Penulis
1
DAFTAR ISI
Daftar Isi ......................................................................................................….. 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................….. 3
A. LATAR BELAKANG MASALAH........................................................….. 3
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................….. 3
C. TUJUAN PENULISAN.......................................................................….. 3
BAB II PEMBAHASAN MATRIKS..................................................................….. 4
BAB III PEMBAHASAN TRIGONOMETRI…………………………………………..16
BAB IV PEMBAHASAN DIFERENSIAL……………………………………………..42
BAB V PEMBAHASAN INTEGRAL…………………………………………………48
BAB VI PENUTUP........................................................................................… 57
A. Kesimpulan ………………………………………………………………. 57
B. Saran ……………………………………………………………………… 59
Daftar Pustaka
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Matematika oleh sebagian besar siswa masih dianggap sebagai
momok, ilmu yang kering, penuh dengan lambang-lambang, rumus-rumus,
yang sulit dan membingungkan. Terkait dengan anggapan berlebihan
mengenai matematika, ditemukan beberapa penyebab fobia matematika
antara lain adalah mencangkup penekanan berlebihan pada penghafalan
semata, penekanan pada kecepatan berhitung, pengajaran otoriter,
kurangnya variasi dalam proses belajar mengajar matematika dan
penekanan berlebihan terhadap prestasi individu (Masykur dan Fathani,
2008 : 74).
Matematika pada dasarnya merupakan besaran, struktur, ruang,
relasi, perubahan beraneka topik, pola, dan bentuk. Dalam pandangan
formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan
struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika.
Pengetahuan dan penggunaan matematika dasar selalu menjadi sifat
melekat dan bagian utuh dari kehidupan individual dan kelompok. Kini
matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai
bidang termasuk ilmu pengetahuan alam, rekayasa medis, dan ilmu
pengetahuan sosial.
B. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penerapan matriks dalam bidang radiologi?
2. Bagaimana penerapan trigonometri dalam bidang radiologi?
3. Bagaimana penerapan diferensial dalam bidang radiologi?
4. Bagaimana penerapan integral dalam bidang radiologi?
5. `TUJUAN
1. Untuk memahami penerapan atau penggunaan matriks yang dapat
digunakan dalam bidang radiologi
2. Untuk memahami penerapan atau penggunaan trigonometri yang dapat
digunakan dalam bidang radiologi
3. Untuk memahami penerapan atau penggunaan diferensial yang dapat
digunakan dalam bidang radiologi
3
4. Untuk memahami penerapan atau penggunaan integral yang dapat
digunakan dalam bidang radiologi
BAB II
PEMBAHASAN MATRIKS
A. Pembahasan Matriks
1. Pengertian Matriks
2 3 9 −6
[ ]
−1 4 7 −3 ordo 3x4
1 −3 4 2
Matriks A di atas terdiri dari 3 baris dan 4 kolom. Sobat bisa mengatakan
matriks A berordo 3 x 4 atau di tulis A(3×4).
Matriks banyak dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
matematika misalnya dalam menemukan solusi masalah persamaan linear,
transformasi linear yakni bentuk umum dari fungsi linear contohnya rotasi dalam
3 dimensi. Matriks juga seperti variabel biasa, sehingga matrikspun dapat
dimanipulasi misalnya dikalikan, dijumlah, dikurangkan, serta didekomposisikan.
Menggunakan representasi matriks, perhitungan dapat dilakukan dengan lebih
terstruktur.
Matriks kolom adalah matriks yang terdiri dari satu kolom saja. Matriks
kolom berordo m × 1, dengan m banyak baris pada kolom matriks tersebut.
4
matriks berordo 2x1
Matriks baris adalah matriks yang terdiri dari satu baris saja.Biasanya,
ordomatriks seperti ini, 1 × n, dengan n banyak kolom pada matriks tersebut.
Seperti contoh di bawah ini :
T =[ a b ]
5
1 0 3 1 0 0
[ ] [ ]
A= 0 5 4 B= 7 3 0
0 0 2 6 5 2
1 0 0
[ ]
B= 0 3 0
0 0 5
maka matriks persegi dengan pola “semua elemennya bernilai nol, kecuali
elemen diagonal utama tidak semuanya bernilai nol”, disebut matriks diagonal.
Matriks nol adalah matriks yang entri di dalamnya semuanya bernilai nol.
[ ][ ][
A-B = 3 7 0 − 6 4 7 = 3−6 7−4 0−7 = −3 3 −7
2 −3 1 8 2 1 2−8 −3−2 1−1 −6 −5 0 ][ ]
3.3 Perkalian Matriks dengan Skalar
Jika k adalah suatu bilangan skalar dan A=(aij) maka matriks kA(kaij)
yaitu suatu matriks kA yang diperoleh dengan mengalikan semua elemen
matriks A dengan k. Mengalikan matriks dengan skalar dapat dituliskan di
depan atau dibelakang matriks. Misalnya [C]=k[A]=[A]k dan (cij ) = (kaij )
Pada perkalian matriks dengan skalar berlaku hukum distributif dimana
k(A+B)=kA+kB
3.4 Perkalian Matriks dengan Matriks
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
AC= [ 10 01][ 12 1 1
2 3][
=
1 1 1
2 2 3 ]
AB+ AC = 1 0 2 + 1 1 1 = 2 1 3
[
1 2 0 2 2 3 ][ 3 4 3 ][ ]
1. Hukum Assosiatif, A(BC) = (AB)C
Contoh :
( AB ) C= 2 4 −2 1 ])[ 32 11]=[−4 18 3 1 = 24 14
([ ][
1 3 0 4 −2 13 ][ 2 1 ] [ 20 11 ]
7
A ( BC )= 2 4 −2 1 3 1 = 2 4 −4 −1 = 24 14
[ ]( [
1 3 ][ ]) [ ][
0 4 2 1 1 3 8 4 20 11 ][ ]
( AB ) C= A( BC )
Contoh :
Jika baris dan kolom dari suatu matriks dipertukarkan, maksudnya: Baris pertama
menjadi kolom pertama, Baris kedua menjadi kolom kedua, Baris ketiga menjadi
kolom ketiga, dan seterusnya, Maka kita akan mendapatkan sebuah matriks baru yang
dinamakan matrik transpose.
Matriks transpose sering diberi symbol AT atau BT.
contoh:
1.Carilah matriks transpose dari:
a. AT
b. BT
Jawab:
8
T
1 6 5 1 3 0 2 9 5 2 9 10
T
[ ][ ][
2. ( A+ B) = 3 7 0 + 6 4 7 = 9 11 7 = 9 11 −1
2 −3 1 8 2 1 10 −1 2 5 7 2 ][ ]
5.1 Minor
Untuk mencari nilai kofaktor terlebih dahulu kita harus mencari nilai minor
dari setiap elemen matrik. Untuk memudahkan, selanjutnya minor kita beri
simbol dengan huruf M dan minor untuk setiap elemen matrik akan kita beri
simbol dengan Mij dimana i adalah letak baris dan j adalah letak kolom dari
setiap elemen matrik.
contoh:
diketahui matrik A sebagai berikut:
maka minor elemen 2 yang terletak pada baris ke 1 kolom ke 1 diberi simbol
dengan M11. Untuk mencari harga minornya dapat kita lakukan dengan
mencoret atau menghilangkan baris ke 1 dan kolom ke 1 sehingga
didapatkan matrik baru seperti berikut:
9
Untuk nilai M13, M21, M22, M23, M31, M32 dan M33 didapatkan hasil
sebagai berikut:
5.2 Kofaktor
Setelah mendapatkan harga minor dari masing-masing elemen matriks
kita dapat menentukan nilai atau harga dari kofaktor. Cara mencarinya
adalah dengan mengalikan masing-masing nilai minor di atas dengan tanda
tempat masing-masing elemen. Adapun tanda tempatnya dapat dilihat pada
gambar berikut:
Jadi berdasarkan tanda tempat di atas kita dapat mencari nilai kofakto
dari masing-masing elemen matriks. Untuk selanjutnya kita akan berikan
simbol untuk nilai kofaktor masing-masing elemen dengan Cij, dimana i
menandakan baris dan j menandakan kolom. jadi untuk setiap elemen di atas
kita dapatkan harga kofaktornya sebagai berikut:
10
5.3 Matrik Kofaktor
Setelah kita mendapatkan harga atau nilai kofaktor dari masing-masing
elemen matrik di atas, maka kita sekarang akan menyusun setiap nilai kofator
tersebut sesuai dengan alamat tempatnya masing-masing. Susunan masing-
masing elemen dari nilai kofaktor ini akan menghasilkan sebuah matrik baru
yang kita namakan dengan matrik kofaktor. Untuk selanjutnya matrik kofaktor
akan kita beri simbol dengan huruf C. Jadi matrik kofaktor (C) dari matrik di
atas adalah:
11
Maka matrik transpose dari matrik kofaktor dinamakan dengan matrik adjoin
dari matrik A. Jadi untuk memperoleh adjoin dari suatu matrik bujur sangkar
A kita harus
1. Membentuk matrik kofaktor C
2. Menuliskan transpose dari matrik C yaitu CT
7.Determinan Matriks
7.1 Pengertian Determinan Matriks
Determinan adalah suatu fungsi tertentu yang menghubungkan suatu
bilangan real dengan suatu matriks bujursangkar.
Sebagai contoh, kita ambil matriks A2×2
A = untuk mencari determinan matrik A maka,
detA = ad – bc
8. Invers Matriks
Dari sifat-sifat bilangan real, kita tahu bahwa invers perkalian dari a
adalah a–1 = 1/a (a ≠ 0) karena hasil dari a ∙ a–1 dan a–1 ∙ a adalah unsur identitas,
yaitu 1. Untuk menunjukkan bahwa terdapat invers yang serupa di dalam matriks,
perhatikan matriks persegi A dan sebarang matriks B berikut.
Untuk,
12
gunakan perkalian matriks, kesamaan matriks, dan sistem persamaan untuk
menentukan semua elemen dari B.
Pembahasan Dengan mengalikan dua matriks yang berada di ruas kiri, kita
mendapatkan
dan
Dengan cara yang serupa untuk menyelesaikan sistem persamaan yang kedua,
kita mendapatkan b = –2,5 dan d = 3. Sehingga,
merupakan kandidat utama sebagai invers dari A, atau disimbolkan A–1. Untuk
menentukan apakah A–1 sudah benar-benar ditemukan, kita perlu untuk menguji
apakah perkalian dari kanan dan perkalian dari kiri menghasilkan matriks I: AB =
BA = I.
13
Contoh 2: Menguji B = A–1
tentukan apakah AB = BA = I.
Pembahasan
Latihan-latihan yang telah kita kerjakan di atas, menuntun kita ke dalam definisi
invers matriks sebagai berikut.
Diberikan suatu matriks A dengan ordo n × n, jika ada matriks A–1 berorodo n × n
sedemikian sehingga A A–1 = A–1A = I, maka A–1 disebut sebagai invers dari
matriks A.
Walaupun hanya matriks persegi yang memiliki invers, tetapi tidak semua matriks
persegi memiliki invers. Jika invers dari suatu matriks ada, maka matriks tersebut
disebut invertibel. Untuk matriks berordo 2 × 2 yang invertibel, terdapat suatu
rumus sederhana untuk menentukan inversnya. Berikut ini rumus untuk
menentukan invers dari matriks berordo 2 × 2 tersebut.
maka,
14
9. Aplikasi Matriks Dalam Radiologi
Matrix adalah susunan jumlah baris dan kolom dari pixel yang ditampilkan
pada gambar digital. Pixel adalah menyatakan volume terkecil dari jaringan tubuh
yang merupakan sayatan silang dari beberapa arah. Voxel adalah yang
menggambarkan area dari pixel sesuai dari ketebalan potongan. Ketika luas
15
lapangan gambar diperbesar dan ukuran matrix tetap (konstan) maka ukuran
pixel akan membesar dan resolusi berkurang.
BAB III
PEMBAHASAN TRIGONOMETRI
A. TRIGONOMETRI
1. SUDUT DAN UKURAN SUDUT
1.1 Pengertian Sudut
Agar kalian dapat memahami pengertian sudut, coba amati ujung
sebuah meja, pojok sebuah pintu, atau jendela di kelasmu, berbentuk
apakah ujung tersebut? Ujung sebuah meja atau pojok pintu dan jendela
adalah salah satu contoh sudut.
16
Suatu sudut dapat dibentuk dari suatu sinar yang diputar pada pangkal
sinar. Sudut ABC pada gambar di samping adalah sudut yang dibentuk
BC yang diputar dengan pusat B sehingga BC berputar sampai BA.
dengan : .
17
menjumlahkan atau mengurangkan satuan sudut, masingmasing satuan
derajat, menit, dan detik harus diletakkan dalam satu lajur.
1.3 Menggambar dan Memberi Warna Sudut
Sediakanlah sebuah busur derajat agar kalian dapat memahami uraian
materi berikut dengan baik. Dalam mengukur besar suatu sudut, diperlukan
suatu alat yang dinamakan busur derajat.
Pada umumnya, busur derajat terbuat dari mika tembus pandang
berbentuk setengah lingkaran. Pada busur derajat terdapat dua skala, yaitu
skala atas dan skala bawah. Pada skala atas terdapat angka-angka 0, 10,
20, …, 180 berturut-turut dari kiri ke kanan, sedangkan pada skala bawah
terdapat angka-angka berturut-turut dari kanan ke kiri 0, 10, 20, …, 180.
18
Setelah kita mengetahui cara mengukur besar sudut dengan busur derajat,
sekarang kita akan mempelajari cara menggambar sudut. Perhatikan uraian
berikut. Misalkan kita akan melukis sudut PQR yang besarnya 60 o. Langkah-
langkah untuk melukis sudut PQR yang besarnya 60o sebagai berikut.
a) Buatlah salah satu kaki sudutnya yang horizontal, yaitu kaki sudut
PQ.
b) Letakkan busur derajat sehingga
1) titik pusat lingkaran busur derajat berimpit dengan titik Q;
2) sisi lurus busur derajat berimpit dengan garis PQ.
3) perhatikan angka nol (0) pada busur derajat yang terletak pada
garis PQ. Jika angka nol (0) terletak pada skala bawah maka
angka 60 yang berada di bawah yang digunakan. Jika angka nol
(0) terletak pada skala atas maka angka 60 yang berada di atas
yang digunakan. Berilah tanda pada angka 60 dan namakan titik
R.
4) Hubungkan titik Q dan R. Daerah yang dibentuk oleh garis PQ
dan QR adalah sudut PQR dengan besar sudut PQR = 60o.
2. FUNGSI TRIGONOMETRI
2.1 Pengertian Trigonometri
Istilah trigonometri berasal dari kata yunani “trigonos” yang berarti
segitiga dan “metron” yang berarti ukuran. Berdasarkan kata – kata
pembentuknya, trigonometri diartikan sebagai ukuran segitiga.
Trigonometri pada mulanya merupakan kajian tentang segitiga dan
diterapkan sebagai tambahan ke-praktisan pada astronomi, survei dan
19
navigasi. Namun, pada perkembangannya trigonometri tidak hanya
dikaitkan dengan segitiga saja.
Seorang astronom yunani, Hipporchus (160 – 120 SM) berhasil
membuat daftar trigonometri. Kemudian, disusul oleh george Bachim
Rhaticus (1514 – 1576), seorang matematikawan Jerman, mempelajari
trigonometri menggunakan segitiga siku –siku. Lain halnya dengan
matematikawan Inggris, William Oughtred (1514 – 1660) yang berusaha
untuk mengubah pandangan trigonometri dari pandangan secara
geometri menjadi pandangan secara aljabar. Pandangan William Ougtred
dikembangkan lagi oleh seorang matematikawan yang sangat terkenal,
yaitu Leonar Euler (1707 – 1783), yang berasal dari Swiss, Euler
mengembangkan fungsi – fungsi trigonometri dari nisbah panjang suatu
garis menjadi suatu bilangan.
Sedangkan Hipporchus yang dikenal sebagai bapak Trigonometri, telah
menulis 12 buku tentang perhitungan dari tali busur yang berkaitan
dengan sudut pusat yang dipotong oleh tali busur itu. Sebagai fakta nyata
ketika mereka berkecimpung dengan masalah – masalah pada ruang
dimensi tiga, apa yang mereka bangun biasanya dirujuk sebagai
trigonometri bola, ketimbang sebagai trigonometri bidang.
20
Jika kita menjumlahkan rumus sin (a + b) dan sin (a - b), diperoleh
sin (a + b) = sin a cos b + cos a sin b…………………………………………
(5)
sin (a - b) = sin a cos b - cos a sin b + ………………………………………
(6)
sin (a + b) + sin (a - b) = 2 sin a cos b……………………………………….
(7)
Jadi, kita memperoleh rumus untuk 2 sin a cos b, yaitu
2sin a cos b = sin (a + b) + sin (a - b)………………………………………..
(8)
Perhatikan pembuktian rumus 2sin a cos b
2sin a cos b = sin (a + b) + sin (a - b)……………………………………….
(9)
= (sin a cos b + cos a sin b) + (sin a cos b - cos a sin b) …..
(10)
= sin a cos b + cos a sin b + sin a cos b - cos a sin b …….
(11)
= 2 sin a cos b…………………………………………………
(12)
= ruas kiri
2) Rumus untuk 2cos a sin b
Jika kita mengurangkan rumus sin (a + b) dan sin (a - b), diperoleh
sin (a + b) = sin a cos b + cos a sin b………………………………………..
(13)
sin (a - b) = sin a cos b - cos a sin b –
…………………………………………...…….....(14)
sin (a + b) - sin (a - b) = 2 cos a sin b………………………………………
(15)
Jadi, kita memperoleh rumus untuk 2 sin a cos b, yaitu
2sin a cos b = sin (a + b) - sin (a - b)………………………………………..
(16)
21
= (sin a cos b + cos a sin b) - (sin a cos b - cos a sin b).(18)
.. = sin a cos b + cos a sin b - sin a cos b - cos a sin b
= 2 cos a sin b
= ruas kiri
Catatan:
Rumus-rumus tersebut juga berlaku untuk sudut-sudut dalam satuan
derajat sehingga dapat dituliskan sebagai berikut :
2sin a cos b = sin (a + b) + sin (a - b)
2cos a sin b = sin (a + b) - sin (a - b)
Rumus-rumus untuk 2cos a cos b dan 2sin a sin b
1) Rumus untuk 2cos a cos b
Jika kita menjumlahkan rumus cos (a + b) cos (a - b), diperoleh
cos (a + b) = cos a cos b - sin a sin b
cos (a - b) = cos a cos b + sin a sin b +
cos (a + b) + cos (a - b)= 2 cos a cos b
Jadi kita memperoleh rumus untuk 2cos a cos b, yaitu
2 cos a cos b = cos (a + b) + cos (a - b)
Perhatikan pembuktian rumus 2 cos a cos b
2 cos a cos b = cos (a + b) + cos (a - b)
= (cos a cos b - sin a sin b) + (cos a cos b + sin a sin b)
= cos a cos b - sin a sin b + cos a cos b + sin a sin b
= 2cos a cos b
= ruas kiri
2) Rumus untuk 2sin a sin b
Jika kita mengurangkan rumus cos (a + b) cos (a - b), diperoleh
cos (a + b) = cos a cos b - sin a sin b
cos (a - b) = cos a cos b + sin a sin b -
cos (a + b) - cos (a - b) = -2 sin a sin b
22
= (cos a cos b - sin a sin b) - (cos a cos b + sin a sin
= cos a cos b - sin a sin b - cos a cos b + sin a sin b
= -2sin a sin b
= ruas kiri
3. APLIKASI PERBANDINGAN TRIGONOMETRI PADA SEGITIGA
Dua gambar tersebut adalah segitiga siku-siku. Dan salah satu sudutnya
kita namakan sudut a. segitiga siku-siku mempunyai tiga sisi. Dan kita akan
menamainya dengan sisi miring, depan dan samping.
Sisi miring yaitu sisi yang terletak di depan sudut 90 derajat. Sisi depan
adalah sisi di depan sudut (untuk gambar tersebut, terletak di depan sudut
a). sisi samping adalah sisi yang terletak di samping sudut a.
Pada segitiga siku-siku, berlaku perbandingan trigonometri sebagai
berikut :
depan
sin a=¿ ¿
miring
samping
cos a=¿ ¿
miring
depan
tan a=¿ ¿
samping
Artinya, nilai dari sin a sama dengan panjang sisi depan sudut a dibagi
dengan panjang sisi miring. Begitu juga untuk cos dan tan. Ingat, ini hanya
berlaku pada segitiga siku-siku.
4. FUNGSI TRIGONOMETRI SUDUT BERELASI
Sudut-sudut yang berelasi dengan sudut adalah sudut (90), (180),
(360), dan -. Dua buah sudut yang berelasi ada yang diberi nama
khusus, misalnya penyiku (komplemen) yaitu untuk sudut dengan (90 -
23
) dan pelurus (suplemen) untuk sudut dengan (180 - ). Contoh:
penyiku sudut 50 adalah 40, pelurus sudut 110 adalah 70.
1. Perbandingan trigonometri untuk sudut dengan (90 - )
Titik P1(x1,y1) bayangan dari P(x,y)
akibat pencerminan garis yx, sehingga
O
Y
diperoleh:
1
r
x
1y 1
P (x =
a. XOP = dan XOP1 = 90 -
1
)
(90-
,y P(
r
1
yy)
x,
)x
b. x1 = x, y1= y dan r1 = r
y
X
y1 x
sin ( 90 °−α )= = =cos α
a. r1 r
x1 y
cos ( 90 °−α )= = =sin α
b. r1 r
y1 x
tan ( 90° −α )= = =cot α
c. x1 y
c. 2. tan Perbandingan
( 90°−α )=cot αtrigonometri untukcotsudut
( 90 °−α
)=tan α
dengan (180 - )
Titik P1(x1,y1) adalah bayangan dari titik
P(x,y) akibat pencerminan terhadap
y1)
P1(x1,
1
sumbu y, sehingga
Gambar 2.6 sudut yang berelasi
)
(180-
r
,y)
P(x
y
X
24
y1y
sin ( 180°−α )= = =sin α
a. r1 r
x x
cos 180 1 cos
b. r1 r
y1 y
tan (180 °−α ) = = =−tan α
c. x1 −x
Dari hubungan di atas diperoleh rumus:
y
berelasi
x
1
r
O
+)
(180
Y
x
r
,y)
P(x
y
X
25
y1 −y
sin ( 180°+ α ) = = =−sin α
a. r1 r
x1 −x
cos ( 180 °+ α ) = = =−cos α
b. r1 r
y1 − y y
tan (180 °+ α )= = = =tan α
c. x1 −x x
Dari hubungan di atas diperoleh rumus:
-1 )
(360
b. x1 = x, y1= y dan r1 = r Y
maka diperoleh hubungan
r x,y
1
x
x
1
r
,y1)
P1(x1
y1 − y
)
P(
y
1
a.
x1 x
cos (−α )= = =cos α
b. r1 r
y1 − y
tan (−α ) = = =−tan α
c. x1 x
Dari hubungan di atas diperoleh rumus:
5. IDENTITAS TRIGONOMETRI
5.1 Rumus – rumus yang perlu dipahami:
a. Rumus Dasar yang merupakan Kebalikan
sin α
¿ tan α =
cos α
cos α
¿ cot α =
sin α
b. Rumus Dasar yang merupakan hubungan perbandingan
sin α
¿ tan α =
cos α
cos α
¿ cot α =
sin α
27
5.2 Persamaan Trigonometri
a. Persamaan Trigonometri Sederhana
k Cos x (x - α) = c
dengan k= √ a2+b2
b
α = arc tan a
G 28
F
A
D E B
GF
sin α=
CF GF=CF sin α …………..(1)
Pada segitiga sikusiku AFC,
CF Gambar 2.9 segitiga
sin β=
AC CF=AC sin β …………..(2)
AF
cos β=
AC AF=AC cos β …………..(16)
Sehingga AD AE DE
AC cos ( + ) AC cos cos AC sin sin
Jadi
cos ( + ) cos cos sin sin
29
cos (90) sin
sin ( + ) cos (90 ( + ))
cos ((90) )
cos (90) cos + sin (90) sin
sin cos + cos sin
Jadi
sin ( + ) sin cos + cos sin
Untuk menentukan sin (), seperti rumus kosinus selisih dua sudut
gantilah dengan lalu disubstitusikan ke sin ( + ).
sin () sin ( + ())
sin cos () + cos sin ()
sin cos + cos (sin )
sin cos cos sin
Jadi
sin () sin cos cos sin
tan α+ tan β
=
1−tan α tan β
tan α+ tan β
Jadi tan (α+ β )=
1−tan α tan β
Untuk menentukan tan (), gantilah dengan lalu disubstitusikan ke
tan ( + ).
tan () tan ( + ())
30
tan α+ tan (−β)
=
1−tan α tan (−β )
tan α− tan ( β )
=
1−tan α (−tan β )
tan α− tan β
=
1+tan α tan β
Jadi
tan α− tan β
tan (α−β )=
1+tan α tan β
31
7. FUNGSI TRIGONOMETRI SUDUT GANDA
Dari rumusrumus trigonometri untuk jumlah dua sudut, dapat
dikembangkan menjadi rumus trigonometri untuk sudut rangkap.
1. sin 2 sin ( + ) sin cos + cos sin 2 sin cos
Jadi
sin 2 2 sin cos
32
c. Jumlahkan panjang sisi a dan b. Kemudian, bandingkan dengan panjang
sisi c. Manakah yang lebih besar? Bandingkan pula panjang sisi a + c
dengan panjang sisi b. Demikian pula, bandingkan panjang sisi b + c dengan
panjang sisi a.
Manakah yang lebih besar? Apa yang dapat kalian simpulkan dari
kegiatan tersebut?
Jika kalian melakukan kegiatan tersebut dengan tepat, kalian akan
memperoleh kesimpulan seperti berikut. Pada setiap segitiga selalu berlaku
bahwa jumlah dua buah sisinya selalu lebih panjang daripada sisi ketiga.
Jika suatu segitiga memiliki sisi a, b, dan c maka berlaku salah satu dari
ketidaksamaan berikut.
(i) a + b > c
(ii) a + c > b
(iii) b + c > a
Ketidaksamaan tersebut disebut ketidaksamaan segitiga.
8.2 Hubungan Besar Sudut dan Panjang Sisi Suatu Segitiga
Agar kalian mengetahui hubungan antara besar sudut dengan
panjang sisi pada suatu segitiga, lakukan kegiatan berikut ini. Buatlah
sebarang segitiga, misalnya segitiga ABC seperti gambar berikut ini.
33
Bagaimana hubungan antara sudut A dengan sisi BC,sudut B dengan sisi
AC, dan sudut C dengan sisi AB? Dengan menggunakan busur derajat,
ukurlah panjang setiap sudutnya, yaitu sudut A, sudut B, dan sudut C.
Kemudian dengan menggunakan penggaris, ukurlah masing-masing panjang
sisinya, yaitu AB, BC, dan AC. Amatilah besar sudut dan panjang sisi dari
segitiga tersebut. Jika kalian melakukannya dengan tepat, kalian akan
memperoleh bahwa
1. sudut B merupakan sudut terbesar dan sisi di hadapannya, yaitu sisi
AC merupakan sisi terpanjang;
2. sudut C merupakan sudut terkecil dan sisi di hadapannya, yaitu sisi
AB merupakan sisi terpendek.
Apa yang dapat kalian simpulkan dari kegiatan di atas?
Jika kalian melakukannya dengan tepat, kalian akan menyimpulkan
seperti berikut. Pada setiap segitiga berlaku sudut terbesar terletak
berhadapan dengan sisi terpanjang, sedangkan sudut terkecil terletak
berhadapan dengan sisi terpendek.
8.3 Hubungan Sudut Dalam dan Sudut Luar Segitiga
Kalian telah mengetahui bahwa jumlah sudut dalam segitiga adalah
180°. Selanjutnya, untuk memahami pengertian sudut luar segitiga,
pelajari uraian berikut.
34
Selanjutnya sudut CBD disebut sudut luar segitiga ABC. Berdasarkan
persamaan (i) dan (ii) diperolehsudut CBD = sudut BAC + sudut ACB. Dari
uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. Besar sudut luar suatu
segitiga sama dengan jumlah dua sudut dalam yang tidak berpelurus
dengan sudut luar tersebut.
Penyelesaian:
80° + 60° + x° = 180° (sudut dalam segitiga)
140° + x° = 180°
x° = 180° – 140°
x° = 40°
x° + y° = 180° (berpelurus)
40° + y° = 180°
y° = 180° – 40°
y° = 140°
Jadi, nilai x° = 40° dan y° = 140°.
9. GRAFIK TRIGONOMETRI
Grafik dari fungsi trigonometri berbentuk kurva periodik. Hal ini dapat
dibuktikan dengan bantuan turunan (tidak dibuktikan di sini). Untuk fungsi
sinus dan cosinus, grafiknya memiliki nilai maksimum dan minimum. Hal
ini dikarenakan nilai dari y = sin A dan y = cos B memiliki nilai maksimum
1, dan nilai minimum – 1. Berikut ini ditunjukkan langkah-langkah untuk
menggambar grafik y = sin x.
35
b. Lukislah titik-titik pasangan berurutan (x, y) di atas pada koordinat
Cartesius
36
Langkah-langkah di atas merupakan cara untuk melukis grafik
fungsi y = sin x. Untuk membuat grafik fungsi trigonometri yang lain, lakukan
langkah-langkah yang serupa. Bagaimana melukis grafik fungsi sinus yang
“dimodifikasi”? Misalnya, y = sin x + 1, y = 3 sin x, y = sin 2x, dan y = 3 sin
2x. Perhatikan “Tips dan Trik” berikut.
37
10.PERSAMAAN TRIGONOMETRI
Contoh 1 :
(ingat identitas :
Contoh 2 :
interval .
Jawab :
.( ).
, (ingat )
atau
38
untuk , penyelesaiannya .
untuk , penyelesaiannya
Contoh 3 :
Jawab :
atau
39
11. PERTIDAKSAMAAN TRIGONOMETRI
Contoh:
Cara:
harga nol:
cos x = 0
2 sin x – 1 = 0
2 sin x = 1
sin x = ½
40
x = 30° + k.360° atau x = (180 – 30)° + k.360°
Jika x = 180° maka sin 2.180° – cos 180° = sin 360° – cos 180° = 0 – (–1) =
1 (+)
karena yang diminta kurang dari (<) 0, maka yang diarsir adalah bagian-
bagian yang bertanda (-)
Sehingga HP-nya: {0° ≤ x < 30° atau 90° < x < 150° atau 270° < x ≤ 360°}
Ini adalah salah satu contoh penyelesaian dari pertidaksamaan.
Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan berikut, dengan 00 ≤x
≤ 3600
sin x + 1 ≥ cos x
Penyelesaian :
sin x + 1 – cos x ≥ 0
sin x – cos x + 1 = 0
sin x + 1 = cos x
sin2 x + 2 sin x + 1 = cos2 x
sin2 x + 2 sin x + 1 = 1 – sin2 x
2 sin2 x + 2 sin x = 0
2 sin x ( sin x + 1 ) = 0
2 sin x = 0 V sin x = -1
sin x = 0 x = 2700 + k . 3600
41
kuadran I
sin x = sin ( 00 + k . 3600 )
x = 00 + k . 3600
kuadran II
sin x = sin ( 1800 + k . 3600 )
x = 1800 + k . 3600
x = 00, sin 00 + 1 – cos 00 hasilnya nol
x = 900 , sin 900 + 1 – cos 900 hasilnya positif
x = 1800 , sin 1800 + 1 – cos 1800 hasilnya positif
x = 2700 , sin 2700 + 1 – cos 2700 hasilnya nol
x = 3000 , sin 3000 + 1 – cos 3000 hasilnya negatif
x = 3600 , sin 3600 + 1 – cos 3600 hasilnya nol
Jadi, Hp = { x│00 < x < 2700 }
42
BAB IV
PEMBAHASAN DIFERENSIAL
A. PEMBAHASAN DIFERENSIAL
1. Persamaan diferensial
43
Turunan dapat ditentukan tanpa proses limit. Untuk keperluan ini
dirancang teorema tentang turunan dasar, turunan dari operasi aljabar pada
dua fungsi, aturan rantai untuk turunan fungsi komposisi, dan turunan fungsi
invers.
Adapun aturan - aturan dalam turunan fungsi adalah :
1. f(x), maka f'(x) = 0
2. Jika f(x) = x, maka f’(x) = 1
3. Aturan pangkat : Jika f(x) = xn, maka f’(x) = n X n – 1
4. Aturan kelipatan konstanta : (kf) (x) = k. f’(x)
5. Aturan rantai : ( f o g ) (x) = f’ (g (x)). g’(x))
Turunan jumlah, selisih, hasil kali, dan hasil bagi dua fungsi
Misalkan fungsi f dan g terdiferensialkan pada selang I, maka fungsi f + g, f –
g, fg, f/g, ( g (x) ≠ 0 pada I ) terdiferensialkan pada I dengan aturan :
Turunan Matematika
Misalkan y adalah fungsi dari x atau y = f(x). Turunan (atau diferensial) dari y
terhadap x dinotasikan dengan :
44
Jika y = f(x).g(x) maka
45
46
Turunan Kedua
47
BAB V
PEMBAHASAN INTEGRAL
A.PEMBAHASAN INTEGRAL
1. Pengertian Integral
Integral dapat di artikan sebagai menyusul ditemukannya masalah dalam
diferensiasi di mana matematikawan harus berpikir bagaimana menyelesaikan
masalah yang berkebalikan dengan solusi diferensiasi. Lambang integral adalah ‘
∫’.
Agar lebih dapat di mengerti perhatikan pernyataan berikut :
F1(x) = x 2 + 5x – 6 maka F1’(x) = 2x + 5
F2(x) = x 2 + 5x + 12 maka F2’(x) = 2x + 5
F3(x) = x 2 + 5x maka F3’(x) = 2x + 5
Pada fungsi-fungsi yang berbeda konstanta di peroleh bentuk turunan / derivatif
yang sama. Operasi dari F(x) menjadi F’(x) mer sebaliknya dari F’(x) menjadi
F(x) disebuit dengan INTEGRAL (anti turunan).
∫ dx=x+ c
48
∫ ( f ( x ) ± g ( x ) ) dx=∫ f ( x ) dx +∫ g(x) dx
n 1 n
∫ x dx= x +c
n+1
n+1
∫ k x n dx= kn+1
x
+c
Untuk merancang aturan integral tak tentu dari fungsi-fungsi trigonometri, perlu
diingat kembali turunan fungsi – fungsi trigonometri sebagaimana diperhatikan
dalam table berikut:
F’(x) = f(x) dan turunan fungsi-fungsi trigonometri dalam table di atas, maka
integral tak tentu dari fungsi-fungsi trigonometri dapat dirumuskan sebagai
berikut :
49
Sedangkan aturan integral tak tentu dari fungsi-fungsi trigonometri dalam variabel
sudut ax+b dapat dirumuskan sebagai berikut :
50
2. Penyelesaian Cara Subtitusi
Integral subtitusi pada prinsipnya sama dengan integral pemisalan.
Prinsip integral Subtitusi ada 2 yaitu salah satu bagian dimisalkan dengan u
,sisanya yang lain (termasuk dx) harus diubah dalam du.
Bentuk umumnya : ∫ F ¿¿
Misal u = g(x) dan du = g’(x) dx, didapat
Contoh :
4.Integral Parsial
Integral parsial atau pengintegralan sebagian berdasar pada turunan suatu
fungsi hasil kali. Disebut Integral Parsial, karena sebagian bentuk dilakukan
operasi turunan sebagian operasi Integral.
Bentuk rumus:
51
Contoh:
5. Integral Tertentu
Pengertian atau konsep integral tentu pertama kali dikenalkan oleh
Newton dan Leibniz. Namun pengertian secara lebih modern dikenalkan oleh
Riemann.
Integral tentu adalah proses pengintegralan yang digunakan pada aplikasi
integral. Pada beberapa aplikasi integral dikenal istilah batas bawah dan batas
atas sebuah integral, batas inilah yang kemudian menjadi ciri khas sebuah
integral dinamakan sebagai integral tertentu. Sebab berbeda dengan integral tak
tentu yang tidak memiliki batas, maka pada integral tertentu ada sebuah nilai
yang harus disubtitusi yang menyebabkan tidak adanya lagi nilai C (konstanta )
pada setiap hasil integral dan menghasilkan nilai tertentu.
Secara umum integral tentu dari sebuah fungsi dengan batas tertentu
dapat dirumuskan sebagai berikut :
b
b
Jika f kontinu pada [a,b], maka ∫ f ( x ) dx=[F ( x )] = F(b)- F(a) dengan F
a
a
antiturunan seberang dari f , yakni suatu fungsi sedemikian sehingga F’ = f
Suatu fungsi f yang kontinu terdefinisi untuk Interval [a,b] kita bagi menjadi n
bagian yang sama dengan lebar.
52
SIFAT:
Contoh :
53
Misalkan L menyatakan himpunan semua bilangan L yang dapat
diperoleh sebagai jumlah luas daerah persegi-panjang kecil sebagaimana dalam
Gambar 12.2. Maka ‘luas daerah’ di bawah kurva y = f (x) mestilah lebih besar
daripada setiap anggota L. Tampaknya masuk akal untuk mendefinisikan ‘luas
daerah’ di bawah kurva y = f (x) sebagai bilangan terkecil yang lebih besar
daripada setiap anggota L, yakni sup L.
a. Menentukan Luas Daerah diatas Sumbu X
Misalkan R adalah daerah yang di batasi oleh kurva y=f(x) , garis x=a, dan
raris x=b , dengan F(x) ≥ 0 pada [a,b] maka luas daerah R adalah sebagai
b
berikut: L(R)=∫ f ( x)dx
a
54
Misalkan T adalah daerah yang dibatasi oleh kurva y = f(x), sumbu x, garis x=a,
dan
garis x=c, dengan f(x)>= 0 pada [a,b] dan f(x)<=0 pada [b,c], maka luas daerah T
adalah sebagai berikut:
b c
L(S)=∫ f ( x ) dx−∫ f (x) dx
a b
b
L(U )=∫ [f ( x ) −g(x)]dx
a
Kasus volume benda putar yang diputar mengelilingi sumbu x dibagi menjadi dua
permasalaha. Permasalahan pertama, volume benda putar yang dibatasi sebuah
kurva. Kasus yang kedua adalah volume benda putar yang dibatasi dua buah
kurva.
55
2. Volume benda putar pada interval yang diputar mengelilingi sumbu x dan
dibatasi kurva f(x) dan g(x).
Seperti halnya volume benda putar yang diputar mengelilingi sumbu x, volume
benda putar yang diputar mengelilingi sumbu y juga dibedakan menjadi dua jenis
kasus. Pertama, volume benda putar yang dibatasi sebuah kurva dan diputar
mengelilingi sumbu y. Kedua, volume benda putar yang dibatasi dua buah kurva
dan diputar mengelilingi sumbu y.
56
2. Volume benda putar pada interval yang diputar mengelilingi sumbu y dan
dibatasi kurva f(y) dan g(y)
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Dari makalah diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pada
dasarnya dalam kehidupan sehari-hari kita sering berhadapan dengan
persoalan yang apabila kita telusuri ternyata merupakan masalah
matematika. Dengan kata lain kita selalu bersentuhan dengan persoalan-
persoalan yang berkaitan dengan matematika entah itu kita sadari ataupun
tidak. Agar mudah difahami maka persoalan tersebut diubah kedalam
bahasa atau persamaan matematika supaya persoalan tersebut lebih mudah
diselesaikan. Tetapi terkadang suatu persoalan sering kali memuat lebih dari
dua persamaan dan beberapa variabel, sehingga kita mengalami kesulitan
57
untuk mencari hubungan antara variabel-variabelnya. Adapun matriks sendiri
merupakan susunan elemen-elemen yang berbentuk persegi panjang yang
di atur dalam baris dan kolom dan di batasi sebuah tanda kurung di sebut
matriks.
Dalam trigonometri dapat kita ambil kesimpulan bahwa kalkulus
mempunyai cabang utama yaitu kalkulus differensial, dan kalkulus integral.
Sedangkan kalkulus integral terbagi atas dua macam lagi yaitu integral
tertentu dan integral tak tentu. Integral mempunyai banyak aplikasi baik
dalam kehidupan sehari, maupun dalam bidang sosial ekonomi pertanian.
Seperti yang dibahas dalam makalah ini ternyata integral memiliki
aplikasi dalam bidang sosial ekonomi yaitu untuk mencari fungsi asal dari
fungsi marginalnya (fungsi turunannya), mencari fungsi biaya total, mencari
fungsi penerimaan total dari fungsi penerimaan marginal, mencari fungsi
konsumsi dari fungsi konsumsi marginal, mencari fungsi tabungan dari fungsi
tabungan marginal dan mencari fungsi kapital dari fungsi investasi
Persamaan diferensial adalah persamaan matematika untuk fungsi
satu variabel atau lebih, yang menghubungkan nilai fungsi itu sendiri
dan turunannya dalam berbagai orde. Persamaan diferensial memegang
peranan penting dalam rekayasa, fisika, ilmu ekonomi dan berbagai macam
disiplin ilmu lain.
58
solusi diferensiasi. Pemindaian objek menggunakan sinar-X pada hakikatnya
adalah proses perekaman energi ataupun intensitas sinar tersebut setelah
dipaparkan pada sebuah objek dengan sudut tertentu. Pada kasus
penyinaran oleh berkas radiasi, proyeksi yang dimaksud dapat berupa
bayangan yang diperoleh dari hasil penetrasi berkas tersebut berupa profil
atenuasi maupun transmisi. Dengan konteks yang lebih spesifik lagi,
proyeksi yang terekam oleh detektor berupa sisa akumulasi energi maupun
intensitas yang terserap di sepanjang penampang yang ditembus berkas
sebelum mencapai detektor. Secara matematis fenomena penyerapan
properti (energi ataupun intensitas) berkas radiasi dapat dimodelkan dengan
integral garis dengan asumsi penjalaran berkas tersebut berada pada
lintasan lurus (Kak dan Slaney, 1988). Integral garis dalam hal ini digunakan
untuk menghitung redaman total energi maupun intensitas berkas sebagai
akibat adanya interaksi antara berkas dan substansi yang dilalui berkas
tersebut. Dalam kasus tomografi menggunakan sinar X, interaksi yang terjadi
antara sinar X dengan material dapat berupa proses redaman, adsorpsi,
ataupun hamburan intensitas. Sehingga, integral garis merepresentasikan
nilai redaman total yang terjadi pada berkas sinar X yang berjalan lurus
menembus objek (Turbell, 2001).
Lambang integral adalah ‘ ∫ ’ . Integral terbagi atas integral tertentu dan
integral tak tentu. Integral tak tentu memiliki tiga cara dalam
penyelesaiannya yaitu cara biasa, cara subtitusi, dan integral parsial. Pada
integral tertentu proses pengintegralan yang digunakan pada aplikasi
integral. Dengan konsep integral kita dapat menentukan luas daerah dan
volume benda putar. Dalam kehidupan sehari – hari, integral memiliki
beraneka macam manfaat baik dalam bidang ekonomi, teknologi, fisika,
matematika, maupun bidang lain dalam kehidupan.
6.2 SARAN
59
Penguasaan mata pelajaran Matematika khususnya mengenai
matriks, trigonometri, diferensial, dan integral bagi peserta didik berfungsi
membentuk kompetensi program keahlian . Dengan mengajarkan
Matematika khususnya dalam hal matriks, trigonometri, diferensial, dan
integral diharapkan peserta didik dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari dan mengembangkan diri di bidang keahlian dan pendidikan
pada tingkat yang lebih tinggi. Namun, kebanyakan dari peserta didik
kebingungan dalam menyelesaikan persamaan – persamaan yang ada,
sehingga diharapkan untuk pendidik dapat menjelaskan konsep matriks,
trigonometri, diferensial, dan integral dengan metode yang lebih mudah
untuk dimengerti peserta didiK.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Pandoyo, Hidayah Isti, Suhito, Suparyan. 2000. Dasar-dasar dan
Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Pendidikan
Matematika FMIPA UNNES
Boyer, Carl B. (1991). A History of Mathematics (edisi ke-Second Edition). John
Wiley & Sons, Inc.
60
Christopher M. Linton (2004). From Eudoxus to Einstein: A History of
Mathematical Astronomy. Cambridge University Press.
Newton, Isaac. (c.1671). Methodus Fluxionum et Serierum Infinitarum (The
Method of Fluxions and Infinite Series)
Bernoulli, Jacob (1695), "Explicationes, Annotationes & Additiones ad ea, quae
in Actis sup. de Curva Elastica, Isochrona Paracentrica, & Velaria, hinc inde
memorata, & paratim controversa legundur
^ Hairer, Ernst; Nørsett, Syvert Paul; Wanner, Gerhard (1993), Solving ordinary
differential equations I: Nonstiff problems, Berlin, New York.
61
62
63