Anda di halaman 1dari 23

PRESTASI KERJA

TUGAS Conflict and Change Management

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik dalam Menyelesaikan Pendidikan


pada Program Studi S2 Magister Manajemen Universitas Kristen Maranatha

Dosen: Prof. Dr. Wilson Bangun, S.E., M.Si


Disusun Oleh: Guntur Pradipto Aji (1753032)

PROGRAM STUDI S2 MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG 2017/2018

1
DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................................................3
1.1. Latar Belakang Penelitian..................................................................................3
1.2. Manfaat Penelitian.............................................................................................6
BAB II...............................................................................................................................6
2.1. Prestasi Kerja.....................................................................................................7
2.1.1. Dimensi Prestasi Kerja...............................................................................7
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Kerja......................................8
2.1.3. Konsep Corporate Reputation.................................................................15
BAB III............................................................................................................................18
3.1. Kesimpulan......................................................................................................18
3.2. Saran................................................................................................................19

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Prestasi kerja karyawan merupakan satu dari beberapa hal yang sangat penting
dalam perusahaan untuk mencapai tujuannya, oleh karena itu perusahaan akan selalu
melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan prestasi kerja karyawannya. Prestasi
dalam bekerja merupakan salah satu kebutuhan yang ingin dicapai setiap karyawan
dalam melakukan pekerjaannya. Prestasi kerja karyawan tidak selalu sama hasilnya
antara satu karyawan dengan karyawan lainnya, hal ini disebabkan karena setiap
karyawan mempunyai kemampuan dan kemauan yang berbeda untuk melaksanakan
pekerjaan.
Prestasi kerja menurut Pynes J.E (2004) merupakan hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Karyawan dapat dikatakan
memiliki prestasi kerja yang baik apabila dapat memberikan hasil terbaik untuk
pekerjaannya artinya karyawan tersebut dapat mencapai atau melebihi standar atau
kriteria tertentu yang di tetapkan perusahaan.
Setiap perusahaan mengharapkan memiliki karyawan yang prestasi kerjanya
tinggi. Dijelaskan oleh Wirawan (2009) prestasi kerja tinggi dapat diketahui melalui
indikator dari: (1) hasil kerja berupa kuantitas hasil kerja, kualitas hasil kerja, dan
efisiensi dalam melaksanakan tugas. (2) secara kualitatif berupa (a) perilaku kerja
meliputi disiplin kerja, inisiatif, dan ketelitian. (b) Sifat pribadi karyawan yang ada
hubungannya dengan pekerjaan antara lain kepemimpinan, kejujuran dan kreativitas.
Prestasi kerja karyawan tinggi akan menguntungkan produktivitas perusahaan
meningkat dan menguntungkan karyawan ada kemungkinan gaji atau jabatan naik.

3
Pengukuran prestasi kerja karyawan adalah suatu proses mengkuantifikasikan
secara akurat dan valid tingkat efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan yang telah
terealisasi dan membandingkannya dengan tingkat prestasi yang direncanakan
(Handoko, 2008). Untuk itu seorang atasan perlu mempunyai ukuran prestasi kerja
para karyawan supaya tidak timbul suatu masalah. Informasi tentang prestasi kerja
karyawan juga diperlukan pula bila suatu saat atasan ingin mengubah sistem yang
ada.
Perusahaan bisa saja menemui prestasi kerja karyawan rendah. Akibat prestasi
kerja karyawan rendah berdampak pada produktivitas perusahaan menurun dan tidak
dapat memenuhi permintaan konsumen, sehingga perusahaan menderita kerugian dan
mengalami hambatan dalam perkembangannya. Adad beberapa hal yang membuat
tingkat prestasi kerja rendah.
Menurut Kreitner, R. & Kinicki A. (2000) quantitative overload adalah ketika
kerja fisik pegawai melebihi kemampuannya. Hal ini disebabkan karena pegawai
harus menyelesaikan pekerjaan yang sangat banyak dalam waktu yang singkat. Faktor
kondisi kerja termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya prestasi kerja
menurun.
Gibson dkk (1996), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan
penyesuaian diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan atau proses
psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar
(lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau
fisik berlebihan kepada seseorang.
Wu dan Shih (2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa stres merupakan
suatu kondisi ketegangan yang dapat mempengaruhi emosi, proses berfikir dan
kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang
untuk menghadapi lingkungan, hal ini pula yang sering dihadapi oleh karyawan.
Beberapa bentuk kesulitan terjadi di luar pekerjaan, tetapi kesulitan-kesulitan lain
berkaitan dengan pekerjaan dan dalam banyak kasus hal itu bisa mempengaruhi
prestasi kerja sehingga perlu menjadi perhatian manajemen.

4
Setiap kondisi pekerjaan dapat menyebabkan stres, tergantung reaksi
karyawan bagaimana menghadapinya. Faktor di lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan stres pada diri karyawan antara lain beban kerja yang berlebihan,
desakan waktu yang membuat karyawan tertekan, beberapa tekanan juga datang dari
sikap pimpinan, konflik dan ambiguitas peran mampu menyebabkan stres bagi
karyawan (Davis, 2002).
Penelitian tentang stres kerja dan prestasi kerja pernah dilakukan Samosir
(2008), dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan stres kerja berpengaruh
terhadap prestasi kerja.
Sejalan dengan meningkatnya stres, kinerja cenderung naik, karena stres
membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi
kebutuhan kerja, adalah suatu rangsangan sehat yang mendorong para karyawan
untuk menanggapi tantangan pekerjaan. Akhirnya stres mencapai titik stabil yang
kira-kira sesuai dengan kemampuan prestasi karyawan.
Selanjutnya, bila stres menjadi terlalu besar, kinerja akan mulai menurun
karena stres mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan
untuk mengendalikannya. Akibat yang paling ekstrem adalah kinerja menjadi nol,
karyawan menjadi tidak kuat lagi bekerja, putus asa, keluar atau menolak bekerja
untuk menghindari stres.
Pada umumnya orang akan berkecimpung dalam manajemen sumberdaya
manusia sependapat bahwa penilaian prestasi kerja para pegawai merupakan bagian
penting dari seluruh proses pekerjaan pegawai yang bersangkutan. Pentingnya
penilaian prestasi kerja yang rasional dan diterapkan secara objektif terlihat paling
sedikit dua kepentingan, yaitu kepentingan pegawai yang bersangkutan sendiri dan
kepentingan organisasi.
Bagi para pegawai, penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang
berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan dan potensinya yang pada
gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan
kariernya. Bagi organisasi, hasil penilaian prestasi kerja para pegawai sangat penting

5
arti dan perananya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti
identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi,
program pengenalan, penempatan, promosi, system imbalan dan berbagai aspek lain
dari keseluruhan proses manajemen sumberdaya manusia secara efektif. Setiap
pemimpin perlu mengambil keputusan dan keputusan itu akan semakin tepat apabila
informasinya juga tepat. Salah satu cara untuk mendapatkan informasi yang berkaitan
dengan kemampuan karyawan dalam melaksanakan pekerjaanya adalah penilaian
prestasi. Tentu saja pelaksaan penilaian prestasi itu sendiri harus benar agar informasi
yang diperoleh juga benar. Untuk itu makalah ini akan membahas prinsip-prinsip
yang dipergunakan dalam penilaian prestasi kerja.

1.2. Manfaat Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan tujuan, maka diharapkan makalah ini
mempunyai manfaat bagi :
1. Perusahaan dan Karyawan
Membantu memberikan informasi kepada perusahaan mengenai pentingnya
prestasi kerja karuawan dan kenyamanannya dalam bekerja untuk dapat
mencapai tujuan atau target perusahaan.
2. Bagi Akademisi
Bagi akademisi yang akan datang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk menunjang penelitan yang dilakukan.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Prestasi Kerja

Prestasi kerja karyawan merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan
untuk mencapai tujuannya, sehingga perusahaan melakukan berbagai usaha untuk
meningkatkannya. Prestasi dalam bekerja merupakan salah satu kebutuhan yang ingin
dicapai setiap orang dalam bekerja. Prestasi kerja karyawan tidak sama hasilnya, hal
ini disebabkan karena setiap karyawan mempunyai kemampuan dan kemauan yang
berbeda untuk melaksanakan pekerjaan.
Keberhasilan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya dapat diindikasi
melalui prestasi kerja yang dicapainya. Prestasi kerja merupakan pencapaian hasil
kerja karyawan selama periode waktu tertentu yang dibandingkan dengan berbagai
parameter, yang lebih dikenal dengan istilah standar, target, sasaran atau kriteria yang
telah ditentukan secara sepihak oleh perusahaan ataupun disepakati bersama antara
karyawan dengan perusahaan.
Menurut Yousef (2000), prestasi kerja adalah hasil kerja atau kinerja yang
dihasilkan oleh para pekerja dalam organisasi. Ivancevich dan Gibson (2004)
mendefinisikan prestasi kerja sebagai hasil kerja karyawan yang diperoleh dari
resultan atau gabungan perilaku karyawan dan organisasi. Samosir (2008)
menyatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hal yang sama dikemukan oleh Gomes
(Ginting, 2010) yang menyatakan bahwa prestasi kerja mempunyai dua hal, yaitu
pertama, secara kuantitas mengacu pada hasil dari suatu kerja yang dilakukan seperti
jumlah pengeluaran barang oleh individu per jam. Kedua, dari sudut kualitas, juga
prestasi kerja mengacu pada bagaimana sempurnanya seseorang itu melakukan

7
pekerjaan. Misalnya, barang yang dikerjakannya harus berkualitas. Gomes (2005)
mengartikan prestasi kerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak
melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi
kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh karyawan
dalam suatu perusahaan dengan melaksanakan tugas sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya dalam upaya pencapaian tujuan
perusahaan.

2.1.1. Dimensi Prestasi Kerja


Menurut Yousef (2000), ada dua dimensi prestasi kerja, yaitu :
1. Kualitas Prestasi Kerja (Quality Performance)
Kualitas merupakan harapan semua organisasi bisnis, baik kualitas
manusianya, alatnya, maupun perangkat lainnya sehingga diperoleh kualitas
produk yang maksimal. Prestasi kerja karyawan secara kualitatif kerap kali
tidak pasti. Namun demikian, penilaian prestasi kerja secara kualitatif penting
artinya bagi organisasi. Sebab merupakan sarana untuk merencanakan dan
mengendalikan pekerjaan ke arah prestasi kerja yang lebih baik.
2. Kuantitas Prestasi Kerja (Quantity Performance)
Artinya bahwa semakin meningkat kuantitas kerja karyawan berarti
menunjukkan adanya produktivitas yang meningkat.

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

Menurut Atmosoeprapto (2001), semakin baik dan kuat suatu budaya


organisasi, maka akan semakin kuat pula dorongan untuk berprestasi. Pernyataan

8
tersebut didukung oleh Kreitner dan Kinicki (2007) yang menyatakan bahwa
perusahaan yang memiliki budaya fleksibel dan adaptif mempunyai prestasi lebih
tinggi. Robbins dan Coutler (2010) menambahkan bahwa seorang karyawan yang
dinilai berprestasi tinggi sangatlah dipengaruhi oleh sikap dan perilaku karyawan
yang sesuai dengan budaya organisasinya. Dari pernyataan-pernyataan tersebut, dapat
diketahui bahwa budaya organisasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
prestasi kerja.
Menurut Loebis (2007), salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi kerja
adalah kepuasan kerja. Biasanya karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan
berprestasi kerja lebih baik daripada karyawan yang tidak mendapatkan kepuasan
kerja. Hal ini senada dengan pernyataan Robbins dan Timothy (2008), yaitu happy
workers are more likely to be productive workers. Sejalan dengan pernyataan Loebis,
Handoko (2008) juga menyatakan banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja,
di antaranya kepuasan kerja, motivasi, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem
kompensasi dan desain pekerjaan.
Berdasarkan beberapa kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah budaya organisasi dan kepuasan
kerja, yang mana budaya organisasi merupakan faktor eksternal sedangkan kepuasan
kerja merupakan faktor internal.

2.1.2.1. Kepuasan Kerja

Dalam suatu organisasi kepuasan kerja didambakan oleh karyawan, terutama


yang terkait dengan aspek-aspek yang terdapat pada pekerjaannya. Bagi organisasi,
kepuasan kerja dapat mendorong karyawan untuk lebih produktif (Santoso, 2013).
Kepuasan kerja merupakan tingkat dimana individu merasa positif atau negatiftentang
pekerjaan mereka. Menurut Nelson dan Newstrom (2002), kepuasan kerja adalah
emosi positif atau menyenangkan yang muncul dari penilaian pekerjaan atau
pengalaman kerja seseorang. Selain itu, kepuasan kerja juga merefleksikan tingkatan

9
dimana karyawan memiliki kesempatan untuk memuaskan kebutuhannya dan
mencapai sasaran kerja pribadi (Lengnick Hall dkk, 2003).

Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa


kepuasan kerja adalah reaksi emosional dan sikap kerja seseorang terhadap
pekerjaannya secara keseluruhan atau terhadap berbagai aspek dalam pekerjaannya
sebagai hasil penilaiannya terhadap pekerjaan yang akan mengarahkannya pada
perilaku tertentu.
Terdapat dua pengertian atau batasan tentang kepuasan kerja. Pertama,
pengertian yang memandang kepuasan kerja sebagai reaksi emosional yang
kompleks. Kedua, pengertian yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu
sikap kerja karyawan terhadap pekerjaan. Menurut Luthans (2006), kepuasan kerja
merupakan hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka
memberikan hal yang dinilai penting. Menurut Newstrom dan Davis (2002),
kepuasan kerja adalah suatu perasaan karyawan menyenangkan atau tidak
menyenangkan atas pekerjaannya. Menurut Schermerhon dkk (2010), kepuasan kerja
merupakan tingkat dimana individu merasa positif atau negatif tentang pekerjaan
mereka. Menurut Bohlander dan Snell (2010), kepuasan kerja adalah emosi positif
atau menyenangkan yang muncul dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja
seseorang. Selain itu, kepuasan kerja juga merefleksikan tingkatan dimana karyawan
memiliki kesempatan untuk memuaskan kebutuhannya dan mencapai sasaran kerja
pribadi (Hall dkk, 2003).
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja adalah reaksi emosional dan sikap kerja seseorang terhadap
pekerjaannya secara keseluruhan atau terhadap berbagai aspek dalam pekerjaannya
sebagai hasil penilaiannya terhadap pekerjaan yang akan mengarahkannya pada
perilaku tertentu.
Menurut Wexley dan Yulk (dalam Bangun, 2012), ada tiga teori tentang
kepuasan kerja, yaitu :

10
1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Porter (2000), yang
mendefinisikan bahwa job satisfaction is the difference between how much
of something there should be and how much there “is now”. Setiap orang
menginginkan agar sejumlah pekerjaan yang telah disumbangkan kepada
pemberi kerja akan dihargai sebesar yang diterima secara kenyataan.
Seseorang yang terpuaskan bila tidak ada selisih antara situasi yang
diinginkan dengan yang sebenarnya diterima. Dengan kata lain, jumlah
yang disumbangkan ke pekerjaannya bila dikurangi dengan apa yang
diterima secara kenyataan hasilnya adalah nol, dapat dikatakan pekerjaan
tersebut memberikan kepuasan kerja.

2. Teori Keadilan (Equity Theory)


Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Zaleznik (1958) dalam Porter
(2000), kemudian dikembangkan oleh Adams (1963) dalam Porter (2000).
Teori ini menunjukkan kepada seseorang merasa puas atau tidak puas atas
suatu situasi tergantung pada perasaan adil (equity) atau tidak adil
(inequity). Perasaan adil atau tidak adil atas suatu situasi didapat oleh setiap
orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain pada tingkat
dan jenis pekerjaan yang sama, pada tempat maupun di tempat yang
berbeda.

3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)


Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (1959) dalam Porter
(2000). Prinsip dari teori ini menyatakan bahwa kepuasan dan
ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Kepuasan kerja dan
ketidakpuasan kerja bukan suatu variabel yang kontinu. Menurut teori ini,
karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu
satisfier (motivators) dan dissatisfier (hygiene factors). Satisfier adalah

11
faktor-faktor yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri
dari pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk
berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Jika
faktor-faktor tersebut terpenuhi, maka akan menimbulkan kepuasan. Jika
tidak terpenuhi, maka akan mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfier
adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari
upah atau gaji, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan
status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta
kebutuhan dasar karyawan. Jika faktor-faktor tersebut tidak terpenuhi,
maka karyawan tidak akan puas. Jika terpenuhi, maka karyawan tidak akan
kecewa meskipun belum terpuaskan.

Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Prestasi Kerja Karyawan

Prestasi kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang
mempengaruhinya adalah kepuasan kerja. Luthans (2006), kepuasan kerja hingga
kini diyakini berkaitan dengan kinerja individu (karyawan), kelompok, yang pada
gilirannya akan berkaitan pula dengan efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Menurut Luthans (2006), karyawan yang bahagia merupakan karyawan yang
produktif. Walaupun para ahli tersebut tidak menyatakan secara eksplisit bahwa
kepuasan kerja akan memberikan pengaruh terhadap prestasi kerja, namun kata
kinerja dan produktif telah mencerminkan bahwa kepuasan kerja memberikan
pengaruh terhadap prestasi kerja.
Menurut Handoko (2008) terdapat hubungan positif antara kepuasan tinggi
dengan prestasi kerja tinggi. Hal ini berarti tingkat kepuasan kerja karyawan akan
dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Menurut Strauss dan Sayless (1990), tingkat kepuasan kerja mempunyai arti yang
sangat penting, baik bagi pegawai maupun bagi organisasi, terutama karena hal ini
dapat menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja serta pencapaian

12
prestasi kerja yang lebih baik. Menurut Gibson, Ivancevich dan Donnelly (2004),
kepuasan kerja dapat mempengaruhi dan menyebabkan prestasi kerja.

2.1.2.2. Budaya Organisasi

Budaya organisasi memegang peranan penting dalam membentuk sikap dan


perilaku dari anggota organisasi. Budaya organisasi ini tercermin melalui nilai-nilai
inti (core value) yang dianut oleh organisasi tersebut. Tingkat kekuatan dan
kesesuaian budaya organisasi terhadap nilai-nilai pribadi yang dianut oleh anggota
organisasi akan sangat menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai
tujuannya.
Menurut McShane dan Von Glinow (2008), budaya organisasi merupakan
pola dasar dari nilai dan asumsi organisasi yang mengarahkan karyawan dalam
organisasi untuk berpikir dan bertindak terhadap masalah dan kesempatan. Budaya
organisasi pada hakekatnya adalah kebiasaan-kebiasaan dalam organisasi yang
menekankan pada nilai, norma serta aturan yang membentuk sikap dan perilaku
anggota dalam organisasi.
Menurut Monde dan Noe (dalam Rian, 2014), budaya organisasi adalah
keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi
dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku. Menurut
Schein (2004), budaya organisasi merupakan suatu pola dari seperangkat asumsi
dasar yang digunakan oleh anggotanya dalam menyelesaikan masalah-masalah
integrasi internal maupun adaptasi eksternal yang berhasil dengan baik dan dianggap
sah. Menurut Kreitner dan Kinicki (2007), budaya organisasi adalah satu wujud
anggapan yang dimiliki dan diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan

13
bagaimana kelompok tersebut merasakan, berpikir dan bereaksi terhadap lingkungan
yang beranekaragam.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi adalah seperangkat nilai, keyakinan dan norma-norma yang dikembangkan
dalam organisasi dan dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk
menyelesaikan masalah yang timbul dalam lingkungan organisasi.

Menurut Cameron dan Quinn (1999), ada enam dimensi budaya organisasi, yaitu :
1 Karakteristik dominan (dominant characteristics), yaitu seperti apa
organisasi secara keseluruhan.
2 Kepemimpinan organisasi (organizational leadership), yaitu pendekatan
kepemimpinan seperti apa yang ada di organisasi.
3 Pengelolaan karyawan (management of employees), yaitu gaya yang
menjadi ciri khas bagaimana karyawan diperlakukan dan seperti apa
lingkungan kerjanya.
4 Perekat organisasi (organizational glue), yaitu ikatan mekanisme yang
memegang organisasi secara bersama-sama.
5 Penekanan strategis (strategic emphasis), yaitu bidang penekanan yang
mendorong strategi organisasi.
6 Kriteria sukses (criteria of success), yaitu hal-hal yang menentukan
bagaimana kemenangan didefinisikan serta apa yang akan dihargai dan
dirayakan.

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

Budaya organisasi mempunyai pengaruh dalam menentukan kepuasan kerja


karyawan.Menurut Simmons (2000), kepuasan karyawan berhubungan dengan sistem
nilai dari masyarakat tempat perusahaan itu berada. Seorang manajer sebuah
perusahaan bisa saja gagal total, kalau tidak mengerti nilai budaya masyarakat kerja
yang menjadi patnernya dalam bekerja. Menurut Laschinger dkk (dalam Simmons,

14
2000), adanya kesesuaian antara nilai pribadi dengan nilai perusahaan akan
menimbulkan kepuasaan kerja. Menurut Locke (1997), kepuasan kerja sangat
berkaitan dengan nilai-nilai yang dipresentasikan melalui budaya organisasi yang
dimiliki perusahaan. kecocokan individu dengan budaya organisasi dapat
memprediksi meningkatnya kinerja dan kepuasan kerja.

2.1.3. Penilaian Prestasi Kerja


Untuk mengetahui tingkat prestasi kerja karyawan, maka perusahaan perlu
melaksanakan penilaian prestasi kerja. Menurut Sikula (dalam Simmons, 2000),
penilaian prestasi kerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang
telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan.
Menurut Murphy dan Cleveland (dalam Simmons, 2000), penilaian prestasi
kerja bertujuan untuk memperoleh informasi yang berguna dalam pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan kegiatan manajemen SDM yang lain, seperti
perencanaan dan pengembangan karir, program-program kompensasi, promosi,
demosi, pensiun dan pemberhentian karyawan atau pemecatan.
Heneman, Schab dan Fossum (dalam Simmons, 2000) menyatakan bahwa
pengukuran prestasi kerja mencakup dua kegiatan, yaitu :
1. Identifikasi dimensi prestasi kerja yang mencakup semua unsur yang akan
dievaluasi dalam pekerjaan masing-masing karyawan dalam suatu
organisasi.
2. Penetapan standar prestasi kerja.
Pengukuran prestasi kerja mempertimbangkan :
1. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan.
2. Kualitas, yaitu mutu yang dihasilkan.

15
3. Ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang telah
direncanakan.

Menurut Bernardin dan Russel (2006), ada enam kriteria untuk mengukur prestasi
kerja seorang karyawan, yaitu :
1. Quality, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan
kualitas standar yang ditetapkan perusahaan.
2. Quantity, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan
jumlah standar yang ditetapkan perusahaan.
3. Timeleness, tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada
waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output
lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.
4. Cost of effectiveness, sejauh mana tingkat penerapan sumber daya
manusia, keuangan, teknologi dan material yang mampu
dioptimalkan.
5. Need of supervision, sejauh mana tingkatan seorang karyawan
untuk bekerja dengan teliti tanpa adanya pengawasan yang ketat
dari supervisor.
6. Interpersonal input, sejauh mana tingkatan seorang karyawan
dalam pemeliharaan harga diri, nama baik dan kerjasama, di antara
rekan kerja dan bawahan.

Menurut Flippo (2002), pengukuran prestasi kerja dapat dilakukan melalui


penilaian :

1. Kualitas kerja, yakni berkaitan dengan ketepatan, keterampilan,


ketelitian dan kerapian pelaksanaan pekerjaan.
2. Kuantitas kerja, yakni berkaitan dengan pelaksanaan tugas reguler dan
tambahan.

16
3. Ketangguhan, yakni berkaitan dengan ketaatan mengikuti perintah,
kebiasaan mengikuti peraturan, keselamatan, inisiatif dan ketepatan
waktu kehadiran.
4. Sikap, yakni menunjukkan seberapa jauh tingkat kerja sama dengan
teman dan atasan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Dalam bukunya Flippo (2002) juga menyatakan agar penilaian prestasi kerja yang
dilakukan dapat lebih dipercaya dan objektif, perlu dirumuskan batasan atau
faktor-faktor penilaian prestasi kerja sebagai berikut :
1. Performance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan.
2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan
tuntutan jabatan.
3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalisasi
yang mendukung peningkatan prestasi kerja.
4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan.

Menurut Robbins (2001), diperlukan KVI (Key Value Indicator) agar


pencapaian prestasi kerja melalui KPI (Key Performance Indicator) tidak menjadi
toxic belief. KVI ini bersifat penambahan nilai-nilai lain ke dalam output atau
kinerja karyawan dan berhubungan dengan kesediaan karyawan untuk memberikan
added value (nilai tambah) terhadap kinerja yang ditargetkan.
Berdasarkan beberapa kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
indikator-indikator yang digunakan dalam penilaian prestasi kerja adalah kualitas
dan kuantitas kerja, yang mana kualitas kerja dapat diukur dengan KVI (Key Value
Indicator) dan kuantitas kerja dapat diukur dengan KPI (Key Performance
Indicator).

17
BAB III
KESIMPULAN & SARAN

3.1. Kesimpulan
Penilaian prestasi kerja merupakan sebuah proses formal untuk melakukan
peninjauan ulang dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodic. Dapat
diartikan juga penilaian prestasi adalah suatu analisa yang adil dan jujur tentang
nlai karyawan bagi organisasi. Suatu ancangan yang obyektif, sistematis dan
menyeluruh kepada penilaian prestasi dapat menjadi suatu alat yang berguna bagi
perusahaan. Ia bukan saja menjadi suatu alat untuk memberikan bimbingan kepada
manajemen dalam menseleksi karyawan untuk kenaikan pangkat atau gaji tetapi
juga dipakai suatu alat pelatihan dan bimbingan guna membantu para karyawan
pada segala jenjang dari organissi untuk meningkatkan prestasinya, dan untuk
perencanaan karyawan berjangkauan panjang. penilaian prestasi dilakukan untuk
memperoleh informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan kegiatam manager sumber daya manusia (SDM) yang lain seperti
perencanaan SDM, penarikan dan seleksi , pengembangan SDM, perencanaan dan
pengembangan karir , program-program kompensasi, promosi, demosi, pensiun,
dan pemecatan. Metode yang paling luas dipakai untuk mengukur
(validitas/kelayakan untuk dipercayai) mengenai metode penilaian adalah

18
membandingkan pengharkatan yang paling akhir dengan pengharkatan-
pengharkatan terdahulu. Menafsirkan penilaian prestasi merupakan langkah
penting yang terakhir. Walaupun sulit, tetapi diperlukan kehati-hatian dalam
menafsirkan penilalian.

3.2. Saran
Diharapkan dengan adanya pembuatan makalah ini dapat mengetahui
bagaimana penilaian yang baik terhadap karyawan yang nantinya dapat diterapkan
dalam suatu perusahaan. Pemahaman penilaian prestasi kerja tentu sangat
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari jika kita ber kedudukan sebagai manajer
dalam suatu perusahaan sehinggan nantinya kita dapat meneruskan dan
mengembangkan usaha yang dijalani. Tidak lupa juga dapat bermanfaat bagi
masyarakat di sekitar tempat usaha.

19
DAFTAR PUSTAKA

Atmosoeprapto, Kisdarto. 2001. Produktivitas Analisasi Budaya Perusahaan. Jakarta:


PT. Elex Media Komputindo.

Yousef, Darwish A. 2000. Organizational Commitment as a Mediator of the


Relationship between Islamic Work Ethics and Attitudes toward Organizational
Change, Human Relationship Vol 53 (4): 513-537).

Yousef Darwish A. 2001. Islamic work ethic: a moderator between organizational


commitment and job satisfaction in a cross-cultural context, Personnel Review,
vol. 30, no. 2, pp. 152-169

Pynes J.E. 2004. Human Resources Management for Public and Nonprofit
Organizations, 2nd ed., San Francisco, CA: Jossey-Bass.

John, Soeprianto., 2004. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan, Edisi ke


lima, BPFE-UGM, Yogyakarta.

Kreitner, R. & Kinicki A. 2000. Organizational Behavior 5th edition, Boston: Mc


Graw-Hill.

Ivancevich J.M. Donnely JH Jr. and Gibson J.L. 2004. Management: Principles and
functions, 4th ed. New Delhi: Richard D. Irwin, Inc.

20
Gibson, James L. Dan Donelly. 2002. Organisasi. Penerbit Erlangga: Jakarta
Wirawan., 2009 Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Salemba Empat, Jakarta.
Gomes, F. Cardoso, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Gunung
Agung.

Edwin B. Flippo, 2002. Personel Management (Manajemen Personalia), Edisi VII


Jilid II, Terjemahan Alponso S, Erlangga, Jakarta.

Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke-12,
Jakarta: Salemba Empat.

Robbins, Stephen P. dan Coulter M. 2010. Manajemen, Edisi Kesepuluh, Jakarta:


Erlangga.

Robbins, Stephen P, 2001. Prinsip-prinsip perilaku Organisasi, Edisi Kelima,


Erlangga, Jakarta.

Raymod, Noe A., 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia Mencapai Keunggulan
Bersaing. Edisi 6. Salemba Empat, Jakarta.

Dessler, Gary. 2002. Manajemen Personalia. PT. Gelora Aksara: Jakarta


Lengnick-Hall M.L. and Lengnick-Hall C.A. 2003. Human resource management in
the knowledge economy, San Fransisco: Berrett-Kohler Publishers Inc.

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi, (Alih Bahasa V.A Yuwono, dkk), Edisi
Bahasa Indonesia, Yogyakarta: ANDI.

Bohlander and Snell. 2010. Principle of Human Resource Management. Canada:

Bangun. Wilson. 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia, Erlangga, Bandung.

Bernardin dan Russel (dalam Ruky 2006). Definisi Prestasi. diakses dari
http://teorionline.wordpress.com/category/kumpulan-teori/msdm/ diakses
tanggal 9 oktober 2011.

Wexley, K.N. and Yulk Gary A. 2002. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia,
Terjemahan Agus Dharma, Jakarta: Bina Aksara.

21
Ginting, Eva Flora, 2010. Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan
Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk Cabang Medan Putri Hijau,
Skripsi, Fakultas Ekonomi USU, Medan.
Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi
II, Cetakan Keempat Belas, Yogyakarta: Andi Offset.
Handoko, T. Hani. 2008. Manajemen, Yogyakarta: BPFE.

Steers, Richard M. Lyman W. Porter. 2000. Motivation and Work Behavior. 5 th


Edition, New York: Mc Graw Hill International.

Steers, Richard M. And Lyman W. Porter 2005. Efektifitas Organisasi, Terjemahan


Magdalena Janin, Jakarta: Erlangga.

McShane, Steven L. & Von Glinow, Mary Ann.(2008). “ Organizational Behavior “.


Fourth Edition. McGRAW-Hill International, United States of America.

Strauss and Sayles, L.R. 1990. Manajemen Personalia Bagi Manusia dalam
Organisasi (terjemahan Hadi Kusuma, GM dan Hamzah, R). Jakarta : PT.
Pustaka Binaman Pressindo.

Cameron and Quinn, (1999), Diagnosing and changing organizational culture: Based
on the competing values framework, Reading, Mass: Addison Wesley.

Rian Ronal, 2014. Pengaruh Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan pada Karyawan PT. Babussalam Baru Bagian Pemasaran.

Schein, Edgar.(2004). Organizational Culture and Leadership, Third Edition.CA :


Jossey-Bass, San Francisco.

Locke, Edwin, A, & Associates. (1997). Esensi Kepemimpinan – Empat Kunci Untuk
Memimpin Dengan Penuh Keberhasilan. Penerbit Spektrum. Jakarta.

A. Simmons, 2000. Arti Definisi/Pengertian Budaya Kerja Dan Tujuan/Manfaat


Penerapannya Pada Lingkungan Sekitar, Jurnal Sosiologi.

Sikula, Andrew F. (1981). Personnel Administration And Human Resources


Management. New York: A. Wiley Trans Edition, By John Wiley & Sons Inc

Samosir, Nur Intan, 2008. Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan PT. Telkomsel Medan Divisi Call Centre, Skripsi, Fakultas Ekonomi
USU, Medan.

22
Wu, Y.C dan Shih, K.Y. 2010. The Effects of Gender Role on Perceived Job Stress.
The Journal of Human Resource and Adult Learning. Vol. 6, No. 2 Hal 74- 79

Nelson Education, Ltd.Davis, K. dan Newstrom John W. 2002. Perilaku Dalam


Organisasi, Terjemahan Juniati, Jakarta: Erlangga.

23

Anda mungkin juga menyukai