Anda di halaman 1dari 17

Makalah

Tanda Bahaya Pada Neonatus, Bayi Dan Balita

Dosen Pengampuh : Else Sri Rahayu, SST, M.Tr.Keb

Kelompok 2 :

1. Adelia Utami S. 12. Diyah Ayu I. 23. Nopa Anggraini


2. Anes Yuliana 24. Oktavia anggraini
13. Fira Rahmadini N
3. Anggela Febriola 25. Priska Ria R. S.
14. Friska shintia
4. Anita Yulianti 26. Reta Anggraini
15. Friska oktaria M.
5. Anten safitri C 27. Safitri Widya Sari
16. Gemi Nurcahyani.
6. Ardheta Rahma S 28. Tiara Agnesia
17. Jumatul Aini
7. Ayudya Husnil C. 29. Yevi Monika
18. Lia Gustarini
8. Ayu sapitri 30. Yolla Amedea V.
19. Meliza ayu lestari
9. Betaria 31. Yora Asnia
20. Miranda
10. Cindi Zhafira 32. Yulia Artarina
21. Nabilah Amalia
11. Dita vindiasari
22. Nadella safitri

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PRODI DIII KEBIDANAN

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas curahan nikmat dan karunia-Nya, sehingga
makalah Tanda Bahaya pada Nenonatus, Bayi dan Balita dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan pada Rasulullah Muhammad Saw yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman yang penuh ilmu pengetahuan.
Aamiin.

Makalah Tanda Bahaya pada Nenonatus, Bayi dan Balita ini diharapkan dapat
menjadi bahan pembelajaran bagi para pembaca supaya terciptanya rasa semangat dalam
belajar. Semoga makalah ini menjadi alternatif untuk proses pembelajaran askeb neonatus,
bayi dan balita.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari segala kekurangan baik dari segi isi
ataupun bahasa. Oleh karena itu penulis berharap untuk kritikan dan saran yang membangun
agar penulis bisa melakukan perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya, kepada Allah
Swt.jualah kami mohon taufik dan hidayah-Nya semoga usaha ini senantiasa dalam
keridhaan-Nya. Aamiin.

Bengkulu, 19 Januari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..............................................................................................................4


B. Rumusan Masalah..........................................................................................................5
C. Tujuan ..........................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN

A. Demam (suhu tubuh bayi lebih dari 37,5o C atau teraba dingin)
Gejala, Penyebab, Penatalaksanaan..............................................................................6
B. Mata Bayi Bernanah Banyak dan Dapat Menyebabkan Bayi Buta
Gejala, Penyebab, Penatalaksanaan..............................................................................9
C. Bayi Diare, Mat Cekung, Tidak Sadar
Gejala, Penyebab, Penatalaksanaan..............................................................................11
D. Kulit Terlihat Kuning
Gejala, Penyebab, Penatalaksanaan..............................................................................14
BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................16
B. Saran.............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi baru lahir biasanya mudah sakit, jika sakit bisa berubah cepat menjadi
kondisi yang serius dan berat. Gejala sakit pada bayi baru lahir memang sulit untuk
dikenali, untuk itu sudah seharusnya orang tua dapat mengenali tanda-tanda bahaya
secara dini pada bayi mereka sebelum keadaan bayi mereka semakin serius karena
terlambat membawa ke tempat pelayanan kesehatan dapat berujung kematian.
Seorang bayi dengan tanda bahaya merupakan masalah yang serius, bayi dapat
meninggal bila tidak ditangani segera (Kosim, 2005, hlm. 1).
Saat ini masalah yang dihadapi adalah masih tingginya angka kesakitan dan
kematian anak terutama pada masa perinatal. Pada hakikatnya angka kesakitan dan
kematian ini dapat diupayakan pencegahannya sedini mungkin, diantaranya dengan
meningkatkan pendidikan kesehatan keluarga terutama ibu. Menurut karakteristik
kesehatan ibu sebelum dan ketika hamil, kematian neonatal banyak terjadi pada
kelompok umur ibu 20-39 tahun pada anak pertama dan pada paritas ketiga (Djaja,
2003,7).
Tanda-tanda bahaya bayi baru lahir merupakan suatu gejala yang dapat
mengancam kesehatan bayi baru lahir, bahkan dapat menyebabkan kematian. Maka
dari itu sudah seharusnya orang tua mengetahui tanda-tanda bahaya terhadap bayi
mereka agar dapat mengantisipasinya lebih awal. Tanda-tanda bahaya bayi baru lahir
yaitu: bayi tidak mau menyusu atau muntah, kejang, lemah, sesak nafas, rewel, pusar
kemerahan, demam, suhu tubuh dingin, mata bernanah, diare, bayi kuning
(Muslihatun, 2010, hlm. 46).
Dengan mengetahui tanda bahaya, bayi akan lebih cepat mendapat
pertolongan sehingga dapat mencegahnya dari kematian. Namun apabila terlambat
dalam pengenalan dari tanda bahaya tersebut, bayi bisa meninggal. Bayi baru lahir
mempunyai masalah berat yang dapat mengancam kehidupannya dan memerlukan
diagnosa dan pengelolaan segera, terlambat dalam pengenalan masalah dan
manajemen yang tepat dapat mengakibatkan kematian (Kosim, 2003, hlm. 1)

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja gejala, penyebab, dan penatalaksanaan suhu tubuh tinggi dan rendah
pada neonatus, bayi dan balita?
2. Apa saja gejala, penyebab, dan penatalaksanaan mata bernanah pada neonatus,
bayi dan balita?
3. Apa saja gejala, penyebab, dan penatalaksanaan diare pada neonatus, bayi dan
balita?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tanda bahaya apa saja pada neonatus, bayi dan balita.
2. Untuk mengetahui penyebab dari tanda bahaya neonatus, bayi dan balita
3. Untuk mengetahui penatalaksanaannya

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Suhu
1. Hipotermi / Suhu Tubuh Dingin
Hipotermi yaitu dimana suhu tubuh bayi di bawah 36oC serta kedua tangan
dan kaki teraba dingin, sedang suhu normal adalah 36,5oC - 37,5oC. Hipotermi pada
bayi baru lahir dapat berakhir dengan kematian karena dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah dan dapat berujung kematian. Hipotermi dapat
dibedakan menjadi 2 bagian yaitu: hipotermi sedang, dimana suhu badan bayi
berkisar 32oC-36oC dan hipotermi berat yaitu dimana suhu badan bayi mencapai
dibawah 32oC.
Untuk dapat mengukur suhu pada hipotermi digunakan termometer yang dapat
mengukur sampai suhu 25oC yaitu termometer ukuran rendah (low reading
thermometer) ( Syaifuddin, 2006, hlm.373).
a. Gejala Hipotermi
Hipotermi pada bayi baru lahir dapat diketahui dari gejala-gejala
sebagai berikut yaitu bayi tidak mau minum/menyusu, tampak lesu dan
mengantuk, tubuh bayi teraba dingin, dan dalam keadaan berat denyut jantung
bayi bisa menurun dan kulit tubuh bayi mengeras. Hipotermi dikategorikan
menjadi 3 yaitu :
1) Hipotermi sedang, ditandai dengan aktivitas berkurang, tangisan
lemah, kulit berwarna tidak rata, kemampuan hisap lemah, kaki teraba
dingin.
2) Hipotermi berat sama dengan hipotermi sedang, bibir dan kuku
kebiruan, pernafasan lambat dan tidak teratur, bunyi jantung lambat.
3) Stadium lanjut hipotermi ditandai dengan muka, ujung kaki dan tangan
berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras
merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan
(Syafuddin, 2003,hlm. 373).
b. Penyebab Hipotermi
Kehilangan panas tubuh pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena
lingkungan, udara yang terlalu dingin, pakaian yang basah, dan

6
sebagainya. Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir adalah
sebagai berikut:
1) Radiasi yaitu dari objek ke panas bayi misalnya bayi ditimbang tanpa
alas
2) Evaporasi yaitu penguapan cairan yang melekat pada kulit misalnya
pada air ketuban yang melekat pada tubuh bayi dan tidak cepat
dikeringkan.
3) Konduksi yaitu sesuatu yang melekat ditubuh bayi misalnya pakaian
bayi yang basah tidak langsung diganti.
4) Konveksi yaitu penguapan dari tubuh ke udara contohnya angin
disekitar tubuh bayi (Saifuddin, 2006, hlm. 373).
c. Penatalaksanaan Hipotermi
1) Segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran
lampu.
2) Menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu dan Bayi diletakkan
telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi.
Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada
dalam satu pakaian. Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar
berkancing depan.
3) Bila tubuh bayi masih dingin dapat juga menggunakan selimut atau kain
hangat yang disetrika terlebih dahulu, yang digunakan untuk menutupi
tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi hangat
(Saifuddin, 2006, hlm.373).
4) Selalu menjaga kehangatan bayi, bungkus bayi dengan kain kering
kemudian diselimuti dan pakaikan topi agar terhindar dari kehilangan
panas.
5) Beri ASI sesering mungkin, bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras sebagai salah satu alternatif lainnya agar bayi tidak kekurangan
cairan atau dehidrasi. 6) Pantau terus suhu tubuh bayi setiap jam sampai
normal.
6) Ibu harus selalu mengamati tanda kegawatan pada bayi, bila terlihat bayi
sakit berat segera bawa ke tempat pelayan kesehatan (Syafuddin, 2002,
hlm. M-122).

7
2. Hipertermi / Demam
Demam adalah suhu tubuh yang meningkat, dimana tubuh terasa panas dan
suhunya naik sampai 38oC, sementara suhu normal berkisar 36,5oC-37,5oC.
Menurut Suriadi (2006, hlm. 63) demam adalah meningkatnya temperatur tubuh
secara abnormal. Dan menurut Rudolfh (2006, hlm. 592) Berdasarkan pengukuran
suhu bayi normal, suhu rektal sebesar 38°C atau lebih harus digunakan sebagai
defenisi batas bawah demam.
Demam pada suhu 37,8oC-40oC tidak berbahaya dan tidak mengakibatkan
kerusakan otak, kecuali jika suhunya melebihi 41,7oC yang berlangsung dalam
jangka lama. Lebih lanjut, demam yang disebabkan oleh infeksi tidak cepat naik dan
suhu tidak akan melebihi 41,2oC (Schwartz, 2005, hlm. 336).
a. Gejala Hipertermi
Gejala demam tubuh teraba panas, bayi agak rewel, dan biasanya
minum kurang. Gejala /demam pada bayi baru lahir yaitu: suhu tubuh bayi
lebih dari 37,5°C, Frekuensi pernafasan bayi lebih dari 60/menit, terlihatnya
tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang,
banyaknya air kemih berkurang (Syafuddin, 2006, hlm. 375).
b. Penyebab Hipertermi
Sebenarnya demam merupakan proses mekanisme tubuh yang sehat
ketika melawan penyakit. Demam terjadi karena tubuh sedang melakukan
perlawanan terhadap adanya gangguan, baik infeksi maupun gangguan yang
lainnya. Semua bayi demam berusia kurang dari 28 hari harus mendapatkan
evaluasi lengkap untuk kemungkinan sepsis.
Berdasarkan pengalaman dengan lebih dari 1000 bayi demam berusia
60 hari atau kurang, 436 bayi berada pada usia 30 hari atau kurang 142 berusia
14 hari atau kurang dan 227 memenuhi kriteria yang dipertimbangkan
sehingga mengelompokkan mereka sebagai beresiko rendah untuk mengalami
infeksi bakteri serius. Hanya 1 dari 227 bayi berusia kurang dari 30 hari yang
memenuhi kriteria resiko rendah yang menderita infeksi bakteri serius
(Rudolf, 2006, hlm. 585). Menurut Suriadi (2006, hlm. 63) demam sering
dikaitkan dengan adanya gangguan pada hipotalamus oleh karena adanya
infeksi, alergi, endotoxin, atau tumor.

8
c. Penatalaksanaan Hipertermi
1) Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar berkisar 26°C
- 28°C.
2) Tanggalkan seluruh pakaian dan jangan menggunakan selimut.
3) Kompres dengan cara mencelup handuk kecil ke air hangat terlebih dahulu,
tambahkan kehangatan air jika suhu tubuh bayi semakin tinggi. Dengan
demikian perbedaan air kompres dengan suhu tubuh tidak terlalu berbeda.
Jika air kompres terlalu dingin, hal ini justru akan mengerutkan pembuluh
darah bayi akibatnya panas tubuh tidak mau keluar. Bayi jadi semakin
menggigil untuk mempertahankan suhu tubuhnya.
4) Memberi ASI sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin, masuknya
cairan yang banyak kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk urine
merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh.
Tanda-tanda bahaya demam pada bayi yang perlu diwaspadai dan harus
segera mendapat dari petugas kesehatan yaitu jika bayi mengalami salah satu
atau beberapa gejala berikut: bernafas cepat secara tidak normal, sulit bernafas
atau nafasnya bersuara, mengantuk tidak normal, rewel yang tidak biasa,
menolak minuman, muntah terus menerus, suhu tubuh di atas 39oC
(Syaffudin, 2006, hlm.377) .
B. Mata Bernanah
Bayi baru lahir memang sangat sering mengalami sumbatan pada saluran keluar air
mata. Sekitar 20% bayi dilahirkan dengan salah satu atau kedua mata yang saluran keluar
air matanya tersumbat. Pada saat dilahirkan, bayi belum mengeluarkan air mata, sehingga
sumbatan ini belum terlihat, sekitar usia 2 minggu biasanya mata bayi sudah mulai
memproduksi air mata.
Kondisi ini juga tidak jarang membuat bayi mengalami infeksi pada mata. Tanda
bahwa infeksi pada mata terjadi adalah cairan yang diproduksi mata menjadi putih keruh
kekuningan, melengket, serta dapat menyebabkan mata kemerahan pada bayi. Kondisi
sumbatan pada saluran keluar air mata ini adalah kondisi yang tidak berbahaya dan dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga jarang memerlukan terapi khusus. Bila mata bayi
tampak terinfeksi,  biasanya dokter akan meresepkan obat tetes mata ataupun salep mata
untuk membantu menyingkirkan infeksi.

9
1. Gejala Mata Bernanah
a. Mata terlihat berair
b. Mudah muncul kotoran mata
c. Terkadang air mata terlihat kekuningan
d. Mata lengket saat bangun tidur
2. Penyebab Mata Bernanah
a. Konjungtivitis Bakteri
Merupakan infeksi bakteri pada mata. Gejala utamanya adalah kelopak
mata menempel bersama nanah setelah tidur. Dapat muncul di salah satu atau
kedua mata. Beberapa virus dapat menyebabkan nanah di mata, tetapi
kebanyakan tidak.
b. Konjungtivitis virus
Merupakan infeksi virus pada mata. Gejala utamanya adalah warna
merah muda pada bagian putih mata. Mata juga berair. Biasanya tidak ada
nanah. Dapat muncul di kedua sisi mata.
c. Cairan lendir normal
Sejumlah kecil lendir kering hanya ada di sudut mata. Bahkan
mungkin bukan nanah. Kumpulan lendir bisa menjadi warna krem. Seringkali
diakibatkan iritasi yang masuk ke mata dari tangan yang kotor. Tidak perlu
perawatan kecuali menghilangkannya dengan air hangat.
d. Saluran air mata tersumbat.
Dapat muncul pada 10% bayi baru lahir. Gejala utamanya adalah mata
berair tanpa henti. Air mata memenuhi mata dan mengalir di wajah. Ini dapat
terjadi bahkan ketika tidak menangis. Mata tidak memerah dan kelopak mata
tidak bengkak.
e. Benda asing di mata
Partikel kecil seperti pasir, kotoran, atau serbuk gergaji dapat tertiup ke
mata. Sering tersangkut di bawah kelopak mata atas. Jika tidak dihilangkan,
mata akan bereaksi dengan memproduksi nanah. Gejala utamanya adalah
infeksi mata yang tidak berespons terhadap obat tetes mata antibiotik.
3. Penatalaksanaan
Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat anda lakukan untuk membantu
menyingkirkan sumbatan pada saluran keluar air mata:
a. Melakukan pemijatan lembut pada sudut dalam mata (dekat hidung)

10
b. Melakukan kompres hangat pada sudut dalam mata tersebut sebelum
melakukan pemijatan, atau merendam tangan anda dalam air hangat terlebih
dahulu dan melakukan pemijatan dengan tanganyang hangat
c. Lakukan pembersihan pada cairan yang keluar dari mata secara teratur
dengan menggunakan bola kapas yang sudah direndam dengan air hangat,
dan bersihkan bagian luar mata dengan hati-hati. Anda dapat melakukan ini
sesering yang dibutuhkan (setiap kali tampak cairan keluar dari mata)
d. Pastikan telah mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melakukan
pembersihan dan pemijatan pada mata bayi.
Biasanya kondisi ini akan sembuh sendiri saat bayi berusia 6 bulan. Bila
setelah 6 bulan sumbatan tidak hilang, biasanya dokter dapat menyarankan
dilakukannya operasi ringan untuk membantu membuka sumbatan ini.
C. Diare
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula
bercampur lendir darah/lendir saja (Ngastiyah, 2005). Diare merupakan suatu keadaan
pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi
berupa peningkatan volume, keenceran dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah,
seperti lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari (Aziz, 2005).
1. Gejala Diare
a. Mata cekung.
b. Tampak lemah.
c. Bibir kering dan pecah-pecah.
d. Tidak keluar air mata ketika menangis.
e. Jarang buang air kecil.
f. Urine berwarna lebih gelap dan bau dari biasanya.
g. Tidak mau makan atau minum.
h. Gelisah atau rewel.
2. Penyebab Diare
Beberapa faktor penyebab diare yaitu :
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral meliputi:

11
 Infeksi bakteri: Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.
 Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxackie, Poliomyelitis)
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus.
 Infeksi parasit: cacing (Ascaris,Trichuris, Oxyuris,Strogyloides);
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis); jamur (Candida albicans)
2) Infeksi parenteral ialah infeksi dari luar alat pencernaan makanan seperti
otitis media akut (OMA), tonsillitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumoni,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak
berusia dibawah 2 tahun (Ngastiyah, 2005, p.224)
Proses ini diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke
dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan
merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah permukaan
intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal yang
mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam absorbsi cairan dan
elektronik. Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transpor
menjadi aktif dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya
sekresi cairan dan elektrolik akan meningkat (Aziz, 2005, p.101).
b. Faktor Malabsorbsi
a) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa.
b) Malabsobsi protein. Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi
yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi
rongga usus sehingga terjadilah diare.
c. Faktor Makanan
Faktor makanan yang dapat menyebabkan diare diantara adalah
makanan basi, beracun, makanan yang merangsang, alergi terhadap makanan.
Apabila terdapat toksin yang tidak mampu diserap dengan baik dan dapat
terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan.

12
d. Faktor Psikologi, Rasa Takut dan Cemas.
Faktor tersebut dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik
usus dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan (Aziz, 2005, p.102).
3. Penatalaksanaan
Menurut Wahyudi (2009) ada beberapa cara untuk pencegahan penyakit diare,
diantaranya :
a. Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif sampai umur 6 bulan.
Pemberian ASI mempunyai banyak keuntungan bagi bayi atau ibunya.
Bayi yang mendapat ASI lebih sedikit dan lebih ringan episode diarenya dan
lebih rendah risiko kematiannya jika dibanding bayi yang tidak mendapat
ASI. Dalam 6 bulan pertama kehidupan risiko mendapat diare yang
dibutuhkan perawatan di rumah sakit dapat mencapai 30 kali lebih besar pada
bayi yang tidak disusui daripada bayi yang mendapat ASI penuh. Hal ini
disebabkan karena ASI tidak membutuhkan botol, dot, dan air yang mudah
terkontaminasi dengan bakteri yang mungkin menyebabkan diare. ASI juga
mengandung antibodi yang melindungi bayi terhadap infeksi terutama diare,
yang tidak terdapat pada susu sapi dan formula. Saat usia bayi mencapai 6
bulan, bayi harus menerima buah-buahan dan makanan lain untuk memenuhi
kebutuhan gizi yang meningkat, tetapi ASI harus tetap terus diberikan paling
tidak sampai umur 24 bulan.
b. Hindarkan penggunaan susu botol
Seringkali para ibu membuat susu yang tidak langsung habis sekali
minum, sehingga memungkinkan tumbuhnya bakteri. Dot yang jatuh
langsung diberikan bayi tanpa dicuci. Botol juga harus dicuci dan direbus
untuk mencegah pertumbuhan kuman.
c. Penyimpangan dan penyiapan makanan pendamping ASI dengan baik, untuk
mengurangi paparan dan perkembangan bakteri.
d. Penggunaan air bersih untuk minum. Pasokan air yang cukup, bisa membantu
membiasakan hidup bersih seperti cuci tangan, mencuci peralatan makan,
membersihkan WC dan kamar mandi.
e. Mencuci tangan (sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi, sebelum
menyiapkan makanan atau makan).
f. Membuang tinja, termasuk tinja bayi secara benar. Tinja merupakan sumber
infeksi bagi orang lain. Keadaan ini terjadi baik pada yang diare maupun

13
yang terinfeksi tanpa gejala. Oleh karena itu pembuangan tinja anak
merupakan aspek penting pencegahan diare.
D. Ikterus/Bayi Kuning
Ikterus adalah kuning pada kulit atau pada bagian putih matanya yang disebabkan
oleh kadar bilirubin yang tinggi dalam darah bayi (Simkin, 2008, hlm. 354). Pada bayi
baru lahir terbagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis. Ikterus fisiologis timbul pada
hari kedua dan ketiga serta tidak mempunyai dasar patologis atau tidak ada potensi
menjadi kern ikterus.
Ikterus dianggap patologis jika terdapat salah satu keadaan berikut: Ikterus pada hari
pertama kehidupan, kadar bilirubin meningkat lebih cepat dari 5 mg/hari, pada bayi
cukup bulan ikterus memanjang hingga melebihi minggu pertama atau lebih dari dua
minggu pada bayi prematur (Schwartz, 2005, hlm. 475).
Terdapat beberapa perbedaan tanda dan gejala antara ikterus fisiologis dengan ikterus
patologis. Tanda-tanda ikterus fisiologis, adalah timbul pada hari kedua dan ketiga, kadar
indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk
neonatus kurang bulan, kecepatan peningkatan kadar billirubin tidak melebihi 5 mg%
perhari, kadar billirubin direk tidak melebihi 1 mg%, serta ikterus menghilang pada hari
kesepuluh dan tidak berhubungan dengan keadaan patologis (Hasan, 2005, hlm. 1101).
1. Gejala Ikterus/Bayi Kuning
Gejala ikterus yaitu: kulit tubuh tampak kuning, bisa diamati dengan cahaya
matahari dan menekan sedikit kulit untuk menghilangkan warna karena pengaruh
sirkulasi darah. Gejala klinik kern ikterus pada permulaanya tidak jelas yaitu
antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar, gerakan tidak
menentu, kejang, tonus otot meninggi, dan leher kaku (Hasan, 2005, hlm. 1102)
2. Penyebab Ikterus/Bayi Kuning
Ikterus disebabkan oleh kadar billirubin yang tinggi dalam darah bayi.
Bilirubin berasal dari pemecahan sel-sel darah merah yang tidak diperlukan yang
terjadi secara normal pada bayi baru lahir, billirubin diekskresikan dari tubuh bayi
melalui tinja. Jika tidak dikeluarkan dapat menyebabkan ikterus.
Ikterus yang timbul pada hari pertama atau kedua dari kehidupan bahkan lebih
serius dan membutuhkan perawatan intensif. Ikterus ini disebabkan oleh infeksi
atau ketidakcocokan tertentu seperti ketidakcocokan Rh atau ketidakcocokan
ABO. Ketidakcocokan Rh dapat terjadi jika resus darah ibu negatif sementara

14
resus darah bayi positif. Ketidakcocokan ABO terjadi jika darah ibu O sementara
ayah A, B, atau AB.
3. Penatalaksanaan
Pada bayi baru lahir dengan warna kekuningan karena proses alami
(fisiologis), tidak berbahaya dan akan hilang tanpa pengobatan. Prinsip
pengobatan warna kekuningan pada bayi baru lahir adalah menghilangkan
penyebabnya. Cara lain untuk upaya mencegah peningkatan kadar pigmen
empedu (bilirubin) dalam darah, hal ini dapat dilakukan dengan:
a. Susui sesering mungkin sesuai kebutuhannya, ini akan membuatnya sering
buang air kecil, membuang sisa kimia dan membersihkan dari sistem
tubuhnya.
b. Beri ASI eksklusif
c. Beri paparan sinar matahari pagi di bawah pukul 09.00 sesering mungkin
tanpa mengenakan pakaian maksimal 1 jam, ini dapat membantu tubuh bayi
mengurai bilirubin. Ikterus yang muncul lebih dari satu minggu sesudah
kelahiran bayi jarang ditemukan. Jenis ikterus ini dapat dikaitkan dengan bayi
yang disusui atau disebabkan 28 oleh beberapa kondisi tertentu. Orang tua
menjadi orang pertama yang menemukan adanya ikterus pada bayi, jika
mengkhawatirkan segera hubungi dokter (Simkin, 2008, hlm. 355).
Bayi ikterus dengan riwayat penyakit dalam keluarga atau bayi yang letargi
atau muntah atau bayi yang memiliki tangisan tinggi, urin berwarna gelap, atau
tinja sedikit memerlukan pemeriksaan lebih lanjut (Schwartz, 2005, hlm. 475).

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tanda bahaya pada neonatus, bayi
dan balita meliputi demam, mata bayi bernanah, bayi diare, mata cekung, kulit terlihat
kuning dan masih banyak lainnya. Demam adalah Demam adalah suhu tubuh yang
meningkat, dimana tubuh terasa panas dan suhunya naik sampai 38oC. Mata bernanah
adalah infeksi pada mata terjadi cairan yang diproduksi mata menjadi putih keruh
kekuningan, melengket, serta dapat menyebabkan mata kemerahan pada bayi. Bayi diare
adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali
pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir
darah/lendir. Ikterus adalah kuning pada kulit atau pada bagian putih matanya yang
disebabkan oleh kadar bilirubin yang tinggi dalam darah bayi. Tanda bahaya ini
mempunyai gejala, penyebab serta penatalaksanaannya masing-masing.

B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan kita harus mengetahui apa saja tanda bahaya pada neonatus,
bayi dan balita, serta gejala, penyebab dan penatalaksanaan dari tanda bahaya tersebut
supaya terciptanya asuhan kebidanan yang baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita dan dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.

16
DAFTAR PUSTAKA

El Sinta,Lusiana.2019.Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi dan


Balita.Sidoarjo:Indomedia Pustaka
Setiyani Astuti, Sukesi, dan Esyuananik.2016.Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak Pra Sekolah. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

17

Anda mungkin juga menyukai