PENANGGUNG JAWAB
Alamsyah M. Dja’far
TIM PENYUSUN
M. Subhi Azhari (Koordinator)
Muhammad Hafiz
Nurun Nisa
PENYELIA AKSARA
Mukhlisin
PENERBIT
The Wahid Institut Jakarta
Jalan Taman Amir Hamzah 8
Jakarta Pusat - 10320
Indonesia
Telepon: +62 21-3928233, 3145671
Faks: +62 21-3928250
[E] info@wahidinstitute.org
[W] www.wahidinstitute.org
[facebook] The WAHID Institute
[twitter] WAHIDinst
Pengantar Penerbit
DASAR
10
11
Daftar Isi
Pengantar Penerbit 5
Pendahuluan 13
1 Orientasi Pelatihan 24
MATERI
2 Pemuda Indonesia 36
3 Negara Bangsa 64
4 Konflik dan Perdamaian 152
5 Strategi Komunikasi 182
6 Rencana Tindak Lanjut 212
7 Evaluasi 220
12
Pendahuluan
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang majemuk dengan keragaman etnis,
budaya, adat, bahasa dan agama yang tidak dapat dipisahkan. Kemajemu-
kan ini menjadi berkah bagi bangsa Indonesia, namun sering kali menjadi
petaka bagi kelompok-kelompok minoritas yang tidak banyak mendapat-
kan akses keadilan dan tidak diperlakukan setara. Secara khusus, dalam
beberapa tahun terakhir ini, tindakan diskriminasi, intoleransi dan
kekerasan, baik yang dilakukan oleh aktor negara ataupun nonnegara,
banyak menyasar kelompok-kelompok minoritas agama. Akibatnya, konflik
yang bernuansa agama pun menjadi perhatian banyak pihak, baik yang
terjadi antarumat beragama ataupun intraumat beragama.
Merujuk pada konstitusi Indonesia yang menjadi landasan normatif
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, seharusnya negara
menjamin hak setiap orang tanpa pembedaan atau diskriminasi. Setiap
orang setara di hadapan hukum, tanpa melihat latar belakang yang
dimilikinya; agama, kepercayaan, keyakinan, budaya, adat, etnis atau
bahasa. Semestinya pula, Negara menjalankan amanat konstitusi ini dengan
memastikan setiap orang dapat hidup secara damai, aman, dan bebas,
sesuai dengan keyakinan atau pilihannya itu.
Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan the Wahid Institute
menyebut, sepanjang tahun 2014 terjadi 158 peristiwa dengan 187 tinda-
kan. Dari jumlah tersebut, 80 peristiwa melibatkan 98 aktor negara;
sementara 78 peristiwa melibatkan 89 aktor nonnegara. Bentuknya rupa-
rupa seperti menghambat/melarang atau menyegel rumah ibadah, krimi-
nalisasi atas dasar agama, dan diskriminasi.
Dari sisi angka, jumlah ini memang turun sebanyak 40% dari tahun
2013. Sejak 2012, kenaikan pelanggaran sangat melambat dari tahun 2011
yang berjumlah 45%, menjadi 4%. Tahun 2013 turun 12%, dan turun lagi
ke 40 % pada 2014. Namun demikian ini tak berarti ada kemajuan berarti
14 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Tujuan Pelatihan
Umum: “Meningkatkan kapasitas generasi muda tentang hak asasi manusia
dan hak kewarganegaraan untuk bersama sama mendorong penyelesaian
kasus-kasus diskriminasi berbasis agama”.
Khusus:
1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman generasi muda tentang
hak asasi manusia (HAM) dan hak kewarganegaraan;
2. Membangun kepedulian dan sensitivitas generasi muda terhadap
pelanggaran hak kebebasan beragama dan intoleransi di komuni-
tasnya dengan menggunakan perspektif HAM;
3. Memiliki kemampuan untuk membangun dialog antar generasi;
4. Memiliki keterampilan melakukan pendokumentasian dan peman-
tauan pelanggaran diskriminasi agama.
Output
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu;
1. Mengenali potensi dirinya sendiri, posisi, dan perannya sebagai
generasi muda di komunitas sebaya, tingkat lokal, dan nasional;
2. Mengetahui proses terbentuknya Negara Indonesia sebagai negara
bangsa, dan sumbangsih kelompok minoritas dalam pembentukan
negara bangsa;
3. Mengetahui hak-haknya sebagai warga negara, hak-haknya dalam
konstitusi, dan konsep dasar hak asasi manusia;
4. Mengetahui pengertian konflik, sumber konflik, dan sifat konflik
dan mengidentifikasi potensi konflik, konflik dan pelanggaran
HAM;
5. Memiliki konsep perdamaian efektif;
6. Memiliki kemampuan pendokumentasian sederhana terhadap
potensi konflik, konflik dan pelanggaran HAM di wilayahnya;
7. Mengetahui etika dan kebebasan berpendapat dan berekspresi di
dunia maya.
Kegunaan Modul
1. Pedoman bagi fasilitator dalam memandu sebuah pelatihan kaum
muda terkait dengan hak asasi manusia, kewarganegaraan, dan
keberagaman;
2. Rujukan bagi organisasi masyarakat sipil yang bergerak pada isu
keberagaman dan pluralisme untuk menyelenggarakan pelatihan
kaum muda;
3. Panduan bagi panitia penyelenggara pelatihan untuk mencapai
tujuan dan target pelatihan;
4. Rujukan bagi calon fasilitator, narasumber, atau stakeholder lain
yang perhatian terhadap isu-isu keberagaman, hak asasi manusia,
dan hak-hak kewarganegaraan.
Sasaran Modul
Modul ini ditujukan kepada generasi muda dari berbagai latar belakang
baik pengalaman, jenis kelamin, suku, agama, status sosial maupun tingkat
pendidikan.
Pengguna
Sementara pengguna dari modul ini adalah para fasilitator sebagai panduan
dalam pelatihan HAM dan kewarganegaraan bagi generasi muda. Sebagai
sebuah panduan, modul ini tidak harus diikuti secara kaku. Diperlukan
kreativitas atau inovasi fasilitator agar materi dapat hidup dan dengan
mudah bisa dipahami oleh peserta, tanpa kehilangan tujuan utama dari
materi yang disampaikan.
Peserta Pelatihan
Peserta pelatihan ini direkrut menggunakan dua metode yaitu pendaftaran
secara terbuka dan rekomendasi dari mitra lokal. Peserta yang direkrut
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Peserta adalah pemuda yang berasal dari komunitas keagamaan,
baik dari kalangan pesantren, nonpesantren dan kelompok minori-
tas agama/keyakinan;
2. Usia peserta antara 20 tahun – 25 tahun;
3. Pernah membaca, mengetahui secara sekilas tentang hak asasi
manusia, hak kewarganegaraan, dan dialog antaragama;
4. Pernah menjadi pengurus organisasi kepemudaan atau kepanitiaan,
baik dalam skala kecil (lokal), daerah, nasional atau internasional;
MODUL DASAR | PENDAHULUAN 17
Fasilitator
Fasilitator pelatihan ini dibentuk dalam satu tim yang terdiri dari minimal
dua orang fasilitator, yang mengombinasikan antara fasilitator dari wilayah
tempat pelatihan dilaksanakan dengan fasilitator pelatihan HAM dan
kewarganegaraan lainnya. Fasilitator harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Memiliki pengalaman dan pengetahuan menjadi fasilitator anak
muda;
2. Menguasai pengetahuan khususnya HAM, kewarganegaraan, dan
hak kebebasan beragama;
3. Fasilitator mampu membangun kepercayaan antar peserta;
4. Mengetahui perkembangan atau isu terkini di kalangan anak muda
(gaul);
5. Tidak menggurui;
6. Rendah hati dan mau mendengar;
7. Komunikatif;
8. Bersikap menyenangkan;
9. Mampu membangun suasana pelatihan yang dibutuhkan.
Strategi komunikasi, dan Rencana Tindak Lanjut & Evaluasi. Setiap materi
modul menjelaskan beberapa aspek, di antaranya adalah:
Narasumber
Narasumber pelatihan ini dipilih berdasarkan kriteria-kriteria sebagai
berikut:
1. Memiliki kompetensi terkait isu dan materi yang disampaikan;
2. Bersedia dan memiliki komitmen untuk menyesuaikan dengan
ketentuan yang diatur dalam modul;
3. Mempertimbangkan komposisi latar belakang narasumber dari sisi
akademisi dan praktisi.
MODUL DASAR | PENDAHULUAN 21
Metode
Pelatihan ini menerapkan konsep pendidikan orang dewasa, yang menekan-
kan agar para peserta belajar bersama dan memproduksi pengetahuan-
pengetahuan dari pengalaman mereka sendiri. Fasilitator dan peserta harus
memandang bahwa setiap peserta telah memiliki pengetahuan dan pengala-
man atau “tidak kosong” ketika mengikuti pelatihan. Pelatihan hanya
menjadi alat untuk mengonstruksi pengetahuan yang telah mereka miliki
dan berdialog dengan sesama peserta pelatihan yang lain. Metode penyam-
paian materi dalam pelatihan ini diupayakan dilaksanakan dengan metode-
metode yang menyenangkan.
Untuk itu, modul ini menggunakan pendekatan yang bersifat parti-
sipatif (participatory approach), pendekatan yang lebih berpusat pada parti-
sipasi aktif peserta sepanjang pelatihan. Dengan demikian, pertukaran
pemikiran, pengetahuan, dan pengalaman antarpeserta diharapkan dalam
terjadi selama pelatihan berlangsung.
Untuk beberapa materi yang dirasa penting disampaikan lebih
mendalam kepada peserta, pelatihan ini menggunakan bantuan narasum-
ber yang secara khusus menguasai materi yang dimaksud. Walaupun
demikian, narasumber juga diharapkan tetap mengacu pada pelatihan yang
partisipatif dengan lebih menggali pengalaman dan pengetahuan peserta
pelatihan.
Bahan Bacaan
Bahan-bahan belajar dalam bentuk hand-out dan bahan diskusi yang
dirangkum dari berbagai sumber, termasuk buku-buku dan naskah sejarah,
buku teks, presentasi narasumber, penelitian kepustakaan, data penelitian,
dan literatur online, dalam modul ini disediakan terpisah untuk peserta
dan fasilitator.
22 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
ORIENTASI
PELATIHAN
RENCANA PEMUDA
TINDAK LANJUT INDONESIA
STRATEGI NEGARA
KOMUNIKASI BANGSA
KONFLIK DAN
PERDAMAIAN
Jadual Pelatihan
WAKTU HARI PERTAMA HARI KEDUA HARI KETIGA
09.00 – 09.30 Pembukaan Review Hari I Review Hari II
09.30 – 10.30 Sesi 1 Orientasi Sesi 4 Konflik dan Materi 6 Tindak Lanjut
Pelatihan (90 menit) Perdamaian (120 menit) Pelatihan
10.30 – 10.45 Coffee break Coffee break Coffee break
10.45 – 11.15 Lanjutan Sesi 1 Lanjutan Sesi 4 Konflik Materi 7 Evaluasi
Orientasi Pelatihan dan Perdamaian Pelatihan (60 menit)
11.15 – 12.30 Sesi 2 Pemuda Sesi 5 Strategi Penutupan
Indonesia (120 menit) Komunikasi
(120 menit)
12.30 – 13.30 Istirahat/Makan siang
13.30 – 15.15 Lanjutan Sesi 2 Lanjutan Sesi 5
Pemuda Indonesia Strategi Komunikasi
15.15 – 15.30 Coffee break Coffee break
15.30 – 17.30 Sesi 3 Negara Bangsa Praktik Strategi
(120 menit) Komunikasi (60 menit)
17.45 – 19.30 Istirahat
19.30 – 21.00 Lanjutan Sesi 3 Negara Pemutaran Film
Bangsa
MODUL DASAR | PENDAHULUAN 23
24 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Orientasi
MATERI Pelatihan
Tanyakan!
Katakan!
Catatan
26 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
1
MODUL DASAR | MATERI 1 | Negara Bangsa 27
Orientasi
MATERI Pelatihan
Pengantar
Orientasi pelatihan merupakan tahapan awal dari sebuah pelatihan. Bagian
ini lebih berfokus pada pengenalan awal bagi para peserta pelatihan, baik
terhadap pelatihan secara keseluruhan, kepada seluruh tim pelaksana
pelatihan, sesama peserta pelatihan, termasuk pula terhadap materi-materi
yang akan diterima oleh para peserta selama pelatihan berlangsung.
Sebagai awal dari semua proses pelatihan, fasilitator diharapkan dapat
memastikan semua aspek yang dianggap penting di dalam pelatihan dapat
tersampaikan kepada seluruh peserta. Informasi awal ini menjadi dasar
dan pedoman bagi peserta untuk mengikuti proses pelatihan hingga akhir
sesi. Semakin menarik pengantar yang dapat disampaikan kepada peserta,
peserta pelatihan akan semakin bersemangat untuk mengikuti pelatihan
hingga akhir.
Tujuan
1. Seluruh komponen yang terlibat dalam pelatihan mengenal satu sama
lain;
2. Terciptanya suasana keakraban dan saling percaya di antara peserta,
fasilitator, narasumber, dan panitia;
3. Peserta dan fasilitator saling memahami cara-cara yang dibutuhkan
untuk mencapai harapan dan menghindari kekhawatiran demi terwu-
judnya tujuan pelatihan secara umum;
4. Peserta dapat merumuskan tujuan dan harapan mengikuti pelatihan
dan diidentifikasi oleh fasilitator sebagai panduan selama proses pelati-
han;
5. Peserta menyepakati dan memahami jadwal dan tata tertib pelatihan.
28 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pokok Bahasan
1. Perkenalan di antara komponen pelatihan;
2. Membangun iklim belajar;
3. Harapan dan kekhawatiran;
4. Kontrak pembelajaran;
5. Mengetahui kemampuan peserta pelatihan melalui pre-test
assessment.
Metode
1. Sesi perkenalan: Permainan “melempar bola”;
2. Kontrak belajar: Curah pendapat dan kontrak belajar;
3. Tujuan dan maksud pelatihan: Pemaparan dan presentasi;
4. Pre-test: formulir pre-test mengukur kemampuan peserta
pelatihan.
Waktu
90 menit.
Alat-alat Bantu
1. Bola kecil atau kertas/benda lain yang dibentuk bundar;
2. Kertas metaplan;
3. Spidol besar dan kecil;
4. Daftar materi dan jadwal pelatihan;
5. Selotip kertas.
Langkah-langkah Fasilitasi
KEGIATAN
1 Pre-Test
KEGIATAN
2 Perkenalan
KEGIATAN
3 Kontrak Belajar
Fasilitator dapat saja menyiapkan rancangan daftar tata tertib sebagai pemantik
saran dan masukan untuk peserta peserta. Namun, daftar ini tidak langsung
dibacakan kepada peserta, tetapi lebih menekankan pada keaktifan peserta.
KEGIATAN
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Pemuda
MATERI Indonesia
Tanyakan!
Katakan!
Catatan
38 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
— Soekarno
2
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 39
Pemuda
MATERI Indonesia
Pengantar
Materi ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta
tentang pentingnya peranan pemuda dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, secara lebih spesifik bagaimana pemuda dapat berperan serta
dalam membangun masyarakat yang toleran dan damai. Materi akan
mengajak peserta untuk mengenal diri mereka sendiri, lingkungan, dan
potensi yang ada di dalam dirinya serta mengidentifikasi peranan-
peranannya di tingkat lokal atau nasional yang dapat ditingkatkan. Dengan
peranan para peserta diharapkan kaum muda mampu berkontribusi
membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik, baik di tingkat lokal
atau nasional.
Tujuan
1. Peserta mengenali potensi dirinya sendiri.
2. Peserta mengenali posisinya di tingkat lokal dan nasional.
3. Peserta mengenali perannya di tingkat lokal dan nasional.
Pokok Bahasan
1. Identitas pemuda
2. Peran pemuda di tingkat lokal dan nasional
Metode
1. Mengisi alat test MBTI (Myer Briggs Type Indicator) atau HTP (House
Tree Person).
2. Menyaksikan video sketsa.
3. Menuliskan peran dalam konteks lokal dan nasional.
40 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Waktu
120 menit
Alat-alat Bantu
1. Alat bantu tes (MBTI);
2. Kertas HVS dan pencil/pulpen untuk menggambar HTP;
3. Kertas metaplan untuk menuliskan peranan pemuda .
Langkah-langkah Fasilitasi
Sesi ini dimulai dengan pengantar dari fasilitator yang menjelaskan
tentang tujuan dan maksud dari materi tersebut. Dalam pengantar
ini, fasilitator harus menyampaikan kaitan materi tersebut dengan
tujuan besar pelatihan ini.
Setelah pengantar, fasilitator dapat masuk ke dalam pembahasan
tes kepribadian peserta pelatihan, yang dapat dilakukan melalui dua
metode, yaitu Myer Briggs Type Indicator (MBTI) dan House Tree
Persons (HTP).
KEGIATAN
Test MBTI atau Myers Briggs Type Indicator, merupakan sebuah metode
pengukuran berbentuk kuesioner yang digunakan untuk membaca
kepribadian seseorang, khususnya untuk memahami bagaimana seseorang
menilai sesuatu dan membuat keputusan. Metode ini dikembangkan oleh
Katharine Cook Briggs dan putrinya Isabel Briggs Myers berdasarkan
teori kepribadian yang dikemukakan oleh Carl Gustav Jung dalam
bukunya Psychological Types (1921). Instrument tes yang mulai
dikembangkan pada masa Perang Dunia Ke-II ini pertama dipublikasikan
pada 1962. Tujuan awalnya adalah untuk membuat teori kepribadian C.G
Jung ini dapat diaplikasikan dalam penggunaan praktis dan lebih mudah
dimengerti, sehingga dapat membantu para pekerja untuk menemukan
pekerjaan yang paling cocok dengan diri mereka.
Berbagai tes kepribadian memang telah dikenal dan dikembangkan
selama beratus-ratus tahun lamanya. Meski demikian sampai hari ini
belum ada teori maupun alat tes yang benar-benar memiliki keakuratan
seratus persen dalam mengidentifikasikan tipe kepribadian manusia.
Hal ini tentu tidak lepas dari keterbatasan kemampuan manusia untuk
mampu memahami cara kerja otak sebagai sebuah ciptaan Sang Kuasa
yang ia ciptakan dengan begitu unik, sehingga menjadikan nyaris tidak
ada manusia yang benar-benar sama di muka bumi ini, atau mungkin
benar-benar tidak ada.
CARA MENGATASI
MASALAH IRIGASI
KAMPUNG
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 43
ALTERNATIF II
Tes Psikologi HTP (House Tree Person)
1. Bagikan kertas HVS kosong dan pensil (bila ada) kepada peserta
pelatihan.
2. Perintahkan peserta untuk menggambarkan apa yang mereka
kehendaki, yang mencakup di dalamnya komponen berikut:
• Rumah;
• Pohon;
• Orang.
3. Berikan waktu 15 menit kepada peserta untuk menggambar.
Setelah waktu habis, mintalah peserta untuk mengumpulkan
kembali hasil gambar yang sudah dibuat.
4. Tempelkan gambar-gambar tersebut di dinding ruang pelatihan
agar dapat dilihat oleh semua komponen pelatihan.
KEGIATAN
Fasilitator dapat pula menjelaskan bahwa pemuda saat ini lahir dalam situasi
yang serba tersedia dan instan, di antaranya dari sisi informasi yang melimpah,
sehingga dikenal dengan generasi milenial. Untuk itu, banjir informasi ini
harus dapat dimanfaatkan ke arah yang lebih positif dan bermanfaat bagi
pembangunan dan pengembangan bangsa itu sendiri, termasuk pula di
lingkungan yang paling kecil di masyarakat hingga di tingkat nasional.
Dalam situasi demikian, pemuda sering kali lalai dan abai dengan
situasi yang di sekitarnya, padahal pemuda memiliki peranan penting di dalam
masyarakat atau lingkungan. Untuk itu, ada banyak tantangan yang dihadapi
oleh masyarakat saat ini yang harus disikapi oleh pemuda, seperti maraknya
hate speech (ujaran kebencian) di dunia media sosial dan internet, radikalisme
yang mewujud dalam tindakan-tindakan anarkis, rentannya terdisinformasi
karena banyaknya informasi-informasi provokatif dan tidak mendasar, dan
lainnya.
Dalam pada itu, ada sejumlah pemuda yang secara mandiri dan maju
memimpin masyarakatnya untuk berbuat sesuatu yang positif bagi masyarakat,
seperti membangun taman bacaan bagi warga, mendorong dialog antar
kelompok dan masyarakat untuk mencegah konflik, membuat blog pribadi
tentang perdamaian dan kebhinekaan, membangun ucapan dan gagasan positif
melalui media sosial dan internet, dan sebagainya.
ALTERNATIF I
Membaca Profil dan Diskusi
KEGIATAN
3 Presentasi Narasumber
Handout
1. Hanta Yuda AR, “Pemuda dan Mimpi Indonesia”. Hanta Yuda AR,
“Pemuda dan Mimpi Indonesia”.
2. “Pemuda, Teruslah Jadi Agen Perubahan”, Koran Kompas, 21 Juni 2015.
3. Benny Setiawan, “Pemuda dan Radikalisme”, Tempo.co, 11 April 2015.
4. Sumpah Pemuda.
5. 10 Pemuda Berpengaruh.
48 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pengertian
Tes House Tree Person (HTP) dikembangkan oleh John N. Buck pada tahun
1947 dan direvisi tahun 1948 dan 1949. Pada tahun 1992, tes ini kembali
direvisi Buck bersama Warren. Pada prinsipnya dikembangkan dari
Goodenough Scale yang berfungsi untuk mengukur fungsi/kematangan
intelektual Buck meyakini bahwa gambar rumah dan pohon juga dapat
memberikan informasi yang relevan mengenai kepribadian individu.
merupakan salah satu tes grafis yang berguna untuk melengkapi tes grafis
yang lain, yaitu mengetahui hubungan keluarga.
Tes HTP (House Tree Person) umumnya memiliki tujuan untuk
mengukur keseluruhan pribadi. Waktu yang dipergunakan dalam tes
psikologi HTP normalnya selama 10 menit.
Berikut beberapa alasan digunakannya tes HTP sama seperti tes DAP
dan BAUM, yaitu:
• Karena ketiga objek tersebut paling dikenal oleh orang;
• Hampir semua orang tak menentang diminta menggambar
House Tree Person;
• Dibandingkan dengan objek lain, objek yang lebih dapat
menstimulir verbalisasi yang sifatnya jujur dan bebas.
Material Tes
1. Kertas HVS folio;
2. Pensil;
3. Meja yang permukaannya rata;
4. Penerangan yang cukup.
Waktu
Idealnya, tes psikologis ini dilaksanakan selama 10-20 menit.
Langkah Interpretasi
• Lebih menekankan pada keseluruhan gambar, yaitu sejauh mana tiga
obyek gambar (rumah, pohon dan orang) terlihat harmonis dan serasi;
• Prinsip umum interpretasi tidak lepas dari masing-masing gambar,
meliputi:
1. Kesan Umum
a) Proporsi gambar: apakah proporsional atau tidak?
b) Posisi: bagaimana letak masing-masing obyek gambar?
c) Komposisi: bagaimana ia menempatkan diri individu, apakah
menggunakan rasio atau tidak?
d) Penyelesaian: berhubungan dengan perhatian, penilaian, dan
penghargaan subjek terhadap apa yang disimbolkan dari
komponen yang diselesaikannya. Perhatikan hal yang paling
selesai! Bagian gambar yang tidak selesai adalah hal yang
dianggap tidak penting oleh subjek.
2. Gambar Rumah
a) Proporsi gambar: apakah proporsional atau tidak?
b) Posisi: bagaimana letak masing-masing obyek gambar?
c) Komposisi: bagaimana ia menempatkan diri individu, apakah
menggunakan rasio atau tidak?
d) Penyelesaian: berhubungan dengan perhatian, penilaian, dan
penghargaan subjek terhadap apa yang disimbolkan dari
komponen yang diselesaikannya. Perhatikan hal yang paling
selesai! Bagian gambar yang tidak selesai adalah hal yang
dianggap tidak penting oleh subjek.
Bagian-bagian Rumah
a) Atap: berasosiasi dengan super ego yang terdapat di dalam
keluarga serta hubungan sosialnya;
50 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Artikel ini saya tulis berawal dari diskusi ringan dengan seorang teman
yang bercerita tentang tetangganya di sebuah kota kecil di Jawa Barat yang
memiliki visi sederhana, tetapi agak ganjil, mengenai anak laki-lakinya
(seorang pemuda). Dia berencana menyekolahkan putranya hingga pendid-
ikan tinggi di kota tempat tinggalnya—ketimbang kuliah di kota besar—
sehingga bisa menghemat biaya. ”Penghematan” itu akan digunakan untuk
biaya suap masuk pegawai negeri sipil jika saatnya tiba.
Lalu saya menimpali, lebih parah lagi, tetangga saya di kampung telah
“menunaikan” visi ganjil itu, setelah menyekolahkan anak perempuannya
(seorang pemudi) hingga pendidikan sarjana di sebuah kota besar, lalu
masuk pegawai negeri dengan uang pelicin (suap) yang sudah disiapkan-
nya sejak lama. Jumlahnya lumayan fantastis. Setara dengan 60 bulan gaji
pegawai negeri golongan III-A. Itu artinya, dia butuh waktu kerja 5 tahun
untuk bisa kembali modal.
Apakah kedua fenomena ini ada korelasinya dengan maraknya korupsi
dan terungkapnya berbagai kasus mafia pajak dan mafia hukum
belakangan ini? Tentu banyak perspektif untuk membaca kedua
fenomena itu. Salah satunya, potret tentang semakin lunturnya visi dan
mimpi para generasi muda tentang Indonesia, di satu sisi; dan kian
pupusnya harapan sebagian warga untuk menikmati janji-janji kemerdekaan
Indonesia seperti terekam dalam Pembukaan UUD 1945, di sisi lain.
Tiga mimpi kolektif pemuda Indonesia dalam Sumpah Pemuda 1928—
berbangsa satu, bangsa Indonesia; bertumpah darah satu, tanah air Indone-
sia; serta berbahasa satu, bahasa Indonesia—tidak hanya mengandung
pesan persatuan, tetapi sejatinya juga tersirat pesan tentang keadilan dan
persamaan bagi semua, bahwa Indonesia untuk semua warga. Hal itu
ditegaskan 17 tahun kemudian dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai
janji-janji kemerdekaan, bahwa dua tujuan utama negara—mimpi kolektif
52 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Optimisme Kolektif
Fenomena ini tentu memunculkan pertanyaan penting bagi para pemuda
Indonesia: bagaimana peran dan fungsi pemuda Indonesia dalam menga-
wal perjalanan bangsa? Paling tidak, ada dua perspektif untuk menjawab
pertanyaan itu. Pertama, perspektif masa kini, berhubungan dengan posisi
strategis pemuda dalam mengawal perjalanan bangsa. Kedua, perspektif
masa depan, berkaitan dengan apa saja yang perlu dipersiapkan untuk masa
depan dalam menggapai mimpi individu setiap pemuda tentang dirinya
dan tentang Indonesia.
Wajah Indonesia memang sedang terkoyak persoalan korupsi, kemiski-
nan, pengangguran serta sejumlah tumpukan problem bangsa yang belum
kunjung membaik. Akses pendidikan, misalnya, masih menjadi barang
mewah bagi sebagian warga. Tetapi tetap saja semua itu bukan menjadi
alasan bagi para pemuda untuk berhenti dan terus pesimistis memandang
masa depan Indonesia. Karena itu, selain kritis, para pemuda Indonesia
harus tetap optimistis dalam melihat masa depan.
Bangsa ini sedang menanti bangkitnya anak-anak muda untuk mulai
membangun sebuah mimpi Indonesia masa depan. Membangun optimisme
kolektif bahwa suatu saat para anak muda akan mampu mewujudkan mimpi
Indonesia, dan menjadi terhormat di antara bangsa-bangsa lain di dunia.
Bahkan lebih dari itu, bangsa ini perlu bermimpi untuk suatu saat
memimpin dunia.
Mengawal perjalanan bangsa dengan membangun optimisme kolek-
tif itulah mestinya yang menjadi ruh perjuangan gerakan pemuda dan
mahasiswa hari-hari ini, sekaligus mengantisipasi gejala pesimisme massal
yang semakin mendera Indonesia. Pada ruang kosong inilah setiap pemuda
dan mahasiswa—gerakan pemuda dan mahasiswa—dituntut harus tetap
kritis dalam mengawal perjalanan bangsa, tetapi juga optimistis menatap
masa depan Indonesia. Itulah yang dimaksud dengan gerakan mahasiswa
dan gerakan kepemudaan yang inklusif dan integral: gerakan moral, gerakan
intelektual, sekaligus gerakan membangun optimisme kolektif bangsa.
ke depan, atau paling tidak di usia seabad Republik Indonesia pada 2045
nanti semua akan terwujud.
Paling tidak ada tiga karakter dan kapasitas yang perlu dikapitalisasi
setiap generasi muda untuk memenangi “pertarungan” masa depan sekali-
gus dalam mewujudkan mimpi Indonesia. Pertama, diperlukan generasi
muda yang memiliki kualitas integritas yang tinggi. Pasalnya, Indonesia
di masa depan sangat membutuhkan anak muda yang berintegritas tinggi
serta memiliki mentalitas antikorupsi. Indikasi diperlukannya integritas
tinggi dan mentalitas antikorupsi ini terlihat dari problem korupsi yang
kian menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa. Inilah salah satu upaya
untuk memperbaiki wajah Indonesia di masa depan. Karena itu,
pemerintah dan institusi pendidikan perlu memfasilitasi terbangunnya
mentalitas antikorupsi di kalangan pemuda, pelajar, dan mahasiswa.
Kedua, kapasitas keahlian dan intelektual yang cukup mumpuni. Para
mahasiswa, misalnya, perlu mendalami studinya secara serius agar menjadi
spesialis keilmuan tertentu, yaitu memiliki spesialisasi dalam menguasai
suatu bidang pengetahuan secara mendalam sesuai dengan bidang
studinya masing-masing. Para pemuda perlu memiliki skill tertentu untuk
bersaing di dunia kerja. Indonesia di masa depan jelas memerlukan
generasi muda yang profesional dan menguasai ilmu pengetahuan secara
“mendalam” untuk memenangi kompetisi sekaligus mewujudkan mimpi
Indonesia. Karena itu, negara wajib menyediakan akses dan fasilitas
pendidikan yang murah dan terjangkau.
Ketiga, karakter kepemimpinan yang peduli dan profesional. Karak-
ter ini tidak bisa didapatkan di dalam ruang-ruang kelas. Kepemimpinan
didapatkan dari pengalaman aktivitas keorganisasian, baik di kampus
maupun di lingkungan masyarakat. Di situlah para pemuda dan mahasiswa
ditempa untuk menyelesaikan berbagai konflik dan persoalan, diasah
kemampuan manajerialnya, dan dilatih untuk peduli dan memahami
lingkungan serta masyarakatnya. Di sini pula, kepekaan sosial dan kekriti-
san sering kali tumbuh. Justru para pemuda dan mahasiswa yang memiliki
karakter kepemimpinan inilah yang di masa depan diperlukan untuk
menggerakkan masyarakat dalam meraih kesuksesan kolektif sekaligus
menggapai kegemilangan Indonesia.
Akhirnya, pada momentum 72 tahun Sumpah Pemuda ini, setiap
pemuda Indonesia perlu membuat visi diri serta memproyeksikan mimpi
individunya pada 10, 20, bahkan 30 tahun ke depan untuk Indonesia, akan
memiliki peran dan posisi apa dan di mana di tengah-tengah masyarakat
dalam menyongsong masa depan Indonesia. Pada posisi itulah potensi
54 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pemuda kreatif, terampil, tangguh, dan mandiri itu tidak sempat meraya-
kan momentum kebangkitan pemuda Indonesia pada Hari Kebangkitan
Nasional, 20 Mei lalu. Ia meninggal dua hari sebelumnya. Dialah Subhan
(28), peserta program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan
asal Aceh. Almarhum ditugaskan di Provinsi Maluku sejak September
2013. Subhan meninggal karena sakit dalam masa tugasnya sebagai
penggerak perubahan di pedesaan.
Semula mereka yang bertugas di Maluku sebanyak 31 orang, berasal
dari sejumlah provinsi. Namun, dalam perjalanan, tiga orang mengundur-
kan diri. Pemuda penggerak perubahan itu akan mengakhiri tugas di
Maluku pada Agustus 2015 atau dua tahun setelah penempatan.
Subhan bertugas di Kelurahan Nisaniwe, Kecamatan Nusaniwe, Kota
Ambon. Zamran, warga setempat, menuturkan, mendiang adalah pemuda
kreatif dan serba bisa. Selama bertugas, ia membantu industri rumah
tangga miliknya dalam usaha pengolahan hasil laut menjadi aneka
penganan. Ia terampil membuat bakso ikan, nugget ikan, dan abon ikan.
Subhan pun cepat memahami penjelasan Zamran tentang cara pembua-
tan penganan itu. Ia kini mampu menghasilkan olahan lebih bervariasi
dan ikut menjual. Selama membantu Zamran, ia tak pernah menuntut
bayaran. “Kalau saya kasih uang pun, dia tidak terima. Uang itu kami pakai
untuk makan sama-sama di rumah,” kenang Zamran.
Zamran mengaku kaget mendengar Subhan dan teman-temannya
belum mendapatkan uang saku selama hampir lima bulan, terhitung sejak
Januari hingga Mei 2015. Hal itu baru diketahui Zamran setelah Subhan
meninggal pada 18 Mei.
Di mata Zamran, putra Aceh yang sempat tertimbun reruntuhan
akibat tsunami tahun 2004 di Aceh itu adalah pemuda yang pantas dicon-
toh. Subhan, pemuda kelahiran 10 November 1987 itu, pantang menyerah
dengan keadaan.
56 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pandu Cahya Nugraha, teman satu kamar Subhan, beberapa saat lalu
menuturkan, setelah nasib mereka mulai terkatung-katung akibat keter-
lambatan pembayaran uang saku, Subhan biasa bangun lebih pagi dan
mencari pekerjaan sampingan. “Saat saya bangun, dia sudah jalan. Saya
tidak tahu dia kerja di mana dan kerja apa,” kata Pandu, perwakilan pemuda
dari Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menurut Pandu, alasan Subhan mencari pekerjaan sampingan adalah
demi menyambung hidup di Maluku, yang harga barang kebutuhan
tergolong tinggi. Berbeda dengan teman lain, ia tidak pernah meminjam,
apalagi meminta uang kepada orang lain. Ia tidak mau membebani teman-
nya.
Kendati demikian, fisiknya tidak bisa dipaksa bekerja ekstra. Setiap
hari ia wajib mengonsumsi obat pengencer darah. Itu setelah ia menjalani
operasi paru-paru oleh dokter asal Jerman yang bertugas di Aceh pasca
tsunami. Ia menderita penyakit paru-paru akibat tertimpa reruntuhan saat
tsunami.
Ely Ermawati, perwakilan dari DKI Jakarta, menuturkan, Subhan
tidak bisa membeli obat pengencer darah karena kehabisan uang. Itu
disampaikan Subhan beberapa saat sebelum meninggal. Penyakit paru-paru
itu dibantah Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda
dan Olahraga (Kemenpora) Sakhyan Asmara serta Kepala Dinas Pemuda
dan Olahraga (Dispora) Aceh Iskandar Zulkarnaen yang datang ke Redaksi
Kompas (24/5).
Setia
Kendati dalam kondisi yang serba terbatas, mereka setia menjalankan tugas
sebagai penggerak di setiap desa binaan melalui berbagai kegiatan pember-
dayaan ekonomi ataupun pendidikan. Warga merasakan dampak positif
dari kehadiran mereka seperti yang dialami Zamran.
Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan merupakan
program unggulan Kemenpora yang mulai dirintis pada 1989. Hingga
2012, program itu sudah menempatkan 16.567 sarjana di sejumlah wilayah.
Pada 2013, sebanyak 1.000 sarjana ditempatkan di 500 desa, 205 kecama-
tan, 66 kabupaten/kota yang terbagi dalam 5 zona. Maluku masuk zona
2.
Hendra Simatupang, perwakilan dari Sumatera Utara, menolak diang-
gap cengeng hanya karena mengeluh atas keterlambatan uang saku. Pasalnya,
uang itu merupakan hak mereka dan pemerintah wajib membayar. Jangan
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 57
sampai kekisruhan itu membuat apa yang sudah mereka lakukan selama
ini menjadi tidak berarti di mata pemerintah setempat.
Memang keterlambatan mulai terjadi sejak awal, tetapi tidak separah
kali ini. Keterlambatan bermula dari perubahan sistem pembayaran. Terhi-
tung sejak Januari 2015, pembayaran uang saku tidak lagi ditransfer ke
rekening tiap peserta, tetapi melalui Dispora Provinsi Maluku. Besarnya
uang saku lebih kurang Rp 3,9 juta per orang per bulan.
Kepala Dispora Provinsi Maluku Semuel Huwae mengatakan,
keterlambatan pengesahan daftar isian perencanaan anggaran (DIPA) oleh
pemerintah pusat serta perubahan struktur di provinsi menyebabkan
keterlambatan itu.
“Selain itu, banyak data peserta yang masih harus diperbaiki, seperti
kesalahan penulisan nama sehingga tidak terekam dalam sistem pembayaran.
Ini murni kesalahan administrasi.”
Seharusnya, persoalan administrasi tidak bisa dijadikan alasan untuk
mengesahkan keterlambatan. Sungguh disesalkan keterlambatan itu telah
membuat pemuda penggerak perubahan di pedesaan telantar dan tidak
bisa memenuhi kebutuhan dasar, termasuk kesehatan, seperti yang dialami
Subhan.
Setelah menjadi pergunjingan nasional, memang ada reaksi cepat dari
Kemenpora dan Kadispora Maluku. Namun bagaimanapun, persoalan ini
harus menjadi pelajaran berharga. Ayo pemuda Indonesia, teruslah menjadi
penggerak perubahan.
Survei Setara Institute baru-baru ini menyebut satu dari 14 siswa di Jakarta
dan Bandung setuju atas keberadaan Islamic State (IS). Sebelumnya, riset
MAARIF Institute pada 2011 tentang pemetaan problem radikalisme di
SMU negeri di empat daerah (Pandeglang, Cianjur, Yogyakarta, dan Solo),
yang mengambil data dari 50 sekolah, mengonfirmasi fenomena tersebut.
Menurut riset ini, sekolah menjadi ruang yang terbuka bagi disemi-
nasi paham apa saja. Karena pihak sekolah terlalu terbuka, kelompok
radikalisme keagamaan memanfaatkan ruang terbuka ini untuk masuk
secara aktif mengampanyekan pahamnya dan memperluas jaringannya.
Kelompok-kelompok keagamaan yang masuk mulai dari yang ekstrem
menghujat terhadap negara dan ajakan untuk mendirikan negara Islam,
hingga kelompok Islamis yang ingin memperjuangkan penegakan syariat
Islam (Jurnal Maarif, Vol. 8. No. 1, Juli 2013).
Temuan tersebut cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, bangsa Indone-
sia yang majemuk dan hidup dalam naungan Pancasila dan UUD 1945
menyisakan persoalan pelik seperti itu. Persoalan tersebut sudah saatnya
menjadi agenda pemuda Indonesia. Mereka harus segera menyingsingkan
lengan baju dan mencurahkan segala kekuatannya untuk berkontribusi
secara nyata dalam mengurai persoalan radikalisme.
Dalam hal tersebut, pemuda Indonesia dapat meniru apa yang telah
diusahakan Tedi Kholiludin (Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama,
Semarang) dan Rony Chandra Kristanto (rohaniwan di Gereja Isa Almasih
Pringgading, Semarang).
Guna menekan radikalisme, mereka menyelenggarakan “Live in Pondok
Damai”. Dalam acara tahunan yang digelar sejak 2007 itu, para peserta
melakukan dialog lintas agama secara lebih terbuka, santai, dan sesuai
dengan realitas yang ada. Basis kegiatan Pondok Damai adalah testimoni
dari para peserta tentang pengalamannya, baik yang menyenangkan maupun
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 59
SOEMPAH PEMOEDA
Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE
BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA
Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE
BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG
BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Peserta:
Abdul MuthalibSangadji Soekmono
Purnama Wulan Joesoepadi
Abdul Rachman Soekowati (Volksraad)
Raden Soeharto Jos Masdani
Abu Hanifah Soemanang
Raden Soekamso Kadir
Adnan KapauGani Soemarto
Ramelan Karto Menggolo
Amir (Dienaren van Indie) Soenario (PAPI & INPO)
Saerun (Keng Po) Kasman Singodimedjo
Anta Permana Soerjadi
Sahardjo Koentjoro Poerbopranoto
Anwari Soewadji Prawirohardjo
Sarbini Martakusuma
Arnold Manonutu Soewirjo
Sarmidi Mangunsarkoro MasmoenRasid
Assaat Soeworo
Sartono Mohammad Ali Hanafiah
Bahder Djohan Suhara
S.M. Kartosoewirjo Mohammad Nazif
Dali Sujono (Volksraad)
Setiawan Mohammad Roem
Darsa Sulaeman
Sigit (Indonesische Studieclub) Mohammad Tabrani
Dien Pantouw Suwarni
Siti Sundari Mohammad Tamzil
Djuanda Tjahija
Sjahpuddin Latif Muhidin (Pasundan)
Dr.Pijper Van der Plaas (Pemerintah Belanda)
Sjahrial (Adviseurvoorinlandsch Zaken) Mukarno
Emma Puradiredja Wilopo
Soejono Djoenoed Poeponegoro Muwardi
Halim Wage Rudolf Soepratman
R.M. Djoko Marsaid Nona Tumbel
Hamami
Soekamto
Jo Tumbuhan
62 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Sebelum pembacaan teks Soempah Pemoeda di perdengarkan lagu “Indonesia Raya” gubahan
W.R. Soepratman dengan gesekan biolanya.
Teks Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 bertempat di Jalan
Kramat Raya nomor 106 Jakarta Pusat sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda, pada waktu
itu adalah milik dari seorang Tionghoa yang bernama Sie Kong Liong.
Golongan Timur Asing Tionghoa yang turut hadir sebagai peninjau
Kongres Pemuda pada waktu pembacaan teks Sumpah Pemuda ada 4 (empat) orang yaitu:
• KweeThiam Hong
• Oey Kay Siang
• John LauwTjoanHok
• TjioDjienkwie
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Negara
MATERI Bangsa
Tanyakan!
Katakan!
Catatan
66 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
— Mohammad Hatta
3
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 67
Negara
MATERI Bangsa
Pengantar
Setelah mendalami tentang peranan pemuda, peserta pelatihan diharapkan
mampu untuk menyadari pentingnya peranan pemuda dalam pembangu-
nan bangsa dan negara. Negara bangsa menjadi komponen yang tidak
dapat dipisahkan dalam sejarah umat manusia dewasa ini, sehingga
keberadaannya relatif mustahil untuk ditolak.
Dalam situasi demikian, ketika terdapat ancaman sendi-sendi kebang-
saan itu mulai terancam, di antaranya adalah ancaman radikalisme,
perpecahan atau konflik sosial di masyarakat, sikap intoleransi, atau
pemahaman-pemahaman transnasional yang masuk memengaruhi kehidu-
pan masyarakat Indonesia secara umum dan mengarah pada penghilangan
penghormatan terhadap negara bangsa, materi ini menjadi penting untuk
disampaikan kepada peserta pelatihan ini. Harapannya, materi dapat
meningkatkan kesadaran peserta terhadap negara bangsa dan urgensinya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.
Saat ini, ketika Indonesia diberkati dengan iklim demokrasi dan
kebebasan serta runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, situasi
keberagaman dan kebhinekaan justru seakan di bawah ancaman. Tidak
sedikit praktik intoleransi, diskriminasi bahkan kekerasan fisik yang
menimpa kelompok minoritas agama, termasuk pula hak-hak kelompok
penghayat kepercayaan yang selama ini selalu dikesampingkan. Padahal,
melihat sejarah bangsa Indonesia, bangsa ini tidak dibangun oleh satu
kelompok saja, tetapi dari pelbagai elemen masyarakat, kelompok etnis,
agama, budaya, hingga bahasa. Dengan demikian, melanjutkan perjuangan
para pendiri bangsa ini, sudah seharusnya keragaman dan kebhinekaan
tersebut dipertahankan dan dilanjutkan demi berdirinya Indonesia yang
beradab dan makmur.
68 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Tujuan
1. Peserta memahami konsep Negara Bangsa Indonesia dan
bagaimana kelompok agama berperan dalam pembentukannya;
2. Peserta mengetahui proses terbentuknya negara dan sumbangsih
kelompok minoritas dalam pembentukan negara bangsa;
3. Peserta mengetahui hak-haknya sebagai warga negara;
4. Peserta mengetahui jaminan hak-haknya dalam konstitusi;
5. Peserta memahami arti hak asasi manusia, prinsip-prinsip hak
asasi manusia, pengertian pelanggaran hukum, pelanggaran
HAM, aktor pelanggar HAM, dan relasi antarnegara dan warga
negara dalam pelanggaran hukum/ HAM.
Pokok Bahasan
1. Indonesia sebagai negara bangsa;
2. Hak-hak kewarganegaraan;
3. Hak-hak konstitusional dan konsep dasar HAM.
Metode
1. Diskusi;
2. Curah pendapat;
3. Permainan;
4. Ceramah narasumber;
5. Pemutaran film;
6. Kerja kelompok;
Waktu
230 menit
Alat-alat Bantu
• Kertas plano
• Spidol
• LCD/proyektor
• 40 hak Konstitusional
• Laptop
• DVD Player
• Film
• “Kenali Hak-hak Kita” Omah Munir. Dapat diakses
https://www.youtube.com/watch?v=CcgBdXSjQIk
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 69
Langkah-langkah Fasilitasi
KEGIATAN
METODE ALTERNATIF
KEGIATAN
Fasilitator bisa meminta satu hingga dua peserta dari perwakilan kelompok
minoritas bercerita mengenai peristiwa diskriminasi, intoleransi, atau konflik
yang mereka alami. Bisa pula meminta peserta yang mewakili pernah menjadi
pelaku diskriminasi atau intoleransi.
KEGIATAN
Lembar Diskusi
“Hak Apa Yang Kamu Ketahui?”
Ice Breaker
“KIRIMKAN SAYA SEBUAH CATATAN!”
Sebelum masuk kegiatan ini, fasilitator bisa mengisi ice breaker. Ice
breaker yang akan dimainkan adalah “Kirimkan Saya Sebuah Catatan”
yang tujuannya adalah lebih mendalami karakter dan ciri dari
masing-masing peserta satu sama lain.
76 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Yang dibutuhkan:
Langkah-langkah:
• Katakan kepada peserta bahwa mereka akan terlibat dalam latihan
refleksi positif. Mintalah mereka memindahkan kursi mereka
untuk membentuk sebuah lingkaran besar.
• Berikan sebuah pulpen, amplop dan potongan kertas secuku-
pnya kepada masing- masing peserta untuk menuliskan satu
komentar untuk setiap orang dalam kelompok tersebut. Minta-
lah mereka menulis nama mereka sendiri di depan amplop
tersebut.
• Mintalah mereka memberikan amplop itu kepada orang yang
duduk di sebelah kanannya. Katakan orang ini agar memikirkan
sebuah poin positif atau yang menyenangkan tentang orang yang
namanya tertera pada amplop, tulislah poin tersebut pada sebuah
potongan kertas dan memasukkannya ke dalam amplop. Kemudi-
an amplop tersebut diberikan kepada orang yang duduk di sebelah
kanan, demikian seterusnya. Pastikan bahwa setiap orang
memahami betul bahwa seluruh komentar harus positif.
Poin diskusi
• Bagaimana perasaan setiap orang?
• Adakah yang ingin membicarakan komentar yang ada di dalam
amplopnya?
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 77
DUHAM 1948
“Film “Kiri Hijau, Kanan Merah” adalah alternatif yang dapat diputar
oleh fasilitator atau panitia pada saat malam hari atau waktu kosong
mengingat keterbatasan waktu dan panjangnya durasi film.
Film DUHAM diputar dengan menyesuaikan kebutuhan peserta
dan ketersediaan waktu 20 menit. Fasilitator dapat mempersingkat
film tersebut hingga 20 menit dan melanjutkannya di waktu lain yang
senggang.
KEGIATAN
4 Kerja kelompok
Kertas kerja terdiri dari 4 kolom terdiri dari kasus, hak yang
terlanggar, pasal dalam DUHAM, dan pasal dalam kovenan/
UUD. Peserta mengisi apa saja hak yang dilanggar, pasal dalam
DUHAM, pasal dalam kovenan dan UUD. Untuk mengisi kolom
tersebut peserta bisa membaca hand out DUHAM, kovenan,
dan UUD 1945.
6. Fasilitator memberikan waktu selama 15 menit untuk melakukan
kerja kelompok.
7. Fasilitator meminta juru bicara kelompok mempresentasikan
hasil kerja kelompok dan meminta tanggapan peserta kelompok
dan peserta di luar kelompok.
8. Usai presentasi, fasilitator memberikan ringkasan mengenai hasil
keseluruhan kerja kelompok.
Handout
1. Anies Baswedan, “Ini Soal Tenun Kebangsaan. Titik!!” harian Kompas,
11 September 2012, halaman 6 dalam Rubrik Opini Nasionalis Minori-
tas yang Terlupakan, Kompas.com, 5 Oktober 2010
2. KH. Abdurrahman Wahid, “Islam dan Hak Asasi Manusia”
3. “Nasionalis Minoritas yang Terlupakan”, Kompas.com, 5 Oktober 2010.
4. Kesukubangsaan, Nasionalisme, dan Multikulturalisme, ”Kesukubang-
saan, Nasionalisme, dan Multikulturalisme”
5. Deklarasi Universal HAM;
6. Kovenan Hak Sipil dan Politik;
7. Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya;
8. 40 Hak Konstitusional;
9. Lembar Kerja HAM.
84 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Tenun Kebangsaan itu dirajut dengan amat berat dan penuh keberanian.
Para pendiri republik sadar bahwa bangsa di Nusantara ini amat bhineka.
Kebhinekaan bukan barang baru. Sejak negara ini belum lahir semua sudah
paham. Kebhinekaan di Nusantara adalah fakta, bukan masalah!
Tenun kebangsaan ini dirajut dari kebhinekaan suku, adat, agama,
keyakinan, bahasa, geografis yang sangat unik. Setiap benang membawa
warna sendiri. Persimpulannya yang erat menghasilkan kekuatan.
Perajutan tenun inipun belum selesai. Ada proses yang terus menerus.
Ada dialog dan tawar-menawar antar unsur yang berjalan amat dinamis
di tiap era. Setiap keseimbangan di suatu era bisa berubah pada masa
berikutnya.
Dalam beberapa kekerasan belakangan ini, salah satu sumber masalah
adalah kegagalan membedakan “warga negara” dan “penganut sebuah
agama”.
Perbedaan aliran atau keyakinan tidak dimulai bulan lalu. Usia
perbedaannya sudah ratusan—bahkan ribuan—tahun dan ada di seluruh
dunia. Perbedaan ini masih berlangsung terus, dan belum ada tanda akan
selesai minggu depan.
Jadi, di satu sisi, negara tidak perlu berpretensi akan menyelesaikan
perbedaan alirannya. Di sisi lain, aliran atau keyakinan bisa saja berbeda
tapi semua adalah warga negara republik yang sama. Konsekuensinya,
seluruh tindakan mereka dibatasi oleh aturan dan hukum republik yang
sama. Di sini negara bisa berperan.
Negara memang tidak bisa mengatur perasaan, pikiran, ataupun
keyakinan warganya. Tetapi negara sangat bisa mengatur cara
mengekspresikannya. Jadi dialog antar pemikiran, aliran atau keyakinan
setajam apapun boleh, begitu berubah jadi kekerasan maka pelakunya
berhadapan dengan negara dan hukumnya.
Negara jangan mencampuradukkan friksi/konflik antar penganut
aliran/keyakinan dengan friksi/konflik antar warga senegara. Dalam
menegakkan hukum, negara harus selalu melihat semua pihak semata-mata
sebagai warga negara dan hanya berpihak pada aturan di republik ini.
Apalagi aparat keamanan, ia harus hadir untuk melindungi “warga-
negara” bukan melindungi “pengikut” keyakinan/ajaran tertentu. Begitu
pula jika ada kekerasan, maka aparat hadir untuk menangkap “warga-negara”
pelaku kekerasan, bukan menangkap “pengikut” keyakinan yang melaku-
kan kekerasan. Pencampuradukan ini salah satu sumber masalah yang
harus diurai secara jernih dan dingin.
Menjaga tenun kebangsaan dengan membangun semangat saling
86 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
***
Sumber : http://www.gusdur.net/Pemikiran/Detail/?id=38/hl=id/Islam_Dan_Hak_Asasi_Manusia
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 91
Konflik antaragama dan golongan yang terjadi belakangan ini sudah disadari
banyak pihak sebagai sebuah ancaman bagi pluralisme bangsa. Wacana
dominan dan nondominan serta mayoritas dan minoritas pun semakin
memperuncing terjadinya konflik.
Padahal, sejarah Indonesia mencatat, ada sejumlah pejuang kemerdekaan
yang memiliki peran serta yang begitu besar berasal dari kalangan minori-
tas. Namun, karena keminoritasannya, pamor pejuang ini justru redup
dalam sejarah.
Kelima tokoh tersebut yakni IJ Kasimo, seorang Katolik Jawa, ahli
pertanian yang aktif di partai politik konvensional dan duduk di Volksraad;
Toedoeng Soetan Goenoeng Moelia (1896-1966), seorang Protestan Batak
yang aktif di partai politik konvensional dan duduk di Volksraad; GSSJ
Ratu Langie, seorang Protestan Minahasa yang duduk di Volksraad; Amir
Sjarifoeddin (1907-1948), pemimpin muda kharismatik dalam gerakan
nasionalis tahun 1930-an, menjadi Perdana Menteri RI dua kali dalam
rentang 1947-1948; dan Albertus Soegijapranata (1896-1963), pastor Serikat
Jesuit dari Jawa Tengah, uskup pribumi pertama di Hindia Belanda pada
1940 yang aktif dalam aktivitas politik pada periode 1940-an.
“Mereka kini terlupakan perannya yang besar oleh bangsa ini. Padahal,
mereka tokoh nasionalis penggerak bangsa yang sangat penting kontribus-
inya,” ujar cendekiawan muslim, Dawam Rahardjo, Selasa (5/10/2010),
dalam bedah buku 5 Penggerak Bangsa yang Terlupa: Nasionalisme Minori-
tas Kristen di Gedung Djoeang 45, Jakarta.
Ia mencontohkan, misalnya, Amir Sjarifudin yang dieksekusi mati
tanpa proses peradilan karena dianggap terlibat dalam pemberontakan
Madiun. “Sjarifudin ini adalah satu-satunya Perdana Menteri Kristen. Ini
menunjukkan ketokohan dan kapasitasnya,” ujar Dawam.
Mantan cendekiawan Muhammadiyah tersebut berujar bahwa ketoko-
han Amir tidak dikenal publik memang karena ia berasal dari minoritas.
92 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Sumber: : http://nasional.kompas.com/read/2010/10/05/19064690/nasionalis.minoritas.yang.
terlupakan
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 93
II
Titik temu antara teori-teori nasionalisme dan etnisitas perlu disinggung
di sini. Menurut hemat saya, baik Gellner maupun Anderson tidak berupaya
menemukan titik temu tersebut; kedua pandangan teori mereka dikem-
bangkan sendiri-sendiri. Baik kajian etnisitas di tingkat komunitas lokal
maupun kajian nasionalisme di tingkat negara menegaskan bahwa identi-
tas etnik maupun nasional adalah konstruksi. Berarti kedua identitas
tersebut bukan alamiah. Selanjutnya, jalinan hubungan antara identitas
khusus dan “kebudayaan” bukanlah hubungan satu per satu. Asumsi-asumsi
titik temu yang tersebar luas antara etnisitas dan “kebudayaan obyektif ”
adalah kasus yang terpancarkan dari konstruksi kebudayaan itu sendiri.
“Berbicara tentang kebudayaan” dan “kebudayaan” dapat dibedakan ibarat
kita berbicara tentang perbedaan antara menu dan makanan. Keduanya
adalah fakta sosial dengan keteraturan yang berbeda.
Tatkala kita menyoroti nasionalisme, jalinan hubungan antara
organisasi etnik dan identitas etnik sebagaimana didiskusikan sebel-
umnya menjadi lebih jelas. Menurut nasionalisme, organisasi politik
seharusnya bersifat etnik karena organisasi ini merepresentasikan kepent-
ingan-kepentingan kelompok etnik tertentu. Sebaliknya, negara-bangsa
mengandung aspek penting dari legitimasi politik yakni dukungan massa
yang sebenarnya merepresentasikan sebagai suatu satuan kebudayaan.
Di dalam antropologi dapat kita temukan juga teori-teori tentang
simbol-simbol ritual yang dalam konteks pembicaraan ini juga menggam-
barkan dualitas antara makna dan politik, yang umum kita temukan baik
98 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 99
III
Multikulturalisme:
Penguatan Politik dan Sentimen Kebangsaan Negara-Bangsa
Negara-Bangsa dan Multikulturalime
PUSTAKA
Anderson, B. (1991 [1983]) Imagined Communities. Reflections on the Origins
and Spread of Nationalism. 2ndedition. London: Verso.
Cohen, A. (1974) Two-dimensional Man. London: Tavistock.
Furnivall, J.S. (1938) The Netherlands Indies: A Study in Plural Economy.
Cambridge: Cambridge University Press.
Geertz, C. & D. Apter, eds. (1969) The Old Societies and New States. Chicago:
Aldine Publications.
Gellner, E. (1983) Nations and Nationalism. Oxford : Blackwell.
Saifuddin, A.F. (2005) Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritik Menge-
nai Paradigma. Jakarta : Prenada-Media.
Smith, A.D. (1986) The Ethnic Origin of Nation. Oxford: Blackwell.
Turner, V. (1969) The Ritual Process: Structure and Anti-Structure. Chicago:
Aldine Publications.
Sumber: Masukan Reflektif Bagi Buku Noorsalim dkk. (eds). (2007), Hak Minoritas. Multikultur-
alisme dan Dilema Negara Bangsa. Jakarta.The Interseksi Foundation. Makalah untuk diskusi dan
peluncuran buku tgl. 4 September 2007. Tidak dipresentasikan. http://interseksi.org/archive/
publications/essays/articles/sukubangsa_nasionalisme_multikulturalisme.html
102 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
MUKADIMAH
Pasal 1
Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak
yang sama. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani dan hendaknya
bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan.
Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam
Deklarasi ini tanpa pembedaan dalam bentuk apapun, seperti ras, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan
lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran atau status
lainnya.
Selanjutnya, pembedaan tidak dapat dilakukan atas dasar status politik,
hukum atau status internasional negara atau wilayah dari mana seseorang
berasal, baik dari negara merdeka, wilayah perwalian, wilayah tanpa
pemerintahan sendiri, atau wilayah yang berada di bawah batas kedaulatan
lainnya.
Pasal 3
Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan keamanan pribadi.
Pasal 4
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; perbudakan
dan perdagangan budak dalam bentuk apapun wajib dilarang.
Pasal 5
Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan atau dihukum secara
keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
104 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 6
Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai pribadi di depan hukum di
mana saja ia berada.
Pasal 7
Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum
yang sama tanpa diskriminasi apapun. Semua orang berhak untuk menda-
patkan perlindungan yang sama terhadap diskriminasi apapun yang melang-
gar Deklarasi ini dan terhadap segala hasutan untuk melakukan diskrimi-
nasi tersebut.
Pasal 8
Setiap orang berhak atas penyelesaian yang efektif oleh peradilan
nasional yang kompeten, terhadap tindakan-tindakan yang melanggar
hak-hak mendasar yang diberikan padanya oleh konstitusi atau oleh hukum.
Pasal 9
Tidak seorang pun yang dapat ditangkap, ditahan atau diasingkan secara
sewenang-wenang.
Pasal 10
Setiap orang berhak, dalam persamaan yang penuh, atas pemeriksaan yang
adil dan terbuka oleh peradilan yang bebas dan tidak memihak, dalam
penentuan atas hak dan kewajibannya serta dalam setiap tuduhan pidana
terhadapnya.
Pasal 11
Setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana berhak untuk diang-
gap
tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya sesuai dengan hukum,
dalam pengadilan yang terbuka, di mana ia memperoleh semua jaminan
yang dibutuhkan untuk pembelaannya.
Tidak seorang pun dapat dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana
karena perbuatan atau kelalaian, yang bukan merupakan pelanggaran
pidana
berdasarkan hukum nasional atau internasional ketika perbuatan
tersebut dilakukan. Juga tidak boleh dijatuhkan hukuman yang lebih berat
daripada hukuman yang berlaku pada saat pelanggaran dilakukan.
Pasal 12
Tidak seorang pun boleh diganggu secara sewenang-wenang dalam urusan
pribadi, keluarga, rumah tangga atau hubungan surat-menyuratnya, juga
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 105
Pasal 13
Setiap orang berhak untuk bebas bergerak dan bertempat tinggal dalam
batas-batas setiap Negara.
Setiap orang berhak untuk meninggalkan negaranya termasuk negara-
nya sendiri, dan kembali ke negaranya.
Pasal 14
Setiap orang berhak untuk mencari dan menikmati suaka di negara
lain
untuk menghindari penuntutan atau tindakan pengejaran sewenang-
wenang
(persecution).
Hak ini tidak berlaku dalam kasus-kasus penuntutan yang benar-
benar
timbul karena kejahatan non-politik atau tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 15
Setiap orang berhak atas kewarganegaraan.
Tidak seorang pun dapat dicabut kewarganegaraannya secara sewenang-
wenang atau ditolak haknya untuk mengubah kewarganegaraannya.
Pasal 16
Laki-laki dan perempuan dewasa, tanpa ada pembatasan apapun berdasar-
kan ras, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan memben-
tuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam hal perkawinan,
dalam masa perkawinan dan pada saat berakhirnya perkawinan.
Perkawinan hanya dapat dilakukan atas dasar kebebasan dan persetu-
juan
penuh dari pihak yang hendak melangsungkan perkawinan.
Keluarga merupakan satuan kelompok masyarakat yang alamiah
dan
mendasar dan berhak atas perlindungan dari masyarakat dan Negara.
Pasal 17
Setiap orang berhak untuk memiliki harta benda baik secara pribadi
maupun
bersama-sama dengan orang lain.
Tidak seorang pun dapat dirampas harta bendanya secara sewenang-
wenang.
106 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 18
Setiap orang berhak atas kemerdekaan berpikir, berkeyakinan dan beraga-
ma;
hak ini mencakup kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan,
dan kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam
kegiatan pengajaran, peribadatan, pemujaan dan ketaatan, baik sendiri
maupun bersama- sama dengan orang lain, di muka umum maupun secara
pribadi.
Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan penda-
pat; hak ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu
pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima dan
menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan
tanpa memandang batas-batas wilayah.
Pasal 20
Setiap orang berhak atas kebebasan berkumpul secara damai dan berseri-
kat. Tidak seorang pun dapat dipaksa untuk menjadi anggota suatu perkum-
pulan.
Pasal 21
Setiap orang berhak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan negaranya,
baik secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilihnya secara bebas.
Setiap orang berhak atas akses yang sama untuk memperoleh pelayanan
umum di negaranya.
Keinginan rakyat harus dijadikan dasar kewenangan pemerintah;
keinginan tersebut harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaku-
kan secara berkala dan sungguh-sungguh, dengan hak pilih yang bersifat
universal dan sederajat, serta dilakukan melalui pemungutan suara yang
rahasia ataupun melalui prosedur pemungutan suara secara bebas yang
setara.
Pasal 22
Setiap orang sebagai anggota masyarakat berhak atas jaminan sosial dan
terwujudnya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan
untuk martabat dan perkembangan kepribadiannya dengan bebas, melalui
usaha-usaha nasional maupun kerja sama internasional, dan sesuai dengan
pengaturan dan sumber daya yang ada pada setiap negara .
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 107
Pasal 23
Setiap orang berhak atas buruhan, untuk memilih buruhan dengan
bebas,
atas kondisi buruhan yang adil dan menyenangkan, dan atas
perlindungan
terhadap pengangguran.
Setiap orang berhak atas upah yang sama untuk buruhan yang sama,
tanpa
diskriminasi.
Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan
memadai,
yang bisa menjamin penghidupan yang layak bagi dirinya maupun
keluarganya sesuai dengan martabat manusia, dan apabila perlu ditambah
dengan perlindungan sosial lainnya.
Setiap orang berhak mendirikan dan bergabung dengan serikat buruh
untuk melindungi kepentingannya.
Pasal 24
Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan jam
kerja yang layak dan liburan berkala dengan menerima upah.
Pasal 25
Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk keseha-
tan
dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas
pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang
diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat,
ditinggalkan oleh pasangannya, usia lanjut, atau keadaan-keadaan lain
yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi di luar
kekuasaannya.
Ibu dan anak-anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus.
Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan,
harus menikmati perlindungan sosial yang sama.
Pasal 26
Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus cuma-cuma,
paling
tidak pada tahap-tahap awal dan dasar. Pendidikan dasar harus
diwajibkan. Pendidikan teknis dan profesional harus terbuka bagi semua
orang, dan begitu juga pendidikan tinggi harus terbuka untuk semua orang
berdasarkan kemampuan.
Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan sepenuhnya
kepribadian manusia, dan untuk memperkuat penghormatan terhadap hak
asasi manusia dan kebebasan dasar. Pendidikan harus meningkatkan
pengertian, toleransi dan persaudaraan di antara semua bangsa, kelompok
108 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 27
Setiap orang berhak untuk secara bebas berpartisipasi dalam kehidupan
budaya masyarakat, menikmati seni, dan turut mengecap kemajuan
ilmu
pengetahuan dan pemanfaatannya.
Setiap orang berhak atas perlindungan terhadap keuntungan moral
dan
material yang diperoleh dari karya ilmiah, sastra atau seni apapun yang
diciptakannya.
Pasal 28
Setiap orang berhak atas ketertiban sosial dan internasional, di mana hak
dan kebebasan yang diatur dalam Deklarasi ini dapat diwujudkan
sepenuhnya.
Pasal 29
Setiap orang mempunyai kewajiban kepada masyarakat tempat satu-
satunya di mana ia dimungkinkan untuk mengembangkan pribadinya
secara bebas dan penuh.
Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang hanya tunduk
pada
batasan-batasan yang ditentukan oleh hukum, semata-mata untuk
menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak dan kebebasan
orang lain, dan
memenuhi persyaratan-persyaratan moral, ketertiban
umum dan kesejahteraan umum yang adil dalam masyarakat yang
demokratis.
Hak dan kebebasan ini dengan jalan apapun tidak dapat dilaksanakan
apabila bertentangan dengan tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
Pasal 30
Tidak ada satu ketentuan pun dalam Deklarasi ini yang dapat ditafsirkan
sebagai memberikan hak pada suatu Negara, kelompok atau orang, untuk
terlibat dalam aktivitas atau melakukan suatu tindakan yang bertujuan
untuk menghancurkan hak dan kebebasan apapun yang diatur di dalam
Deklarasi ini.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 109
MUKADIMAH
BAGIAN I
Pasal 1
1. Semua bangsa mempunyai hak menentukan nasib sendiri. Berdasarkan
hak tersebut
mereka bebas menentukan status politik mereka dan bebas
berupaya mencapai
pembangunan ekonomi, sosial dan budayanya.
2. Semua bangsa, demi tujuan mereka sendiri, dapat secara bebas
mengelola kekayaan
dan sumber daya alam mereka tanpa mengu-
rangi kewajiban apapun yang muncul dari kerja sama ekonomi inter-
nasional berdasarkan prinsip saling menguntungkan dan hukum inter-
nasional. Dalam hal apapun tidak dibenarkan untuk merampas hak-hak
suatu bangsa atas sumber-sumber penghidupannya sendiri.
3. Negara-negara Pihak Kovenan ini, termasuk mereka yang bertanggung
jawab atas penyelenggaraan Wilayah yang Tidak Berpemerintahan
Sendiri atau Wilayah Perwalian, wajib memajukan perwujudan hak
atas penentuan nasib sendiri, dan wajib menghormati hak tersebut
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
BAGIAN II
Pasal 2
1. Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati
dan menjamin hak
yang diakui dalam Kovenan ini bagi semua individu
yang berada di dalam wilayahnya dan berada di bawah yurisdikasinya,
tanpa pembedaan jenis apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, asal-usul
kebangsaan atau sosial, hak milik, status kelahiran atau status lainnya.
1. Apabila belum diatur oleh ketentuan perundang-undangan atau kebija-
kan lainnya, setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk
mengambil langkah-langkah yang diperlukan, sesuai dengan proses
konstitusionalnya dan sesuai dengan ketentuan Kovenan ini, untuk
mengambil tindakan legislatif atau tindakan lainnya yang mungkin
perlu bagi pelaksanaan hak yang diakui dalam Kovenan ini.
1. Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji:
a. menjamin bahwa setiap orang yang hak atau kebebasannya
sebagaimana diakui
dalam Kovenan ini dilanggar, akan
memperoleh upaya pemulihan yang efektif, walaupun pelang-
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 111
Pasal 3
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin persamaan
hak antara laki-laki dan perempuan dalam penikmatan hak sipil dan politik
yang tercantum dalam Kovenan ini.
Pasal 4
1. Dalam keadaan darurat umum yang mengancam kehidupan bangsa
dan terdapatnya keadaan darurat tersebut telah diumumkan secara
resmi, Negara-negara Pihak pada Kovenan ini dapat mengambil upaya-
upaya yang menyimpang (derogate) dari kewajiban mereka berdasarkan
Kovenan ini, sejauh hal itu dituntut oleh situasi darurat tersebut, dengan
ketentuan bahwa upaya-upaya tersebut tidak bertentangan dengan
kewajiban Negara-negara Pihak itu menurut hukum internasional, dan
tidak menyangkut diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, dan asal-usul sosial.
2. Penyimpangan terhadap Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 (ayat 1 dan 2), Pasal
11, Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 18 tidak boleh dilakukan oleh keten-
tuan ini.
3. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini yang menggunakan hak untuk
penyimpangan harus segera memberitahu Negara-negara Pihak lainnya
dengan perantaraan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa,
tentang ketentuan yang terhadapnya dilakukan penyimpangan dan
alasan yang mendorong dilakukannya penyimpangan tersebut.
Pemberitahuan lebih lanjut harus dilakukan melalui perantara yang
sama, tentang tanggal diakhirinya penyimpangan tersebut.
112 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 5
1. Tidak ada satu ketentuan pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsir-
kan sebagai memberikan secara langsung kepada suatu Negara, kelom-
pok atau perseorangan hak untuk melakukan kegiatan atau tindak apa
pun yang bertujuan untuk menghancurkan hak atau kebebasan yang
diakui dalam Kovenan ini, atau untuk membatasi hak dan kebebasan
itu lebih besar daripada yang ditentukan dalam Kovenan ini.
2. Tidak boleh ada pembatasan atau pengurangan terhadap hak asasi
manusia yang mendasar yang diakui atau yang berlaku di Negara-negara
Pihak pada Kovenan ini menurut hukum, konvensi, peraturan atau
kebiasaan, dengan alasan bahwa Kovenan ini tidak mengakui hak-hak
tersebut atau mengakuinya tetapi dalam tingkatan yang lebih rendah.
BAGIAN III
Pasal 6
1. Setiap manusia mempunyai hak untuk hidup yang melekat pada dirinya.
Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat diram-
pas hak hidupnya secara sewenang-wenang.
2. Di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusan
hukuman mati hanya dapat dijatuhkan terhadap kejahatan yang paling
berat sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat dilakukannya
kejahatan tersebut, dan tidak bertentangan dengan ketentuan Kovenan
ini dan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan
Genosida. Hukuman ini hanya dapat dilaksanakan atas dasar putusan
akhir yang dijatuhkan oleh pengadilan yang berwenang.
3. Apabila perampasan kehidupan merupakan kejahatan Genosida, disepa-
kati bahwa tidak ada hal-hal dalam Pasal ini yang membenarkan Negara
Peserta Kovenan ini, untuk mengurangi dengan cara apapun kewajiban
yang dibebankan berdasarkan ketentuan dalam Konvensi tentang
Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida.
4. Siapa pun yang dijatuhi hukum mati mempunyai hak untuk menda-
patkan pengampunan atau keringanan hukuman. Amnesti, pengam-
punan atau pengurangan hukuman mati dapat diberikan dalam semua
kasus.
5. Hukuman mati tidak dapat dijatuhkan atas kejahatan yang dilakukan
oleh seseorang dibawah usia delapan belas tahun, dan tidak dapat
dilaksanakan pada perempuan yang tengah mengandung.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 113
6. Tidak ada satupun dalam Pasal ini yang dapat digunakan untuk menunda
atau mencegah penghapusan hukuman mati oleh Negara-negara Pihak
pada Kovenan ini.
Pasal 7
Tidak seorang pun dapat dikenai penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman
lain yang
kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
Khususnya, tidak seorang pun dapat dijadikan obyek eksperimen medis
atau ilmiah tanpa persetujuannya.
Pasal 8
1. Tidak seorang pun boleh diperbudak; perbudakan dan perdagangan
budak dalam segala bentuknya dilarang;
2. Tidak seorang pun boleh diperhambakan.
3. (a) Tidak seorang pun boleh diwajibkan untuk melakukan kerja paksa
atau kerja wajib;
(b) Ayat 3 (a) tidak boleh dianggap sebagai menghalangi, di negara
yang dapat mengenakan pemenjaraan dengan kerja berat sebagai
hukuman atas suatu kejahatan, pelaksanaan kerja berat tersebut sesuai
dengan dijatuhkannya hukuman demikian oleh pengadilan yang
berwenang;
(c) Untuk maksud ayat ini, istilah “kerja paksa” atau “kerja wajib”
mencakup:
(i) Setiap tugas yang bersifat militer dan, di negara-negara yang
Pasal 9
1. Setiap orang berhak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi. Tidak
seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang.
Tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan
alasan-alasan yang sah, dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
oleh hukum.
2. Siapa pun yang ditangkap harus diberitahu, pada saat penangkapan,
114 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 10
1. Setiap orang yang dirampas kemerdekaannya wajib diperlakukan secara
manusiawi dan dengan menghormati martabat yang melekat pada diri
manusia tersebut.
a. Terdakwa, kecuali dalam keadaan khusus, harus dipisahkan
dari orang yang telah dinyatakan bersalah dan harus diper-
lakukan secara berbeda, sesuai dengan statusnya sebagai orang
yang masih harus ditentukan bersalah atau tidaknya;
b. Terdakwa yang belum dewasa harus dipisahkan dari orang
dewasa dan harus secepat mungkin diajukan ke pengadilan.
2. Sistem penjara harus mencakup pembinaan terhadap narapidana, yang
tujuan utamanya adalah perbaikan dan rehabilitasi sosial narapidana.
Pelanggar hukum yang belum dewasa harus dipisahkan dari orang
dewasa dan diberikan perlakuan sesuai dengan usia dan status hukumn-
ya.
Pasal 11
Tidak seorang pun dapat dipenjarakan semata-mata atas dasar ketidak-
mampuannya memenuhi kewajiban kontraktualnya.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 115
Pasal 12
1. Setiap orang yang secara sah berada di dalam wilayah suatu Negara,
berhak atas kebebasan untuk bergerak dan kebebasan untuk memilih
tempat tinggalnya di wilayah tersebut.
2. Setiap orang bebas untuk meninggalkan negara mana pun, termasuk
negaranya sendiri.
3. Hak tersebut di atas tidak boleh dikenai pembatasan apapun, kecuali
jika ditentukan oleh hukum, yang perlu untuk melindungi keamanan
nasional, ketertiban umum, kesehatan umum, atau moral, atau hak dan
kebebasan orang lain, dan konsisten dengan hak
lainnya yang diakui
dalam Kovenan ini.
4. Tidak seorang pun boleh secara sewenang-wenang dicabut haknya
untuk masuk ke
negaranya sendiri.
Pasal 13
Orang asing yang berada secara sah di wilayah Negara Pihak pada Kovenan
ini dapat
diusir dari Negara tersebut hanya menurut keputusan yang
dikeluarkan berdasarkan hukum dan, kecuali ada alasan-alasan kuat
sehubungan dengan keamanan nasional, ia harus diberi kesempatan
mengajukan keberatan terhadap pengusiran dirinya, dan meminta agar
kasusnya ditinjau kembali dan diwakili untuk keperluan ini, oleh pihak
yang berwenang atau orang-orang yang secara khusus ditunjuk oleh pihak
yang berwenang.
Pasal 14
1. Semua orang mempunyai kedudukan yang setara di depan pengadilan
dan badan peradilan. Dalam menentukan tuduhan pidana terhadap
dirinya, atau dalam menentukan segala hak dan kewajibannya dalam
suatu gugatan, setiap orang berhak atas pemeriksaan yang adil dan
terbuka oleh pengadilan yang berwenang, mandiri dan tidak berpihak
dan dibentuk menurut hukum. Pers dan masyarakat dapat dilarang
mengikuti seluruh atau sebagian sidang dengan alasan moral, keterti-
ban umum atau keamanan nasional dalam suatu masyarakat yang
demokratis, atau bilamana perlu, demi kepentingan kehidupan pribadi
pihak yang bersangkutan, atau sejauh diperlukan menurut pengadilan
dalam keadaan khusus, di mana publikasi justru dianggap akan
merugikan kepentingan keadilan itu sendiri; akan tetapi apa pun yang
diputuskan dalam suatu perkara pidana atau perdata harus diumumkan,
kecuali bilamana kepentingan anak-anak di bawah umur menentukan
116 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 15
1. Tidak seorang pun dapat dinyatakan bersalah atas suatu tindak pidana
karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bukan merupa-
kan tindak pidana berdasarkan hukum nasional maupun internasional
pada saat tindakan tersebut dilakukan. Demikian pula tidak dapat
dijatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukuman yang berlaku
pada saat tindak pidana dilakukan. Apabila setelah dilakukannya tindak
pidana ketentuan hukum menentukan hukuman yang lebih ringan
maka pelaku harus memperoleh keringanan tersebut.
2. Tidak ada sesuatu pun dalam Pasal ini yang dapat merugikan persi-
dangan dan penghukuman terhadap setiap orang atas tindakan yang
dilakukan atau yang tidak dilakukan, yang pada saat dilakukannya,
adalah suatu tindak pidana sesuai dengan prinsip hukum yang diakui
oleh masyarakat internasional.
Pasal 16
Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum di
mana pun ia berada.
Pasal 17
1. Tidak seorang pun yang dapat secara sewenang-wenang atau secara
tidak sah dicampuri masalah pribadi, keluarga, rumah atau korespon-
densinya, atau secara tidak sah diserang kehormatan dan nama baiknya.
2. Setiap orang berhak atas perlindungan hukum terhadap campur tangan
atau serangan tersebut.
Pasal 18
1. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beraga-
ma. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima
suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan,
118 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA HANDOUT
Pasal 19
1. Setiap orang berhak untuk mempunyai pendapat tanpa diganggu.
2. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak
ini termasuk
kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan
informasi dan ide apapun, tanpa memperhatikan medianya, baik secara
lisan, tertulis atau dalam bentuk cetakan, dalam bentuk seni, atau
melalui media lainnya, sesuai dengan pilihannya.
3. Pelaksanaan hak yang diatur dalam ayat 2 Pasal ini menimbulkan
kewajiban dan tanggung jawab khusus. Oleh karena itu hak tersebut
dapat dikenai pembatasan tertentu, namun pembatasan tersebut hanya
diperbolehkan apabila diatur menurut hukum dan dibutuhkan untuk:
(a)
menghormati hak atau nama baik orang lain;
(b) melindungi keamanan
nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral
masyarakat.
Pasal 20
1. Propaganda apapun untuk berperang harus dilarang oleh hukum.
2. Segala tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan,
ras atau agama
yang merupakan hasutan untuk melakukan diskrimi-
nasi, permusuhan atau kekerasan harus dilarang oleh hukum.
Pasal 21
Hak untuk berkumpul secara damai harus diakui. Tidak ada suatu
pembatasan dapat dikenakan pada pelaksanaan hak tersebut kecuali jika
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 119
Pasal 22
1. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat dengan orang
lain, termasuk hak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat
buruh untuk melindungi kepentingannya.
2. Tidak satu pun pembatasan dapat dikenakan pada pelaksanaan hak
ini, kecuali jika hal tersebut dilakukan berdasarkan hukum, dan diper-
lukan dalam masyarakat yang demokratis untuk kepentingan keamanan
nasional dan keselamatan publik, ketertiban umum, perlindungan
terhadap kesehatan atau moral masyarakat, atau perlindungan terhadap
hak dan kebebasan orang lain. Pasal ini tidak boleh mencegah pelak-
sanaan pembatasan yang sah bagi anggota angkatan bersenjata dan
polisi dalam melaksanakan hak ini.
3. Tidak ada satu hal pun dalam pasal ini yang memberi wewenang pada
Negara-negara Pihak pada Konvensi Organisasi Buruh Internasional
1948 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak
Berserikat untuk mengambil tindakan legislatif yang dapat mengu-
rangi, atau memberlakukan hukum sedemikian rupa sehingga mengu-
rangi, jaminan yang diberikan dalam Konvensi tersebut.
Pasal 23
1. Keluarga adalah unit kelompok sosial yang alamiah dan dasar dan
berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan Negara.
2. Hak laki-laki dan perempuan pada usia perkawinan untuk menikah
dan membentuk keluarga harus diakui.
3. Tidak ada sebuah perkawinan pun dapat dilakukan tanpa persetujuan
yang bebas dan penuh dari para pihak yang hendak menikah.
4. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini akan mengambil langkah-
langkah yang diperlukan untuk menjamin kesetaraan hak dan tanggung
jawab suami dan istri mengenai perkawinan, selama masa perkawinan
dan pada saat perkawinan berakhir. Ketika perkawinan berakhir, harus
dibuat ketentuan yang diperlukan untuk melindungi anak-anak.
120 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 24
1. Setiap anak, tanpa diskriminasi yang berkenaan dengan ras, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, asal-usul kebangsaan atau sosial,
harta benda atau kelahiran, berhak atas upaya-upaya perlindungan
sebagaimana yang dibutuhkan oleh statusnya sebagai anak di bawah
umur, oleh keluarga, masyarakat dan Negara.
2. Setiap anak harus didaftarkan segera setelah lahir dan harus mempu-
nyai nama.
3. Setiap anak berhak memperoleh kewarganegaraan.
Pasal 25
Setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan, tanpa
pembedaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa pembatasan
yang tidak wajar, untuk:
(a) ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik secara
langsung ataupun melalui perwakilan yang dipilih secara
bebas;
(b) memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang jujur,
dengan hak pilih yang universal dan sederajat, dan dilakukan
dengan pemungutan suara yang rahasia yang menjamin
kebebasan para pemilih menyatakan keinginannya;
(c) mendapatkan akses, berdasarkan persyaratan yang sama secara
umum, pada dinas pemerintahan di negaranya.
Pasal 26
Semua orang berkedudukan sama di depan hukum dan berhak, tanpa
diskriminasi apapun, atas perlindungan hukum yang sama. Dalam hal ini
hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan
yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar
apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau
pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, harta benda, status kelahi-
ran atau status lainnya.
Pasal 27
Di negara-negara di mana terdapat golongan minoritas berdasarkan etnis,
agama atau bahasa, orang-orang yang tergabung dalam kelompok-kelom-
pok minoritas tersebut tidak dapat diingkari haknya, dalam komunitas
bersama anggota lain dari kelompok mereka, untuk menikmati budaya
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 121
BAGIAN IV
Pasal 28
1. Harus dibentuk Komite Hak Asasi Manusia (dalam Kovenan ini
selanjutnya akan disebut
sebagai Komite). Komite akan terdiri dari
delapan belas anggota dan akan melaksanakan
fungsi-fungsi yang
diatur di bawah ini.
2. Komite terdiri dari warga negara dari Negara-negara Pihak pada
Kovenan ini yang
merupakan orang-orang yang bermoral tinggi dan
diakui kompetensinya di bidang hak asasi manusia, dan pertimbangan
akan diberikan bagi manfaat partisipasi sejumlah orang yang memiliki
pengalaman di bidang hukum.
3. Anggota-anggota Komite akan dipilih dan menjalankan tugas dalam
kapasitas pribadi mereka.
Pasal 29
1. Anggota-anggota Komite dipilih melalui pemungutan suara yang
rahasia dari daftar orang-orang yang mempunyai kualifikasi yang
ditentukan dalam Pasal 28, dan dicalonkan untuk tujuan itu oleh
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini.
2. Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini dapat mencalonkan tidak lebih
dari dua orang. Orang-orang tersebut harus merupakan warga negara
dari Negara yang mencalonkan.
3. Seseorang dapat dicalonkan kembali.
Pasal 30
1. Pemilihan awal diselenggarakan tidak lebih lambat dari enam bulan
setelah tanggal berlakunya Kovenan ini.
2. Paling tidak empat bulan sebelum tanggal setiap pemilihan Komite,
selain dari pemilihan untuk mengisi kekosongan yang diatur dalam
Pasal 34, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan membuat
undangan tertulis bagi Negara-negara Pihak pada Kovenan ini untuk
menyampaikan calon mereka sebagai anggota Komite, dalam jangka
waktu tiga bulan.
3. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menyiapkan
122 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 31
1. Komite tidak boleh beranggotakan lebih dari satu warga negara dari
Negara yang sama.
2. Pada pemilihan Komite, harus dipertimbangkan pembagian geografis
yang merata dalam keanggotaannya dan perwakilan dari berbagai
bentuk peradaban dan sistem hukum
yang utama.
Pasal 32
1. Anggota Komite akan dipilih untuk jangka waktu empat tahun. Mereka
dapat dipilih kembali apabila dicalonkan kembali. Namun masa jabatan
untuk sembilan anggota pada pemilihan pertama akan berakhir setelah
dua tahun; segera setelah pemilihan pertama, nama kesembilan anggota
akan dipilih melalui undian oleh Ketua Persidangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat 4.
2. Pemilihan setelah berakhirnya masa jabatan akan diselenggarakan
sesuai dengan Pasal-pasal sebelumnya pada bagian Kovenan ini
Pasal 33
1. Apabila berdasarkan pendapat bulat dari para anggota seorang anggota
Komite telah berhenti melaksanakan fungsinya berdasarkan suatu sebab
yang lain dari ketidakhadiran yang bersifat sementara, Ketua Komite
akan memberitahukannya pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa, yang kemudian akan menyatakan bahwa jabatan anggota
tersebut kosong.
2. Apabila anggota Komite meninggal atau mengundurkan diri, Ketua
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 123
Pasal 34
1. Apabila kekosongan jabatan telah dinyatakan sesuai dengan Pasal 33,
dan apabila masa jabatan anggota yang digantikan belum berakhir
dalam jangka waktu enam bulan sejak dinyatakan adanya kekosongan
tersebut, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa akan memberi
tahu setiap Negara Pihak pada Kovenan ini, yang dalam jangka waktu
dua bulan dapat menyampaikan calon sesuai dengan Pasal 29 untuk
mengisi kekosongan tersebut.
2. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menyiapkan
daftar menurut abjad yang memuat nama orang-orang yang dicalonkan,
dan akan menyampaikannya kepada Negara-negara Pihak pada Kovenan
ini. Pemilihan untuk mengisi kekosongan akan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang relevan dalam bagian Kovenan ini.
3. Anggota Komite yang dipilih untuk mengisi kekosongan yang telah
dinyatakan sesuai dengan Pasal 33, akan menjabat selama sisa waktu
jabatan anggota yang telah mengosongkan kursi pada Komite berdasar-
kan ketentuan dalam Pasal tersebut.
Pasal 35
Para anggota Komite, dengan persetujuan dari Majelis Umum Perserika-
tan Bangsa-Bangsa, akan menerima honorarium dari sumber-sumber
Perserikatan Bangsa-Bangsa berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-
ketentuan yang diputuskan oleh Majelis Umum dengan memperhatikan
tanggung jawab yang penting dari Komite.
Pasal 36
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menyediakan staf
dan fasilitas yang dibutuhkan agar Komite dapat melaksanakan fungsinya
secara efektif berdasarkan Kovenan ini.
Pasal 37
1. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menyelenggara-
kan persidangan awal Komite di Markas Besar Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
124 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 38
Setiap anggota Komite, sebelum memulai tugasnya, wajib berjanji dengan
sungguh-sungguh dalam komite terbuka bahwa ia akan melaksanakan
tugasnya tanpa berpihak dan secara seksama.
Pasal 39
1. Komite akan memilih pejabat-pejabatnya untuk jangka waktu dua
tahun. Mereka dapat dipilih kembali.
2. Komite akan membuat aturan tata kerjanya sendiri, akan tetapi aturan
ini harus menentukan bahwa, antara lain:
(a) Dua belas anggotanya
merupakan kuorum;
(b) Keputusan-keputusan Komite akan diambil
berdasarkan suara mayoritas anggota
yang hadir.
Pasal 40
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menyampaikan
laporan tentang langkah-langkah yang telah diambil untuk mewujud-
kan hak-hak yang diakui di sini, beserta kemajuan yang telah dicapai
dalam penikmatan hak-hak tersebut:
(a) Dalam jangka waktu satu
tahun sejak berlakunya Kovenan ini untuk Negara Pihak yang bersang-
kutan;
(b) Setelah itu, kapan saja Komite memintanya.
2. Semua laporan harus disampaikan kepada Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan meneruskannya kepada Komite
untuk dibahas. Laporan harus menunjukkan faktor-faktor dan
kesulitan-kesulitan, apabila ada, yang mempengaruhi penerapan
Kovenan ini.
3. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, setelah berkonsul-
tasi dengan Komite, dapat meneruskan ke badan-badan khusus bagian
tertentu dari salinan laporan yang dianggap masuk dalam kewenangan
badan khusus tersebut.
4. Komite akan mempelajari laporan-laporan yang disampaikan oleh
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini. Komite akan meneruskan
laporan-laporannya, beserta komentar umum apabila dipandang perlu,
kepada Negara Pihak. Komite dapat juga menyampaikan komentar-
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 125
Pasal 41
1. Suatu Negara Pihak pada Kovenan ini sewaktu-waktu dapat menya-
takan, berdasarkan Pasal ini, bahwa ia mengakui kompetensi Komite
untuk menerima dan membahas komunikasi yang berhubungan dengan
Negara Pihak yang menyatakan bahwa Negara Pihak lainnya tidak
memenuhi kewajibannya berdasarkan Kovenan ini. Komunikasi
berdasarkan Pasal ini hanya dapat diterima dan dibahas apabila disam-
paikan oleh Negara Pihak yang telah menyatakan bahwa dirinya tunduk
pada kompetensi Komite. Tidak satu pun komunikasi akan diterima
oleh Komite, apabila hal tersebut berhubungan dengan Negara Pihak
yang belum membuat pernyataan tersebut. Komunikasi yang diterima
berdasarkan Pasal ini akan ditangani sesuai dengan prosedur sebagai
berikut:
(a) Apabila Negara Pihak Kovenan ini menganggap bahwa Negara
Pihak lain tidak memberlakukan ketentuan-ketentuan Kovenan
ini, secara tertulis ia dapat mengajukan masalah tersebut untuk
diperhatikan Negara Pihak yang bersangkutan. Dalam jangka
waktu tiga bulan setelah diterimanya komunikasi, Negara yang
menerima harus menyampaikan penjelasan atau pernyataan
tertulis lainnya kepada Negara pengirim tentang permasalahan
yang melalui pemberitahuan kepada Komite dan Negara Pihak
lainnya.
(b) Komite hanya akan menangani masalah yang diajukan kepadan-
ya setelah ia mema harus mencakup, sepanjang dimungkinkan
dan sesuai, rujukan prosedur domestik dan langkah penyelesaian
yang telah diambil, yang sedang berjalan atau yang telah tersedia
sehubungan dengan masalah tersebut.
(c) Apabila masalah tersebut tidak dapat diselesaikan secara memuas-
kan oleh kedua Negara Pihak yang berkepentingan, dalam jangka
waktu enam bulan setelah Negara penerima menerima komuni-
kasi awal, masing-masing Negara mempunyai hak untuk menga-
126 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 42
1. (a) Apabila sebuah masalah yang diajukan kepada Komite sesuai dengan
Pasal 41 tidak mendapat penyelesaian yang dirasa memuaskan oleh
Negara-negara Pihak yang berkepentingan, Komite dengan persetujuan
terlebih dahulu dari Negara- negara Pihak yang berkepentingan dapat
menunjuk Komisi Pendamai ad hoc (selanjutnya disebut sebagai Komisi).
Jasa-jasa baik Komisi akan disediakan bagi Negara-negara Pihak yang
berkepentingan dengan maksud mencapai penyelesaian yang bersaba-
hat dalam masalah tersebut berdasarkan penghormatan terhadap
Kovenan ini.
(b) Komisi terdiri dari lima orang yang dapat diterima
oleh Negara-negara Pihak yang berkepentingan. Apabila negara-
negara Pihak gagal untuk mencapai persetujuan dalam jangka waktu
tiga bulan untuk seluruh atau sebagian komposisi Komisi, para anggota
Komisi yang gagal dipilih melalui kesepakatan, akan dipilih dengan
menggunakan pemungutan suara yang rahasia oleh dua pertiga
mayoritas suara dari anggota Komite.
2. Para anggota Komisi akan bekerja berdasarkan kapasitas pribadinya.
Mereka tidak boleh merupakan warga negara dari Negara-negara Pihak
yang berkepentingan atau dari Negara yang bukan Pihak pada Kovenan
ini, atau Negara Pihak yang belum membuat pernyataan berdasarkan
Pasal 41.
3. Komisi akan memilih Ketuanya sendiri dan menetapkan aturan prose-
durnya sendiri.
4. Persidangan Komisi biasanya akan diselenggarakan di Markas Besar
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa
di Jenewa. Namun, persidangan dapat diselenggarakan di tempat-tempat
lain yang dianggap baik/mudah sebagaimana ditentukan oleh Komisi
dengan berkonsultasi dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa dan Negara-negara Pihak yang berkepentingan.
128 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 43
Para anggota Komite dan Komisi Pendamai ad hoc yang dapat ditunjuk
berdasarkan Pasal 42, berhak atas fasilitas, keistimewaan dan kekebalan
yang diberikan pada para ahli yang melakukan misi bagi Perserikatan
Bangsa-Bangsa, sebagaimana diatur dalam bagian- bagian yang relevan
dari Konvensi tentang Keistimewaan dan Kekebalan dari Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
Pasal 44
Ketentuan untuk menerapkan Kovenan ini berlaku tanpa mengganggu
prosedur yang ditentukan di bidang hak-hak asasi manusia oleh atau
berdasarkan instrumen-instrumen pendirian dan konvensi-konvensi dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan-badan khusus, dan tidak boleh
mencegah Negara-negara Pihak pada Kovenan ini untuk menggunakan
prosedur lain untuk penyelesaian sengketa, sesuai dengan perjanjian inter-
nasional yang umum atau khusus yang berlaku di antara mereka.
Pasal 45
Komite akan menyampaikan laporan tahunan tentang kegiatan-kegiatan-
nya pada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Dewan
Ekonomi dan Sosial.
BAGIAN V
Pasal 46
Tidak ada satu pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai
mengurangi ketentuan-ketentuan yang ada dalam Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan konstitusi badan-badan khusus, yang merumuskan
tanggung jawab masing-masing organ Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
badan-badan khusus, sehubungan dengan masalah-masalah yang
ditangani dalam Kovenan ini.
Pasal 47
Tidak ada satu pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai
mengurangi hak yang melekat pada semua bangsa untuk menikmati dan
memanfaatkan secara penuh dan bebas kekayaan dan sumber daya alamnya.
130 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
BAGIAN VI
Pasal 48
1. Kovenan ini terbuka untuk ditandatangani oleh Negara Anggota
Perserikatan Bangsa-
Bangsa atau anggota dari badan khusus, oleh
Negara Pihak pada Statuta Mahkamah Internasional, dan oleh Negara
lainnya yang telah diundang oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa untuk menjadi Pihak pada Kovenan ini.
2. Kovenan ini harus diratifikasi. Instrumen ratifikasi akan diserahkan
pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk disimpan.
3. Kovenan ini terbuka untuk diaksesi oleh Negara manapun sebagaima-
na dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini.
4. Aksesi akan berlaku efektif dengan disimpannya instrumen aksesi pada
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
5. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan memberitahukan
kepada semua Negara yang telah menandatangani atau melakukan
aksesi pada Kovenan ini tentang penyimpanan instrumen ratifikasi dan
aksesi.
Pasal 49
1. Kovenan ini mulai berlaku tiga bulan setelah tanggal disimpannya
instrumen ratifikasi atau aksesi yang ketiga puluh lima pada Sekre-
taris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa.
2. Untuk setiap Negara yang meratifikasi atau melakukan aksesi pada
Kovenan ini setelah disimpannya instrumen ratifikasi atau aksesi yang
ketiga puluh lima, Kovenan ini berlaku tiga bulan sejak tanggal disim-
pannya instrumen ratifikasi atau aksesinya sendiri.
Pasal 50
Keten-
tuan-ketentuan dalam Kovenan ini berlaku bagi semua bagian dari
Negara federal
tanpa ada pembatasan atau pengecualian apapun.
Pasal 51
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini dapat mengusulkan perubahan
dan menyampaikannya pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Sekretaris Jenderal setelah itu mengomunikasikan usul peruba-
han apapun dari Negara Pihak pada Kovenan ini, dengan permintaan
untuk memberitahukan padanya apakah mereka setuju diadakan konfe-
rensi Negara-negara Pihak untuk pembahasan dan pemungutan suara
atas usulan tersebut. Apabila paling tidak sepertiga dari Negara Pihak
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 131
Pasal 52
Terlepas dari pemberitahuan yang dibuat berdasarkan Pasal 48 ayat 5,
Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa wajib memberi tahu semua
Negara yang dimaksud dalam ayat 1 dari Pasal yang sama, hal-hal sebagai
berikut: (a) penanda tangan, ratifikasi dan aksesi berdasarkan Pasal 48;
(b)
tanggal berlakunya Kovenan ini berdasarkan Pasal 49 dan tanggal berlaku-
nya perubahan-perubahan berdasarkan Pasal 51.
Pasal 53
1. Teks Kovenan ini dalam bahasa Cina, Inggris, Prancis, Rusia dan
Spanyol mempunyai kekuatan yang sama, akan disimpan pada arsip
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa wajib meneruskan
salinan resmi Kovenan ini kepada semua Negara sebagaimana dimak-
sud dalam Pasal 48.
132 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
MUKADIMAH
BAGIAN I
Pasal 1
1. Semua bangsa mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri
yang memberikan mereka kebebasan untuk menentukan status politik
kebebasan untuk memperoleh kemajuan ekonomi, sosial dan budaya.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 133
BAGIAN II
Pasal 2
1. Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji mengambil langkah-
langkah, baik sendiri maupun melalui 1/9 bantuan dan kerja sama
internasional, terutama bantuan teknik dan ekonomi dan sejauh dimung-
kinkan sumber daya yang ada, guna mencapai secara progresif realisa-
si sepenuhnya hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini dengan menggu-
nakan semua upaya-upaya yang memadai, termasuk pembentukan
langkah- langkah legislatif.
2. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin bahwa hak-hak
yang diatur dalam Kovenan ini akan dilaksanakan tanpa diskriminasi
apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik
atau pendapat lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan,
kelahiran atau status lain.
3. Negara-negara berkembang, dengan memperhatikan hak asasi manusia
dan ekonomi nasional, mereka dapat menentukan sampai seberapa jauh
dapat menjamin hak-hak ekonomi yang diakui dalam Kovenan ini
kepada warga negara asing.
Pasal 3
Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin persamaan bagi
laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya yang tercantum dalam Kovenan ini.
Pasal 4
Negara Pihak pada Kovenan ini mengenai bahwa menikmati hak-hak yang
dijamin oleh Negara sesuai dengan Kovenan ini, Negara hanya dapat
134 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 5
1. Dalam Kovenan ini tidak terdapat hal-hal yang boleh ditafsirkan sebagai
memberikan hak kepada suatu Negara, perorangan atau kelompok,
untuk melakukan kegiatan atau melaksanakan tindakan yang bertujuan
untuk menghapuskan hak-hak dan kebebasan yang diakui dalam
Kovenan ini, atau pembatasan atas hak atau kebebasan tersebut lebih
jauh dari pada yang diatur dalam Kovenan.
2. Tidak diperbolehkan pembatasan atau pengurangan dari hak asasi
manusia yang mendasar yang telah diakui atau terdapat di suatu negara
berdasarkan hukum, konvensi, peraturan atau kebiasaan, dengan alasan
bahwa Kovenan ini tidak mengakui hak-hak tersebut, atau
mengakuinya pada tingkat yang lebih rendah.
BAGIAN III
Pasal 6
1. Negara Pihak dari Kovenan ini mengakui hak atas pekerjaan, termas-
uk hak setiap orang atas kesempatan untuk mencari nafkah melalui
pekerjaan yang dipilih atau diterimanya secara bebas, dan akan mengam-
bil langkah-langkah yang tepat guna melindungi hak ini.
2. Langkah-langkah yang akan diambil oleh Negara Pihak pada Kovenan
ini untuk mencapai realisasi sepenuhnya hak ini harus meliputi juga
pedoman teknis dan kejuruan serta program pelatihan, kebijakan, dan
teknik-teknik untuk mencapai perkembangan ekonomi, sosial dan
budaya yang mantap serta lapangan kerja yang memadai dan produk-
tif dengan kondisi-kondisi yang menjamin kebebasan politik dan
ekonomi mendasar bagi perorangan.
1. www.hukumonline.com
Pasal 7
1. Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk
menikmati kondisi-kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan
menjamin khususnya:
2. (a) Imbalan yang memberikan semua pekerja, sekurang-kurangnya
dengan:
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 135
(i) Upah yang adil dan imbalan yang sama untuk pekerjaan yang
senilai tanpa pembedaan apapun, khususnya kepada perem-
puan yang dijamin kondisi kerja yang tidak lebih rendah
daripada yang dinikmati laki-laki dengan upah yang sama
untuk pekerjaan yang sama.
(ii) Kehidupan yang layak bagi mereka dan keluarga mereka,
sesuai dengan ketentuan-ketentuan Kovenan ini;
(b) Kondisi kerja yang aman dan sehat;
(c) Kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk dipromosikan ke
tingkat yang lebih tinggi yang tepat tanpa pertimbangan-pertimbangan
apapun selain senioritas dan kemampuan.
(d) Istirahat, hiburan dan pembatasan jam kerja yang wajar, dan liburan
berkala dengan gaji maupun imbalan-imbalan lain pada hari libur
umum.
Pasal 8
1. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin:
(a) Hak setiap orang untuk dapat membentuk serikat pekerja dan
bergabung dalam serikat pekerja pilihannya sendiri, hanya
tunduk/ taat pada peraturan organisasi yang bersangkutan,
untuk peningkatan dan perlindungan kepentingan ekonomi
dan sosialnya. Tidak ada pembatasan yang boleh dikenakan
dalam pelaksanaan hak ini, kecuali yang telah ditetapkan oleh
hukum dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat
demokratis demi kepentingan keamanan nasional maupun
ketertiban umum, atau untuk perlindungan hak-hak asasi dan
kebebasan-kebebasan orang lain;
(b) Hak setiap pekerja untuk membentuk federasi-federasi atau
konfederasi-konfederasi nasional dan hak konfederasi
nasional untuk membentuk atau bergabung dengan
organisasi serikat pekerja internasional;
(c) Hak serikat pekerja untuk bertindak/ berfungsi secara bebas,
tanpa adanya pembatasan kecuali yang telah ditentukan oleh
hukum, dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat
demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau ketert-
iban umum, atau demi untuk perlindungan hak-hak asasi dan
kebebasan orang lain;
(d) Hak untuk melakukan pemogokan dapat dipergunakan/
136 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 9
Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas jaminan
sosial, termasuk asuransi sosial.
.hukumonline.com
Pasal 10
1. Perlindungan atas bantuan seluas mungkin harus diberikan kepada
keluarga yang merupakan kelompok alamiah dan mendasar dari satuan
masyarakat, terutama terhadap pembentukannya, dan sementara itu
keluarga bertanggung jawab atas perawatan dan pendidikan anak-anak
yang masih dalam tanggungan. Perkawinan harus dilangsungkan
berdasarkan persetujuan yang sukarela dari calon mempelai.
2. Perlindungan khusus harus diberikan kepada para ibu selama jangka
waktu yang wajar sebelum dan sesudah melahirkan. Selama jangka
waktu itu para ibu yang bekerja harus diberikan cuti dengan gaji atau
cuti dengan jaminan sosial yang memadai.
3. Langkah-langkah khusus untuk perlindungan dan bantuan harus
diberikan untuk kepentingan semua anak dan remaja, tanpa diskrimi-
nasi apapun berdasarkan keturunan atau keadaan-keadaan lain. Anak-
anak dan remaja harus dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan sosial.
Pemanfaatan mereka dalam pekerjaan yang merugikan moral atau
kesehatan, atau yang membahayakan kehidupan mereka, atau yang
sangat mungkin menghambat perkembangan mereka secara wajar,
harus dikenai sanksi hukum. Negara-negara juga harus menetapkan
batas umur di mana mempekerjakan anak di bawah umur tersebut
dengan imbalan, harus dilarang dan dikenai sanksi hukum.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 137
Pasal 11
1. Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar
kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan,
sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus
menerus. Negara Pihak akan mengambil langkah-langkah yang memadai
untuk menjamin perwujudan hak ini dengan mengakui arti penting
kerja sama internasional yang berdasarkan kesepakatan sukarela.
2. Negara Pihak pada Kovenan ini, dengan mengakui hak mendasar dari
setiap orang untuk bebas dari kelaparan, baik secara individual maupun
melalui kerja sama internasional, harus mengambil langkah-langkah
termasuk program-program khusus yang diperlukan untuk;
(a) Meningkatkan cara-cara produksi, konservasi dan distribusi
pangan, dengan sepenuhnya memanfaatkan pengetahuan
teknik dan ilmu pengetahuan, melalui penyebarluasan penge-
tahuan tentang asas-asas ilmu gizi, dan dengan mengembang-
kan atau memperbaiki sistem pertanian sedemikian rupa,
sehingga mencapai suatu perkembangan dan pemanfaatan
sumber daya alam yang efisien;
(b) Memastikan distribusi pasokan pangan dunia yang adil yang
sesuai kebutuhan, dengan memperhitungkan masalah-masalah
Negara-negara pengimpor dan pengekspor pangan.
Pasal 12
1. Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk
menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik
dan mental.
2. Langkah-langkah yang akan diambil oleh Negara Pihak pada Kovenan
ini guna mencapai perwujudan hak ini sepenuhnya, harus meliputi
hal-hal yang diperlukan untuk mengupayakan:
(a) Ketentuan-ketentuan untuk pengurangan tingkat kelahiran-
mati dan kematian anak serta perkembangan anak yang sehat;
(b) Perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri;
(c) Pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit
menular, endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan
pekerjaan;
(d) Penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua
pelayanan dan perhatian medis dalam hal sakitnya seseorang.
138 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 13
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang
atas pendidikan. Mereka menyetujui bahwa pendidikan harus diarah-
kan pada perkembangan kepribadian manusia seutuhnya dan kesadaran
akan harga dirinya, dan memperkuat penghormatan atas hak-hak asasi
dan kebebasan manusia yang mendasar. Mereka selanjutnya setuju
bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpar-
tisipasi secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkat-
kan rasa pengertian, toleransi serta persahabatan antar semua bangsa
dan semua kelompok, ras, etnis atau agama, dan lebih memajukan
kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara
perdamaian.
2. Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui bahwa untuk mengu-
payakan hak tersebut secara penuh:
(a) Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cuma-
cuma bagi semua orang;
(b) Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk
pendidikan teknik dan kejuruan tingkat lanjutan pada
umumnya, harus tersedia dan terbuka bagi semua orang dengan
segala cara yang layak, dan khususnya melalui pengadaan
pendidikan cuma-Cuma secara bertahap;
(c) Pendidikan tinggi juga harus tersedia bagi semua orang secara
merata atas dasar kemampuan, dengan segala cara yang layak,
khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara
bertahap;
(d) Pendidikan mendasar harus sedapat mungkin didorong atau
ditingkatkan bagi orang-orang yang belum mendapatkan atau
belum menyelesaikan pendidikan dasar mereka;
(e) Pengembangan suatu sistem sekolah pada semua tingkatan
harus secara aktif diupayakan, suatu sistem beasiswa yang
memadai harus dibentuk dan kondisi-kondisi materiil staf
pengajar harus terus menerus diperbaiki.
3. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebeba-
san orang tua dan wali yang sah, bila ada, untuk memilih sekolah bagi
anak-anak mereka selain yang didirikan oleh lembaga pemerintah,
sepanjang memenuhi standar minimal pendidikan sebagaimana ditetap-
kan atau disetujui oleh negara yang bersangkutan, dan untuk memas-
tikan bahwa pendidikan agama dan moral anak-anak mereka sesuai
dengan keyakinan mereka.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 139
4. Tidak satu pun ketentuan dalam Pasal ini yang dapat ditafsirkan sebagai
pembenaran untuk mencampuri kebebasan individu dan badan-badan
untuk mendirikan dan mengurus lembaga-lembaga pendidikan sepan-
jang prinsip-prinsip yang dikemukakan ayat 1 Pasal ini selalu diindah-
kan, dan dengan syarat bahwa pendidikan yang diberikan dalam
lembaga-lembaga itu memenuhi standar minimum yang ditetapkan
oleh Negara.
Pasal 14
Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini yang pada saat menjadi Pihak belum
mampu menyelenggarakan wajib belajar tingkat dasar secara cuma-cuma
di wilayah perkotaan atau wilayah lain di bawah yurisdiksinya, harus
berusaha dalam jangka waktu dua tahun, untuk menyusun dan menetap-
kan rencana kegiatan rinci untuk diterapkan secara progresif, dan dalam
beberapa tahun yang layak harus melaksanakan prinsip wajib belajar dengan
cuma-cuma bagi semua orang, yang harus dimasukkan dalam rencana
kegiatan tersebut.
Pasal 15
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang:
(a) Untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya;
(b) Untuk menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan
dan penerapannya;
(c) Untuk memperoleh manfaat dari perlindungan atas kepent-
ingan moral dan material yang timbul dari karya ilmiah, sastra
atau seni yang telah diciptakannya.
5. Langkah-langkah yang harus diambil oleh Negara Pihak pada Kovenan
ini untuk mencapai perwujudan sepenuhnya dari hak ini, harus melipu-
ti pula langkah-langkah yang diperlukan guna melestarikan, mengem-
bangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
6. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebeba-
san yang mutlak diperlukan untuk penelitian ilmiah dan kegiatan yang
kreatif.
7. Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui manfaat yang akan diperoleh
dari pemajuan dan pengembangan hubungan dan kerja sama interna-
sional di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
140 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
BAGIAN IV
Pasal 16
1. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji, sesuai dengan bagian dari
Kovenan ini, untuk menyampaikan laporan mengenai langkah-langkah
yang telah diambil, dan kemajuan yang telah dicapai dalam pematuhan
hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini.
2. (a) Semua laporan harus disampaikan pada Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa- Bangsa yang akan menyampaikan salinan kepada
Dewan Ekonomi dan Sosial, untuk dipertimbangkan sesuai ketentuan
Kovenan ini; (b) Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa juga
harus menyampaikan salinan laporan atau bagian laporan yang relevan
dari Negara-negara Pihak kovenan ini yang juga adalah anggota dari
Badan Khusus, kepada Badan-Badan Khusus tersebut sepanjang laporan-
laporan tersebut atau bagian darinya berhubungan dengan masalah-
masalah yang menjadi kewenangan dari Badan Khusus tersebut sesuai
dengan instrumen konstitusinya.
Pasal 17
1. Negara Pihak pada Kovenan ini harus memberikan laporan mereka
secara bertahap, sesuai dengan program yang ditetapkan oleh Dewan
Ekonomi dan Sosial dalam jangka waktu satu tahun sejak Kovenan ini
mulai berlaku, setelah berkonsultasi dengan Negara Pihak dan Badan
Khusus yang bersangkutan.
2. Laporan demikian dapat menunjukkan faktor-faktor dan kesulitan-
kesulitan yang mempengaruhi tingkat pemenuhan kewajiban-kewajiban
dalam Kovenan ini.
3. Apabila sebelumnya telah diberikan informasi yang relevan kepada
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau pada suatu Badan Khusus oleh Negara
Pihak pada Kovenan ini, maka informasi tersebut tidak lagi perlu
diberikan, tetapi cukup dengan merujuk secara jelas pada informasi
yang pernah diberikannya tersebut.
Pasal 18
Sesuai dengan tanggung jawabnya menurut Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa di bidang hak-hak asasi dan kebebasan manusia yang mendasar,
Dewan Ekonomi dan Sosial bersama-sama dengan Badan-badan Khusus
dapat menyusun laporan tentang kemajuan yang dicapai dalam mematuhi
ketentuan-ketentuan dalam Kovenan ini dalam hal-hal yang termasuk
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 141
Pasal 19
Dewan Ekonomi dan Sosial dapat menyampaikan pada Komisi Hak Asasi
Manusia, laporan-laporan mengenai hak asasi manusia yang disampaikan
oleh Negara-negara Pihak sesuai dengan Pasal 16 dan 17, dan laporan-
laporan mengenai hak asasi manusia yang disampaikan oleh Badan-Badan
Khusus sesuai dengan Pasal 18, untuk dipelajari dan diberikan rekomen-
dasi umum, atau sekedar untuk informasi belaka.
Pasal 20
Negara Pihak pada Kovenan ini dan Badan-badan Khusus yang terkait,
dapat menyampaikan tanggapan- tanggapan kepada Dewan Ekonomi dan
Sosial tentang rekomendasi sesuai dengan Pasal 19, atau mengenai rujukan
terhadap rekomendasi umum tersebut, dalam setiap laporan Komisi Hak
Asasi Manusia atau dokumen yang dirujuk di dalamnya.
Pasal 21
Dewan Ekonomi dan Sosial dari waktu ke waktu dapat menyampaikan
kepada Majelis Umum Perserikatan bangsa-bangsa, dan ringkasan dari
informasi yang diterima dari Negara Pihak pada Kovenan ini dan Badan-
Badan Khusus, tentang langkah-langkah yang telah diambil dan kemajuan
yang dibuat yang telah dicapai dalam mematuhi hak-hak yang diakui dalam
Kovenan ini.
Pasal 22
Dewan Ekonomi dan Sosial dapat meminta perhatian badan-badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya, badan perlengkapan dan Badan-badan
Khusus yang bersangkutan untuk memberikan bantuan teknis, tentang
hal-hal yang timbul dari laporan-laporan yang diatur dalam bagian ini,
yang dapat membantu badan-badan tersebut dalam memutuskan kelayakan
langkah-langkah internasional yang dapat mendukung penerapan Kovenan
ini secara bertahap dan efektif, sesuai dengan kewenangannya masing-
masing.
142 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 23
Negara Pihak pada Kovenan ini setuju bahwa tindakan internasional untuk
pemenuhan hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini mencakup metode-
metode seperti penandatanganan konvensi, penetapan rekomendasi, pembe-
rian bantuan teknis serta penyelenggaraan pertemuan-pertemuan
regional dan pertemuan teknis untuk keperluan konsultasi dan pengkajian,
yang dilakukan bersama dengan Pemerintah-pemerintah yang bersangku-
tan.
Pasal 24
Tidak ada satu hal pun ketentuan dalam Kovenan ini dapat ditafsirkan
sedemikian rupa sehingga mengurangi ketentuan dalam Piagam Perseri-
katan Bangsa-Bangsa dan konstitusi dari Badan-badan Khusus yang
menetapkan atas tanggung jawab masing-masing badan Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan Badan Khususnya, berkenaan dengan masalah-masalah
yang diatur dalam Kovenan ini. .hukumonline.com
Pasal 25
Tidak ada satu hal pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sehing-
ga mengurang hak-hak yang melekat dari semua bangsa untuk menikma-
ti dan memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka secara bebas
dan penuh.
BAGIAN V
Pasal 26
1. Kovenan ini terbuka untuk ditandatangani oleh setiap Negara Anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau anggota dari Badan-badan Khususn-
ya, oleh Negara Pihak pada Statuta Mahkamah Internasional dan oleh
Negara lainnya yang telah diundang oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk menjadi Pihak pada Kovenan ini.
2. Kovenan ini harus diratifikasi. Semua instrumen ratifikasi harus
diserahkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
disimpan.
3. Kovenan ini terbuka untuk diaksesi oleh Negara dengan merujuk pada
ayat 1 Pasal ini.
4. Aksesi akan berlaku dengan diserahkannya instrumen aksesi pada
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk disimpan.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 143
Pasal 27
1. Kovenan ini mulai berlaku tiga bulan setelah tanggal diserahkannya
instrumen ratifikasi atau instrumen aksesi yang ketiga puluh lima untuk
disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Untuk setiap Negara yang meratifikasi atau melakukan aksesi atas
Kovenan ini setelah disimpannya instrumen ratifikasi atau aksesi yang
ketiga puluh lima, Kovenan ini akan mulai berlaku tiga bulan setelah
tanggal disimpannya instrumen ratifikasi atau aksesi tersebut.
Pasal 28
Ketentuan-ketentuan dalam Kovenan ini berlaku bagi semua bagian dari
Negara-negara federal tanpa pembatasan atau pengecualian.
Pasal 29
1. Negara Pihak pada Kovenan ini dapat mengusulkan perubahan dan
menyampaikannya pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sekretaris Jenderal harus memberitahukan setiap usulan perubahan
tersebut kepada semua negara Pihak, dengan permintaan untuk member-
itahukan padanya apakah mereka setuju diadakan Konferensi Negara-
negara Pihak untuk membahas dan melakukan pemungutan suara
terhadap usulan tersebut. Dalam hal sekurang-kurangnya sepertiga
dari Negara Pihak menyetujui diadakannya konferensi, Sekretaris
Jenderal akan menyelenggarakan konferensi di bawah naungan
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perubahan yang ditetapkan oleh
mayoritas Negara Pihak yang hadir dan yang memberikan suara pada
konferensi, harus disampaikan pada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa untuk mendapat persetujuan.
2. Perubahan-perubahan mulai berlaku apabila disetujui oleh Majelis
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan diterima oleh dua pertiga mayoritas
Negara-negara Pihak Kovenan ini sesuai dengan prosedur konstitusi
masing-masing.
3. Apabila perubahan-perubahan telah berlaku, maka perubahan-peruba-
han tersebut akan mengikat Negara-negara Pihak yang telah
144 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pasal 30
Tanpa mengindahkan pemberitahuan yang dibuat menurut Pasal 26 ayat
5, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa harus menyampaikan
semua Negara yang dimaksud dalam ayat 1 dari Pasal tersebut hal-hal
sebagai berikut;
(a) Penanda tangan, ratifikasi dan aksesi sesuai dengan Pasal 26;
(b) Tanggal mulai berlakunya Kovenan ini sesuai dengan Pasal
27, dan tanggal mulai berlakunya perubahan- perubahan
sesuai dengan Pasal 29.
Pasal 31
1. Teks Kovenan ini yang dibuat dalam bahasa Cina, Inggris, Prancis,
Rusia dan Spanyol, mempunyai kekuatan yang sama, akan disimpan
pada arsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa harus menyampaikan
salinan resmi dari Kovenan ini pada semua Negara sebagaimana dimak-
sud dalam Pasal 26.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 145
40 Hak Konstitusional
11. Hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya
Pasal 28 E [ 1 ], Pasal 29 [ 2 ]
14. Hak untuk menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani
Pasal 28 E [ 2 ]
18. Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja
Pasal 28 D [ 2 ]
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 147
23. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
Pasal 28 H [ 1 ]
30. Hak untuk bebas dan penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat dan martabat manusia
Pasal 28 G [ 2 ]
31. Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun
Pasal 28 I [ 2 ]
32. Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memper-
oleh kesempatan dam manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan
Pasal 28 H [ 2 ]
35. Hak atas perlindungan identitas budaya dan hak masyarakat tradis-
ional yang selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban
Pasal 28 I [ 3 ]
Penggusuran secara
paksa
Pemerkosaan
Anak putus sekolah
Ibu dan anak
meninggal karena
melahirkan di dukun
beranak
Kelaparan
Penembakan militer
kepada petani yang
berdemonstrasi
Pembubaran diskusi
agama oleh kelompok
agama intoleran
Pelarangan
mendirikan rumah
ibadah
Penyegelan kantor
berita yang dianggap
kritis
Praktik poligami di
masyarakat
Pelarangan jilbab di
sekolah
Pemaksaan
penggunaan jilbab
bagi pegawai/siswa
Penganiayaan oleh
aparat kepolisian
kepada seseorang yang
diduga mencuri
Hukuman mati bagi
pelaku kejahatan
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 151
152 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Konflik dan
MATERI Perdamaian
Tanyakan!
Katakan!
Catatan
154 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Konflik dan
MATERI Perdamaian
Pengantar
Konflik merupakan suatu hal yang niscaya dalam kehidupan seseorang,
walaupun dengan intensitas dan kualitas yang berbeda-beda. Manajemen
konflik menjadi niscaya ketika konflik tersebut berpotensi mengarah pada
kerugian, sehingga perlu untuk memahami dan mengelola konflik tersebut
agar dapat mengarah pada hal-hal yang lebih positif.
Secara umum, konflik diartikan sebagai situasi tatkala terjadi perbedaan,
tumpang tindih kepentingan dan kelompok. Perbedaan bisa saja terjadi
sangat bertolak belakang atau berlawanan hingga menimbulkan
ketegangan dan bentrok, namun juga bisa hanya perbedaan arah yang
membuat kepentingan tidak terhubung atau kesalahpahaman. Untuk itu
pula ada istilah mediasi, yaitu bagaimana konflik tersebut dapat dikelola
dan para aktor dihubungkan agar kesalahpahaman tersebut tidak menga-
rah pada ketegangan yang lebih besar.
Tujuan
1. Peserta memahami pengertian konflik, sumber konflik dan sifat konflik;
2. Peserta didorong memiliki konsep perdamaian yang efektif;
3. Peserta mengetahui situasi permasalahan keberagaman di Indonesia;
4. Peserta mampu mengidentifikasi potensi konflik, konflik, dan pelang-
garan HAM;
5. Peserta mengetahui alternatif penyelesaian konflik;
6. Peserta dapat mengidentifikasi jenis pendokumentasian potensi konflik,
konflik, dan pelanggaran HAM.
156 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pokok Bahasan
1. Konflik dan perdamaian;
2. Situasi dan resolusi konflik;
3. Identifikasi potensi konflik, pelanggaran HAM,
dan dokumentasi.
Metode
1. Permainan
2. Curah pendapat
3. Studi kasus
4. Diskusi kelompok
5. Presentasi narasumber
6. Menonton film
Waktu
120 menit
Alat-alat Bantu
1. Kertas metaplan
2. Spidol
3. Kertas HVS
4. Kertas gambar
5. Solatif
6. Plano
7. Presentasi narasumber
8. Infokus
9. Laptop dan speaker
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 157
Langkah-langkah Fasilitasi
KEGIATAN
KEGIATAN ALTERNATIF
Menyaksikan Film “The Imam and the Pastor”
KEGIATAN
KEGIATAN
Handout
1. Tanya Jawab Seputar Konflik
2. Studi Kasus 1: Kekerasan dan Pelanggaran Hak Beragama Ahmadiyah
di Sukabumi
3. Studi Kasus 2: Kekerasan Antaragama di Sukabumi
4. Ruby Kholifah, “Gerakan Perdamaian Perempuan?”
166 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Sumber: Ahmad Nurcholis dan Alamsyah M. Dja’far, Modul Pendidikan HAM, Demokrasi, dan
Konstitusi bagi Penyuluh Agama-agama (Jakarta: ICRP dan Hanns Seidel Foundation, 2014)
170 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
STUDI KASUS 1
Kekerasan dan Pelanggaran Hak Beragama
Ahmadiyah di Sukabumi
STUDI KASUS 2
Kekerasan Antaragama di Sukabumi
jiwa dikarenakan lokasi tersebut merupakan lokasi kosong milik Ir. Anak
Agung Asmara seluas 250 M dengan izin IMB merupakan IMB rumah
tinggal.
Adapun yang menjadi keresahan warga menurut Timkor PAKEM
terhadap Petilasan Yoganing Dipantara Yayasan Prama Yuga adalah sebagai
berikut:
• Bahwa Yayasan Prama Yuga telah membangun sarana
peribadatan terselubung;
• Membangun fasilitas pemujaan/penyembahan yang bertopeng
wisata;
• Membawa misi “kemusyrikan”;
• Memicu konflik horizontal bernuansa SARA;
• Memicu keresahan di kalangan masyarakat.
Menurut Ketua FKJM yang juga sebagai Ketua Aliansi Nasional Anti
Syi’ah Kabupaten Sukabumi dan salah seorang Fungsionaris FPI Kab.
Sukabumi, kejadian tanggal 14 November 2011 merupakan kejadian yang
kedua kalinya, sebelumnya pada 2002 lalu pun pernah terjadi aksi seperti
ini dan pada 2007 pihak pengelola kembali membangun tempat tersebut,
tetapi dengan dalih untuk dijadikan rumah atau villa. Namun, pada 16
Agustus 2011 diresmikan dan dijadikan tempat ritual. Akibatnya massa
yang sudah nekat dan emosi akhirnya merusak tempat ritual yang berloka-
si sekitar satu kilometer dari permukiman warga, tepatnya di kaki Gunung
Wayang.
Namun Ketua Yayasan Parama Yuga, Anak Agung Gede Asmara
mengatakan, dari awal bangunan yang dibangun di bawah kaki Gunung
Wayang oleh pihaknya pada 1996 lalu tersebut digunakan untuk tempat
tinggal dengan mendirikan saung dan leuit atau tempat beras. Tempat yang
ia bangun tersebut murni merupakan tempat tinggal, walaupun ada tempat
ibadah itu digunakan hanya untuk keluarga, itu pun sangat kecil. Untuk
itu, menurut Ketua Yayasan ini, tuduhan yang disematkan kepadanya
adalah tidak benar dan pembakaran Petilasan Yoganing Dipantara terse-
but tidak beralasan, karena digunakan tempat ibadah oleh keluarga saja.
Prolog
Saya ingin membuka presentasi saya dengan menyuguhkan dua cerita
sebagai studi kasus dari Poso dan Kepulauan Solomon tentang bagaimana
perempuan memulai gerakan perdamaian di masyarakat.
Cerita yang pertama, saya ambil dari pengalaman perempuan Desa
Tangkura di Poso pada pertengahan kurun waktu 2002. Tangkura adalah
salah satu desa di Kabupaten Poso yang bisa menjaga relasi muslim dan
Kristen tetap harmonis karena sistem kekerabatan mereka yang cukup kuat.
Seperti daerah yang lainnya, keluarga muslim dan Kristen di Desa Tangku-
ra juga mengungsi di pegunungan terdekat dari desa mereka.
Selama mengungsi kebanyakan mereka mengonsumsi ketela pohon,
satu-satunya sumber makanan yang tersedia di pegunungan. Menipisnya
stok makanan di pengungsian, memaksa perempuan untuk mengambil
inisiatif “turun gunung” dan kembali ke desa dan mengumpulkan makanan
yang ada dan di bawah ke tempat pengungsian. Setelah melihat kondisi
dirasa relatif aman, mereka akhirnya memulai untuk menjual hasil kebun
mereka berupa sayur-sayuran, buah-buahan dan ikan dari pintu ke pintu
di desa tetangga. Proses komunikasi dari pintu ke pintu dimulai untuk
saling bertukar informasi keberadaan saudara masing-masing baik dari
keluarga Kristen maupun Muslim.
Banyak keluarga mendapatkan manfaat dari pertukaran informasi
yang dimotori oleh perempuan karena dirasa lebih jujur dan apa adanya
menggunakan bahasa perempuan “selamatkan kehidupan”. Kepala Desa
Tangkura memonumenkan tempat pertukaran informasi ini sebagai pasar
rekonsiliasi untuk mengenang gerakan rakyat untuk perdamaian.
Sebagai komparasi, perjuangan ibu-ibu Kepulauan Solomon tahun
2003 melalui kampanye Go Home, My Son (Pulanglah Anakku), bagus
dijadikan contoh gerakan nirkekerasan yang efektif mempengaruhi kebija-
kan. Konflik yang dipicu oleh persoalan tanah pecah di Solomon pada
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 175
niscaya dalam situasi perang selama masih ada keinginan. Panggilan alam
para ibu di Solomon termanifestasikan ke dalam nirkekerasan untuk
melimpahkan kasih sayang sebagai seorang ibu ke anak-anak mereka yang
bertugas sebagai milisi / tentara dan mengajak mereka pulang untuk
memulai perdamaian.
Kedua, konstruksi budaya terhadap peran perempuan. Meski kenyat-
aannya lebih banyak laki-laki yang terlibat dalam konflik dan kekerasan,
bukan berarti perempuan absen di dalamnya. Studi yang dilakukan oleh
Endah Agustiana di Poso dan Maria Pakpahan di Maluku menunjukkan
bahwa perempuan sering kali dipakai oleh kelompok-kelompok yang
bertikai untuk menjadi mata-mata, penyebar informasi, penyelundup senjata,
kepala rumah tangga, dan lain-lain. Kondisi emergency juga mengubah
peran gender di dalam masyarakat, di mana perempuan terpaksa harus
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan makan dan keselamatan
jiwa anggota keluarga dan masyarakat.
Mereka terpaksa harus menjadi kepala rumah tangga, sementara suami
mereka pergi ke hutan dan sibuk terlibat dalam aksi-aksi kekerasan yang
menyita perhatian mereka. Kuatnya sifat-sifat feminimitas perempuan dan
originalitas keterampilan komunikasi “senyap” mereka mampu menata
kembali rajutan kepercayaan dan rasa percaya diri untuk kembali bangkit
dari keterpurukan. Tradisi Pela Gandong di Maluku menempatkan perem-
puan sebagai subyek penting.
Ketiga, konstruksi gender dalam konflik dan kekerasan. Konflik atau
peperangan dianggap urusan laki-laki. Perempuan tidak mendapatkan
tempat dalam konflik terbuka dan cenderung menjadi korban. Laki-laki
yang lebih ditargetkan daripada perempuan, meskipun di banyak kasus
untuk menangkap laki-laki, para milisi atau tentara menyandera peremp-
uan untuk memaksa target keluar dari persembunyiannya.
Dalam hal tertentu konstruksi perempuan relatif tidak menyukai
konflik, membuat keberadaan perempuan lebih bisa dipercaya ketimbang
laki-laki. Keberadaan perempuan yang cenderung aman mendapatkan
legitimasi sosial untuk bisa memulai upaya-upaya rekonsiliasi di masyarakat.
Misalnya pada kasus Solomon, peran para ibu sangat bisa diterima oleh
masyarakat bahkan mendapatkan dukungan yang luas. Cara-caranya pun
sangat halus, elegan dan berusaha memancing terjadinya inner transforma-
tion pada anak-anak mereka.
178 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
***
*Makalah ini disampaikan pada acara Kelas kursus “Gus Dur, Konflik, dan Perdamaian” yang
diselenggarakan oleh Wahid Institute tanggal 29 September 2010. Penulis adalah Direktur Asian
Muslim Action Network (AMAN) Indonesia yang bisa dihubungi di dwiruby@yahoo.com
Sumber: http://amanindonesia.org/discourse/2010/12/01/gerakan-perdamaian-perempuan[ask].
html
182
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Strategi
MATERI Komunikasi
Tanyakan!
Katakan!
Catatan
184 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
— Plato
5
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 185
Strategi
MATERI Komunikasi
Pengantar
Komunikasi menjadi salah satu aspek penting dalam menyukseskan sebuah
rencana atau mencapai tujuan yang hendak dicapai. Tanpa komunikasi,
seseorang tidak dapat menyampaikan apa yang ia kehendaki kepada pihak
lain dan tentu hal itu menjadi kendala baginya untuk mendapatkan apa
yang dikehendakinya itu. Dalam hal ini, komunikasi menjadi sangat
beragam, mulai dari yang paling sederhana hingga yang rumit, dari yang
menggunakan cara-cara tradisional hingga cara-cara yang memanfaatkan
sarana telekomunikasi modern seperti internet. Semua hal itu menegaskan
bahwa komunikasi adalah penting dan setiap orang yang hendak bekerja
sama dengan pihak lain niscaya harus bersentuhan dengan komunikasi itu
sendiri.
Tujuan
1. E-Literacy (menyaring, mencari, mendapatkan informasi);
2. Peserta mengetahui bagaimana harus berkomunikasi sesama jejaring
perdamaian;
3. Peserta mampu menggunakan alat komunikasi sederhana;
4. Peserta mampu mengidentifikasi alat-alat komunikasi yang efektif
untuk menyebarkan informasi perdamaian sesuai dengan konteks dan
situasinya.
Pokok Bahasan
1. Kode etik, security, dan privacy;
2. Tantangan-tantangan komunikasi;
3. Bentuk dan sarana komunikasi.
186 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Metode
1. Paparan singkat;
2. Curah pendapat tentang situasi;
3. Mengidentifikasi tantangan dan sarana-sarana informasi efektif
yang dapat digunakan;
4. Praktik.
Waktu
90 Menit
Alat-alat Bantu
1. Laptop;
2. LCD/Proyektor;
3. Kertas plano;
4. Kertas metaplan;
5. Jaringan internet;
Langkah-langkah Fasilitasi
KEGIATAN
KEGIATAN
ALTERNATIF
KEGIATAN
3 Kerja Kelompok
ALTERNATIF I
* Akan sangat baik bila peserta dapat menunjukkan contoh komunikasi yang telah mereka
lakukan, seperti poster, pamflet, blog, website, dll.
ALTERNATIF II
TAHAPAN TINDAKAN
Menentukan tujuan dan hasil yang Tentukan tujuan mempengaruhi
diharapkan dari komunikasi komunikasi anda sebagai strategi utama,
dan hasil yang hendak dicapai.
Sasaran komunikasi Mengidentifikasi dan memprioritaskan
siapa saja yang hendak disasar dalam
komunikasi. Setelah menyelesaikan
pemetaan ini, bila ternyata aktor yang
didaftar terlalu banyak, maka dapat
ditentukan prioritas siapa saja yang
hendak ditarget.
Tindakan kunci Mengidentifikasi tindakan-tindakan kunci
yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan
Pembuatan pesan Mendaftar pesan-pesan komunikasi yang
hendak disampaikan kepada sasaran
Jalur, alat dan kegiatan Identifikasi sarana, alat dan kegiatan yang
hendak dilakukan dalam menyampaikan
pesan kepada sasaran,
Sumber daya Daftar sumber daya yang dimiliki, baik
sumber daya manusia atau sumber daya
materi yang dapat digunakan untuk
melancarkan komunikasi.
Jangka waktu Tetapkan jangka waktu kegiatan yang
hendak dilakukan, termasuk pula
batas waktu kapan tugas-tugas harus
diselesaikan.
Evaluasi dan perubahan Tetapkan waktu evaluasi dan lakukan
evaluasi terhadap semua komponen di atas
secara berkala. Lakukan perubahan bila
dirasa penting untuk mengubah setiap
aspek dan menyesuaikan dengan situasi.
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 193
Handout
1. Teknis Dasar Komunikasi Efektif, lihat Buku Pegangan Peserta
2. Abidin Wakano “Membangun Perdamaian dalam Kebuntuan Dialog”
194 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Komunikasi efektif terdiri dari dua istilah: komunikasi dan efektif. Komuni-
kasi adalah proses menyampaikan atau berbagi informasi, pikiran, dan
perasaan melalui lisan, tulisan, atau bahasa tubuh. Efektif artinya membawa
hasil atau mencapai tujuan.
Encoding
Komunikasi efektif diawali dengan encoding atau penetapan kode atau
simbol yang memungkinkan pesan tersampaikan secara jelas dan dapat
diterima serta dipahami dengan baik oleh komunikan (penerima pesan).
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 195
Decoding
Decoding, komponen penting lainnya dalam komunikasi efektif, yaitu
kemampuan penerima memahami pesan yang diterimanya. Karenanya,
dalam komunikasi efektif, pemahaman tentang audiens sangat penting
guna menentukan metode penyampaian dan gaya bahasa yang cocok
dengan mereka.
Konteks (Context)
Konteks komunikasi yaitu konteks komunikasi yaitu ruang, tempat,
dan kepada siapa kita melakukan komunikasi. Konteks komunikasi
juga mengacu kepada level komunikasi—komunikasi antarpribadi,
komunikasi kelompok (grup), komunikasi organisasi, komunikasi massa.
Konteks komunikasi mempertimbangkan usia, wilayah, jenis kelamin,
dan kemampuan intelektual penerima pesan. Berkomunikasi dengan
anak kecil tentu akan berbeda cara dan gaya bahasanya dengan berko-
munikasi dengan orang dewasa.
Gangguan/Hambatan (Interference)
Emosi bisa mengganggu terjadinya komunikasi efektif. Jika komunika-
tor marah, kemampuannya mengirimkan pesan efektif mungkin berpen-
garuh negatif. Begitu juga jika komunikan dalam keadaan kecewa atau
tidak setuju dengan komunikator, mungkin dia mendengar sesuatu
yang berbeda.
Refleksi (Reflection)
Pastikan bahwa kita mengerti ucapan orang lain dengan “konfirmasi”,
yaitu meringkas pesan utama yang disampaikan orang lain. Kita bisa
mengulang yang diucapkan orang lain, sekaligus “klarifikasi” bahwa
maksud perkataannya “begini” dan “begitu”.
1. Smile! Tersenyum.
Salah satu cara untuk membangun kemampuan berkomunikasi
yang baik dengan orang lain adalah dengan menjalin hubungan
baik secepat mungkin dengan mereka.
Tersenyumlah dan gunakan kontak mata sebagai sinyal positif
yang dapat Anda kirimkan ketika Anda memulai percakapan.
Pastikan bahwa orang lain merasa bahwa Anda sangat senang
bisa berbicara dengannya.
Sangat penting untuk tahu topik terhangat yang bisa Anda
diskusikan dengan orang tersebut. Untuk itu, selalu perbarui
informasi Anda. Jika Anda memiliki banyak topik yang Anda
dapat bicarakan, komunikasi akan berjalan dengan lebih mudah.
3. Relax. Santai!
Anda dapat menjadi komunikator yang baik jika Anda dapat
berbicara dengan santai (rileks). Jika Anda gugup, Anda akan
berbicara cepat sehingga sulit dipahami. Anda juga dapat membuat
orang lain merasa tidak nyaman karena kegugupan Anda.
Hindari membungkukkan bahu, menampilkan wajah gelisah
atau menggerakkan anggota tubuh Anda yang lain saat berbicara.
Orang yang Anda ajak bicara akan tahu bahwa Anda sedang
gugup.
Sumber: http://www.komunikasipraktis.com/2014/09/teknik-dasar-komunikasi-efektif.html
200 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Senja di Hari Raya Idul Fitri 19 Januari 1999 itu saya bersama beberapa
teman pengurus Badko HMI Sulawesi sedang duduk santai di sekretariat
kami sambil menonton televisi. Tiba-tiba muncul berita dari salah satu
stasiun televisi bahwa telah terjadi kerusuhan di kota Ambon, puluhan
rumah terbakar. Saya terhentak dan bergegas mencari wartel terdekat untuk
menelepon ke Ambon. Dari lima nomor telepon yang saya hubungi, tak
satu pun bisa terhubung, termasuk nomor telepon kantor wilayah Depar-
temen Agama Provinsi Maluku tempat ayah saya bekerja. Saya pun semakin
gusar.
Baru pada sekitar pukul 19.00 WIT saya berhasil menghubungi salah
seorang kerabat di desa Batu Merah. Ketika saya tanyakan perihal kerusu-
han di atas, dia menangis. Katanya, “Ambon sudah hancur. Sekarang ini
sudah terjadi perang Sabil antara katong Islam melawan orang Kristen.
Tolong doakan katong jua.” Saya tak bisa berkata apa-apa selain bilang
bahwa saya mendoakan dan agar berhati-hati.
Keesokan harinya, isu tentang kerusuhan di kota Ambon bergeser
menjadi isu pengusiran dan pembantaian warga Buton, Bugis, Makassar
(BBM). Isu ini juga sempat membuat suasana kota Makassar menjadi
tegang. Jangankan warga Kristen yang berasal dari Maluku, kami yang
Muslim dari Maluku pun ikut cemas, khawatir ini merambat ke isu konflik
etnis. Tapi, tak lama kemudian, isu kerusuhan di Maluku kembali menjadi
isu konflik Islam dan Kristen.
antara lain seperti peace sermon dan live in, di mana peserta Muslim mengi-
nap di keluarga Kristen, dan sebaliknya, peserta Kristen menginap di
keluarga Muslim. Hal ini kami lakukan dengan semangat reintegrasi
masyarakat yang saat itu sudah hidup tersegregasi. Berbagai terobosan lain
melalui sesi dialog juga sering kami lakukan di rumah-rumah ibadah,
misalnya dengan mengundang seorang pendeta atau pastor menjadi
narasumber di masjid dan sebaliknya, narasumber Muslim berceramah di
gereja. Untuk hal ini, saya sendiri sering diundang, baik sebagai peserta
maupun narasumber. Bahkan kegiatan pertemuan pemuda lintas iman
se-Asia Pasifik, kerja sama LAIM dengan Dian/Interfeidei, Yogyakarta,
dan ICRP (Indonesia Conference on Religion and Peace), Jakarta, kami seleng-
garakan penutupannya di Masjid Jami’ Ambon, salah satu masjid tertua
di Kota Ambon. Proses menjelang acara penutupan ini penuh dengan
warna dialog yang menarik karena disertai pro dan kontra dengan berba-
gai alasan, baik teologis maupun politis. Saya dan kawan-kawan sempat
dituduh murtad, liberal, sinkretis, dan sebagainya. Walaupun berat dan
penuh tantangan, semua itu dapat kami lewati dan hubungan dialog agama-
agama di Maluku perlahan mulai terbuka. LAIM membuka babak baru
dialog dan perjumpaan agama-agama di Maluku. Sebelumnya, belum
pernah tercatat ada pengalaman dialog dan perjumpaan agama-agama
seperti yang terjadi pascakonflik 1999. Perjumpaan dan dialog selama ini
hanya terjadi di ranah kultural, seperti budaya Pela, Gandong, Larvul
Ngabal, dan sebagainya. Sedangkan di ranah agama, yang terjadi adalah
polarisasi karena kepentingan politik dan pengentalan ideologi keagamaan
yang konfliktual.
Kami berharap, lewat kegiatan-kegiatan interfaith yang kami lakukan,
masjid dan gereja yang selama ini dijadikan pusat komando perang dan
sasaran perusakan bisa kembali menjadi pusat peradaban untuk
menggerakkan perdamaian, sesuai fungsi sesungguhnya sebagai tempat
penggodokan iman dan moral umat. Selain itu, masjid dan gereja dapat
membangun kemitraan dalam menghadapi berbagai macam persoalan
sosial kemasyarakatan. Hasilnya cukup signifikan. Dewasa ini sudah banyak
bermunculan upaya-upaya dialog dan perjumpaan yang intens antar tokoh
dan lembaga-lembaga keagamaan.
Meski demikian, harus diakui bahwa masih banyak persoalan yang
cukup mengganjal, seperti soal segregasi sosial, hilangnya rasa saling
percaya serta stigmatisasi Islam dengan “teroris” dan Kristen dengan
“separatis RMS (Republik Maluku Selatan)”. Stigma ini terlanjur
dikonstruksi begitu dalam sehingga menjadi semacam “musuh imajiner”
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 209
Di sinilah masjid dan gereja bisa berperan penting sebagai pusat gerakan
diseminasi pluralisme dan perdamaian. Perdamaian dan pluralisme yang
diperjuangkan harus dipahami bukan saja untuk mengatasi dan menying-
kirkan konflik, tetapi juga sebagai pertalian kebhinekaan dalam ikatan-
ikatan keadaban yang sejati. Di sinilah persaudaraan yang sifatnya saling
pro-eksistensi dalam hidup orang basudara menjadi penting. Dalam ungka-
pan bijak orang Maluku, “potong di kuku rasa di daging”, “ale rasa beta rasa,”
“sagu salempeng dipatah dua”.
Sumber: Abidin Wakano, “Membangun Perdamaian dalam Kebuntuan Dialog”, dalam Jacky
Manuputty, dkk., Carita Orang Basodara: Kisah-kisah Perdamaian dari Maluku (Jakarta: PUSAD
Paramadina, 2014), h. 199-210
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 211
212 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Rencana
MATERI Tindak
Lanjut
Tanyakan!
Katakan!
Catatan
214 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
— Lord Herbert
6
MODUL DASAR | MATERI 6 | Rencana Tindak Lanjut Penelitian 215
Rencana
MATERI Tindak
Lanjut
Pengantar
Target utama dari sebuah pelatihan adalah membentuk peserta pelatihan
sesuai dengan maksud dari pelaksana pelatihan itu sendiri dan mencapai
semua tujuan yang diharapkan. Untuk itu, pelatihan yang hanya berlang-
sung 3 – 4 hari hanya merupakan langkah awal untuk mencapai tujuan
besar yang dimaksud.
Adalah penting bagi pelaksana atau fasilitator untuk memastikan
tujuan besar ini tercapai, di antaranya adalah melalui rencana tindak lanjut
yang dapat difasilitasi di akhir sesi pelatihan. Dengan adanya rencana
tindak lanjut ini diharapkan peserta dapat berkomitmen untuk memprak-
tikkan materi-materi yang didapatkan di dalam pelatihan dan memperta-
hankan jaringan komunikasi antarpeserta yang telah terbangun.
Tujuan
Peserta bisa menyusun rencana kegiatan yang akan dilakukan pascapelati-
han, baik secara individu maupun berkelompok untuk menindaklanjuti
hasil pelatihan
Pokok Bahasan
Rencana dan agenda kegiatan yang berkaitan dengan membangun empati
terhadap kelompok minoritas dan mengasah sensitivitas terhadap potensi
konflik, konflik dan intoleransi berbasis agama.
216 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Metode
• Diskusi Kelompok
• Tugas individu
Waktu
60 menit
Alat-alat Bantu
1. Kertas plano
2. Kertas metaplan
3. Spidol
Langkah-langkah Fasilitasi
Tugas Individu
1. Bagikan kertas metaplan kepada masing-masing peserta.
2. Mintalah peserta untuk menuliskan rencana tindak lanjut yang
akan mereka lakukan secara individual setelah mereka kembali
ke tempat masing-masing setelah pelatihan.
3. Tekankan bahwa peranan yang diambil adalah terkait dengan
materi pelatihan ini, seperti membangun kebhinekaan,
MODUL DASAR | MATERI 6 | Rencana Tindak Lanjut Penelitian 217
Tugas Kelompok
1. Setelah semua peserta kembali ke tempat duduk masing-masing, bagi
peserta menjadi 4 kelompok untuk merumuskan rencana tindak lanjut
kelompok.
2. Mintalah peserta pelatihan untuk berdiskusi sesama teman kelom-
poknya tentang rencana tindak lanjut apa yang dapat mereka lakukan
setelah kembali ke tempat masing-masing.
3. Dalam merumuskan rencana tindak lanjut ini, peserta diminta untuk
lebih merinci aktivitas-aktivitas apa saja yang akan dilakukan untuk
melaksanakan rencana tersebut, yang meliputi:
a. Bentuk kegiatan yang direncanakan (jelaskan bagaimana
kegiatan atau aktivitas ini diselenggarakan, baik secara fisik
atau online)
b. Aktor-aktor yang terlibat (sebutkan nama-nama peserta dan
aktor yang kemungkinan akan dilibatkan);
c. Tempat dan waktu kegiatan;
d. Sasaran/ target audien kegiatan;
e. Anggaran kegiatan yang dibutuhkan.
f. Tantangan yang dihadapi bila hendak dilaksanakan (dihara-
pkan peserta dapat mendaftar kendala atau tantangan yang
dihadapi bila acara ini hendak dilaksanakan).
4. Terakhir, mintalah setiap kelompok untuk mempresentasikan apa yang
telah direncanakan dan mengukur posibilitas pelaksanaannya.
Handout
1. Matrik Tindak Lanjut
218 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Tindak Lanjut
Nama peserta:
Nama kegiatan
Sasaran/target kegiatan
Anggaran kegiatan
Nama Kelompok:
Nama kegiatan
Sasaran/target kegiatan
Anggaran kegiatan
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Evaluasi
MATERI
Tanyakan!
Katakan!
Catatan
222 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
— Dale Carnegie
7
MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 223
Evaluasi
MATERI
Pengantar
Evaluasi merupakan tahapan akhir dari proses pelatihan. Setelah semua
peserta menjalani semua rangkaian pelatihan ini, penting bagi fasilitator
dan pelaksana pelatihan untuk memastikan apakah pelatihan ini telah
berhasil dan mencapai tujuan yang telah diharapkan, termasuk pula
mengukur sejauh mana efektivitas semua komponen pelatihan mengikuti
pelatihan tersebut.
Evaluasi ini dapat dilihat dalam dua hal, evaluasi langsung dan evalu-
asi lanjutan. Evaluasi langsung adalah evaluasi yang dilakukan oleh fasil-
itator di akhir sesi semua proses pelatihan bersama dengan para peserta,
sementara evaluasi lanjutan adalah evaluasi yang dilakukan setelah pelati-
han usai, bersama dengan pelaksana pelatihan lainnya, untuk mengiden-
tifikasi praktik-praktik baik yang muncul di dalam pelatihan dan meran-
cang pelatihan lanjutan, dan secara umum menilai apakah pelatihan
dianggap berhasil.
Tujuan
1. Peserta memberikan umpan balik dan melakukan penilaian terhadap
keseluruhan jalannya proses belajar, alokasi waktu, bahan ajar, materi
yang disampaikan, dukungan fasilitator dan narasumber serta teknis
penyelenggaraan pelatihan.
2. Mengetahui sejauh mana efektivitas dan manfaat pelatihan untuk
menjadi bahan masukan peningkatan dan penyempurnaan kegiatan
serupa.
3. Mengetahui tingkat pemahaman peserta terhadap seluruh materi yang
disampaikan selama proses pelatihan.
224 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pokok Bahasan
1. Materi
2. Narasumber
3. Metode penyampaian
4. Teknis penyelenggaraan pelatihan
Metode
1. Mengisi form evaluasi
2. Curah pendapat
3. Mengisi form post-test
Waktu
60 menit
Alat-alat bantu
• Kertas metaplan
• Solatif/isolasi
• Form evaluasi
• Form post-test pelatihan
Langkah-langkah fasilitasi
KEGIATAN
KEGIATAN
KEGIATAN
3 Pengisian Post-Test
Hand Out
1. Formulir Evaluasi Peserta
2. Post Test
MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 227
Kuesioner ini dipergunakan untuk perbaikan berkelanjutan. Mohon diisi dengan sungguh-sungguh.
PELAKSANAAN PELATIHAN 1 2 3 4 5
Tema pelatihan
Ketepatan waktu
Suasana
Kelengkapan materi
Layanan/sikap penyelenggara
Alat bantu
Nilai keseluruhan
FASILITATOR 1 1 2 3 4 5
Cara-cara fasilitasi
Penguasaan masalah
Mengembangkan potensi peserta
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan
PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan
228 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan
PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan
PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan
LAIN-LAIN 1 2 3 4 5
Makanan
Sound system
Layanan penginapan/akomodasi
Nilai keseluruhan
KOMENTAR POSITIF:
MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 229
SARAN PENGEMBANGAN:
Lembar Post-Test
Formulir Post-Test Pelatihan
1. Apa potensi utama yang ada dalam diri kamu? (boleh lebih 1
jawaban)
2. Peranan apa yang bisa kamu lakukan di tingkat lokal/daerah?
Sebutkan!
3. Peranan apa yang bisa kamu lakukan di tingkat nasional? Sebut-
kan!
4. Adakah peranan kelompok minoritas dalam pembentukan Negara
Republik Indonesia? Bila ada, sebutkan!
230 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
LANJUTAN
234 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 235
Daftar Isi
Glosari 237
Tentang Modul 238
Penggunaan Modul 244
2 Kebhinekaan 264
3 Hak-hak Kewarganegaraan
dan Hak-hak Beragama 296
4 Model-model Advokasi 318
5 Pemantauan dan Dokumentasi 348
6 Kampanye Kreatif 384
7 Rencana Tindak Lanjut:
Membangun Sistem Rujukan 404
8 Evaluasi 414
236
237
Glosari
HAM Hak Asasi Manusia
KUHP Kitab Undang-undang Hukum Pidana
UU Undang-Undang
SKB Surat Keputusan Bersama
UUD Undang-Undang Dasar
NRI Negara Republik Indonesia
KBB Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan
GKI Gereja Kristen Indonesia
JAI Jemaat Ahmadiyah Indonesia
TED Technology, Entertainment, Design
238 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Tentang Modul
Pengantar
Modul ini adalah tindak lanjut dari Modul Tingkat Dasar HAM dan Hak
Kewarganegaraan untuk pemuda The Wahid Institute. Karena itu, penggu-
naan modul ini adalah tindak lanjut dari hasil pelatihan HAM dan Hak
Kewarganegaraan bagi pemuda. Hal ini juga berarti para peserta pelatihan
lanjutan ini harus mengikuti pelatihan tingkat dasar karena materi-materi
yang disusun dalam modul ini memiliki ketersambungan dan kesatuan
dengan materi-materi modul sebelumnya.
Sebagai modul lanjutan, modul ini berangkat dari fakta dan data
bahwa pemahaman pemuda tentang kebhinekaan dan penghormatan
terhadap kebhinekaan tersebut semakin hari semakin merosot. Hal ini
dapat dilihat dari kenyataan para pelaku kekerasan dan intoleransi keaga-
maan di berbagai daerah umumnya adalah anak-anak muda antara 20-25
tahun. Mereka adalah lapis masyarakat masa produktif sekaligus belum
memiliki kematangan emosi sehingga sangat mudah diarahkan oleh
kepentingan-kepentingan yang lebih kuat termasuk melalui tafsir-tafsir
agama yang fundamentalis dan radikal. Hal ini menunjukkan bahwa mereka
adalah lapis masyarakat yang sangat mudah dipengaruhi nilai-nilai baru
yang ditanamkan oleh pihak lain.
Sebagai bangsa majemuk, kita tentu memiliki kepentingan besar untuk
melahirkan generasi muda toleran, menghargai hak asasi manusia dan
menghormati perbedaan di masyarakat. Tidak hanya itu, dengan fakta
kemajemukan tersebut di mana ada perbedaan antara mayoritas dan minori-
tas di berbagai daerah, bangsa Indonesia sangat berkepentingan agar
generasi mudanya memiliki kepedulian untuk menjaga agar relasi berbagai
kelompok tidak mengarah pada tirani mayoritas atas minoritas dalam
bentuk apapun. Bangsa Indonesia sangat berkepentingan agar para gener-
asi muda berperan aktif dalam mempromosikan penghormatan hak setiap
TENTANG MODUL 239
Prinsip-prinsip Modul
Modul pelatihan ini disusun berdasarkan empat prinsip utama yakni:
Tujuan Modul
Tujuan utama dari modul ini adalah: Meningkatkan kapasitas generasi
muda tentang hak asasi manusia dan hak kewarganegaraan untuk bersama
sama mendorong penyelesaian kasus-kasus diskriminasi berbasis agama.
Metode Pelatihan
Sebagaimana pada modul tingkat dasar, metode yang akan digunakan pada
modul tingkat lanjutan ini menerapkan konsep pendidikan orang dewasa,
yang menekankan agar para peserta belajar bersama dan memproduksi
pengetahuan-pengetahuan dari pengalaman mereka sendiri. Fasilitator
dan peserta harus memandang bahwa setiap peserta telah memiliki penge-
tahuan dan pengalaman atau “tidak kosong” ketika mengikuti pelatihan.
Pelatihan hanya menjadi alat untuk mengontruksi pengetahuan yang telah
mereka miliki dari pelatihan sebelumnya, dan berdialog dengan sesama
peserta pelatihan yang lain. Metode penyampaian materi dalam pelatihan
ini diupayakan dilaksanakan dengan metode-metode yang menyenangkan
dan tidak membosankan.
Di samping itu, dalam pendidikan orang dewasa, harus mempertim-
bangkan:
• Kondisi aktual dan nyata yang dihadapi peserta.
• Coomon sense atau nalar dan tidak dogmatis, memberi ruang
berpikir kritis dan terbuka.
• Menghormati keragaman dan perbedaan pendapat.
• Membangun konsensus bersama tentang metode dan materi.
Peserta Pelatihan
Peserta pelatihan ini direkrut dari alumni pelatihan HAM dan hak kewar-
ganegaraan tingkat dasar dengan persyaratan yang yakni:
1. Peserta berasal dari pesantren, nonpesantren dan kelompok minoritas
2. Usia di atas 20 tahun – 25 tahun
3. Pernah mengikuti pelatihan hak kewarganegaraan tingkat dasar
4. Pernah membaca, mengetahui HAM , hak kewarganegaraan dan dialog
antaragama.
242 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pengguna
Sementara pengguna dari modul ini adalah para fasilitator sebagai panduan
dalam pelatihan HAM dan kewarganegaraan bagi generasi muda. Sebagai
sebuah panduan, modul ini tidak harus diikuti secara kaku. Diperlukan
kreativitas atau inovasi fasilitator agar materi dapat hidup dan dengan
mudah bisa dipahami oleh peserta, tanpa kehilangan tujuan utama dari
materi yang disampaikan.
Kriteria Fasilitator
Fasilitator pelatihan ini dibentuk dalam satu tim yang terdiri dari minimal
dua orang fasilitator, yang mengombinasikan antara fasilitator dari wilayah
tempat pelatihan dilaksanakan dengan fasilitator pelatihan HAM dan
kewarganegaraan lainnya. Fasilitator harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
Waktu Pelatihan
Modul Pelatihan ini diharapkan dapat diimplementasikan secara utuh
dalam enam modul. Keseluruhan modul di atas dibutuhkan waktu pelati-
han yaitu 3 (dua) hari efektif.
Penggunaan Modul
Persiapan Pelatihan
VISUAL
Foto, gambar
SIMULASI BAHAN CETAK
Bermain peran, Cerita, kasus, lembar
teater/drama, dll. fakta, berita, dll.
RAGAM CARA
DISKUSI KELOMPOK BAHAN BACAAN
Diskusi terfokus, studi DAN MEDIA Buku, makalah,
kasus, Rapat Kumbang MEMFASILITASI point presentasi
TUJUAN SESI
PENUTUP
Pembukaan
MENGALAMI
MENGUKUHKAN
Drama/Games
90 menit
MENGURAI
PRESENTASI
Pertanyaan Kunci
MENGANALISIS
Pertanyaan Kunci
Penilaian Pelatihan
A. Penilaian yang dilakukan
1. Penilaian terhadap peserta:
a. Pre-test dan post-test: untuk mengukur pengetahuan peserta
pelatihan
b. Pengamatan selama pelatihan oleh tim fasilitator: untuk
mengukur sikap peserta
c. Penugasan dan praktik: untuk mengukur keterampilan pada
saat setelah pelatihan.
1. Penilaian terhadap narasumber/fasilitator:
Selama pelatihan peserta akan diberikan kesempatan untuk
menilai performance narasumber/fasilitator.
2. Penilaian terhadap penyelenggaraan pelatihan:
Penilaian meliputi proses belajar mengajar, sarana, prasarana,
akomodasi serta aspek pendukung lain selama pelatihan.
B. Kriteria Keberhasilan
Ukuran keberhasilan dalam pelatihan ini apabila peserta menunjukkan
peningkatan kemampuan, menunjukkan semangat belajar yang tinggi dan
terlibat aktif berpartisipasi selama pelatihan. Kriteria keberhasilan dapat
diukur apabila minimal 60% peserta nilai akhir (pengetahuan, sikap dan
keterampilan) rata-rata baik.
Modifikasi Modul
Modul ini bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan lapangan atau dengan
menambah muatan lokal tanpa mengurangi tujuan pelatihan. Namun
proses modifikasi modul ini harus dilakukan setelah dilakukan audit dan
evaluasi terhadap tujuan modul dan pelatihan.
251
252
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Perkenalan
MATERI dan Kontrak
Belajar
Tanyakan!
Katakan!
Mainkan!
Catatan
254 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
1
MODUL LANJUTAN | MATERI 1 | Perkenalan dan Kontrak Belajar 255
Perkenalan
MATERI dan Kontrak
Belajar
Pengantar
Materi ini membangun kebersamaan, keakraban, persahabatan, mencair-
kan suasana dan memberi kesan kepada peserta bahwa pelatihan ini
menyenangkan. Materi ini berisi perkenalan antar sesama peserta, fasilita-
tor dan semua komponen dari pelatihan. Juga berisi sejumlah kesepakatan
bersama untuk melahirkan pelatihan yang efektif dan bermanfaat. Seluruh
rangkaian materi dibawakan secara serius tapi santai. Materi ini sangat
penting karena merupakan pembuka pelatihan dan akan sangat berpengaruh
dalam proses pelatihan selanjutnya.
Materi ini terdiri dari empat kegiatan: 1) Permainan “Make a Line”;
2) permainan “Name Game”; 3) Kontrak belajar; 4) Pre-test
Tujuan
1. Peserta, fasilitator dan panitia saling mengenal satu sama lain.
2. Membangun suasana keakraban dan saling percaya.
3. Menumbuhkan semangat kerja sama antar semua komponen pelatihan.
4. Melahirkan sikap disiplin dan saling menghormati antar sesama
komponen pelatihan.
5. Peserta merasa senang dan aman selama pelatihan.
Pokok Bahasan
1. Perkenalan
2. Kontrak belajar
3. Pre-test
256 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Waktu
80 menit
• 5 menit : penjelasan umum materi
• 20 menit : Permainan Make a Line
• 15 Menit : Permainan Name Game
• 20 Menit : Kontrak Belajar
• 20 menit : Pre-test
Metode
1. Permainan
2. Curah pendapat
Alat-alat Bantu
1. Bola busa
2. Peta Indonesia
3. Lembar kontrak belajar
4. Jadwal pelatihan
5. Flipchart
6. Spidol
Langkah-langkah Fasilitasi
KEGIATAN
KEGIATAN
KEGIATAN
3 Kontrak Belajar
KEGIATAN
4 Pre-Test
Kontrak belajar
Pengurus pelatihan
Ketua Kelas
Wakil Ketua Kelas
Time Keeper 1.
2.
3.
Ice Breaker 1.
2.
3.
MODUL LANJUTAN | MATERI 1 | Perkenalan dan Kontrak Belajar 263
Form Pre-Test
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Kebhinekaan
MATERI
Tanyakan!
Katakan!
Mainkan!
Catatan
266 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
2
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 267
Kebhinekaan
MATERI
Pengantar
Materi ini berisi gambaran dan realita Indonesia sebagai bangsa yang
majemuk, yang tidak bisa dibantah merupakan kekayaan yang sudah
diwariskan bahkan sebelum Indonesia berdiri. Kebhinekaan berasal dari
kata “bhineka” yang berarti beragam atau majemuk. sehingga kebhinekaan,
keberagaman atau kemajemukan tidak lagi hanya merupakan fakta yang
harus diketahui melainkan juga harus menjadi pemahaman dan kesadaran
setiap warga negara. Kebhinekaan harus menjadi cara pandang atau perspek-
tif setiap anak bangsa dalam interaksi antar agama, sosial, ekonomi dan
politik. Dengan demikian, kebhinekaan tidak hanya diterima dan dimak-
lumi tetapi juga dipromosikan dan dibudayakan. Dari materi ini dihara-
pkan peserta tidak hanya mampu memahami kemajemukan tersebut tetapi
juga mampu menerima dan bekerja sama dengan warga negara yang berbeda
identitas untuk memajukan bangsa.
Melalui meteri ini juga akan digambarkan berbagai contoh interaksi
masyarakat yang beragam di Indonesia untuk menjelaskan perbedaan
antara toleransi aktif dan toleransi pasif. Kedua istilah ini memiliki ciri
yang berbeda dan juga menghasilkan model toleransi yang berbeda.
Melalui meteri ini, peserta juga akan diperkenalkan ragam praktik
terbaik toleransi di beberapa daerah di Indonesia yang dapat menjadi contoh
dan model untuk diterapkan di daerah lain.
Materi ini berisi tiga kegiatan: 1) Menonton film; 2) Permainan “Negeri
Kompak”; 3) Ceramah dan tanya jawab.
268 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Tujuan
1. Peserta memahami realitas kebhinekaan dan manfaatnya bagi
Indonesia.
2. Peserta mampu membedakan toleransi aktif dan toleransi pasif.
3. Peserta mengenal praktik baik toleransi di Indonesia.
Pokok Bahasan
1. Realitas kebhinekaan (agama, budaya, etnis dll)
2. Toleransi aktif dan pasif
3. Bagaimana mengelola perbedaan dan dampak-dampaknya.
Metode
1. Menonton film.
2. Permainan
3. Ceramah dan tanya jawab.
Waktu
145 menit
• Penjelasan materi 5 menit
• Menonton film 20 menit
• Permainan negeri kompak 60 menit
• Diskusi dengan fasilitator 60 menit
Alat-alat Bantu
1. VCD Film “Bersama dalam Perbedaan” (Walagri Aksara)
2. Kertas plano
3. Spidol dua warna
4. Metaplan dua warna
5. 6 papan permainan negeri kompak
Langkah-langkah Fasilitasi
1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta dalam materi ini ada empat
kegiatan yang akan dilakukan berikut tujuannya. Kegiatan-
kegiatan tersebut dalam menonton film, dilanjutkan dengan
menggambar sosok, kemudian permainan negeri kompak dan
terakhir ceramah dan tanya jawab.
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 269
KEGIATAN
1 Nonton Film
KEGIATAN
KEGIATAN
Bacaan Utama
1. Ahmad Suaedy, “Memperkuat Peran Pemerintah dalam Menjaga
Toleransi dan Harmoni Akar Rumput”.
Bahan Tambahan
1. A. Widyahadi Seputra, Menggalang Persatuan Indonesia Baru: Sudut
Pandang Tokoh Masyarakat, Pemuka Agama dan Kepercayaan (Jakarta:
Sekretariat komisi PSE/APP-KAJ, 1999).
2. Bahrul Hayat, Mengelola Kemajemukan Umat Beragama (Jakarta, PT.
Saadah Pustaka Mandiri, 2013).
3. Beny Susetyo, Habitus Dialog dalam Konteks Indonesia (Jakarta: Komisi
HAK KWI, 2008).
4. UGM, Dialog Antaragama: Gagasan dan Praktek di Indonesia (Yogya-
karta, UGM, 2008).
Hand Out
1. Toleransi Aktif dan Pasif
2. Rumadi, “Mencari Teladan Toleransi”.
3. Rumadi, “Pluralisme dan Multikulturalisme: Menyikapi Keberagaman
dengan Positif ”.
4. Hilary Syaranamual, “Katong Samua Basudara”.
5. Antonius Suwanto, “Tubuh yang Mengelola Kebhinekaan”.
272 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Toleransi Aktif
Salah satu spirit utama yang mesti dikembangkan oleh umat Islam adalah
toleransi. Toleransi berasal dari bahasa Latin, yaitu tolerantia, berarti
kelonggaran, kelembutan hati, keringanan, dan kesabaran. Secara umum,
istilah ini mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela, dan kelem-
butan.
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) mengartikan toleransi sebagai ”sikap saling menghormati,
saling menerima, dan saling menghargai di tengah keragaman budaya,
kebebasan berekspresi, dan karakter manusia.” Untuk itu, toleransi harus
didukung oleh cakrawala pengetahuan yang luas, bersikap terbuka, dialog,
kebebasan berpikir, dan beragama (hal 181). Singkatnya, toleransi setara
dengan bersikap positif dan menghargai hak orang lain dalam rangka
menggunakan kebebasan asasinya sebagai manusia.
Dalam lanskap global, kebebasan beragama adalah hal yang mutlak.
Tak satu pun orang berkehendak memaksa orang lain untuk memeluk
agama yang sama. Apalagi harus menstigmatisasi the other dengan cap
kafir, murtad, dan sebagainya. Pemberian stigma ini erat terkait dengan
keberbedaan yang tak dipahami dan dihayati secara memadai.
Milad Hanna (2005) mengingatkan, hubungan antarumat beragama
selalu mengandaikan relasi kuasa yang tidak seimbang. Oleh karena itu,
konsep menyongsong yang lain (qabûl al-âkhar) yang lebih aktif, egaliter,
dan tidak sekadar bertenggang rasa mutlak diteladani sebagai bahasa baru
dalam membangun toleransi dengan umat agama lain.
Ada dua model toleransi. Pertama, toleransi pasif, yakni sikap mener-
ima perbedaan sebagai sesuatu yang bersifat faktual. Karena perbedaan
tak bisa dielakkan, pilihannya adalah bersikap toleran terhadap yang lain.
Kedua, toleransi aktif. Dalam toleransi ini ada kemajuan berarti, yakni
kemampuan untuk melibatkan diri dengan yang lain di tengah perbedaan
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 273
Sumber: Abdul Halim, “Menggali Oase Toleransi”, Kompas, Senin, 14 April 2008
Sumber: Halili, dkk. Kepemimpinan Tanpa Prakarsa: Kondisi Kebebasan Beragama/ Berkeyakinan di
Indonesia 2012. Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 27.
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 275
Modal Sosial
Cerita dari Desa Banuroja menunjukkan masyarakat kita punya modal
sosial yang cukup kuat untuk membangun toleransi. Penulis percaya, masih
banyak perkampungan di berbagai pelosok negeri ini yang bisa memban-
gun kehidupan toleransi dan kerukunan hidup beragama tanpa memper-
soalkan apakah ada aturan atau UU yang mengatur soal kerukunan. Terkait
kehidupan beragama, masyarakat Indonesia pada dasarnya masyarakat
yang toleran dan moderat. Sikap intoleran dan ekstrem bukan karakter asli
masyarakat Indonesia.
Dalam kaitan dengan munculnya intoleransi ini, ada beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian. Pertama, terjadinya perpindahan masyarakat
dan pergeseran representasi. Perpindahan masyarakat dari satu tempat ke
tempat lain adalah keniscayaan yang tidak bisa ditolak. Namun, perpin-
dahan itu selalu membawa implikasi sosial yang sering tidak diperhitung-
kan.
Perpindahan itu bukan hanya persoalan yang bersifat fisikal, melain-
kan juga ideologi, pemikiran, dan cara pandang. Perpindahan ini juga akan
berimplikasi pada perubahan pola representasi kelompok-kelompok
masyarakat yang biasanya diikuti dengan goncangan politik karena menyo-
dok kesadaran primordial (Key Deauxdan Shaun Wiley, 2007). Guncangan
ini juga bisa membawa implikasi berikutnya berupa konf lik dan
ketegangan, bahkan kekerasan.
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 277
Sumber: http://budisansblog.blogspot.com/2012/05/mencari-teladan-toleransi.html /
Kompas, 14 Mei 2012.
278 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
meyakini bahwa agama lain akan selamat melalui jalan agama yang kita
yakini. Pandangan ini agak umum dianut sebagian besar pemeluk agama
sebagai upaya merangkul pemeluk agama lain. Namun jawaban yang
diberikan bersifat apriori-normatif. Meskipun kelihatan simpatik terhadap
agama lain, namun paradigma ini tidak bisa menempatkan agama lain
sebagaimana dialami dan dipeluk oleh yang bersangkutan dengan katego-
ri-kategori yang ada dalam agama tersebut.
Ketiga, paradigma pluralis. Menurut paradigma ini, semua agama
dengan cara masing-masing menempuh jalan keselamatan menuju Tuhan.
Paradigma ini merupakan suatu pengakuan yang bersifat teosentris, dalam
arti bahwa bagaimanapun semua agama melalui jalan masing-masing
menuju kepada Zat yang sama. Paradigma ini nampak sangat terbuka,
namun bisa membawa orang pada sikap tidak serius dalam beragama.
Orang bersikap indeferen dan mengatakan semua agama sebenarnya sama
saja. Perbedaan-perbedaan, bahkan pertentangan visi dan orientasi satu
agama atas yang lain tidak diperlakukan. Pluralisme agama hanya dipan-
dang sebagai varian dari banyak ekspresi yang berbeda mengenai
kenyataan dan pengalaman yang sama. Inilah yang disebut dengan plura-
lis indeferent, karena meskipun masing-masing kelompok mengakui
keberadaan kelompok lain, namun masing-masing hidup dalam ghetto-nya.
Keempat, pluralis dialogal. Paradigma ini mengakui pluralisme iman
dan agama, sehingga menolak eksklusifisme. Ia berada antara inklusifisme
dan pluralis inderefent. Memang paradigmanya pluralis, tapi tidak
indeferent. Dalam praktiknya, seseorang meyakini bahwa iman dan agama
yang ia peluk paling dapat dipertanggungjawabkan dan karena itu ia
menganutnya dengan sepenuh hati. Kekhasan masing-masing iman dan
agama diakui, sekaligus saling memperkaya melalui dialog. Bagi penganut
paradigma ini, bergaul dan bercengkerama dengan orang yang berbeda
agama dengannya merupakan peristiwa biasa dan wajar saja. Penganut
paradigma ini sanggup berhadapan dengan penganut agama lain dengan
semangat terbuka dan saling memperkaya. Cara pandang seperti ini diyak-
ini lebih membuka ruang dialog dan darinya diharapkan muncul keruku-
nan umat beragama dalam menjalankan aksi bersama demi keseluruhan
penghayatan iman dan agama yang lebih mendalam dan bertanggung
jawab.
Pemakluman terhadap pluralitas bukan sekedar mengakui adanya
perbedaan sebagai realitas yang tidak bisa ditolak, tapi juga kesiapan
menerima orang lain yang berbeda itu sebagai bagian dari diri kita. Karena
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 283
Bulan Oktober 1993, pertama kali saya menginjakkan kaki di tanah Maluku.
Ketika itu saya baru menikah dengan Nyong Ambon, Reza Syaranamual.
Dalam perjalanan ke Ambon itu kami menggunakan kapal Pelni KM
Rinjani. Memasuki Teluk Ambon, hamparan lautnya terlihat indah, belum
nampak dicemari polusi maupun sampah.
Di Ambon, ternyata pada bulan Oktober cuacanya paling cerah. Laut
tenang berkilau seperti kaca, dan lumba-lumba ketika itu berlompatan
mengiringi kapal masuk untuk merapat ke Pelabuhan Yos Sudarso. Suatu
hadiah manis dan indah bagi seorang pengantin baru yang belum pernah
menyaksikan keindahan alam di Maluku. Walaupun saya sudah tinggal
lebih dari sepuluh tahun di Indonesia, tepatnya di Malang, Jawa Timur,
saya tidak tahu apa-apa mengenai budaya atau bahasa yang dipakai di
Ambon. Sebelumnya Reza sudah memberi tahu saya bahwa bahasa yang
dipakai di Ambon sama saja dengan bahasa Indonesia yang saya pakai di
Malang. Minggu-minggu pertama di kota ini kami pakai untuk mulai
mengenal keluarga, termasuk mulai memahami bahasa yang ada di sekelil-
ing saya. Oma (mama dari ibu mertua saya) tinggal di kawasan Waihaong.
Kami sering mengunjungi beliau di kawasan tersebut dan mengenal para
tetangga di sana. Saya juga ingat ketika pertama kali mencicipi papeda
bersama dengan keluarga besar, persisnya ketika tete (papa dari bapak
mertua saya) meninggal di Amahai, Pulau Seram.
Sebagian besar waktu kami dipakai untuk pelayanan penuh waktu di
gereja. Maka pergaulan kami sering kali terbatas dengan warga gereja dan
kebutuhannya. Namun kami juga bertemu dengan teman-teman suami
saya. Ada teman sekolah dari SD, SMP maupun SMA. Lalu ada juga
teman-temannya yang sama-sama bermain sepak bola dulu. Selain mereka,
ada juga teman-teman Reza di kawasan Rumah Sakit Tentara (RST)
Ambon. Saat Reza kecil, keluarganya mulai dari opa, oma, papa dan mama,
pernah kerja di RS sehingga dia akrab dengan lingkungan tersebut.
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 285
merasa tidak berdaya karena jauh di Malang dan tidak bisa buat apa-apa.
Malam hari kami terima kabar bahwa mama bisa pulang ke rumah dengan
selamat.
Konsentrasi Reza untuk tetap melanjutkan studi rasanya agak musta-
hil. Berita-berita dari Ambon yang terus sampai ke kami membuat kami
resah namun tidak bisa berbuat apa-apa. Orang yang mengontrak rumah
oma di Waihaong harus melarikan diri menyelamatkan diri. Keluarga kami
di Hunuth terpaksa mengungsi, dan salah satu saudara dikabarkan menin-
ggal ketika dia mengemudikan truk untuk menjemput anak-anak yang
saat itu melakukan retreat di lokasi tempat penelitian Fakultas Perikanan
Universitas Pattimura (Unpatti) di dekat Desa Hila.
Setelah berada satu tahun di Malang, kami pindah rumah dan tinggal
dekat kampus Universitas Merdeka (Unmer). Kepindahan ini terutama
karena gereja tempat kami melakukan pelayanan meminta kami melayani
mahasiswa. Di waktu bersamaan, saya juga diminta menjadi pembina
mahasiswa Kristen di universitas tersebut. Ketika kami mulai berkenalan
dengan mahasiswa di Unmer, ternyata cukup banyak dari mereka yang
berasal dari Indonesia Timur termasuk Maluku. Ada juga yang berdarah
Maluku tetapi keluarganya berdomisili di Papua, atau daerah-daerah lain
di Indonesia. Kami memutuskan untuk menjadikan rumah kami “open
house” secara khusus bagi mereka para mahasiswa yang kami layani. Tidak
itu saja, rumah itu juga terbuka bagi siapa saja yang mau singgah di situ.
Kami berusaha menciptakan suasana kekeluargaan supaya mereka
yang merasa jauh dari orang tua bisa merasakan sedikit kehangatan saudara-
saudara dari daerah yang sama. Lama-kelamaan bahasa yang dipakai di
rumah kami adalah bahasa Ambon. Maka semua yang masuk pintu rumah
kami mau tidak mau harus belajar bahasa Ambon, termasuk mahasiswa
keturunan Jawa, Dayak maupun Batak, yang juga datang ke rumah.
Pemikiran di balik kebiasaan ini adalah supaya kami semua yang tinggal
jauh dari orang tua bisa mengungkapkan isi hatinya sendiri. Maka orang
Sumba, orang Timor, orang Papua, orang Toraja, Orang Manado dan
orang Maluku, bisa berkomunikasi dengan lebih bebas.
Tujuan utama kami adalah pembinaan rohani. Harapannya, mahasiswa
dapat menjadi lebih dewasa dan dapat menyelesaikan studi mereka, yang
terganggu karena dampak dari kerusuhan. Mahasiswa ini sangat
khawatir akan keluarga mereka, juga kiriman dana untuk studi dan kebutu-
han sehari-hari mereka yang tidak lancar. Dengan bantuan dari saudara-
saudara di Malang, maka karton-karton mie instan didrop di rumah. Ada
juga dana yang kami salurkan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Selain
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 287
kegiatan rohani, kami juga membina suatu vocal group yang sudah ada
sampai kelompok ini bisa bermusik keliling Jawa Timur, bahkan pernah
ke Denpasar, Palangka Raya, hingga sempat menghasilkan dua album
rekaman, sekalipun untuk kalangan sendiri. Bagi mereka yang lebih suka
olah raga, kami sempat membina suatu kelompok sepak bola yang pernah
turut dalam kompetisi di Kostrad di Malang. Tujuan dari semua kegiatan
ini adalah supaya semua tenaga disalurkan ke kegiatan yang positif. Walau-
pun mahasiswa yang berasal dari Maluku cukup banyak, di Malang dapat
dikatakan bahwa mereka bebas dari masalah yang berbau agama. Di rumah
kami pun semua bebas datang dan berbaur. Masalah yang kami selesaikan
biasanya adalah masalah pacaran dan masalah-masalah lain yang lazim
terdapat di kalangan mahasiswa. Kalau ternyata berat, maka masalahnya
diselesaikan suami saya merupakan seorang pendeta, bersama-sama dengan
teman tentara yang berasal dari Ambon yang bertugas di Malang.
Hanya ada satu peristiwa yang terjadi di Unmer yang kami rasakan
adalah rekayasa dari luar. Suatu hari mahasiswa Ambon lari ke rumah
untuk memberitahukan kami bahwa ada seorang mahasiswa Kristen asal
Ambon yang dipukul di gedung Fakultas Ekonomi oleh seorang mahasiswa
Islam yang juga dari Ambon. Situasi akhirnya dapat diatasi tanpa ada
penggalangan massa. Ternyata pemukulan itu merupakan balasan setelah
seorang mahasiswa Ambon yang beragama Islam dipukul terlebih dahulu
oleh seorang mahasiswa Ambon beragama Kristen. Setelah diselidiki
ternyata orang itu sudah lama tidak kuliah, dan kami bingung kenapa dia
bisa melakukan hal seperti itu. Masalah ini kemudian mau dibesar-besar-
kan di Badan Eksekutif Mahasiswa karena laporan ormas dari luar kampus.
Kami tidak terlibat langsung dalam proses penyelesaian masalah tersebut
di kampus, tapi kami sempat memberi masukan kepada anak binaan kami
di Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen, agar melihat secara jernih akar
masalahnya dan agar menyelesaikannya secara baik-baik. Akhirnya masalah
itu reda, karena diakui bahwa kedua belah pihak sudah dirugikan dan
tidak perlu diperbesar untuk menjaga kerukunan di kampus.
Walaupun kami tinggal di luar Ambon, dampak dari kerusuhan tetap
terasa. Karena itu kami berusaha untuk menolong mahasiswa-mahasiswa,
bukan hanya untuk tetap kuliah tapi juga untuk peduli sesama. Kami
pernah melakukan pembinaan bagi 44 calon polisi asal Ambon yang
ditugaskan mengikuti pendidikan di SPN Mojokerto. Mereka juga merasa
jauh dari keluarga dan setiap akhir pekan ada beberapa yang datang tinggal
dengan kami. Sebelum masa pendidikan mereka berakhir, kami diizinkan
membuat sebuah retreat bagi mereka di Pacet dan mahasiswa dari Unmer
288 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Kesedihan di Ambon
Pertama kami pulang lagi ke Ambon adalah saat libur semester Juni 1999.
Kami naik salah satu kapal Pelni dan tiba di pelabuhan Yos Sudarso.
Pengalaman kali ini sangat berbeda dibanding pertama kali saya tiba di
Ambon. Ada rasa senang karena ada kesempatan pulang serta membawa
bantuan berupa obat-obatan, pakaian dalam dan pembalut wanita, bagi
saudara-saudara di Ambon. Namun ketika berdiri di tangga kapal, kami
merasa cemas. Ada kegetiran dan rasa takut mengiringi langkah kami
menuruni tangga kapal. Perasaan itu muncul karena kami tidak tahu
bagaimana kami bisa sampai di rumah.
Tidak ada yang menjemput. Kami juga takut salah naik kendaraan
umum. Saya merasa sedih mengingat suami saya pulang ke tempat asalnya
tapi tidak merasa tenang. Selama di Ambon kami coba mengerti situasi
yang sebenarnya. Karena saya “kulit putih”, rasanya tidak bijaksana untuk
langsung mengunjungi tempat tertentu karena warna kulit saya mungkin
mengundang perhatian orang yang tidak mengenal kami. Ketika itu jalan
masih terbuka sampai di kawasan Waihaong dan kami rindu bertemu
tetangga-tetangga yang masih tinggal di sana. Reza masuk di gang terle-
bih dahulu untuk melihat situasi. Jika dia merasa situasi di situ aman, maka
kami berdua menuju “rumah tua” oma.
Keluarga-keluarga yang tinggal di dekat rumah itu sangat senang
melihat kami. Mereka memeluk kami dan menangis terharu setelah
mengetahui bahwa kami mau mencari mereka. Sempat ada warga penda-
tang yang mempertanyakan kehadiran kami. Namun tetangga lama kami
itu itu langsung memberi tahu bahwa kami adalah keluarga mereka. Kami
masuk ke dalam rumah dan saling berbagi cerita. Mereka menjelaskan apa
yang terjadi di sekitar “rumah tua” kami. Meski kami memeluk agama
yang berbeda, tapi itu sama sekali tidak menjadi penghalang untuk
menikmati kehangatan kehidupan orang basudara di Maluku.
Waktu kedatangan itu kami sempatkan untuk mengumpulkan bebera-
pa teman dari kalangan medis, guna mengatur pengobatan massal pada
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 289
Negeri Waai. Kami pun menjelaskan bahwa mereka tidak perlu takut jika
mau jalan melewati Negeri Tulehu yang mayoritas warganya Muslim itu.
Setelah kami lihat Ambon makin kondusif dan hampir semua
mahasiswa yang kami bina sudah wisuda, maka kami putuskan untuk
kembali ke Ambon. Kami juga memutuskan untuk bekerja freelance memban-
gun Maluku daripada terikat dengan satu jemaat saja.
Tali Persaudaraan
Banyak hal yang bisa diceritakan, tapi saya mau fokus ke pemulihan
kehidupan persaudaraan di Maluku. Yang saya perhatikan, setelah kami
kembali tinggal di Ambon, ada usaha dari banyak pihak untuk merajut
kembali tali persaudaraan yang hampir putus. Reza dulu sekolah di SMP
3 dan SMA 1. Ia dan teman-temannya mulai saling mencari satu dengan
yang lain. Ada teman yang hilang dari peredaran dan tidak tahu
rimbanya setelah terpisah karena kerusuhan di Maluku.
Dia kemudian dicari semua temannya sampai akhirnya ditemukan
kabar beritanya di kawasan Bekasi Jakarta. Semua bersuka-cita ketika
diketahui bahwa teman itu ditemukan kembali. Reuni yang dilakukan oleh
teman-teman SMP 3 sungguh mewujudkan kehidupan bersaudara di
Maluku. Suasana hangat ketika reuni berlangsung sangat terasa dan usaha
untuk bertemu, baik di Jakarta maupun di Ambon, terus dilakukan.
Selain itu kami pernah terlibat di kalangan musisi dan di antara para
wartawan. Kami diberi tanggung jawab untuk mengatur majalah anak-anak
Kacupeng. Walaupun majalah itu mengalami kesulitan untuk terbit secara
berkala, tapi kehadirannya bertujuan mulia, yaitu agar anak-anak Maluku
dapat mengerti budaya mereka, serta belajar untuk saling menerima dan
saling menghargai. Hal yang sama diwujudkan dalam komunitas fotografi
yang dimulai dengan Perkumpulan Fotografer
tahu lebih jelas apa yang terjadi. Malam itu sampai pagi harinya, kami
tetap kontak dengan teman-teman Muslim untuk memantau situasi, dan
memberikan informasi yang jelas bagi mereka. Bagi saya, gerakan akar
rumput berusaha keras untuk memadamkan informasi yang tidak betul,
dengan memberitakan informasi yang betul dan akurat. Gerakan seperti
ini rasanya dulu tidak ada, tetapi sekarang hubungan orang basudara lebih
erat dan dapat menolong mengurangi rasa takut dan rasa curiga yang timbul
ketika ada peristiwa yang tidak diinginkan.
Bagi saya, hubungan persaudaraan di Maluku terasa lebih baik diband-
ing beberapa tahun yang lalu, dan yang penting adalah rasa saling memper-
cayai yang dapat menghapus kecurigaan serta ketakutan yang timbul karena
kejadian-kejadian yang muncul tiba-tiba. Sebagian orang Maluku sudah
mulai mengerti nilai-nilai yang ditanam oleh leluhur mereka. Saya berharap
dengan semakin mengerti nilai-nilai adat dan budayanya, kehidupan orang
basudara di Maluku akan semakin indah.
Jacky Manuputty et.al, Carita Orang Basudara: Kisah-kisah Perdamaian dari Maluku, Ambon:
Lembaga Antar Iman Maluku & PUSAD Paramadina, 2014, 275-283
292 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Setiap individu manusia dewasa tersusun dari sekitar 10 triliun sel yang
tidak kasat mata. Oleh karena itulah kita disebut sebagai makhluk multi-
sel. Sel manusia sangat beragam: ukuran, jenis, jumlah, dan tugas atau
fungsinya. Ada sel kulit, sel darah, sel tulang, sel jantung, sel otak, dan
lainnya. Sejumlah sel berkelompok membentuk suatu jaringan tertentu
dengan fungsi yang khusus pula. Sel jantung berkumpul membentuk
jaringan dan organ jantung yang penting untuk memompa darah.
Sel kulit membentuk organ kulit yang jadi pelindung utama dan
memberikan penampilan menarik pada manusia. Sel otak berkelompok
jadi otak dan sumsum, tugas utamanya mengatur aktivitas biologi sehing-
ga manusia bisa bernalar dan bereaksi. Demikian juga sel-sel lain yang
membentuk berbagai organ: usus, paru-paru, tulang, darah, otot, hati,
ginjal, dan seterusnya, yang membuat satu individu manusia utuh.
Menghargai perbedaan
Awalnya, triliunan sel tersebut berasal dari satu sel yang terbentuk dari
penyatuan antara sel sperma dan sel telur.
Satu sel awal yang disebut zigot ini membelah menjadi 2, 4, 8, 16,
dan seterusnya, sehingga jadi sekitar 10 triliun pada seorang individu
manusia dewasa. Dalam tahap awal pembelahan sel tersebut juga terjadi
proses biologi yang sangat menakjubkan, yaitu pembentukan
keanekaragaman sel atau proses diferensiasi. Dalam proses ini terbentuk
sel dengan berbagai bentuk, sifat, dan fungsi sebagaimana telah dipapar-
kan di atas. Diferensiasi menunjukkan sangat pentingnya membuat dan
menghargai perbedaan sel. Apa jadinya jika tidak ada diferensiasi dalam
proses perkembangan embrio manusia? Manusia akan terdiri atas kumpu-
lan sel yang seragam sehingga tidak ada kulit, mata, tulang, darah, atau
lainnya. Tanpa diferensiasi, manusia mungkin hanya akan berupa gumpa-
lan daging atau lendir berbentuk bola. Saat bayi terlahir ke dunia, sang ibu
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 293
mutan yang agresif. Apa yang terjadi jika sel kulit memaksa masuk ke
dalam darah atau paru-paru, seperti yang terjadi pada kanker kulit yang
telah menyebar (metastasis)? Tentu saja ini akan menyebabkan individu
secara keseluruhan menjadi sakit atau mati, suatu keruntuhan pada seluruh
bangunan sosial multiseluler manusia. Sel kulit dijamin kebebasan eksisten-
si dan ekspresinya yang unik, yang berbeda dengan sel paru-paru dan sel
darah, tetapi dia tidak boleh memaksakan diri untuk berubah menjadi liar
dan menginvasi atau merugikan sel lain.
Demikian juga sebaliknya. Sel darah atau tulang tidak boleh memusuhi
atau menyingkirkan sel kulit karena adanya perbedaan. Bahkan, untuk
sel darah merah yang jumlah dan penampilannya paling dominan (merah),
tidak akan menyingkirkan sel darah putih yang sepintas tampak tidak
mengikuti persepsi umum untuk karakteristik “darah”. Ini semua untuk
menjaga keutuhan dan kebugaran “negara” multisel manusia. Kebebasan
dan toleransi tidak jelas apakah pada zaman Majapahit orang telah memaha-
mi makna penting dari aspek biologi manusia yang saat ini sedang giat
dipelajari melalui pendekatan Human Genome, Epigenome and Microbiome.
Yang jelas dan seharusnya jadi kebanggaan manusia Indonesia ialah bahwa
seorang Mpu Tantular yang hidup pada zaman tersebut telah mampu
meneropong konsep biologi yang sangat mendasar ini dan menorehkan-
nya dalam suatu frasa anggun: Bhinneka Tunggal Ika!
Frasa yang jadi semboyan negara Republik Indonesia ini dalam bahasa
Inggris sering diterjemahkan sebagai unity in diversity, yang dapat diarti-
kan keberagaman dalam kesatuan. Sejarah mencatat bahwa Nusantara
dengan Bhinneka Tunggal Ika ini pernah jadi negara besar yang dikagu-
mi, antara lain, karena kepiawaiannya mengelola masyarakatnya yang
beragam. Ternyata frasa tersebut bukan cuma syair indah dalam kakawin
Sutasoma, melainkan juga merupakan falsafah dasar semua kehidupan
multisel, termasuk manusia. Dari perspektif biologi, Bhinneka Tunggal
Ika sangatlah alamiah karena landasannya adalah sistem kehidupan itu
sendiri. Sel-sel kita telah memberi contoh sukses yang telah teruji sedikitnya
selama ratusan juta tahun: memberikan kebebasan dan toleransi terhadap
keragaman dan keunikan merupakan strategi penting untuk dapat sintas
(survive) dalam kehidupan bermasyarakat, seperti kehidupan sel dalam
makhluk multisel.
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Hak
MATERI Kewarga-
negaraan
dan Hak-hak
Beragama
Tanyakan!
Katakan!
Mainkan!
Catatan
298 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
3
MODUL LANJUTAN | MATERI 3 | Hak Kewarganegaraan dan Hak-hak Beragama 299
Hak
MATERI Kewarga-
negaraan
dan Hak-hak
Beragama
Pengantar
Materi ini berisi penjelasan tentang hak-hak warga negara dan serangka-
ian kewajiban negara terhadap warganya di Indonesia. Hak-hak tersebut
terutama bersumber dari konstitusi UUD RI 1945 dan sejumlah peraturan
perundang-undangan. Hak kewarganegaraan yang dimaksud di sini adalah
serangkaian hak yang melekat pada setiap warga negara Indonesia baik
yang disebutkan dalam UUD RI 1945 maupun berbagai aturan lainnya
antara lain: hak hidup, hak diperlakukan sama, hak kepastian hukum, hak
memperoleh penghidupan yang layak, hak kebebasan berekspresi, kebeba-
san beragama dll. Dalam materi ini akan difokuskan pada relasi antara
hak kewarganegaraan dengan hak beragama dan berkeyakinan. Juga akan
dijelaskan ragam bentuk diskriminasi bagi minoritas agama di Indonesia
dalam bidang layanan publik.
Materi ini berisi tiga kegiatan: 1) Menyikapi gambar kasus;
2) Permainan; 3) Ceramah dan tanya jawab.
Tujuan
1. Peserta memahami relasi hak kewarganegaraan dan hak KBB.
2. Peserta memahami ragam bentuk diskriminasi bagi minoritas agama
di Indonesia dalam bidang layanan publik.
300 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pokok Bahasan
1. Relasi hak kewarganegaraan dan hak KBB.
2. Apa saja bentuk-bentuk diskriminasi
3. Ragam diskriminasi dalam pelayanan publik.
Metode
1. Menyikapi gambar kasus
2. Permainan “Maju Mundur”
3. Ceramah dan tanya jawab
Waktu
110 menit
• Menyikapi gambar 30 menit
• Permainan “Maju Mundur” 20 menit
• Ceramah dan tanya jawab 60 menit
Alat-alat Bantu
1. Kumpulan gambar hak-hak kewarganegaraan dan hak-hak
beragama.
2. Kumpulan video pendek kasus tentang hak-hak kewarganegaraan
dan hak-hak beragama.
Langkah-langkah Fasilitasi
KEGIATAN
1 Menyikapi Gambar
HAK-HAK KEWARGANEGARAAN
NON HAK-HAK BERAGAMA HAK-HAK BERAGAMA
KEGIATAN
JAWABAN JAWABAN
PERNYATAAN
SESUAI TIDAK SESUAI
Saya adalah warga negara Indonesia Maju satu Mundur satu
langkah langkah
Saya adalah pemeluk dari salah satu agama: SDA SDA
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, (Sama dengan
Konghuchu. di atas)
Saya adalah penganut agama mayoritas SDA SDA
di daerah saya
Saya adalah pengikut mazhab/sekte/aliran SDA SDA
keagamaan mayoritas di daerah saya
Saya memiliki rumah ibadah dan tidak SDA SDA
pernah diganggu ketika melaksanakan ibadah.
Saya adalah laki-laki SDA SDA
Saya memiliki Kartu Tanda Penduduk SDA SDA
Kolom agama dalam KTP saya diisi SDA SDA
KEGIATAN
Hand Out:
1. Sit Aminah Tardi, “Skema Hak Kebebasan Beragama/Berkeyakinan”
2. “Layanan Publik dan Kaum Minoritas di Indonesia”
3. Hak Apa Yang Terlanggar?
306 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Diadopsi dari Panduan Untuk Pekerja HAM : Pemantauan dan Investigasi Hak Asasi Manusia.
308 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
1 Laporan investigasi Aliansi Sumut Bersatu serta penjelasan Veryanto Sitohang pada 30 Mei 2012.
2 Penjelasan Veryanto Sitohang pada 30 Mei 2012.
3 Lihat “Penutupan Gereja dan Wihara di Aceh Tindakan Subversif” dalam http://regional.kompas.
com/read/2012/10/24/16041587/Penutupan.Gereja.dan.Wihara.di.Aceh.Tindakan.Subversif
diakses 13 Juli 2014.
310 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
8 Laporan Tahunan Kebebasan Beragama / Berkeyakinan dan Intoleransi 2013 The Wahid
Institute, h. 109.
9 Lihat “Pemkab Tasikmalaya: Naik Haji Hanya untuk Umat Islam, Bukan Ahmadiyah” dalam
http://www.portalkbr.com/nusantara/jawabali/2806544_4262.html diakses 13 Juli 2014.
312 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
10 “Instrumen Penilaian Mandiri dalam Pelayanan Publik di Provinsi Daerah Instimewa Jogjakarta”,
(Jogjakarta: Centre for Policy Stidies Partnership for Governance Reform -Magister Administrasi
Publik UGM, 2008), h. 2.
314 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Ibadah di trotoar
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Model-model
MATERI Advokasi
Tanyakan!
Katakan!
Mainkan!
Catatan
320
4
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 321
Model-model
MATERI Advokasi
Pengantar
Materi ini berisi uraian dan diskusi tentang model-model pendampingan
atau advokasi khususnya terhadap minoritas agama di Indonesia. Advoka-
si yang dimaksud adalah yang ditujukan terutama untuk pemenuhan dan
pemulihan hak-hak beragama dari berbagai pembatasan dan pelanggaran
yang bertentangan dengan prinsip HAM dan hak kewarganegaraan. Setelah
itu, juga akan didiskusikan bagaimana model-model advokasi tersebut
dapat diterapkan dalam bentuk proyek sederhana membangun perdamaian
di wilayah peserta masing-masing.
Materi ini berisi empat kegiatan: 1) Menonton video sketsa;
2) Permainan negosiasi; 3) Diskusi dengan fasilitator; 4) Membuat proyek
perdamaian.
Tujuan
1. Peserta mengenal model-model advokasi.
2. Peserta mengenal hak-hak pemulihan korban.
3. Peserta mampu menyusun usulan proyek perdamaian sederhana.
Pokok Bahasan
1. Advokasi struktural, kultural
2. Hak-hak pemulihan korban
3. Peace Practice Project
Metode
1. Menonton video sketsa
2. Permainan peran / negosiasi
3. Ceramah dan tanya jawab
4. Praktik membuat proyek perdamaian
322 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Waktu
120 menit
• Menonton video sketsa 20 menit
• Permainan peran / negosiasi 40 menit
• Ceramah dan tanya jawab 40 menit
• Praktik membuat proyek perdamaian 30 menit
Alat-alat Bantu:
1. Lembar kasus
2. Contoh rencana proyek
Langkah-langkah Fasilitasi
KEGIATAN
KEGIATAN
2 Permainan Negosiasi
Variasi
Agar kegiatan atau permainan ini lebih menarik, masing-masing
kelompok diberi kesempatan untuk mengubah penampilan sesuai
dengan peran masing-masing anggota. Misalnya polisi menggunakan
pakaian yang sesuai. Mintalah mereka dengan kreativitas masing-
masing membuat pakaian atau aksesori yang sesuai menggunakan
bahan-bahan yang ada. Sediakan perlengkapan berupa kertas, lem,
gunting dan selotif. Pada saat permainan berlangsung fasilitator dapat
merekan tayangan dengan foto/rekaman video.
KEGIATAN
Ice Breaking:
Sebelum kegiatan berikutnya dilanjutkan. Mainkan ice breaking
berikut ini untuk mencairkan suasana:
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 325
KEGIATAN
PIHAK-
NAMA HASIL YANG KEMUNGKINAN RENCANA PIHAK
NO
PROYEK DIHARAPKAN HAMBATAN KEGIATAN YANG
TERLIBAT
Hand Out
1. Advokasi.
2. Hak Pemulihan Korban.
3. Lembar kasus.
328 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Advokasi
STRATEGI ADVOKASI
Advokasi yang dilakukan pekerja sosial dalam membantu orang miskin
sering kali sangat berkaitan dengan konsep manajemen sumber(resource
management) (DuBois dan Miley, 2005). Demi mempermudah pemahaman,
makalah ini memfokuskan strategi advokasi ke dalam tiga setting atau aras
(mikro, mezzo dan makro) dan mengkajinya dari empat aspek (tipe advoka-
si, sasaran/klien, peran pekerja sosial dan teknik utama) seperti yang
ditampilkan Tabel 1
SETTING
ASPEK
MIKRO MEZZO MAKRO
Tipe Advokasi Advokasi kasus Advokasi kelas Advokasi kelas
Sasaran/Klien Individu dan keluarga Kelompok formal dan Masyarakat lokal dan
organisasi nasional
Peran Pekerja Sosial Broker Mediator Aktivis
Analis kebijakan
Tehnik Utama Manajemen kasus (case Jejaring (networking) Aksi sosial
management) Analisis kebijakan
Aras Mikro
Pada aras mikro, peran utama pekerja sosial adalah sebagai broker (pialang)
sosial yang menghubungkan klien dengan sumber-sumber yang tersedia
di lingkungan sekitar. Sebagai pialang sosial, teknik utama yang dilakukan
pekerja sosial adalah manajemen kasus (case management) yang mengoor-
dinasikan berbagai pelayanan sosial yang disediakan oleh beragam penye-
dia. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan meliputi.
Aras Mezzo
Sebagai mediator, pekerja sosial mewakili dan mendampingi kelompok-
kelompok formal atau organisasi dalam mengidentifikasi masalah sosial
yang dihadapi bersama, merumuskan tujuan, mendiskusikan solusi-solusi
potensial, memobilisasi sumber, menerapkan, memonitor dan mengevalu-
asi rencana aksi. Teknik advokasi yang dilakukan adalah membangun
jejaring (networking) guna mengoordinasikan dan mengembangkan
pelayanan-pelayanan sosial, membangun koalisi dengan berbagai kelompok,
organisasi, lembaga bisnis dan industri serta tokoh-tokoh berpengaruh
dalam masyarakat yang memiliki kepentingan sama. Kegiatan yang dapat
dilakukan pekerja sosial sebagai mediator di antaranya mencakup:
Aras Makro
Peran pekerja sosial pada tataran makro adalah menjadi aktivis dan analis
kebijakan. Sebagai aktivis, pekerja sosial terlibat langsung dalam gerakan
perubahan dan aksi sosial bersama masyarakat. Meningkatkan kesadaran
publik terhadap masalah sosial dan ketidakadilan, memobilisasi sumber
untuk mengubah kondisi-kondisi yang buruk dan tidak adil, melakukan
lobi dan negosiasi agar tercapai perubahan di bidang hukum, termasuk
melakukan class action.
Peran analis kebijakan lebih bersifat tidak langsung dalam melakukan
reformasi sosial.
Pekerja sosial melakukan identifikasi masalah dan kebutuhan
masyarakat, mengevaluasi bagaimana respons pemerintah terhadap masalah,
mengajukan opsi-opsi kebijakan dan memantau penerapan kebijakan.
Analisis kebijakan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendeka-
tan prospektif, retrospektif dan integratif.
1. Pendekatan prospektif. Analisis dilakukan terhadap kondisi sosial
masyarakat sebelum kebijakan diterapkan. Mengajukan opsi
kebijakan baru terhadap pemerintah untuk merespons kondisi
atau masalah sosial yang dihadapi masyarakat, karena belum ada
kebijakan untuk itu.
2. Pendekatan retrospektif. Analisis dilakukan terhadap kebijakan
yang sudah ada, artinya menganalisis dampak-dampak yang
ditimbulkan akibat diterapkannya sebuah kebijakan. Misalnya,
setelah kebijakan SLT (saluran tunai langsung) diterapkan di
masyarakat, analisis dilakukan untuk mengetahui apakah SLT
mampu meningkatkan daya beli masyarakat, bagaimana penyalu-
rannya, apakah terjadi error of targeting : (a) error of inclusion: yang
‘kaya’ dan ‘tidak berhak’ turut menerima SLT; atau (b) error of
exclusion: yang miskin dan berhak malah tersisihkan dan tidak
menerima SLT.
3. Pendekatan integratif. Perpaduan dari kedua pendekatan di atas.
Analisis dilakukan baik sebelum maupun sesudah kebijakan
diterapkan.
PRINSIP-PRINSIP ADVOKASI
Sejak tujuan advokasi adalah melakukan perubahan, maka akan selalu ada
resistansi, oposisi dan konflik. Tidak ada faktor tunggal yang menjamin
keberhasilan advokasi.
332 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Sumber: Edi Suharto, Ph.D., “Filosofi dan Peran Advokasi dalam Mendukung Program Pember-
dayaan Masyarakat”. makalah Disampaikan pada Pelatihan Pemberdayaan Peran Pesantren Daarut
Tauhiid dalam Menangani Kemiskinan di Jawa Barat, Kerja sama Departemen Dakwah dan Sosial
dengan Dompet Peduli Ummat, Daarut Tauhiid Bandung, Aula Daarut Ilmu Daarut Tauhiid
Bandung, 17 Januari 2006. http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/DaarutTauhiidAd-
vokasi.pdf diakses 30 Juli 2015.
334 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
12 LANGKAH ADVOKASI
STRATEGI ADVOKASI
1 Theo Van Boven, “Mereka yang Menjadi Korban, Hak Korban atas Restitusi, Kompensasi, dan
Rehabilitasi”. Pengantar Buku ; Ifdhal Kasim hal. xxi-xxii, ELSAM, 2002.
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 337
Lembar Kasus
Sejak awal, misalnya pada tanggal 10 Maret 2008 Jemaat Gereja Kristen
Indonesia (GKI) Taman Yasmin telah melaporkan kasus ini ke Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia. Dan Komnas HAM mengirim surat tertang-
gal 7 April 2008 kepada Menteri Agama Republik Indonesia No. 592/K/
PMT/ IV/08 perihal Penolakan Pembekuan IMB Gereja Taman Yasmin.
Intinya KOMNAS HAM meminta klarifikasi dan perkembangan menge-
nai permasalahan ini kepada Menteri Agama dalam waktu tidak terlalu
lama (Cc: Menteri Dalam Negeri, Walikota Bogor, dan Kepala Dinas Tata
Kota dan Pertamanan Kota Bogor). Namun sampai saat ini belum ada
tindakan konkrit dari Pemerintah Pusat untuk menyelesaikan masalah ini.
Selain itu laporan juga dikirimkan ke Ombudsman Republik Indonesia.
Ombudsman Republik Indonesia telah mengirimkan surat sebanyak dua
kali dimana keduanya tidak ditanggapi oleh Pemkot Bogor Jemaat Gereja
Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin telah melakukan langkah-langkah
hukum untuk menyelesaikan persoalan penutupan gereja tersebut dengan
mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara sampai pada
Mahkamah Agung. Namun sebagaimana yang telah kami sebutkan di
atas, pemerintah Kota Bogor tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung
yang dikeluarkan tanggal 9 Desember 2010. Bahkan sebaliknya Wali Kota
Bogor mengeluarkan surat Keputusan tanggal 11 Maret 2011 yang justru
mencabut Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang telah dikeluarkan-
nya pada tahun 2006.
Perwakilan jemaat GKI dan Pemerintah Kota Bogor (diwakili Sekre-
taris Daerah Bogor, Bambang Gunawan) datang ke Mahkamah Agung
Republik Indonesia untuk meminta informasi tentang putusan Putusan
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 339
masjid, serta adanya isu pemalsuan yang dilakukan oleh Pengurus Masjid
ketika meminta tandatangan dukungan dari warga setempat. Penolakan
ini direspons oleh DPRD Kota Kupang yang kemudian meminta Waliko-
ta Kupang dihentikan sementara.
Permintaan DPRD Kota Kupang tersebut kemudian direspons oleh
Walikota Kupang dengan membentuk Tim Pencari Fakta, yang menyim-
pulkan bahwa seluruh proses perijinan pembangunan Masjid Nur Musafir
telah sesuai dengan prosedur, kecuali 2 hal: (a) Bahwa rekomendasi yang
diterbitkan oleh FKUB Kota Kupang ditandatangani secara sepihak oleh
Ketua FKUB, bukan merupakan hasil musyawarah dan mufakat Anggota
FKUB; dan (b) terdapat kejanggalan dalam proses permintaan tandatan-
gan yang dilakukan oleh Ketua Yayasan Nur Musafir (panitia pembangu-
nan) karena daftar dukungan diedarkan pada tahun 2008 sedangkan
kenyataannya surat pernyataan dukungan yang disahkan oleh Lurah Batuplat
tertulis bulan April 2010.
Sebagai langkah penanganan terhadap kasus ini, Komnas HAM telah
meminta Penjelasan Perkembangan Upaya Penyelesaian Permasalahan
Pembangunan Masjid Nur Musafir Batuplat. Walikota Kupang merespon
permintaan tersebut; yang pada intinya menjelaskan secara garis besar
kronologi peristiwa.
Komnas HAM juga meminta penjelasan dari Kepala Badan Kesbang-
pol Kota Kupang pada 2 Maret 2015. Pada intinya Kepala Kesbangpol
juga menyampaikan apa yang dijelaskan oleh Walikota Kupang, serta
menjelaskan bahwa Kesbangpol Kota Kupang sedang memfasilitasi upaya
penyelesaian dengan memberikan penjelasan kepada tokoh/warga yang
menolak pembangunan Masjid serta membantu pengumpulan tandatangan
dukungan dari warga bukan pengguna Masjid.
Selain Komnas HAM, pihak lainyang juga aktif mendampingi penye-
lesaian kasus ini adalah Kompak, salah satu organisasi berbasis masyarakat
di Kota Kupang. Kompak juga ikut meyakinkan Pemerintah Kota Kupang
untuk segera menyelesaikan persoalan Masjid Batuplat karena menurut
mereka semua persyaratan yang dibutuhkan dalam pendirian rumah ibadah
seperti: Jumlah jemaah lebih dari 90 orang, jumlah warga yang mendukung
lebih dari 60 orang, rekomendasi Kementrian Agama dan Rekomendasi
FKUB. Karena itu tidak ada lagi alasan bagi Pemerintah Kota Kupang
untuk tidak mengeluarkan ijin untuk Masjid Batuplat.
342 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Sumber: M Subhi Azhari, “Laporan Baseline Survey Penguatan Layanan Adminduk Bagi
Kelompok Rentan di Jawa Barat”, (Agustus 2013)
Sumber: M Subhi Azhari, “Laporan Baseline Survey Penguatan Layanan Adminduk Bagi
Kelompok Rentan di Jawa Barat”, (Agustus 2013)
348 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Pemantauan dan
MATERI Dokumentasi
Tanyakan!
Katakan!
Mainkan!
Catatan
350 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
5
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 351
Pemantauan dan
MATERI Dokumentasi
Pengantar
Pemantauan dan dokumentasi adalah satu aspek penting dalam advokasi
kasus-kasus hak-hak kewarganegaraan dan hak-hak beragama. Pemantauan
dan advokasi sangat dibutuhkan agar berbagai peristiwa pelanggaran dan
diskriminasi dapat dicatat secara lengkap, terorganisir dan sistematis.
Materi ini berisi teknik-teknik dasar dalam melakukan pemantauan
dan pendokumentasian peristiwa-peristiwa keagamaan di lingkungan
masing-masing dan alat-alat yang dibutuhkan dalam kedua aktifitas terse-
but. Peristiwa yang dimaksud baik berupa konflik, pelanggaran hak
beragama, maupun praktik-praktik baik hubungan antar agama yang
inspiratif.
Materi ini berisi tiga kegiatan: 1) Game “Mengumpulkan Serpihan
Kasus”; 2) Diskusi kelompok; 3) Ceramah dan tanya jawab.
Tujuan
1. Peserta mengetahui teknik-teknik mengumpulkan peristiwa keagamaan.
2. Peserta mampu menyusun kronologi peristiwa
3. Peserta semakin peka dalam mengenali konflik keagamaan.
Pokok Bahasan
1. Teknik mengumpulkan peristiwa keagamaan.
2. Teknik menyusun kronologi peristiwa keagamaan.
Metode
1. Game “Mengumpulkan Serpihan Kasus”
2. Diskusi kelompok
3. Ceramah dan tanya jawab.
352 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Waktu
120 menit
• Game “Mengumpulkan Serpihan Kasus” 30 menit
• Diskusi kelompok 45 menit
• Ceramah dan tanya jawab 45 menit
Alat-alat Bantu
1. Gunting
2. Lembar kasus
3. Lem
4. Kertas plano
Langkah-langkah Fasilitasi
KEGIATAN
Mengetahui
Ketua Umum
KH. Hassan Alaydrus
Ketua Dewan Syura
Dr. Umar Shahab, MA
KEGIATAN
2 Diskusi Kelompok
Ice Breaking
Sebelum kegiatan berikutnya dilanjutkan, mainkan ice breaking berikut
untuk mencairkan suasana:
“Apa Emosiku?”
• Atur peserta berdiri membentuk lingkaran
• Siapkan potongan kertas bertuliskan jenis emosi.
• Tunjuk secara acak salah satu peserta untuk maju ke tengah
lingkaran. Lalu minta dia mengambil satu potongan kertas.
Setelah itu dia harus memperagakan isinya.
• Tugas peserta lain adalah menebak apa emosi yang diperagakan
tersebut.
• Jika tebakan benar, mintalah peserta yang memperagakan menun-
juk peserta lain untuk memperagakan emosi berikutnya.
KEGIATAN
Bacaan Utama
1. Panduan Pemantauan : Tindak Pidana Penodaan Agama dan Ujaran
Kebencian atas Dasar Agama (ILRC, 2012).
2. Modul Pelatihan Monitoring Peradilan dalam Kasus Kebebasan
Beragama / Berkeyakinan (Jakarta: ELSAM, 2014).
Hand Out
1. Dasar-Dasar Melakukan Pemantauan
2. Mendokumentasikan Pelanggaran HAM
3. Instrumen Pemantauan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di
Indonesia
4. Contoh Kronologi Peristiwa
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 359
isi tuntutan, atribut yang digunakan, dan elemen-elemen aksi. Untuk itu
pemantau harus hadir lebih awal dari jadwal persidangan.
perdata, TUN (Tata Usaha Negara) maupun hak asasi manusia. Berikut
adalah materi/agenda persidangan untuk persidangan kasus pidana dan
hal-hal yang perlu dicatat:
Sumber: Pultoni, dkk. Panduan Pemantauan Tindak Pidana Penodaan Agama dan Ujaran Kebencian
atas Dasar Agama. Jakarta: ILRC, 78-82
370 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
INFORMASI PERISTIWA
Nama peristiwa
Lokasi peristiwa
Tanggal
Waktu
Deskripsi peristiwa
Dampak dari peristiwa
Dokumen terkait 1.
2.
3.
INFORMASI PELAKU DAN KORBAN
No Pelaku Tindakan Derajat keterlibatan Korban
1
2
3
HAK-HAK YANG DILANGGAR
No Instrumen Pasal Tentang
1.
2.
3.
INFORMASI PELENGKAP
1. Didokumentasikan
oleh
2. Pada
Form diadaptasi dari Uli Parulian Sihombing, Memaknai Kebebasan Beragama: Modul Pelatihan
Paralegal untuk Penganut Agama dan Penghayat Kepercayaan, Jakarta: ILRC, 2009, 76-78.
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 373
INDIKATOR
NO CAKUPAN KBB STRUKTUR / PROSES/ HASIL/PRAKTIK
REGULASI IMPLEMENTASI LAPANGAN
FORUM INTERNUM
1 Kebebasan Memeluk agama dan
keyakinan
2. Menjalankan agama atau
keyakinan secara Privat
2 Kebebasan Berpindah agama /
apostasy
3 Kebebasan berpikir (yang
danggap menyimpang dari
agama / heresy)
4 Bebas dari paksaan untuk
memeluk agama tertentu:
Tidak dipaksa melakukan hal
yang bertentangan dengan agama
atau keyakinannya
Tidak dipaksa untuk
mengungkapkan agama atau
keyakinannya
Tidak dipaksa secara tidak
langsung
Kalau ada pemaksaan Bagaimana
bentuk pemaksaan itu dilakukan?
Apakah ada paksaan secara
halus?
FORUM EKSTERNUM
5 Worship: assemble (berkumpul),
establish (pelembagaan), maintain
(melestarikan, mengembangkan,
syiar)
6 Ekspresi keagamaan:
Mendapatkan dan menggunakan
material untuk menjalankan
ritual dan tradisi (busana/simbol)
7 Proselitysme / syi’ar:
Menulis dan menyebarkan ajaran
agama
374 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
• Pada tanggal 5 September 2012, sekitar pukul 09.30 WIB, Isa Mahdi
dan Heru Wibowo (ketua dan sekretaris panitia karnaval) menyerah-
kan surat izin pelaksanaan Karnaval Hari Ulang Tahun (HUT)
kemerdekaan Republik Indonesia kepada Kapolsek Puger. Selain itu,
mereka juga menyerahkan surat izin kepada Koramil Puger dan Kepala
Desa Puger.
• Surat itu berisi permohonan Izin melaksanakan Karnaval HUT RI ke
68, “isi surat itu hanya meminta Izin mengadakan karnaval HUT RI
ke 68 kepada pihak kepolisian dan tidak meminta izin untuk melak-
sanakan pengajian” kata Isa Mahdi kepada tilikmedia.co (16/09/2012).
• Surat permohonan izin ini juga melampirkan susunan kepanitiaan dan
rute pelaksanaan karnaval.
• Ketika pihak kepolisian menerima surat izin tersebut, terlihat tidak
ada respons yang baik dari pihak kepolisian. Justru ketika di Polres
Jember, polisi terkesan melecehkan dengan bertanya sambil tertawa
kecil. Polisi menanyakan kenapa mengadakan karnaval peringatan
HUT RI ini, padahal sudah terlewat jauh. “Kenapa baru melaksanakan
karnaval ini, padahal kan 17 Agustus itu sudah lama,” ujar Habib Isa.
• Menanggapi pertanyaan Polisi di atas, Habib Isa menyatakan, kita ini
merasa sebagai bagian dari warga Indonesia, jadi sudah selayaknya
kami juga memperingati hari kemerdekaan negara kami. Selain itu,
pihak kecamatan tahun ini tidak mengadakan axara karnaval sebagai
bagian dari peringatan HUT RI. “Kami ini juga bagian dari warga
negara Indonesia, jadi kami tidak salah dong mengadakan acara
peringatan HUT RI dengan acara karnaval. Lagian pihak kecamatan
juga tidak mengadakan acara karnaval tahun ini,” ujar Habib Isa.
• Menurut Haji Hasan salah satu anggota Jamaah Pondok Pesantren
Darusolihin, alasan diadakan Karnaval Peringatan HUT RI adalah
untuk menyenangkan murid-murid atau santri-santri dan wali murid
Ponpes Darussholihin. Para wali murid sering bertanya mengapa Ponpes
tidak melaksanakan karnaval peringatan HUT RI tahun ini. “Kenapa
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 377
Ketika Kejadian
• Berdasarkan kesanggupan Kapolres mengumumkan larangan mengada-
kan karnaval sekitar pukul 08.00 WIB (10 September 2012) Habib Isa
menghubungi Kapolres . Habib Isa meminta kepada Kapolres untuk
segera datang ke Ponpes Darussolihin untuk mengumumkan pembat-
alan acara karnaval tersebut. “Sekitar jam delapan pagi saya menelepon
Kapolres Puger untuk mengumumkan pembatalan acara karnaval
tersebut,” ujar Habib Isa.
• Sejenak panitia merasa lega dan tenang, karena Kapolres menanggapi
dengan serius. Kapolres Puger dalam telepon menjawab akan segera
berangkat ke Pondok Darussolihin seketika itu. Habib Isa sebagai ketua
panitia diminta untuk mengumpulkan para peserta karnaval.
• Ironisnya, sampai sekitar pukul 11.30 Kapolres Puger tidak kunjung
tiba. Padahal menurut Habib Isa jarak kantor Polres Puger dengan
Ponpes Darussolihin hanya sekitar 15 menit. Habib Isa berkata, ‘sekitar
jam setengah dua belas, ternyata Kapolres tidak kunjung datang ke
Ponpes Darussolihin.”
• Akhirnya, Habib Isa memberanikan diri untuk menelepon Kapolres
Puger kembali. Ternyata telepon Habib Isa tidak direspons oleh Kapol-
res. Tanpa mengurangi rasa hormat Habib Isa, ia mengirimkan SMS
kepada Kapolres. Isi SMS Habib Isa adalah jika karnaval tetap terlak-
sana, panitia meminta pengamanan. Alasannya, para peserta Karnaval
tidak bersedia untuk membatalkan acara karnaval tersebut. Habib Isa
berkata, saya mengirimkan SMS kepada Kapolres untuk segera hadir,
karena peserta karnaval menolak membatalkan acara karnaval tersebut.
Dan saya meminta untuk segera mengirimkan anggota kepolisian untuk
mengamankan acara tersebut.” Jawaban Kapolres lewat SMS hanya
singkat. Ia menjawab “siap Bib”.
• Ternyata sekitar ratusan polis sudah ada di lapangan. Para Polisi terny-
ata tidak mengamankan acara karnaval, justru hendak menghalangi
karnaval agar tidak terlaksana. Sekitar 40 personil polisi berjaga di
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 379
Pasca Kejadian
• Betapapun panitia mendengar rumah mereka dan Ponpes Darussolihin,
mereka tetap melaksanakan acara karnaval. Mereka hanya ingin
melindungi anak-anak dan ibu-ibu peserta karnaval.
• Pak Hasan dan Pak Zainul sebagai koordinator lapangan, mereka
memerintahkan kepada para peserta untuk mengambil jalan pintas.
Mereka berharap para peserta karnaval segera sampai ke Ponpes
Darussalam. Pak Hasan berkata, ”demi keselamatan para peserta
karnaval, saya memutuskan untuk memerintahkan peserta karnaval
mengambil jalan pintas. Maksudnya agar mereka segera sampai di
Ponpes Darussalam.”
• Akhirnya, peserta karnaval sampai di Ponpes Darussalam dengan
selamat sekitar pukul 15.30 WIB. Sesampai di ponpes para peserta
menangis histeris, terutama anak-anak dan para ibu-ibu. Mereka tidak
kuasa melihat ponpes dalam keadaan hancur dan beberapa motor mereka
terbakar. Menurut Pak Hasan, sebagian dari mereka ada yang menjer-
it-jerit sambil menangis, karena melihat keadaan pondok dan motor
mereka.
• Sampai investigasi Tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya
dan Center for Marginalized Communities Studies (CMARs) Surabaya,
belum mendapat kepastian kerugian akibat serangan tersebut. Pihak
Polisi masih mencari keterangan akibat terjadinya penyerangan Ponpes
Darussolihin, terlebih lagi penyerangan dilakukan oleh orang yang
tidak dikenal.
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Kampanye
MATERI Kreatif
Tanyakan!
Katakan!
Mainkan!
Catatan
386 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
6
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 387
Kampanye
MATERI Kreatif
Pengantar
Kampanye kreatif adalah strategi atau model kampanye perdamaian serta
perlindungan hak-hak kewarganegaraan dan hak-hak beragama yang
dilakukan menggunakan berbagai media kreatif seperti kegiatan budaya,
memproduksi media kampanye seperti kaos, pin, poster, media sosial atau
media-media lain yang mudah dipahami dan tidak menyinggung perasaan
orang lain.
Materi ini berisi uraian dan diskusi tentang teknik membuat, menye-
barkan dan memanfaatkan kampanye kreatif dan cocok bagi anak muda.
Kampanye yang dimaksud dapat berbentuk media cetak maupun online
disesuaikan dengan kebutuhan.
Selain itu, materi ini juga berisi teknik-teknik berbagi dan menular-
kan pengetahuan kepada komunitas sebaya terutama dalam kampanye
perdamaian dan advokasi kasus-kasus pelanggaran dan diskriminasi berba-
sis beragama di lingkungan peserta masing-masing.
Materi ini berisi lima kegiatan: 1) Testimoni peserta; 2) Membuat
tulisan/gambar kreatif untuk kampanye; 3) Praktik membuat kampanye
media sosial; 4) Ceramah dan tanya jawab, dan; 5) Permainan “World Cafe”.
Tujuan
1. Peserta mampu membuat model kampanye kreatif
2. Peserta mampu membuat kampanye kreatif melalui media sosial
3. Peserta mengenal teknik berbagi pengetahuan di komunitas
388 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Pokok Bahasan
1. Kampanye Kreatif
2. Kampanye Sosial Media
3. Sharing Knowledge
Metode
1. Testimoni peserta
2. Praktik membuat kampanye media sosial
3. Ceramah dan tanya jawab
4. Permainan “World Cafe”
Waktu
155 menit
• Testimoni peserta 30 menit
• Praktik membuat kampanye media sosial 60 menit
• Ceramah dan tanya jawab 45 menit
• Permainan “World Cafe” 20 menit
Langkah-langkah fasilitasi
KEGIATAN
1 Testimoni Peserta
KEGIATAN
KEGIATAN
KEGIATAN
3. Tetapkan satu orang host cafe dan mintalah untuk membaca menu
(materi) yang telah disiapkan.
4. Mintalah peserta untuk menyebar ke setiap cafe 5-6 orang dengan
durasi kongko selama 15 menit. Setelah itu mintalah mereka
berpindah ke cafe lainnya dan kongko selama 15 menit. Begitu
seterusnya hingga semua cafe selesai dikunjungi.
5. Buatlah catatan selama proses dialog berlangsung dan bacakan
kepada peserta.
Ted talk
• Kumpulkan beberapa contoh video presentasi Ted Talk dan
tunjukkan kepada para peserta.
• Mintalah beberapa peserta secara bergantian menyampaikan
presentasi tentang kampanye kreatif dengan teknik Ted Talk.
• Setiap peserta cukup menyampaikan presentasi maksimal 3 menit.
• Mintalah kepada para peserta untuk memberi penilaian kepada
presenter dengan memberi tepuk tangan yang paling banyak
kepada yang paling menarik.
Bacaan Utama
1. Sherly Jessica, Deddi Duto Hartanto S.Sn., M.Si., Merry Sylvia S.Sn.,
Perancangan Kampanye Sosial ”Buku Sisa Kita”, Laporan Penelitian
pada Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan
Desain Universitas Kristen Petra Surabaya.
Hand Out
1. Kampanye Kreatif
2. Tips Trik Kampanye Sosial Media
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 393
Kampanye Kreatif
Model-model Kampanye
Model Ostegaard
Model ini dikembangkan oleh Leon Ostegaard, seorang teoretisi dan
praktisi kampanye dari Jerman (Klingemann, 2002). Ostegaard mencip-
takan model kampanye dari pengalaman hidupnya yang telah terlibat dalam
puluhan program kampanye perubahan sosial di negaranya. Model ini
dianggap paling pekat sentuhan ilmiahnya karena dilihat dari kata-kata
kunci yang digunakan di dalamnya seperti kuantifikasi, cause and effect
analysis, data, dan theoretical evidence.
Menurut Ostegaard, sebuah rancangan program kampanye untuk
perubahan sosial yang tidak didukung oleh temuan-temuan ilmiah tidak-
lah layak dilaksanakan. Alasannya karena program semacam itu tidak akan
menimbulkan efek apapun dalam menanggulangi masalah sosial yang
dihadapi. Sebuah program kampanye hendaknya selalu dimulai dari identi-
394 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
fikasi masalah secara jernih. Langkah ini disebut sebagai tahap prakam-
panye.
Jadi, langkah pertama yang harus dilakukan sumber kampanye
(campaign makers atau decision maker) adalah mengidentifikasi masalah
faktual yang dirasakan, contohnya: tingginya pengidap penyakit gondok
di sebuah desa, tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan raya,
rendahnya minat baca masyarakat, dan lain sebagainya.
Dari contoh identifikasi yang ada di atas lalu dicari hubungan sebab-
akibatnya (cause and effect relationship) dengan fakta-fakta yang ada, misalnya
tingginya pengidap penyakit gondok di sebuah desa dikarenakan rendahn-
ya konsumsi garam beryodium atau tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas
di jalan raya dikarenakan tingginya kecepatan pengemudi kendaraan di
jalan raya. Harus dipastikan bahwa analisis sebab akibat yang dilakukan
adalah benar, baik secara nalar maupun menurut temuan-temuan ilmiah,
misalnya bukti dari Menteri Perhubungan mengenai data kecepatan menge-
mudi di jalan raya. Maka pengurangan kecepatan mengemudi juga akan
mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas.
Bila analisis ini diyakini bahwa masalah tersebut dapat dikurangi
lewat pelaksanaan kampanye, maka kegiatan kampanye perlu dilaksanakan
dan dapat memasuki tahap kedua, yakni perancangan program kampanye.
Namun, ada beberapa kasus yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan
kampanye dan dirasa tidak perlu, maka kampanye tidak perlu dilakukan
karena hanya akan menghamburkan dana.
Tahap kedua adalah pengelolaan kampanye yang dimulai dari peran-
cangan, pelaksanaan hingga evaluasi. Dalam tahap ini diperlukan riset
untuk mengidentifikasi karakteristik khalayak sasaran untuk dapat
merumuskan pesan, aktor kampanye, saluran, hingga teknis pelaksanaan
kampanye yang sesuai. Riset Formatif dalam merancang program kampa-
nye, yang mulai populer pada tahun 1980-an, benar-benar mendapat tempat
dan diterapkan dalam model ini.
Pada tahap pengelolaan, seluruh isi program kampanye diarahkan
untuk membekali dan mempengaruhi aspek pengetahuan, sikap, dan
keterampilan khalayak sasaran. Ketiga hal ini akan memberi pengaruh
pada perubahan perilaku.
Tahap pengelolaan kampanye diakhiri dengan evaluasi tentang efektiv-
itas program yang dilaksanakan. Di sini akan dievaluasi apakah pesan-pesan
kampanye sampai pada khalayak atau tidak, apakah mereka dapat mengin-
gat pesan tersebut dan apakah mereka dapat menerima isi pesan tersebut.
Tahap terakhir model ini adalah tahap evaluasi pada penanggulangan
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 395
Pelangi sudah ada di beberapa desa di Flores yaitu Desa Roe, Desa Melo,
Desa Komodo, Desa Nampar Macing, dan lain-lain.
Contoh Kampanye
Islam Senyum
Rangkul Perbedaan
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 397
Untuk mengikuti kampanye ini, anda bisa mengikuti langkah di bawah ini:
Ambil foto diri atau foto orang lain yang sedang memegang kertas bertuliskan
#RangkulPerbedaan
Upload foto ke sosial media Twitter atau Instagram dengan menuliskan caption
#RangkulPerbedaan, dan mention akun Twitter @CINTAid_ atau Instagram @
cintaindonesiaofficial
Sumber:
http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/iklim_dan_energi/solusikami/kampanye/
http://portalkbr.com/07-2015/ini_suara_mereka_untuk__islamsenyum/73101.html
https://www.facebook.com/CINTAindonesiaofficial/
photos/a.383185978407799.85701.312671045459293/976969112362813/?type=1
https://indahpurnamasarikesmas.wordpress.com/2012/12/25/kampanye-perubahan-sosial/
www.iisd.org/gsi/sites/default/files/Rully%2520350.pptx+&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id
398 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Tip trik kampanye social media. Pemburu suara atau vote bukan hanya para
caleg dan capres tapi juga para peserta kompetisi berbasis vote atau butuh
supporter untuk hal khusus.
Social media saat ini telah menjadi media yang sangat efektif untuk
berkampanye dengan berbagai tujuan. Namun dari pengamatan saya, tidak
semua kampanye dilakukan dengan cara yang efektif, efisien dan terukur.
Dan Jangan PERNAH gunakan cara curang dalam menciptakan
VOTE mulai dari membuat akun palsu sampai menggunakan script vote.
Sekali Anda melakukan kecurangan maka resiko hukumannya bisa seumur
hidup tidak dipercaya di media sosial.
pula ketika Anda menarget voter adalah anak muda penggemar horor,
maka gunakanlah bahasa yang tepat.
dibedakan, karena orang-orang yang sudah masuk kategori tokoh ini ingin
memproteksi privacy dan koleganya dari hal-hal yang kurang tepat. Solus-
inya adalah lakukan pendekatan personal dengan tokoh-tokoh ini. Ribet?
tapi akan efektif dan menjaga hubungan jangka panjang. Daripada Anda
di-block seumur hidup.
Saat saya melakukan promosi game D’ jamal di social media, saya meman-
faatkan Bitly untuk mengukur pergerakan download, karena jika saya hanya
menyebarkan link, maka saya tidak tahu berapa kali installer game D’ jamal
(Dolanan Games) telah di-download, jam berapa, dari negara mana, dan
bagaimana orang lain menyebarkan link saya.
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 401
Sumber: http://www.adhicipta.com/tip-trik-kampanye-social-media/
403
404
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Rencana
MATERI Tindak Lanjut:
Membangun
Sistem Rujukan
Tanyakan!
Katakan!
Mainkan!
Catatan
406
7
MODUL LANJUTAN | MATERI 7 | Rencana Tindak Lanjut 407
Rencana
MATERI Tindak Lanjut:
Membangun
Sistem Rujukan
Pengantar
Materi ini akan berisi diskusi tentang rencana tindak lanjut dari pelatihan.
Bentuk dari rencana tindak lanjut ini adalah membangun sistem rujukan
penanganan diskriminasi hak-hak kewarganegaraan bagi kelompok minori-
tas. Sistem rujukan yang dimaksud di sini adalah model penanganan
pertama bagi korban diskriminasi atau pelanggaran hak-hak kewargane-
garaan dan hak beragama. Diskusi dilakukan oleh peserta pelatihan sendiri
untuk memperoleh kesepakatan mengenai proyek tindak lanjut, tujuan,
pembagian tugas, jangka waktu dan monitoring.
Tujuan
1. Peserta dapat menyusun rencana sistem rujukan baik secara individu
maupun berkelompok untuk menindaklanjuti hasil pelatihan.
Pokok Bahasan
1. Rencana dan agenda kegiatan yang berkaitan dengan membangun
model penanganan pertama bagi korban diskriminasi atau pelanggaran
hak-hak kewarganegaraan dan hak beragama.
2. Advokasi yang sesuai untuk mencegah dan mengatasi diskriminasi
berbasis agama.
Metode
1. Permainan “Pesan Lewat Punggung”
2. Diskusi Kelompok
3. Presentasi
408 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Waktu
70 menit
• Permainan “Pesan Lewat Punggung” 20 menit
• Diskusi Kelompok 30 menit
• Presentasi 20 menit
Alat-alat Bantu
1. Metaplan
2. Spidol kecil
3. Kertas A4
Langkah-langkah Fasilitasi
KEGIATAN
KEGIATAN
2 Diskusi Kelompok
Hand Out
1. Form Sistem Rujukan
2. Sumber Daya
3. Rencana Tindak Lanjut
410 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Apabila terjadi tindak diskriminasi atas dasar
agama, kemana korban mencari pertolongan
pertama?
Nama
Alamat
Kontak
Sumber Daya
Nama peserta
Nama kegiatan
Bentuk kegiatan
(gambaran aktivitas)
Aktor-aktor yang terlibat
Sasaran/target kegiatan
Anggaran kegiatan
Nama Kelompok
Nama kegiatan
Sasaran/target kegiatan
Anggaran kegiatan
Materi Waktu
Tujuan Kegiatan
Evaluasi
MATERI
Tanyakan!
Katakan!
Mainkan!
Catatan
416
8
MODUL LANJUTAN | MATERI 8 | Evaluasi 417
Evaluasi
MATERI
Pengantar
Materi ini berisi diskusi tentang pelatihan yang sudah dilaksanakan. Diskusi
ini mencakup manfaat yang dirasakan peserta, pembelajaran bagi penyeleng-
gara dan hal-hal yang perlu diperbaiki baik tentang teknis penyelenggaraan,
metodologi pelatihan maupun substansi materi.
Tujuan
1. Peserta memberikan umpan balik dan melakukan penilaian terhadap
keseluruhan jalannya proses belajar, alokasi waktu, bahan ajar, materi
yang disampaikan, dukungan fasilitator dan narasumber serta teknis
penyelenggaraan pelatihan
2. Mengetahui sejauh mana efektivitas dan manfaat pelatihan untuk
menjadi bahan masukan peningkatan dan penyempurnaan kegiatan
serupa
3. Mengetahui tingkat pemahaman peserta terhadap seluruh materi yang
disampaikan selama proses pelatihan
Pokok Bahasan
1. Materi pelatihan
2. Narasumber
3. Metode Penyampaian
4. Teknis penyelenggaraan pelatihan
418 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Metode
1. Mengisi Form Evaluasi dan Form Post test
2. Game “Balon Saya”.
Waktu
60 menit
• Mengisi Form Evaluasi dan Form Posttest 30 menit
• Game “Balon Saya” 30 menit
Alat-alat Bantu
1. Form evaluasi
2. Form posttest
3. Balon karet sebanyak peserta
4. Potongan tali rafia
Langkah-langkah Fasilitasi
KEGIATAN
KEGIATAN
Hand Out
1. Form Evaluasi
420 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Form Evaluasi
FORMULIR EVALUASI PESERTA
Kuesioner ini dipergunakan untuk perbaikan berkelanjutan. Mohon diisi dengan sungguh-sungguh.
PELAKSANAAN PELATIHAN 1 2 3 4 5
Tema pelatihan
Ketepatan waktu
Suasana
Kelengkapan materi
Layanan/sikap penyelenggara
Alat bantu
Nilai keseluruhan
FASILITATOR 1 1 2 3 4 5
Cara-cara fasilitasi
Penguasaan masalah
Mengembangkan potensi peserta
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan
PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan
MODUL LANJUTAN | MATERI 8 | Evaluasi 421
PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan
PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan
PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan
LAIN-LAIN 1 2 3 4 5
Makanan
Sound system
Layanan penginapan/akomodasi
Nilai keseluruhan
Komentar positif:
422 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
Saran pengembangan:
www.readyindonesia.com
@READY_INA READY – Respect & Dialogue