Anda di halaman 1dari 30

BAB II

SISTEM KERJA, ORGANISASI PERUSAHAAN, DAN TUGAS KHUSUS

2.1. Latar Belakang Berdirinya PT Pupuk Sriwidjaja


Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam dan
tenaga kerja serta sebagian besar penduduknya hidup dengan bercocok tanam,
sehingga sektor pertanian merupakan prioritas utama yang mendapat perhatian dari
pemerintah. Untuk meningkatkan hasil pertanian, maka pupuk memegang peranan
yang sangat penting. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk yang dari tahun ke tahun
semakin meningkat, sedangkan pupuk organik ataupun pupuk kompos tidak
mencukupi kebutuhan petani, maka pemerintah mendirikan pabrik pupuk urea
dalam negeri dengan pertimbangan ketersediaan gas alam yang merupakan salah
satu bahan baku pada pembuatan urea.
Rencana pendirian pabrik pupuk urea tercantum dalam Repelita I 1956-
1960 dan pelaksanaannya diserahkan kepada Biro Perancang Negara pada tahun
1957. Pendirian pabrik pupuk urea kemudian dilimpahkan ke Departemen
Perindustrian dan Pertambangan dengan proyek pupuk urea. Pada era 1960-an
dimana tingkat inflasi yang tinggi terutama disebabkan oleh rendahnya suplai
bahan pangan di dalam negeri dan terbatasnya sumber dana untuk mengimpor
barang kebutuhan masyarakat. Oleh karena hal tersebut, pemerintah menyadari
betapa pentingnya kehadiran industri pupuk dalam menunjang pertumbuhan
perekonomian Indonesia yang selanjutnya dikonkritkan dengan lahirnya pabrik
pupuk pertama di Indonesia, yaitu Pupuk Sriwidjaja.

2.2. Sejarah dan Perkembangan PT Pupuk Sriwidjaja


PT Pupuk Sriwidjaja merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
bergerak di bidang produksi dan pemasaran pupuk. PT Pupuk Sriwidjaja didirikan
dengan berdasarkan akta Notaris Eliza Pondang nomor 177 pada tanggal 24
Desember tahun 1959 dan diumumkan di dalam Lembaran Berita Negara Republik
Indonesia nomor 46 tanggal 7 Juni tahun 1960. Pada saat itu yang menjabat
sebagai Presiden Direktur PT Pupuk Sriwidjaja adalah Ir. Ibrahim Zahier dan Ir.
Salmon Mustafa sebagai Direktur Utama.

5
6

PT Pupuk Sriwidjaja memiliki kantor pusat dan pusat produksi yang


berkedudukan di Palembang, Sumatera Selatan. Nama Sriwidjaja diambil dari
nama sebuah kerajaan Sriwidjaja yang dahulu sangat terkenal dengan armada
lautnya yang berada di Palembang, Sumatera Selatan. Pemilihan provinsi
Sumatera Selatan khususnya di kota Palembang sebagai lokasi produksi pupuk
didasarkan pada ketersediaan bahan baku yang berupa gas alam yang cukup
banyak dan letak kota Palembang di tepian Sungai Musi yang debit airnya tinggi.
PT Pupuk Sriwidjaja telah mengalami dua kali perubahan bentuk badan
usaha. Perubahan pertama berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 20 tahun
1964 yang mengubah status perusahaan dari Perseroan Terbatas (PT) menjadi
Perusahaan Negara (PN). Perubahan kedua terjadi berdasarkan PP nomor 20 tahun
1969 dan dengan akta Notaris Soeleman Ardjasasmita pada Januari 1970 yang
mengembalikan status perusahan menjadi Perseroan Terbatas (PT).
Aspek permodalan PT Pupuk Sriwidjaja juga mengalami perubahan seiring
perkembangan industri pupuk di Indonesia. Pada tahun 1997 PT Pupuk Sriwidjaja
ditunjuk sebagai induk perusahaan dan pemegang saham dari beberapa BUMN
yang bergerak di bidang industri pupuk dan petrokimia, yaitu PT Petrokimia
Gresik, PT Pupuk Kujang Cikampek, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Iskandar Muda,
serta satu BUMN yang bergerak di bidang Engineering, Procurement &
Construction (EPC), yaitu PT Rekayasa Industri. Pada tahun 1998 anak
perusahaan PT Pupuk Sriwidjaja bertambah satu BUMN lagi, yaitu PT Mega Eltra
yang bergerak di bidang perdagangan.
Pabrik pertama yang didirikan PT Pupuk Sriwidjaja adalah PUSRI I yang
diresmikan pada tanggal 4 November 1969 dengan kapasitas sebesar 180 ton
amonia/hari dan 300 ton urea/hari. Produksi perdana PUSRI I pada tanggal 16
Oktober 1963. Pada tahun 1965 direncanakan perluasan pabrik PT Pupuk
Sriwidjaja melalui penandatanganan perjanjian kerjasama antara Departemen
Perindustrian dan Perusahaan Toyo Engineering Corp dari Jepang, namun rencana
tersebut menemui kegagalan akibat terjadinya pemberontakan G30S/PKI. Pada
tahun 1968 dilakukan perencanaan pembangunan dengan diadakannya studi
kelayakan bersama John Van Der Volk & Associate dari Amerika Serikat.
7

Pada tahun 1972 didirikan pabrik PUSRI II dengan kapasitas terpasang 660
ton amonia/hari dan 1150 ton urea/hari. Pembangunan PUSRI II dikerjakan oleh
kontraktor M.W Kellog Overseas Corp dari Jepang dan selesai pada tahun 1974.
Pada tahun 1992 dilakukan optimalisasi terhadap kapasitas produk dari pabrik
PUSRI II menjadi 570.000 ton urea/tahun. Seiring dengan kebutuhan pupuk di
Indonesia yang meningkat dengan pesat, sehingga pada waktu yang relatif
bersamaan juga didirikan pabrik PUSRI III dan PUSRI IV.
Pabrik PUSRI III didirikan pada tanggal 21 Mei 1975 dengan kapasitas
terpasang sebesar 1000 ton amonia/hari dengan proses yang digunakan adalah
Kellog dan kapasitas produksi urea 1725 ton/hari atau sebesar 570.000 ton/tahun
dengan proses Mitsui Toatsu Total Recycle (MTTR) C-Improved. Pembangunan
pabrik PUSRI III dikerjakan oleh Kellog Overseas Corporation dan Toyo
Engineering Cororation. Lima bulan setelah pembangunan pabrik PUSRI III,
pabrik PUSRI IV mulai didirikan dengan kapasitas produk terpasang dan proses
pembuatan produk yang sama dengan pabrik PUSRI III.
Pada tahun 1985 pabrik PUSRI I dihentikan operasinya. Pemberhentian
pabrik PUSRI I dikarenakan atau dinilai sudah tidak efisien lagi. Sebagai
penggantinya, pada tahun 1990 didirikan pabrik PUSRI IB dengan kapasitas
terpasang 446.000 ton amonia/tahun dengan menggunakan proses Kellog dan
570.000 ton urea/tahun dengan menggunakan proses Advanced Process for Cost
and Energy Saving (ACES) dari TEC. Konstruksi atau pembangunan pabrik
PUSRI IB dikerjakan oleh PT Rekayasa Industri (Indonesia).
Adanya tuntutan efisiensi produksi dan juga penghematan bahan baku (raw
materials), pada tahun 1992 PT Pupuk Sriwidjaja Palembang melakukan proyek
yang bertujuan untuk mengoptimalisasi proses yang diberi nama Ammonia
Optimazation Project (AOP) dan melakukan kerjasama dengan Imperial Chemical
Industry (ICI). Melalui proyek ini kapasitas produksi pabrik dapat dilakukan
peningkatan dengan penghematan pemakaian gas alam sebesar 10%. Proses
optimalisasi dan modifikasi proses tersebut dapat membuat PT Pupuk Sriwidjaja
Palembang mampu meningkatkan produksi pabrik hingga 1.324.000 ton
amonia/tahun dan 2.090.000 ton urea/tahun.
8

Tabel 2.1. Data Pabrik PT Pupuk Sriwidjaja Palembang


Tahun Mulai Licencor Kapasitas Pelaksanaan
Pabrik
Beroperasi Proses (ton/tahun) Konstruksi
Amonia: Kellog
Kellog MTC,
218.000 Overseas
PUSRI II 1974 Total Recycle
Urea: Corporation
C Improved
570.000 (AS)
Amonia: Kellog
Kellog MTC,
330.000 Overseas
PUSRI III 1976 Total Recycle
Urea: Corporation
C Improved
570.000 (AS)
Amonia: Kellog
Kellog MTC,
330.000 Overseas
PUSRI IV 1977 Total Recyle
Urea: Corporation
C Improved
570.000 (AS)
Kellog
Advance
Process for Amonia:
PT. Rekayasa
Cost and 446.000
PUSRI IB 1995 Industri
Energy Urea:
(Indonesia)
Saving. ACES 570.0000
of Toyo Eng.
Corp

2.3. Tujuan Perusahaan, Visi, Misi, Tata Nilai, dan Makna Logo PT Pupuk
Sriwidjaja
2.3.1. Tujuan Perusahaan
1. Melaksanakan dan menunjang program pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan nasional pada umumnya, dan pada bidang industri pupuk dan
industri kimia lain.
2. Menjalankan produksi, perdagangan, pemberian jasa, dan usaha lain
3. Mendirikan dan menjalankan perusahaan serta usaha lainnya yang
mempunyai hubungan dengan bidang usaha tersebut, baik secara sendiri-
sendiri maupun secara bersama-sama dengan pihak lain yang sejalan
dengan ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar.
2.3.2. Visi
Visi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang adalah menjadi perusahaan pupuk
terkemuka tingkat regional.
9

2.3.3. Misi
PT Pupuk Sriwidjaja mengemban tiga misi pokok, yaitu:
1. Sebagai unit usaha PT PUSRI harus dikelola dengan efisien dan
produktivitas secara optimal.
2. Sebagai penggerak pembangunan PT PUSRI dituntut untuk dapat
menunjang pembangunan di bidang industri lainnya, sehingga mampu
berperan dalam meratakan pembangunan saat ini.
3. Sebagai stabilisator PT PUSRI harus dapat menunjang produksi pangan
nasional dalam usaha stabilitas pengadaan pupuk bagi para petani dengan
selalu memakai prinsip lima tepat, yaitu “tepat jumlah, waktu, jenis, tempat,
serta harga”.
2.3.4. Tata Nilai
Tata nilai yang dimiliki PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, yaitu:
1. Integritas
2. Profesional
3. Fokus Pada Pelanggan
4. Loyalitas
5. Baik sangka
2.3.5. Makna Logo Perusahaan
PT Pupuk Sriwidjaja Palembang memiliki logo seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Logo PT Pupuk Sriwidjaja Palembang


10

Adapun makna dari logo PT Pupuk Sriwidjaja ditunjukkan pada Tabel 2.2:
Tabel 2.2. Makna Logo PT Pupuk Sriwidjaja Palembang

Logo Makna

Lambang Pusri yang berbentuk huruf “U”


melambangkan singkatan ‘Urea’, lambang ini telah
terdaftar di Ditjen Haki Dep. Kehakiman & HAM
No.021391

Setangkai padi dengan jumlah butiran 24 melambangkan


tanggal akte pendirian PT Pusri.

Butiran-butiran Urea berwarna putih sejumlah 12,


melambangkan bulan Desember pendirian PT Pusri.

Setangkai kapas yang mekar dari kelopaknya, butir kapas


yang mekar berjumlah 5 buah kelopak yang pecah
berbentuk 9 retakan ini melambangkan angka 59 sebagai
tahun pendirian PT Pusri.

Perahu Kajang merupakan ciri khas kota Palembang


yang terletak di tepian Sungai Musi.

Kuncup teratai yang akan mekar, merupakan imajinasi


pencipta akan prospek perusahaan pada masa datang.

Komposisi warna lambang kuning dan biru benhur


dengan dibatasi garis-garis hitam tipis (untuk lebih
menjelaskan gambar) yang melambangkan keagungan,
kebebasan cita-cita, serta kesuburan, ketenangan, dan
ketabahan dalam mengejar dan mewujudkan cita-cita itu.
11

2.4. Struktur Organisasi


PT Pupuk Sriwidjaja merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
menggunakan sistem Line and Staff Organization dengan bentuk Perseroan
Terbatas (PT) dalam pengelolaan dan modal pengelolaan pabrik berasal dari
pemerintah. Proses manajemen PT PUSRI berdasarkan Total Quality Control
Management yang melibatkan seluruh pimpinan dan karyawan PT PUSRI.
Organisasi PT PUSRI dipimpin oleh Direktur Utama dan dibantu oleh lima
orang direksi. Dalam kegiatan operasionalnya, direksi dibantu oleh staf dan Kepala
Departemen. Direksi bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris, dimana Dewan
Komisaris terdiri dari wakil pemegang saham yang bertugas menentukan
kebijaksanaan umum yang harus dilaksanakan oleh Direksi, juga bertindak sebagai
pengawas atas semua kegiatan dan pekerjaan yang telah dilakukan oleh Dewan
Direksi. Dewan komisaris terdiri dari wakil pemerintah, yaitu:
1) Departemen Pertanian
2) Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri
3) Departemen Perindustrian Direktorat Jenderal Industri Kimia Dasar
4) Departemen Pertambangan dan Energi
PT Pupuk Sriwidjaja memperbaharui struktur organisasinya sesuai dengan
peranan dan tanggungjawab perusahaan, sehingga bisa atau mampu menghadapi
perkembangan yang terjadi. Sebelumnya, tugas operasional sesuai dengan surat
keputusan direksi No.SK/DIR/251/2009 pada tanggal 24 November 2009,
dilaksanakan oleh dewan direksi yang terdiri dari Direktur Utama yang
membawahi lima orang direktur, yaitu:
1) Direktur Keuangan
2) Direktur SDM dan Umum
3) Direktur Produksi
4) Direktur Teknik & Pengembangan
5) Direktur Pemasaran
Direktur produksi sebagai salah satu bagian penting di dalam perusahaan
yang membawahi beberapa departemen, yaitu:
1) Departemen Produksi I
2) Departemen Produksi II
12

3) Departemen Pemeliharaan
4) Departemen Teknik Produksi
5) Departemen Teknik Keandalan dan Jaminan Kualitas
Penjenjangan karyawan yang ada di dalam perusahaan didasarkan kepada
tingkat pendidikan, keahlian, dan pengalaman. Berdasarkan jabatan dalam struktur
organisasi, karyawan yang bekerja pada PT PUSRI Palembang dapat
dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
1) Direksi
2) General Manager
3) Manager
4) Superintendent
5) Asisten Superintendent
6) Senior Foreman
7) Foreman
8) Karyawan
Untuk promosi ke jenjang yang lebih tinggi maupun untuk kenaikan
tingkat golongan, maka setiap tahun diadakan penilaian karyawan yang meliputi
loyalitas, dedikasi, pengetahuan, keterampilan, tingkah laku, pergaulan sesama
karyawan, dan produktivitas kerja. Dalam pengoperasian pabrik, direktorat yang
berhubungan dengan proses atau melaksanakan tugas operasional adalah direktorat
produksi. Direktur produksi membawahi kompartemen operasi, yaitu:
1) Plant Manager PUSRI 1B
2) Plant Manager PUSRI II
3) Plant Manager PUSRI III
4) Plant Manager PUSRI IV
5) Plant Manager Teknik Produksi
Departemen Operasi PUSRI II, PUSRI III, PUSRI IV, dan PUSRI IB
bertugas mengkoordinir jalannya produksi pada setiap pabrik. Setiap pabrik
dipimpin oleh seorang Manager yang membawahi bagian-bagian:
1) Bagian Utilitas/Offsite
2) Bagian Amonia
13

3) Bagian Urea
Pada setiap group shift terdapat seorang shift foreman yang berfungsi
sebagai koordinator antara unit pabrik dan penanggungjawab teknis pada Sore dan
Malam hari. Terdapat empat group yang bertugas disetiap unit pabrik dengan
pembagian jam kerjanya adalah tiga group melakukan shift dan satu group lainnya
libur. Setiap group dikepalai oleh seorang senior foreman.
1) Day Shift : Pukul 07.00-15.00 WIB
2) Swing Shift : Pukul 15.00-23.00 WIB
3) Night Shift : Pukul 23.00-07.00 WIB
Pada Day Shift, superintendent bertanggungjawab atas operasi pabrik, dan
untuk Swing Shift dan Night Shift yang bertanggungjawab adalah shift foreman,
kecuali untuk hal-hal yang sangat penting, tanggung jawab akan dikembalikan
kepada Kepala Bagian (superintendent) masing-masing.

2.5. Hasil Produksi


PT Pupuk Sriwidjaja Palembang selain memproduksi pupuk, juga
memproduksi produk-produk lainnya seperti amonia, produk samping, energi, dan
juga limbah dari proses. Berikut produk utama dan produk samping yang
dihasilkan dari proses produksi:
2.5.1. Produk Utama
1) Amonia
Tabel 2.3. Data Kandungan Produk Amonia PT Pupuk Sriwidjaja Palembang
Nama Produk Spesifikasi Kandungan Keterangan
NH3 99,5% Minimum
Amonia H2O 0,5% Maksimum
Oil 5 ppm Maksimum
2) Urea
Tabel 2.4. Data Kandungan Produk Urea PT Pupuk Sriwidjaja Palembang
Kandunga
Nama Produk Spesifikasi Keterangan
n
Nitrogen 46,0% Minimum
Biuret 0,5% Maksimum
Moisture 0,5% Maksimum
Urea
Prill Size:
95% Maksimum
6-8 US Mesh
Pass 25 Mesh 2% Maksimum
14

2.5.2. Produk Samping


1) Amonia Ekses
2) Nitrogen dan Oksigen Cair
Pabrik oksigen mulai bereproduksi pada tahun 1980 dan nitrogen pada
tahun 1983. Dalam pabrik pemisah udara prinsipnya adalah melakukan fraksinasi
terhadap kandungan nitrogen dan oksigen yang terdapat pada udara bebas. Melalui
kompresor, udara bebas tersebut dikompresi dan kemudian didinginkan hingga
suhu -184oC. Kandungan H2O yang terdapat dalam udara tersebut diuapkan untuk
dihilangkan. Dengan titik didih yang berbeda, pada suhu -183oC, oksigen mencair
dan memisah diri dari nitrogen. Gas nitrogen akan mencair pada suhu -196,8oC.
Proses digunakan dalam Air Separation Unit adalah dari perusahaan Process
System Incorporate, New York, Amerika Serikat. Kapasitas yang terpasang pada
pabrik ini adalah 60 N/m3 oksigen per jam dan 50 N/m3 nitrogen per jam. Produk
dari nitrogen dan oksigen cair ini digunakan untuk keperluan sendiri, disamping
itu kelebihan dari produk dapat dijual.
3) CO2 dan Dry Ice
Dry ice mulai diproduksi pada tahun 1983 dan produksi CO2 pertama kali
dalam bentuk botol pada tahun 1980. Sejak tahun 1983, produk CO2 ada yang
dalam bentuk botol dan cair. Pabrik ini menggunakan proses dari perusahaan
Gasis Industriales Buenos Aires, Argentina dengan kemampuan produksi 55 ton
CO2 cair per hari. Karbondioksida cair berasal dari CO 2 yang berlebih dari pabrik
amonia yang dikirim ke pabrik CO2 cair. Setelah gas CO2 dimurnikan, lalu
didinginkan pada -30oC. Pada tekanan 15 kg/cm 2 gas CO2 berubah menjadi cair.
Karbondioksida cair umumnya digunakan dalam industri minuman.
Proses produksi es kering dilakukan dengan cara mengubah CO2 cair yang
telah dihasilkan sebelumnya manjadi salju CO2 padat yang ditekan dengan alat
press sehingga membentuk silinder dengan temperatur 78,8oC. Kapasitas
pembuatan es kering ini adalah 4,8 ton per hari. Dry ice digunakan untuk
pengawetan hasil pertanian dan perikanan. Pengunaan dry ice dapat mengurangi
persentase kerusakan, memperpanjang waktu penyimpanan, dan dapat mengurangi
15

bahan-bahan terbuang. Pendinginan atau pengawetan bahan makanan dengan dry


ice tidak boleh tersentuh langsung, sebab dapat merusak bahan makanan tersebut.

Tabel 2.5. Data Kapasitas Pabrik Produk Samping PT Pupuk Sriwidjaja


Palembang
No Produk Kapasitas
1 CO2 cair 55 ton/hari
2 Dry ice 200 kg/jam
3 N2 cair 100 NCM/jam
4 N2 gas 500 NCM/jam
5 O2 cair 115 NCM/jam
6 O2 gas 165 M/jam
2.5.3. Energi
Energi dalam berbagai macam bentuknya digunakan untuk berbagai
keperluan mulai dari proses produksi, perkantoran, hingga keperluan perumahan.
Salah satu bentuk energi yang digunakan adalah energi listrik. PT Pupuk
Sriwidjaja Palembang memiliki empat generator pembangkit listrik bertenaga gas.
Pusri II, III, dan IV memiliki kapasitas pembangkit listrik masing-masing sebesar
15 MW, sedangkan Pusri IB membangkitkan listrik 13 MW. Dari sejumlah itu, 6
MW dihasilkan pada Malam hari dan 3 MW dihasilkan pada Siang hari.
2.5.4. Limbah
1) Limbah Padat
Limbah padat yang terdapat pada PT Pupuk Sriwidjaja Palembang adalah
katalis bekas. Katalis bekas adalah katalis yang sudah lewat umur pemakaian,
sudah hancur, tidak efisien, dan tidak bisa diregenasi lagi.
2) Limbah Cair
Limbah cair yang terdapat pada PT Pupuk Sriwidjaja Palembang adalah
bocoran atau tumpahan reaktan dan produk dalam bentuk cair juga dalam bentuk
pelumas peralatan atau kandungan minyak dalam bahan baku.
3) Limbah Gas
Limbah gas yang terdapat pada PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang adalah
bocoran amonia dan karbon dioksida. Karbon dioksida dapat terikut pada fuel gas
pada outlet vent.
16

2.6. Lokasi dan Tata Letak Pabrik


PT Pupuk Sriwidjaja terletak di tepi sungai Musi, kira-kira 7 km dari pusat
kota Palembang, di wilayah perkampungan Sei Selayur, Kecamatan Ilir Timur II,
Kotamadya Palembang. Kelayakan ini ditunjang oleh keadaan geografis dari
provinsi Sumatera Selatan yang memiliki kekayaan alam, yaitu gas alam (natural
gas) yang merupakan bahan baku utama yang tersedia dalam jumlah yang cukup
banyak. Gas Bell & Associates dari Amerika Serikat memberikan rekomendasi
berdasarkan studi kelayakan untuk membangun PT PUSRI di Palembang, dengan
kapasitas 100.000 ton/tahun. Adapun faktor teknis dan ekonomi yang menunjang
studi kelayakan tersebut adalah:
1) Keadaan geografis Sumatera Selatan yang memiliki kekayaan gas alam
sebagai bahan baku utama dalam jumlah yang cukup banyak. Dekat dengan
sumber bahan baku gas alam, yaitu Prabumulih dan Pendopo yang terletak
di sekitar 100-150 km dari pabrik.
2) Dekat dengan sungai Musi yang tidak pernah kering sepanjang tahun,
merupakan salah satu sarana penting untuk sumber air, sarana
pembangunan limbah dan sebagai sarana transportasi.
3) Dekat dengan sarana pelabuhan dan kereta api.
4) Dekat dengan Tambang Bukit Asam yang tidak terlalu jauh dari kota
Palembang, yang banyak mengandung batubara dan dapat dijadikan
sebagai cadangan bahan baku yang sangat potensial seandainya persediaan
gas bumi sudah menipis.

Gambar 2.2. Peta lokasi PT PUSRI Palembang


17

Pada pembangunan awal PT PUSRI Palembang, luas tanah yang


dipergunakan untuk lokasi pabrik adalah 55 ha, luas tanah yang dipergunakan
untuk lokasi pabrik adalah 20.4732 ha, dan luas tanah untuk perumahan karyawan
26.5265 ha. Di samping itu, sebagai lokasi cadangan disiapkan 41.7965 ha yang
dimaksudkan untuk persediaan perluasan kompleks pabrik. Sebelum dipakai untuk
perluasan, lokasi cadangan dipakai sebagai tempat olahraga penduduk.
Bagian depan kompleks industri terdapat Kantor Pusat yang merupakan
kantor staf direksi dan kantor administrasi umum PT Pusri Palembang. Di dalam
kompleks terdapat kompleks perumahan karyawan yang dilengkapi dengan
berbagai fasilitas, seperti rumah sakit, fasilitas olahraga, gedung pertemuan,
perpustakaan umum, rumah makan, masjid, dan sebagainya. Selain itu, terdapat
juga penginapan yang diperuntukkan bagi tamu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang
yang sedang berkunjung. Pada area pabrik, setiap unit operasi pabrik berada
berdekatan satu sama lain agar sistem piping tidak terlalu panjang dan
mempermudah komunikasi antar unit. Mengingat semua unit operasi di PT PUSRI
Palembang sangat berkaitan satu sama lain, maka letak control room antar unit
operasi selalu berada dalam satu gedung, kecuali unit utilitas pabrik yang
dikumpulkan menjadi satu terpisah dari unit amonia dan unit urea.
Daerah yang mengarah ke sungai Musi digunakan sebagai daerah
pengantongan dan gudang untuk mempermudah pengangkutan untuk bongkar
muat di pelabuhan menjadi lebih mudah. Untuk keperluan bongkar muat, PT
PUSRI Palembang memiliki pelabuhan sendiri di tepi sungai Musi.

2.7. Tugas Khusus


2.7.1. Latar Belakang
Ammonia dan karbon dioksida merupakan bahan utama dalam pembuatan
urea pada PT PUSRI. Ammonia merupakan senyawa yang mengandung nitrogen
dari udara dan hidrogen dari gas alam menjadi ammonia. Sintesa ammonia adalah
proses dimana gas sintesa dari unit pemurnian gas sintesa dan konversi gas sintesa
menjadi ammonia. Proses yang terjadi adalah kompresi gas sintesa dan konversi
gas sintesa menjadi ammonia. Proses sintesa ammonia menggunakan alat
Ammonia converter (105-D). Ammonia converter tersebut dilengkapi dengan
18

katalis di dalamnya yang terdiri dari tiga bed dengan volume yang berbeda setiap
bednya. Katalis yang digunakan pada 105-D berupa promoted iron.
Ammonia converter ini beroperasi pada temperatur 310ºC-400ºC dengan
tekanan 125-135atm dengan kontrol konversi ammonia antara 12-15%. Katalis
yang ada pada ammonia converter sudah beroperasi selama 176 bulan (14 tahun 8
bulan), sedangkan referensi life time katalis pada ammonia converter berkisar dari
10 sampai 15 tahun. Hal ini dapat memungkinkan terjadinya penurunan kinerja
pada ammonia converter.
2.7.2. Permasalahan
Ammonia converter (105-D) merupakan reaktor yang digunakan untuk
mereaksikan nitrogen dan hidrogen untuk menjadi ammonia yang merupakan salah
satu bahan baku pembuatan urea. Reaktor ini dilengkapi dengan tiga bed katalis
promoted iron yang bertujuan untuk mempercepat laju reaksi. Katalis ini dapat
menurun kinerjanya akibat dari kondisi operasi yang tidak optimal dan
mengakibatkan umur dari katalis tersebut tidak sesuai dengan referensi. Sehingga
harus di evaluasi perkiraan life time katalis pada ammonia converter (105-D) untuk
menjaga konversi dan produk yang dihasilkan.
2.7.3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kinerja Ammonia Converter (105-D) dengan menggunakan
katalis promoted iron dalam kurun waktu 15 tahun beroperasi berdasarkan
dari konversi reaktan?
2. Apa faktor yang mempengaruhi deaktivasi katalis pada Ammonia
Converter (105-D)?
3. Berapa lifetime katalis promoted iron pada Ammonia Converter (105-D)?
2.7.4. Tujuan
1. Untuk mengetahui kinerja Ammonia Converter (105-D) dengan
menggunakan katalis promoted iron dalam kurun waktu 15 tahun
beroperasi berdasarkan dari konversi reaktan.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi deaktivasi katalis pada
Ammonia Converter (105-D).
19

3. Untuk mengetahui lifetime katalis promoted iron pada Ammonia Converter


(105-D).
2.7.5. Manfaat
1. Dapat mengetahui kinerja Ammonia Converter (105-D) dengan
menggunakan katalis promoted iron dalam kurun waktu 15 tahun
beroperasi berdasarkan dari konversi reaktan.
2. Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi deaktivasi katalis pada
Ammonia Converter (105-D).
3. Dapat mengetahui lifetime katalis promoted iron pada Ammonia Converter
(105-D).
2.7.6. Ruang Lingkup Permasalahan
Pada tugas khusus ini permasalahan dibatasi pada analisa konversi untuk
melakukan perhitungan umur katalis ammonia converter (105-D) di PUSRI IV
berdasarkan data aktual bulan Maret 2018-Mei 2018. Katalis yang digunakan pada
ammonia converter (105-D) adalah katalis promoted iron.
2.7.7. Katalis
Katalis merupakan suatu zat yang dapat meningkatkan laju reaksi tanpa zat
tersebut terkonsumsi dalam proses reaksi. Konsep dasar ini berasal dari
pendekatan secara kimiawi terhadap katalis, yaitu bahwa reaksi terkatalisis adalah
proses siklis dimana katalis membentuk kompleks dengan reaktan, kemudian
katalis teradsorpsi dari produk akhirnya kembali ke bentuk semula. Katalis
meningkatkan laju reaksi dengan cara mempengaruhi pengaktifan suatu reaksi
kimia. Keberadaan katalis akan menurunkan energi pengaktifan.
Pemakaian katalis dalam proses industri kimia akan meningkatkan laju
reaksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kuantitas produk hasil reaksi.
Pemakaian katalis tertentu untuk mengkatalisis reaksi tertentu pada suatu ketika
akan tidak efektif lagi, artinya produk yang dihasilkan dari reaksi terkatalisis tidak
jauh melebihi dari jumlah produk yang dihasilkan dari reaksi tanpa katalis.
Umur katalis didefinisikan sebagai suatu periode selama katalis
menghasilkan produk yang diinginkan lebih besar dibandingkan dengan produk
reaksi tanpa katalis. Pada kebanyakan katalis, aktivitas katalis akan menurun
20

dengan tajam pada awalnya, lalu tercapai keadaan dimana aktivitas katalis
menurun jauh lebih lambat dan selektivitas katalis menjadi rendah. Umur katalis
dapat dijadikan acuan dalam pemilihan katalis, sehingga biaya proses produksi
dapat ditekan. Dalam beberapa reaksi, katalis hanya dapat digunakan sekali dan
dalam reaksi lain bisa berulang kali tanpa perlu diregenerasi. Umur katalis akan
menurun seiring dengan penggunaanya. Umur katalis ditentukan oleh kecepatan
hilangnya aktivitas dan selektivitas katalis dalam mengkatalisis suatu reaksi.
Umur katalis dipengaruhi oleh deaktivasi katalis. Deaktivasi katalis
menyebabkan penurunan aktivitas dan selektivitas katalis. Penurunan aktivitas dan
selektivitas katalis yang terjadi secara terus menerus pada waktu tertentu akan
menyebabkan katalis tidak dapat digunakan lagi untuk mengkatalisis reaksi atau
dengan kata lain, katalis tersebut telah mati. Semakin besar proses deaktivasi yang
terjadi, semakin pendek umur suatu katalis.
Penurunan aktivitas dan selektivitas katalis (deaktivasi katalis) disebabkan
oleh adanya proses peracunan, pencemaran dan sintering (penggumpalan katalis).
Deaktivasi katalis merupakan masalah tersendiri yang harus dipecahkan.
Deaktivasi katalis dapat diminimalkan dengan cara pemakaian umpan yang murni,
pemilihan kondisi operasi reaktor dan pengoperasian yang tepat.
2.7.8. Ammonia Converter
Pada pabrik amonia, proses yang paling menentukan adalah sintesis
amonia dari gas H2 dan gas N2 yang terjadi di dalam ammonia converter (105-D)
dengan bantuan katalis promoted iron. Katalis promoted iron berpotensi
mengalami deaktivasi yang menyebabkan terjadi penurunan konversi amonia.
Ammonia converter (105-D) berisi kira-kira 75 m3 atau 204.000 kg
promoted iron catalyst. Katalis diletakkan didalam internal basket yang didesain
terdiri dari empat catalyst bed yang terpisah di dalam reaktor. Bed paling atas
adalah yang paling kecil volumenya daripada bed 1, bed 2, dan bed 3. Semakin ke
bawah, volume catalyst bed semakin besar. Hal ini bertujuan untuk membatasi
panas reaksi yang eksotermis pada bed atas dimana terjadi reaksi yang paling
cepat, sehingga converter dapat dijaga pada temperatur yang diinginkan.
21

Penggunaan by pass converter intercooler 122-C dan aliran gas quench


yang masuk katalis bed bertujuan untuk mengontrol temperatur converter jika nilai
panas reaksi sudah terbentuk. Salah satu bagian dari proyek optimalisasi ammonia
yaitu melaksanakan modifikasi sesuai dengan petunjuk ammonia casale. Di dalam
modifikasi yaitu untuk menghasilkan aliran axial-radial. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi pressure drop dan memungkinkan digunakannya katalis yang lebih
kecil dan aktif.
Pembagian katalis di dalam empat bed dari converter adalah sebagai berikut
(diumpamakan 2800 kg/cm3 untuk oxidized catalyst dan 2150 kg/cm3 untuk pre-
reduced catalyst).

Tabel 2.6. Pembagian Katalis Pada Setiap Bed


No Volume (m3) Size (mm) Berat (kg)
1 9.78 m3 1.5 – 3 mm 21.030 kg
2 13.56 m3 1.5 – 3 mm + 0,28 m3;8 – 12 mm 38.750 kg
3 19.53 m3 1.5 – 3 mm + 0,28 m3;8 – 12 mm 55.470 kg
4 31.29 m3 1.5 – 3 mm + 0,28 m3;8 – 12 mm 88.400 kg
Tota 74.16 m3 1.5 – 3 mm + 0,84 m3;8 – 12 mm 203.650 kg
l
Dengan temperature converter kira-kira 400-480 oC dan tekanan 130-140
kg/cm2 sebagian dari gas sintesa (H2 dan N2) yang melewati katalis akan berubah
menjadi ammonia. Konsentrasi ammonia dalam gas yang keluar dari bed terakhir
ammonia converter kira-kira 15%. Gas yang keluar dari converter didinginkan
dengan pertukaran panas oleh boiler feed water (BFW) dan gas yang akan masuk
ke converter sebelum masuk ke kompresor 103-J untuk dikembalikan lagi ke
converter. Sebelum gas recycle yang ditambah gas sintesa baru (make up) masuk
kembali ke converter, didinginkan hingga temperatur -25oC untuk
mengkondensasikan ammonia yang terbentuk pada waktu gas melewati katalis
ammonia converter. Pembuangan gas yang terus menerus atau purge pada tekanan
tinggi dijaga untuk menghilangkan kelebihan inert (terutama metana dan argon)
dari syn gas loop. Purge gas didinginkan hingga temperatur -25oC untuk
mengambil ammonianya.
22

Purge gas selanjutnya dikirim ke PGRU (Purge Gas Recovery Unit) untuk
diambil hidrogennya. Jika gas inert dibiarkan konsentrasinya terlalu tinggi maka
akan mengakibatkan produksi ammonia berkurang. Venting yang terlalu
berlebihan harus dihindari, sebab akan mengakibatkan kehilangan hasil yang dapat
mengakibatkan kehilangan hidrogen atau nitrogen secara berlebihan.
Reaksi sintesa ammonia yang dibantu oleh katalis, dapat ditulis sebagai
berikut:
Katalis
3H2 + N2 2NH3
Titik-titik keseimbangan dari reaksi sedemikian rupa bahwa kondisi operasi yang
diusulkan, kadar ammonia dalam gas keluar reaktor sekitar 15% mol. Gas yang
tidak terkonversi dikembalikan ke reaktor untuk mendapatkan produksi yang
maksimal. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi reaksi di ammonia converter:
1. Suhu
Suhu sebagai akibat dari perubahan temperatur terhadap reaksi sintesa
ammonia adalah sebesar dua kali lipat karena mempengaruhi derajat
kesetimbangan maupun kecepatan reaksi. Oleh karena reaksi berjalan secara
eksotermis, kenaikan temperatur akan menurunkan derajat kesetimbangan dari
ammonia dan waktu yang sama dapat mempercepat reaksi. Hal ini berarti bahwa
pada kondisi jauh dari kesetimbangan, kenaikan temperatur akan menuju pada
konversi yang lebih tinggi, sedangkan untuk sistem sintesa akan memberikan
konversi yang dekat pada derajat kesetimbangan, adanya kenaikan temperatur
akan menuju pada konversi yang lebih rendah.

Gambar 2.3. Pengaruh Quenching pada Garis Operasi Konversi Amonia


23

2. Tekanan
Oleh karena sintesa ammonia disertai dengan berkurangnya volume jika
apabila tekanan naik. Pada saat yang bersamaan, kecepatan reaksi dipercepat oleh
kenaikan tekanan, karena itu konversi akan naik pada tekanan yang lebih tinggi.
3. Space Velocity
Apabila jumlah gas proses semakin bertambah (space velocity yang lebih
besar di dalam converter), reaksi sintesa mempunyai waktu yang lebih sedikit
untuk berlangsung dan menghasilkan kadar ammonia (pada gas yang keluar dari
converter) yang tidak sama tinggi apabila dibandingkan dengan gas yang mengalir
keluar melalui katalis yang lebih lambat.
Pengurangan dari hasil akan jauh lebih sedikit dari kenaikan space velocity.
Kenaikan produksi ammonia dapat disebabkan oleh karena lebih banyak gas yang
masuk ke daerah reaksi, yang mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada
tendensi pengurangan produksi disebabkan karena reaksi yang kurang sempurna
atau waktu tinggal (residence time yang lebih rendah). Oleh karena itu, pada
keadaan normal atau pengurangan operasi, kenaikan jumlah gas masuk converter
(pada kondisi-kondisi lainnya yang tetap) akan memberikan kenaikan pada
produksi. Metode yang biasa digunakan untuk mengubah space velocity yaitu
dengan mengubah jumlah gas recycle (sirkulasi).
Dengan adanya pertambahan sirkulasi temperatur di katalis bed akan turun
disebabkan turunnya konversi per pass, tekanan akan turun disebabkan karena
total produksi ammonia bertambah. Sirkulasi ditambah dengan menutup MIC-34.
Sirkulasi maksimum dicapai jika MIC-34 tertutup rapat.
4. Perbandingan H2 dan N2
Gas sintesa yang segar (make up) tetapi tidak termasuk recycle yang
menuju ke seksi sintesa harus mempunyai perbandingan H 2 terhadap N2 kira-kira
3:1. Hal ini demikian karena pembentukan ammonia berasal dari H2 dan N2 dengan
perbandingan 3:1. Telah diketahui bahwa persen konversi maksimum didapat pada
perbandingan H2 dan N2 di dalam converter 2.5 – 3:1. Perbandingan di dalam gas
24

sintesa boleh diubah sedikit dari 3:1 untuk mendapatkan perbandingan optimum
H2 : N2 dalam campuran gas yang masuk ke converter.
5. Gas-gas Inert
Pengeluaran gas-gas inert secara kontinu harus dijaga melalui pipa header
yang masuk kompresor recycle dikirim ke sistem purge gas. Aliran purge gas
diperlukan untuk mengontrol konsentrasi CH4 dan gas-gas inert lainnya supaya
tidak menjadi tinggi di daerah sintesa, karena akan mengakibatkan penurunan
konversi, kenaikan tekanan dan mengurangi kapasitas produksi.
6. Kecepatan Gas Sintesa
Dengan hanya menaikkan kecepatan gas sintesa (make up) menghasilkan
ammonia yang lebih banyak dan mengakibatkan tekanan sistem alarm naik,
temperatur katalis bed akan naik, kadar gas inert akan naik, perbandingan H2 dan
N2 akan berubah. Sebaliknya, pengurangan gas sintesa akan memberikan efek yang
berlawanan. Suatu penambahan dari feed gas ke daerah sintesa biasanya didapat
dengan menaikkan rate produksi di daerah pembuatan gas sintesa.
7. Pengaturan Operasi di Daerah Sintesa
Daerah sintesa adalah daerah sesudah discharge compressor gas sintesa.
Gas (campuran H2 dan N2 dalam perbandingan 3:1) digunakan seperti yang
ditentukan oleh kondisi operasi, aktivitas katalis, dan kapasitas dari sintesa loop.
Gas dari kompresor secara terus menerus menggantikan gas yang berubah menjadi
ammonia di ammonia converter.
Apabila terdapat kelebihan gas sintesa, produksi naik hingga batas
kemampuan kompresor, kemudian sebagian gas sintesa akan dibuang (vent)
sebelum masuk tingkat pertama kompresor pada suction drum 104-F. Apabila
terjadi kekurangan gas, kompresor akan beroperasi relatif lebih lambat dan tekanan
loop akan turun, sehingga produksi ammonia akan berkurang sampai terjadi
kestimbangan dengan jumlah gas yang ada.
Beberapa variabel dapat digunakan untuk mengatur operasi dari sintesa
loop. Variabel pengatur yang penting adalah sebagai berikut:
1) Kecepatan feed gas sintesa
2) Kecepatan sirkulasi gas sintesa
25

3) Kecepatan HP inner purge


4) Temperatur katalis converter
5) Temperatur gas yang masuk converter
6) Perbandingan H2 dan N2
7) Kemurnian dari feed gas
Dapat dilihat bahwa tekanan sistem tidak terdaftar sebagai variabel yang
dapat digunakan sebagai pengatur. Tekanan sering diubah-ubah sebagai akibat dari
perubahan kondisi yang lain, tetapi jarang berubah dilakukan semata-mata untuk
menaikkan tekanan tanpa memikirkan akibat lain.

Gambar 2.4. Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kesetimbangan NH3

Sistem dioperasikan sedemikian rupa sehingga tekanan lebih rendah dari


tekanan maksimal, jumlah gas yang di purge seminimal mungkin dan menjaga
temperatur converter cukup rendah untuk memperpanjang umur katalis. Tekanan
yang lebih rendah biasanya menunjukkan operasi yang baik dengan mengingat
jumlah feed dan purge gas normal dan temperatur converter memenuhi syarat.
2.7.9. Katalis Ammonia Converter
Peranan katalis di 105-D atau ammonia converter sangat penting, karena
sangat mempengaruhi jumlah produk yang dapat dihasilkan. Katalis ammnia
converter berbentuk granula dengan ukuran partikel rata 1.5 – 6 mili mikron sesuai
masing-masing merk dagang. Jenis katalis yang digunakan berbasis magnetite
26

type dengan base iron berpromotor dengan jenis ICI 35-8A (Pre-reduced catalyst)
di bed pertama dan ICI-4A (Un-reduced catalyst) di bed kedua dan ketiga. Volume
katalis di masing-masing pertama 7.3 m3, bed kedua 12.79 m3, dan bed ketiga
51.49 m3.
Pada PT Pupuk Sriwidjaja jumlah make up fresh catalyst dengan
memperhatikan konversi yang tetap ekonomis. Makin tinggi level di katalis, makin
kecil injeksi make up katalis yang diperlukan, namun biasanya diikuti dengan
penurunan konversi dan selektivitas produk. Maka perlu dicari kondisi yang paling
optimum untuk mencapai revenue yang maksimum.
Katalis sintesa terbuat dari oksida besi yang dilelehkan dan mengandung
kalium, kalsium, dan oksida aluminium sebagai stabilizer dan motor selanjutkan
diisikan ke dalam ammonia converter dalam keadaan teroksidasi. Katalis harus
terlebih dahulu diaktifkan sebelum ditugaskan untuk memproduksi amonia.
Pengaktifan memerlukan reduksi reduksi dari oksida besi yang hampir-hampir
merupakan elemen besi yang murni.
Reduksi dapat berlangsung saat hidrogen dilewatkan atau dialirkan melalui
katalis yang teroksidasi dengan pengembangan tekanan dan temperatur yang relatif
tinggi. Hidrogen bereaksi dengan oksigen dari oksida besi dan kemudian akan
membentuk air. Air kemudian dibuang sebelum gas dikembalikan melalui katalis.
Jumlah air yang dapat dihasilkan selama waktu pengaktifan menunjukkan bahwa
reduksi katalis dapat berjalan dengan baik.
Pada saat mula-mula dari reduksi, jumlah air yang terbentuk sedikit dan
setelah reduksi berkembang air yang terbentuk akan bertambah. Reduksi katalis
dibantu dengan temperatur yang tinggi dan pengaturan tekanan. Pembentukan air
akan mencapai puncaknya dan kemudian berangsur-angsur menurun pada saat
mendekati akhir dari reduksi. Temperatur reduksi harus selalu dijaga dibawah
temperatur dimana katalis akan bekerja, untuk menghindari kehilangan daya
aktifnya disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1) Konsentrasi (kepekatan) uap air yang tinggi dalam peredaran gas.
2) Pemanasan yang berlebihan.
27

Temperatur yang terlalu rendah menyebabkan reduksi katalis berjalan


lambat, apabila temperatur jatuh cukup rendah, reduksi akan terhenti. Pengaruh
atau akibat dari tekanan dan perubahan tekanan selama reduksi dapat menjadi hal
yang berbahaya (kritis). Apabila setiap lapisan katalis tidak diaktifkan, secara
sama rata reduksi dapat bergerak ke bawah, suatu kenaikan tekanan dapat
menyebabkan chanelling (aliran tidak merata), sehingga daerah katalis yang telah
lebih banyak direduksi akan mendorong reaksi antara tempat-tempat tertentu di
dalam lapisan katalis. Reaksi akan menjadi lebih tinggi dan sukar untuk diatur
pada daerah-daerah tertentu ini. Tekanan selama waktu reduksi harus dijaga pada
titik dimana reduksi berjalan simetris dan temperatur di dalam daerah mendatar
dari lapisan katalis. Kenaikan tekanan dapat memperlambat pembentukan amonia.
Gas sintesa dialirkan kembali (recycle) melalui converter selama reduksi
katalis. Apabila reduksi telah mulai dilakukan, peredaran gas harus segera
dilakukan tanpa memungkinkan bahaya pembekuan air di dalam peralatan, untuk
mengembunkan dan memisahkan uap air dari dalam gas sebelum masuk kembali
ke converter. Apabila hal ini tidak dilakukan, gas dengan konsentrasi atau
kepekatan uap air yang tinggi akan memasuki lapisan katalis yang telah direduksi.
Uap air akan menyebabkan rusaknya atau dapat meracuni katalis yang telah
tereduksi. Setelah sintesa amonia dijalankan, produk amonia akan menurunkan
titik beku dan memperbolehkan pemisahan air dari aliran gas pada temperatur
yang rendah. Walaupun sedang beroperasi dengan gas sintesa yang murni,
sebaiknya jangan menggunakan keaktifan katalis melewati batas.
Beberapa kenyataan menunjukkan bahwa bila menggunakan gas murni,
temperatur dibawah 55oC tidak mempengaruhi katalis, sedangkan temperatur yang
lebih tinggi akan merusak katalis. Katalis dengan temperatur yang terlalu tinggi
dapat mengakibatkan kehilangan keaktifan. Keaktifan pada temperatur 500 oC tidak
bertambah. Kemunduran katalis muula-mula akan tampak dalam menurunnya
efisiensi selama beroperasi pada temperatur rendah, tekanan lebih tinggi atau
kecepatan gas yang lebih tinggi.
Persenyawaan yang apabila terdapat di dalam gas sintesa dapat
mengakibatkan penurunan aktivitas dan umur katalis yang disebut racun.
28

Persenyawaan itu biasanya membentuk persenyawaan yang lebih atau kurang


stabil bagian bahan-bahan yang aktif dan terdapat pada katalis. Terdapat racun-
racun permanen yang menyebabkan penurunan keaktifan katalis secara tetap.
Racun-racun tersebut membentuk persenyawaan permukaan yang stabil dari
katalis. Racun-racun lain bisa menyebabkan penurunan aktivitas secara sementara,
keaktifan semula akan didapat dalam waktu yang relatif pendek setalah
persenyawaan racun dihilangkan dari gas.
Kelompok racun yang terkuat pada katalis ammonia sintesa adalah
persenyawaan oksigen. Persenyawaan ini tidak dapat digolongkan sebagai racun-
racun sementara dan permanen. Jika suatu persenyawaan oksigen yang merupakan
karbon dioksida yang terdapat dalam jumlah yang sedikit pada gas sintesa,
beberapa daerah yang aktif dari katalis bereaksi dengan oksigen sehingga
mengurangi keaktifan katalis. Apabila persenyawaan dihilangkan dari gas sintesa,
katalis akan tereduksi dengan penuh, tetapi semua tempat yang diaktifkan lagi
(regenerasi) tidak dapat kembali sepenuhnya seperti keadaan semula atau tidak
memperoleh aktivitasnya yang semula.
Biasanya persenyawaan oksigen yang menjadi racun katalis adalah uap air,
karbon dioksida, dan molekul-molekul oksigen. Racun-racun lain seperti H 2S
permanen dan endapan minyak yang bukan racun sebenarnya dalam hal ini, tapi
dapat menurunkan aktivitas katalis dengan jalan menutupi permukaan katalis.
Katalis sintesa secara mekanis adalah kuat. Operator tidak boleh bertindak secara
sembarangan. Kesalahan operasi dapat menyebabkan goncangan (fluktuasi)
temperatur yang sangat cepat dan mengakibatkan katalis menjadi pecah. Selama
waktu reduksi setiap perubahan temperatur yang cepat harus dihindari dengan hati-
hati, pada kondisi tersebut katalis akan sangat sensitif terhadap perubahan-
perubahan temperatur yang cepat dan mudah menjadi hancur.
Reduksi katalis sintesa dilaksanakan pada waktu start up pabrik setelah
daerah deretan depan (front end) dari pabrik telah beroperasi mendekati kondisi-
kondisi dan rate desain. Terdapat empat tahap cara-cara reduksi diberikan dalam
section start up. Seperti yang disebutkan dalam section unit conditioning, chloride
yang bersentuhan (contact) dengan stainless steel (baja tahan karat) dari basket
29

converter dapat berpengaruh terhadap dinding dalam vessel yang dapat menjadi
retak karena stress corrosion cracking, karena itu chloride yang terkandung dalam
tiap-tiap kelompok katalis harus diperiksa sebelum diisikan. Maximum chloride
yang larut dan terkandung dalam katalis 10 pm. Dalam hal rusaknya wadah (drum)
katalis yang memungkinkan terbukanya terhadap kotoran, maka setiap wadah
katalis harus diperiksa.

Gambar 2.5. Katalis Ammonia Converter (105-D)


Ammonia yang dihasilkan dalam reaktor sintesa dengan cepat akan
menumpuk sampai batas yang dapat mempengaruhi reaksi sehingga secara terus
menerus harus dipisahkan dari aliran recycle gas sintesa yang menuju ke
converter. Hal ini dilaksanakan dengan jalan mendinginkan aliran recycle gas
melalui sederetan pendingin-pendingin atau chiller untuk mengembunkan produksi
ammonia yang dihasilkan dalam setiap edaran (pass) melalui converter.
Bagian-bagian internal ammonia converter yang lama selanjutnya
dimodifikasi oleh ACSA (Ammonia Casale), yaitu menjadi aliran axial-radial
flow beds berdasarkan desain ACSA (Ammonia Casale) . Untuk bed 2, 3, dan 4
diatas katalis yang berukuran kecil (1.5 – 3 mili mikron) ditambahkan katalis
berukuran 8 – 12 mili mikron sebagai lapisan proteksi (lapisan penyangga).
Tekanan loop sedapat mungkin dijaga sekitar 80 – 90 bar atau sekitar 1250 – 1300
psi. Perlu dihindari pembekuan air pada chiller pada saat permulaan dari proses
reduksi, dimana refrigerant sistem diarahkan atau dijaga untuk memperoleh
30

temperatur TI-1-31 (inlet 106-F) sekitar 15oC. Titik beku dari konsentrasi
ammonia:

Tabel 2.7. Titik Beku dari Konsentrasi Ammonia


Freezing Point ( oC) NH3 Concentration
(%)
0.0 0.0
-5.0 4.0
-10.0 7.0
-15.0 9.5
-20.0 12.0
-25.0 14.3
-30.0 16.0
-35.5 17.0

Apabila terjadi kadar air lebih dari 3000 ppm, maka rate kenaikan
temperatur harus dikurangi untuk menjaga temperatur mantap. Pengaturan apapun
dalam tahap reduksi harus dilakukan secermat mungkin dan sekecil mungkin
dengan memberikan cukup waktu untuk pengamatan-pengamatan temperatur
secara keseluruhan. Perubahan-perubahan yang dilakukan secara tiba-tiba dan
drastis akan menimbulkan akibat terhentinya reduksi, sebagaimana:
1. Temperatur chiller jatuh terlalu rendah, sedangkan konsentrasi ammonia
liquid masih di bawah 25%. Mantapkan temperatur, apabila gagal, maka
heater harus dimatikan untuk menghindarkan kondisi oenuh uap air maka
sirkulasi gas tetap dilanjutkan. Katalis harus didinginkan sekitar 50 oC,
sebelum menghentikan alirn ke katalis.
2. Start Up Heater Trip, tindakan yang dilakukan adalah penyalaan burner
secepat mungkin.

3. Terhentinya sirkulasi gas, tindakan yang dilakukan yaitu tekanan sistem


diturunkan dengan melalui vent. Apabila tekanan mencapai 5 – 10 kg/cm 2,
converter di purge dengan nitrogen sebelum aliran gas dihentikan.
31

Pengamatan yang dilakukan (log sheet) yaitu tekanan loop, flow gas,
temperatur-temperatur heater dan bed katalis, temperatur yang ada hubungannya,
inlet dan outlet converter, dan produksi ammonia dan % konsentrasi.
2.7.10. Perhitungan Umur Katalis
Ammonia Converter (105-D) dilengkapi dengan katalis yang berfungsi
untuk mempercepat laju reaksi dalam pembentukan ammonia. Jenis katalis yang
digunakan berbasis magnetite type dengan base iron berpromotor dengan jenis ICI
35-8A (Pre-reduced catalyst) bed pertama dan ICI 35-4A (Un-reduced catalyst) di
bed kedua dan ketiga. Katalis ini terdiri dari Al2 O 3, CaO, K 2 O, SiO2, dan Fe3 O4.
Umur dari katalis pada suatu reaktor akan berbeda-beda bergantung pada
kondisi operasi reaktor tersebut. Umur katalis biasanya telah ditentukan dari
vendor atau perusahaan yang memproduksi katalis tersebut. Namun, pada
nyatanya umur tersebut dapat berubah lebih lama ataupun lebih cepat dari umur
yang telah ditentukan. Penurunan life time katalis dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang diantaranya adalah racun katalis, pengendapan logam pada permukaan
katalis, sintering (penggumpalan katalis) dan kondisi operasi pada reaktor tersebut.
Penentuan life time katalis dapat dianalisa berdasarkan konversi reaktan
pada Ammonia Converter (105-D). Pada Ammonia Converter (105-D) terjadi
reaksi antara N 2dan H 2 dengan rasio 1:3 sehingga dihasilkan ammonia. Kondisi
operasi pada reaktor ini seperti temperatur 300-500ºC dan tekanan 130-140%.
Dimana hasil konversi NH 3 yang dihasilkan berkisar 15%. Analisa yang dilakukan
berdasarkan konversi ini menggunakan data konversi dari bulan Maret 2018-Mei
2018. Perhitungan life time katalis ini menggunakan persamaan polinomial.
Analisa dari konversi H 2 ini ditunjukkan pada grafik konversi H2 .
32

20 Grafik Konversi H2
18
16
f(x) = − 0 x⁴ + 0.02 x³ − 138.06 x² + 489949.18 x − 652032408.19
14 R² = 0.2
12
Konversi

H2
10 Polynomial (H2)
8
6
4
2
0
5260 5280 5300 Hari Ke-
5320 5340 5360 5380

Gambar 2.6. Analisa konversi H 2 Maret-Mei 2018


Analisa ini menggunakan persamaan polynomial dikarenakan data yang
digunakan menunjukkan korelasi antara konversi tidak terjadi secara konstan. Pada
analisa tersebut didapatkan penurunan konversi dari waktu ke waktu dan
diperkirakan akan terus menurun. Hal ini diakibatkan deaktivasi dari katalis itu
sendiri karena pemakaian dalam jangka waktu yang cukup lama. Pergantian katalis
terakhir kali dilakukan pada Juli 2003, sehingga umur katalis itu sendiri telah
mencapai 14,9 tahun terhitung sampai Juni 2018. Analisa untuk konversi N 2
ditunjukkan dengan grafik konversi N2.

25 Grafik Konversi N2

20
f(x) = − 0 x⁴ + 0 x³ − 16.4 x² + 57223.52 x − 74828943.08
N2
15 R² = 0.24
Konversi

Polynomi
al (N2)
10

0
5260 5280 5300 5320 5340 5360 5380
Hari Ke-

Gambar 2.7. Analisa konversi N 2 Maret-Mei 2018


Konversi antara N 2dan H 2 mengalami penurunan yang sama besar. Dimana
konversi terendah untuk N 2 mencapai 13,41 dan H 2 sebesar 15,12 Dari hasil
33

perhitungan dengan metode forecast dan trial and error dengan mengasumsikan
sampai konversi menjadi 0 didapatkan perkiraan sisa umur katalis adalah 30 hari
(1 bulan). Faktor lain yang menyebabkan turunnya konversi adalah adanya racun
katalis. Racun katalis ini terdiri dari dua macam yaitu bersifat permanent dan
sementara.
Racun katalis pada Ammonia Converter (105-D) berupa karbon monoksida
¿), uap air, molekul oksigen, hidrogen sulfida ( H 2 S ) yang terdapat dalam jumlah
sedikit pada gas sintesa, maka beberapa daerah yang aktif pada katalis akan
bereaksi dengan oksigen dan mengurangi keaktifan katalis. Namun oksigen
tersebut dapat dihiangkan sehingga katalis akan tereduksi kembali tetapi daerah
katalis yang di aktifkan kembali (regenerasi) tidak dapat kembali sepenuhnya
seperti keadaan semula. Endapan minyak sebenarnya tidak termasuk dalam racun
katalis namun dapat menurunkan aktivitas katalis dengan menutupi permukaan
katalis, sehingga menghambat proses terbentuknya ammonia.
Faktor lain yang dapat menurunkan life time katalis adalah temperatur.
Temperatur yang terlalu tinggi akan menurunkan aktifitas katalis dan
memperpendek umur katalis. Pada spesifikasinya, temperatur katalis berkisar pada
350-520ºC. apabila kondisi operasi secara actual melebihi dari range temperature
tersebut maka akan mengurangi life time katalis itu sendiri. Pada pembuatan
ammonia sendiri, tidak diperlukan suhu yang tinggi. Reaksi yang terjadi pada
pembuatan ammonia adalah :
3 H2 + N2 2 NH3 (reaksi eksotermis)
Berdasarkan asas Le Chatelier dimana jika suatu sistem berada dalam
kesetimbangan, suatu kenaikan temperatur akan menyebabkan kesetimbangan
bergeser ke arah zat yang menyerap kalor. Naiknya temperatur pada saat reaksi
akan mengakibatkan reaksi bergeser ke kiri (endotermis) atau kata lain dapat
menurunkan konversi pembentukan ammonia.
Faktor lain yang menunjukkan terjadinya deaktivasi pada katalis adalah
dengan menganalisis pressure drop pada ammonia converter (105-D). Pressure
drop akan selalu meningkat selama operasi. Hal ini dapat menunjukkan bahwa
34

kinerja dari katalis telah menurun. Salah satu faktor peningkatan pressure drop
karena banyak katalis yang mengalami deaktivasi pada katalis.
Peningkatan pressure drop pada katalis disebabkan banyaknya katalis
yang terkikis sehingga menutupi sisi aktif atau permukaan katalis. Hal tersebut
mengakibatkan terhambatnya aliran gas untuk kontak dengan katalis dan
menyebabkan pressure drop. Sintering juga menjadi salah satu faktor deaktivasi
pada katalis. Sintering disebabkan oleh pertumbuhan Kristal yang akan mengubah
struktur kimia katalis. Akibat dari sintering adalah penurunan luas permukaan
katalis dan mengakibatkan terjadinya penurunan banyaknya active site katalis
secara ireversibel. Pada umumnya terjadi sintering pada suhu lokal katalis yang

1
melampaui suhu leleh.
3
Hasil konversi di atas juga sudah melewati batas EOR (End Of Run) yaitu
kondisi dimana reaktor ini sudah tidak layak untuk digunakan. Berdasarkan data
EOR untuk konversi H 2 sebesar 27%, sedangkan secara actual konversinya jauh di
bawah data EOR sehingga perlu dilakukan penggantian katalis untuk
meningkatkan nilai konversi. Namun banyak pertimbangan dalam pergantian
katalis, salah satunya adalah biaya yang dibutuhkan cukup besar. Sehingga katalis
masih dapat digunakan selama masih terjadi konversi didalamnya.
Sisa umur katalis yang didapatkan dari perhitungan yaitu 30 hari (1 bulan)
dimana hasil ini didapatkan dengan trial and error metode forecast dengan
persamaan polynomial. Dapat disimpulkan bahwa life time katalis sampai dengan
14,8 tahun terhitung dari pertama kali pemakaian katalis pada Juli 2003. Perkiraan
life time katalis pada ammonia converter (105-D) ini secara teknis adalah selama 8
tahun. Namun dengan data aktual, katalis dapat digunakan hampir dua kali umur
yang ditentukan secara teknis.

Anda mungkin juga menyukai