cranial, vena pulmonalis sinistra berada di sebelah caudal dan
diantaranya terdapat bronchus.
Lobus superior sinister dbagi menjadi dua bagian, yaitu (1) bagian superior dan
(2) bagian inferior.
Bagian superior dibentuk oleh :
segmen apicoposterior ;
segmen anterior.
Bagian inferior dibentuk oleh :
segmen lingualis superior ;
segmen lingualis inferior.
Lobus inferior sinister terbagi menjadi :
segmen apical ;
segmen antero-mediobasalis ;
segmen laterobasalis ;
segmen posterobasalis.
III. DEFENISI
VI. DIAGNOSIS
A. Gambaran Klinis7
a) Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b) Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
1) Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis i leher dan edema tungkai
2) Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
3) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong
ke bawah
4) Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan pursed - lips
breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki
basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
Uji faal paru dengan menggunakan spirometri berguna untuk
menegakkan diagnosis, melihat perkembangan penyakit, dan
menentukan prognosa. Pemeriksaan ini penting untuk
memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi saluran nafas
dalam berbagai tingkat. Spirometri harus digunakan untuk mengukur
volume maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi
maksimal, atau disebut Forced vital capacity (FVC). Spirometri juga
harus digunakan untuk mengukur volume udara yang dikeluarkan
pada satu detik pertama pada saat melakukan manuver di atas, atau
disebut dengan Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1).
Rasio dari kedua pengukuran ini juga harus dilakukan (FEV1/FVC).
Penderita PPOK secara khas akan menunjukkan penurunan dari
FEV1 dan FVC. Adanya nilai FEV1/FVC < 70% disertai dengan
hasil tes bronkodilator yang menghasilkan nilai FEV1 < 80% dari
nilai prediksi mengkonfirmasi terjadinya pembatasan aliran udara
yang tidak sepenuhnya reversibel. FEV1 merupakan parameter yang
paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau
perjalanan penyakit. FEV1 juga amat dipengaruhi oleh umur, jenis
kelamin, etnis, dan tinggi penderita, sehingga paling baik dinyatakan
berdasarkan sebagai persentase dari nilai prediksi normal. 2
3. Gambaran Radiologi
1) Foto Polos
Bullae 10
2) CT Scan
Gambar: Emfisema paru pada CT Scan, A: Emfisema bulla, B: Paru-
paru Normal
CT Scan saat ini menjadi modalitas pilihan untuk mendeteksi
adanya emfisema; HRCT. Perlu dicatat , bagaimanapun, bahwa
adanya hubungan yang relatif rendah antara hasil patologi anatomi
emfisema, kelainan tes fungsi paru dan hasil CT Scan, dengan 20 %
dari kasus patologi terbukti tidak ditemukan pada hasil CT Scan dan
40 % dari pasien dengan kelainan CT Scan memiliki tes fungsi paru
yang normal.11
3) MRI
VIII. PENGOBATAN7
A. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat – obatan
Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release
) atau obat berefek panjang ( longacting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator jugamengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali
perhari ).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaandapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet
yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi
akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karenakeduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang,terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ),
bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsimenekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai
terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid
positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator
meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin
makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
sefalosporin
kuinolon
makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit :
dapat dipilih
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang
rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikaneksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
Penatalaksanaan di rumah
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang
stabil. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh
pasien sendiri maupun oleh keluarganya.
Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang
harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanik.
Tujuan penatalaksanaan di rumah :
a. Menjaga PPOK tetap stabil
b. Melaksanakan pengobatan pemeliharaan
c. Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini
d. Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan
e. Menjaga penggunaan ventilasi mekanik
f. Meningkatkan kualiti hidup
6. Elizabeth G. Nabel, M.D 2007 NHLBI Morbidity and Mortality Chart Book"
(PDF). Retrieved 2008-06-06.
8. Maitra A, Kumar V. Paru dan saluran napas atas. Dalam: Kumar V, Cotran RS,
Robbins SL. Editor. Buku ajar patologi robbins. Jakrta: ECG. Edisi 7; 2007.
Hal. 519-20.