Anda di halaman 1dari 26

Korelasi antara Stres Akademik, Kualitas Tidur, dan Kesehatan pada Masa PJJ

Disusun Oleh:

1. Adelfin Farha Algiffari Panggabean (1)


2. Andi Inatsan Dhafin R.H. (7)
3. Gita Marcia Karina (13)
4. Jacinda Irma Damayanti (19)
5. Moses Ivan Marteric Marpaung (25)
6. Sulthon Furqandhani Araska (31)

XII MIPA 6

KPAD, Jl. Kartika Eka Paksi Jl. Raya Jatiwaringin, Cipinang Melayu, Kec. Makasar, Kota
Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13620

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan penyertaan, bimbingan, hikmat dan kekuatan dari-Nya kami dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Korelasi antara Stres Akademik,
Kualitas Tidur, dan Kesehatan pada Masa PJJ”.
Tujuan kami menulis karya tulis ilmiah ini adalah untuk memenuhi Ujian
Praktik Matematika Wajib. Kami memilih tema ini melihat situasi Pandemi COVID-19
yang mengharuskan setiap siswa menjalani PJJ. Karya tulis ini dapat diselesaikan
dengan bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orangtua yang selalu memberi doa, dukungan serta motivasi dalam
penyusunan karya ilmiah ini;
2. Ibu Fitria Rachmaniawati, M.Pd. selaku guru Matematika Wajib yang selalu
memberikan bimbingan dan arahan;
3. Kepala Sekolah SMA Negeri 81 Jakarta, Ibu Hj. Niken Irianti yang selalu
mendukung peserta didik dalam pembelajaran;
4. Teman-teman yang telah membantu dalam proses penyusunan karya tulis
ilmiah ini.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Karya ini masih
jauh dari sempurna, Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan sebagai bahan pembelajaran selanjutnya.
Jakarta, 15 Desember 2020

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................1
1.4 Manfaat...........................................................................................................1
BAB II LANDASAN TEORI.................................................................................................2
2.1 Stres.................................................................................................................2
2.1.1. Definisi Stres.............................................................................................2
2.1.2. Jenis-jenis Stres........................................................................................2
2.1.3. Tahapan Stres...........................................................................................3
2.2 Tidur.................................................................................................................3
2.2.1 Definisi Tidur............................................................................................3
2.2.2 Kualitas Tidur............................................................................................4
2.2.3 Fisiologi Tidur...........................................................................................5
2.2.4 Kebutuhan Tidur Remaja.........................................................................6
2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas dan Kuantitas Tidur...........6
2.3 Pendidikan.......................................................................................................7
2.3.1 Definisi Pendidikan...................................................................................7
2.4 Kesehatan........................................................................................................7
2.4.1 Definisi Kesehatan....................................................................................7
2.4.2 Aspek-aspek Kesehatan...........................................................................8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...............................................................................10
3.1 Rancangan Penelitian....................................................................................10
3.1.1 Pendekatan penelitian...........................................................................10
3.1.2 Jenis penelitian.......................................................................................10
3.2 Populasi dan Sampel.....................................................................................10
3.2.1 Populasi penelitian.................................................................................11
3.2.2 Sampel....................................................................................................11

iii
3.3 Metode Pengumpulan Data..........................................................................11
3.4 Metode Penyajian Data.................................................................................12
3.5 Data Penelitian..............................................................................................12
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................................................16
4.1 Analisis Data..................................................................................................16
BAB V PENUTUP...........................................................................................................20
5.1 Kesimpulan....................................................................................................20
5.2 Saran..............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................22

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pandemi COVID-19 telah melanda masyarakat Indonesia sejak bulan
Maret 2020. Sebagian besar orang diharuskan untuk WFH (Work From Home)
dan seluruh siswa melaksanakan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Siswa yang
sebelumnya melakukan pembelajaran dengan tatap muka, sekarang
diharuskan untuk melakukan pembelajaran dari jarak jauh. Pembelajaran
secara daring dilakukan oleh setiap institusi pendidikan demi memutus rantai
penyebaran virus dan menjaga keamanan serta keselamatan peseta didik dan
tenaga pendidik.
Pembelajaran jarak jauh dilakukan dari hari Senin-Jumat di rumah.
Selama pembelajaran jarak jauh setiap siswa diharuskan untuk berada di
depan gadget dalam waktu yang cukup lama. Kebiasaan berada di tempat
yang sama dalam waktu yang lama membuat siswa menjadi malas bergerak
dan malah membuat siswa lebih suka untuk tiduran. Mata yang terus-
menerus menatap gadget lama-kelamaan merasa lelah dan membuat siswa
mudah mengantuk. Tidak sedikit siswa jam tidurnya ikut terganggu yang
disebabkan oleh tugas menumpuk, bermain gadget hingga larut malam, dan
lain-lain.
Pembelajaran jarak jauh memberikan dampak yang begitu besar
dalam keseharian siswa. Kejenuhan yang terjadi selama pembelajaran jarak
jauh mempunyai hubungan yang erat dengan stres akademik, kualitas tidur,
dan kesehatan pada masa PJJ. Oleh karena itu, kami sebagai penulis merasa
penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
PJJ terhadap siswa SMAN 81 Jakarta.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan adanya kegiatan PJJ terhadap tingkat stres
akademik, kualitas tidur dan kesehatan siswa/i SMA Negeri 81
Jakarta?
2. Seberapa besar pengaruh kegiatan PJJ terhadap tingkat stres
akademik, kualitas tidur dan kesehatan siswa/i SMA Negeri 81
Jakarta?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui hubungan antara stres akademik, kualitas tidur dan
kesehatan siswa/i SMA Negeri 81 Jakarta pada masa PJJ.
2. Mengetahui pengaruh kegiatan PJJ terhadap stres akademik, kualitas
tidur dan kesehatan siswa/i SMA Negeri 81 Jakarta.
1.4 Manfaat
1. Memberikan pengetahuan tentang hubungan stres akademik, kualitas
tidur dan kesehatan kepada siswa/i SMA Negeri 81 Jakarta pada masa
PJJ.

1
2. Memberikan data kepada siswa/i SMA Negeri 81 Jakarta mengenai
pengaruh kegiatan PJJ terhadap stres akademik, kualitas tidur dan
kesehatan yang dapat dijadikan bahan penelitian.

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Stres
2.1.1. Definisi Stres
Menurut Golsizek, stres merupakan sesuatu yang menyangkut
interaksi antara individu dan lingkungan, yaitu interaksi antara stimulasi
respon. Sehingga dapat dikatakan stres merupakan konsekuensi setiap
tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis
dan fisik pada seseorang. Stres adalah suatu respon adaptif individu pada
berbagai tekanan atau tuntutan eksternal dan menghasilkan berbagai
gangguan meliputi: gangguan fisik, emosional, dan perilaku.
Menurut Dadang Hawari, stres bisa didefinisikan sebagai reaksi fisik
dan spikis yang berupa perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan
terhadap tekanan atau tuntunan yang sedang dihadapi. Stres dapat pula
diartikan sebagai reaksi fisik yang dirasakan oleh individu tidak enak
akibat dari persepsi yang kurang tepat terhadap sesuatu yang
dianggapnya sebagai ancaman bagi keselamatan dirinya. Bukan hanya
mengancam akan tetapi dapat menggagalkan keinginan atau
kebutuhannya.
Menurut Selye, stres sebenarnya adalah kerusakan yang dialami oleh
tubuh akibat berbagai tuntutan yang ditempatkan padanya. Dari sudut
padang ilmu kedokteran, menurut Hans Selye seorang fisiologi dan pakar
stres, yang dimaksud dengan stres adalah suatu respon tubuh yang tidak
spesifik terhadap aksi atau tuntutan atasnya. Jadi merupakan respon
otomatis tubuh yang bersifat adaptif pada setiap perlakuan yang
menimbulkan perubahan pada fisik atau emosi yang bertujuan untuk
mempertahankan kondisi fisik yang optimal suatu organisme.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu kondisi yang dialami
seseorang secara non-spesifik meliputi keadaan yang mengancam
seseorang baik secara fisik maupun psikis. Dari sudut pandang psikologis,
stres dapat diartikan sebagai suatu keadaan internal yang disebabkan
oleh kebutuhan psikologis tubuh atau disebabkan oleh situasi eksternal
seperti keadaan lingkungan atau sosial yang berpotensi bahaya,
memberikan tantangan, menimbukan perubahan-perubahan atau
memerlukan mekanisme pertahanan.
2.1.2. Jenis-jenis Stres
Menurut Hardjana, gejala stres dibagi menjadi empat bagian antara
lain yaitu:

2
a. Gejala Fisik: sakit kepala, tidur tidak teratur, sakit punggung, sulit
buang air besar, gatal-gatal pada kulit, urat tegang terutama pada
leher dan bahu, tekanan darah, sering berkeringat, berubah selera
makan, lelah atau kehilangan daya energi.
b. Gejala Emosional: gelisah atau cemas, sedih, mudah menangis, mood
berubah-ubah, mudah panas atau marah, gugup, merasa tidak aman,
mudah tersinggung, gampang menyerang atau bermusuhan.
c. Gejala Intelektual: susah berkonsentrasi, sulit membuat keputusan,
mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, melamun secara
berlebihan, hilang rasa humor, prestasi kerja menurun, pikiran
dipenuhi oleh satu pikiran saja, dalam kerja bertambah jumlah
kekeliruan yang dibuat.
d. Gejala Interpersonal: kehilangan kepercayaan kepada orang lain,
mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji, suka
mencari-cari kesalahan orang lain, mengambil sikap untuk
membentengi diri, mendiamkan orang lain, menyerang orang lain
dengan kata-kata.
2.1.3. Tahapan Stres
Gejala stres seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahap
stres berjalan secara lambat dan baru dirasakan saat tahapan gejala
sudah lanjut dan menggangu fungsi kehidupannya sehari-hari. Dr. Robert
J. Van Amberg membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut:
a. Stres tahap pertama (paling ringan) adalah stres yang disertai
perasaan nafsu berkerja yang besar dan berlebihan, mampu
menyelesaikan perkerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang
dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
b. Stres tahap kedua adalah stres yang disertai keluhan, seperti bangun
pagi tidak segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore,
lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut
tidak nyaman, jantung berdebar, otot tengkuk, dan punggung tegang.
Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.
c. Stres tahap ketiga adalah tahapan stres dengan keluhan seperti
defekasi tidak teratur, otot semakin tegang, emosional, insomnia,
mudah terjaga dan sulit tidur kembali, bangun terlalu pagi dan sulit
tidur kembali, koordinasi tubuh terganggu, dan mudah jatuh pingsan.
d. Stres tahap keempat adalah tahapan stres dengan keluhan seperti
tidak mampu berkerja sepanjang hari, aktivitas pekerja terasa sulit
dan menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu,
gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya
ingat menurun, dan timbul ketakutan serta kecemasan.
e. Stres tahap kelima adalah tahapan stres yang ditandai dengan
kelelahan fisik dan mental, ketidakmampuan menyelesaikan
pekerjaan yang sedang dan ringan, gangguan pencernaan berat,
meningkatkan rasa takut dan cemas, bingung, dan panik.

3
f. Stres tahap keenam (paling berat) adalah tahapan stres dengan
tanda-tanda seperti jantung berdebar keras, sesak nafas, badan
gemetar, dingin, dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau
collapse.

2.2 Tidur
2.2.1 Definisi Tidur
Menurut Guyton & Hall, tidur adalah suatu keadaan bawah sadar
dimana seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang
sensorik atau dengan rangsang lainnya. Sedangkan menurut Lannywati,
tidur adalah kondisi hilangnya kesadaran secara priodik dan normal.
Menurut Potter & Perry, tidur merupakan proses fisiologis yang bersiklus
bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Menurut
Wahid dan Nurul, tidur adalah suatu keadaan tidak sadar yang
menyebabkan reaksi individu terhadap lingkungan sekitar menurun
bahkan hilang
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidur adalah suatu keadaan
berulang, teratur, mudah reversibel yang ditandai dengan keadaan relatif
tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respon terhadap
stimulus eksternal dibandingkan dengan keadaan terjaga. Waktu tidurnya
kurang dari 3 jam dalam 24 jam dapat menyebabkan seseorang mudah
marah dan cakupan perhatiannya berkurang. Kurang tidur dalam waktu
lama menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, kemunduran performa
umum, mudah terpengaruh dan bisa terjadi halusinasi.
2.2.2 Kualitas Tidur
Tidur berasal dari bahasa latin somnus yang berarti alami periode
pemulihan, keadaan fisiologis dari istirahat untuk tubuh dan pikiran
(Erfandi, 2008). Beberapa teori-teori Sirkandian tentang tidur (circandian
theories of sleep) menyebutkan bahwa tidur bukan reaksi terhadap efek-
efek disruptif bangun, tetapi sebagai akibat mekanisme timing internal 24
jam (Circandian berarti berlangsungnya kira-kira 1 hari) artinya, manusia
semuanya terprogram untuk tidur di malam hari terlepas dari apapun
yang terjadi pada diri kita di siang hari. Menurut teori ini, individu telah
berevolusi untuk tidur di malam hari, karena tidur melindungi kita dari
kecelakaan dan predator di malam hari. Teori-teori Sirkandian tentang
tidur lebih difokuskan pada kapan kita tidur dari pada fungsi tidur. Akan
tetapi, salah satu versi ekstrem teori sirkandian mengatakan bahwa tidur
tidak berperan dalam fungsi fisiologis tubuh yang efisien. Menurut teori
ini manusia zaman dahulu, memiliki waktu yang cukup untuk
mendapatkan makanan, minuman, dan berproduksi selama siang hari,
dan motivasi kuat mereka untuk tidur di malam hari berevolusi untuk
menghemat sumber energi dan untuk membuat mereka terhindar
terhadap kecelakaan (misalnya, predator) dikegelapan. Teori tersebut
mengatakan bahwa tidur seperti perilaku reproduktif, dalam arti kita

4
dapat termotivasi untuk melakukannya, namun kita tidak
membutuhkannnya agar tetap sehat.
Tidur memiliki fungsi untuk pemulihan kembali tenaga,
mengistirahatkan bagian-bagian tubuh yang lelah, merangsang
pertumbuhan, dan pemeliharaan kesehatan tubuh. Proses tidur jika diberi
waktu yang cukup serta lingkungan yang tepat akan menghasilkan tenaga
yang sesuai. Lebih lanjut, tidur dapat memulihkan, meremajakan, dan
memberikan energi bagi tubuh dan otak selain itu tidur yang baik dapat
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kurang tidur dalam
jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan kerusakan otak.
Beberapa peneliti menyakini bahwa tidur REM menjalankan fungsi
restoratif untuk otak, sedangkan tidur non-REM menjalankan fungsi
restoratif untuk tubuh.
Kualitas tidur juga mempengaruhi kondisi mental seseorang, tidur
yang kurang dapat mempengaruhi suasana hati seseorang. Tidur yang
baik adalah kunci untuk merasa nyaman dan bahagia. Tidur yang buruk
dapat mengakibatkan kelelahan, mudah tersinggung, emosi yang tidak
stabil, dan depresi klinis. Periode kekurangan tidur yang panjang,
terkadang menyebabkan disorganisasi ego, halusinasi dan waham selain
itu, orang yang kekurangan tidur REM mungkin menunjukkan sikap
mudah tersinggung dan letargi (merasa kehilangan energi dan
antusiasme).
Menurut Nashori & Diana (2005) kualitas tidur adalah sebagai suatu
keadaan, di mana tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan
kebugaran dan kesegaran pada saat terbangun. Sementara kualitas tidur
menurut Hidayat (2006), adalah kepuasan seseorang terhadap tidur,
sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah,
mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar
mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian
terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli,
peneliti menyimpulkan bahwa kualitas tidur merupakan suatu keadaan di
mana saat seseorang terbangun dari tidurnya dapat merasakan suatu
kebugaran, kesegaran, dan kepuasan terhadap tidur tanpa seseorang
meminum obat apapun untuk mendapatkannya. Sehingga apabila
seseorang sudah terpenuhi kualitas tidurnya, maka tidak akan muncul
perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,
kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah,
mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap
atau mengantuk.
2.2.3 Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur dibedakan menjadi dua tipe: tidur rapid eye movement
(REM) dan non-REM (NREM). Kedua tipe ini ditentukan oleh perbedaan
dalam pola electroencephalogram (EEG), gerakan mata, dan tonus otot.

5
Reticular Activating System (RAS) dapat memberikan stimulasi dari
korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam
keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti
norepineprin dan pada saat tidur disebabkan adanya pelepasan serum
serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah
yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR). Sistem pada batang otak yang
mengatur siklus dalam tidur yaitu RAS dan BSR. Tidur REM (Rapid Eye
Movement) dimulai dengan meningkatnya asetilkolin, yang mengaktifkan
korteks serebrum sementara bagian otak lain tidak aktif, kemudian tidur
REM (Rapid Eye Movement) diakhiri dengan meningkatnya serotonin dan
norpinefrin serta meningkatkan aktivasi otak depan hingga mencapai
keadaaan bangun.
2.2.4 Kebutuhan Tidur Remaja
Setiap individu berdasarkan kelompok usia memiliki durasi tidur yang
berbeda-beda. Orang dewasa memiliki pola tidur yang relative lebih stabil
pada masa dewasa muda hingga menengah. Siklus tidur dewasa muda
dan menengah terdiri dari tahap 3 mencapai 38%, tahap 4 mencapai 10-
15% serta tahap 2 yang mendominasi sekitar 45-55% dari total tidur.
Secara keseluruhan tahapan tidur dewasa muda dan menengah terdiri
dari 75-80% tidur NREM dan 20-25% tidur REM (Library of Congress
Cataloging-in- Publication Data, 2012).
National Sleep Foundation mengajurkan pada usia dewasa muda
untuk tidur dengan waktu 7 sampai 9 jam setiap malam dan mencapai
tahapan tidur yang optimal sehingga merasakan segar saat bangun di pagi
hari dan tubuh melakukan aktivitas sesuai fungsinya. Kebutuhan tidur
yang cukup tidak ditentukan dari jumlah jam tidur (kuantitas tidur) tetapi
juga kedalaman tidur (kualitas tidur). Seseorang dapat tidur dengan
waktu singkat dengan kedalaman tidur yang cukup sehingga pada saat
bangun tidur terasa segar kembali dan pola tidur demikian tidak akan
menganggu kesehatan akan tetapi jika kurang tidur sering terjadi dan
berlangsung terus menerus dapat menganggu kesehatan fisik maupun
psikis. Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan
tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam
tidurnya.
2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas dan Kuantitas Tidur
Untuk mengukur kualitas dan kuantitas dari tidur, ada beberapa
faktor yang dapat dikaji. Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:
a. Penyakit: penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distres fisik yang
dapat menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit
membutuhkan waktu tidur yang banyak daripada biasanya. Di
samping itu siklus bangun- tidur selama sakit dapat mengalami
gangguan.

6
b. Lingkungan: lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat
proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus
yang asing dapat menghambat upaya tidur.
c. Gaya hidup: individu yang bergantu jam kerja harus mengatur
aktivitasnya agar bisa tidur dalam waktu yang tepat.
d. Stres emosional: anxiety (kegelisahan) dan depresi sering kali
mengganggu tidur seseorang. Kondisi anxietas dapat meningkatkan
kadar norepinephrin darah melalui stimulus saraf simpatis. Kondisi ini
menyebabkan berkurangnya siklus REM tahap IV dan tidur REM serta
seringnya terjaga saat tidur.
e. Medikasi: obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur
seseorrang. Betabloker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi
buruk, sedangkan narkotik, diketahui dapat menekan tidur REM dan
menyababkan seringnya terjaga di malam hari.
f. Nutrisi: terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat
mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat
terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan
asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya,
kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur,
bahkan terkadang sulit untuk tidur.
2.3 Pendidikan
2.3.1 Definisi Pendidikan
Secara etimologi atau asal-usul, kata pendidikan dalam Bahasa Inggris
disebut dengan education, dalam bahasa latin pendidikan disebut dengan
educatum yang tersusun dari dua kata yaitu E dan Duco dimana kata E
berarti sebuah perkembangan dari dalam ke luar atau dari sedikit banyak,
sedangkan Duco berarti erkembangan atau sedang berkembang. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa secara etimologi pengertian pendidikan adalah
proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu.
Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut KBBI kata pendidikan datang dari kata “didik” dengan
memperoleh imbuhan “pe” serta akhiran “an”, yang artinya langkah,
sistem atau perbuatan mendidik. Kata pendidikan secara bahasa datang
dari kata pedagogi yaitu paid yang artinya anak serta agogos yang artinya
menuntun, jadi pedagogi yaitu pengetahuan dalam menuntun anak.
Secara istilah pengertian pendidikan adalah satu sistem pengubahan sikap
serta perilaku seorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan
manusia atau peserta didik lewat usaha pengajaran serta kursus.
Dengan itu, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

7
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat. Pengertian pendidikan dapat diartikan
sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau
untuk kemajuan lebih baik.
Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal dan non-formal.
Pendidikan secara formal diperoleh dengan mengikuti program-program
yang telah direncanakan, terstruktur oleh suatu insititusi, departemen
atau kementtrian suatu negara seperti di sekolah pendidikan memerlukan
sebuah kurikulum untuk melaksanakan perencanaan penganjaran.
Sedangkan pendidikan non-formal adalah pengetahuan yang diperoleh
dari kehidupan sehari-hari dari berbagai pengalaman baik yang dialami
atau dipelajari dari orang lain.
2.4 Kesehatan
2.4.1 Definisi Kesehatan
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan yaitu suatu
keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya tidak
adanya penyakit atau kelemahan. Sedangkan dalam Piagam Ottawa
mengatakan bahwa kesehatan ialah suatu sumber daya bagi kehidupan
sehari-hari, bukan sebuah tujuan hidup. Kesehatan yaitu sebuah konsep
positif yang menekankan pada sumber daya pribadi, sosial dan
kemampuan fisik. Menurut UU No.23 Tahun 1992, kesehatan ialah suatu
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
semua orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), musyawarah Nasional
Ulama pada tahun 1983 mengungkapkan bahwa kesehatan ialah suatu
ketahanan jasmani, rohani, dan sosial yang dipunyai oleh manusia sebagai
karunia dari Allah yang wajib disyukuri dengan cara mengamalkan segala
ajaran-Nya. Perkins mengungkapkan bahwa kesehatan ialah suatu
keadaan yang seimbang dan dinamis antara suatu bentuk & fungsi tubuh
juga berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Paune, kesehatan ialah sebuah fungsi yang efektif dari
sumber-sumber perawatan diri yang menjamin suatu tindakan untuk
perawatan diri. Kesehatan yaitu suatu perilaku yang sesuai dengan tujuan
diperlukannya untuk mendapatkan, mempertahankan dan meningkatkan
sebuah fungsi psikososial & spiritual. Menurut Neuman, kesehatan ialah
suatu keseimbangan biopsiko, sosio, kultural dan spiritual pada tiga garis
pertahanan yang fleksibel, normal dan resisten. Menurut White, sehat
adalah suatu keadaan yang dimana seseorang pada waktu diperiksa tidak
mempunyai keluhan apapun atau tidak ada tanda-tanda kelainan atau
penyakit.
2.4.2 Aspek-aspek Kesehatan
Pada dasarnya, Kesehatan meliputi empat aspek, antara lain:
a. Kesehatan fisik: kesehatan tubuh merupakan kesehatan yang
dinilai dari kondisi fisik seseorang. Istiah kesehatan fisik berkaitan

8
erat dengan masalah – masalah fisik seperti terbebas dari luka
atau pun terbebas dari penyakit yang tampak (baik penyakit luar
mau pun penyakit dalam).
b. Kesehatan mental: kesehatan mental merupakan kesehatan yang
dinilai dari kondisi jiwa atau pun mental seseorang. Istilah
kesehatan mental sangat erat kaitannya dengan masalah stres dan
masalah – masalah terkait pikiran lainnya.
c. Kesehatan sosial: kesehatan sosial terwujud apabila seseorang
mampu berhubungan dengan orang lainatau kelompok lain secara
baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan,status
sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran
danmenghargai.
d. Kesehatan ekonomi: Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat
bilaseseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan
yang menghasilkansesuatu yang dapat menyokong terhadap
hidupnya sendiri atau keluarganya secarafinansial.

9
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
3.1.1 Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dimana
penelitian kualitatif sebagai metode ilmiah sering digunakan dalam
bidang ilmu sosial, termasuk juga ilmu pendidikan. Creswell menyatakan
penelitian kualitatif sebagai suatu gambaran kompleks, meneliti kata-
kata, laporan terinci dari pandangan responden dan melakukan studi
pada situasi yang alami. Penelitian kualitatif merupakan riset yang
bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan
pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif informan) lebih di
tonjolkan dalam penelitian kualitatif.
Selain itu, Bogdan dan Taylor menjelaskan bahwa pendekatan
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif yang berupa kata- kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati. Penelitian dengan pendekatan kualitatif
bertujuan untuk memahami dan memaknai korelasi berbagai fenomemna
yang ada atau yang terjadi dalam kenyataan.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji seberapa besar pengaruh
pembelajaran jarak jauh terhadap stress akademik, kualitas tidur,
kesehatan dan korelasinya yang menjadi dampak dari adanya PJJ. Peneliti
akan melakukan penelitian dengan pembagian kuesioner kepada sampel
penelitian, hasil kuesioner yang berupa persebaran tingkat stress, kualitas
tidur dan kesehatan tersebut akan dibuatkan grafik ataupun diagram
untuk diambil kesimpulan. Artinya penelitian ini dilakukan dengan
menekankan analisis dan kesimpulan penilitian yang kaan dijelaskan
secara deskriptif.
3.1.2 Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif yang mana pada
analisis maupun kesimpulan penelitian akan dijelaskan secara deskriptif.
Dari jenis penelitian deskriptif yang peneliti gunakan adalah penelitian
korelasi sebab akibat.
Adapun tahap-tahap rancangan yang peneliti lakukan untuk
menyusun penelitian ini adalah sebagai berikut:
 Menentukan serta menetapkan populasi dan sampel penelitian
 Membuat daftar pertanyaan
 Membuat link kuesioner dan meng-input pertanyaan pada link
 Mengolah data
 Menganalisis data
 Membuat kesimpulan

10
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi penelitian
Populasi merupakan keseluruhan objek yang berada pada suatu
wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan
masalah penelitian atau keseluruhan unit ataupun individu dalam ruang
lingkup yang akan diteliti.
Menurut Husaini, populasi ialah semua nilai hasil perhitungan
maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif, dari karakteristik
tertentu mengenai sekelompok obyek yang lengkap dan jelas. Sedangkan
menurut Sugiono, populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek ataupun subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Berdasarkan pengertian dan penjelasan dari para ahli,
maka populasi dalam penelitian ini yang diambil adalah Peserta Didik
SMA Negeri 81 Jakarta yang berjumlah 900 anak.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti secara
mendalam. Menurut W. Gulo sampel sering juga disebut “contoh”, yaitu
himpunan bagian (subset) dari suatu populasi. Sebagai bagian dari
populasi, sampel memberikan gambaran yang benar tentang populasi.
Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Namun, jika jumlah
subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih.
Dalam penelitian ini jumlah populasi Peserta Didik SMA Negeri 81
Jakarta adalah 900 anak. Peneliti mengambil ±17% sampel dari jumlah
populasi, sampel yang kami ambil adalah 150 Peserta Didik dari
Gabungan Kelas X, XII, dan XII SMA Negeri 81 Jakarta.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematik dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data dalam kegiatan
penelitian sangatlah penting karena berkaitan dengan tersedianya data yang
dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian, sehingga
simpulan yang diambil adalah benar. Oleh karena itu dalam penelitian,
metode pengumpulan data harus dilakukan dengan tepat.
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan
adalah metode angket (Kuesioner). Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab, dapat diberikan secara
langsung, melalui pos, ataupun melalui link.
Angket (kuesioner) dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

11
a. Angket (kuesioner) tertutup yaitu, bila pertanyaan disertai oleh pilihan
yang telah ditentukan oleh peneliti. Dapat berbentuk ‘ya’ atau ‘tidak’ dan
dapat pula berbentuk sejumlah alternatif atau pilihan ganda.
b. Angket (kuesioner) terbuka yaitu, bila diberi kebebasan kepada
responden untuk menjawab pertanyaan.
Sehubungan dengan penjelasan diatas, maka kuesioner yang peneliti
gunakan adalah percampuran antara kuesioner terbuka dan tertutup.
Terdapat 9 macam pertanyaan yang diajukan peneliti, 3 diantaranya
merupakan pertanyaan yang bebas untuk dijawab oleh koresponden dan
selebihnya berupa pertanyaan yang sudah disediakan jawabannya. Kuesioner
yang diajukan berupa link yang dibuat melalui Google Form. Kuesioner
disebarkan ke grup angkatan 2021, 2022 dan 2023 melalui perwakilan
masing-masing angkatan pada Selasa, 24 November 2020.
3.4 Metode Penyajian Data
Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam pembuatan
laporan hasil penelitian yang telah dilakukan agar dapat dipahami dan
dianalisis sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Data yang disajikan harus
sederhana dan jelas agar mudah dibaca. Penyajian data juga dimaksudkan
agar para pengamat dapat dengan mudah memahami apa yang disajikan.
Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang kami dapat
dengan cara memastikan bahwa semua data yang didapat sesuai dan tidak
dipalsukan. Kemudian, data tersebut diolah sedemikian mungkin agar data
yang didapat mudah dicerna. Setelah itu, jawaban tersebut dihubungkan
dengan satu sama lain. Pada hasil akhir penelitian tersebut, akan dibuat
kesimpulan berdasarkan data yang ada.
3.5 Data Penelitian
1. Distribusi kelas responden

Unidentified X MIPA
XII IPS 4% 8% X IPS
9% 3%
XI MIPA
18% X MIPA
X IPS
XI MIPA
XI IPS
XI IPS XII MIPA
5% XII IPS
XII MIPA
52% Unidentified

12
Kelas Jumlah Responden Persentase
X MIPA 12 8%
X IPS 5 3%
XI MIPA 29 18%
XI IPS 8 5%
XII MIPA 82 52%
XII IPS 17 10%
Tidak teridentifikasi 7 4%
Total 160 100%

Variabel: Kejenuhan selama PJJ


2. Proporsi frekuensi responden mengalami kejenuhan selama PJJ

Jarang; 2; 1%

Kadang-kadang;
57; 36% Sering
Kadang-kadang
Jarang
Belum pernah
Sering; 101; 63%

3. Faktor-faktor penyebab kejenuhan selama PJJ

Lainnya 2

Kursus 3

Bosan di rumah 7
Axis Title

Penyampaian materi 14

Pembelajaran daring 24

Ulangan 43

Tugas 120

0 20 40 60 80 100 120 140


Faktor

13
Variabel: Tidur Malam
4. Proporsi rentang durasi tidur malam

14; 9%

39; 24%

107; 67%

8-10 jam 5-7 jam


<5 jam

5. Proporsi frekuensi lembur malam

24 15%

61; 38%
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Belum pernah

75; 47%

6. Proporsi kualitas tidur malam


30
26 27
25 23
21 20
20
16
Frekuensi

15

10 8
7 6 6
5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Variabel: Efek dari Stres Akademik


14
7. Proporsi pengalaman depresi akibat stres akademik
Pernah Belum Tidak tahu

37
23%

88
55%
35
22%

8. Proporsi pengalaman gangguan kesehatan

Pernah; 69; 43%

Belum pernah; 91;


57%

Pernah Belum pernah


9. Masalah kesehatan yang responden anggap sebagai efek dari stres
akademik
Berkorelasi Tidak berkorelasi

Anemia 1
Depresi / frustasi (beban mental) 18
Gangguan siklus menstruasi 2
Gangguan lambung (maag & GERD) 8
Komplikasi

Hipotensi 2
Mudah letih / tidak fit 16
Meriang / demam / flu 4 11
Penurunan imunitas 3
Miopi & asthenopia 3
Sulit/kurang tidur 11
Pusing 22
Frekuensi

15
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Analisis Data
Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah dirancang di awal
laporan ini, berikut flow chart kerangka berpikir dalam analisis kami agar
lebih mudah dipahami

Problematik Siswa
dalam PJJ

Tingkat Kejenuhan Stress


Akademik

Durasi & Kualitas


Tidur Malam

Masalah Kesehatan

Berdasarkan data-data dari sampel (responden kuesioner) yang


disajikan dalam bentuk diagram-diagram di atas, kita bisa melihat gambaran
kondisi siswa selama menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sekilas, bisa
terlihat bahwa adanya hubungan proporsional antar variabel.
Terlihat dari Diagram 2, tidak ada satupun (0%) dari responden yang
menyatakan belum pernah mengalami kejenuhan selama mengikuti kegiatan
PJJ ini. Terlebih lagi jika melihat dari proporsinya, lebih dari setengah
responden (63%) sering mengalami kejenuhan, sebagian lainnya (36%) juga
merasa jenuh walau hanya terkadang, dan hanya segelintir (1%) yang jarang
merasa jenuh. Dengan kata lain, sistem PJJ saat ini sayangnya belum bisa
menciptakan ekosistem edukasi yang menyennangkan bagi para peserta
didik.
Diagram 3 kemudian memaparkan lebih detail lagi sebab-sebab
peserta didik mengalami kejenuhan selama PJJ. Menjadi modus dalam data
ini, didapatkan 120 jawaban yang mengeluhkan kejenuhan mereka
disebabkan masalah dalam tugas-tugas sekolah. Tidak disebutkan dalam
diagram tersebut namun berdasarkan jawaban mereka dalam kuesioner
menyatakan bahwa kesulitan yang mereka alami termasuk jumlah tugas yang
menumpuk, tenggat waktu (deadline) pengumpulan yang cepat, kesulitan
dalam mengerjakan, maupun tugas yang berulang-ulang. Hal ini
mengimplikasikan bahwa PJJ ini seakan-akan masih didominasi oleh bentuk
penugasan oleh. Diikuti oleh frekuensi terbanyak kedua dengan 43 jawaban
16
identik yaitu ulangan atau penilaian. Hanya sedikit responden yang
mendeskripsikan secara spesifik masalah berkanaan penilaian harian ini
sehingga kami tidak bisa menggambarkan secara keseluruhan.
Lalu di urutan ketiga terbanyak adalah mengenai pembelajaran daring
(dalam jaringan) atau online. Pembelajaran daring yang mereka maksud
adalah kegiatan belajar-mengajar (KBM) yang dalam konferensi video (video
conference) seperti via aplikasi Google Meet dan/atau Zoom Meeting.
Nampaknya, sebagian peserta didik kurang menyukai metode pembelajaran
online seperti ini. Beberapa menyatakan bahwa metode video conference ini
monoton atau membosankan sementara ada pula yang merasa terkendala
dengan hal-hal teknis. Selain itu, ditemukan juga 14 jawaban identik yang
berkenaan dengan penyampaian materi dari guru yang kurang memuaskan,
seperti ketidaksesuaian anatara materi yang diajarkan dengan soal penilaian
harian ataupun komunikasi yang kurang interaktif. Meski hanya 14 jawaban
namun hal ini perlu dievaluasi. Sedikit sisanya, jawaban tersebut tidak begitu
signifikan berkaitan dengan ruang lingkup intrakurikuler sehingga bisa
diabaikan.
Mengangkat kembali bahwa problematika dominan yang dialami oleh
peserta didik dalam PJJ, banyaknya tugas-tugas sekolah bagi mereka juga
ternyata mempengaruhi pola tidur malam mereka. Menurut hasil studi oleh
Yayasan Tidur Nasional (National Sleep Foundation) Amerika Serikat pada
2015, rekomendasi durasi tidur untuk para remaja (usia 13–17 tahun) adalah
8–10 jam. Nyatanya, hal ini tidak sesuai dengan fakta lapangan, setidaknya
tidak dengan apa yang diwakili oleh data sampel (jawaban responden)
sebagaimana yang disajikan dalam Diagram 4. Data memperlihatkan bahwa
hanya 24% responden yang rerata durasi tidurnya masih 8–10 jam,
sementara modus data yaitu 57% memiliki waktu tidur dalam rentang 5–7
jam, bahkan ada (sisanya 9%) yang biasanya tidur kurang dari 5 jam. Maka
tidak heran dalam Diagram 5, tidak ada satupun dari responden yang belum
pernah bergadang di malma hari (perlu digarisbawahi, lembur yang dimaksud
hanya yang dikarenakan keperluan sekolah). Bahkan, dominan dari mereka
tidak jarang, baik kadang-kadang (47%) maupun sering (38%), lembur karena
harus menuntaskan keperluan sekolah.
Meski demikian, patut disyukuri karena kualitas tidur para responden
dalam rentang 1–10 memiliki:
 Rata-rata x́=5,6375 dengan standar deviasi σ =2,33 (angka pembulatan)
 Median Q2=6
 Modus berada di skala 8
yang artinya grafik distribusi data condong ke kanan (right skewed) terhadap
skala menengah (5); bersesuaian garis trennya (trendline) dengan fungsi
polinomial:

Q ( f ) =0.0027 f 5 −0.0762 f 4 + 0.7516 f 3−3.8531 f 2+13.801 f −5.2667

17
dengan f adalah frekuensi atau banyaknya responden dan Q adalah kualitas
tidurnya. Bisa terlihat bahwa garis tren ini lebih condong ke kanan dengan
puncak lokalnya di skala 6 (lebih tepatnya 6,02).
Akan tetapi, kualitas tidur saja sepertinya tidak cukup jika melihat
persebaran data di kedua diagram terakhir. Diagram 7 memperlihatkan
sedikit lebih dari setengah responden (55%) mengaku pernah mengalami
deperesi akibat beban pembelajaran, atau yang biasa disebut “stress
akademik”, selama PJJ ini. Sebelum berlanjut, perlu disadari bahwa tidak
menutup kemungkinan adanya misinterpretasi oleh responden mengenai
definisi “depresi” yang sebenarnya sehingga memungkinkan adanya
pembiasan yang signifikan. Tetap saja, fakta bahwa konotasi “depresi” yang
negatif dipilih oleh separuh lebih responden menyatakan bahwa beban
kewajiban tersebut cukup memberikan tekanan mental bagi sebagian dari
mereka.
Selain itu, 23% dari responden yang memilih opsi tidak tahu
ditempatkan di posisi “zona abu-abu” antara sudah pernah dan belum
pernah. Namun, hal ini mengimplikasikan sesuatu. Zona abu-abu ini
memberikan peluang 50:50 apakah ia sebenarnya masuk kelompok sudah
pernah atau belum pernah mengalami stress akademik. Umumnya, zona abu-
abu ini hanya diisi oleh sebagian kecil saja; berbeda halnya dengan data yang
diperoleh yaitu hampir seperempat (23%) dari responden. Keraguan yang
cukup besar ini menandakan beban akademik yang mereka alami tidak
pantas jika dibilang “bertekanan rendah”.
Diagram 8 membagi menjadi dua kelompok: Pernah (43%) dan belum
pernah (53%) mengalami gangguan kesehatan selama PJJ. Meski kelompok
belum pernah lebih banyak, perlu digarisbawahi selisih antara keduanya juga
kecil. Artinya, kelompok pernah mengalami gangguan kesehatan tidak bisa
diabaikan begitu saja keberadaannya. Mengerucut pada 43% responden ini,
Diagram 9 menjabarkan lebih lanjut gangguan-gangguan kesehatan apa saja
yang mereka alami. Hampir semuanya beranggapan komplikasi kesehatan
tersebut akibat stress akademik sementara hanya 4 orang yang menyatakan
tidak ada korelasinya.
Gangguan kesehatan yang paling banyak (modus data) dialami oleh
para responden adalah pusing atau sakit kepala dengan 22 jawaban yang
ditemukan. Tentu tidak mengherankan megingat PJJ pasti berkaitan dengan
kemampuan otak. Di urutan kedua, ditemukan 18 jawaban identik yang
mengeluhkan bahwa mereka merasa frustasi akibat overthinking atau lainnya
(tidak banyak dispesifikkan) yang mana adalah gangguan psikologis (harap
bedakan dengan kelainan psikologis).
Di urutan ketiga yaitu kategori mudah letih dan/atau tidak merasa fit
dengan 16 jawaban identik yang diperoleh. Hal ini tampak ganjil mengingat

18
pembelajaran jarak jauh (PJJ) berarti siswa belajar dari rumah, tentu akan
sangat mudah jika ingin beristirahat. Namun faktanya justru terbalik. Hal ini
mengimplikasikan bahwa, walaupun sarana istirahat lebih mudah diakses,
ada faktor lain yang menutupi "kelebihan PJJ” ini. Faktor lain ini kemungkinan
besar berkaitan dengan problema-problema yang dialami siswa selama PJJ,
terutama tugas sekolah, seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya.
Mendukung poin sebelumnya, sulit tidur menempati urutan ke-4 terbanyak
dengan 11 jawaban identik masing-masing. Komplikasi sulitan/kurang tidur
kemungkinan besar berkaitan erat dengan penjelasan sebelumnya terkait
durasi dan kualitas tidur serta frekuensi lembur (Diagram 4–6). Berbeda
dengan tiga komplikasi sebelumnya dimana responden masih bisa
melanjutkan KBM, komplikasi demam/meriang/flu –menempati urutan ke-4
juga dengan 11 jawaban identik– kemungkinan besar mengharuskan
responden izin KBM untuk beristirahat. Jumlah 11 jawaban ini tidak
menghitung 4 orang yang beranggapan tidak ada korelasi dengan stress
akademik. Tapi bukan berarti demam yang mereka alami secara pasti bukan
efek samping dari stress akademik; masih adanya peluang menaikkan
komplikasi demam/meriang ini menjadi urutan ke-3 terbanyak. Selanjutnya
diikuti oleh komplikasi fisiologis lainnya (dengan frekuensi jawaban yang lebih
sedikit) seperti:

 Gstroesofagus refluks (GERD) dan maag kambuh akibat pola makan yang
menjadi tidak teratur;
 Penurunan imun tubuh dan terganggunya siklus menstruasi akibat pola
hidup sehat yang tidak teratur sehingga mudah jatuh sakit;
 Kenaikan indeks rabun jauh (miopi) akibat terlalu lama menatap layar
elektronik;
 Penyakit dalam lainnya (anemia dan hipotensi) yang kambuh.
Merangkum semua penjelasan di atas sesuai dengan flow chart di awal,
berdasarkan hasil analisis data-data kuesioner yang diperoleh, problematika
yang dihadapi para responden, selaku sampel penelitian, selama PJJ ini
mempengaruhi pola tidur sebagian besar dari mereka secara dimana durasi
tidur malam saling berbanding terbalik dengan frekuensi lembur. Sementara
itu, kedua hal tersebut (problematika dalam PJJ dan frekuensi bergadang)
juga mempengaruhi tingkat kejenuhan mereka dalam mengikuti PJJ secara
berbanding lurus. Bahkan sebagian besar mereka tidak hanya merasa jenuh
tapi juga tertekan oleh stress akademik, yang kemudian ditandai dengan
hampir separuh dari mereka mengalami gangguan kesehatan, terutama
fisiologis.

19
BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Peneliti melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan
pengambilan data langsung melalui penyebaran link kuisoner yang dibuat
menggunakan Google Form. Peneliti mengambil ±17% sampel dari 900 anak.
Sampel yang terkumpul adalah 160 responden dari gabungan kelas X, XI, dan
XII SMA Negeri 81 Jakarta. Kuisoner disebarkan ke grup angkatan 2021, 2022
dan 2023 melalui perwakilan masing-masing angkatan. Dengan data yang
terkumpul, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
 Berdasarkan hasil uji statistik, dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara adanya kegiatan PJJ terhadap tingkat stres akademik,
kualitas tidur, dan kesehatan siswa/i SMA Negeri 81 Jakarta. Diketahui
bahwa responden memiliki tingkat kejenuhan yang cukup tinggi terbukti
sebesar 63% responden mengalami kejenuhan yang kebanyakan
disebabkan oleh tugas sekolah. Sementara itu, responden (55%) juga
mengaku pernah mengalami stress akademik karena beban
pembelajaran. Untuk kualitas tidur, hanya 24% responden yang kualitas
tidurnya baik. Sisanya memiliki kualitas yang kurang baik bahkan buruk
karena harus lembur menuntaskan tugas sekolah. Hal ini sejalan dengan
teori yang menyatakan bahwa stress memengaruhi kualitas tidur melalui
beberapa mekanisme seperti peningkatan hormon epinefrin, kortisol, dan
norepinefrin yang merangsang aktivitas dari korteks serebral dan
menstimulasi reticular activating system menimbulkan keadaan terjaga
sehingga dapat memengaruhi kualitas tidur individu. Stress karena
pembelajaran jarak jauh juga memengaruhi kesehatan siswa karena
dapat menimbulkan gangguan fisiologis dan psikologis. Secara fisiologis,
meliputi pusing dan sakit kepala. Sedangkan, secara psikologis meliputi
stress, frustasi, dan overthinking.
 Berdasarkan hasil uji statistik, dapat disimpulkan bahwa pengaruh
kegiatan PJJ terhadap tingkat stres akademik, kualitas tidur dan
kesehatan siswa/i SMA Negeri 81 Jakarta cukup besar. Hal ini disebabkan
karena stress akademik, buruknya kualitas tidur, dan masalah kesehatan
responden kebanyakan disebabkan karena pembelajaran dengan sistem
PJJ.
5.2 Saran
Saran untuk guru, diharapkan data di atas dapat digunakan sebagai
bahan evaluasi proses belajar mengajar dan sarana informatif dalam
pembinaan peserta didik SMA Negeri 81. Diharapkan juga agar dapat
menciptakan ekosistem edukasi yang lebih. menyenangkan bagi peserta didik
agar peserta didik tidak merasakan kejenuhan selama PJJ.

20
Saran untuk peserta didik, diharapkan dapat dijadikan sebagai data
dasar dan sumber pengetahuan baru, mengatur waktu dengan baik agar
kualitas tidur dapat terjaga dengan baik, tetap aktif mengikuti proses belajar
mengajar, dan tetap menjaga kesehatan karena kesehatan sangat penting
pada masa pandemi ini agar terhindar dari COVID-19.

21
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.undip.ac.id/40608/4/Ana_F_-_III.pdf
http://etheses.uin-malang.ac.id/1205/7/11410021_Bab_3.pdf
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/371/3/BAB%203%20PDF%20OK.pdf
http://repository.uinsu.ac.id/590/6/BAB_III.pdf
https://www.kompasiana.com/tengkuemalia/5f3bf9f8097f3647ce715013/kejenuha
n-belajar-siswa-pada-masa-pandemi
https://www.sleephealthjournal.org/article/S2352-7218(15)00015-7/fulltext

22

Anda mungkin juga menyukai