Anda di halaman 1dari 428

MODUL PELATIHAN

DASAR & LANJUTAN

Proyek ini didukung oleh respect and dialogue


hibah Uni Eropa
1
2

Modul Pelatihan Dasar & Lanjutan


Hak Asasi Manusia & Hak-Hak Kewarganegaraan

PENANGGUNG JAWAB
Alamsyah M. Dja’far

TIM PENYUSUN
M. Subhi Azhari (Koordinator)
Muhammad Hafiz
Nurun Nisa

VIDEO DAN KARIKATUR


Philip Triatna
Julie Tane

DESAIN DAN TATA LETAK


Ardi Yunanto

PENYELIA AKSARA
Mukhlisin

PENERBIT
The Wahid Institut Jakarta
Jalan Taman Amir Hamzah 8
Jakarta Pusat - 10320
Indonesia
Telepon: +62 21-3928233, 3145671
Faks: +62 21-3928250
[E] info@wahidinstitute.org
[W] www.wahidinstitute.org
[facebook] The WAHID Institute
[twitter] WAHIDinst

Cetakan Pertama, September 2015

Modul Pelatihan Dasar & Lanjutan


Hak Asasi Manusia & Hak-Hak Kewarganegaraan
Jakarta: the Wahid Institute
424 halaman + 17,6 x 25 cm
ISBN: 978-602-7891-02-9

Diterbitkan sebagai bagian dari program Ready (Respect and Dialogue)


atas dukungan Uni Eropa (Europian Union)

Respect and Dialogue (Ready) merupakan program penguatan hak-hak kewarganegaraan di


Jawa Barat. Dijalankan oleh lima organisasi: Humanist Institute for Cooperation with Develop-
ing Countries (HIVOS), the Wahid Institute Jakarta, Yayasan Paramadina Jakarta, Yayasan
Fahmina Cirebon, and Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Didukung oleh Uni Eropa
(Europian Union).
3
4 PENGANTAR PENERBIT
PENGANTAR PENERBIT 5

Pengantar Penerbit

Konstitusi menegaskan, setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban


serupa tanpa pembedaan berdasar etnis, kelas sosial, agama, dan keyakinan.
Prinsip yang dikenal sebagai prinsip nondiskriminasi, perlakuan adil dan
setara kepada warga negara, selalu ditegaskan dalam sejumlah peraturan
perundang-undangan di bawah UUD 1945.
Misalnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Admin-
istrasi Kependudukan (Adminduk). Pasal 2 poin b menegaskan, “setiap
penduduk mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dalam
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil”. Prinsip “pelayanan yang
sama” ini dengan demikian menegaskan bahwa aparat pemerintah tidak
boleh melakukan diskriminasi dalam pelayanan kepada warganya karena
perbedaan etnis, status sosial, maupun agama dan keyakinan.
Begitupun dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah. Peraturan yang dikeluarkan kepala daerah dan peratu-
ran daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, seperti
diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antargolongan,
dan gender (pasal 250 ayat 2).
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, aparatur sipil negara juga
harus mengedepankan prinsip nondiskriminasi ini. Kewajiban tersebut
diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (ASN) termaktub dalam pasal 2, penyelenggaraan kebijakan
dan manajemen ASN berdasarkan sejumlah asas, di antaranya profe-
sionalitas, netralitas, dan nondiskriminatif. Maksud adanya “asas nondis-
kriminatif ” adalah bahwa dalam penyelenggaraan, Manajemen ASN,
KASN tidak membedakan perlakuan berdasarkan jender, suku, agama,
ras, dan golongan. Mereka yang terbukti melanggar prinsip ini dapat
dikenakan sanksi.
Namun demikian, dalam praktiknya masih ada kasus-kasus diskrimi-
nasi yang dilakukan petugas dan pejabat dalam pelayanan khususnya
6 PENGANTAR PENERBIT

terhadap kelompok rentan seperti kelompok minoritas agama dan


keyakinan. Masih muncul kasus kelompok minoritas yang susah menda-
patkan e-KTP. Hasil sejumlah lembaga pemantau seperti The Wahid
Institute menunjukkan dalam empat tahun terakhir misalnya menempat-
kan Jawa Barat sebagai provinsi tertinggi terjadinya kasus-kasus pelang-
garan hak minoritas.
Selain karena produk hukum yang masih memiliki kelemahan dan
belum berpihak pada kelompok rentan, masih minimnya pengetahuan dan
kemampuan aparat juga menjadi tantangan tersendiri. Faktor lainnya
diakibatkan pula masih adanya sejumlah tantangan di level masyarakat.
Tindakan sejumlah kelompok intoleran yang menebar kebencian dan aksi-
aksi kekerasa fisik masih menjadi ancaman bagi pemenuhan hak-hak warga
negara khususnya bagi kelompok minoritas di sejumlah tempat.
Kelompok minoritas agama dan keyakinan ini, misalnya, mereka dari
sekte minoritas dalam agama tertentu atau mereka yang disesatkan oleh
kelompok masyarakat tertentu. Kelompok minoritas lain adalah komuni-
tas penghayat kepercayaan dan agama-agama lokal yang tidak terbilang
sedikit jumlah di Indonesia.
Harus segera ditegaskan di sini, pengertian minoritas ini bukan sekedar
soal kecilnya jumlah mereka, tetapi juga terkait dengan relasi kekuasaan
yang kecil dan rentan mengalami diskriminasi. Dari segi jumlah, etnis
Tionghoa cukup besar dibanding komunitas Dayak misalnya. Tetapi dari
segi kekuasaan politik dan sosial, etnis ini minoritas karena mengalami
pembatasan-pembatasan di masa Orde Baru. Dari sisi nasional, umat Islam
mayoritas. Tetapi di beberapa tempat seperti Bali dan Manado, mereka
minoritas.
Problem utama yang dialami korban dari kalangan minoritas mencakup
tiga aspek utama. Pertama, sikap dan perlakuan diskriminatif baik lisan,
tulisan, maupun tindakan. Kedua, pelanggaran terjadi tidak hanya dalam
perlakuan, tapi juga dalam regulasi di pusat maupun daerah. Ketiga, adanya
usaha membeda-bedakan dalam pelayanan terhadap kelompok yang satu
dengan yang lain, sehingga ada pihak yang diistimewakan dan ada yang
didiskriminasi.
Untuk mengatasi tantantangan di atas, upaya di level struktrutal seperti
membenahi regulasi dan kualitas aparat pemerintah tentu saja harus
dibarengi usaha dan inisiasi-inisiasi di level kultural. Perlu upaya strategis
untuk melahirkan generasi muda sebagai kekuatan strategis dalam mempro-
mosikan sekaligus mengadvokasi kasus-kasus diskriminasi. Generasi muda
terberdayakan ini akan berusaha menjahit kekuatan strategis di masyarakat
PENGANTAR PENERBIT 7

seperti tokoh agama dan masyarakat untuk bersama-sama menggaungkan


lebih keras lagi suara perjuangan memenuhi hak-hak warga negara,
khususnya bagi kelompok minoritas. Kaum muda ini harus menjadi duta-
duta perdamaian bagi setiap perjuangan mengatasi tindak diskriminasi.
Ini langkah strategis di tengah tantangan di mana kaum muda justru rentan
dan menjadi penyokong aksi-aksi intoleran.
Program ini dijalankan oleh hibah Uni Eropa. Untuk merespons
tantangan tersebut, lima lembaga mengembangkan program bersama yang
diberi nama Respect and Dialogue (Ready). Lima lembaga tersebut Human-
ist Institute for Cooperation with Developing Countries (HIVOS), The
Wahid Institute Jakarta, Yayasan Paramadina Jakarta, Yayasan Fahmina
Cirebon, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Program ini akan melibatkan kelompok muda dari kalangan minori-
tas, kelompok moderat dari pesantren, dan komunitas yang lebih luas,
termasuk tokoh masyarakat, pemimpin agama dan para pembuat kebijakan.
Program ini menargetkan 600 generasi muda di berbagai komunitas di
tiga wilayah sasaran, yaitu Cirebon, Sukabumi dan Tasikmalaya.
Modul ini diniatkan sebagai pegangan dalam pelatihan yang bakal
mencetak kader-kader muda dari kalangan moderat, minoritas, dan
kalangan umum dalam memperkuat hak-hak kewarganegaraan di Indone-
sia.
Penyusunan modul ini dilakukan dengan sejumlah rangkaian mulai
dari diskusi-diskusi awal dan diskusi kelompok terfokus. Diskusi kelompok
terfokus menghadirkan puluhan ahli. Dari psikologi remaja, aktivis lintas
iman, ahli media sosial, motivator, dan aktivis untuk isu-isu kemerdekaan
beragama/berkeyakinan.
Kami harus mengucapkan terima kasih yang tinggi untuk semua pihak
yang terlibat dalam penyusun modul ini. Kepada tim penyusun: M. Subhi
Azhari, Muhammad Hafiz, Nurun Nisa, Philip Triatna, Julie Tane, Ardi
Yunanto, dan Mukhlisin. Begitupun dengan teman-teman di jaringan
Ready.
Semoga modul ini berguna dan bermanfaat dalam setiap upaya
pemenuhan hak-hak kewarganegaraan di Indonesia, khususnya bagi kelom-
pok minoritas.

Amir Hamzah, Jakarta Pusat, 19 Agustus 2015


The Wahid Institute
8
9

DASAR
10
11

Daftar Isi

Pengantar Penerbit 5
Pendahuluan 13

1 Orientasi Pelatihan 24
MATERI

2 Pemuda Indonesia 36
3 Negara Bangsa 64
4 Konflik dan Perdamaian 152
5 Strategi Komunikasi 182
6 Rencana Tindak Lanjut 212
7 Evaluasi 220
12

Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam


hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Pasal 27 ayat 1 UUD 1945


MODUL DASAR | PENDAHULUAN 13

Pendahuluan

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang majemuk dengan keragaman etnis,
budaya, adat, bahasa dan agama yang tidak dapat dipisahkan. Kemajemu-
kan ini menjadi berkah bagi bangsa Indonesia, namun sering kali menjadi
petaka bagi kelompok-kelompok minoritas yang tidak banyak mendapat-
kan akses keadilan dan tidak diperlakukan setara. Secara khusus, dalam
beberapa tahun terakhir ini, tindakan diskriminasi, intoleransi dan
kekerasan, baik yang dilakukan oleh aktor negara ataupun nonnegara,
banyak menyasar kelompok-kelompok minoritas agama. Akibatnya, konflik
yang bernuansa agama pun menjadi perhatian banyak pihak, baik yang
terjadi antarumat beragama ataupun intraumat beragama.
Merujuk pada konstitusi Indonesia yang menjadi landasan normatif
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, seharusnya negara
menjamin hak setiap orang tanpa pembedaan atau diskriminasi. Setiap
orang setara di hadapan hukum, tanpa melihat latar belakang yang
dimilikinya; agama, kepercayaan, keyakinan, budaya, adat, etnis atau
bahasa. Semestinya pula, Negara menjalankan amanat konstitusi ini dengan
memastikan setiap orang dapat hidup secara damai, aman, dan bebas,
sesuai dengan keyakinan atau pilihannya itu.
Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan the Wahid Institute
menyebut, sepanjang tahun 2014 terjadi 158 peristiwa dengan 187 tinda-
kan. Dari jumlah tersebut, 80 peristiwa melibatkan 98 aktor negara;
sementara 78 peristiwa melibatkan 89 aktor nonnegara. Bentuknya rupa-
rupa seperti menghambat/melarang atau menyegel rumah ibadah, krimi-
nalisasi atas dasar agama, dan diskriminasi.
Dari sisi angka, jumlah ini memang turun sebanyak 40% dari tahun
2013. Sejak 2012, kenaikan pelanggaran sangat melambat dari tahun 2011
yang berjumlah 45%, menjadi 4%. Tahun 2013 turun 12%, dan turun lagi
ke 40 % pada 2014. Namun demikian ini tak berarti ada kemajuan berarti
14 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

dalam penyelesaian kasus-kasus sebelumnya. Hingga saat ini di tingkat


nasional masih ada peraturan perundang-undangan yang diskriminatif.
Korban pada umumnya kelompok minoritas. UU PNPS 1965, UU Nomor
24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan masih menggunakan
istilah “agama yang belum diakui”. Peraturan Bersama Menteri Nomor 9
dan Nomor 8 tahun 2006 yang mengatur Pendirian Rumah Ibadah juga
menjadi contohnya. Sementara itu, di tingkat lokal, ratusan perda
diskriminatif dan peraturan kepala daerah yang diskriminatif hingga saat
ini juga belum dicabut atau direvisi. Kajian Komnas Perempuan, misalnya,
mencatat 342 kebijakan diskriminatif lahir sepanjang 2013. Hasil kajian
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat terdapat
15 peraturan kepala daerah yang melarang aktivitas jemaah Ahmadiyah
Indonesia (JAI).
Fakta-fakta tersebut di atas menunjukkan betapa negara masih gagal
untuk memenuhi hak-hak warga negaranya. Hal ini sering kali terjadi
akibat ketidakmampuan negara meredam praktik intoleransi, diskrimi-
nasi, dan kekerasan yang terjadi di masyarakat, terutama dari kalangan
mayoritas kepada minoritas. Akibatnya pula, konflik keagamaan yang
terjadi justru diabaikan oleh pemerintah, bahkan pemerintah di tingkat
daerah, penegak hukum ataupun aparat keamanan lebih banyak berpihak
kepada mayoritas. Sementara minoritas, terus menerus menjadi korban
kekerasan, diskriminasi, dan intoleransi.
Menjawab permasalahan ini, penting kiranya membangun generasi
muda yang lebih menyadari tentang situasi dan lingkungannya dengan
menitikberatkan pada hak-hak warga negara dan hak asasi manusia.
Generasi bangsa yang toleran, sadar akan keragaman agama, budaya dan
etnis, memiliki kemampuan untuk berperan lebih dalam mengatasi konflik
dan kekerasan, menyebarkan nilai-nilai toleransi dan keberagaman,
merupakan sebuah tuntutan mendesak yang harus diciptakan untuk menja-
min keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia
yang toleran, damai, dan majemuk. Untuk itu pula, inisiasi perdamaian
yang hadir dari kaum muda harus menjadi perhatian bersama seluruh
pegiat perdamaian, pegiat HAM, dan pegiat keberagaman, di antaranya
adalah dengan mendorong terciptanya agen-agen perubahan dan perdama-
ian yang memiliki kemampuan dan kapasitas untuk berperan serta
membangun masyarakat yang damai dan toleran tersebut. Modul ini
merupakan langkah awal menuju cita-cita itu untuk Indonesia yang damai,
toleran, dan lebih baik.
MODUL DASAR | PENDAHULUAN 15

Tujuan Pelatihan
Umum: “Meningkatkan kapasitas generasi muda tentang hak asasi manusia
dan hak kewarganegaraan untuk bersama sama mendorong penyelesaian
kasus-kasus diskriminasi berbasis agama”.
Khusus:
1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman generasi muda tentang
hak asasi manusia (HAM) dan hak kewarganegaraan;
2. Membangun kepedulian dan sensitivitas generasi muda terhadap
pelanggaran hak kebebasan beragama dan intoleransi di  komuni-
tasnya dengan menggunakan perspektif HAM; 
3. Memiliki kemampuan untuk membangun dialog antar generasi;
4. Memiliki keterampilan melakukan pendokumentasian dan peman-
tauan pelanggaran diskriminasi agama.

Output
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu;
1. Mengenali potensi dirinya sendiri, posisi, dan perannya sebagai
generasi muda di komunitas sebaya, tingkat lokal, dan nasional;
2. Mengetahui proses terbentuknya Negara Indonesia sebagai negara
bangsa, dan sumbangsih kelompok minoritas dalam pembentukan
negara bangsa;
3. Mengetahui hak-haknya sebagai warga negara, hak-haknya dalam
konstitusi, dan konsep dasar hak asasi manusia;
4. Mengetahui pengertian konflik, sumber konflik, dan sifat konflik
dan mengidentifikasi potensi konflik, konflik dan pelanggaran
HAM;
5. Memiliki konsep perdamaian efektif;
6. Memiliki kemampuan pendokumentasian sederhana terhadap
potensi konflik, konflik dan pelanggaran HAM di wilayahnya;
7. Mengetahui etika dan kebebasan berpendapat dan berekspresi di
dunia maya.

Pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang dimiliki di atas


diharapkan akan mengarah pada perubahan prilaku pada diri peserta.
Perubahan yang dimaksud tidak hanya di tingkat individual tetapi juga
transformasi dalam tubuh organisasi asal peserta dan kemauan peserta
untuk bersama-sama mendorong penyelesaian kasus-kasus diskriminasi
agama.
16 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Kegunaan Modul
1. Pedoman bagi fasilitator dalam memandu sebuah pelatihan kaum
muda terkait dengan hak asasi manusia, kewarganegaraan, dan
keberagaman;
2. Rujukan bagi organisasi masyarakat sipil yang bergerak pada isu
keberagaman dan pluralisme untuk menyelenggarakan pelatihan
kaum muda;
3. Panduan bagi panitia penyelenggara pelatihan untuk mencapai
tujuan dan target pelatihan;
4. Rujukan bagi calon fasilitator, narasumber, atau stakeholder lain
yang perhatian terhadap isu-isu keberagaman, hak asasi manusia,
dan hak-hak kewarganegaraan.

Sasaran Modul
Modul ini ditujukan kepada generasi muda dari berbagai latar belakang
baik pengalaman, jenis kelamin, suku, agama, status sosial maupun tingkat
pendidikan.

Pengguna
Sementara pengguna dari modul ini adalah para fasilitator sebagai panduan
dalam pelatihan HAM dan kewarganegaraan bagi generasi muda. Sebagai
sebuah panduan, modul ini tidak harus diikuti secara kaku. Diperlukan
kreativitas atau inovasi fasilitator agar materi dapat hidup dan dengan
mudah bisa dipahami oleh peserta, tanpa kehilangan tujuan utama dari
materi yang disampaikan.

Peserta Pelatihan
Peserta pelatihan ini direkrut menggunakan dua metode yaitu pendaftaran
secara terbuka dan rekomendasi dari mitra lokal. Peserta yang direkrut
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Peserta adalah pemuda yang berasal dari komunitas keagamaan,
baik dari kalangan pesantren, nonpesantren dan kelompok minori-
tas agama/keyakinan;
2. Usia peserta antara 20 tahun – 25 tahun;
3. Pernah membaca, mengetahui secara sekilas tentang hak asasi
manusia, hak kewarganegaraan, dan dialog antaragama;
4. Pernah menjadi pengurus organisasi kepemudaan atau kepanitiaan,
baik dalam skala kecil (lokal), daerah, nasional atau internasional;
MODUL DASAR | PENDAHULUAN 17

5. Adanya afirmatif peserta perempuan, minimal 30% dari seluruh


jumlah peserta.

Fasilitator
Fasilitator pelatihan ini dibentuk dalam satu tim yang terdiri dari minimal
dua orang fasilitator, yang mengombinasikan antara fasilitator dari wilayah
tempat pelatihan dilaksanakan dengan fasilitator pelatihan HAM dan
kewarganegaraan lainnya. Fasilitator harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Memiliki pengalaman dan pengetahuan menjadi fasilitator anak
muda;
2. Menguasai pengetahuan khususnya HAM, kewarganegaraan, dan
hak kebebasan beragama;
3. Fasilitator mampu membangun kepercayaan antar peserta;
4. Mengetahui perkembangan atau isu terkini di kalangan anak muda
(gaul);
5. Tidak menggurui;
6. Rendah hati dan mau mendengar;
7. Komunikatif;
8. Bersikap menyenangkan;
9. Mampu membangun suasana pelatihan yang dibutuhkan.

Cara Penggunaan Modul


Sebagai panduan, buku ini dirancang untuk memberikan pengarahan dan
petunjuk bagi fasilitator dalam menjalankan sebuah pelatihan bagi kaum
muda tentang hak asasi manusia dan hak kewarganegaraan. Modul disesuai-
kan dengan kebutuhan pelatihan yang mengacu pada tujuan dan maksud
dari pelatihan itu sendiri, sehingga dengan menjalankan langkah-langkah
yang ditegaskan di dalam modul tersebut fasilitator diharapkan dapat
mengarahkan peserta pelatihan pada sasaran yang hendak dicapai.
Sebagaimana laiknya buku panduan, buku modul ini menjelaskan
tentang hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan oleh fasilitator sebelum
memulai sesi pelatihan. Di samping itu, dimuat pula tahapan-tahapan
proses pelatihan yang dapat dijadikan acuan bagi fasilitator dalam menjalan-
kan tugas dan fungsinya memandu pelatihan. Di samping itu, buku modul
ini juga menyertakan bahan bacaan bagi fasilitator dan handout yang menjadi
pegangan bagi peserta pelatihan.
Buku modul ini dibagi menjadi 7 (tujuh) materi utama: Orientasi
Pelatihan, Pemuda Indonesia, Negara Bangsa, Konflik dan Perdamaian,
18 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Strategi komunikasi, dan Rencana Tindak Lanjut & Evaluasi. Setiap materi
modul menjelaskan beberapa aspek, di antaranya adalah:

Judul Materi menunjukkan tanda awal memasuki materi


baru yang akan dijalankan. Bagian ini hanya dideskripsikan
pada bagian awal materi yang dipisahkan dalam bab.

Pengantar berisi penjelasan singkat tentang materi yang akan


diberikan kepada peserta, latar belakang, dan dasar pemikiran
serta pentingnya materi tersebut.

Tujuan menjelaskan tentang tujuan-tujuan yang hendak dicapai


dalam sesi materi yang akan dijalankan. Tujuan menjadi
pedoman bagi fasilitator dalam menjalankan tugas dan
fungsinya selama proses pelatihan, sehingga target utama dari
pelatihan dapat tercapai secara baik.

Pokok Bahasan tema-tema atau topik-topik yang penting


untuk dibahas di dalam sebuah sesi materi yang pada
dasarnya merupakan sarana untuk mencapai tujuan materi
secara umum. Dengan tema-tema tersebut diharapkan fasilita-
tor dapat memastikan peserta pelatihan menguasai dan
memahami secara baik tentang materi yang disampaikan.

Metode menjelaskan tentang tata cara atau metode yang dapat


digunakan oleh fasilitator dalam memandu pelatihan. Metode
ini bersifat fakultatif bila fasilitator telah memiliki sejumlah
bahan sendiri yang telah disiapkan. Metode yang disarankan
merupakan metode minimal yang dapat digunakan oleh
fasilitator untuk menjalankan pelatihan secara maksimal dan
baik.

Alat-alat Bantu berisi tentang jenis-jenis dan media alat


bantu yang dapat digunakan selama pelatihan atau dipersiapkan
oleh fasilitator sebelum pelatihan dilaksanakan. Alat-alat bantu
ini terkait dengan metode yang diambil oleh fasilitator, karena
setiap alat bantu menopang metode, dengan tetap mengacu
pada pokok bahasan materi pelatihan.
MODUL DASAR | PENDAHULUAN 19

Waktu menjelaskan tentang perkiraan alokasi waktu yang


dimiliki oleh fasilitator untuk memandu pelatihan. Ketepatan
waktu merupakan salah satu indikator penting berhasilnya
sebuah pelatihan, sehingga fasilitator dapat mempertimbang-
kan waktu yang telah tertera pada setiap materi modul. Lebih
dari itu, waktu terkait erat pula dengan metode yang dijelaskan
di dalam setiap tahapan fasilitasi. 

Tahapan Fasilitasi menguraikan tentang langkah-langkah


rinci yang dapat dilakukan oleh fasilitator ketika menjalankan
fungsi dan tugasnya di dalam pelatihan. Di dalam tahapan
fasilitasi ini mencakup beberapa hal, yaitu:

Kegiatan menggambarkan aktivitas yang akan dilaksanakan


di dalam setiap materi pelatihan. Misalnya, dalam suatu
materi pelatihan terdiri dari 3 (tiga) kegiatan utama yang di
dalamnya juga terkait dengan metode dan pokok bahasan
pelatihan.

Kotak Penjelas menjelaskan secara singkat tentang uraian


tema yang dapat dijadikan pedoman bagi fasilitator ketika
menerangkan suatu tahapan fasilitasi.

Lakukan! menjelaskan bahwa dalam tahapan tersebut fasil-


itator harus melakukan sesuatu, misalnya, membagikan kertas
metaplan kepada peserta.

Jelaskan! menerangkan bahwa fasilitator harus menjelaskan


apa yang tertera di dalam tahapan fasilitasi tersebut, misalnya,
menjelaskan pengertian suatu konsep atau menjelaskan tata
cara permainan.

Tanyakan! mengindikasikan bahwa fasilitator harus menan-


yakan kepada peserta tentang tahapan fasilitasi, misalnya,
apakah peserta telah memahami materi yang disampaikan atau
belum.
20 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Catatan merupakan hal-hal penting lainnya yang harus diper-


hatikan oleh fasilitator di dalam proses fasilitasi sebuah materi
pelatihan.

Bahan Bacaan menjelaskan sumber-sumber yang dapat


dijadikan rujukan bagi fasilitator sebelum memulai proses
fasilitasi pelatihan. Sumber bacaan ini terbagi menjadi dua,
yaitu sumber bacaan utama dan sumber bacaan tambahan.

Bahan Bacaan Utama menjelaskan sumber bacaan yang


dimasukkan ke dalam modul dan menjadi bagian dari modul,
sehingga fasilitator dapat merujuk pada sumber bacaan itu
secara langsung di dalam modul. Sumber bacaan ini harus
dikuasai oleh fasilitator sebelum memulai pelatihan.

Bahan Bacaan Tambahan menjelaskan sumber bacaan yang


tidak dimasukkan ke dalam modul namun hanya disebutkan
judul dan pengarangnya. Untuk menambah informasi dan
pengetahuan yang terkait dengan pokok bahasan pelatihan,
fasilitator dapat mencari sumber-sumber tersebut secara terpi-
sah, baik melalui perpustakaan-perpustakaan ataupun media
internet secara online.

Hand Out merupakan pegangan peserta pelatihan. Hand-out


berisi tentang materi-materi atau bahan-bahan yang harus
dirujuk peserta dan fasilitator dalam menjalankan aktivitas
pelatihan.

Narasumber
Narasumber pelatihan ini dipilih berdasarkan kriteria-kriteria sebagai
berikut:
1. Memiliki kompetensi terkait isu dan materi yang disampaikan;
2. Bersedia dan memiliki komitmen untuk menyesuaikan dengan
ketentuan yang diatur dalam modul;
3. Mempertimbangkan komposisi latar belakang narasumber dari sisi
akademisi dan praktisi.
MODUL DASAR | PENDAHULUAN 21

Metode
Pelatihan ini menerapkan konsep pendidikan orang dewasa, yang menekan-
kan agar para peserta belajar bersama dan memproduksi pengetahuan-
pengetahuan dari pengalaman mereka sendiri. Fasilitator dan peserta harus
memandang bahwa setiap peserta telah memiliki pengetahuan dan pengala-
man atau “tidak kosong” ketika mengikuti pelatihan. Pelatihan hanya
menjadi alat untuk mengonstruksi pengetahuan yang telah mereka miliki
dan berdialog dengan sesama peserta pelatihan yang lain. Metode penyam-
paian materi dalam pelatihan ini diupayakan dilaksanakan dengan metode-
metode yang menyenangkan.
Untuk itu, modul ini menggunakan pendekatan yang bersifat parti-
sipatif (participatory approach), pendekatan yang lebih berpusat pada parti-
sipasi aktif peserta sepanjang pelatihan. Dengan demikian, pertukaran
pemikiran, pengetahuan, dan pengalaman antarpeserta diharapkan dalam
terjadi selama pelatihan berlangsung.
Untuk beberapa materi yang dirasa penting disampaikan lebih
mendalam kepada peserta, pelatihan ini menggunakan bantuan narasum-
ber yang secara khusus menguasai materi yang dimaksud. Walaupun
demikian, narasumber juga diharapkan tetap mengacu pada pelatihan yang
partisipatif dengan lebih menggali pengalaman dan pengetahuan peserta
pelatihan.

Materi dan Isi


Secara garis besar, modul ini terdiri dari enam bagian, yaitu: Materi 1:
Orientasi Pelatihan, Materi 2: Pemuda Indonesia, Materi 3: Negara Bangsa,
Materi 4: Konflik dan Perdamaian, Materi 5: Strategi Komunikasi, dan
Materi 6: Rencana Tindak Lanjut.

Bahan Bacaan
Bahan-bahan belajar dalam bentuk hand-out dan bahan diskusi yang
dirangkum dari berbagai sumber, termasuk buku-buku dan naskah sejarah,
buku teks, presentasi narasumber, penelitian kepustakaan, data penelitian,
dan literatur online, dalam modul ini disediakan terpisah untuk peserta
dan fasilitator.
22 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

ORIENTASI
PELATIHAN

RENCANA PEMUDA
TINDAK LANJUT INDONESIA

STRATEGI NEGARA
KOMUNIKASI BANGSA

KONFLIK DAN
PERDAMAIAN

Jadual Pelatihan
WAKTU HARI PERTAMA HARI KEDUA HARI KETIGA
09.00 – 09.30 Pembukaan Review Hari I Review Hari II

09.30 – 10.30 Sesi 1 Orientasi Sesi 4 Konflik dan Materi 6 Tindak Lanjut
Pelatihan (90 menit) Perdamaian (120 menit) Pelatihan
10.30 – 10.45 Coffee break Coffee break Coffee break
10.45 – 11.15 Lanjutan Sesi 1 Lanjutan Sesi 4 Konflik Materi 7 Evaluasi
Orientasi Pelatihan dan Perdamaian Pelatihan (60 menit)
11.15 – 12.30 Sesi 2 Pemuda Sesi 5 Strategi Penutupan
Indonesia (120 menit) Komunikasi
(120 menit)
12.30 – 13.30 Istirahat/Makan siang
13.30 – 15.15 Lanjutan Sesi 2 Lanjutan Sesi 5
Pemuda Indonesia Strategi Komunikasi
15.15 – 15.30 Coffee break Coffee break
15.30 – 17.30 Sesi 3 Negara Bangsa Praktik Strategi
(120 menit) Komunikasi (60 menit)
17.45 – 19.30 Istirahat
19.30 – 21.00 Lanjutan Sesi 3 Negara Pemutaran Film
Bangsa
MODUL DASAR | PENDAHULUAN 23
24 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


1
MODUL DASAR | MATERI
MODUL DASAR1 | | PENDAHULUAN
Negara Bangsa 25

Orientasi
MATERI Pelatihan

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Catatan
26 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
1
MODUL DASAR | MATERI 1 | Negara Bangsa 27

Orientasi
MATERI Pelatihan

Pengantar
Orientasi pelatihan merupakan tahapan awal dari sebuah pelatihan. Bagian
ini lebih berfokus pada pengenalan awal bagi para peserta pelatihan, baik
terhadap pelatihan secara keseluruhan, kepada seluruh tim pelaksana
pelatihan, sesama peserta pelatihan, termasuk pula terhadap materi-materi
yang akan diterima oleh para peserta selama pelatihan berlangsung.
Sebagai awal dari semua proses pelatihan, fasilitator diharapkan dapat
memastikan semua aspek yang dianggap penting di dalam pelatihan dapat
tersampaikan kepada seluruh peserta. Informasi awal ini menjadi dasar
dan pedoman bagi peserta untuk mengikuti proses pelatihan hingga akhir
sesi. Semakin menarik pengantar yang dapat disampaikan kepada peserta,
peserta pelatihan akan semakin bersemangat untuk mengikuti pelatihan
hingga akhir.

Tujuan
1. Seluruh komponen yang terlibat dalam pelatihan mengenal satu sama
lain;
2. Terciptanya suasana keakraban dan saling percaya di antara peserta,
fasilitator, narasumber, dan panitia;
3. Peserta dan fasilitator saling memahami cara-cara yang dibutuhkan
untuk mencapai harapan dan menghindari kekhawatiran demi terwu-
judnya tujuan pelatihan secara umum;
4. Peserta dapat merumuskan tujuan dan harapan mengikuti pelatihan
dan diidentifikasi oleh fasilitator sebagai panduan selama proses pelati-
han;
5. Peserta menyepakati dan memahami jadwal dan tata tertib pelatihan.
28 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pokok Bahasan
1. Perkenalan di antara komponen pelatihan;
2. Membangun iklim belajar;
3. Harapan dan kekhawatiran;
4. Kontrak pembelajaran;
5. Mengetahui kemampuan peserta pelatihan melalui pre-test
assessment.

Metode
1. Sesi perkenalan: Permainan “melempar bola”;
2. Kontrak belajar: Curah pendapat dan kontrak belajar;
3. Tujuan dan maksud pelatihan: Pemaparan dan presentasi;
4. Pre-test: formulir pre-test mengukur kemampuan peserta
pelatihan.

Waktu
90 menit.

Alat-alat Bantu
1. Bola kecil atau kertas/benda lain yang dibentuk bundar;
2. Kertas metaplan;
3. Spidol besar dan kecil;
4. Daftar materi dan jadwal pelatihan;
5. Selotip kertas.

Langkah-langkah Fasilitasi

Fasilitator membuka sesi ini dengan menjelaskan secara


singkat aspek-aspek apa saja yang akan dibahas dalam
sesi pertama pelatihan, yaitu mencakup pengisian pre-test
pelatihan, sesi perkenalan, sesi kontrak belajar, dan sesi
tujuan dan maksud pelatihan.
MODUL DASAR | MATERI 1 | Negara Bangsa 29

KEGIATAN

1 Pre-Test

1. Fasilitator menjelaskan tentang maksud dari pre-test ini kepada


peserta pelatihan, yaitu untuk mengetahui kemampuan peserta
terkait dengan isu-isu atau tema-tema yang akan didiskusikan
pada pelatihan ini ke depan. Mintalah peserta untuk membuka
formulir pre-test dalam Buku Pegangan Peserta Handout 1.

2. Dibantu oleh panitia pelatihan fasilitator membagikan formulir


pre-test tersebut kepada seluruh peserta.

3. Fasilitator menjelaskan bagaimana cara mengisi formulir pre-test


tersebut sesuai dengan kemampuan dan pemahaman yang dimiliki
oleh peserta saat itu. Pre-test ini juga akan menjadi alat ukur
keberhasilan pelatihan.
4. Peserta diberikan waktu 5 menit mengisi pre-test dan dikumpul-
kan kembali kepada fasilitator setelah selesai diisi.
30 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

KEGIATAN

2 Perkenalan

Sesi perkenalan ini dilakukan melalui permainan lempar bola yang


dipandu oleh fasilitator. Berikut langkah-langkah fasilitasi perkena-
lan dengan menggunakan permainan ini:

1. Fasilitator mengajak peserta bermain, dengan menyiapkan bola


kecil yang disebut dengan “bola panas“ dengan tujuan untuk
memperkenalkan nama-nama mereka kepada peserta lain sekali-
gus pula untuk mengetahui nama-nama peserta yang lain.
2. Mintalah peserta berdiri melingkar dan menyebutkan namanya
masing-masing dengan jelas, sembari mengingatkan kepada
peserta bahwa mereka harus mengingat nama-nama peserta yang
lain.
3. Fasilitator akan melemparkan secara spontan “bola panas“ kepada
peserta.
4. Peserta yang terkena lemparan bola harus dengan cepat menye-
butkan:
• Nama;
• Asal;
• Tempat tanggal lahir;
• Agama atau keyakinan;
• Afiliasi;
• Aktivitas;
5. Pada permainan berikutnya, setiap peserta yang melempar bola
harus menyebut nama peserta yang akan menerima lemparan
bola. Peserta yang menerima lemparan bola juga harus menye-
butkan nama peserta yang melempar.
6. Ritme permainan dapat diatur oleh fasilitator dari lambat hingga
semakin cepat.
7. Jika dianggap cukup, ajaklah peserta merefleksikan makna
permainan tersebut.
MODUL DASAR | MATERI 1 | Negara Bangsa 31

ALTERNATIF METODE PERKENALAN

1. Mintalah peserta untuk berdiri berhadap-hadapan dalam dua


baris memanjang, dengan membawa kertas kosong dan pulpen.
2. Setelah semua peserta memiliki pasangan, perintahkan peserta
untuk mewawancarai satu sama lain dan menanyakan identitas
diri rekannya, mulai dari nama, asal, tempat dan tanggal lahir,
hobi, pendidikan, dan informasi dasar lainnya.
3. Alokasikan waktu 5 menit kepada peserta untuk mencatat setiap
informasi yang ia dapatkan.
4. Setelah itu, mintalah setiap peserta untuk menceritakan identi-
tas teman yang telah diwawancarainya.
5. Untuk memilih peserta, fasilitator dapat melempatkan bola kertas
ke satu orang peserta dan dilanjutkan kepada peserta yang lain,
dan seterusnya hingga semua peserta telah menyampaikan hasil
wawancaranya.
6. Alokasikan waktu 15 menit untuk menyampaikan hasil wawan-
cara tersebut. Jadi, total alokasi waktu untuk permainan perkena-
lan ini adalah 20 menit.

KEGIATAN

3 Kontrak Belajar

1. Fasilitator memulai sesi ini dengan uraian singkat tentang maksud


dan tujuan dari kontrak belajar.

MAKSUD DAN TUJUAN sebagai acuan dan pedoman bagi


setiap komponen pelatihan selama pelatihan ini berlangsung.
Setiap komponen pelatihan ini harus menaati semua hal yang
telah disepakati, sehingga peserta harus betul-betul memahami
semua isi dan aturan tersebut sebelum menyepakatinya.
32 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

2. Fasilitator menanyakan kepada peserta tentang aturan-aturan


apa saja yang harus dibuat selama pelatihan ini, seperti
toleransi waktu keterlambatan setelah sesi dimulai, hukuman
bagi peserta yang terlambat, larangan merokok di dalam ruangan,
sampai aturan-aturan ringan semua peserta harus selalu terse-
nyum selama pelatihan berlangsung.

3. Fasilitator menuliskan apa yang diusulkan oleh peserta di kertas


plano.
4. Setelah disepakati, aturan-aturan ini kemudian ditempelkan di
dinding oleh fasilitator dan menjadi pedoman bagi semua
komponen pelatihan.

Fasilitator dapat saja menyiapkan rancangan daftar tata tertib sebagai pemantik
saran dan masukan untuk peserta peserta. Namun, daftar ini tidak langsung
dibacakan kepada peserta, tetapi lebih menekankan pada keaktifan peserta.

KEGIATAN

4 Sesi Tujuan dan Maksud Pelatihan

1. Fasilitator menyiapkan tujuan-tujuan yang dikategorikan sesuai


dengan angka tujuan dan peserta dibagi pada kelompok-kelom-
pok tertentu sesuai dengan jumlah nomor tujuan.
2. Setiap nomor tujuan belajar dipecah lagi kata per kata oleh
fasilitator di kertas metaplan atau potongan kertas HVS kecil.
Kata-kata yang dipecah disesuaikan dengan jumlah kelompok
masing-masing agar seluruh kata yang dibagikan sesuai dengan
jumlah anggota kelompok.
MODUL DASAR | MATERI 1 | Negara Bangsa 33

3. Potongan kertas ini kemudian dibagikan ke masing-masing


kelompok sesuai dengan nomor tujuan pelatihan. Setelah dibagi-
kan, peserta harus membaca tulisan yang ada di dalam kertas
dan mengingatnya di dalam hati serta tidak boleh memberi tahu
anggota kelompoknya terlebih dahulu.

4. Jelaskan kepada peserta bahwa mereka diminta untuk menyusun


kata-kata yang dibagikan tersebut sehingga menjadi satu
kesatuan kalimat. Bukan kertas yang disusun, tetapi orang yang
memegang kertas itu yang harus berbaris sesuai dengan urutan
kata-kata yang telah diterima.

5. Setelah itu, katakan “MULAI!” sehingga para peserta langsung


memberitahukan kata yang dimilikinya kepada rekan sekelompok
dan kelompok mulai menyusun rangkaian kata tersebut menjadi
kalimat “Tujuan” pelatihan.
6. Penyusunan kata-kata ini dilakukan oleh peserta yang memegang
kertas, mulai dari peserta yang mendapatkan kata paling awal
berdiri di baris paling depan sampai kata paling akhir dipegang
oleh peserta yang berdiri di paling belakang. Secara berurutan,
peserta yang berdiri di satu garis akan menggambarkan satu
kalimat lengkap tentang tujuan pelatihan. Secara bergantian
kemudian para peserta membacakan kata yang didapatkannya
secara keras sehingga satu rangkaian kalimat utuh tentang tujuan
terungkap dari para peserta sendiri.
7. Setelah peserta membacakan masing-masing kalimat, dengan
tetap dalam posisi berdiri, fasilitator menjelaskan satu per satu
tujuan dari pelatihan. Namun sekiranya ada pemaparan yang
cukup panjang hendak disampaikan, peserta dapat dipersilakan
duduk di tempat masing-masing dan terlebih dahulu menempel-
kan kertas yang dimilikinya di dinding.
34 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Formulir Pre Test Pelatihan

ASPEK PENILAIAN KURANG CUKUP BAIK


Pemahaman tentang HAM
Hak-hak Kewarganegaraan
Pemahaman tentang
pelanggaran HAM
Pemahaman tentang Negara
Bangsa
Pemahaman tentang konflik
dan perdamaian
Pengetahuan tentang saluran
komunikasi efektif
Hak-hak sebagai warganegara
Konflik dan perdamaian
Komunikasi efektif
Pengetahuan merancang/
membuat kegiatan
Pendokumentasian kasus-
kasus pelangaran HAM
Kemampuan merancang
sebuah kegiatan

a. Apa potensi utama yang ada dalam diri kamu?


(boleh lebih 1 jawaban)
b. Apa yang bisa kamu lakukan agar berguna di daerahmu?
c. Apa saja hak-hakmu di dalam Konstitusi? Sebutkan 10 hak
yang kamu ketahui!
d. Apa yang kamu lakukan bila terjadi konflik sosial (kekerasan)
di masyarakat?
e. Apa yang kamu lakukan bila kelompok minoritas agama/keper-
cayaan di daerahmu menjadi korban kekerasan?
f. Sebutkan saran-sarana komunikasi yang kamu ketahui!
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 35
36 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


2
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 37

Pemuda
MATERI Indonesia

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Catatan
38 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

"Beri aku 1.000 orang tua,


niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya.
Beri aku 10 pemuda
niscaya akan kuguncangkan dunia”

— Soekarno
2
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 39

Pemuda
MATERI Indonesia

Pengantar
Materi ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta
tentang pentingnya peranan pemuda dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, secara lebih spesifik bagaimana pemuda dapat berperan serta
dalam membangun masyarakat yang toleran dan damai. Materi akan
mengajak peserta untuk mengenal diri mereka sendiri, lingkungan, dan
potensi yang ada di dalam dirinya serta mengidentifikasi peranan-
peranannya di tingkat lokal atau nasional yang dapat ditingkatkan. Dengan
peranan para peserta diharapkan kaum muda mampu berkontribusi
membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik, baik di tingkat lokal
atau nasional.

Tujuan
1. Peserta mengenali potensi dirinya sendiri.
2. Peserta mengenali posisinya di tingkat lokal dan nasional.
3. Peserta mengenali perannya di tingkat lokal dan nasional.

Pokok Bahasan
1. Identitas pemuda
2. Peran pemuda di tingkat lokal dan nasional

Metode
1. Mengisi alat test MBTI (Myer Briggs Type Indicator) atau HTP (House
Tree Person).
2. Menyaksikan video sketsa.
3. Menuliskan peran dalam konteks lokal dan nasional.
40 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Waktu
120 menit

Alat-alat Bantu
1. Alat bantu tes (MBTI);
2. Kertas HVS dan pencil/pulpen untuk menggambar HTP;
3. Kertas metaplan untuk menuliskan peranan pemuda .

Langkah-langkah Fasilitasi
Sesi ini dimulai dengan pengantar dari fasilitator yang menjelaskan
tentang tujuan dan maksud dari materi tersebut. Dalam pengantar
ini, fasilitator harus menyampaikan kaitan materi tersebut dengan
tujuan besar pelatihan ini.
Setelah pengantar, fasilitator dapat masuk ke dalam pembahasan
tes kepribadian peserta pelatihan, yang dapat dilakukan melalui dua
metode, yaitu Myer Briggs Type Indicator (MBTI) dan House Tree
Persons (HTP).

KEGIATAN

1 Tes Kepribadian Peserta Pelatihan

ALTERNATIF I Myer Briggs Type Indicator (MBTI)

1. Siapkan formulir MBTI yang telah digandakan dan bagikan


kepada seluruh peserta pelatihan.

2. Jelaskan terlebih dahulu secara singkat tentang tes BMTI terse-


but, tujuan, manfaat dan relevansinya dengan pelatihan,
termasuk pula bagi pengembangan kapasitas peserta pelatihan
setelah mereka kembali ke tempat masing-masing.
3. Sembari menunjukkan formulir kuesioner tes, fasilitator dapat
mengatakan: “Di dalam kuesioner ini terdapat 60 pasang pernyataan
dan untuk dapat mengetahui tipe kepribadian anda maka anda harus
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 41

Apa itu MBTI?

Test MBTI atau Myers Briggs Type Indicator, merupakan sebuah metode
pengukuran berbentuk kuesioner yang digunakan untuk membaca
kepribadian seseorang, khususnya untuk memahami bagaimana seseorang
menilai sesuatu dan membuat keputusan. Metode ini dikembangkan oleh
Katharine Cook Briggs dan putrinya Isabel Briggs Myers berdasarkan
teori kepribadian yang dikemukakan oleh Carl Gustav Jung dalam
bukunya Psychological Types (1921). Instrument tes yang mulai
dikembangkan pada masa Perang Dunia Ke-II ini pertama dipublikasikan
pada 1962. Tujuan awalnya adalah untuk membuat teori kepribadian C.G
Jung ini dapat diaplikasikan dalam penggunaan praktis dan lebih mudah
dimengerti, sehingga dapat membantu para pekerja untuk menemukan
pekerjaan yang paling cocok dengan diri mereka.
Berbagai tes kepribadian memang telah dikenal dan dikembangkan
selama beratus-ratus tahun lamanya. Meski demikian sampai hari ini
belum ada teori maupun alat tes yang benar-benar memiliki keakuratan
seratus persen dalam mengidentifikasikan tipe kepribadian manusia.
Hal ini tentu tidak lepas dari keterbatasan kemampuan manusia untuk
mampu memahami cara kerja otak sebagai sebuah ciptaan Sang Kuasa
yang ia ciptakan dengan begitu unik, sehingga menjadikan nyaris tidak
ada manusia yang benar-benar sama di muka bumi ini, atau mungkin
benar-benar tidak ada.

memilih salah satu pernyataan dari setiap pasang pernyataan di bawah


ini. Pengisian kuesioner ini disesuaikan kondisi atau keadaan yang
paling sesuai (dominan) dengan anda. Jawablah dengan sebaik dan
sebenar-benarnya”.
4. Fasilitator dapat memberikan contoh terlebih dahulu kepada
peserta pelatihan. Misalnya, fasilitator membacakan penyataan
pertama, yaitu:
• Pernyataan A: Spontan, fleksibel, tidak diikat waktu
• Pernyataan B: Terencana dan memiliki deadline jelas
5. Fasilitator dapat menunjukkan kuesioner tersebut kepada peserta
dan meminta peserta juga memperhatikan kuesioner yang telah
diterima.
42 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

6. Setelah menjelaskan cara pengisian, tanyakan kepada peserta


apakah penjelasannya sudah dapat dimengerti. Bila belum,
berikanlah peserta kesempatan untuk bertanya. Bila sudah
dimengerti, mintalah peserta untuk mengisi kuesioner tersebut
pada saat istirahat pelatihan, seperti di waktu istirahat makan
siang atau makan malam atau bahkan setelah sesi malam hari
sebelum tidur.
7. Mintalah peserta untuk mengumpulkan hasil tes ini pada esok
hari sebelum sesi pelatihan dimulai di pagi hari kepada fasilita-
tor atau panitia pelatihan.

8. Katakan kepada peserta bahwa hasil tes kepribadian ini akan


disampaikan pada sesi review hari berikutnya.

CARA MENGATASI
MASALAH IRIGASI
KAMPUNG
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 43

ALTERNATIF II
Tes Psikologi HTP (House Tree Person)

1. Jelaskan kepada peserta tentang tes HTP atau dikenal dengan


House Tree Person ini.

1. Bagikan kertas HVS kosong dan pensil (bila ada) kepada peserta
pelatihan.
2. Perintahkan peserta untuk menggambarkan apa yang mereka
kehendaki, yang mencakup di dalamnya komponen berikut:
• Rumah;
• Pohon;
• Orang.
3. Berikan waktu 15 menit kepada peserta untuk menggambar.
Setelah waktu habis, mintalah peserta untuk mengumpulkan
kembali hasil gambar yang sudah dibuat.
4. Tempelkan gambar-gambar tersebut di dinding ruang pelatihan
agar dapat dilihat oleh semua komponen pelatihan.

5. Jelaskan satu per satu atau sebagian gambar-gambar yang telah


dibuat oleh penulis, dengan mengacu pada karakteristik dan
penilaian gambar sebagaimana dijelaskan dalam bahan bacaan
fasilitator di bawah.

Gambar dibuat sedemikian baik dan bagus


sesuai dengan kemampuan dari setiap peserta.
Jangan lupa, fasilitator meminta pesaerta untuk
menuliskan nama mereka di setiap lembar kertas
HVS gambar. Peserta diberikan waktu 15 – 20
menit.
44 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

KEGIATAN

2 Menonton Film dan Diskusi

1. Fasilitator memulai kegiatan 2 ini dengan memaparkan maksud


dan tujuan dari sesi ini, yaitu untuk memaksimalkan peranan
pemuda Indonesia, baik di tingkat lokal atau nasional.

Fasilitator dapat pula menjelaskan bahwa pemuda saat ini lahir dalam situasi
yang serba tersedia dan instan, di antaranya dari sisi informasi yang melimpah,
sehingga dikenal dengan generasi milenial. Untuk itu, banjir informasi ini
harus dapat dimanfaatkan ke arah yang lebih positif dan bermanfaat bagi
pembangunan dan pengembangan bangsa itu sendiri, termasuk pula di
lingkungan yang paling kecil di masyarakat hingga di tingkat nasional.
Dalam situasi demikian, pemuda sering kali lalai dan abai dengan
situasi yang di sekitarnya, padahal pemuda memiliki peranan penting di dalam
masyarakat atau lingkungan. Untuk itu, ada banyak tantangan yang dihadapi
oleh masyarakat saat ini yang harus disikapi oleh pemuda, seperti maraknya
hate speech (ujaran kebencian) di dunia media sosial dan internet, radikalisme
yang mewujud dalam tindakan-tindakan anarkis, rentannya terdisinformasi
karena banyaknya informasi-informasi provokatif dan tidak mendasar, dan
lainnya.
Dalam pada itu, ada sejumlah pemuda yang secara mandiri dan maju
memimpin masyarakatnya untuk berbuat sesuatu yang positif bagi masyarakat,
seperti membangun taman bacaan bagi warga, mendorong dialog antar
kelompok dan masyarakat untuk mencegah konflik, membuat blog pribadi
tentang perdamaian dan kebhinekaan, membangun ucapan dan gagasan positif
melalui media sosial dan internet, dan sebagainya.

2. Selanjutnya, fasilitator mengajak peserta untuk menyaksikan


video sketsa.
3. Fasilitator menanyakan kepada peserta tentang kesan dan pesan
dari video sketsa tersebut.
4. Kemudian, fasilitator mengajak peserta bermainan permainan
ini:
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 45

ALTERNATIF I
Membaca Profil dan Diskusi

1. Bagikan kartu 10 Pemuda Berpengaruh kepada peserta,


termasuk pula 2 kartu yang belum terisi.
2. Mintalah peserta untuk membaca kartu-kartu tersebut secara
sendiri-sendiri.
3. Selanjutnya, mintalah peserta untuk mengisi kolom-kolom kosong
pada 2 kartu kosong sesuai cita-cita peserta dan nilai-nilai yang
diperjuangkan.
4. Mintalah peserta menempelkan hasil jawaban kertas profil di
papan tulis atau dinding ruangan pelatihan.
5. Setelah semuanya selesai, mintalah satu atau dua orang untuk
membacakan hasil jawaban tersebut.

KEGIATAN

3 Presentasi Narasumber

1. Fasilitator akan membagikan kertas metaplan dan spidol kepada


peserta dan meminta peserta menuliskan minimal 2 peranan atau
kiprah penting mereka di masyarakat, baik di tingkat lokal atau
nasional.
2. Fasilitator memberikan waktu kepada setiap peserta selama 5
menit untuk melakukan perintah tersebut dan dicantumkan nama
peserta di setiap kertas metaplan.
3. Setelah 5 menit berlalu, mintalah panitia mengumpulkan kembali
kertas tersebut dan ditempelkan di papan tulis.
4. Mintalah peserta menjelaskan satu per satu dari setiap peranan
yang telah diambil berikut pula manfaat atau hasil dari kiprah
mereka di masyarakat.
46 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

5. Fasilitator mengklasifikasikan kertas-kertas tersebut ke dalam


dua kategori besar, yaitu peranan di tingkat nasional dan peranan
di tingkat lokal.

6. Setelah tahapan ini, fasilitator mengenalkan narasumber yang


telah diundang untuk mengisi diskusi bersama peserta pelatihan.
7. Fasilitator membacakan curriculum vitae narasumber dan menje-
laskan materi yang akan disampaikan, yaitu: kisah perjalanan
hidup narasumber, aspek-aspek positif dari kehidupan narasum-
ber, inspirasi yang bisa diberikan kepada peserta, motivasi dan
dorongan bagi peserta pelatihan.
8. Fasilitator kemudian menyerahkan forum kepada narasumber
sekaligus pula mengingatkan alokasi waktu untuk presentasi dan
diskusi selama 50 menit.

Narasumber dipilih oleh penyelenggara pelatihan atau fasilitator


berdasarkan kriteria materi yang akan disampaikan, yaitu anak muda
yang dianggap sukses atau memiliki keberhasilan di bidangnya,
sehingga dapat memberikan inspirasi kepada peserta pelatihan.
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 47

Bahan Bacaan Utama


1. Test House Tree Person (HTP)

Bahan Bacaan Tambahan


Asep Effendi, Inspirasi Pemuda Indonesia: Gerakan Pemuda Indonesia Berani
Bermimpi (Jakarta: Book ZIP, tth).
Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran (Jakarta: LP3ES).
Ahmad Wahib, Pergolakan Pemikiran dalam Islam (Jakarta: LP3ES). Edisi
Digital diterbitkan oleh Abad Demokrasi. http://www.abad-demokra-
si.com/sites/default/f iles/ebook /Pergolakan%20Pemikiran%20
Islam%20ok_0.pdf
Keith Foulcher, Sumpah Pemuda (Makna dan Proses Penciptaan Simbol
Kebangsaan Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2008).
Aloysius Bram Widyanto, “Pemuda dalam Perubahan Sosial”, dapat diakses
dari https://www.usd.ac.id/lembaga/lppm/f1l3/Jurnal%20Historia%20
Vitae/vol24no2oktober2010/PEMUDA%20DALAM%20PERUBA-
HAN%20SOSIAL%20bram%20widyanto.pdf
John Maxwell, Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani
(Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2005).
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2005).

Handout
1. Hanta Yuda AR, “Pemuda dan Mimpi Indonesia”. Hanta Yuda AR,
“Pemuda dan Mimpi Indonesia”.
2. “Pemuda, Teruslah Jadi Agen Perubahan”, Koran Kompas, 21 Juni 2015.
3. Benny Setiawan, “Pemuda dan Radikalisme”, Tempo.co, 11 April 2015.
4. Sumpah Pemuda.
5. 10 Pemuda Berpengaruh.
48 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

TES HOUSE TREE PERSON

Pengertian
Tes House Tree Person (HTP) dikembangkan oleh John N. Buck pada tahun
1947 dan direvisi tahun 1948 dan 1949. Pada tahun 1992, tes ini kembali
direvisi Buck bersama Warren. Pada prinsipnya dikembangkan dari
Goodenough Scale yang berfungsi untuk mengukur fungsi/kematangan
intelektual Buck meyakini bahwa gambar rumah dan pohon juga dapat
memberikan informasi yang relevan mengenai kepribadian individu.
merupakan salah satu tes grafis yang berguna untuk melengkapi tes grafis
yang lain, yaitu mengetahui hubungan keluarga.
Tes HTP (House Tree Person) umumnya memiliki tujuan untuk
mengukur keseluruhan pribadi. Waktu yang dipergunakan dalam tes
psikologi HTP normalnya selama 10 menit.
Berikut beberapa alasan digunakannya tes HTP sama seperti tes DAP
dan BAUM, yaitu:
• Karena ketiga objek tersebut paling dikenal oleh orang;
• Hampir semua orang tak menentang diminta menggambar
House Tree Person;
• Dibandingkan dengan objek lain, objek yang lebih dapat
menstimulir verbalisasi yang sifatnya jujur dan bebas.

Prinsip Penyajian Tes


Ada 2 cara untuk melaksanakan tes HTP ini, yaitu:
• Semua peserta pelatihan diminta menggambar HTP dalam selem-
bar kertas.
• Peserta diminta menggambar HTP masing-masing dalam kertas
tersendiri.
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 49

Material Tes
1. Kertas HVS folio;
2. Pensil;
3. Meja yang permukaannya rata;
4. Penerangan yang cukup.

Waktu
Idealnya, tes psikologis ini dilaksanakan selama 10-20 menit.

Langkah Interpretasi
• Lebih menekankan pada keseluruhan gambar, yaitu sejauh mana tiga
obyek gambar (rumah, pohon dan orang) terlihat harmonis dan serasi;
• Prinsip umum interpretasi tidak lepas dari masing-masing gambar,
meliputi:
1. Kesan Umum
a) Proporsi gambar: apakah proporsional atau tidak?
b) Posisi: bagaimana letak masing-masing obyek gambar?
c) Komposisi: bagaimana ia menempatkan diri individu, apakah
menggunakan rasio atau tidak?
d) Penyelesaian: berhubungan dengan perhatian, penilaian, dan
penghargaan subjek terhadap apa yang disimbolkan dari
komponen yang diselesaikannya. Perhatikan hal yang paling
selesai! Bagian gambar yang tidak selesai adalah hal yang
dianggap tidak penting oleh subjek.
2. Gambar Rumah
a) Proporsi gambar: apakah proporsional atau tidak?
b) Posisi: bagaimana letak masing-masing obyek gambar?
c) Komposisi: bagaimana ia menempatkan diri individu, apakah
menggunakan rasio atau tidak?
d) Penyelesaian: berhubungan dengan perhatian, penilaian, dan
penghargaan subjek terhadap apa yang disimbolkan dari
komponen yang diselesaikannya. Perhatikan hal yang paling
selesai! Bagian gambar yang tidak selesai adalah hal yang
dianggap tidak penting oleh subjek.
Bagian-bagian Rumah
a) Atap: berasosiasi dengan super ego yang terdapat di dalam
keluarga serta hubungan sosialnya;
50 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

b) Dinding: merefleksikan karakteristik ego dalam kontak dengan


realitas;
c) Jendela dan pintu: berasosiasi dengan bentuk hubungan inter-
personal dengan lingkungan eksternal;
d) Jalan setapak: berasosiasi dengan akses untuk melakukan
kontak dalam hubungan interpersonal;
e) Pagar: berasosiasi dengan batas antara lingkungan eksternal
(sosial) dengan dunia internal yang dapat berupa aturan-aturan;
f) Penampakan rumah: berasosiasi dengan keseluruhan dan
fungsi ibu serta gambaran sikap hubungan interpersonal subjek.
3. Gambar Pohon
a) Menggambarkan interaksi kehidupan vitalitas/peranan hidup
individu yang bersangkutan dalam hubungan dengan kemam-
puan yang dimilikinya;
b) Merupakan simbol peran dari figur ayah.
4. Gambar Orang
a) Menggambarkan interaksi kehidupan vitalitas/peranan hidup
individu yang bersangkutan dalam hubungan dengan kemam-
puan yang dimilikinya;
b) Merupakan simbol peran dari figur ayah.
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 51

Pemuda dan Mimpi Indonesia


Hanta Yuda AR
Direktur Eksekutif Poltracking

Artikel ini saya tulis berawal dari diskusi ringan dengan seorang teman
yang bercerita tentang tetangganya di sebuah kota kecil di Jawa Barat yang
memiliki visi sederhana, tetapi agak ganjil, mengenai anak laki-lakinya
(seorang pemuda). Dia berencana menyekolahkan putranya hingga pendid-
ikan tinggi di kota tempat tinggalnya—ketimbang kuliah di kota besar—
sehingga bisa menghemat biaya. ”Penghematan” itu akan digunakan untuk
biaya suap masuk pegawai negeri sipil jika saatnya tiba.
Lalu saya menimpali, lebih parah lagi, tetangga saya di kampung telah
“menunaikan” visi ganjil itu, setelah menyekolahkan anak perempuannya
(seorang pemudi) hingga pendidikan sarjana di sebuah kota besar, lalu
masuk pegawai negeri dengan uang pelicin (suap) yang sudah disiapkan-
nya sejak lama. Jumlahnya lumayan fantastis. Setara dengan 60 bulan gaji
pegawai negeri golongan III-A. Itu artinya, dia butuh waktu kerja 5 tahun
untuk bisa kembali modal.
Apakah kedua fenomena ini ada korelasinya dengan maraknya korupsi
dan terungkapnya berbagai kasus mafia pajak dan mafia hukum
belakangan ini? Tentu banyak perspektif untuk membaca kedua
fenomena itu. Salah satunya, potret tentang semakin lunturnya visi dan
mimpi para generasi muda tentang Indonesia, di satu sisi; dan kian
pupusnya harapan sebagian warga untuk menikmati janji-janji kemerdekaan
Indonesia seperti terekam dalam Pembukaan UUD 1945, di sisi lain.
Tiga mimpi kolektif pemuda Indonesia dalam Sumpah Pemuda 1928—
berbangsa satu, bangsa Indonesia; bertumpah darah satu, tanah air Indone-
sia; serta berbahasa satu, bahasa Indonesia—tidak hanya mengandung
pesan persatuan, tetapi sejatinya juga tersirat pesan tentang keadilan dan
persamaan bagi semua, bahwa Indonesia untuk semua warga. Hal itu
ditegaskan 17 tahun kemudian dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai
janji-janji kemerdekaan, bahwa dua tujuan utama negara—mimpi kolektif
52 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

bangsa Indonesia—masalah memajukan kesejahteraan umum dan mencer-


daskan kehidupan bangsa.

Optimisme Kolektif
Fenomena ini tentu memunculkan pertanyaan penting bagi para pemuda
Indonesia: bagaimana peran dan fungsi pemuda Indonesia dalam menga-
wal perjalanan bangsa? Paling tidak, ada dua perspektif untuk menjawab
pertanyaan itu. Pertama, perspektif masa kini, berhubungan dengan posisi
strategis pemuda dalam mengawal perjalanan bangsa. Kedua, perspektif
masa depan, berkaitan dengan apa saja yang perlu dipersiapkan untuk masa
depan dalam menggapai mimpi individu setiap pemuda tentang dirinya
dan tentang Indonesia.
Wajah Indonesia memang sedang terkoyak persoalan korupsi, kemiski-
nan, pengangguran serta sejumlah tumpukan problem bangsa yang belum
kunjung membaik. Akses pendidikan, misalnya, masih menjadi barang
mewah bagi sebagian warga. Tetapi tetap saja semua itu bukan menjadi
alasan bagi para pemuda untuk berhenti dan terus pesimistis memandang
masa depan Indonesia. Karena itu, selain kritis, para pemuda Indonesia
harus tetap optimistis dalam melihat masa depan.
Bangsa ini sedang menanti bangkitnya anak-anak muda untuk mulai
membangun sebuah mimpi Indonesia masa depan. Membangun optimisme
kolektif bahwa suatu saat para anak muda akan mampu mewujudkan mimpi
Indonesia, dan menjadi terhormat di antara bangsa-bangsa lain di dunia.
Bahkan lebih dari itu, bangsa ini perlu bermimpi untuk suatu saat
memimpin dunia.
Mengawal perjalanan bangsa dengan membangun optimisme kolek-
tif itulah mestinya yang menjadi ruh perjuangan gerakan pemuda dan
mahasiswa hari-hari ini, sekaligus mengantisipasi gejala pesimisme massal
yang semakin mendera Indonesia. Pada ruang kosong inilah setiap pemuda
dan mahasiswa—gerakan pemuda dan mahasiswa—dituntut harus tetap
kritis dalam mengawal perjalanan bangsa, tetapi juga optimistis menatap
masa depan Indonesia. Itulah yang dimaksud dengan gerakan mahasiswa
dan gerakan kepemudaan yang inklusif dan integral: gerakan moral, gerakan
intelektual, sekaligus gerakan membangun optimisme kolektif bangsa.

Menyiapkan Masa Depan


Mewujudkan mimpi Indonesia yang lebih inklusif—mimpi bagi semua
warga negara—sejatinya perlu disiapkan sejak sekarang. Memang tak
mudah melakukannya, mungkin hasil utuh baru dirasakan 30-40 tahun
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 53

ke depan, atau paling tidak di usia seabad Republik Indonesia pada 2045
nanti semua akan terwujud.
Paling tidak ada tiga karakter dan kapasitas yang perlu dikapitalisasi
setiap generasi muda untuk memenangi “pertarungan” masa depan sekali-
gus dalam mewujudkan mimpi Indonesia. Pertama, diperlukan generasi
muda yang memiliki kualitas integritas yang tinggi. Pasalnya, Indonesia
di masa depan sangat membutuhkan anak muda yang berintegritas tinggi
serta memiliki mentalitas antikorupsi. Indikasi diperlukannya integritas
tinggi dan mentalitas antikorupsi ini terlihat dari problem korupsi yang
kian menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa. Inilah salah satu upaya
untuk memperbaiki wajah Indonesia di masa depan. Karena itu,
pemerintah dan institusi pendidikan perlu memfasilitasi terbangunnya
mentalitas antikorupsi di kalangan pemuda, pelajar, dan mahasiswa.
Kedua, kapasitas keahlian dan intelektual yang cukup mumpuni. Para
mahasiswa, misalnya, perlu mendalami studinya secara serius agar menjadi
spesialis keilmuan tertentu, yaitu memiliki spesialisasi dalam menguasai
suatu bidang pengetahuan secara mendalam sesuai dengan bidang
studinya masing-masing. Para pemuda perlu memiliki skill tertentu untuk
bersaing di dunia kerja. Indonesia di masa depan jelas memerlukan
generasi muda yang profesional dan menguasai ilmu pengetahuan secara
“mendalam” untuk memenangi kompetisi sekaligus mewujudkan mimpi
Indonesia. Karena itu, negara wajib menyediakan akses dan fasilitas
pendidikan yang murah dan terjangkau.
Ketiga, karakter kepemimpinan yang peduli dan profesional. Karak-
ter ini tidak bisa didapatkan di dalam ruang-ruang kelas. Kepemimpinan
didapatkan dari pengalaman aktivitas keorganisasian, baik di kampus
maupun di lingkungan masyarakat. Di situlah para pemuda dan mahasiswa
ditempa untuk menyelesaikan berbagai konflik dan persoalan, diasah
kemampuan manajerialnya, dan dilatih untuk peduli dan memahami
lingkungan serta masyarakatnya. Di sini pula, kepekaan sosial dan kekriti-
san sering kali tumbuh. Justru para pemuda dan mahasiswa yang memiliki
karakter kepemimpinan inilah yang di masa depan diperlukan untuk
menggerakkan masyarakat dalam meraih kesuksesan kolektif sekaligus
menggapai kegemilangan Indonesia.
Akhirnya, pada momentum 72 tahun Sumpah Pemuda ini, setiap
pemuda Indonesia perlu membuat visi diri serta memproyeksikan mimpi
individunya pada 10, 20, bahkan 30 tahun ke depan untuk Indonesia, akan
memiliki peran dan posisi apa dan di mana di tengah-tengah masyarakat
dalam menyongsong masa depan Indonesia. Pada posisi itulah potensi
54 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

terbesar bagi setiap pemuda untuk mewujudkan mimpi tentang Indonesia


sekaligus melunasi mimpi “Sumpah Pemuda” dan “janji-janji kemerdekaan
Indonesia” yang mulia dan inklusif itu.

Sumber: Koran Tempo, 28 Oktober 2010


MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 55

Pemuda, Teruslah Jadi Agen Perubahan


Frans Pati Herin

Pemuda kreatif, terampil, tangguh, dan mandiri itu tidak sempat meraya-
kan momentum kebangkitan pemuda Indonesia pada Hari Kebangkitan
Nasional, 20 Mei lalu. Ia meninggal dua hari sebelumnya. Dialah Subhan
(28), peserta program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan
asal Aceh. Almarhum ditugaskan di Provinsi Maluku sejak September
2013. Subhan meninggal karena sakit dalam masa tugasnya sebagai
penggerak perubahan di pedesaan.
Semula mereka yang bertugas di Maluku sebanyak 31 orang, berasal
dari sejumlah provinsi. Namun, dalam perjalanan, tiga orang mengundur-
kan diri. Pemuda penggerak perubahan itu akan mengakhiri tugas di
Maluku pada Agustus 2015 atau dua tahun setelah penempatan.
Subhan bertugas di Kelurahan Nisaniwe, Kecamatan Nusaniwe, Kota
Ambon. Zamran, warga setempat, menuturkan, mendiang adalah pemuda
kreatif dan serba bisa. Selama bertugas, ia membantu industri rumah
tangga miliknya dalam usaha pengolahan hasil laut menjadi aneka
penganan. Ia terampil membuat bakso ikan, nugget ikan, dan abon ikan.
Subhan pun cepat memahami penjelasan Zamran tentang cara pembua-
tan penganan itu. Ia kini mampu menghasilkan olahan lebih bervariasi
dan ikut menjual. Selama membantu Zamran, ia tak pernah menuntut
bayaran. “Kalau saya kasih uang pun, dia tidak terima. Uang itu kami pakai
untuk makan sama-sama di rumah,” kenang Zamran.
Zamran mengaku kaget mendengar Subhan dan teman-temannya
belum mendapatkan uang saku selama hampir lima bulan, terhitung sejak
Januari hingga Mei 2015. Hal itu baru diketahui Zamran setelah Subhan
meninggal pada 18 Mei.
Di mata Zamran, putra Aceh yang sempat tertimbun reruntuhan
akibat tsunami tahun 2004 di Aceh itu adalah pemuda yang pantas dicon-
toh. Subhan, pemuda kelahiran 10 November 1987 itu, pantang menyerah
dengan keadaan.
56 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pandu Cahya Nugraha, teman satu kamar Subhan, beberapa saat lalu
menuturkan, setelah nasib mereka mulai terkatung-katung akibat keter-
lambatan pembayaran uang saku, Subhan biasa bangun lebih pagi dan
mencari pekerjaan sampingan. “Saat saya bangun, dia sudah jalan. Saya
tidak tahu dia kerja di mana dan kerja apa,” kata Pandu, perwakilan pemuda
dari Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menurut Pandu, alasan Subhan mencari pekerjaan sampingan adalah
demi menyambung hidup di Maluku, yang harga barang kebutuhan
tergolong tinggi. Berbeda dengan teman lain, ia tidak pernah meminjam,
apalagi meminta uang kepada orang lain. Ia tidak mau membebani teman-
nya.
Kendati demikian, fisiknya tidak bisa dipaksa bekerja ekstra. Setiap
hari ia wajib mengonsumsi obat pengencer darah. Itu setelah ia menjalani
operasi paru-paru oleh dokter asal Jerman yang bertugas di Aceh pasca
tsunami. Ia menderita penyakit paru-paru akibat tertimpa reruntuhan saat
tsunami.
Ely Ermawati, perwakilan dari DKI Jakarta, menuturkan, Subhan
tidak bisa membeli obat pengencer darah karena kehabisan uang. Itu
disampaikan Subhan beberapa saat sebelum meninggal. Penyakit paru-paru
itu dibantah Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda
dan Olahraga (Kemenpora) Sakhyan Asmara serta Kepala Dinas Pemuda
dan Olahraga (Dispora) Aceh Iskandar Zulkarnaen yang datang ke Redaksi
Kompas (24/5).

Setia
Kendati dalam kondisi yang serba terbatas, mereka setia menjalankan tugas
sebagai penggerak di setiap desa binaan melalui berbagai kegiatan pember-
dayaan ekonomi ataupun pendidikan. Warga merasakan dampak positif
dari kehadiran mereka seperti yang dialami Zamran.
Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan merupakan
program unggulan Kemenpora yang mulai dirintis pada 1989. Hingga
2012, program itu sudah menempatkan 16.567 sarjana di sejumlah wilayah.
Pada 2013, sebanyak 1.000 sarjana ditempatkan di 500 desa, 205 kecama-
tan, 66 kabupaten/kota yang terbagi dalam 5 zona. Maluku masuk zona
2.
Hendra Simatupang, perwakilan dari Sumatera Utara, menolak diang-
gap cengeng hanya karena mengeluh atas keterlambatan uang saku. Pasalnya,
uang itu merupakan hak mereka dan pemerintah wajib membayar. Jangan
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 57

sampai kekisruhan itu membuat apa yang sudah mereka lakukan selama
ini menjadi tidak berarti di mata pemerintah setempat.
Memang keterlambatan mulai terjadi sejak awal, tetapi tidak separah
kali ini. Keterlambatan bermula dari perubahan sistem pembayaran. Terhi-
tung sejak Januari 2015, pembayaran uang saku tidak lagi ditransfer ke
rekening tiap peserta, tetapi melalui Dispora Provinsi Maluku. Besarnya
uang saku lebih kurang Rp 3,9 juta per orang per bulan.
Kepala Dispora Provinsi Maluku Semuel Huwae mengatakan,
keterlambatan pengesahan daftar isian perencanaan anggaran (DIPA) oleh
pemerintah pusat serta perubahan struktur di provinsi menyebabkan
keterlambatan itu.
“Selain itu, banyak data peserta yang masih harus diperbaiki, seperti
kesalahan penulisan nama sehingga tidak terekam dalam sistem pembayaran.
Ini murni kesalahan administrasi.”
Seharusnya, persoalan administrasi tidak bisa dijadikan alasan untuk
mengesahkan keterlambatan. Sungguh disesalkan keterlambatan itu telah
membuat pemuda penggerak perubahan di pedesaan telantar dan tidak
bisa memenuhi kebutuhan dasar, termasuk kesehatan, seperti yang dialami
Subhan.
Setelah menjadi pergunjingan nasional, memang ada reaksi cepat dari
Kemenpora dan Kadispora Maluku. Namun bagaimanapun, persoalan ini
harus menjadi pelajaran berharga. Ayo pemuda Indonesia, teruslah menjadi
penggerak perubahan.

Sumber: Kompas, 21 Juni 2015


58 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pemuda dan Radikalisme


Benni Setiawan
Dosen di Universitas Negeri Yogyakarta

Survei Setara Institute baru-baru ini menyebut satu dari 14 siswa di Jakarta
dan Bandung setuju atas keberadaan Islamic State (IS). Sebelumnya, riset
MAARIF Institute pada 2011 tentang pemetaan problem radikalisme di
SMU negeri di empat daerah (Pandeglang, Cianjur, Yogyakarta, dan Solo),
yang mengambil data dari 50 sekolah, mengonfirmasi fenomena tersebut.
Menurut riset ini, sekolah menjadi ruang yang terbuka bagi disemi-
nasi paham apa saja. Karena pihak sekolah terlalu terbuka, kelompok
radikalisme keagamaan memanfaatkan ruang terbuka ini untuk masuk
secara aktif mengampanyekan pahamnya dan memperluas jaringannya.
Kelompok-kelompok keagamaan yang masuk mulai dari yang ekstrem
menghujat terhadap negara dan ajakan untuk mendirikan negara Islam,
hingga kelompok Islamis yang ingin memperjuangkan penegakan syariat
Islam (Jurnal Maarif, Vol. 8. No. 1, Juli 2013).
Temuan tersebut cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, bangsa Indone-
sia yang majemuk dan hidup dalam naungan Pancasila dan UUD 1945
menyisakan persoalan pelik seperti itu. Persoalan tersebut sudah saatnya
menjadi agenda pemuda Indonesia. Mereka harus segera menyingsingkan
lengan baju dan mencurahkan segala kekuatannya untuk berkontribusi
secara nyata dalam mengurai persoalan radikalisme.
Dalam hal tersebut, pemuda Indonesia dapat meniru apa yang telah
diusahakan Tedi Kholiludin (Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama,
Semarang) dan Rony Chandra Kristanto (rohaniwan di Gereja Isa Almasih
Pringgading, Semarang).
Guna menekan radikalisme, mereka menyelenggarakan “Live in Pondok
Damai”. Dalam acara tahunan yang digelar sejak 2007 itu, para peserta
melakukan dialog lintas agama secara lebih terbuka, santai, dan sesuai
dengan realitas yang ada. Basis kegiatan Pondok Damai adalah testimoni
dari para peserta tentang pengalamannya, baik yang menyenangkan maupun
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 59

yang tidak mengenakkan, ketika berhubungan dengan penganut agama


lain.
Berbeda dengan kegiatan dialog lintas agama yang biasanya cenderung
satu arah - narasumber yang berbicara dan peserta menjadi pendengar - di
komunitas Pondok Damai, semua peserta aktif terlibat dan berinteraksi.
Misalnya, tiap sesi acara dipastikan yang duduk di kanan dan kirinya
adalah teman yang berbeda keyakinan. Selain itu, ada sesi berkunjung ke
rumah-rumah ibadah dan mondok (live in) di berbagai komunitas keaga-
maan.
Apa yang dirintis Tedi dan Rony merupakan inisiatif anak muda
Indonesia yang unik, cerdas, dan genuine. Mereka tergugah melakukan
perubahan melalui kegiatan-kegiatan kecil yang mampu menginisiasi
adanya dialog antarumat beragama yang lebih santun, damai, dan membumi.
Kegiatan ini tentunya dapat mencegah dan mengurai persoalan radika-
lisme di Indonesia. Pasalnya, radikalisme bukan hanya masalah bagi umat
muslim (Islam), tapi juga bagi agama Kristen dan Yahudi, sebagaimana
yang pernah diutarakan Karen Armstrong dalam A History of God.
Selain kegiatan itu, peran serta Muhammadiyah dan NU melalui
sayap pemuda dalam kegiatan ngeblog bersama—yang menawarkan gagasan
berdimensi kemanusiaan, keislaman, dan keindonesiaan—efektif untuk
mencegah radikalisme. Lebih dari itu, cara ini lebih terhormat daripada
harus memberedel media daring sebagaimana yang dilakukan Kemente-
rian Komunikasi dan Informatika baru-baru ini. * 

Sumber: Tempo.co, 11 April 2015


http://www.tempo.co/read/kolom/2015/04/11/2049/Pemuda-dan-Radikalisme
60 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

SOEMPAH PEMOEDA

Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE
BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA

Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE
BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA

Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG
BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA

Djakarta, 28 Oktober 1928 

Teks Soempah Pemoeda dibacakan pada waktu Kongres Pemoeda yang


diadakan di Waltervreden (sekarang Jakarta) pada tanggal 27 - 28 Oktober
1928 1928.

Panitia Kongres Pemoeda terdiri dari:

Ketua: SoegondoDjojopoespito (PPPI)


WakilKetua: R.M. DjokoMarsaid (Jong Java)
Sekretaris: Mohammad Jamin (Jong Sumateranen Bond)
Bendahara: Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I: Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II: R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
Pembantu III: Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV: Johanes Leimena (yong Ambon)
Pembantu V: Rochjani Soe’oed (Pemoeda Kaoem Betawi)
MODUL DASAR | MATERI 2 | Pemuda Indonesia 61

Peserta:
Abdul MuthalibSangadji Soekmono
Purnama Wulan Joesoepadi
Abdul Rachman Soekowati (Volksraad)
Raden Soeharto Jos Masdani
Abu Hanifah Soemanang
Raden Soekamso Kadir
Adnan KapauGani Soemarto
Ramelan Karto Menggolo
Amir (Dienaren van Indie) Soenario (PAPI & INPO)
Saerun (Keng Po) Kasman Singodimedjo
Anta Permana Soerjadi
Sahardjo Koentjoro Poerbopranoto
Anwari Soewadji Prawirohardjo
Sarbini Martakusuma
Arnold Manonutu Soewirjo
Sarmidi Mangunsarkoro MasmoenRasid
Assaat Soeworo
Sartono Mohammad Ali Hanafiah
Bahder Djohan Suhara
S.M. Kartosoewirjo Mohammad Nazif
Dali Sujono (Volksraad)
Setiawan Mohammad Roem
Darsa Sulaeman
Sigit (Indonesische Studieclub) Mohammad Tabrani
Dien Pantouw Suwarni
Siti Sundari Mohammad Tamzil
Djuanda Tjahija
Sjahpuddin Latif Muhidin (Pasundan)
Dr.Pijper Van der Plaas (Pemerintah Belanda)
Sjahrial (Adviseurvoorinlandsch Zaken) Mukarno
Emma Puradiredja Wilopo
Soejono Djoenoed Poeponegoro Muwardi
Halim Wage Rudolf Soepratman
R.M. Djoko Marsaid Nona Tumbel
Hamami
Soekamto
Jo Tumbuhan
62 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Sebelum pembacaan teks Soempah Pemoeda di perdengarkan lagu “Indonesia Raya” gubahan
W.R. Soepratman dengan gesekan biolanya.
Teks Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 bertempat di Jalan
Kramat Raya nomor 106 Jakarta Pusat sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda, pada waktu
itu adalah milik dari seorang Tionghoa yang bernama Sie Kong Liong.
Golongan Timur Asing Tionghoa yang turut hadir sebagai peninjau
Kongres Pemuda pada waktu pembacaan teks Sumpah Pemuda ada 4 (empat) orang yaitu:
• KweeThiam Hong
• Oey Kay Siang
• John LauwTjoanHok
• TjioDjienkwie

Sumber rujukan: http://sumpahpemuda.org/


MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 63
64 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


3
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 65

Negara
MATERI Bangsa

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Catatan
66 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

“Indonesia merdeka tidak ada gunanya


bagi kita, apabila kita tidak sanggup untuk
mempergunakannya memenuhi cita-cita
rakyat kita: hidup bahagia dan makmur dalam
pengertian jasmani maupun rohani.”

— Mohammad Hatta
3
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 67

Negara
MATERI Bangsa

Pengantar
Setelah mendalami tentang peranan pemuda, peserta pelatihan diharapkan
mampu untuk menyadari pentingnya peranan pemuda dalam pembangu-
nan bangsa dan negara. Negara bangsa menjadi komponen yang tidak
dapat dipisahkan dalam sejarah umat manusia dewasa ini, sehingga
keberadaannya relatif mustahil untuk ditolak.
Dalam situasi demikian, ketika terdapat ancaman sendi-sendi kebang-
saan itu mulai terancam, di antaranya adalah ancaman radikalisme,
perpecahan atau konflik sosial di masyarakat, sikap intoleransi, atau
pemahaman-pemahaman transnasional yang masuk memengaruhi kehidu-
pan masyarakat Indonesia secara umum dan mengarah pada penghilangan
penghormatan terhadap negara bangsa, materi ini menjadi penting untuk
disampaikan kepada peserta pelatihan ini. Harapannya, materi dapat
meningkatkan kesadaran peserta terhadap negara bangsa dan urgensinya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.
Saat ini, ketika Indonesia diberkati dengan iklim demokrasi dan
kebebasan serta runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, situasi
keberagaman dan kebhinekaan justru seakan di bawah ancaman. Tidak
sedikit praktik intoleransi, diskriminasi bahkan kekerasan fisik yang
menimpa kelompok minoritas agama, termasuk pula hak-hak kelompok
penghayat kepercayaan yang selama ini selalu dikesampingkan. Padahal,
melihat sejarah bangsa Indonesia, bangsa ini tidak dibangun oleh satu
kelompok saja, tetapi dari pelbagai elemen masyarakat, kelompok etnis,
agama, budaya, hingga bahasa. Dengan demikian, melanjutkan perjuangan
para pendiri bangsa ini, sudah seharusnya keragaman dan kebhinekaan
tersebut dipertahankan dan dilanjutkan demi berdirinya Indonesia yang
beradab dan makmur.
68 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Tujuan
1. Peserta memahami konsep Negara Bangsa Indonesia dan
bagaimana kelompok agama berperan dalam pembentukannya;
2. Peserta mengetahui proses terbentuknya negara dan sumbangsih
kelompok minoritas dalam pembentukan negara bangsa;
3. Peserta mengetahui hak-haknya sebagai warga negara;
4. Peserta mengetahui jaminan hak-haknya dalam konstitusi;
5. Peserta memahami arti hak asasi manusia, prinsip-prinsip hak
asasi manusia, pengertian pelanggaran hukum, pelanggaran
HAM, aktor pelanggar HAM, dan relasi antarnegara dan warga
negara dalam pelanggaran hukum/ HAM.

Pokok Bahasan
1. Indonesia sebagai negara bangsa;
2. Hak-hak kewarganegaraan;
3. Hak-hak konstitusional dan konsep dasar HAM.

Metode
1. Diskusi;
2. Curah pendapat;
3. Permainan;
4. Ceramah narasumber;
5. Pemutaran film;
6. Kerja kelompok;

Waktu
230 menit

Alat-alat Bantu
• Kertas plano
• Spidol
• LCD/proyektor
• 40 hak Konstitusional
• Laptop
• DVD Player
• Film
• “Kenali Hak-hak Kita” Omah Munir. Dapat diakses
https://www.youtube.com/watch?v=CcgBdXSjQIk
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 69

• Pembentukan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia


(DUHAM) tahun 1948;
• “Kiri Hijau, Kanan Merah” produksi Watchdoc
Documentary Maker dan KASUM. Dapat diakses
ht t p s: //w w w.yout ub e .com /w atc h? v= a 3Yiq8 _
G1U4&list=PL-w5a1i1wco_32i3wSVKeHmxjsG5UY
snX&index=1

Langkah-langkah Fasilitasi

KEGIATAN

1 Diskusi dan Curah Pendapat

1. Fasilitator menjelaskan maksud dan tujuan materi ini: memberi-


kan pemahaman kepada peserta tentang konsep negara bangsa
dan kaitannya dengan Negara Republik Indonesia; memahami
hak-hak konstitusional warga negara; serta memahami lebih lanjut
prinsip-prinsip kewarganegaraan dan HAM.

2. Fasilitator meminta peserta berdiskusi dengan peserta di


sampingnya selama 5 menit tentang apa yang mereka ketahui
tentang negara-bangsa.
3. Fasilitator meminta peserta untuk kembali ke posisi semula dan
mengungkapkan hasil diskusi masing-masing. Diskusi dilakukan
selama 30 menit.
4. Dibantu panitia, fasilitator menyiapkan kertas plano atau papan
tulis dan menulis istilah-istilah atau poin-poin kunci apa yang
dinyatakan peserta.
5. Alokasi waktu untuk kegiatan 1 adalah 35 menit.
70 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

6. Usai peserta menyampaikan hasil diskusi, fasilitator menjelaskan


dan menambahkan kata-kata kunci dan pengertian apa itu negara
bangsa.

Negara-bangsa ialah satu konsep dan bentuk kenegaraan yang


memperoleh pengesahan politiknya dengan menjadi sebuah entitas
berdaulat sebagai sebuah unit wilayah yang berdaulat. Negara adalah
entitas politik dan geopolitik, sementara bangsa adalah entitas
budaya dan/atau etnik.
Konsepsi negara bangsa modern (modern nation-state) merupa-
kan konsep yang telah berkembang sejak abad ke-16 di Eropa,
dikembangkan oleh pemikir Eropa masa pencerahan dengan
menempatkan rasionalitias manusia pada posisi yang tinggi dalam
kosmologi sekular. Bentuk negara-bangsa ini dipandang sebagai
bentuk ideal dalam upaya memecahkan masalah-masalah yang
timbul dalam rezim terdahulu, seperti monarki dan feodalisme di
Eropa yang dipandang melanggengkan kesengsaraan rakyat.
Demikian halnya dengan agama (gereja) yang di abad pertengahan
dianggap sebagai penghambat terbentuknya masyarakat yang
egaliter dan demokratis. Dalam situasi yang tidak menentu antar-
kelompok dalam masyarakat modern, konsep negara-bangsa merupa-
kan konsep yang dianggap paling ideal mendekati kebutuhan utama
masyarakat dunia.
Melalui proses kolonialisasi, bentuk negara bangsa modern
ini kemudian dibawa ke wilayah-wilayah lain di belahan dunia.
Meskipun elit di negara jajahan melakukan perlawanan terhadap
kekuasaan Eropa dalam penjajahan, namun mereka juga memandang
bahwa konsep negara modern ini juga merupakan sarana penting
untuk melepaskan intervensi dan penjajahan ekonomi dan politik
di Negara Ketiga tersebut. Untuk itu, ketika ada kesempatan untuk
merdeka, para elit sebuah bangsa merumuskan konsep negara yang
berdaulat secara politik dengan penyesuaian kebutuhan di tingkat
lokal masing-masing.
Pada saat bersamaan, dengan penggunaan perangkat global
negara-bangsa ini, sebuah negara harus pula mengikuti bangunan
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 71

politik yang menyertainya, seperti adanya jaminan kebebasan dasar,


demokrasi dan hak asasi manusia, yang dalam kasus tertentu menjadi
sangat sensitif dalam praktik di sebuah negara. Dalam hal ini,
Negara bangsa di satu sisi menjamin kedaulatan sebuah negara dan
persamaan secara politik semua negara-bangsa, namun di sisi yang
lain ada pula desakan untuk mempraktikkan standar norma dan
perilaku sesuai dengan standar global yang diakui.

7. Fasilitator menjelaskan apa urgensi konsep negara bangsa nation-


state dan tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini.

Salah satu tantangan utama negara-bangsa adalah adanya


standarisasi norma dan nilai yang dipandang baik dan buruk oleh
komunitas global, hal ini terutama bagi negara-negara muslim, tidak
terkecuali Indonesia.
Menurut Abdullahi Ahmed An-Naim dalam Negara Sekular
(Mizan, 2007), semua muslim saat ini tinggal di sebuah teritori
yang disebut sebagai “the nation state” (negara-bangsa), yang berdasar-
kan model Eropa dan telah menjadi model yang dimapankan melalui
penjajahan, bahkan di negara yang secara formal tidak pernah
dijajah. “Negara bangsa berangkat dari suatu kesepakatan bersama
sebuah komunitas untuk membangun kehidupan bersama di bawan
naungan sebuah kekuasaan. Menurut teori negara, setiap warga
yang termasuk di dalamnya telah merelakan diri untuk melepaskan
“sedikit” hak alamiahnya kepada Negara agar hak-hak mendasar
lainnya dilindungi oleh Negara. Untuk itu, sebagai kesatuan dari
individu-individu, Negara memiliki kewajiban untuk menjamin
hak-hak mendasar setiap warga negara, mencegah terjadinya hukum
rimba di antara warga negara, serta memastikan setiap warga negara
memiliki hak yang setara. Prinsip ini pula yang dipedomani oleh
dunia internasional, termasuk pula membuat strandardisasi bagaima-
na pengelolaan negara dan pemerintahan secara baik dan profe-
sional, termasuk di dalamnya adalah penegakan HAM, demokra-
si dan kebebasan fundamental.”
Untuk itu pula, setiap negara berada pada tanggung jawab
untuk menyesuaikan kebijakan dan praktik domestiknya dengan
standar global, seperti jaminan HAM, hak-hak kewarganegaraan,
72 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

persamaan laki-laki dan perempuan, demokrasi dan penegakan


hukum. Dalam banyak praktik, standar tersebut menjadi sulit
diterapkan oleh masyarakat yang tidak berasal dari tradisi masyarakat
liberal sebagaimana di Eropa.
Dalam suatu contoh kasus, misalnya, hak-hak kelompok
minoritas agama atau keyakinan di Indonesia sering kali terlupakan
dan bahkan dikesampingkan, padahal bangsa Indonesia adalah
perwujudan dari keragaman dan perbedaan komponen masyarakat
Indonesia itu sendiri. Di sisi yang lain, aparat keamanan pun sering
kali lalai dan abai untuk menjamin keberlangsungan kehidupan dan
keselamatan setiap komponen bangsa tersebut. Hal ini terjadi pada
kelompok Ahmadiyah, Syiah, dan aliran kepercayaan yang walau-
pun status mereka sebagai warga negara Indonesia namun hak-hak
mereka sering kali terlanggar.
Hal serupa juga diungkap oleh KH Abdurrahman Wahid
atau Gus Dur, bahwa salah satu tantangan terbesar negara-negara
Muslim adalah dalam penegakan HAM, karena walaupun HAM
diakui sebagai bagian penting ajaran Islam, namun negara-negara
Muslim pula yang memiliki rekaman terburuk penegakan HAM.

8. Mintalah peserta membaca Hand Out 1, 2, dan 3.

METODE ALTERNATIF

1. Fasilitator membagi kertas metaplan kepada masing-masing


kelompok dan meminta peserta untuk menuliskan hasil
diskusinya di atas kertas yang telah dibagikan.
2. Fasilitator meminta peserta menempel kertas tersebut di papan
tulis atau plano.
3. Perwakilan peserta diminta membaca poin-poin dalam metaplan.
4. Fasilitator menulis dalam plano poin-poin penting yang dibaca-
kan perwakilan peserta.
5. Usai peserta menyampaikan hasil diskusinya, fasilitator menje-
laskan dan menambahkan kata-kata kunci dan pengertian apa
itu negara bangsa.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 73

KEGIATAN

2 Menonton film dan presentasi

1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta mengenai tujuan materi


ini, yaitu meningkatkan wawasan peserta tentang hak-hak warga
negara dan jaminannya dalam konstitusi Indonesia.
2. Fasilitator menjelaskan kepada peserta setelah ini mereka akan
diajak menonton film sketsa “Kenali Hak-hak Kita” diproduksi
Omah Munir. Fasilitator juga menjelaskan secara singkat profil
Omah Munir dan Sosok Munir. dapat diakses di https://www.
youtube.com/watch?v=CcgBdXSjQIk

3. Usai menonton film, mintalah perwakilan peserta yang


merasa mengalami satu atau lebih hak-hak kewarganegaraan yang
dilanggar.

Fasilitator bisa meminta satu hingga dua peserta dari perwakilan kelompok
minoritas bercerita mengenai peristiwa diskriminasi, intoleransi, atau konflik
yang mereka alami. Bisa pula meminta peserta yang mewakili pernah menjadi
pelaku diskriminasi atau intoleransi.

4. Fasilitator mencatat korban, pelaku, waktu, dan jenis diskrimi-


nasi atau konflik yang diceritakan peserta.

5. Tanyakan kepada peserta siapa yang semestinya bertanggung


jawab dalam kasus tersebut; mengapa peristiwa itu disebut pelang-
garan? Ajak peserta berdiskusi selama 15 menit untuk lebih
menajamkan materi tanggung jawab HAM dan pelaksanaannya.
74 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

6. Untuk mendalami jawaban tersebut, fasilitator mengajak peserta


untuk mengikuti sesi presentasi oleh narasumber. Kisi-kisi materi
yang disampaikan, di antaranya adalah tentang: Konsep kewar-
ganegaraan dan urgensinya; identitas nasional dan politik identi-
tas; negara dan konstitusi; hak dan kewajiban warga negara; dan
pelaksanaan hak-hak kewarganegaraan oleh negara.
7. Fasilitator menjelaskan biodata narasumber dan mempersilakan
narasumber menyampaikan materi selama 45 menit.
8. Usai presentasi, fasilitator memberi kesempatan kepada peserta
untuk bertanya lebih lanjut tentang kewarganegaraan dan hak-hak
yang ada di dalamnya kepada narasumber. Sesi tanya jawab ini
dilaksanakan selama 15 menit.

Materi ini pada dasarnya dapat pula disampaikan langsung


oleh fasilitator bila fasilitator memiliki kemampuan atas materi
yang terkait.

KEGIATAN

3 Mengisi Tabel Lembar Diskusi HAM,


menonton film, presentasi, dan diskusi

1. Bagikan Lembar Diskusi “Hak Apa yang Kamu Ketahui?” kepada


seluruh peserta.
2. Mintalah peserta untuk mengisi tabel tersebut sesuai dengan
pemahaman dan pengetahuan yang mereka miliki, yaitu:
• Satu aspek HAM yang mereka sangat yakin sebagai hak asasi
manusia (sebagaimana ditegaskan di dalam instrumen hukum
internasional dan nasional);
• Satu hal yang mereka ragu-ragu atau tidak yakin sebagai
bagian dari HAM.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 75

3. Mintalah peserta menuliskan alasan mengapa hak tersebut yang


dituliskan untuk mengetahui tingkat pemahaman masing-masing
peserta.
4. Setelah diisi, mintalah peserta mengumpulkan Lembar Diskusi
yang telah diisi dan tempelkan di papan tulis atau dinding ruangan
pelatihan.
5. Diskusikan jawaban-jawaban peserta dan mintalah peserta untuk
memberikan penjelasan dari setiap jawaban yang diberikan secara
lisan.
6. Alokasikan waktu 15 hingga 20 menit untuk melakukan pengi-
sian Lembar Diskusi dan diskusi lanjutan terhadap jawaban yang
dituliskan peserta.

Lembar Diskusi
“Hak Apa Yang Kamu Ketahui?”

SAYA YAKIN SAYA ALASAN


SEBAGAI HAM! TIDAK YAKIN! SAYA?

Ice Breaker
“KIRIMKAN SAYA SEBUAH CATATAN!”

Sebelum masuk kegiatan ini, fasilitator bisa mengisi ice breaker. Ice
breaker yang akan dimainkan adalah “Kirimkan Saya Sebuah Catatan”
yang tujuannya adalah lebih mendalami karakter dan ciri dari
masing-masing peserta satu sama lain.
76 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Yang dibutuhkan:

• Sebuah pulpen dan amplop besar untuk masing-masing peserta.


• Potongan kertas yang banyak.

Langkah-langkah:
• Katakan kepada peserta bahwa mereka akan terlibat dalam latihan
refleksi positif. Mintalah mereka memindahkan kursi mereka
untuk membentuk sebuah lingkaran besar.
• Berikan sebuah pulpen, amplop dan potongan kertas secuku-
pnya kepada masing- masing peserta untuk menuliskan satu
komentar untuk setiap orang dalam kelompok tersebut. Minta-
lah mereka menulis nama mereka sendiri di depan amplop
tersebut.
• Mintalah mereka memberikan amplop itu kepada orang yang
duduk di sebelah kanannya. Katakan orang ini agar memikirkan
sebuah poin positif atau yang menyenangkan tentang orang yang
namanya tertera pada amplop, tulislah poin tersebut pada sebuah
potongan kertas dan memasukkannya ke dalam amplop. Kemudi-
an amplop tersebut diberikan kepada orang yang duduk di sebelah
kanan, demikian seterusnya. Pastikan bahwa setiap orang
memahami betul bahwa seluruh komentar harus positif.

Peserta dapat pula menuliskan tentang ciri-ciri atau sifat dari


orang yang tertulis di dalam kertas tersebut.

Setelah amplop diedarkan ke seluruh peserta, beri tahu peserta bahwa


mereka boleh membuka amplopnya masing-masing dan membaca
komentar dari peserta lain. Mereka harus membawa pemikiran positif
ini ke tempat kerja.

Poin diskusi
• Bagaimana perasaan setiap orang?
• Adakah yang ingin membicarakan komentar yang ada di dalam
amplopnya? 

MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 77

1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta mengenai tujuan materi


ini, yaitu meningkatkan wawasan peserta tentang hak-hak
konstitusional dan hak asasi manusia.
2. Fasilitator membagikan kertas dua kertas metaplan berbeda
warna. Mintalah peserta menulis apa yang mereka pahami tentang
“hak-hak konstitusional” dan “HAM”.
3. Setelah peserta selesai mengisi jawaban, minta mereka menem-
pelkan jawabannya sesuai warna. Minta perwakilan peserta untuk
membacakan jawaban peserta.
4. Fasilitator menulis kata-kata kunci yang dibacakan dalam plano.
5. Fasilitator menjelaskan atau menambahkan secara singkat apa
yang dimaksud dengan hak-hak konstitusional dan HAM.

HAM dan Hak Konstitusional

Hak asasi manusia atau HAM adalah suatu tatanan norma


yang berisi tentang hak-hak dasar manusia yang diakui secara
universal. Hak-hak tersebut termuat dalam Deklarasi Univer-
sal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang disepakati dunia
pada tahun 1948, serta ditegaskan pula dalam sejumlah perjan-
jian internasional, seperti Kovenan Internasional Hak Sipil
dan Politik, dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya.
HAM adalah serangkaian hak yang diakui keberadaan-
nya sebagai kebutuhan dasar manusia untuk menjamin harkat
dan martabatnya tersebut. Ia ada sejak manusia dilahirkan,
sebagai komponen manusia yang tidak dapat dicabut, dihilang-
kan, bahkan dikurangi. Ia ada secara inheren dengan keberadaan
manusia. Dengan demikian, HAM menjamin keberadaan
manusia sebagai makhluk yang terhormat, bermartabat dan
mulia.
Merujuk pada UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
78 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib


dihormati, dijunjung tinggi, dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harga dan martabat manusia.
Hak-hak konstitusional pada dasarnya mengejawantahkan
HAM itu sendiri yang dirumuskan melalui konstitusi sebuah
negara. Untuk itu pula, karena ditetapkan di dalam Konsti-
tusi, jaminan hukum terhadap hak-hak tersebut lebih kuat dan
terlegitimasi. Setelah amandemen, Indonesia merupakan salah
satu negara yang begitu detil meletakkan prinsip-prinsip HAM
di dalam konstitusi, sehingga jaminan HAM dalam sistem
hukum Indonesia pada dasarnya sangat kuat, karena konsti-
tusi sendiri merupakan ground norm (landasan norma) bagi
seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia.

6. Fasilitator memberi waktu 10 menit kepada peserta untuk


bertanya atau mengklarifikasi apa yang disampaikan fasilitator.
7. Fasilitator mengajak peserta untuk mengikuti presentasi tentang
Deklarasi Universal HAM dan instrumen-instrumen interna-
sional. Presentasi dilakukan selama 20 menit.

DUHAM 1948

DUHAM adalah instrumen dasar HAM yang disepakati


dunia melalui forum Majelis Umum PBB pada tahun 1948.
Instrumen ini berisi tentang rangkaian hak-hak yang diakui
keberadaannya sebagai hak dasar setiap manusia, yang
tanpanya manusia tidak dapat hidup secara bermartabat, terhor-
mat dan laik.
Dari DUHAM tersebut, masyarakat internasional memban-
gun sistem HAM yang lebih komprehensif yang diwujudkan
melalui perjanjian-perjanjian internasional (konvensi). Konven-
si adalah instrumen hukum HAM internasional yang lebih
spesifik mengatur tentang hak-hak tertentu dan biasanya
dipandang penting untuk lebih dirinci di dalam konvensi
tersendiri.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 79

Dua instrumen utama yang dianggap paling komprehensif


adalah Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, dan
Instrumen Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang ditetapkan
oleh PBB pada tahun 1966. Selain keduanya, terdapat 7
konvensi lainnya yang lebih spesifik mengatur hak dan kelom-
pok yang dianggap rentan, seperti Konvensi Internasional Anti
Diskriminasi Ras, Konvensi Internasional Penghapusan Segala
Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan, Konvensi Interna-
sional Hak Anak, Konvensi Internasional Perlindungan Buruh
Migran dan Seluruh Anggota Keluarganya, dan lainnya.

7. Fasilitator mengajak peserta menonton dua film ini:


• Pembentukan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) tahun 1948 yang berdurasi sekitar 20 menit;
• Film “Kiri Hijau, Kanan Merah”, diproduksi oleh Watchdoc
Documentary Maker dan KASUM, film dapat diakses dari
https://www.youtube.com/watch?v=a3Yiq8_G1U4&list=PL-
w5a1i1wco_32i3wSVKeHmxjsG5UYsnX&index=1

8. Sebelum diputar, fasilitator menjelaskan singkat sinopsis dua film


ini dan pihak yang memproduksinya

“Film “Kiri Hijau, Kanan Merah” adalah alternatif yang dapat diputar
oleh fasilitator atau panitia pada saat malam hari atau waktu kosong
mengingat keterbatasan waktu dan panjangnya durasi film.
Film DUHAM diputar dengan menyesuaikan kebutuhan peserta
dan ketersediaan waktu 20 menit. Fasilitator dapat mempersingkat
film tersebut hingga 20 menit dan melanjutkannya di waktu lain yang
senggang.

9. Usai menonton, fasilitator bertanya kepada peserta mengenai


pendapat mereka tentang dua film tersebut dengan beberapa
pertanyaan kunci ini:
80 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Ibu, KTP itu hak setiap warga


negara. Negara wajib
memberikannya kepada setiap
orang, termasuk Ibu.

• Situasi seperti apa yang dibayangkan pada saat DUHAM


disusun?
• Aktor-aktor siapa saja yang ada di dalam proses perumusan
DUHAM dengan melihat perwakilan blok politik para aktor
tersebut?
• Bagaimana urgensi dari HAM itu sendiri dalam kondisi
politik dunia saat itu?
• Nilai-nilai dasar HAM apa saja yang bisa dirumuskan dari
film dokumenter tersebut?
10. Fasilitator menjelaskan seputar pengaturan HAM dalam hukum
nasional, pelanggaran HAM dan pidana serta aktor dan korban-
nya

HAM DALAM HUKUM NASIONAL

Dalam konteks nasional, hak asasi manusia diatur melalui


konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang ada di
bawahnya. Di antara peraturan utama HAM di Indonesia
adalah UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menegas-
kan kembali rangkaian hak-hak yang diakui secara interna-
sional dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 81

yang lebih spesifik mengatur tentang sistem peradilan pelang-


garan HAM.
Subyek atau pemegang mandat pelaksanaan HAM adalah
negara, sementara warga negara (rakyat) merupakan subyek
penerima hak. Untuk itu, dalam hukum HAM internasional,
pelanggaran HAM terjadi ketika negara tidak mampu atau
tidak mau menegakkan HAM kepada warganya, sehingga
hak-hak tersebut tidak terwujud. Hal ini terjadi pada dua
konteks, yaitu kesengajaan negara melakukan pelanggaran (by
commission) atau karena kelalaian negara menjamin hak-hak
warganya (by commission)). Hal ini pula yang membedakan-
nya dengan pelanggaran pidana biasanya yang pelakunya
adalah individu (warga negara), yang proses hukumnya juga
melalui prosedur pidana sebagaimana ditegaskan di dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau peraturan perun-
dang-undangan lainnya yang lebih khusus.

KEGIATAN

4 Kerja kelompok

1. Mintalah peserta untuk membaca secara teliti dan seksama


handout 40 komponen hak-hak konstitusional dan naskah UUD
1945 selama 10 menit. Lihat handout Nomor 11.
2. Dari bacaan tersebut, berikanlah kesempatan selama 5 (lima)
menit kepada peserta kepada peserta untuk bertanya atau
mengklarifikasi hasil bacaan mereka.
3. Fasilitator membagi peserta ke dalam kelompok-kelompok kecil.
Anggota kelompok bisa terdiri dari 5 (lima) orang. Metode
pembagian bisa dilakukan dengan berhitung sesuai kelompok
yang dibagi.
4. Dibantu panitia, fasilitator membagikan kertas kerja kepada
kelompok yang sudah terbentuk. Lihat handout Nomor 12.
82 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

5. Fasilitator menjelaskan bagaimana cara mengisi kertas kerja.

KASUS HAK YANG TERLANGGAR PASAL DALAM PASAL DALAM


(BOLEH LEBIH DARI SATU) DUHAM KOVENAN/ UUD
Penggusuran Hak atas tanah Pasal … Pasal…
secara paksa Hak atas tempat tinggal

Kertas kerja terdiri dari 4 kolom terdiri dari kasus, hak yang
terlanggar, pasal dalam DUHAM, dan pasal dalam kovenan/
UUD. Peserta mengisi apa saja hak yang dilanggar, pasal dalam
DUHAM, pasal dalam kovenan dan UUD. Untuk mengisi kolom
tersebut peserta bisa membaca hand out DUHAM, kovenan,
dan UUD 1945.
6. Fasilitator memberikan waktu selama 15 menit untuk melakukan
kerja kelompok.
7. Fasilitator meminta juru bicara kelompok mempresentasikan
hasil kerja kelompok dan meminta tanggapan peserta kelompok
dan peserta di luar kelompok.
8. Usai presentasi, fasilitator memberikan ringkasan mengenai hasil
keseluruhan kerja kelompok.

Fasilitator dapat pula menambahkan pertanyaan-pertanyaan lain yang


dianggap relevan dengan film dan materi pelatihan

Bahan Bacaan Lanjutan


D. Rini Yunarti, BPUPKI, PPKI, Proklamasi Kemerdekaan RI (Jakarta:
Kompas, 2003).
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, Aktualitas
Pancasila (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011).
Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus, ed., Islam, Negara, dan Civil Society
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 83

(Jakarta: Paramadina, 2005).


Abdullahi Ahmed An-Naim, Islam dan Negara Sekular: Menegosiasikan
Masa Depan Syariah (Bandung: Mizan, 2007).
Yudi Junadi, Relasi Agama dan Negara: Redefinisi Diskursus Konstitusional-
isme di Indonesia (Jawa Barat: IMR Press, 2011).
M. Junaedi Al-Anshori, Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah sampai
Masa Proklamasi Kemerdekaan (Jakarta: Mitra Aksara Panaitan, 2007)
khususnya Bab V, VI, dan VII.
Tim Penyusun Puslit IAIN/UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan
Kewargaan, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani (Jakarta: IAIN
Press, 2000).
Simon Pattiradjawane, Buku Saku: Mengenal Hak Asasi Manusia dalam
Konstitusi dan Undang-undang (Jakarta: YLBHI, 2014).
Pusham UII, Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PUSHAM UII,
2008).
OHCHR, Human Rights and Law Enforcement: A Manual on Human Rights
Training for the Police (Geneva: OHCHR).
Robert W. Hefner and Patricia Horvatich, Islam in an Era Nation States:
Politics and Religious Renewal in Muslim Southeast Asia (Honolulu: Hawaii
University Press, 1997).

Handout
1. Anies Baswedan, “Ini Soal Tenun Kebangsaan. Titik!!” harian Kompas,
11 September 2012, halaman 6 dalam Rubrik Opini Nasionalis Minori-
tas yang Terlupakan, Kompas.com, 5 Oktober 2010
2. KH. Abdurrahman Wahid, “Islam dan Hak Asasi Manusia”
3. “Nasionalis Minoritas yang Terlupakan”, Kompas.com, 5 Oktober 2010.
4. Kesukubangsaan, Nasionalisme, dan Multikulturalisme, ”Kesukubang-
saan, Nasionalisme, dan Multikulturalisme”
5. Deklarasi Universal HAM;
6. Kovenan Hak Sipil dan Politik;
7. Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya;
8. 40 Hak Konstitusional;
9. Lembar Kerja HAM.
84 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Ini Soal Tenun Kebangsaan. Titik!


Anies Baswedan
Rektor Universitas Paramadina

Republik ini tidak dirancang untuk melindungi minoritas. Tidak juga


untuk melindungi mayoritas. Republik ini dirancang untuk melindungi
setiap warga negara, melindungi setiap anak bangsa!
Tak penting jumlahnya, tak penting siapanya. Setiap orang wajib
dilindungi.
Janji pertama Republik ini adalah melindungi segenap bangsa Indone-
sia. Saat ada warga negara yang harus mengungsi di negeri sendiri, bukan
karena dihantam bencana alam tapi karena diancam saudara sebangsa,
maka Republik ini telah ingkar janji.
Akhir-akhir ini nyawa melayang, darah terbuang percuma ditebas
oleh saudara sebahasa di negeri kelahirannya. Kekerasan terjadi dan
berulang. Lalu berseliweran kata minoritas, mayoritas di mana-mana.
Perlindungan minoritas dibahas amat luas.
Bangsa ini harus tegas: berhenti bicara minoritas dan mayoritas dalam
urusan kekerasan. Kekerasan ini terjadi bukan soal mayoritas lawan minori-
tas. Ini soal sekelompok warga negara menyerang warga negara lain.
Kelompok demi kelompok warga negara secara kolektif menganiaya
sesama anak bangsa. Mereka merobek tenun kebangsaan!
Tenun Kebangsaan itu dirobek dengan diiringi berbagai macam
pekikan seakan boleh dan benar. Kesemuanya terjadi secara amat eksplisit,
terbuka dan brutal.
Apa sikap negara dan bangsa ini? Diam? Membiarkan?
Tidak! Republik ini tidak pantas loyo-lunglai menghadapi warga
negara yang pilih pakai pisau, pentungan, parang bahkan pistol untuk
ekspresikan perasaan, keyakinan, dan pikirannya.
Mereka bukan sekadar melanggar hukum tapi merontokkan ikatan
kebangsaan yang dibangun amat lama dan amat serius ini. Mereka bukan
cuma kriminal, mereka perobek tenun kebangsaan.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 85

Tenun Kebangsaan itu dirajut dengan amat berat dan penuh keberanian.
Para pendiri republik sadar bahwa bangsa di Nusantara ini amat bhineka.
Kebhinekaan bukan barang baru. Sejak negara ini belum lahir semua sudah
paham. Kebhinekaan di Nusantara adalah fakta, bukan masalah!
Tenun kebangsaan ini dirajut dari kebhinekaan suku, adat, agama,
keyakinan, bahasa, geografis yang sangat unik. Setiap benang membawa
warna sendiri. Persimpulannya yang erat menghasilkan kekuatan.
Perajutan tenun inipun belum selesai. Ada proses yang terus menerus.
Ada dialog dan tawar-menawar antar unsur yang berjalan amat dinamis
di tiap era. Setiap keseimbangan di suatu era bisa berubah pada masa
berikutnya.
Dalam beberapa kekerasan belakangan ini, salah satu sumber masalah
adalah kegagalan membedakan “warga negara” dan “penganut sebuah
agama”.
Perbedaan aliran atau keyakinan tidak dimulai bulan lalu. Usia
perbedaannya sudah ratusan—bahkan ribuan—tahun dan ada di seluruh
dunia. Perbedaan ini masih berlangsung terus, dan belum ada tanda akan
selesai minggu depan.
Jadi, di satu sisi, negara tidak perlu berpretensi akan menyelesaikan
perbedaan alirannya. Di sisi lain, aliran atau keyakinan bisa saja berbeda
tapi semua adalah warga negara republik yang sama. Konsekuensinya,
seluruh tindakan mereka dibatasi oleh aturan dan hukum republik yang
sama. Di sini negara bisa berperan.
Negara memang tidak bisa mengatur perasaan, pikiran, ataupun
keyakinan warganya. Tetapi negara sangat bisa mengatur cara
mengekspresikannya. Jadi dialog antar pemikiran, aliran atau keyakinan
setajam apapun boleh, begitu berubah jadi kekerasan maka pelakunya
berhadapan dengan negara dan hukumnya.
Negara jangan mencampuradukkan friksi/konflik antar penganut
aliran/keyakinan dengan friksi/konflik antar warga senegara. Dalam
menegakkan hukum, negara harus selalu melihat semua pihak semata-mata
sebagai warga negara dan hanya berpihak pada aturan di republik ini.
Apalagi aparat keamanan, ia harus hadir untuk melindungi “warga-
negara” bukan melindungi “pengikut” keyakinan/ajaran tertentu. Begitu
pula jika ada kekerasan, maka aparat hadir untuk menangkap “warga-negara”
pelaku kekerasan, bukan menangkap “pengikut” keyakinan yang melaku-
kan kekerasan. Pencampuradukan ini salah satu sumber masalah yang
harus diurai secara jernih dan dingin.
Menjaga tenun kebangsaan dengan membangun semangat saling
86 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

menghormati serta toleransi itu baik dan perlu. Di sini pendidikan


berperan penting. Tetapi itu semua tak cukup, dan takkan pernah cukup.
Menjaga tenun kebangsaan itu juga dengan menjerakan setiap
perobeknya. Ada saja manusia yang datang untuk merobek. Bangsa dan
negara ini boleh pilih: menyerah atau “bertarung” menghadapi para perobek
itu. 
Jangan bangsa ini dan pengurus negaranya mempermalukan diri
sendiri di hadapan penulis sejarah, bahwa bangsa ini gagah memesona saat
mendirikan negara bhineka tapi lunglai saat mempertahankan negara
bhineka.
Membiarkan kekerasan adalah pesan paling eksplisit dari negara bahwa
kekerasan itu boleh, wajar, dipahami, dan dilupakan. Ingat, kekerasan itu
menular. Dan, pembiaran adalah resep paling mujarab agar kekerasan
ditiru dan meluas.
Pembiaran juga berbahaya karena tiap robekan di tenun kebangsaan
ini efeknya amat lama. Menyulam kembali tenun yang robek, hampir pasti
tidak bisa memulihkannya. Tenun yang robek selalu ada bekas, selalu ada
cacat.
Ada seribu satu pelanggaran hukum di republik ini, tapi gejala
merebaknya kekerasan dan perobekan tenun kebangsaan itu harus jadi
prioritas utama untuk dibereskan. Untuk menyejahterakan bangsa semua
orang boleh “turun-tangan”, tapi untuk menegakkan hukum hanya aparat
yang boleh “turun-tangan”. Jadi saat penegak hukum dibekali senjata itu
tujuannya bukan untuk tampil gagah saat upacara, tapi untuk dipakai saat
melindungi warga negara, saat menegakkan hukum. Negara harus berani
dan menang “bertarung” melawan para perobek itu.
Bahkan saat tenun kebangsaan terancam itulah negara harus membuk-
tikan di Republik ini ada kebebasan berserikat, berkumpul dan mengelu-
arkan pendapat tapi tidak ada kebebasan untuk melakukan kekerasan.
Aturan hukumnya ada, aparat penegaknya komplit. Jadi begitu ada
warga negara yang pilih untuk  melanggar dan meremehkan aturan hukum
untuk merobek tenun kebangsaan, maka sikap negara hanya ada satu:
ganjar mereka dengan hukuman yang amat menjerakan. Bukan cuma
tokoh-tokohnya saja yang dihukum. Setiap gelintir orang yang terlibat
harus dihukum tanpa pandang agama, etnis, atau partai. Itu sebagai pesan
pada semua: jangan pernah coba-coba merobek tenun kebangsaan!
Ketegasan dalam menjerakan perobek tenun kebangsaan membuat
setiap orang sadar bahwa memilih kekerasan adalah sama dengan memilih
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 87

untuk diganjar dengan hukuman yang menjerakan. Ada kepastian


konsekuensi.
Ingat, Republik ini didirikan oleh para pemberani: berani dirikan
Negara yang bhineka. Kita bangga dengan mereka. Kini pengurus negara
diuji. Punyakah keberanian untuk menjaga dan merawat kebhinekaan itu
secara tanpa syarat? Biarkan kita semua -dan kelak anak cucu kita- bangga
bahwa Republik ini tetap dirawat oleh para pemberani.

Sumber : Harian Kompas, 11 September 2012 halaman 6 dalam Rubrik Opini


88 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Islam dan Hak Asasi Manusia


Abdurrahman Wahid
Ketua Umum Dewan Syura PKB

Tulisan-tulisan yang menyatakan Islam melindungi hak asasi manusia


(HAM), sering kali menyebutkan Islam sebagai agama yang paling
demokratis. Pernyataan itu, sering kali tidak sesuai dengan kenyataan yang
terjadi. Justru di negeri-negeri muslim-lah terjadi banyak pelanggaran yang
berat atas HAM, termasuk di Indonesia.
Kalau kita tidak mau mengakui hal ini, berarti kita melihat Islam
sebagai acuan ideal, yang sama sekali tidak tersangkut dengan HAM.
Dalam keadaan demikian, klaim Islam sebagai agama pelindung HAM
hanya akan terasa kosong saja, tidak memiliki pelaksanaan dalam praktek
kehidupan.
Di sisi lain, kita melihat para penulis seperti Al-Maudoodi, seorang
pemimpin muslim yang lahir di India dan kemudian pindah ke Pakistan
di abad yang lalu, justru tidak memedulikan hubungan antara Islam dan
HAM. Baginya, bahkan hubungan antara Islam dan nasionalisme justru
tidak ada. Nasionalisme adalah ideologi buatan manusia, sedangkan Islam
adalah buatan Allah swt.
Bagaimana mungkin mempersamakan sesuatu buatan Allah swt
dengan sesuatu buatan manusia? Lantas, bagaimanakah harus diterangkan
hubungan antara perkembangan Islam dalam kehidupan yang dipenuhi
oleh tindakan-tindakan manusia? Al-Maudoodi tidak mau menjawab
pertanyaan ini, sebuah sikap yang pada akhirnya menghilangkan arti acuan
yang digunakannya.
Bukankah Liga Muslim (Muslim League) yang didukungnya adalah
buatan Ali Jinnah dan Lia Quat Ali Khan, yang kemudian melahirkan
Pakistan, yang tiga kali berganti nama antara Republik Pakistan dan
Republik Islam Pakistan? Bukankah ini berarti campur tangan manusia
yang sangat besar dalam pertumbuhan negeri muslim itu? Dan, bagaimanakah
harus dibaca tindakan Pervez Musharraf yang pada bulan lalu telah
memenangkan kepresidenan negeri itu melalui plebisit, bukannya melalui
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 89

pemilu? Dan bagaimana dengan tuduhan-tuduhannya, bahwa para pemuka


partai politik, termasuk Liga Muslim, sebagai orang-orang yang korup
dan hanya mementingkan diri sendiri?

***

Banyak negeri-negeri muslim yang telah melakukan ratifikasi atas deklar-


asi universal HAM, yang dikumandangkan oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) dalam tahun 1948. Dalam deklarasi itu, tercantum dengan
jelas bahwa berpindah agama adalah hak asasi manusia.
Padahal fikih /hukum Islam sampai hari ini masih berpegang pada
ketentuan, bahwa berpindah dari agama Islam ke agama lain adalah tindak
kemurtadan (apostasy), yang patut dihukum mati. Kalau ini diberlakukan
di negeri kita, maka lebih dari 20 juta jiwa manusia Indonesia yang berpin-
dah agama dari Islam ke Kristen sejak tahun 1965, haruslah dihukum mati.
Dapatkah hal itu dilakukan? Sebuah pertanyaan yang tidak akan ada
jawabnya, karena hal itu merupakan kenyataan yang demikian besar
mengguncang perasaan kita.
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa di hadapan kita hanya ada
satu dari dua kemungkinan: menolak deklarasi universal HAM itu sebagai
sesuatu yang asing bagi Islam, seperti yang dilakukan Al-Maudoodi
terhadap nasionalisme atau justru mengubah diktum fikih/hukum Islam
itu sendiri.
Sikap menolak, hanya akan berakibat seperti sikap burung unta yang
menolak kenyataan dan menghindarinya, dengan bersandar kepada lamunan
indah tentang keselamatan diri sendiri. Sikap seperti ini, hanya akan berarti
menyakiti diri sendiri dalam jangka panjang.
Dengan demikian, mau tak mau kita harus menemukan mekanisme
untuk mengubah ketentuan fikih/hukum Islam, yang secara formal sudah
berabad-abad diikuti. Tetapi di sinilah terletak kebesaran Islam, yang secara
sederhana menetapkan keimanan kita pada Allah dan utusan-Nya sebagai
sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi. Beserta beberapa hukum Muhkamat
lainnya, kita harus memiliki keyakinan akan kebenaran hal itu. Apabila
yang demikian itu juga dapat diubah-ubah maka hilanglah keislaman kita.
Sebuah contoh menarik dalam hal ini adalah tentang budak sahaya
(slaves), yang justru banyak menghiasi Al-Qur’an dan Al-Hadits (tradisi
kenabian).
Sekarang, perbudakan dan sejenisnya tidak lagi diakui oleh bangsa
muslim manapun, hingga secara tidak terasa ia hilang dari perbendaharaan
90 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

pemikiran kaum muslimin. Praktek-praktek perbudakan, kalaupun masih


ada, tidak diakui lagi oleh negeri muslim manapun dan paling hanya
dilakukan oleh kelompok-kelompok muslimin yang kecil tanpa
perlindungan negara. Dalam jangka tidak lama lagi, praktek semacam itu
akan hilang dengan sendirinya.
Karena itu kita harus mampu melihat ufuk kejauhan, dalam hal ini
mereka yang mengalami konversi ke agama lain. Ini merupakan keharusan,
kalau kita ingin Islam dapat menjawab tantangan masa kini dan masa
depan.
Firman Kitab Suci Al-qur’an, “tiadalah yang tetap dalam kehidupan
kecuali wajah Tuhan” (walam yabqa illa wajha Allah) menunjukkan hal itu
dengan jelas. Ketentuan ushul fikih (Islamic Legal Theory) “hukum agama
sepenuhnya tergantung kepada sebab-sebabnya, baik ada ataupun tidak
adanya hukum itu sendiri” (yaduuru al-hukmu ma’a ‘ illatihi wujudan wa
‘adaman) jelas menunjuk kepada kemungkinan perubahan diktum seperti
ini.
Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) telah melakukan antisipasi terha-
dap hal ini. Dalam salah sebuah muktamarnya, NU telah mengambil
keputusan “perumusan hukum haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip yang
digunakan”.
Ambil contoh masalah Keluarga Berencana (KB), yang dahulu
dilarang karena pembatasan kelahiran, yang menjadi hak reproduksi di
tangan Allah semata. Sekarang, karena pertimbangan biaya pendidikan
yang semakin tinggi membolehkan perencanaan keluarga, dengan tetap
membiarkan hak reproduksi di tangan Allah. Kalau diinginkan memper-
oleh anak lagi, tinggal membuang kondom atau menjauhi obat-obat yang
dapat mengatur kelahiran.
Jelaslah dengan demikian, bahwa Islam patut menjadi agama di setiap
masa dan tempat (yasluhu kulla zamanin wa makan). Indah bukan, untuk
mengetahui hal ini semasa kita masih hidup?

Sumber : http://www.gusdur.net/Pemikiran/Detail/?id=38/hl=id/Islam_Dan_Hak_Asasi_Manusia
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 91

Nasionalis Minoritas yang Terlupakan

Konflik antaragama dan golongan yang terjadi belakangan ini sudah disadari
banyak pihak sebagai sebuah ancaman bagi pluralisme bangsa. Wacana
dominan dan nondominan serta mayoritas dan minoritas pun semakin
memperuncing terjadinya konflik.
Padahal, sejarah Indonesia mencatat, ada sejumlah pejuang kemerdekaan
yang memiliki peran serta yang begitu besar berasal dari kalangan minori-
tas. Namun, karena keminoritasannya, pamor pejuang ini justru redup
dalam sejarah.
Kelima tokoh tersebut yakni IJ Kasimo, seorang Katolik Jawa, ahli
pertanian yang aktif di partai politik konvensional dan duduk di Volksraad;
Toedoeng Soetan Goenoeng Moelia (1896-1966), seorang Protestan Batak
yang aktif di partai politik konvensional dan duduk di Volksraad; GSSJ
Ratu Langie, seorang Protestan Minahasa yang duduk di Volksraad; Amir
Sjarifoeddin (1907-1948), pemimpin muda kharismatik dalam gerakan
nasionalis tahun 1930-an, menjadi Perdana Menteri RI dua kali dalam
rentang 1947-1948; dan Albertus Soegijapranata (1896-1963), pastor Serikat
Jesuit dari Jawa Tengah, uskup pribumi pertama di Hindia Belanda pada
1940 yang aktif dalam aktivitas politik pada periode 1940-an.
“Mereka kini terlupakan perannya yang besar oleh bangsa ini. Padahal,
mereka tokoh nasionalis penggerak bangsa yang sangat penting kontribus-
inya,” ujar cendekiawan muslim, Dawam Rahardjo, Selasa (5/10/2010),
dalam bedah buku 5 Penggerak Bangsa yang Terlupa: Nasionalisme Minori-
tas Kristen di Gedung Djoeang 45, Jakarta.
Ia mencontohkan, misalnya, Amir Sjarifudin yang dieksekusi mati
tanpa proses peradilan karena dianggap terlibat dalam pemberontakan
Madiun. “Sjarifudin ini adalah satu-satunya Perdana Menteri Kristen. Ini
menunjukkan ketokohan dan kapasitasnya,” ujar Dawam.
Mantan cendekiawan Muhammadiyah tersebut berujar bahwa ketoko-
han Amir tidak dikenal publik memang karena ia berasal dari minoritas.
92 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Namun, bukan sebab kekristenannya yang membuat jasa Amir dilupakan,


melainkan lebih karena citranya yang terlibat dalam pemberontakan
komunis.
“Maka dari itu, ketokohan seseorang jangan dilihat dia dari mana,
agama apa, tapi lihat apa yang sudah diberikan orang-orang ini kepada
bangsa Indonesia,” tandas Dawam.

Sumber: : http://nasional.kompas.com/read/2010/10/05/19064690/nasionalis.minoritas.yang.
terlupakan
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 93

Kesukubangsaan, Nasionalisme, dan Multikulturalisme


Achmad Fedyani Saifuddin
Guru Besar Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Jakarta
 

Pembicaraan mengenai nasionalisme dan multikulturalisme bersifat poste-


riori karena beberapa konsep harus dibicarakan lebih dahulu sebelum
membahas isu tersebut. Menurut pendapat saya--dalam hal ini tentu banyak
diwarnai oleh pemikiran antropologi -- konsep-konsep yang harus
dibicarakan lebih dahulu setidak-tidaknya adalah suku bangsa, kesuku-
bangsaan, bangsa, negara-bangsa, dan kebangsaan. Semenjak lama kajian
antropologi mengenai kesukubangsaan memusatkan perhatian pada
hubungan-hubungan antar kelompok yang kelompok-kelompok tersebut
dianggap memiliki “ukuran sedemikian” sehingga memungkinkan dikaji
melalui penelitian lapangan tradisional seperti pengamatan terlibat, wawan-
cara pribadi, maupun survei dalam pengertian tertentu. Fokus empiris
kajian antropologi nyaris merupakan kajian komunitas lokal. Apabila negara
dibicarakan dalam hal ini, maka negara ditempatkan sebagai bagian dari
konteks yang lebih luas, misalnya sebagai “agen luar” (external agent) yang
mempengaruhi kondisi-kondisi lokal. Selain itu, antropologi masa lampau
kerap kali bias terhadap kajian “the others”. Istilah-istilah seperti “masyarakat
primitif ”, “masyarakat belum beradab”, “masyarakat sederhana” dan lainnya
jelas menunjukkan bagaimana para antropolog Barat pada akhir abad 19
hingga pertengahan abad ke 20 memandang dan menyebut masyarakat
asing (“the others”) yang dihadapinya di lapangan .
Pergeseran peristilahan dari “suku bangsa” menjadi “kelompok etnik”
(ethnic groups) merelatifkan dikotomi “kita”/”mereka”, karena istilah “kelom-
pok etnik”, berbeda dari “sukubangsa”, berada atau hadir di dalam “kita”
(“self ”) sekaligus “orang lain/mereka” (“others”). Mekanisme batas (bound-
ary mechanism) yang menyebabkan kelompok etnik tetap kurang-lebih
distinktif atau diskret memiliki karakteristik formal yang sama di kota-kota
metropolitan seperti Jakarta maupun di daerah pedalaman pegunungan
94 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Meratus, Kalimantan Selatan, dan perkembangan identitas etnik dapat


dipelajari dengan peralatan konseptual yang sama di Indonesia maupun di
negeri-negeri lain, meski pun konteks-konteks empirisnya berbeda-beda
atau mungkin unik. Pada masa kini, kalangan antropologi sosial mengakui
bahwa mungkin sebagian besar peneliti kini mempelajari sistem-sistem
kompleks yang “unbounded” daripada komunitas-komunitas yang “teriso-
lasi”.
Kebangsaan atau nasionalisme adalah topik baru dalam antropologi.
Kajian tentang nasionalisme – ideologi negara-bangsa modern—sejak lama
adalah topik pembicaraan ilmu politik, sosiologi makro dan sejarah. Bangsa
(nation) dan ideologi kebangsaan adalah fenomena modern berskala besar.
Meski pun kajian mengenai nasionalisme memunculkan masalah-masalah
metodologi yang baru yang berkaitan dengan skala dan kesukaran mengi-
solasi satuan-satuan penelitian, masalah-masalah ini justru mengait dengan
topik-topik lain. Perubahan sosial telah terjadi di wilayah sentral kajian
antropologi, yang mengintegrasikan jutaan orang ke dalam pasar dan
negara. Perhatian antropologi terhadap nasionalisme justru menempuh
jalur yang berbeda dari ilmu politik yang sejak awal menempatkan negara
sebagai pusat kajian. Antropologi, sejalan dengan tradisi teorinya yang
menempatkan evolusi sebagai premis dasar memosisikan negara sebagai
bagian dari pembicaraan mengenai evolusi masyarakat dari sederhana ke
kompleks (modern). Dalam hal ini negara menjadi bagian dari pembicaraan
tentang proses masyarakat mengota (urbanizing) sebagai akibat proses
evolusi dari masyarakat sederhana (d/h masyarakat primitif). Dengan kata
lain, negara adalah suatu institusi yang merupakan konsekuensi dari evolusi
masyarakat tersebut, suatu pengorganisasian yang tumpang-tindih dengan
institusi kekerabatan pada masyarakat sederhana pada masa lampau. (Cohen
1985). Secara metodologi, seperti halnya kita yang hidup pada masa kini,
dan di sini, informan penelitian antropologi adalah warga negara. Selan-
jutnya, masyarakat primitif mungkin tak terisolasi seperti pada masa lampau,
sehingga kini tak lagi “lebih asli” atau “lebih murni” daripada masyarakat
kita kini .
Para antropolog sejak lama berupaya mengangkat kasus-kasus pada
tingkatan mikro, sebagaimana tercermin dari masyarakat sederhana (d/h
primitif) yang berskala kecil, populasi kecil, hidup di suatu lingkungan
yang relatif terisolasi, dan memiliki kebudayaan yang relatif homogen, ke
tingkatan abstraksi yang bersifat makro, sehingga mampu menjelaskan
gejala yang sama di berbagai tempat di dunia. Meski demikian, upaya ini
tidak mudah diwujudkan terlebih ketika antropolog masa kini semakin
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 95

cenderung menyukai keanekaragaman dalam paradigma berpikir


konstruktivisme yang kini berkembang, seolah paradigma relativisme
kebudayaan yang berakar pada tradisi antropologi masa lampau memper-
oleh tempat baru pada masa kini (Saifuddin 2005)
Dalam terminologi klasik antropologi sosial, konsep “bangsa” (nation)
digunakan secara kurang akurat untuk menggambarkan kategori-katego-
ri besar orang atau masyarakat dengan kebudayaan yang kurang lebih
seragam. I.M. Lewis (1985: 287), misalnya, mengatakan bahwa :”Istilah
bangsa (nation), mengikuti arus pemikiran dominan dalam antropologi,
adalah satuan kebudayaan.” Selanjutnya Lewis memperjelas bahwa tidak
perlu membedakan antara “sukubangsa” (tribes), “kelompok etnik” (ethnic
groups), dan “bangsa” (nation) karena perbedaannya hanya dalam ukuran,
bukan komposisi struktural atau fungsinya. “Apakah segmen-segmen yang
lebih kecil ini berbeda secara signifikan? Jawabannya adalah bahwa segmen-
segmen tersebut tidaklah berbeda; karena hanya merupakan satuan yang
lebih kecil dari satuan yang lebih besar yang memiliki ciri yang sama….”
(Lewis 1985: 358).
Dalam terminologi masa kini, ketika argumentasi homogenitas semakin
sukar dipertahankan, maka pembedaan bangsa dan kategori etnik menjadi
semakin penting karena keterkaitannya dengan negara modern. Lagi pula,
suatu negara yang isinya adalah suatu kategori etnik semakin langka adanya.
Dengan kata lain, suatu perspektif antropologi menjadi esensial bagi
pemahaman secara menyeluruh mengenai nasionalisme. Suatu fokus yang
bersifat analitis dan empiris mengenai nasionalisme dalam penelitian
modernisasi dan perubahan sosial, menjadi penting dan sangat relevan
dengan lapangan kajian yang lebih luas dari antropologi politik dan kajian
mengenai identitas sosial.
Barangkali penting merujuk pandangan Ernest Gellner (1983) tentang
nasionalisme: “Nasionalisme adalah prinsip politik, yang berarti bahwa
satuan nasion harus sejalan dengan satuan politik. Nasionalisme sebagai
sentimen, atau sebagai gerakan, paling tepat didefinisikan dalam konteks
prinsip ini. Sentimen nasionalis adalah rasa marah yang timbul akibat
pelanggaran prinsip ini, atau rasa puas karena prinsip ini dijalankan dengan
baik. Gerakan nasionalis diaktualisasikan oleh sentimen semacam ini” (hal.
1). Pandangan Gellner tentang nasionalisme ini lebih pas untuk konteks
negara-bangsa (nation state). Hal ini tercermin dari konsep “satuan nasion”
yang terkandung dalam kutipan di atas. Nampaknya Gellner masih
memandang “satuan nasion” sama dengan kelompok etnik – atau setidak-
tidaknya suatu kelompok etnik yang diklaim keberadaannya oleh para
96 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

nasionalis :” Ringkas kata, nasionalisme adalah suatu teori legitimasi politik,


yakni bahwa batas-batas etnik tidak harus berpotongan dengan batas-batas
politik” (Gellner 1983: 1). Dengan kata lain, nasionalisme, menurut pandan-
gan Gellner, merujuk kepada keterkaitan antara etnisitas dan negara.
Nasionalisme, menurut pandangan ini, adalah ideologi etnik yang dipeli-
hara sedemikian sehingga kelompok etnik ini mendominasi suatu negara.
Negara-bangsa dengan sendirinya adalah negara yang didominasi oleh
suatu kelompok etnik, yang penanda identitasnya –seperti bahasa atau
agama—kerap kali terkandung dalam simbolisme resmi dan institusi
perundang-undangannya. 
Tokoh lain yang dikenal dengan gagasan teoretisnya tentang
nasionalisme, khususnya Indonesia, adalah Benedict Anderson (1991 [1983]:
6) yang mendefinisikan nasion sebagai “an imagined political community”
– dan dibayangkan baik terbatas secara inheren maupun berdaulat. Kata
“imagined” di sini lebih berarti “orang-orang yang mendefinisikan diri
mereka sebagai anggota suatu nasion, meski mereka “tak pernah mengenal,
bertemu, atau bahkan mendengar tentang warga negara yang lain, namun
dalam fikiran mereka hidup suatu citra (image) mengenai kesatuan
komunion bersama” (hal. 6). Jadi, berbeda dari pendapat Gellner yang lebih
memusatkan perhatian pada aspek politik dari nasionalisme, Anderson
lebih suka memahami kekuatan dan persistensi identitas dan sentimen
nasional. Fakta bahwa banyak orang yang rela mati membela bangsa
menunjukkan adanya kekuatan yang luar biasa itu.
Meski Gellner dan Anderson memusatkan perhatian pada tema yang
berbeda, prinsip politik dan sentimen identitas, keduanya sesungguhnya
saling mendukung. Keduanya menekankan bahwa bangsa adalah konstruk-
si ideologi demi untuk menemukan keterkaitan antara kelompok kebudayaan
(sebagaimana didefinisikan warga masyarakat yang bersangkutan) dan
negara, dan bahwa mereka menciptakan komunitas abstrak (abstract commu-
nities) dari keteraturan yang berbeda dari negara dinasti atau komunitas
berbasis kekerabatan yang menjadi sasaran perhatian antropologi masa
lampau.
Anderson sendiri berupaya memberikan penjelasan terhadap apa yang
disebut “anomali nasionalisme”. Menurut pandangan Marxis dan teori-teori
sosial liberal tentang modernisasi, nasionalisme seharusnya tidak lagi relevan
di dunia individualis pasca Pencerahan, karena nasionalisme itu berbau
kesetiaan primodial dan solidaritas yang berbasis asal-usul dan kebudayaan
yang sama. Maka, kalau kita kini menyaksikan “goyahnya” nasionalisme
di Indonesia, hal ini mungkin disebabkan antara lain oleh masuk dan
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 97

berkembangnya pemikiran liberal dalam ilmu-ilmu sosial di Indonesia,


dan menjadi bagian dari cara ilmu-ilmu sosial memikirkan negara-bangsa
dan nasionalisme kita sendiri.
Kajian antropologi mengenai batas-batas etnik dan proses identitas
mungkin dapat membantu memecahkan problematika Anderson. Peneli-
tian tentang pembentukan identitas etnik dan dipertahankannya identitas
etnik cenderung menjadi paling penting dalam situasi-situasi tak menentu,
perubahan, persaingan memperoleh sumber daya, dan ancaman terhadap
batas-batas tersebut. Maka tak mengherankan bahwa gerakan-gerakan
politik yang berdasarkan identitas kebudayaan kuat dalam masyarakat yang
tengah mengalami modernisasi, meski pun hal ini tidaklah berarti bahwa
gerakan-gerakan tersebut menjadi gerakan-gerakan nasionalis.

 
II
 
Titik temu antara teori-teori nasionalisme dan etnisitas perlu disinggung
di sini. Menurut hemat saya, baik Gellner maupun Anderson tidak berupaya
menemukan titik temu tersebut; kedua pandangan teori mereka dikem-
bangkan sendiri-sendiri. Baik kajian etnisitas di tingkat komunitas lokal
maupun kajian nasionalisme di tingkat negara menegaskan bahwa identi-
tas etnik maupun nasional adalah konstruksi. Berarti kedua identitas
tersebut bukan alamiah. Selanjutnya, jalinan hubungan antara identitas
khusus dan “kebudayaan” bukanlah hubungan satu per satu. Asumsi-asumsi
titik temu yang tersebar luas antara etnisitas dan “kebudayaan obyektif ”
adalah kasus yang terpancarkan dari konstruksi kebudayaan itu sendiri.
“Berbicara tentang kebudayaan” dan “kebudayaan” dapat dibedakan ibarat
kita berbicara tentang perbedaan antara menu dan makanan. Keduanya
adalah fakta sosial dengan keteraturan yang berbeda. 
Tatkala kita menyoroti nasionalisme, jalinan hubungan antara
organisasi etnik dan identitas etnik sebagaimana didiskusikan sebel-
umnya menjadi lebih jelas. Menurut nasionalisme, organisasi politik
seharusnya bersifat etnik karena organisasi ini merepresentasikan kepent-
ingan-kepentingan kelompok etnik tertentu. Sebaliknya, negara-bangsa
mengandung aspek penting dari legitimasi politik yakni dukungan massa
yang sebenarnya merepresentasikan sebagai suatu satuan kebudayaan.
Di dalam antropologi dapat kita temukan juga teori-teori tentang
simbol-simbol ritual yang dalam konteks pembicaraan ini juga menggam-
barkan dualitas antara makna dan politik, yang umum kita temukan baik
98 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

dalam kajian etnisitas maupun kajian nasionalisme. Menyitir Victor Turner


(1969 : 108) :”simbol-simbol itu multivokal karena memiliki kutub instru-
mental dan sensoris (makna)”. Itulah sebabnya, pendapat Turner ini relevan
dengan apa yang dikemukakan Anderson (1991) bahwa nasionalisme
memperoleh kekuatannya dari kombinasi legitimasi politik dan kekuatan
emosional. Sejalan dengan hal di atas, seorang ahli antropologi lain, Abner
Cohen (1974) mengemukakan bahwa politik tidak dapat sepenuhnya
instrumental, melainkan harus selalu melibatkan simbol-simbol yang
mengandung kekuatan untuk menciptakan loyalitas dan rasa memiliki.
Para antropolog yang mengkaji nasionalisme umumnya memandang isu
ini sebagai varian dari etnisitas. Tentu saja dapat muncul pertanyaan bahwa
kalau nasionalisme dibicarakan dalam atau sebagai bagian dari etnisitas,
dan nasionalisme yang berbasis etnisitas itu imaginable – kalau kita mengi-
kuti pandangan Anderson – maka bagaimana dengan nasionalisme yang
dibangun tidak berdasarkan etnik? Apakah untuk kasus ini juga imagina-
ble?
Para pengkaji nasionalisme menekankan aspek-aspek modern dan
abstrak. Perspektif antropologis khususnya penting di sini karena para
antropolog lebih suka mengetengahkan karakter nasionalsme dan negara-
bangsa yang khusus dan unik melalui pembandingan-pembandingan
dengan, atau pemikiran yang berakar pada masyarakat yang berskala kecil.
Dalam perspektif ini, bangsa (nation) dan ideologi nasionalis setidak-
tidaknya nampak sebagai “peralatan” simbolik bagi kelas-kelas yang
berkuasa dalam masyarakat, yang tanpa peralatan simbolik itu bangsa
rentan terancam perpecahan. Sebagian ahli berpendapat bahwa nasional-
isme dan komunitas nasional dapat memiliki akar yang kuat dalam komuni-
tas etnik sebelumnya atau ethnies (A.D. Smith 1986), tetapi niscaya kurang
tepat untuk mengklaim bahwa kesinambungan masyarakat komunitas
pramodern atau “kebudayaan etnik” menjadi nasional terjaga dengan baik.
Contoh Norwegia menunjukkan bahwa tradisi dan simbol-simbol
nasional lainnya memiliki makna yang sangat berbeda dalam konteks
modern dibandingkan makna pada masa lampau (A.D.Smith 1986).

 
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 99

III
 
Multikulturalisme:
Penguatan Politik dan Sentimen Kebangsaan Negara-Bangsa

Seperti telah dikemukakan di atas, konsep negara dalam antropologi adalah


perluasan dari konsep-konsep sukubangsa, kelompok etnik, etnisitas, yang
pada setiap konsep tersebut konsep nasionalisme menyelimuti sekaligus
memberikan roh. Dalam konteks ini negara merupakan suatu bentuk
pengorganisasian warga masyarakat yang secara intrinsik berasal dari
sukubangsa atau kelompok etnik tersebut. Konsep negara-bangsa (nation-
state), misalnya, jelas sekali menunjukkan orientasi pemikiran antropolo-
gi ini.
Dipandang dari perspektif ini, nasionalisme yang sukses ditentukan
oleh keterjalinan ideologi etnik dengan aparatus negara. Negara-bangsa,
seperti halnya banyak sistem politik lain, memandang pentingnya ideolo-
gi bahwa batas-batas politik harus saling mendukung dengan batas-batas
kebudayaan. Selanjutnya, negara-bangsa memiliki monopoli atas keabsa-
han untuk memungut pajak, dan bahwa tindakan kekerasan terhadap warga
yang dianggap menyimpang dari kehendak negara. Monopoli ini adalah
sumber kekuasaan yang paling penting. Negara bangsa memiliki
administrasi birokrasi dan undang-undang tertulis yang meliputi semua
warga negara, dan memiliki sistem pendidikan yang seragam di seluruh
negeri, dan pasar tenaga kerja yang sama bagi semua warga negara. Hampir
semua negara-bangsa di dunia memiliki bahasa nasional yang digunakan
untuk komunikasi resmi. Suatu ciri yang khas dari negara-bangsa adalah
konsentrasi kekuasaan yang luar biasa. Cukup jelas bahwa Indonesia adalah
salah satu contoh negara-bangsa.

 
Negara-Bangsa dan Multikulturalime

Dari pembicaraan kita tentang perspektif antropologi mengenai nasional-


isme dan negara di atas, dapatlah dikemukakan bahwa negara-bangsa
Indonesia kini menghadapi tantangan-tantangan besar, yang apabila kita
tak berhasil menghadapi dan menaklukkan tantangan tersebut, dapat
diprediksi bahwa negara kesatuan Republik Indonesia ini akan berakhir.
Akan tetapi kalau kita memiliki kesepakatan dan komitmen bahwa negara
kesatuan ini adalah final, maka kita perlu memperhatikan secara seksama
100 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

tantangan-tantangan yang kita hadapi, dan tugas-tugas yang harus kita


laksanakan untuk menghadapinya. Banyak orang berpendapat bahwa
multikulturalisme merupakan alternatif yang paling tepat untuk
membangun kembali integrasi bangsa tersebut, meski belum ditemukan
model multikulturalisme seperti apa yang paling tepat untuk Indonesia.
Pendapat tersebut benar, karena pendekatan proses dalam multikulturalisme
lebih relevan untuk menjawab isyu kebangsaan dan integrasi nasional yang
kini dituntut mampu menjawab tantangan perubahan.
Buku Sdr Mashudi Noorsalim (ed.) yang kini sedang kita bahas –
menurut hemat saya – mengandung empat persoalan besar (penulis menye-
butnya “dilematis”) berkaitan dengan isyu hak-hak minoritas dalam kaitan-
nya dengan multikulturalisme dan dilema negara-bangsa.

1. Fakta keanekaragaman suku bangsa, ras, agama, dan golongan


sosial-ekonomi, semakin diperumit oleh faktor geografi Indonesia
yang kepulauan, penduduk yang tinggal terpisah-pisah satu sama
lain, mendorong potensi disintegrasi meningkat.
2. Premis antropologi bahwa nasionalisme dan negara semestinya
dibicarakan mulai dari akarnya, yakni mulai dari konsep-konsep
“suku bangsa”, “kelompok etnik”, dan “etnisitas”, jelas menunjuk-
kan bahwa apabila semangat nasionalisme luntur karena berbagai
sebab, maka yang tertinggal adalah semangat kesukubangsaan
yang menguat. Dengan kata lain, meningkatnya semangat primor-
dial (antara lain kesukubangsaan) di tanah air akhir-akhir adalah
indikasi melunturnya nasionalisme.
3. Hak-hak minoritas senantiasa melekat pada fakta pengaturan
keanekaragaman yang ada. Apabila pengaturan nasional berori-
entasi pada kebijakan kebudayaan seragam dan sentralistis maka
fakta pluralisme, diferensiasi, dan hirarki masyarakat dan
kebudayaan akan meningkat. Dalam kondisi ini hak-hak minori-
tas akan terabaikan karena tertutup oleh kebijakan negara yang
terkonsentrasi pada kekuasaan sentralistis. Namun, apabila pengatu-
ran tersebut adalah demokratis dan/atau multikuluralistis maka
hak-hak minoritas akan semakin dihargai. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa upaya membangun bangsa yang multikultural itu
berhadapan dengan tantangan berat, yaitu fakta keenekaragaman
yang luas dalam konteks geografi, populasi, suku bangsa, agama,
dan lainnya. Oleh karena itu membangun negara-bangsa yang
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 101

multikultural nampaknya harus dibarengi oleh politik pengaturan


dan sentimen kebangsaan yang kuat.
4. Perekat integrasi nasional yang selama ini terjadi seperti politik
penyeragaman nasional dan konsentrasi kekuasaan yang besar
sesungguhnya adalah hal yang lumrah dalam politik pemeliharaan
negara bangsa. Namun, mekanisme pengaturan nasional ini
terganggu ketika seleksi global – pernyataan saya ini dipengaruhi
oleh prinsip alamiah proses seleksi alam dalam evolusionisme –
“tidak lagi menghendaki” (not favour) bentuk negara-bangsa sebagai
bentuk pengaturan nasional pada abad yang baru ini. Kondisi
negeri kita yang serba lemah di berbagai sektor mempermudah
kita menjadi rentan untuk “tidak lagi dikehendaki” dalam proses
seleksi global.
 

PUSTAKA
Anderson, B. (1991 [1983]) Imagined Communities. Reflections on the Origins
and Spread of Nationalism. 2ndedition. London: Verso.
Cohen, A. (1974) Two-dimensional Man. London: Tavistock.
Furnivall, J.S. (1938)  The Netherlands Indies: A Study in Plural Economy.
Cambridge: Cambridge University Press.
Geertz, C. & D. Apter, eds. (1969) The Old Societies and New States. Chicago:
Aldine Publications.
Gellner, E. (1983) Nations and Nationalism. Oxford : Blackwell.
Saifuddin, A.F. (2005) Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritik Menge-
nai Paradigma. Jakarta : Prenada-Media.
Smith, A.D. (1986) The Ethnic Origin of Nation. Oxford: Blackwell.
Turner, V. (1969) The Ritual Process: Structure and Anti-Structure. Chicago:
Aldine Publications.

Sumber: Masukan Reflektif Bagi Buku Noorsalim dkk. (eds). (2007), Hak Minoritas. Multikultur-
alisme dan Dilema Negara Bangsa. Jakarta.The Interseksi Foundation. Makalah untuk diskusi dan
peluncuran buku tgl. 4 September 2007. Tidak dipresentasikan. http://interseksi.org/archive/
publications/essays/articles/sukubangsa_nasionalisme_multikulturalisme.html
102 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

MUKADIMAH

Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 217 A (III) tertanggal 10


Desember 1948.
Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang
sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah
landasan bagi kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia,
Bahwa pengabaian dan penghinaan terhadap hak asasi manusia telah
mengakibatkan tindakan-tindakan keji yang membuat berang nurani
manusia, dan terbentuknya suatu dunia di mana manusia akan menikma-
ti kebebasan berbicara dan berkeyakinan, serta kebebasan dari ketakutan
dan kekurangan telah dinyatakan sebagai aspirasi tertinggi manusia pada
umumnya,
Bahwa sangat penting untuk melindungi hak-hak asasi manusia dengan
peraturan hukum supaya orang tidak akan terpaksa memilih jalan pember-
ontakan sebagai usaha terakhir menentang tirani dan penindasan,
Bahwa sangat penting untuk memajukan hubungan persahabatan
antar bangsa-bangsa,
Bahwa bangsa-bangsa dari Perserikatan Bangsa-Bangsa di dalam
Piagam PBB telah menegaskan kembali kepercayaan mereka terhadap hak
asasi manusia yang mendasar, terhadap martabat dan nilai setiap manusia,
dan terhadap persamaan hak laki-laki dan perempuan, dan telah mendorong
kemajuan sosial dan standar kehidupan yang lebih baik dalam kebebasan
yang lebih luas,
Bahwa bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Negara
Pihak telah berjanji mencapai kemajuan universal dalam penghormatan
dan ketaatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar,
Bahwa pemahaman yang sama tentang hak-hak dan kebebasan ini
sangat penting dalam untuk mewujudkan janji tersebut sepenuhnya,
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 103

Oleh karena itu, dengan ini Majelis Umum,


Memproklamirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai
standar umum keberhasilan semua manusia dan semua bangsa dengan
tujuan bahwa setiap individu dan setiap organ masyarakat, dengan senan-
tiasa mengingat Deklarasi ini, akan berusaha melalui cara pengajaran dan
pendidikan untuk memajukan penghormatan terhadap hak dan kebebasan
ini, dan melalui upaya-upaya yang progresif baik secara nasional dan
internasional, menjamin pengakuan dan ketaatan yang universal dan efektif,
baik oleh rakyat Negara Pihak maupun rakyat yang berada di dalam wilayah
yang masuk dalam wilayah hukumnya.

Pasal 1

Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak
yang sama. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani dan hendaknya
bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan.

Pasal 2

Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam
Deklarasi ini tanpa pembedaan dalam bentuk apapun, seperti ras, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan
lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran atau status
lainnya.
Selanjutnya, pembedaan tidak dapat dilakukan atas dasar status politik,
hukum atau status internasional negara atau wilayah dari mana seseorang
berasal, baik dari negara merdeka, wilayah perwalian, wilayah tanpa
pemerintahan sendiri, atau wilayah yang berada di bawah batas kedaulatan
lainnya.

Pasal 3

Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan keamanan pribadi.

Pasal 4

Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; perbudakan
dan perdagangan budak dalam bentuk apapun wajib dilarang.

Pasal 5

Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan atau dihukum secara
keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
104 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pasal 6

Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai pribadi di depan hukum di
mana saja ia berada.
Pasal 7

Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum
yang sama tanpa diskriminasi apapun. Semua orang berhak untuk menda-
patkan perlindungan yang sama terhadap diskriminasi apapun yang melang-
gar Deklarasi ini dan terhadap segala hasutan untuk melakukan diskrimi-
nasi tersebut.

Pasal 8

Setiap orang berhak atas penyelesaian yang efektif oleh peradilan
nasional yang kompeten, terhadap tindakan-tindakan yang melanggar
hak-hak mendasar yang diberikan padanya oleh konstitusi atau oleh hukum.

Pasal 9

Tidak seorang pun yang dapat ditangkap, ditahan atau diasingkan secara
sewenang-wenang.

Pasal 10

Setiap orang berhak, dalam persamaan yang penuh, atas pemeriksaan yang
adil dan terbuka oleh peradilan yang bebas dan tidak memihak, dalam
penentuan atas hak dan kewajibannya serta dalam setiap tuduhan pidana
terhadapnya.

Pasal 11
Setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana berhak untuk diang-
gap 
tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya sesuai dengan hukum,
dalam pengadilan yang terbuka, di mana ia memperoleh semua jaminan
yang dibutuhkan untuk pembelaannya.
Tidak seorang pun dapat dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana
karena perbuatan atau kelalaian, yang bukan merupakan pelanggaran
pidana 
berdasarkan hukum nasional atau internasional ketika perbuatan
tersebut dilakukan. Juga tidak boleh dijatuhkan hukuman yang lebih berat
daripada hukuman yang berlaku pada saat pelanggaran dilakukan.

Pasal 12

Tidak seorang pun boleh diganggu secara sewenang-wenang dalam urusan
pribadi, keluarga, rumah tangga atau hubungan surat-menyuratnya, juga
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 105

tidak boleh dilakukan serangan terhadap kehormatan dan reputasinya.


Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan
atau penyerangan seperti itu.

Pasal 13
Setiap orang berhak untuk bebas bergerak dan bertempat tinggal dalam
batas-batas setiap Negara. 

Setiap orang berhak untuk meninggalkan negaranya termasuk negara-
nya sendiri, dan kembali ke negaranya.

Pasal 14 

Setiap orang berhak untuk mencari dan menikmati suaka di negara
lain 
untuk menghindari penuntutan atau tindakan pengejaran sewenang-
wenang 
(persecution). 

Hak ini tidak berlaku dalam kasus-kasus penuntutan yang benar-
benar 
timbul karena kejahatan non-politik atau tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa. 


Pasal 15 

Setiap orang berhak atas kewarganegaraan. 

Tidak seorang pun dapat dicabut kewarganegaraannya secara sewenang-
wenang atau ditolak haknya untuk mengubah kewarganegaraannya. 


Pasal 16 

Laki-laki dan perempuan dewasa, tanpa ada pembatasan apapun berdasar-
kan ras, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan memben-
tuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam hal perkawinan,
dalam masa perkawinan dan pada saat berakhirnya perkawinan.
Perkawinan hanya dapat dilakukan atas dasar kebebasan dan persetu-
juan 
penuh dari pihak yang hendak melangsungkan perkawinan. 

Keluarga merupakan satuan kelompok masyarakat yang alamiah
dan
mendasar dan berhak atas perlindungan dari masyarakat dan Negara.


Pasal 17 

Setiap orang berhak untuk memiliki harta benda baik secara pribadi
maupun 
bersama-sama dengan orang lain. 

Tidak seorang pun dapat dirampas harta bendanya secara sewenang-
wenang. 

106 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pasal 18

Setiap orang berhak atas kemerdekaan berpikir, berkeyakinan dan beraga-
ma; 
hak ini mencakup kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan,
dan kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam
kegiatan pengajaran, peribadatan, pemujaan dan ketaatan, baik sendiri
maupun bersama- sama dengan orang lain, di muka umum maupun secara
pribadi.

Pasal 19

Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan penda-
pat; hak ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu
pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima dan
menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan
tanpa memandang batas-batas wilayah.

Pasal 20
Setiap orang berhak atas kebebasan berkumpul secara damai dan berseri-
kat. Tidak seorang pun dapat dipaksa untuk menjadi anggota suatu perkum-
pulan. 


Pasal 21 

Setiap orang berhak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan negaranya,
baik secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilihnya secara bebas.
Setiap orang berhak atas akses yang sama untuk memperoleh pelayanan
umum di negaranya. 

Keinginan rakyat harus dijadikan dasar kewenangan pemerintah;
keinginan tersebut harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaku-
kan secara berkala dan sungguh-sungguh, dengan hak pilih yang bersifat
universal dan sederajat, serta dilakukan melalui pemungutan suara yang
rahasia ataupun melalui prosedur pemungutan suara secara bebas yang
setara.

Pasal 22 

Setiap orang sebagai anggota masyarakat berhak atas jaminan sosial dan
terwujudnya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan
untuk martabat dan perkembangan kepribadiannya dengan bebas, melalui
usaha-usaha nasional maupun kerja sama internasional, dan sesuai dengan
pengaturan dan sumber daya yang ada pada setiap negara .
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 107

Pasal 23
Setiap orang berhak atas buruhan, untuk memilih buruhan dengan
bebas, 
atas kondisi buruhan yang adil dan menyenangkan, dan atas
perlindungan 
terhadap pengangguran. 

Setiap orang berhak atas upah yang sama untuk buruhan yang sama,
tanpa 
diskriminasi. 

Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan
memadai, 
yang bisa menjamin penghidupan yang layak bagi dirinya maupun
keluarganya sesuai dengan martabat manusia, dan apabila perlu ditambah
dengan perlindungan sosial lainnya. 

Setiap orang berhak mendirikan dan bergabung dengan serikat buruh
untuk melindungi kepentingannya. 


Pasal 24 

Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan jam
kerja yang layak dan liburan berkala dengan menerima upah.

Pasal 25
Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk keseha-
tan 
dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas
pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang
diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat,
ditinggalkan oleh pasangannya, usia lanjut, atau keadaan-keadaan lain
yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi di luar
kekuasaannya. 

Ibu dan anak-anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus.
Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan,
harus menikmati perlindungan sosial yang sama. 


Pasal 26 

Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus cuma-cuma,
paling 
tidak pada tahap-tahap awal dan dasar. Pendidikan dasar harus
diwajibkan. Pendidikan teknis dan profesional harus terbuka bagi semua
orang, dan begitu juga pendidikan tinggi harus terbuka untuk semua orang
berdasarkan kemampuan. 

Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan sepenuhnya
kepribadian manusia, dan untuk memperkuat penghormatan terhadap hak
asasi manusia dan kebebasan dasar. Pendidikan harus meningkatkan
pengertian, toleransi dan persaudaraan di antara semua bangsa, kelompok
108 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

rasial dan agama, dan wajib untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan


Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian. 

Orang tua mempunyai hak pertama untuk memilih jenis pendidikan
yang akan diberikan pada anaknya.

Pasal 27 

Setiap orang berhak untuk secara bebas berpartisipasi dalam kehidupan
budaya masyarakat, menikmati seni, dan turut mengecap kemajuan
ilmu 
pengetahuan dan pemanfaatannya. 

Setiap orang berhak atas perlindungan terhadap keuntungan moral
dan
material yang diperoleh dari karya ilmiah, sastra atau seni apapun yang
diciptakannya.

Pasal 28

Setiap orang berhak atas ketertiban sosial dan internasional, di mana hak
dan kebebasan yang diatur dalam Deklarasi ini dapat diwujudkan
sepenuhnya.

Pasal 29
Setiap orang mempunyai kewajiban kepada masyarakat tempat satu-
satunya di mana ia dimungkinkan untuk mengembangkan pribadinya
secara bebas dan penuh. 

Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang hanya tunduk
pada 
batasan-batasan yang ditentukan oleh hukum, semata-mata untuk
menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak dan kebebasan
orang lain, dan 
memenuhi persyaratan-persyaratan moral, ketertiban
umum dan kesejahteraan umum yang adil dalam masyarakat yang
demokratis.
Hak dan kebebasan ini dengan jalan apapun tidak dapat dilaksanakan
apabila bertentangan dengan tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-
Bangsa.

Pasal 30
Tidak ada satu ketentuan pun dalam Deklarasi ini yang dapat ditafsirkan
sebagai memberikan hak pada suatu Negara, kelompok atau orang, untuk
terlibat dalam aktivitas atau melakukan suatu tindakan yang bertujuan
untuk menghancurkan hak dan kebebasan apapun yang diatur di dalam
Deklarasi ini.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 109

Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik


Ditetapkan oleh resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966

MUKADIMAH

Negara-negara Pihak pada Kovenan ini,


Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasi-
kan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengakuan atas martabat
yang melekat pada dan hak-hak yang sama bagi dan tidak bisa dipisahkan
dari semua umat manusia merupakan landasan kebebasan, keadilan dan
perdamaian di dunia,
Menimbang bahwa hak ini bersumber dari martabat yang melekat pada
manusia,
Menimbang bahwa sesuai dengan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi
Manusia, cita-cita umat manusia yang bebas untuk menikmati kebebasan
sipil dan politik, dan kebebasan dari rasa takut dan kekurangan hanya
dapat dicapai apabila diciptakan kondisi di mana setiap orang dapat
menikmati baik hak sipil dan politiknya, maupun hak ekonomi, sosial dan
budayanya,
Menimbang kewajiban Negara berdasarkan Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk memajukan penghormatan secara universal dan
pentaatan terhadap hak asasi dan kebebasan manusia,
Menyadari bahwa individu, yang mempunyai kewajiban terhadap
individu lainnya dan terhadap komunitas yang di dalamnya ia termasuk,
bertanggung jawab untuk berusaha keras bagi pemajuan dan pentaatan
hak yang diakui dalam Kovenan ini,
Menyetujui pasal-pasal berikut ini:
110 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

BAGIAN I

Pasal 1
1. Semua bangsa mempunyai hak menentukan nasib sendiri. Berdasarkan
hak tersebut 
mereka bebas menentukan status politik mereka dan bebas
berupaya mencapai 
pembangunan ekonomi, sosial dan budayanya. 

2. Semua bangsa, demi tujuan mereka sendiri, dapat secara bebas
mengelola kekayaan 
dan sumber daya alam mereka tanpa mengu-
rangi kewajiban apapun yang muncul dari kerja sama ekonomi inter-
nasional berdasarkan prinsip saling menguntungkan dan hukum inter-
nasional. Dalam hal apapun tidak dibenarkan untuk merampas hak-hak
suatu bangsa atas sumber-sumber penghidupannya sendiri. 

3. Negara-negara Pihak Kovenan ini, termasuk mereka yang bertanggung
jawab atas penyelenggaraan Wilayah yang Tidak Berpemerintahan
Sendiri atau Wilayah Perwalian, wajib memajukan perwujudan hak
atas penentuan nasib sendiri, dan wajib menghormati hak tersebut
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa. 


BAGIAN II

Pasal 2 

1. Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati
dan menjamin hak 
yang diakui dalam Kovenan ini bagi semua individu
yang berada di dalam wilayahnya dan berada di bawah yurisdikasinya,
tanpa pembedaan jenis apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, asal-usul
kebangsaan atau sosial, hak milik, status kelahiran atau status lainnya.

1. Apabila belum diatur oleh ketentuan perundang-undangan atau kebija-
kan lainnya, setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk
mengambil langkah-langkah yang diperlukan, sesuai dengan proses
konstitusionalnya dan sesuai dengan ketentuan Kovenan ini, untuk
mengambil tindakan legislatif atau tindakan lainnya yang mungkin
perlu bagi pelaksanaan hak yang diakui dalam Kovenan ini. 

1. Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji:
a. menjamin bahwa setiap orang yang hak atau kebebasannya
sebagaimana diakui 
dalam Kovenan ini dilanggar, akan
memperoleh upaya pemulihan yang efektif, walaupun pelang-
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 111

garan tersebut dilakukan oleh seseorang yang bertindak dalam


kapasitas sebagai pejabat negara; 

b. menjamin agar setiap orang yang menuntut upaya pemulihan
tersebut harus ditentukan haknya oleh lembaga peradilan,
administratif atau legislatif yang berwenang, atau oleh lembaga
yang berwenang lainnya, yang diatur oleh sistem hukum
Negara tersebut, dan untuk mengembangkan kemungkinan
pemulihan yang bersifat hukum; 

c. menjamin bahwa lembaga yang berwenang akan melaksana-
kan upaya pemulihan tersebut apabila dikabulkan. 


Pasal 3 

Negara-negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin persamaan
hak antara laki-laki dan perempuan dalam penikmatan hak sipil dan politik
yang tercantum dalam Kovenan ini.

Pasal 4
1. Dalam keadaan darurat umum yang mengancam kehidupan bangsa
dan terdapatnya keadaan darurat tersebut telah diumumkan secara
resmi, Negara-negara Pihak pada Kovenan ini dapat mengambil upaya-
upaya yang menyimpang (derogate) dari kewajiban mereka berdasarkan
Kovenan ini, sejauh hal itu dituntut oleh situasi darurat tersebut, dengan
ketentuan bahwa upaya-upaya tersebut tidak bertentangan dengan
kewajiban Negara-negara Pihak itu menurut hukum internasional, dan
tidak menyangkut diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, dan asal-usul sosial. 

2. Penyimpangan terhadap Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 (ayat 1 dan 2), Pasal
11, Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 18 tidak boleh dilakukan oleh keten-
tuan ini. 

3. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini yang menggunakan hak untuk
penyimpangan harus segera memberitahu Negara-negara Pihak lainnya
dengan perantaraan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa,
tentang ketentuan yang terhadapnya dilakukan penyimpangan dan
alasan yang mendorong dilakukannya penyimpangan tersebut.
Pemberitahuan lebih lanjut harus dilakukan melalui perantara yang
sama, tentang tanggal diakhirinya penyimpangan tersebut. 

112 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pasal 5 

1. Tidak ada satu ketentuan pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsir-
kan sebagai memberikan secara langsung kepada suatu Negara, kelom-
pok atau perseorangan hak untuk melakukan kegiatan atau tindak apa
pun yang bertujuan untuk menghancurkan hak atau kebebasan yang
diakui dalam Kovenan ini, atau untuk membatasi hak dan kebebasan
itu lebih besar daripada yang ditentukan dalam Kovenan ini. 

2. Tidak boleh ada pembatasan atau pengurangan terhadap hak asasi
manusia yang mendasar yang diakui atau yang berlaku di Negara-negara
Pihak pada Kovenan ini menurut hukum, konvensi, peraturan atau
kebiasaan, dengan alasan bahwa Kovenan ini tidak mengakui hak-hak
tersebut atau mengakuinya tetapi dalam tingkatan yang lebih rendah.


BAGIAN III

Pasal 6 

1. Setiap manusia mempunyai hak untuk hidup yang melekat pada dirinya.
Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat diram-
pas hak hidupnya secara sewenang-wenang.
2. Di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusan
hukuman mati hanya dapat dijatuhkan terhadap kejahatan yang paling
berat sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat dilakukannya
kejahatan tersebut, dan tidak bertentangan dengan ketentuan Kovenan
ini dan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan
Genosida. Hukuman ini hanya dapat dilaksanakan atas dasar putusan
akhir yang dijatuhkan oleh pengadilan yang berwenang. 

3. Apabila perampasan kehidupan merupakan kejahatan Genosida, disepa-
kati bahwa tidak ada hal-hal dalam Pasal ini yang membenarkan Negara
Peserta Kovenan ini, untuk mengurangi dengan cara apapun kewajiban
yang dibebankan berdasarkan ketentuan dalam Konvensi tentang
Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida. 

4. Siapa pun yang dijatuhi hukum mati mempunyai hak untuk menda-
patkan pengampunan atau keringanan hukuman. Amnesti, pengam-
punan atau pengurangan hukuman mati dapat diberikan dalam semua
kasus. 

5. Hukuman mati tidak dapat dijatuhkan atas kejahatan yang dilakukan
oleh seseorang dibawah usia delapan belas tahun, dan tidak dapat
dilaksanakan pada perempuan yang tengah mengandung. 

MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 113

6. Tidak ada satupun dalam Pasal ini yang dapat digunakan untuk menunda
atau mencegah penghapusan hukuman mati oleh Negara-negara Pihak
pada Kovenan ini. 


Pasal 7

Tidak seorang pun dapat dikenai penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman
lain yang 
 kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
Khususnya, tidak seorang pun dapat dijadikan obyek eksperimen medis
atau ilmiah tanpa persetujuannya.

Pasal 8
1. Tidak seorang pun boleh diperbudak; perbudakan dan perdagangan
budak dalam segala bentuknya dilarang; 

2. Tidak seorang pun boleh diperhambakan. 

3. (a) Tidak seorang pun boleh diwajibkan untuk melakukan kerja paksa
atau kerja wajib; 

(b) Ayat 3 (a) tidak boleh dianggap sebagai menghalangi, di negara
yang dapat mengenakan pemenjaraan dengan kerja berat sebagai
hukuman atas suatu kejahatan, pelaksanaan kerja berat tersebut sesuai
dengan dijatuhkannya hukuman demikian oleh pengadilan yang
berwenang;
(c) Untuk maksud ayat ini, istilah “kerja paksa” atau “kerja wajib”
mencakup:
(i) Setiap tugas yang bersifat militer dan, di negara-negara yang

mengakui adanya keberatan berdasarkan keyakinan, setiap


kewajiban nasional yang diharuskan 
oleh hukum bagi orang
yang menyatakan keberatan atas dasar keyakinan; 

(ii) Setiap tugas yang dituntut dalam keadaan darurat atau bencana

yang 
mengancam kehidupan atau kesejahteraan komunitas; 



(iii) Setiap pekerjaan atau tugas yang merupakan bagian dari

kewajiban umum 
warga negara.


Pasal 9 

1. Setiap orang berhak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi. Tidak
seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang.
Tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan
alasan-alasan yang sah, dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
oleh hukum. 

2. Siapa pun yang ditangkap harus diberitahu, pada saat penangkapan,
114 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

alasan-alasan penangkapannya, dan harus segera diberitahu mengenai


tuduhan yang dikenakan padanya. 

3. Siapa pun yang ditangkap atau ditahan berdasarkan tuduhan pidana
harus segera dibawa ke hadapan hakim atau pejabat lain yang diberi
kewenangan oleh hukum untuk melaksanakan kekuasaan peradilan,
dan berhak untuk diadili dalam jangka waktu yang wajar, atau dibebas-
kan. Seharusnya bukan merupakan ketentuan umum bahwa orang 
yang
menunggu pemeriksaan pengadilan harus ditahan, tetapi pembebasan
dapat dilakukan dengan syarat jaminan untuk hadir pada waktu
pemeriksaan pengadilan, pada tahap lain dari proses peradilan, dan,
apabila dibutuhkan, pada pelaksanaan putusan pengadilan.
4. Siapa pun yang dirampas kemerdekaannya dengan cara penangkapan
atau penahanan, mempunyai hak untuk disidangkan di depan pengadi-
lan, agar pengadilan tanpa menunda-nunda dapat menentukan keabsa-
han penangkapannya, dan memerintahkan pembebasannya apabila
penahanan tersebut tidak sah menurut hukum. 

5. Setiap orang yang telah menjadi korban penangkapan atau penahanan
yang tidak sah berhak mendapat ganti rugi yang harus dilaksanakan. 


Pasal 10
1. Setiap orang yang dirampas kemerdekaannya wajib diperlakukan secara
manusiawi dan dengan menghormati martabat yang melekat pada diri
manusia tersebut. 

a. Terdakwa, kecuali dalam keadaan khusus, harus dipisahkan
dari orang yang telah dinyatakan bersalah dan harus diper-
lakukan secara berbeda, sesuai dengan statusnya sebagai orang
yang masih harus ditentukan bersalah atau tidaknya;
b. Terdakwa yang belum dewasa harus dipisahkan dari orang
dewasa dan harus secepat mungkin diajukan ke pengadilan. 

2. Sistem penjara harus mencakup pembinaan terhadap narapidana, yang
tujuan utamanya adalah perbaikan dan rehabilitasi sosial narapidana.
Pelanggar hukum yang belum dewasa harus dipisahkan dari orang
dewasa dan diberikan perlakuan sesuai dengan usia dan status hukumn-
ya. 


Pasal 11 

Tidak seorang pun dapat dipenjarakan semata-mata atas dasar ketidak-
mampuannya memenuhi kewajiban kontraktualnya.
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 115

Pasal 12
1. Setiap orang yang secara sah berada di dalam wilayah suatu Negara,
berhak atas kebebasan untuk bergerak dan kebebasan untuk memilih
tempat tinggalnya di wilayah tersebut. 

2. Setiap orang bebas untuk meninggalkan negara mana pun, termasuk
negaranya sendiri. 

3. Hak tersebut di atas tidak boleh dikenai pembatasan apapun, kecuali
jika ditentukan oleh hukum, yang perlu untuk melindungi keamanan
nasional, ketertiban umum, kesehatan umum, atau moral, atau hak dan
kebebasan orang lain, dan konsisten dengan hak 
lainnya yang diakui
dalam Kovenan ini.

4. Tidak seorang pun boleh secara sewenang-wenang dicabut haknya
untuk masuk ke 
negaranya sendiri. 


Pasal 13
Orang asing yang berada secara sah di wilayah Negara Pihak pada Kovenan
ini dapat
diusir dari Negara tersebut hanya menurut keputusan yang
dikeluarkan berdasarkan hukum dan, kecuali ada alasan-alasan kuat
sehubungan dengan keamanan nasional, ia harus diberi kesempatan
mengajukan keberatan terhadap pengusiran dirinya, dan meminta agar
kasusnya ditinjau kembali dan diwakili untuk keperluan ini, oleh pihak
yang berwenang atau orang-orang yang secara khusus ditunjuk oleh pihak
yang berwenang.

Pasal 14
1. Semua orang mempunyai kedudukan yang setara di depan pengadilan
dan badan peradilan. Dalam menentukan tuduhan pidana terhadap
dirinya, atau dalam menentukan segala hak dan kewajibannya dalam
suatu gugatan, setiap orang berhak atas pemeriksaan yang adil dan
terbuka oleh pengadilan yang berwenang, mandiri dan tidak berpihak
dan dibentuk menurut hukum. Pers dan masyarakat dapat dilarang
mengikuti seluruh atau sebagian sidang dengan alasan moral, keterti-
ban umum atau keamanan nasional dalam suatu masyarakat yang
demokratis, atau bilamana perlu, demi kepentingan kehidupan pribadi
pihak yang bersangkutan, atau sejauh diperlukan menurut pengadilan
dalam keadaan khusus, di mana publikasi justru dianggap akan
merugikan kepentingan keadilan itu sendiri; akan tetapi apa pun yang
diputuskan dalam suatu perkara pidana atau perdata harus diumumkan,
kecuali bilamana kepentingan anak-anak di bawah umur menentukan
116 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

sebaliknya, atau bilamana persidangan tersebut mengenai perselisihan


perkawinan atau perwalian anak-anak.
2. Setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana berhak dianggap
tidak bersalah sampai kesalahannya dibuktikan menurut hukum. 

3. Dalam menentukan tindak pidana yang dituduhkan, setiap orang
berhak atas jaminan minimum berikut, dalam persamaan yang penuh:
(a) untuk segera diberitahu secara terperinci dalam bahasa yang
ia mengerti, tentang sifat dan alasan tuduhan yang dikenakan
terhadapnya; 

(b) untuk mendapat waktu dan fasilitas yang memadai untuk
mempersiapkan pembelaan dan berkomunikasi dengan
pengacara yang dipilihnya sendiri; 

(c) untuk diadili tanpa penundaan yang tidak semestinya; 

(d) untuk diadili dengan kehadirannya, dan untuk membela
dirinya secara sendiri 
atau melalui pembela yang dipilihnya
sendiri; untuk diberitahu tentang haknya atas bantuan hukum
apabila ia tidak mempunyai pembela, dan untuk mendapatkan
bantuan hukum jika kepentingan keadilan menghendaki
demikian, dan tanpa pembayaran darinya apabila ia tidak
memiliki cukup sarana untuk membayarnya; 

(e) untuk memeriksa, atau meminta diperiksanya, saksi-saksi
yang memberatkannya, dan meminta dihadirkannya dan
diperiksanya saksi-saksi yang meringankannya, dengan syarat-
syarat yang sama seperti saksi-saksi yang memberatkannya; 

(f) untuk mendapatkan bantuan penerjemah secara cuma-cuma
apabila ia tidak mengerti atau tidak bisa berbicara dalam
bahasa yang digunakan di pengadilan; 

(g) untuk tidak dipaksa agar memberikan kesaksian yang
memberatkan dirinya, atau dipaksa mengakui kesalahan-
nya.
hal anak yang belum dewasa, prosedur yang dipakai harus
mempertimbangkan
4. Dalam
 usia dan kelayakan bagi pemajuan rehabilitasinya.
5. Setiap orang yang dijatuhi hukuman pidana berhak atas peninjauan
kembali terhadap keputusan atau hukumannya oleh pengadilan yang
lebih tinggi, sesuai dengan hukum. 

6. Apabila seseorang telah dijatuhi hukuman atas tindak pidana dengan
keputusan yang bersifat final dan, apabila dalam proses selanjutnya
ternyata diputuskan sebaliknya atau diampuni berdasarkan bukti-bukti
baru yang secara meyakinkan telah memperlihatkan adanya kesalahan
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 117

dalam penegakan keadilan, orang yang telah menderita hukuman


sebagai akibat putusan tersebut akan diberi kompensasi sesuai dengan
hukum, kecuali jika dibuktikan bahwa tidak terungkapnya fakta yang
tidak diketahui sebelumnya, baik seluruhnya maupun sebagian, adalah
kesalahannya sendiri. 

7. Tidak seorang pun dapat diadili atau dihukum kembali untuk tindak
pidana di mana ia telah dihukum atau dibebaskan, sesuai dengan hukum
dan hukum acara pidana di masing-masing negara. 


Pasal 15 

1. Tidak seorang pun dapat dinyatakan bersalah atas suatu tindak pidana
karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bukan merupa-
kan tindak pidana berdasarkan hukum nasional maupun internasional
pada saat tindakan tersebut dilakukan. Demikian pula tidak dapat
dijatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukuman yang berlaku
pada saat tindak pidana dilakukan. Apabila setelah dilakukannya tindak
pidana ketentuan hukum menentukan hukuman yang lebih ringan
maka pelaku harus memperoleh keringanan tersebut.
2. Tidak ada sesuatu pun dalam Pasal ini yang dapat merugikan persi-
dangan dan penghukuman terhadap setiap orang atas tindakan yang
dilakukan atau yang tidak dilakukan, yang pada saat dilakukannya,
adalah suatu tindak pidana sesuai dengan prinsip hukum yang diakui
oleh masyarakat internasional.

Pasal 16
Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum di
mana pun ia berada.

Pasal 17
1. Tidak seorang pun yang dapat secara sewenang-wenang atau secara
tidak sah dicampuri masalah pribadi, keluarga, rumah atau korespon-
densinya, atau secara tidak sah diserang kehormatan dan nama baiknya.

2. Setiap orang berhak atas perlindungan hukum terhadap campur tangan
atau serangan tersebut. 


Pasal 18 

1. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beraga-
ma. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima
suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan,
118 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA HANDOUT

baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan


baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau
kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan
pengajaran. 

2. Tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga mengganggu kebebasan-
nya untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya
sesuai dengan pilihannya. 

3. Kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya
dapat dibatasi oleh ketentuan hukum, yang diperlukan untuk
melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan atau moral masyarakat
atau hak dan kebebasan mendasar orang lain. 

4. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati
kebebasan orang tua dan, jika ada, wali yang sah, untuk memastikan
bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai
dengan keyakinan mereka sendiri. 


Pasal 19 

1. Setiap orang berhak untuk mempunyai pendapat tanpa diganggu. 

2. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak
ini termasuk 
kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan
informasi dan ide apapun, tanpa memperhatikan medianya, baik secara
lisan, tertulis atau dalam bentuk cetakan, dalam bentuk seni, atau
melalui media lainnya, sesuai dengan pilihannya. 

3. Pelaksanaan hak yang diatur dalam ayat 2 Pasal ini menimbulkan
kewajiban dan tanggung jawab khusus. Oleh karena itu hak tersebut
dapat dikenai pembatasan tertentu, namun pembatasan tersebut hanya
diperbolehkan apabila diatur menurut hukum dan dibutuhkan untuk: 
(a)
menghormati hak atau nama baik orang lain;
(b) melindungi keamanan
nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral 
masyarakat.


Pasal 20 

1. Propaganda apapun untuk berperang harus dilarang oleh hukum. 

2. Segala tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan,
ras atau agama 
yang merupakan hasutan untuk melakukan diskrimi-
nasi, permusuhan atau kekerasan harus dilarang oleh hukum.

Pasal 21 

Hak untuk berkumpul secara damai harus diakui. Tidak ada suatu
pembatasan dapat dikenakan pada pelaksanaan hak tersebut kecuali jika
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 119

hal tersebut dilakukan berdasarkan hukum, dan diperlukan dalam


masyarakat yang demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan
keselamatan publik, ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan
atau moral masyarakat, atau perlindungan terhadap hak dan kebebasan
orang lain.

Pasal 22
1. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat dengan orang
lain, termasuk hak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat
buruh untuk melindungi kepentingannya. 

2. Tidak satu pun pembatasan dapat dikenakan pada pelaksanaan hak
ini, kecuali jika hal tersebut dilakukan berdasarkan hukum, dan diper-
lukan dalam masyarakat yang demokratis untuk kepentingan keamanan
nasional dan keselamatan publik, ketertiban umum, perlindungan
terhadap kesehatan atau moral masyarakat, atau perlindungan terhadap
hak dan kebebasan orang lain. Pasal ini tidak boleh mencegah pelak-
sanaan pembatasan yang sah bagi anggota angkatan bersenjata dan
polisi dalam melaksanakan hak ini. 

3. Tidak ada satu hal pun dalam pasal ini yang memberi wewenang pada
Negara-negara Pihak pada Konvensi Organisasi Buruh Internasional
1948 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak
Berserikat untuk mengambil tindakan legislatif yang dapat mengu-
rangi, atau memberlakukan hukum sedemikian rupa sehingga mengu-
rangi, jaminan yang diberikan dalam Konvensi tersebut. 


Pasal 23 

1. Keluarga adalah unit kelompok sosial yang alamiah dan dasar dan
berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan Negara. 

2. Hak laki-laki dan perempuan pada usia perkawinan untuk menikah
dan membentuk keluarga harus diakui. 

3. Tidak ada sebuah perkawinan pun dapat dilakukan tanpa persetujuan
yang bebas dan penuh dari para pihak yang hendak menikah. 

4. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini akan mengambil langkah-
langkah yang diperlukan untuk menjamin kesetaraan hak dan tanggung
jawab suami dan istri mengenai perkawinan, selama masa perkawinan
dan pada saat perkawinan berakhir. Ketika perkawinan berakhir, harus
dibuat ketentuan yang diperlukan untuk melindungi anak-anak. 

120 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pasal 24 

1. Setiap anak, tanpa diskriminasi yang berkenaan dengan ras, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, asal-usul kebangsaan atau sosial,
harta benda atau kelahiran, berhak atas upaya-upaya perlindungan
sebagaimana yang dibutuhkan oleh statusnya sebagai anak di bawah
umur, oleh keluarga, masyarakat dan Negara. 

2. Setiap anak harus didaftarkan segera setelah lahir dan harus mempu-
nyai nama. 

3. Setiap anak berhak memperoleh kewarganegaraan.

Pasal 25
Setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan, tanpa
pembedaan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa pembatasan
yang tidak wajar, untuk:
(a) ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik secara
langsung ataupun melalui perwakilan yang dipilih secara
bebas; 

(b) memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang jujur,
dengan hak pilih yang universal dan sederajat, dan dilakukan
dengan pemungutan suara yang rahasia yang menjamin
kebebasan para pemilih menyatakan keinginannya; 

(c) mendapatkan akses, berdasarkan persyaratan yang sama secara
umum, pada dinas pemerintahan di negaranya. 


Pasal 26
Semua orang berkedudukan sama di depan hukum dan berhak, tanpa
diskriminasi apapun, atas perlindungan hukum yang sama. Dalam hal ini
hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan
yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar
apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau
pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, harta benda, status kelahi-
ran atau status lainnya.

Pasal 27
Di negara-negara di mana terdapat golongan minoritas berdasarkan etnis,
agama atau bahasa, orang-orang yang tergabung dalam kelompok-kelom-
pok minoritas tersebut tidak dapat diingkari haknya, dalam komunitas
bersama anggota lain dari kelompok mereka, untuk menikmati budaya
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 121

mereka sendiri, untuk menjalankan dan mengamalkan agama mereka


sendiri, atau untuk menggunakan bahasa mereka sendiri.

BAGIAN IV

Pasal 28
1. Harus dibentuk Komite Hak Asasi Manusia (dalam Kovenan ini
selanjutnya akan disebut 
sebagai Komite). Komite akan terdiri dari
delapan belas anggota dan akan melaksanakan 
fungsi-fungsi yang
diatur di bawah ini. 

2. Komite terdiri dari warga negara dari Negara-negara Pihak pada
Kovenan ini yang 
merupakan orang-orang yang bermoral tinggi dan
diakui kompetensinya di bidang hak asasi manusia, dan pertimbangan
akan diberikan bagi manfaat partisipasi sejumlah orang yang memiliki
pengalaman di bidang hukum. 

3. Anggota-anggota Komite akan dipilih dan menjalankan tugas dalam
kapasitas pribadi mereka. 


Pasal 29 

1. Anggota-anggota Komite dipilih melalui pemungutan suara yang
rahasia dari daftar orang-orang yang mempunyai kualifikasi yang
ditentukan dalam Pasal 28, dan dicalonkan untuk tujuan itu oleh
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini. 

2. Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini dapat mencalonkan tidak lebih
dari dua orang. Orang-orang tersebut harus merupakan warga negara
dari Negara yang mencalonkan. 

3. Seseorang dapat dicalonkan kembali.

Pasal 30 

1. Pemilihan awal diselenggarakan tidak lebih lambat dari enam bulan
setelah tanggal berlakunya Kovenan ini. 

2. Paling tidak empat bulan sebelum tanggal setiap pemilihan Komite,
selain dari pemilihan untuk mengisi kekosongan yang diatur dalam
Pasal 34, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan membuat
undangan tertulis bagi Negara-negara Pihak pada Kovenan ini untuk
menyampaikan calon mereka sebagai anggota Komite, dalam jangka
waktu tiga bulan. 

3. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menyiapkan
122 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

daftar nama semua orang yang dicalonkan berdasarkan abjad, dengan


menyebutkan Negara Pihak yang mencalonkan mereka, dan menyam-
paikan daftar tersebut pada Negara-negara Pihak pada Kovenan ini
tidak kurang dari satu bulan sebelum tanggal pemilihan. 

4. Pemilihan anggota Komite akan diselenggarakan pada sidang Negara-
negara Pihak pada Kovenan ini, yang diadakan Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa di Markas Besar Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Pada persidangan tersebut, di mana paling tidak dua pertiga
dari Negara-Negara yang menjadi Pihak pada Kovenan ini harus hadir
untuk mencapai kuorum, orang yang dipilih untuk menjadi anggota
Komite haruslah calon yang mendapatkan jumlah suara terbanyak dan
mayoritas mutlak dari suara dari perwakilan Negara-negara Pihak yang
hadir dan melakukan pemungutan suara. 


Pasal 31
1. Komite tidak boleh beranggotakan lebih dari satu warga negara dari
Negara yang sama. 

2. Pada pemilihan Komite, harus dipertimbangkan pembagian geografis
yang merata dalam keanggotaannya dan perwakilan dari berbagai
bentuk peradaban dan sistem hukum 
yang utama.

Pasal 32 

1. Anggota Komite akan dipilih untuk jangka waktu empat tahun. Mereka
dapat dipilih kembali apabila dicalonkan kembali. Namun masa jabatan
untuk sembilan anggota pada pemilihan pertama akan berakhir setelah
dua tahun; segera setelah pemilihan pertama, nama kesembilan anggota
akan dipilih melalui undian oleh Ketua Persidangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat 4. 

2. Pemilihan setelah berakhirnya masa jabatan akan diselenggarakan
sesuai dengan Pasal-pasal sebelumnya pada bagian Kovenan ini 


Pasal 33 

1. Apabila berdasarkan pendapat bulat dari para anggota seorang anggota
Komite telah berhenti melaksanakan fungsinya berdasarkan suatu sebab
yang lain dari ketidakhadiran yang bersifat sementara, Ketua Komite
akan memberitahukannya pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa, yang kemudian akan menyatakan bahwa jabatan anggota
tersebut kosong. 

2. Apabila anggota Komite meninggal atau mengundurkan diri, Ketua
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 123

Komite harus segera memberi tahu Sekretaris Jenderal Perserikatan


Bangsa-Bangsa, yang kemudian harus menyatakan bahwa jabatan
tersebut kosong pada tanggal meninggalnya atau pada tanggal
pengunduran diri berlaku efektif.

Pasal 34 

1. Apabila kekosongan jabatan telah dinyatakan sesuai dengan Pasal 33,
dan apabila masa jabatan anggota yang digantikan belum berakhir
dalam jangka waktu enam bulan sejak dinyatakan adanya kekosongan
tersebut, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa akan memberi
tahu setiap Negara Pihak pada Kovenan ini, yang dalam jangka waktu
dua bulan dapat menyampaikan calon sesuai dengan Pasal 29 untuk
mengisi kekosongan tersebut. 

2. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menyiapkan
daftar menurut abjad yang memuat nama orang-orang yang dicalonkan,
dan akan menyampaikannya kepada Negara-negara Pihak pada Kovenan
ini. Pemilihan untuk mengisi kekosongan akan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang relevan dalam bagian Kovenan ini.

3. Anggota Komite yang dipilih untuk mengisi kekosongan yang telah
dinyatakan sesuai dengan Pasal 33, akan menjabat selama sisa waktu
jabatan anggota yang telah mengosongkan kursi pada Komite berdasar-
kan ketentuan dalam Pasal tersebut. 


Pasal 35
Para anggota Komite, dengan persetujuan dari Majelis Umum Perserika-
tan Bangsa-Bangsa, akan menerima honorarium dari sumber-sumber
Perserikatan Bangsa-Bangsa berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-
ketentuan yang diputuskan oleh Majelis Umum dengan memperhatikan
tanggung jawab yang penting dari Komite.

Pasal 36
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menyediakan staf
dan fasilitas yang dibutuhkan agar Komite dapat melaksanakan fungsinya
secara efektif berdasarkan Kovenan ini.

Pasal 37
1. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menyelenggara-
kan persidangan awal Komite di Markas Besar Perserikatan Bangsa-
Bangsa. 

124 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

2. Setelah persidangan awalnya, Komite akan mengadakan pertemuan


pada waktu-waktu yang ditentukan dalam peraturan tata kerjanya. 

3. Komite biasanya akan mengadakan pertemuan di Markas Besar
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau di Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa
di Jenewa. 


Pasal 38 

Setiap anggota Komite, sebelum memulai tugasnya, wajib berjanji dengan
sungguh-sungguh dalam komite terbuka bahwa ia akan melaksanakan
tugasnya tanpa berpihak dan secara seksama.

Pasal 39
1. Komite akan memilih pejabat-pejabatnya untuk jangka waktu dua
tahun. Mereka dapat dipilih kembali. 

2. Komite akan membuat aturan tata kerjanya sendiri, akan tetapi aturan
ini harus menentukan bahwa, antara lain:
(a) Dua belas anggotanya
merupakan kuorum;
(b) Keputusan-keputusan Komite akan diambil
berdasarkan suara mayoritas anggota 
yang hadir.

Pasal 40 

1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menyampaikan
laporan tentang langkah-langkah yang telah diambil untuk mewujud-
kan hak-hak yang diakui di sini, beserta kemajuan yang telah dicapai
dalam penikmatan hak-hak tersebut: 
(a) Dalam jangka waktu satu
tahun sejak berlakunya Kovenan ini untuk Negara Pihak yang bersang-
kutan; 
(b) Setelah itu, kapan saja Komite memintanya. 

2. Semua laporan harus disampaikan kepada Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan meneruskannya kepada Komite
untuk dibahas. Laporan harus menunjukkan faktor-faktor dan
kesulitan-kesulitan, apabila ada, yang mempengaruhi penerapan
Kovenan ini. 

3. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, setelah berkonsul-
tasi dengan Komite, dapat meneruskan ke badan-badan khusus bagian
tertentu dari salinan laporan yang dianggap masuk dalam kewenangan
badan khusus tersebut. 

4. Komite akan mempelajari laporan-laporan yang disampaikan oleh
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini. Komite akan meneruskan
laporan-laporannya, beserta komentar umum apabila dipandang perlu,
kepada Negara Pihak. Komite dapat juga menyampaikan komentar-
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 125

komentar tersebut bersama dengan salinan laporan-laporan yang


diterima Komite dari Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, kepada
Dewan Ekonomi dan Sosial. 

5. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini dapat menyampaikan pada
Komite pengamatan terhadap komentar apapun yang dibuat sesuai
dengan ayat 4 dari Pasal ini. 


Pasal 41 

1. Suatu Negara Pihak pada Kovenan ini sewaktu-waktu dapat menya-
takan, berdasarkan Pasal ini, bahwa ia mengakui kompetensi Komite
untuk menerima dan membahas komunikasi yang berhubungan dengan
Negara Pihak yang menyatakan bahwa Negara Pihak lainnya tidak
memenuhi kewajibannya berdasarkan Kovenan ini. Komunikasi
berdasarkan Pasal ini hanya dapat diterima dan dibahas apabila disam-
paikan oleh Negara Pihak yang telah menyatakan bahwa dirinya tunduk
pada kompetensi Komite. Tidak satu pun komunikasi akan diterima
oleh Komite, apabila hal tersebut berhubungan dengan Negara Pihak
yang belum membuat pernyataan tersebut. Komunikasi yang diterima
berdasarkan Pasal ini akan ditangani sesuai dengan prosedur sebagai
berikut:
(a) Apabila Negara Pihak Kovenan ini menganggap bahwa Negara
Pihak lain tidak memberlakukan ketentuan-ketentuan Kovenan
ini, secara tertulis ia dapat mengajukan masalah tersebut untuk
diperhatikan Negara Pihak yang bersangkutan. Dalam jangka
waktu tiga bulan setelah diterimanya komunikasi, Negara yang
menerima harus menyampaikan penjelasan atau pernyataan
tertulis lainnya kepada Negara pengirim tentang permasalahan
yang melalui pemberitahuan kepada Komite dan Negara Pihak
lainnya. 

(b) Komite hanya akan menangani masalah yang diajukan kepadan-
ya setelah ia mema harus mencakup, sepanjang dimungkinkan
dan sesuai, rujukan prosedur domestik dan langkah penyelesaian
yang telah diambil, yang sedang berjalan atau yang telah tersedia
sehubungan dengan masalah tersebut. 

(c) Apabila masalah tersebut tidak dapat diselesaikan secara memuas-
kan oleh kedua Negara Pihak yang berkepentingan, dalam jangka
waktu enam bulan setelah Negara penerima menerima komuni-
kasi awal, masing-masing Negara mempunyai hak untuk menga-
126 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

jukan masalah tersebut kepada Komite, memastikan bahwa semua


penyelesaian domestik yang ada telah ditempuh, dan digunakan
sesuai dengan prinsip-prinsip yang diakui oleh hukum interna-
sional. Ketentuan ini tidak berlaku apabila pelaksanaan upaya
penyelesaian telah diperpanjang secara tidak wajar. 

(d) Komite akan menyelenggarakan sidang tertutup ketika memerik-
sa komunikasi- komunikasi berdasarkan Pasal ini. 

(e) Dengan mengingat ketentuan pada sub ayat (c), Komite akan
menyediakan jasa-jasa baiknya pada Negara Pihak yang bersang-
kutan, dengan maksud agar ada penyelesaian yang baik tentang
masalah tersebut, berdasarkan penghormatan terhadap hak asasi
manusia dan kebebasan dasar sebagaimana diakui pada Kovenan
ini. 

(f) Dalam masalah-masalah yang diajukan padanya, Komite dapat
memanggil Negara Pihak yang bersangkutan, sebagaimana
dimaksud dalam sub ayat (b), untuk memberikan informasi yang
relevan. 

(g) Negara Pihak yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud dalam
sub ayat (b), berhak untuk diwakili apabila masalahnya dibahas
di Komite dan membuat pembelaan secara lisan dan/atau tertu-
lis. 

(h) Komite dalam jangka waktu dua belas bulan setelah tanggal
diterimanya pemberitahuan berdasarkan sub ayat (b) akan
menyampaikan laporan: 

(i) Apabila penyelesaian dalam jangka waktu yang ditentukan dalam
sub ayat (e) tercapai, Komite akan membatasi laporan pada
pernyataan singkat tentang fakta dan penyelesaian yang telah
dicapai. 

(j) Apabila penyelesaian dalam jangka waktu yang ditentukan oleh
sub ayat (e) tidak tercapai, Komite akan membatasi laporannya
pada pernyataan singkat tentang fakta; pembelaan secara tertu-
lis dan transkrip dari pembelaan lisan yang dibuat oleh Negara
Pihak yang bersangkutan akan dilampirkan pada laporan terse-
but. Dalam segala masalah, laporan harus dikomunikasikan
kepada Negara-negara Pihak yang berkepentingan. 

2. Ketentuan pada pasal ini akan berlaku pada saat sepuluh Negara Pihak
pada Kovenan ini telah membuat deklarasi berdasarkan ayat 1 dari
Pasal ini. Pernyataan tersebut akan diserahkan oleh Negara Pihak untuk
disimpan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa, yang akan
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 127

meneruskan salinannya kepada Negara-negara Pihak lainnya.


Pernyataan dapat ditarik setiap waktu dengan memberitahukan Sekre-
taris Jenderal. Penarikan tersebut tidak akan mempengaruhi pembahasan
terhadap masalah yang menjadi isu komunikasi yang telah disampaikan
berdasarkan Pasal ini; tidak ada komunikasi lanjutan dari Negara Pihak
yang dapat diterima setelah pemberitahuan penarikan pernyataan
diterima oleh Sekretaris Jenderal, kecuali jika Negara Pihak yang
bersangkutan telah membuat pernyataan baru.

Pasal 42
1. (a) Apabila sebuah masalah yang diajukan kepada Komite sesuai dengan
Pasal 41 tidak mendapat penyelesaian yang dirasa memuaskan oleh
Negara-negara Pihak yang berkepentingan, Komite dengan persetujuan
terlebih dahulu dari Negara- negara Pihak yang berkepentingan dapat
menunjuk Komisi Pendamai ad hoc (selanjutnya disebut sebagai Komisi).
Jasa-jasa baik Komisi akan disediakan bagi Negara-negara Pihak yang
berkepentingan dengan maksud mencapai penyelesaian yang bersaba-
hat dalam masalah tersebut berdasarkan penghormatan terhadap
Kovenan ini. 
(b) Komisi terdiri dari lima orang yang dapat diterima
oleh Negara-negara Pihak yang berkepentingan. Apabila negara-
negara Pihak gagal untuk mencapai persetujuan dalam jangka waktu
tiga bulan untuk seluruh atau sebagian komposisi Komisi, para anggota
Komisi yang gagal dipilih melalui kesepakatan, akan dipilih dengan
menggunakan pemungutan suara yang rahasia oleh dua pertiga
mayoritas suara dari anggota Komite. 

2. Para anggota Komisi akan bekerja berdasarkan kapasitas pribadinya.
Mereka tidak boleh merupakan warga negara dari Negara-negara Pihak
yang berkepentingan atau dari Negara yang bukan Pihak pada Kovenan
ini, atau Negara Pihak yang belum membuat pernyataan berdasarkan
Pasal 41. 

3. Komisi akan memilih Ketuanya sendiri dan menetapkan aturan prose-
durnya sendiri. 

4. Persidangan Komisi biasanya akan diselenggarakan di Markas Besar
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa
di Jenewa. Namun, persidangan dapat diselenggarakan di tempat-tempat
lain yang dianggap baik/mudah sebagaimana ditentukan oleh Komisi
dengan berkonsultasi dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa dan Negara-negara Pihak yang berkepentingan. 

128 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

5. Sekretariat yang disediakan berdasarkan Pasal 36 akan juga melayani


para anggota komisi yang ditunjuk berdasarkan Pasal ini. 

6. Informasi yang diterima dan dikumpulkan oleh Komite, akan diberi-
kan kepada Komisi, dan Komisi dapat memanggil Negara-negara Pihak
yang berkepentingan untuk 
memberikan informasi relevan lainnya. 

7. Apabila Komisi telah lengkap membahas masalah secara keseluruhan,
namun dalam hal 
apapun, tidak lebih dari dua belas bulan setelah
menangani masalah, Komisi akan menyampaikan laporan kepada Ketua
Komite untuk dikomunikasikan kepada Negara- negara Pihak yang
berkepentingan.
(a) Apabila Komisi tidak dapat menyelesaikan pembahasan masalah
dalam jangka 
waktu dua belas bulan, Komisi akan membatasi
laporannya pada pernyataan singkat 
tentang status pembahasan
masalah; 

(b) Apabila dicapai penyelesaian yang baik terhadap masalah berdasar-
kan penghormatan atas hak asasi manusia sebagaimana diakui
dalam Kovenan ini, Komisi akan membatasi laporannya pada
pernyataan singkat mengenai fakta-fakta dan penyelesaian yang
dicapai; 

(c) Apabila tidak tercapai suatu penyelesaian sesuai dengan keten-
tuan yang diatur dalam sub ayat (b), laporan Komisi harus memuat
temuan-temuannya mengenai semua permasalahan fakta yang
relevan dengan persoalan antara Negara-negara Pihak yang
berkepentingan, dan pandangannya terhadap kemungkinan
penyelesaian yang baik atas masalah tersebut. Laporan ini akan
berisi pembelaan tertulis dan transkrip pembelaan lisan yang
dibuat oleh Negara-negara Pihak yang berkepentingan. 

(d) Apabila laporan Komisi disampaikan berdasarkan sub ayat (c),
Negara-negara Pihak yang berkepentingan dalam jangka waktu
tiga bulan setelah diterimanya laporan akan memberitahukan
kepada Ketua Komite apakah mereka akan menerima atau tidak
isi laporan Komisi. 

1. Ketentuan Pasal ini tidak mengurangi tanggung jawab Komite berdasar-
kan Pasal 41. 

2. Negara-negara Pihak yang berkepentingan harus memikul bersama
dengan rata seluruh biaya anggota Komisi sesuai dengan perkiraan
yang diberikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
3. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa diberi wewenang untuk
membayar pengeluaran anggota Komisi, apabila perlu, sebelum dilaku-
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 129

kan pembayaran kembali oleh Negara-negara Pihak yang


berkepentingan sesuai dengan ayat 9 dari Pasal ini.

Pasal 43
Para anggota Komite dan Komisi Pendamai ad hoc yang dapat ditunjuk
berdasarkan Pasal 42, berhak atas fasilitas, keistimewaan dan kekebalan
yang diberikan pada para ahli yang melakukan misi bagi Perserikatan
Bangsa-Bangsa, sebagaimana diatur dalam bagian- bagian yang relevan
dari Konvensi tentang Keistimewaan dan Kekebalan dari Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
Pasal 44
Ketentuan untuk menerapkan Kovenan ini berlaku tanpa mengganggu
prosedur yang ditentukan di bidang hak-hak asasi manusia oleh atau
berdasarkan instrumen-instrumen pendirian dan konvensi-konvensi dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan-badan khusus, dan tidak boleh
mencegah Negara-negara Pihak pada Kovenan ini untuk menggunakan
prosedur lain untuk penyelesaian sengketa, sesuai dengan perjanjian inter-
nasional yang umum atau khusus yang berlaku di antara mereka.

Pasal 45
Komite akan menyampaikan laporan tahunan tentang kegiatan-kegiatan-
nya pada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Dewan
Ekonomi dan Sosial.

BAGIAN V

Pasal 46

Tidak ada satu pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai
mengurangi ketentuan-ketentuan yang ada dalam Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan konstitusi badan-badan khusus, yang merumuskan
tanggung jawab masing-masing organ Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
badan-badan khusus, sehubungan dengan masalah-masalah yang
ditangani dalam Kovenan ini.

Pasal 47
Tidak ada satu pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai
mengurangi hak yang melekat pada semua bangsa untuk menikmati dan
memanfaatkan secara penuh dan bebas kekayaan dan sumber daya alamnya.
130 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

BAGIAN VI

Pasal 48
1. Kovenan ini terbuka untuk ditandatangani oleh Negara Anggota
Perserikatan Bangsa- 
Bangsa atau anggota dari badan khusus, oleh
Negara Pihak pada Statuta Mahkamah Internasional, dan oleh Negara
lainnya yang telah diundang oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa untuk menjadi Pihak pada Kovenan ini. 

2. Kovenan ini harus diratifikasi. Instrumen ratifikasi akan diserahkan
pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk disimpan.

3. Kovenan ini terbuka untuk diaksesi oleh Negara manapun sebagaima-
na dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini. 

4. Aksesi akan berlaku efektif dengan disimpannya instrumen aksesi pada
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

5. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan memberitahukan
kepada semua Negara yang telah menandatangani atau melakukan
aksesi pada Kovenan ini tentang penyimpanan instrumen ratifikasi dan
aksesi. 


Pasal 49
1. Kovenan ini mulai berlaku tiga bulan setelah tanggal disimpannya
instrumen ratifikasi atau aksesi yang ketiga puluh lima pada Sekre-
taris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa. 

2. Untuk setiap Negara yang meratifikasi atau melakukan aksesi pada
Kovenan ini setelah disimpannya instrumen ratifikasi atau aksesi yang
ketiga puluh lima, Kovenan ini berlaku tiga bulan sejak tanggal disim-
pannya instrumen ratifikasi atau aksesinya sendiri. 
Pasal 50 
Keten-
tuan-ketentuan dalam Kovenan ini berlaku bagi semua bagian dari
Negara federal 
tanpa ada pembatasan atau pengecualian apapun.

Pasal 51
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini dapat mengusulkan perubahan
dan menyampaikannya pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Sekretaris Jenderal setelah itu mengomunikasikan usul peruba-
han apapun dari Negara Pihak pada Kovenan ini, dengan permintaan
untuk memberitahukan padanya apakah mereka setuju diadakan konfe-
rensi Negara-negara Pihak untuk pembahasan dan pemungutan suara
atas usulan tersebut. Apabila paling tidak sepertiga dari Negara Pihak
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 131

setuju diadakannya konferensi, Sekretaris Jenderal akan menyeleng-


garakan konferensi di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Perubahan yang ditetapkan oleh mayoritas Negara Pihak yang hadir
dan pemungutan suara pada konferensi akan disampaikan pada Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mendapatkan persetujuan.

2. Perubahan-perubahan akan berlaku apabila telah disetujui oleh Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diterima oleh dua pertiga
mayoritas dari Negara- negara Pihak pada Kovenan ini sesuai dengan
prosedur konstitusi masing-masing. 

3. Apabila perubahan-perubahan telah berlaku, maka perubahan tersebut
akan mengikat Negara-negara Pihak yang telah menerimanya, sedang
Negara-negara Pihak lainnya masih tetap terikat pada ketentuan
Kovenan ini dan perubahan sebelumnya yang telah mereka terima.

Pasal 52 

Terlepas dari pemberitahuan yang dibuat berdasarkan Pasal 48 ayat 5,
Sekretaris 
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa wajib memberi tahu semua
Negara yang dimaksud dalam ayat 1 dari Pasal yang sama, hal-hal sebagai
berikut: (a) penanda tangan, ratifikasi dan aksesi berdasarkan Pasal 48; 
(b)
tanggal berlakunya Kovenan ini berdasarkan Pasal 49 dan tanggal berlaku-
nya perubahan-perubahan berdasarkan Pasal 51.

Pasal 53
1. Teks Kovenan ini dalam bahasa Cina, Inggris, Prancis, Rusia dan
Spanyol mempunyai kekuatan yang sama, akan disimpan pada arsip
Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

2. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa wajib meneruskan
salinan resmi Kovenan ini kepada semua Negara sebagaimana dimak-
sud dalam Pasal 48.
132 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya


Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI)
tertanggal
16 Desember 1966, dan terbuka untuk penanda tangan, ratifikasi, dan aksesi

MUKADIMAH


Negara-Negara Pihak dalam Kovenan ini,


Menimbang bahwa sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasi-
kan dalam Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa, pengakuan terhadap
martabat yang melekat dan hak-hak yang sama dan tidak terpisahkan dari
semua anggota keluarga manusia merupakan landasan dari kebebasan,
keadilan dan perdamaian di dunia,
Mengakui bahwa hak-hak ini berasal dari martabat yang melekat pada
manusia,
Mengakui bahwa sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia, keadaan ideal dari manusia yang bebas dari penikmatan kebeba-
san dari ketakutan dan kemiskinan, hanya dapat dicapai apabila diciptakan
kondisi di mana semua orang dapat menikmati hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya, juga hak-hak sipil dan politiknya.
Menimbang kewajiban Negara-Negara dalam Perserikatan Bangsa-
Bangsa untuk memajukan penghormatan universal dan penaatan atas
hak-hak asasi dan kebebasan manusia.
Menyadari bahwa individu, yang mempunyai kewajiban terhadap
individu lainnya dan pada masyarakat di mana ia menjadi bagian, bertang-
gung jawab untuk mengupayakan pemajuan dan penghormatan hak-hak
yang diakui dalam Kovenan ini.
Menyetujui pasal-pasal berikut:

BAGIAN I

Pasal 1
1. Semua bangsa mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri
yang memberikan mereka kebebasan untuk menentukan status politik
kebebasan untuk memperoleh kemajuan ekonomi, sosial dan budaya. 

MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 133

2. Semua bangsa dapat, demi kepentingan mereka sendiri, secara bebas


mengelola kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa mengurangi
kewajiban-kewajiban yang mungkin timbul dari kerja sama ekonomi
internasional berdasarkan prinsip saling menguntungkan dan hukum
internasional. Dalam hal apapun tidak dibenarkan suatu bangsa diram-
pas sumber-sumber hajat hidupnya. 

3. Negara Pihak dalam Kovenan ini, termasuk mereka yang bertanggung
jawab atas administrasi atas wilayah-wilayah Perwalian, harus memaju-
kan hak penentuan nasib sendiri, dan menghormatinya sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

BAGIAN II

Pasal 2 

1. Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji mengambil langkah-
langkah, baik sendiri maupun melalui 1/9 bantuan dan kerja sama
internasional, terutama bantuan teknik dan ekonomi dan sejauh dimung-
kinkan sumber daya yang ada, guna mencapai secara progresif realisa-
si sepenuhnya hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini dengan menggu-
nakan semua upaya-upaya yang memadai, termasuk pembentukan
langkah- langkah legislatif.
2. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin bahwa hak-hak
yang diatur dalam Kovenan ini akan dilaksanakan tanpa diskriminasi
apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik
atau pendapat lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan,
kelahiran atau status lain. 

3. Negara-negara berkembang, dengan memperhatikan hak asasi manusia
dan ekonomi nasional, mereka dapat menentukan sampai seberapa jauh
dapat menjamin hak-hak ekonomi yang diakui dalam Kovenan ini
kepada warga negara asing. 


Pasal 3 

Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin persamaan bagi
laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya yang tercantum dalam Kovenan ini.

Pasal 4
Negara Pihak pada Kovenan ini mengenai bahwa menikmati hak-hak yang
dijamin oleh Negara sesuai dengan Kovenan ini, Negara hanya dapat
134 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

mengenakan pembatasan hak-hak tersebut sesuai dengan ketetapan hukum


yang sesuai dengan sifat hak-hak tersebut, dan semata-mata dilakukan
hanya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat
demokratis.

Pasal 5
1. Dalam Kovenan ini tidak terdapat hal-hal yang boleh ditafsirkan sebagai
memberikan hak kepada suatu Negara, perorangan atau kelompok,
untuk melakukan kegiatan atau melaksanakan tindakan yang bertujuan
untuk menghapuskan hak-hak dan kebebasan yang diakui dalam
Kovenan ini, atau pembatasan atas hak atau kebebasan tersebut lebih
jauh dari pada yang diatur dalam Kovenan. 

2. Tidak diperbolehkan pembatasan atau pengurangan dari hak asasi
manusia yang mendasar yang telah diakui atau terdapat di suatu negara
berdasarkan hukum, konvensi, peraturan atau kebiasaan, dengan alasan
bahwa Kovenan ini tidak mengakui hak-hak tersebut, atau
mengakuinya pada tingkat yang lebih rendah. 


BAGIAN III

Pasal 6 

1. Negara Pihak dari Kovenan ini mengakui hak atas pekerjaan, termas-
uk hak setiap orang atas kesempatan untuk mencari nafkah melalui
pekerjaan yang dipilih atau diterimanya secara bebas, dan akan mengam-
bil langkah-langkah yang tepat guna melindungi hak ini. 

2. Langkah-langkah yang akan diambil oleh Negara Pihak pada Kovenan
ini untuk mencapai realisasi sepenuhnya hak ini harus meliputi juga
pedoman teknis dan kejuruan serta program pelatihan, kebijakan, dan
teknik-teknik untuk mencapai perkembangan ekonomi, sosial dan
budaya yang mantap serta lapangan kerja yang memadai dan produk-
tif dengan kondisi-kondisi yang menjamin kebebasan politik dan
ekonomi mendasar bagi perorangan. 

1. www.hukumonline.com
Pasal 7
1. Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk
menikmati kondisi-kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan
menjamin khususnya:
2. (a) Imbalan yang memberikan semua pekerja, sekurang-kurangnya
dengan:
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 135

(i) Upah yang adil dan imbalan yang sama untuk pekerjaan yang
senilai tanpa pembedaan apapun, khususnya kepada perem-
puan yang dijamin kondisi kerja yang tidak lebih rendah
daripada yang dinikmati laki-laki dengan upah yang sama
untuk pekerjaan yang sama. 

(ii) Kehidupan yang layak bagi mereka dan keluarga mereka,
sesuai dengan ketentuan-ketentuan Kovenan ini; 

(b) Kondisi kerja yang aman dan sehat; 

(c) Kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk dipromosikan ke
tingkat yang lebih tinggi yang tepat tanpa pertimbangan-pertimbangan
apapun selain senioritas dan kemampuan. 

(d) Istirahat, hiburan dan pembatasan jam kerja yang wajar, dan liburan
berkala dengan gaji maupun imbalan-imbalan lain pada hari libur
umum. 


Pasal 8 

1. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin:
(a) Hak setiap orang untuk dapat membentuk serikat pekerja dan
bergabung dalam serikat pekerja pilihannya sendiri, hanya
tunduk/ taat pada peraturan organisasi yang bersangkutan,
untuk peningkatan dan perlindungan kepentingan ekonomi
dan sosialnya. Tidak ada pembatasan yang boleh dikenakan
dalam pelaksanaan hak ini, kecuali yang telah ditetapkan oleh
hukum dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat
demokratis demi kepentingan keamanan nasional maupun
ketertiban umum, atau untuk perlindungan hak-hak asasi dan
kebebasan-kebebasan orang lain; 

(b) Hak setiap pekerja untuk membentuk federasi-federasi atau
konfederasi-konfederasi nasional dan hak konfederasi
nasional untuk membentuk atau bergabung dengan
organisasi serikat pekerja internasional; 

(c) Hak serikat pekerja untuk bertindak/ berfungsi secara bebas,
tanpa adanya pembatasan kecuali yang telah ditentukan oleh
hukum, dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat
demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau ketert-
iban umum, atau demi untuk perlindungan hak-hak asasi dan
kebebasan orang lain; 

(d) Hak untuk melakukan pemogokan dapat dipergunakan/
136 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

dilaksanakan namun harus sesuai dengan hukum negara yang


bersangkutan; 

2. Pasal ini tidak menghalangi penerapan pembatasan yang sah. Para
petugas Angkatan Bersenjata atau Kepolisian maupun Para Pejabat
Pemerintah untuk melakukan pembatasan secara hukum atas pelak-
sanaan bagi anggota angkatan bersenjata atau polisi atau pejabat
pemerintah. 

3. Tidak ada satu pun dalam Pasal ini yang memberikan kewenangan
pada Negara-Negara Pihak dalam “Konvensi Internasional Organ-
isasi Perburuhan Internasional tahun 1948 tentang Kebebasan Berser-
ikat dan Perlindungan Hak Berserikat” guna mengambil langkah
legislatif apapun yang mengurangi jaminan- jaminan yang diatur
sedemikian rupa pada Pasal 9 Konvensi itu. 


Pasal 9 

Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas jaminan
sosial, termasuk asuransi sosial.
.hukumonline.com

Pasal 10
1. Perlindungan atas bantuan seluas mungkin harus diberikan kepada
keluarga yang merupakan kelompok alamiah dan mendasar dari satuan
masyarakat, terutama terhadap pembentukannya, dan sementara itu
keluarga bertanggung jawab atas perawatan dan pendidikan anak-anak
yang masih dalam tanggungan. Perkawinan harus dilangsungkan
berdasarkan persetujuan yang sukarela dari calon mempelai. 

2. Perlindungan khusus harus diberikan kepada para ibu selama jangka
waktu yang wajar sebelum dan sesudah melahirkan. Selama jangka
waktu itu para ibu yang bekerja harus diberikan cuti dengan gaji atau
cuti dengan jaminan sosial yang memadai. 

3. Langkah-langkah khusus untuk perlindungan dan bantuan harus
diberikan untuk kepentingan semua anak dan remaja, tanpa diskrimi-
nasi apapun berdasarkan keturunan atau keadaan-keadaan lain. Anak-
anak dan remaja harus dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan sosial.
Pemanfaatan mereka dalam pekerjaan yang merugikan moral atau
kesehatan, atau yang membahayakan kehidupan mereka, atau yang
sangat mungkin menghambat perkembangan mereka secara wajar,
harus dikenai sanksi hukum. Negara-negara juga harus menetapkan
batas umur di mana mempekerjakan anak di bawah umur tersebut
dengan imbalan, harus dilarang dan dikenai sanksi hukum. 

MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 137

Pasal 11 

1. Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar
kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan,
sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus
menerus. Negara Pihak akan mengambil langkah-langkah yang memadai
untuk menjamin perwujudan hak ini dengan mengakui arti penting
kerja sama internasional yang berdasarkan kesepakatan sukarela. 

2. Negara Pihak pada Kovenan ini, dengan mengakui hak mendasar dari
setiap orang untuk bebas dari kelaparan, baik secara individual maupun
melalui kerja sama internasional, harus mengambil langkah-langkah
termasuk program-program khusus yang diperlukan untuk;
(a) Meningkatkan cara-cara produksi, konservasi dan distribusi
pangan, dengan sepenuhnya memanfaatkan pengetahuan
teknik dan ilmu pengetahuan, melalui penyebarluasan penge-
tahuan tentang asas-asas ilmu gizi, dan dengan mengembang-
kan atau memperbaiki sistem pertanian sedemikian rupa,
sehingga mencapai suatu perkembangan dan pemanfaatan
sumber daya alam yang efisien; 

(b) Memastikan distribusi pasokan pangan dunia yang adil yang
sesuai kebutuhan, dengan memperhitungkan masalah-masalah
Negara-negara pengimpor dan pengekspor pangan. 


Pasal 12 

1. Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk
menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik
dan mental. 

2. Langkah-langkah yang akan diambil oleh Negara Pihak pada Kovenan
ini guna mencapai perwujudan hak ini sepenuhnya, harus meliputi
hal-hal yang diperlukan untuk mengupayakan:
(a) Ketentuan-ketentuan untuk pengurangan tingkat kelahiran-
mati dan kematian anak serta perkembangan anak yang sehat; 

(b) Perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri; 

(c) Pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit
menular, endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan
pekerjaan;
(d) Penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua
pelayanan dan perhatian medis dalam hal sakitnya seseorang.
138 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pasal 13
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang
atas pendidikan. Mereka menyetujui bahwa pendidikan harus diarah-
kan pada perkembangan kepribadian manusia seutuhnya dan kesadaran
akan harga dirinya, dan memperkuat penghormatan atas hak-hak asasi
dan kebebasan manusia yang mendasar. Mereka selanjutnya setuju
bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpar-
tisipasi secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkat-
kan rasa pengertian, toleransi serta persahabatan antar semua bangsa
dan semua kelompok, ras, etnis atau agama, dan lebih memajukan
kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara
perdamaian. 

2. Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui bahwa untuk mengu-
payakan hak tersebut secara penuh:
(a) Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cuma-
cuma bagi semua orang; 

(b) Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk
pendidikan teknik dan kejuruan tingkat lanjutan pada
umumnya, harus tersedia dan terbuka bagi semua orang dengan
segala cara yang layak, dan khususnya melalui pengadaan
pendidikan cuma-Cuma secara bertahap; 

(c) Pendidikan tinggi juga harus tersedia bagi semua orang secara
merata atas dasar kemampuan, dengan segala cara yang layak,
khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara
bertahap; 

(d) Pendidikan mendasar harus sedapat mungkin didorong atau
ditingkatkan bagi orang-orang yang belum mendapatkan atau
belum menyelesaikan pendidikan dasar mereka; 

(e) Pengembangan suatu sistem sekolah pada semua tingkatan
harus secara aktif diupayakan, suatu sistem beasiswa yang
memadai harus dibentuk dan kondisi-kondisi materiil staf
pengajar harus terus menerus diperbaiki. 

3. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebeba-
san orang tua dan wali yang sah, bila ada, untuk memilih sekolah bagi
anak-anak mereka selain yang didirikan oleh lembaga pemerintah,
sepanjang memenuhi standar minimal pendidikan sebagaimana ditetap-
kan atau disetujui oleh negara yang bersangkutan, dan untuk memas-
tikan bahwa pendidikan agama dan moral anak-anak mereka sesuai
dengan keyakinan mereka. 

MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 139

4. Tidak satu pun ketentuan dalam Pasal ini yang dapat ditafsirkan sebagai
pembenaran untuk mencampuri kebebasan individu dan badan-badan
untuk mendirikan dan mengurus lembaga-lembaga pendidikan sepan-
jang prinsip-prinsip yang dikemukakan ayat 1 Pasal ini selalu diindah-
kan, dan dengan syarat bahwa pendidikan yang diberikan dalam
lembaga-lembaga itu memenuhi standar minimum yang ditetapkan
oleh Negara. 


Pasal 14 

Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini yang pada saat menjadi Pihak belum
mampu menyelenggarakan wajib belajar tingkat dasar secara cuma-cuma
di wilayah perkotaan atau wilayah lain di bawah yurisdiksinya, harus
berusaha dalam jangka waktu dua tahun, untuk menyusun dan menetap-
kan rencana kegiatan rinci untuk diterapkan secara progresif, dan dalam
beberapa tahun yang layak harus melaksanakan prinsip wajib belajar dengan
cuma-cuma bagi semua orang, yang harus dimasukkan dalam rencana
kegiatan tersebut.

Pasal 15
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang:
(a) Untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya; 

(b) Untuk menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan
dan penerapannya; 

(c) Untuk memperoleh manfaat dari perlindungan atas kepent-
ingan moral dan material yang timbul dari karya ilmiah, sastra
atau seni yang telah diciptakannya. 

5. Langkah-langkah yang harus diambil oleh Negara Pihak pada Kovenan
ini untuk mencapai perwujudan sepenuhnya dari hak ini, harus melipu-
ti pula langkah-langkah yang diperlukan guna melestarikan, mengem-
bangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. 

6. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebeba-
san yang mutlak diperlukan untuk penelitian ilmiah dan kegiatan yang
kreatif. 

7. Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui manfaat yang akan diperoleh
dari pemajuan dan pengembangan hubungan dan kerja sama interna-
sional di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. 

140 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

BAGIAN IV

Pasal 16 

1. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji, sesuai dengan bagian dari
Kovenan ini, untuk menyampaikan laporan mengenai langkah-langkah
yang telah diambil, dan kemajuan yang telah dicapai dalam pematuhan
hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini.
2. (a) Semua laporan harus disampaikan pada Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa- Bangsa yang akan menyampaikan salinan kepada
Dewan Ekonomi dan Sosial, untuk dipertimbangkan sesuai ketentuan
Kovenan ini; (b) Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa juga
harus menyampaikan salinan laporan atau bagian laporan yang relevan
dari Negara-negara Pihak kovenan ini yang juga adalah anggota dari
Badan Khusus, kepada Badan-Badan Khusus tersebut sepanjang laporan-
laporan tersebut atau bagian darinya berhubungan dengan masalah-
masalah yang menjadi kewenangan dari Badan Khusus tersebut sesuai
dengan instrumen konstitusinya.

Pasal 17
1. Negara Pihak pada Kovenan ini harus memberikan laporan mereka
secara bertahap, sesuai dengan program yang ditetapkan oleh Dewan
Ekonomi dan Sosial dalam jangka waktu satu tahun sejak Kovenan ini
mulai berlaku, setelah berkonsultasi dengan Negara Pihak dan Badan
Khusus yang bersangkutan. 

2. Laporan demikian dapat menunjukkan faktor-faktor dan kesulitan-
kesulitan yang mempengaruhi tingkat pemenuhan kewajiban-kewajiban
dalam Kovenan ini. 

3. Apabila sebelumnya telah diberikan informasi yang relevan kepada
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau pada suatu Badan Khusus oleh Negara
Pihak pada Kovenan ini, maka informasi tersebut tidak lagi perlu
diberikan, tetapi cukup dengan merujuk secara jelas pada informasi
yang pernah diberikannya tersebut. 


Pasal 18 

Sesuai dengan tanggung jawabnya menurut Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa di bidang hak-hak asasi dan kebebasan manusia yang mendasar,
Dewan Ekonomi dan Sosial bersama-sama dengan Badan-badan Khusus
dapat menyusun laporan tentang kemajuan yang dicapai dalam mematuhi
ketentuan-ketentuan dalam Kovenan ini dalam hal-hal yang termasuk
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 141

dalam ruang lingkup kegiatan mereka. Laporan-laporan ini dapat mencakup


hal- hal khusus dari keputusan dan rekomendasi terhadap penerapan
tersebut yang telah disetujui oleh organ-organ yang berwenang.

Pasal 19
Dewan Ekonomi dan Sosial dapat menyampaikan pada Komisi Hak Asasi
Manusia, laporan-laporan mengenai hak asasi manusia yang disampaikan
oleh Negara-negara Pihak sesuai dengan Pasal 16 dan 17, dan laporan-
laporan mengenai hak asasi manusia yang disampaikan oleh Badan-Badan
Khusus sesuai dengan Pasal 18, untuk dipelajari dan diberikan rekomen-
dasi umum, atau sekedar untuk informasi belaka.

Pasal 20
Negara Pihak pada Kovenan ini dan Badan-badan Khusus yang terkait,
dapat menyampaikan tanggapan- tanggapan kepada Dewan Ekonomi dan
Sosial tentang rekomendasi sesuai dengan Pasal 19, atau mengenai rujukan
terhadap rekomendasi umum tersebut, dalam setiap laporan Komisi Hak
Asasi Manusia atau dokumen yang dirujuk di dalamnya.

Pasal 21
Dewan Ekonomi dan Sosial dari waktu ke waktu dapat menyampaikan
kepada Majelis Umum Perserikatan bangsa-bangsa, dan ringkasan dari
informasi yang diterima dari Negara Pihak pada Kovenan ini dan Badan-
Badan Khusus, tentang langkah-langkah yang telah diambil dan kemajuan
yang dibuat yang telah dicapai dalam mematuhi hak-hak yang diakui dalam
Kovenan ini.

Pasal 22
Dewan Ekonomi dan Sosial dapat meminta perhatian badan-badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya, badan perlengkapan dan Badan-badan
Khusus yang bersangkutan untuk memberikan bantuan teknis, tentang
hal-hal yang timbul dari laporan-laporan yang diatur dalam bagian ini,
yang dapat membantu badan-badan tersebut dalam memutuskan kelayakan
langkah-langkah internasional yang dapat mendukung penerapan Kovenan
ini secara bertahap dan efektif, sesuai dengan kewenangannya masing-
masing.
142 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pasal 23
Negara Pihak pada Kovenan ini setuju bahwa tindakan internasional untuk
pemenuhan hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini mencakup metode-
metode seperti penandatanganan konvensi, penetapan rekomendasi, pembe-
rian bantuan teknis serta penyelenggaraan pertemuan-pertemuan
regional dan pertemuan teknis untuk keperluan konsultasi dan pengkajian,
yang dilakukan bersama dengan Pemerintah-pemerintah yang bersangku-
tan.

Pasal 24
Tidak ada satu hal pun ketentuan dalam Kovenan ini dapat ditafsirkan
sedemikian rupa sehingga mengurangi ketentuan dalam Piagam Perseri-
katan Bangsa-Bangsa dan konstitusi dari Badan-badan Khusus yang
menetapkan atas tanggung jawab masing-masing badan Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan Badan Khususnya, berkenaan dengan masalah-masalah
yang diatur dalam Kovenan ini. .hukumonline.com

Pasal 25
Tidak ada satu hal pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sehing-
ga mengurang hak-hak yang melekat dari semua bangsa untuk menikma-
ti dan memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka secara bebas
dan penuh.

BAGIAN V

Pasal 26
1. Kovenan ini terbuka untuk ditandatangani oleh setiap Negara Anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau anggota dari Badan-badan Khususn-
ya, oleh Negara Pihak pada Statuta Mahkamah Internasional dan oleh
Negara lainnya yang telah diundang oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk menjadi Pihak pada Kovenan ini. 

2. Kovenan ini harus diratifikasi. Semua instrumen ratifikasi harus
diserahkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
disimpan. 

3. Kovenan ini terbuka untuk diaksesi oleh Negara dengan merujuk pada
ayat 1 Pasal ini. 

4. Aksesi akan berlaku dengan diserahkannya instrumen aksesi pada
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk disimpan. 

MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 143

5. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa harus memberitahukan


kepada semua Negara yang telah menandatangani Kovenan ini atau
yang telah melakukan aksesi, mengenai penyimpanan setiap instrumen
ratifikasi atau aksesi. 


Pasal 27 

1. Kovenan ini mulai berlaku tiga bulan setelah tanggal diserahkannya
instrumen ratifikasi atau instrumen aksesi yang ketiga puluh lima untuk
disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

2. Untuk setiap Negara yang meratifikasi atau melakukan aksesi atas
Kovenan ini setelah disimpannya instrumen ratifikasi atau aksesi yang
ketiga puluh lima, Kovenan ini akan mulai berlaku tiga bulan setelah
tanggal disimpannya instrumen ratifikasi atau aksesi tersebut. 


Pasal 28 

Ketentuan-ketentuan dalam Kovenan ini berlaku bagi semua bagian dari
Negara-negara federal tanpa pembatasan atau pengecualian.

Pasal 29
1. Negara Pihak pada Kovenan ini dapat mengusulkan perubahan dan
menyampaikannya pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sekretaris Jenderal harus memberitahukan setiap usulan perubahan
tersebut kepada semua negara Pihak, dengan permintaan untuk member-
itahukan padanya apakah mereka setuju diadakan Konferensi Negara-
negara Pihak untuk membahas dan melakukan pemungutan suara
terhadap usulan tersebut. Dalam hal sekurang-kurangnya sepertiga
dari Negara Pihak menyetujui diadakannya konferensi, Sekretaris
Jenderal akan menyelenggarakan konferensi di bawah naungan
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perubahan yang ditetapkan oleh
mayoritas Negara Pihak yang hadir dan yang memberikan suara pada
konferensi, harus disampaikan pada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa untuk mendapat persetujuan.
2. Perubahan-perubahan mulai berlaku apabila disetujui oleh Majelis
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan diterima oleh dua pertiga mayoritas
Negara-negara Pihak Kovenan ini sesuai dengan prosedur konstitusi
masing-masing. 

3. Apabila perubahan-perubahan telah berlaku, maka perubahan-peruba-
han tersebut akan mengikat Negara-negara Pihak yang telah
144 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

menerimanya, sedang negara Pihak lainnya masih tetap terikat pada


ketentuan-ketentuan Kovenan ini dan perubahan-perubahan terda-
hulu yang telah mereka terima. 


Pasal 30 

Tanpa mengindahkan pemberitahuan yang dibuat menurut Pasal 26 ayat
5, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa harus menyampaikan
semua Negara yang dimaksud dalam ayat 1 dari Pasal tersebut hal-hal
sebagai berikut;
(a) Penanda tangan, ratifikasi dan aksesi sesuai dengan Pasal 26; 

(b) Tanggal mulai berlakunya Kovenan ini sesuai dengan Pasal
27, dan tanggal mulai berlakunya perubahan- perubahan
sesuai dengan Pasal 29. 


Pasal 31 

1. Teks Kovenan ini yang dibuat dalam bahasa Cina, Inggris, Prancis,
Rusia dan Spanyol, mempunyai kekuatan yang sama, akan disimpan
pada arsip Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

2. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa harus menyampaikan
salinan resmi dari Kovenan ini pada semua Negara sebagaimana dimak-
sud dalam Pasal 26. 

MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 145

40 Hak Konstitusional

I. Hak Atas Kewarganegaraan


1. Hak status kewarganegaraan
Pasal 28 D [ 4 ]

2. Hak atas kesamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan


Pasal 27 [ 1 ], Pasal 28 D [ 1 ], Pasal 23 D [ 3 ]

II. Hak Atas Hidup


3. Hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya
Pasal 28 A, Pasal 28 I [ 1 ]

4. Hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang


Pasal 28 B [ 2 ]

III. Hak Untuk Mengembangkan Diri


5. Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar,
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya
Pasal 28 C [ 1 ]

6. Hak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya


secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
Pasal 28 H [ 3 ]

7. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengem-


bangkan pribadi dan sosial
Pasal 28 F
146 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

8. Hak mendapatkan pendidikan


Pasal 31 [ 1 ], Pasal 28 [ 1 ]

IV. Hak Atas Kemerdekaan Pikiran dan Kebebasan Memilih


9. Hak atas kemerdekaan pikiran dan hati nurani
Pasal 28 I [ 1 ]

10. Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan


Pasal 28 E [ 2 ]

11. Hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya
Pasal 28 E [ 1 ], Pasal 29 [ 2 ]

12. Hak untuk bebas memilih pendidikan dan pengajaran, pekerjaan,


kewarganegaraan, tempat tinggal
Pasal 28 E [ 1 ]

13. Hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul


Pasal 28 E [ 3 ]

14. Hak untuk menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani
Pasal 28 E [ 2 ]

V. Hak Atas Informasi


15. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
Pasal 28 F

16. Hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah


dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia
Pasal 28 F

VI. Hak Atas Kerja dan Penghidupan Yang Layak


17. Hak atas pekerjaan da penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
Pasal 27 [ 2 ]

18. Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja
Pasal 28 D [ 2 ]
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 147

19. Hak untuk tidak diperbudak


Pasal 28 I [ 1 ]

VII. Hak Atas Kepemilikan dan Perumahan


20. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi
Pasal 28 H [ 4 ]

21. Hak untuk bertempat tinggal


Pasal 28 H [ 1 ]

VIII. Hak Atas Kesehatan dan Lingkungan Hidup


22. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin
Pasal 28 H [ 1 ]

23. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
Pasal 28 H [ 1 ]

24. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan


Pasal 28 H [ 1 ]

IX. Hak Berkeluarga


25. Hak membentuk keluarga
Pasal 28 B [ 1 ]

X. Hak Atas Kepastian Hukum dan Keadilan


26. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil
Pasal 28 D [ 1 ]

27. Hak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum


Pasal 28 D [ 1 ], Pasal 27 [ 1 ]

28. Hak untuk di akui sebagai pribadi di hadapan hukum


Pasal 28 I [ 1 ]
148 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

XI. Hak Bebas Dari Ancaman, Diskriminasi dan Kekerasan


29. Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
Pasal 28 G [ 1 ]

30. Hak untuk bebas dan penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat dan martabat manusia
Pasal 28 G [ 2 ]

31. Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun
Pasal 28 I [ 2 ]

32. Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memper-
oleh kesempatan dam manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan
Pasal 28 H [ 2 ]

XII. Hak Atas Perlindungan


33. Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat
dan harta benda yang di bawah kekuasaannya
Pasal 28 G [ 1 ]

34. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersi-


fat diskriminatif
Pasal 28 I [ 3 ]

35. Hak atas perlindungan identitas budaya dan hak masyarakat tradis-
ional yang selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban
Pasal 28 I [ 3 ]

36. Hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi


Pasal 28 B [ 2 ], Pasal 28 I [ 2 ]

37. Hak untuk memperoleh suaka politik dari Negara lain


Pasal 28 G [ 2 ]
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 149

XIII. Hak Memperjuangkan Hak


38. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif
Pasal 28 C [ 2 ]

39. Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat


Pasal 28, Pasal 28 E [ 3 ]

XIV. Hak Atas Pemerintahan


40. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan
Pasal 28 D [ 3 ], Pasal 27 [ 1 ]
150 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Lembar Kerja Kelompok Konsep Dasar HAM

KASUS HAK YANG PASAL DALAM PASAL DALAM


TERLANGGAR DUHAM KOVENAN/ UUD
(BOLEH LEBIH DARI SATU)

Penggusuran secara
paksa
Pemerkosaan
Anak putus sekolah
Ibu dan anak
meninggal karena
melahirkan di dukun
beranak
Kelaparan
Penembakan militer
kepada petani yang
berdemonstrasi
Pembubaran diskusi
agama oleh kelompok
agama intoleran
Pelarangan
mendirikan rumah
ibadah
Penyegelan kantor
berita yang dianggap
kritis
Praktik poligami di
masyarakat
Pelarangan jilbab di
sekolah
Pemaksaan
penggunaan jilbab
bagi pegawai/siswa
Penganiayaan oleh
aparat kepolisian
kepada seseorang yang
diduga mencuri
Hukuman mati bagi
pelaku kejahatan
MODUL DASAR | MATERI 3 | Negara Bangsa 151
152 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


4
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 153

Konflik dan
MATERI Perdamaian

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Catatan
154 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

“Perdamaian tanpa keadilan hanyalah ilusi.”

— KH. Abdurrahman Wahid


4
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 155

Konflik dan
MATERI Perdamaian

Pengantar
Konflik merupakan suatu hal yang niscaya dalam kehidupan seseorang,
walaupun dengan intensitas dan kualitas yang berbeda-beda. Manajemen
konflik menjadi niscaya ketika konflik tersebut berpotensi mengarah pada
kerugian, sehingga perlu untuk memahami dan mengelola konflik tersebut
agar dapat mengarah pada hal-hal yang lebih positif.
Secara umum, konflik diartikan sebagai situasi tatkala terjadi perbedaan,
tumpang tindih kepentingan dan kelompok. Perbedaan bisa saja terjadi
sangat bertolak belakang atau berlawanan hingga menimbulkan
ketegangan dan bentrok, namun juga bisa hanya perbedaan arah yang
membuat kepentingan tidak terhubung atau kesalahpahaman. Untuk itu
pula ada istilah mediasi, yaitu bagaimana konflik tersebut dapat dikelola
dan para aktor dihubungkan agar kesalahpahaman tersebut tidak menga-
rah pada ketegangan yang lebih besar.

Tujuan
1. Peserta memahami pengertian konflik, sumber konflik dan sifat konflik;
2. Peserta didorong memiliki konsep perdamaian yang efektif;
3. Peserta mengetahui situasi permasalahan keberagaman di Indonesia;
4. Peserta mampu mengidentifikasi potensi konflik, konflik, dan pelang-
garan HAM;
5. Peserta mengetahui alternatif penyelesaian konflik;
6. Peserta dapat mengidentifikasi jenis pendokumentasian potensi konflik,
konflik, dan pelanggaran HAM.
156 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pokok Bahasan
1. Konflik dan perdamaian;
2. Situasi dan resolusi konflik;
3. Identifikasi potensi konflik, pelanggaran HAM,
dan dokumentasi.

Metode
1. Permainan
2. Curah pendapat
3. Studi kasus
4. Diskusi kelompok
5. Presentasi narasumber
6. Menonton film

Waktu
120 menit

Alat-alat Bantu
1. Kertas metaplan
2. Spidol
3. Kertas HVS
4. Kertas gambar
5. Solatif
6. Plano
7. Presentasi narasumber
8. Infokus
9. Laptop dan speaker
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 157

Langkah-langkah Fasilitasi

KEGIATAN

1 Permainan gambar dadu untuk


konflik dan perdamaian

1. Fasilitator memulai materi dengan menjelaskan apa yang dimak-


sud dengan konflik dan perdamaian. Fasilitator bisa meminta
peserta melihat Handout 1 : Tanya Jawab Seputar Konflik. Di
dalam penjelasan ini fasilitator juga membicarakan bagaimana
posisi perempuan di dalamnya. Peserta bisa diajak membaca
handout 4: “Gerakan Perdamaian Perempuan?”
2. Untuk lebih memahami tentang konflik dan perdamaian, ajaklah
peserta untuk bermain “Gambar Dadu” dan/atau permainan
“Rebut Kursi”.

Permainan Gambar Dadu

Langkah-langkah permainan sebagai berikut:


a. Siapkan bahan-bahan permainan, yaitu:
1. Satu buah pensil/pulpen/spidol untuk menggambar;
2. Kertas yang telah digambar kotak-kotak berbentuk dadu;
3. Kertas HVS kosong sebagai obyek menggambar.
b. Peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri
dari 3 orang setiap kelompoknya.
c. Posisikan peserta duduk saling membelakangi di setiap kursi
yang telah diletakkan secara berlawanan (saling membelakangi).
d. Peserta A dan B diberikan kertas yang telah berisi gambar kotak
dan titik, sementara peserta C diberikan kertas HVS kosong dan
spidol. Peserta A dan B memberikan instruksi kepada peserta C
(yang duduk di belakangnya) untuk menggambar apa yang ada
di atas kertas miliknya. Ingat, salah satu peserta yang bertugas
untuk menggambar tidak boleh melihat gambar yang dibagikan
158 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

ke peserta A dan B, serta peserta A dan B tidak boleh berkomu-


nikasi secara langsung kecuali dengan C.
e. Diberikan waktu 10 menit untuk melakukan permainan ini.
f. Tahap akhir dari permainan adalah evaluasi dan diskusi. Peserta
diajak untuk berbagi cerita tentang kendala dan tantangan dalam
proses permainan, serta bagaimana cara mengatasi tantangan
tersebut.

KEGIATAN ALTERNATIF
Menyaksikan Film “The Imam and the Pastor”

1. Siapkan LCD, laptop dan speaker untuk memutar film.


2. Ajaklah peserta untuk menyaksikan film tersebut dan mencatat
hal-hal penting muncul dalam film.
3. Film dapat dilihat pada laman: https://www.youtube.com/
watch?v=kFh85K4NFv0
4. Fasilitator dapat merujuk pada artikel berikut ini untuk memberi-
kan gambaran kepada peserta tentang film tersebut: https://
siswomulyartono.wordpress.com/2012/11/16/agama-dan-bina-
damai-berkaca-pada-the-imam-and-the-pastor/
5. Setelah menyaksikan film tersebut, mintalah peserta untuk
merefleksikan apa yang mereka dapatkan dari film tersebut.
6. Alokasi waktu untuk diskusi film ini adalah 60 menit.

Permainan Rebut Kursi


1. Ajak peserta berdiri membentuk lingkaran. Buatlah jarak antar
mereka.
2. Selanjutnya, fasilitator mengatakan kepada peserta bahwa mereka
akan diberikan satu kertas yang berisi sebuah instruksi yang
harus dirahasiakan satu sama lain. Setiap orang akan mendapat-
kan satu kertas masing-masing dan akan ada perintah yang
berbeda-beda.
3. Mintalah para peserta untuk membaca instruksi tersebut, dan
tidak memberi tahu siapa pun. Begitu pemandu memberi aba-aba
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 159

untuk mulai, peserta dipersilakan segera melaksanakan


instruksi tersebut hanya dalam waktu 2 (dua) menit.
4. Setelah fasilitator membagikan kertas kepada setiap peserta,
fasilitator mengatakan “MULAI” dan peserta dapat memulai
menjalankan instruksi yang tertulis di dalam kertas.
5. Untuk kebutuhan permainan ini, fasilitator harus menyiapkan
terlebih dahulu kertas-kertas yang berukuran kecil yang berisi
instruksi sebagai berikut:
• Kumpulkan semua kursi membentuk lingkaran di dekat pintu
masuk;
• Kumpulkan semua kursi membentuk lingkaran di dekat jendela
• Kumpulkan semua kursi membentuk lingkaran di tengah
ruangan.
6. Setelah 2 (dua) menit, hentikan permainan dan ajaklah peserta
untuk mendiskusikan pelajaran dari permainan tersebut.

Sumber: PNPM, Modul Manajemen Konflik.

Permainan ini diciptakan untuk menciptakan konflik (perbedaan kepentin-


gan). Peserta akan terpecah ke dalam beberapa kelompok, dalam kekacauan
karena merasa diburu-buru oleh suatu keharusan. Bisa terjadi ketika salah satu
pihak berusaha bekerja sama, sebagian lagi berusaha mengumpulkan kursi dan
mempertahankannya. Sehingga pihak yang berusaha bekerja sama menjadi
putus asa dan melupakan niat baik mereka. Beberapa pertanyaan yang bisa
diajukan antara lain:
• Apakah anda merasa kursi yang anda duduki adalah milik anda,
sehingga anda boleh melakukan apa saja sesuka hati?
• Bagaimana cara anda berhubungan dengan orang lain yang mengingin-
kan sesuatu? Apakah anda akan bekerja sama, membujuk, berargumen-
tasi, melawan, atau memberikannya?
• Apakah anda mengikuti perintah? Mengapa anda menginterpretasikan
seperti itu?
• Bagaimana anda menangani persoalan ini jika dilakukan untuk kedua
kalinya?
• Menurut anda, adakah jalan keluar yang menguntungkan buat
semuanya?
160 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

KEGIATAN

2 Sesi Narasumber tentang Resolusi Konflik

1. Sesi Fasilitator mengantarkan peserta pada pokok materi ini


seputar berbagi pengalaman tentang resolusi konflik
2. Fasilitator menyerahkan forum kepada narasumber dan diberikan
waktu 40 menit untuk menyampaikan materi dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut:
• Bagaimana awal mula konflik terjadi?
• Apa faktor yang melatarbelakangi?
• Bagaimana kisah keterlibatan dalam resolusi konflik?
• Apa saja yang menjadi tantangan dalam resolusi konflik?
• Apa yang mendorong resolusi konflik bisa berhasil?

Sesi ini kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab dari peserta


pelatihan dan dijawab oleh Narasumber.

3. Alokasikan waktu 15 menit bagi narasumber untuk presentasi


dan 25 menit berdiskusi lebih lanjut dengan peserta.

KEGIATAN

3 Identifikasi potensi konflik,


pelanggaran HAM, dan dokumentasi

1. Jelaskan maksud dan tujuan kegiatan ketiga ini, yaitu lebih


memahami konflik, membedakan antara konflik dan pelang-
garan HAM, serta bagaimana mendokumentasikan konflik
tersebut.
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 161
162 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Konflik secara sederhana dapat diartikan sebagai percekcokan,


perselisihan atau pertentangan. Secara luas, konflik adalah suasana
di mana terjadi perbedaan, benturan berbagai kepentingan, dan
keinginan baik yang bersifat besar atau kecil. Besar dalam arti situasi
yang berlawanan atau bertolak belakang sehingga muncul bentrokan
atau kecil dalam pengertian hanya berbentuk kesalahpahaman saja.
Wujud konflik antara lain marah, memaki, berkelahi, unjuk rasa,
memboikot atau membawa perkara ke pengadilan.
Sementara pelanggaran HAM, menurut Pasal 1 Angka 6 No.
39 Tahun 1999, adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang
dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku.
Dari dua pengertian tersebut, nampak jelas bahwa dalam pelang-
garan HAM yang lebih dilihat sebagai pelaku adalah aparat negara
atau pemerintah yang diberikan mandat untuk memenuhi hak-hak
warga negara. Relasi dalam pelanggaran HAM adalah antara negara
(sebagai duty barriers) dan warga negara atau sipil (sebagai rights
holders). Sementara dalam konflik, yang sering terjadi adalah antara
sipil dan sipil, sehingga di dalamnya tidak mengandung pelanggaran
HAM. Suatu konflik fisik yang menyebabkan munculnya korban
jiwa atau kerusakan terhadap salah satu kelompok dimungkinkan
termasuk dalam pelanggaran HAM ketika di dalam proses konflik
terdapat peran serta pemerintah atau negara, baik secara sengaja
dengan mendukung salah satu kelompok ataupun dengan membiar-
kan potensi konflik yang telah diketahui sebelumnya.

1. Mulailah materi dengan membagikan dokumen studi kasus yang


telah disiapkan, yaitu kasus pelanggaran HAM dan kasus konflik
yang terjadi.
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 163

2. Bagikan pula daftar pertanyaan diskusi atau dapat ditampilkan


melalui layar proyektor agar semua peserta dapat mengacu ke
pertanyan-pertanyaan yang telah disiapkan. Pertanyaan-pertan-
yaan kunci tersebut adalah :

• Bagaimana posisi kasus dan konflik terjadi dalam kasus terse-


but?
• Siapa saja aktor yang terlibat?
• Bagaimana aktor-aktor tersebut berperan?
• Jenis konflik termasuk dalam kategori mana?
• Bagaimana memulai dokumentasi kasus ini? (5W+1H)
• Informasi-informasi apa saja yang harus dikumpulkan untuk
menjelaskan kasus ini kepada pihak lain atau publik?
• Bagaimana tahapan-tahapan konflik tersebut?
• Bagaimana menyelesaikan konflik ini?
• Apa yang harus/bisa dilakukan oleh negara (aparat keamanan,
pemerintah daerah, dll) dalam kasus tersebut.

3. Fasilitator membagi peserta dalam dua kelompok besar. Kelom-


pok pertama mendiskusikan studi kasus 1 dan kelompok kedua
studi kasus 2. Mintalah mereka berdiskusi selama 15 menit untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Hasil-hasil diskusi
ditulis dalam kertas plano.
4. Setelah berdiskusi mintalah peserta untuk mempresentasikan
hasil diskusi masing-masing kelompok. Presentasi dilakukan
selama 20 menit. Fasilitator bisa meminta peserta kelompok
untuk menambahkan dan meminta kelompok lain menanggapi
hasil presentasi tersebut.
5. Fasilitator mencatat poin-poin kunci selama proses diskusi.
6. Fasilitator mereview hasil diskusi.
164 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Bahan Bacaan Utama


1. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 42 Tahun 2015 Tentang Pelak-
sanaan Koordinasi Penanganan Konflik Sosial.
2. LAN RI, “Ringkasan Policy Brief: Penanganan Konflik Sosial”, (LAN
RI, Pendidikan dan Pelatihan Pimpinan Angkatan XVIII, Jakarta,
Desember 2013.
3. Muhammaf Hafiz, “Penanganan Konflik dan Hak Asasi Manusia:
Review Pelaksanaan Reformasi Sektor Keamanan di Indonesia”.
4. Lambang Trijono, “Genuinitas Perempuan dalam Pembangunan
Perdamaian”, diakses dari Aman Indonesia dalam http://amanindone-
sia.org/discourse/2010/09/30/genuinitas-perempuan-dalam-pemban-
gunan-perdamaian.html
5. Mustaghfiroh Rahayu, “Model Alternatif Penanganan Konflik Agama
di Indonesia”, CRCS UGM, Senin, 22 Juli 2013, diakses dari http://
crcs.ugm.ac.id/article/874/Model-Alternatif-Penanganan-Konflik-
Agama-di-Indonesia.html

Bahan Bacaan Tambahan


YPHA, “Kertas Posisi: Urgensi Pengembangan Pendidikan Damai Berba-
sis Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak”, (Jakarta: YPHA), dapat
diakses di http://www.ypha.or.id/web/wp-content/uploads/2010/06/
Kertas-Posisi-Pendidikan-Perdamaian-2007.pdf
Nimer, Mohammed Abu, Nirkekerasan dan Bina-damai dalam Islam: Teori
dan Praktik (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2010).
YLBHI, Pelanggaran HAM Berat dan Hak-hak Korban (Jakarta: YLBHI,
2014).
Tim PUSAD Paramadina, MPRK UGM dan ICRP, Kontroversi Gereja
di Jakarta, (Yogyakarta: MPRK UGM, 2011).
Robert M.Z. Lawang, Konflik Tanah di Manggarai, Flores Barat: Pendeka-
tan Sosiologi (Jakarta: UI Press, 1999).
Yarmen Dinamika, Hidup dan Bertahan di Wilayah Konflik: Panduan
Keamanan bagi Aktivis Perdamaian di Aceh (Aceh: Koalisi NGO HAM
Aceh, 2001).
LIPI, Agenda dan Potensi Damai di Papua (Jakarta: Sub Program Otonomi
Daerah LIPI, 2005).
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 165

Rizal Panggabean, dkk., Pattern of Collective Violence in Indonesia (1990-


2003) (Jakarta: UNSRIF Working Paper, 2004).
The Crisis Group, “Papua: Perspektif Lokal atas Konflik” (Asia Briefing,
19 Juli 2007), dapat diakses di http://www.crisisgroup.org/en/regions/
asia/south-east-asia/indonesia/B066-indonesian-papua-a-local-perspec-
tive-on-the-conflict.aspx?alt_lang=id
LIPI, Current Asia dan Centre for Humanitarian Dialogue, Pengelolaan
Konflik di Indonesia – Sebuah Analisa Konflik di Maluku, Papua dan Poso
(Geneva: Centre for Humanitarian Dialogue, Juni 2011), dapat diakses
di http://www.hdcentre.org/uploads/tx_news/64BahasaIndonesiaversion.
pdf
Richard Golstone, Pelanggaran HAM di Palestina (Jakarta: HRWG dan
Dompet Dhuafa, 2011).

Handout
1. Tanya Jawab Seputar Konflik
2. Studi Kasus 1: Kekerasan dan Pelanggaran Hak Beragama Ahmadiyah
di Sukabumi
3. Studi Kasus 2: Kekerasan Antaragama di Sukabumi
4. Ruby Kholifah, “Gerakan Perdamaian Perempuan?”
166 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Tanya Jawab Seputar Konflik

Apa pengertian konflik?


Konflik secara sederhana dapat diartikan sebagai percekcokan, perselisihan
atau pertentangan. Secara luas, konflik adalah suasana di mana terjadi
perbedaan, benturan berbagai kepentingan, dan keinginan baik yang
bersifat besar atau kecil. Besar dalam arti situasi yang berlawanan atau
bertolak belakang sehingga muncul bentrokan atau kecil dalam pengertian
hanya berbentuk kesalahpahaman saja. Wujud konflik antara lain marah,
memaki, berkelahi, unjuk rasa, memboikot atau membawa perkara ke
pengadilan

Apa saja jenis-jenis konflik dan faktor yang melatarbelakanginya?


Konflik dapat dibedakan menjadi setidaknya empat jenis. Pertama, konflik
hubungan antarsesama yakni konflik yang melibatkan dua orang atau lebih
karena beragama dengan beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Faktor
yang dimaksud misalnya tarikan antar emosi yang kuat antara orang-orang
yang terlibat konflik, kurang atau salahnya komunikasi, dan perilaku negatif
yang berulang-ulang. Faktor lainnya adalah salah persepsi atau penerapan
stereotype yang muncul karena adanya prasangka terhadap kelompok terten-
tu yang terlalu disederhanakan sehingga seseorang memandang semua
kelompok tertentu memiliki sifat yang sama yang biasanya cenderung
negatif.
Kedua, konflik data atau informasi. Konflik ini muncul karena adanya
perbedaan pandangan terhadap apa yang sesuai dan tidak, perbedaan
penafsiran atas data, dan perbedaan prosedur penilaian serta adanya
kekurangan atau kesalahan informasi yang diterima.
Ketiga, konflik nilai muncul terkait nilai-nilai yang dianut atau diyak-
ini dalam kehidupan sehari-hari. Konflik ini muncul karena adanya
perbedaan kriteria dalam menilai ide-ide atau perilaku, perbedaan cara
hidup, ideologi atau agama, konflik kepentingan, dan persaingan yang
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 167

dirasakan maupun persaingan yang dirasakan maupun nyata atas


kepentingan yang substantif atau bersifat pokok. Penyebab lainnya adalah
adanya kepentingan psikologis dan kepentingan prosedural.
Keempat, konflik struktural yang dilatarbelakangi persoalan pengen-
dalian, kepemilikan atau penyaluran sumber daya yang timpang. Faktor
lainnya adalah perilaku atau sikap merusak yang berlaku terus-menerus,
kekuasaan yang kewenangan yang tidak setara dan keadaan geografis, fisik
atau lingkungan yang menghalangi kerja sama serta kendala waktu.

Bagaimana tahapan-tahapan yang berlangsung dalam konflik?


Tahapan-tahapan konflik dimulai dari benih-benih konflik muncul hingga
penyelesaian konflik. Pada tahap pra-konflik, ada suasana yang tidak
selaras antar ada pihak atau lebih. Situasi semacam ini tidak tampak dari
luar meskipun satu atau dua pihak menyadari potensi terjadinya konfron-
tasi atau benturan satu sama lain. Dalam situasi peluang munculnya
ketegangan atau keinginan untuk menghindari benturan terbuka lebar.
Pada tahap konfrontasi, konflik terlihat nyata dengan pola yang
beragam. Jika satu pihak yang merasa berkonflik, maka mereka akan
memperlihatkannya melalui beberapa tindakan seperti demonstrasi. Pada
situasi yang lain, kedua pihak saling bertikai meski berbentuk pertikaian
yang ringan. Kedua pihak bisa saja mengumpulkan semu kekuatannya
dalam bentuk SDM maupun sumber daya lainnya untuk meningkatkan
konfrontasi. Pada situasi ini, keadaan bertambah tegang di mana kedua
pihak bisa saja terpecah pada dua pihak yang saling berseberangan.
Tahap ketiga yaitu tahap krisis yang merupakan puncak konflik. Dua
pihak saling berperang dan di antaranya menjadi korban. Komunikasi
antara kedua belah pihak bisa saja putus sementara pernyataan-pernyataan
yang muncul cenderung berat sebelah yang bernuansa tuduhan dan penen-
tangan.
Tahap kelima adalah tahap akibat. Pada tahap ini konflik sudah
mereda dengan kemungkinan penyelesaian konflik dengan berbagai cara.
Situasi-situasi yang dapat terjadi adalah satu pihak menang dan pihak
lainnya menyerah kalah, terjadi gencatan senjata, adanya desakan untuk
berunding baik dengan kehadiran atau tanpa kehadiran pihak ketiga.
Tahap pascakonflik merupakan tahapan terakhir. Tahap ini merupa-
kan tahap penyelesaian. Konfrontasi sudah mereda dan hubungan di antara
kedua belah pihak mulai kembali kepada kondisi semula. Namun, jika
masalah yang menjadi sumber konflik tidak dapat diatasi dengan baik,
maka keadaan bisa kembali pada tahap awal, tahap prakonflik.
168 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Bagaimana pola konflik yang berujung kekerasan?


Konflik yang berujung kekerasan dapat terjadi setelah melalui berbagai
tahapan meliputi eskalasi, mobilisasi, pembentukan identitas, dan pemben-
tukan aktor.
Eskalasi menunjuk pada adanya orang yang mengorganisir pihak
tertentu sehingga konflik menjadi perhatian bersama bahkan memikirkan
bergabung dengan salah satu pihak. Pihak yang mengorganisir mengajak
orang-orang untuk ikut serta dalam salah satu pihak yang berkonflik
merupakan tahapan mobilisasi. Lazimnya, sebagian besar orang takut atau
atau tidak tertarik untuk terlibat dalam konflik.
Pembentukan identitas dimaksudkan sebagai tahapan di mana identi-
tas digunakan sebagai alat mobilisasi dalam konflik. Sementara itu pemben-
tukan aktor dimaknai sebagai munculnya aktor sebagai kunci untuk
menggalang dukungan.

Apa saja isu yang muncul dalam konflik keagamaan di Indonesia?


Isu-isu yang muncul dalam konflik keagamaan di Indonesia meliputi
serangan fisik, penolakan, penutupan atau penyegelan rumah ibadat,
pembatasan atau pelarangan kegiatan keagamaan, tuduhan sesat, penyebaran
kebencian, intimidasi, pemaksaan keyakinan, diskriminasi atas agama,
dan pembatasan ekspresi atas agama.

Konflik dapat diselesaikan dengan berbagai cara termasuk mediasi. Apa


itu mediasi?
Mediasi berarti setiap tindakan prakarsa yang diambil seseorang atau satu
kelompok untuk menyelesaikan sebuah perselisihan atau konflik dengan
menengahi dua pihak yang bersengketa.

Bagaimana teknik mediasi konflik?


Dalam proses mediasi, mediator selaku orang yang memediasi perlu memper-
timbangkan pengaturan pertemuan, teknik fasilitasi, pengaturan perund-
ingan, dan komunikasi di antara dua belah pihak.
Dalam mengatur pertemuan perlu diperhatikan beberapa hal seperti
hadir tepat waktu agar pihak yang dimediasi tidak perlu menunggu waktu
lama dan mediator duduk di tengah kedua belah pihak yang berkonflik
dengan posisi diutamakan di dekat pintu keluar. Mediator dapat memberi-
kan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk melakukan
kebiasaan mereka guna mencairkan suasana. Mereka juga bisa dipersilakan
memakan hidangan yang sudah disediakan.
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 169

Dalam proses fasilitasi kedua belah pihak, mediator hendaknya


mengubah cara pandang para pihak yang berkonflik dari “berdasarkan
posisi” menjadi “berdasar kepentingan”. “Berdasar posisi” berarti pemaha-
man berdasar pada hal-hal yang diperjuangkan dengan harga mati semen-
tara “berdasar kepentingan” berarti pemahaman terhadap sikap dari pihak-
pihak yang dirugikan oleh konflik-konflik di mana pihak-pihak ini terlibat.
Selain itu, mediator harus bisa meredam emosi peserta yang meledak-ledak.
Pada proses perundingan, mediator adalah pihak yang memimpin.
Dalam hal ini, ia memiliki kewenangan untuk menentukan aturan main
dalam perundingan, mengarahkan peserta agar menyampaikan tawaran
dengan cara yang tepat, dan membuat agenda bersama.
Dalam soal komunikasi sepanjang forum mediasi, mediator perlu
memperhatikan beberapa hal. Pertama, mediator tidak berteriak-teriak saat
mengelola perundingan, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti,
dan berusaha menghindari istilah hukum termasuk menjelaskannya dengan
istilah yang lebih mudah dipahami jika diperlukan. Kedua, mediator
berusaha mempelajari bahasa nonverbal (bahasa tubuh) para pihak yang
berkonflik. Ketiga, mediator bersikap baik ketika peserta perundingan
bicara dengan cara memandangi lawan bicara, menunjukkan keterbukaan
untuk mendengar dan bersikap rileks serta tidak melakukan interupsi.
Keempat, mediator berusaha mengubah kata-kata yang bernuansa tuduhan
dan permusuhan menjadi kata-kata yang lebih netral.

Sumber: Ahmad Nurcholis dan Alamsyah M. Dja’far, Modul Pendidikan HAM, Demokrasi, dan
Konstitusi bagi Penyuluh Agama-agama (Jakarta: ICRP dan Hanns Seidel Foundation, 2014)
170 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

STUDI KASUS 1
Kekerasan dan Pelanggaran Hak Beragama
Ahmadiyah di Sukabumi

Salah satu kekerasan sektarian yang terjadi di Sukabumi adalah kekerasan


yang menyasar kelompok keagamaan di internal keagamaan seperti yang
terjadi terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Kekerasan dan pelang-
garan hak beragama ini bisa terjadi di Sukabumi, atau di kota maupun di
kabupaten. Pada tanggal 25 Maret 2013, Masjid Bilal di Kota Sukabumi
yang dikelola oleh Jemaat Ahmadiyah disegel oleh ratusan orang dari Front
Pembela Islam (FPI) Kota Sukabumi. Mereka beralasan penyegelan itu
dilakukan karena Ahmadiyah melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB)
tiga menteri dan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011
tentang Larangan Kegiatan Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat.
Pada tahun 2008 yang lalu, Masjid Al-Furqon yang merupakan milik
Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kecamatan Parakansalak Kabupaten
Sukabumi juga menjadi sasaran pelanggaran dan kekerasan. Menurut Ence
Alias Sudirman, keluarga Jemaat Ahmadiyah Parakansalak, hingga saat
ini keadaannya bagai api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Menurutnya, konflik itu sering kali terjadi sejak tahun 1974 dan biasanya
terjadi secara berkala empat-lima tahunan, dan cenderung politis, walau-
pun terkadang pemicunya adalah masalah pribadi dan menyasar kelompok
Ahmadiyah tertentu saja. Kejadiannya sangat lokal, seperti terjadi di
Parakansalak, namun tidak terjadi di Cisaat atau di Sriwedari.
Ada faktor historis yang kuat dalam konf lik Ahmadiyah di
Parakalansalak, karena Pimpinan Ahmadiyahnya awalnya adalah anggota
Sarekat Islam dan di Parakansalak adalah basis Serikat Islam yang terbe-
sar, walaupun juga terdapat NU, Muhamadiyah, dan Ahmadiyah. Dalam
konteks Parakansalak, Ahmadiyah dan Sarekat Islam sama-sama
kerasnya, sehingga dengan ditambah tambahan dorongan dari luar,
ketegangan itu menjadi konflik yang terbuka.
Dari konflik tersebut, terdapat dampak yang besar menimpa Jemaat
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 171

Ahmadiyah, di antaranya adalah penyempitan ruang ekonomi yang semakin


dikikis oleh warga sekitar dan kelompok Ahmadiyah ini dikucilkan dari
kehidupan sosial masyarakat setempat, sehingga secara otomatis memutus
semua urat nadi ekonomi mereka. Salah satu pemicu yang memperparah
situasi adalah ketika Riziq Sihab dari FPI diundang dan hadir ke desa
tetangga Parakansalak, yaitu desa Sukatani.
Dampak lain yang menimpa warga Ahmadiyah yang paling terasa
sampai saat ini adalah stigma sesat yang muncul dari masyarakat berefek
negatif terhadap akses ekonomi. Tidak hanya sampai di situ, permasalahan
lain yang muncul di antaranya adalah Madrasah atau Sekolah yang
berdampingan dengan masjid Al-Furqon di Parakansalak di cabut Izin
operasionalnya oleh Kementrian Agama Kabupaten Sukabumi, sekitar 43
Madrasah Diniah Takmiliah Awaliah (MDTA) milik Kelompok Ahmadi-
yah tidak dilayani lagi oleh Kementerian Agama RI, yang awalnya menda-
patkan pelayanan yang sama seperti Madrasah Diniah yang lain,
termasuk pula dalam ujian nasional tidak diikutsertakan.
Di samping itu, terjadi pembatasan hak orang Ahmadiyah untuk
melaksanakan ibadah haji atau umrah. Dua orang calon Jemaah Haji dari
Kelompok Ahmadiyah, yaitu Ibu Eti Sumiati dan suami, dibatalkan
pelaksanaan hajinya karena Kementrian Agama Kabupaten Sukabumi
mendapat protes dari Ketua Forum Musyawarah Sukabumi (FMS),
H. Ece Syarifudin, yang tidak menghendaki orang ahmadiyah melak-
sanakan ibadah haji ke Mekkah.
Selanjutnya, orang Ahmadiyah Parakansalak juga tidak dilayani
pernikahannya di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Parakansalak,
dengan alasan karena praktik perkawinan yang terjadi di Ahmadiyah sering
kali dilakukan dua kali, yaitu setelah dinikahkan di KUA mereka suka
mengulangi proses pernikahannya di tempatnya sendiri, sehingga diang-
gap percuma untuk dilayani di KUA.

Sumber: Baseline Riset Sukabumi, Ready Project Agustus 2015

Studi kasus ini hanya contoh, fasilitator dapat mengam-


bil contoh-contoh kasus sesuai dengan daerah masing-
masing, dengan menyertakan pertanyaan-pertanyaan
kunci
172 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

STUDI KASUS 2
Kekerasan Antaragama di Sukabumi

Dalam kasus kekerasan komunal (antaragama, termasuk aliran kepercayaan)


di Sukabumi di antaranya yang mencuat ke permukaan adalah kasus
pembongkaran Petilasan Yoganing Dipantara Gunung Wayang yang
dikelola Yayasan Prama Yuga milik Ir. Anak Agung Asmara oleh Satpol
PP Kab. Sukabumi yang di pimpin oleh Kasat Pol. PP Kab. Sukabumi,
Drs. Dadang Eka, pada hari Jum’at tanggal 5 Juli 2013 di Kampung
Raksamala Desa Pulosari Kecamatan Kalapanunggal.
Menurut keterangan Timkor PAKEM pembongkaran itu dilakukan
karena pihak Kecamatan Kalapanunggal telah mengirim surat teguran
sampai tiga kali kepada pihak yayasan karena tidak memiliki izin dari
Pemda Kabupaten Sukabumi dan mendapatkan protes reaksi keras dari
tokoh masyarakat setempat. Protes ini dilakukan oleh H. Deden Saepudin,
Ketua Forum Komunikasi Jamaah Muslimin (FKJM) Kalapanunggal,
ormas Islam Gerakan Reformis Islam (GARIS), Gabungan Organisasi
Islam Bersatu (GOIB), FPI dan GEMPA. Pembongkaran itu dibantu oleh
aparat Polres Sukabumi, Kodim 0622 Kab. Sukabumi, Kecamatan Kalapa-
nunggal, Polsek Kalapanunggal, dan Koramil Kalapanunggal.
Berdasarkan data yang ada, kejadian ini bukan yang pertama, karena
sebelumnya sudah terjadi dua kali peristiwa kekerasan. Pada hari Senin
tanggal 14 November 2011, telah terjadi perusakan dan pembakaran
Petilasan Yoganing Dipantara, Yayasan Pramayuga yang beralamat di
Kampung Raksamala RT. 30/04, Desa Pulosari Kecamatan Kalapanung-
gal oleh Gabungan Ormas Islam dari Forum Komunikasi Jamaah Muslim-
in (FKJM). Perusakan dilakukan oleh massa sekitar 700 orang yang berasal
dari Kecamatan Bojonggenteng dipimpin oleh ketua Gerakan Islam
Reformis (GARIS), Idun, yang juga sebagai Sekum Aliansi Nasional Anti
Syi’ah Kabupaten Sukabumi serta Sekum GOIB, bersama dengan Ketua
FKJM (sdr. Deden Saepudin). Dalam peristiwa tersebut tidak ada korban
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 173

jiwa dikarenakan lokasi tersebut merupakan lokasi kosong milik Ir. Anak
Agung Asmara seluas 250 M dengan izin IMB merupakan IMB rumah
tinggal.
Adapun yang menjadi keresahan warga menurut Timkor PAKEM
terhadap Petilasan Yoganing Dipantara Yayasan Prama Yuga adalah sebagai
berikut:
• Bahwa Yayasan Prama Yuga telah membangun sarana
peribadatan terselubung;
• Membangun fasilitas pemujaan/penyembahan yang bertopeng
wisata;
• Membawa misi “kemusyrikan”;
• Memicu konflik horizontal bernuansa SARA;
• Memicu keresahan di kalangan masyarakat.
Menurut Ketua FKJM yang juga sebagai Ketua Aliansi Nasional Anti
Syi’ah Kabupaten Sukabumi dan salah seorang Fungsionaris FPI Kab.
Sukabumi, kejadian tanggal 14 November 2011 merupakan kejadian yang
kedua kalinya, sebelumnya pada 2002 lalu pun pernah terjadi aksi seperti
ini dan pada 2007 pihak pengelola kembali membangun tempat tersebut,
tetapi dengan dalih untuk dijadikan rumah atau villa. Namun, pada 16
Agustus 2011 diresmikan dan dijadikan tempat ritual. Akibatnya massa
yang sudah nekat dan emosi akhirnya merusak tempat ritual yang berloka-
si sekitar satu kilometer dari permukiman warga, tepatnya di kaki Gunung
Wayang.
Namun Ketua Yayasan Parama Yuga, Anak Agung Gede Asmara
mengatakan, dari awal bangunan yang dibangun di bawah kaki Gunung
Wayang oleh pihaknya pada 1996 lalu tersebut digunakan untuk tempat
tinggal dengan mendirikan saung dan leuit atau tempat beras. Tempat yang
ia bangun tersebut murni merupakan tempat tinggal, walaupun ada tempat
ibadah itu digunakan hanya untuk keluarga, itu pun sangat kecil. Untuk
itu, menurut Ketua Yayasan ini, tuduhan yang disematkan kepadanya
adalah tidak benar dan pembakaran Petilasan Yoganing Dipantara terse-
but tidak beralasan, karena digunakan tempat ibadah oleh keluarga saja.

Sumber: Baseline Riset Sukabumi, Ready Project Agustus 2015


174 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Gerakan Perdamaian Perempuan?


Dwi Ruby Khalifah

Prolog
Saya ingin membuka presentasi saya dengan menyuguhkan dua cerita
sebagai studi kasus dari Poso dan Kepulauan Solomon tentang bagaimana
perempuan memulai gerakan perdamaian di masyarakat.
Cerita yang pertama, saya ambil dari pengalaman perempuan Desa
Tangkura di Poso pada pertengahan kurun waktu 2002. Tangkura adalah
salah satu desa di Kabupaten Poso yang bisa menjaga relasi muslim dan
Kristen tetap harmonis karena sistem kekerabatan mereka yang cukup kuat.
Seperti daerah yang lainnya, keluarga muslim dan Kristen di Desa Tangku-
ra juga mengungsi di pegunungan terdekat dari desa mereka.
Selama mengungsi kebanyakan mereka mengonsumsi ketela pohon,
satu-satunya sumber makanan yang tersedia di pegunungan. Menipisnya
stok makanan di pengungsian, memaksa perempuan untuk mengambil
inisiatif “turun gunung” dan kembali ke desa dan mengumpulkan makanan
yang ada dan di bawah ke tempat pengungsian. Setelah melihat kondisi
dirasa relatif aman, mereka akhirnya memulai untuk menjual hasil kebun
mereka berupa sayur-sayuran, buah-buahan dan ikan dari pintu ke pintu
di desa tetangga. Proses komunikasi dari pintu ke pintu dimulai untuk
saling bertukar informasi keberadaan saudara masing-masing baik dari
keluarga Kristen maupun Muslim.
Banyak keluarga mendapatkan manfaat dari pertukaran informasi
yang dimotori oleh perempuan karena dirasa lebih jujur dan apa adanya
menggunakan bahasa perempuan “selamatkan kehidupan”. Kepala Desa
Tangkura memonumenkan tempat pertukaran informasi ini sebagai pasar
rekonsiliasi untuk mengenang gerakan rakyat untuk perdamaian.
Sebagai komparasi, perjuangan ibu-ibu Kepulauan Solomon tahun
2003 melalui kampanye Go Home, My Son (Pulanglah Anakku), bagus
dijadikan contoh gerakan nirkekerasan yang efektif mempengaruhi kebija-
kan. Konflik yang dipicu oleh persoalan tanah pecah di Solomon pada
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 175

tahun 1998, telah mengakibatkan kerugian nyawa, harta benda, dan


rusaknya infra struktur dan sistem kepercayaan masyarakat. Tahun 1999,
terjadi eksodus besar besaran keluarga dari Malaita ke Pulau Guadalcanal
Barat. Bentrokan antara masyarakat Malaitan dan Guadalcanal di Pulau
Guadalcanal. Tahun ini juga beberapa akta perjanjian damai ditandata-
ngani, tapi kekerasan dan konflik semakin memanas. Sampai pada tahun
2001, implementasi perjanjian damai TPA pada saat yang sama juga
kekerasan masih berlanjut.
Bagaimana kelompok perempuan merespons konflik? Perempuan di
banyak tempat selalu tertinggal dari proses resolusi konflik. Jawabannya
simpel, karena konflik dianggap urusan laki-laki. Ketidakstabilan mental
perempuan dianggap akan mericuhi proses resolusi konflik. Namun tidak
demikian halnya yang terjadi di Kepulauan Solomon. Rekonsiliasi konflik
tahun 2003 adalah buah tangan dari para ibu-ibu yang sebagian besar tidak
pernah mengenyam pendidikan formal. Kegelisahan akan perang, kekerasan
membangkitkan sense of motherhood pada diri perempuan-perempuan di
kepulauan Solomon.
Para ibu yang mempunyai latar belakang bervariasi berkumpul dan
sepakat melakukan pendekatan pada musuh. Pilihan gerakannya tidak
tanggung-tanggung yaitu menyenangkan militan. Tujuannya agar para
militan mau pulang ke rumah.
Come home, my son. Pesan ini yang digunakan menggugah para militan
untuk sesegera mungkin menghentikan perang dan pulang ke pangkuan
bunda. Aktifitas yang dilakukan para ibu yang tergabung dalam WFPG
(Women for Peace Group) adalah menyenangkan para militan di camp-camp,
layaknya seorang ibu. Mereka membawakan makanan, menghibur para
militan, bernyanyi, berdoa, memberikan perhatian sambil menyampaikan
pesan “come home my son”. Gerilya-gerilya mereka menunjukkan hasil.
Beberapa dialog dan pertemuan tingkat elit yang membahas tentang
resolusi konflik banyak melibatkan para ibu-ibu, meskipun perannya lagi-
lagi masih di wilayah Periperi. Para ibu ini ditempatkan pada peran-peran
informal melayani logistik. Namun demikian kelihaian mereka dalam
melakukan lobi-lobi dengan para jenderal dan pimpinan kombatan mampu
mempercepat proses resolusi konflik.
Dari dua cerita yang saya paparkan di atas, ada tiga pertanyaan yang
ingin saya ulas dalam paper ini. Sebenarnya faktor apa yang mendorong
perempuan untuk melakukan gerakan perdamaian? Mengapa peran-peran
genuine perempuan tidak berkembang dalam situasi pascakonflik? Upaya
apa yang bisa membangkitkan kembali genuinitas perempuan dalam mengisi
176 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

pembangunan? Saya akan menggunakan studi kasus dari program The


Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia yang sekarang mengem-
bangkan model pendidikan perdamaian untuk perempuan di Jakarta, Bogor,
dan Poso dengan kerentanan perdamaian yang berbeda.

Bangkitnya Gerakan Perdamaian oleh Perempuan


Dari dua studi kasus yang saya paparkan di atas, inisiasi gerakan perdama-
ian oleh perempuan sebenarnya sudah dikenali dan terdokumentasikan
dalam penelitian, jurnal ilmiah, dan secara luas didiskusikan dalam konfe-
rensi-konferensi. Kalau kita berkaca pada kedua studi kasus di atas, peran-
peran perempuan baik di Poso maupun di Kepulauan Solomon lebih
bersifat panggilan jiwa. Panggilan jiwa ini sifatnya alamiah, orisinil, dan
punya kekuatan alam yang mengalahkan pengaruh-pengaruh keduniawian
bahkan beyond dari ikatan identitas apapun. Dr. Lambang Triyono menye-
butnya sebagai genuinitas peran perempuan. Dikatakan genuine karena
gerakan tersebut tidak direkayasa, alamiah karena panggilan kekuatan bios,
muncul secara tiba-tiba dan berhasil menggerakkan moral kehidupan
masyarakat yang setuju dengan perdamaian (2010: 1).
Apa yang mendorong munculnya gerakan genuinitas perempuan
tersebut? Mengapa gerakan ini hilang secara tiba-tiba begitu perjanjian
perdamaian disepakati? Dalam kaca mata feminis, inisiasi perdamaian oleh
perempuan muncul karena beberapa tiga faktor; pertama adalah panggilan
naluri ibu yaitu perasaan yang sama (common sense) sebagai seorang ibu
yang bertanggung jawab untuk menyelamatkan dan melestarikan kehidu-
pan. Salah satu hak reproduksi yang ditugaskan pada kaum perempuan
adalah berhak mengatur kapan, berapa banyak, berapa sering mereka
mempunyai anak tanpa ada tekanan dari pihak manapun.
Kesadaran perempuan dalam memilih untuk mengemban tugas mulia
menghantarkan kehidupan baru dibarengi dengan pengorbanan yang
kadang harus dibayar dengan nyawa karena proses persalinan. Mahalnya
harga kehidupan yang dihantarkan oleh perempuan inilah yang
membangun common sense terhadap sesama perempuan untuk menghenti-
kan segala upaya yang akan mengakhiri kehidupan yang sudah mereka
mulai sejak dari dalam rahimnya. Dalam konteks Poso misalnya panggilan
naluri keibuan ini sangat jelas tercermin pada keberanian perempuan untuk
kembali ke desa mereka dan memulai kehidupan normal.
Mengabarkan berita damai dan mengonstruksi cerita damai dari rumah
ke rumah untuk meyakinkan pada semua orang bahwa perdamaian adalah
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 177

niscaya dalam situasi perang selama masih ada keinginan. Panggilan alam
para ibu di Solomon termanifestasikan ke dalam nirkekerasan untuk
melimpahkan kasih sayang sebagai seorang ibu ke anak-anak mereka yang
bertugas sebagai milisi / tentara dan mengajak mereka pulang untuk
memulai perdamaian.
Kedua, konstruksi budaya terhadap peran perempuan. Meski kenyat-
aannya lebih banyak laki-laki yang terlibat dalam konflik dan kekerasan,
bukan berarti perempuan absen di dalamnya. Studi yang dilakukan oleh
Endah Agustiana di Poso dan Maria Pakpahan di Maluku menunjukkan
bahwa perempuan sering kali dipakai oleh kelompok-kelompok yang
bertikai untuk menjadi mata-mata, penyebar informasi, penyelundup senjata,
kepala rumah tangga, dan lain-lain. Kondisi emergency juga mengubah
peran gender di dalam masyarakat, di mana perempuan terpaksa harus
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan makan dan keselamatan
jiwa anggota keluarga dan masyarakat.
Mereka terpaksa harus menjadi kepala rumah tangga, sementara suami
mereka pergi ke hutan dan sibuk terlibat dalam aksi-aksi kekerasan yang
menyita perhatian mereka. Kuatnya sifat-sifat feminimitas perempuan dan
originalitas keterampilan komunikasi “senyap” mereka mampu menata
kembali rajutan kepercayaan dan rasa percaya diri untuk kembali bangkit
dari keterpurukan. Tradisi Pela Gandong di Maluku menempatkan perem-
puan sebagai subyek penting.
Ketiga, konstruksi gender dalam konflik dan kekerasan. Konflik atau
peperangan dianggap urusan laki-laki. Perempuan tidak mendapatkan
tempat dalam konflik terbuka dan cenderung menjadi korban. Laki-laki
yang lebih ditargetkan daripada perempuan, meskipun di banyak kasus
untuk menangkap laki-laki, para milisi atau tentara menyandera peremp-
uan untuk memaksa target keluar dari persembunyiannya.
Dalam hal tertentu konstruksi perempuan relatif tidak menyukai
konflik, membuat keberadaan perempuan lebih bisa dipercaya ketimbang
laki-laki. Keberadaan perempuan yang cenderung aman mendapatkan
legitimasi sosial untuk bisa memulai upaya-upaya rekonsiliasi di masyarakat.
Misalnya pada kasus Solomon, peran para ibu sangat bisa diterima oleh
masyarakat bahkan mendapatkan dukungan yang luas. Cara-caranya pun
sangat halus, elegan dan berusaha memancing terjadinya inner transforma-
tion pada anak-anak mereka.
178 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Genuinitas Perempuan Pascakonflik


Sayangnya peran-peran genuine di atas tidak bertahan lama ketika konflik
dan kekerasan mereda. Ketika proses rekonsiliasi sudah diambil alih secara
formal oleh struktur yang berwenang, genuinitas peran perempuan seper-
tinya selesai begitu saja. Peran gender laki-laki dan perempuan kembali
pada tatanan “normal” seperti yang dikehendaki masyarakat patriarki, di
mana perempuan melakukan peran sebagai ibu rumah tangga dan laki-laki
mencari nafkah dan berperan aktif secara sosial politik dalam mengisi
pembangunan pascakonflik. Apa yang menyebabkan gerakan perdamaian
perempuan surut dan menghilang pascakonflik surut?
Pertama, program pemulihan dan rehabilitasi berorientasi menjawab
dampak daripada akar penyebab konflik kekerasan. Di banyak model
intervensi baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun NGOs, program-
program pemulihan lebih banyak menuntaskan masalah-masalah penghidu-
pan para survivor konflik kekerasan. Oleh karena bantuan berupa cash
work, BLT, trauma healing, pembangunan infra struktur, beasiswa korban
konflik banyak dilakukan.
Sedikit upaya-upaya untuk melakukan rekonsiliasi hati dan budaya,
membangun perspektif perdamaian yang sungguh-sungguh berangkat dari
analisis konflik yang komprehensif. Banyak sekali sisi seremonialnya
daripada tujuan sejati membuat program tersebut. Lebih jauh lagi, proses
perencanaan, implementasi, dan monitoring program pembangunan pasca-
konflik tidak melibatkan perempuan secara substantif di dalamnya. Oleh
karenanya kita bisa melihat lambat laun perempuan perempuan di ranah
publik mulai mengendor dan akhirnya menghilang.
Kedua, menguatnya kembali peran gender. Ada perubahan peran
gender yang cukup signifikan pada perempuan pada masa konflik, yaitu
mereka menjadi kepala rumah tangga. Setelah konflik mereda, baik perem-
puan dan laki-laki secara perlahan dikembalikan lagi pada peran gender
awal mereka melalui prioritas hidup dan juga program-program pemulihan
dan rehabilitasi, karena pembagian konsentrasi untuk pemulihan sering
kali mengikut pada pembagian gender. Misalnya program-program pemban-
gunan infra stuktur lebih difokuskan pada keterlibatan laki-laki, sedang-
kan program bantuan sembako biasanya perempuan yang aktif.

Mengelola Genuinitas Perempuan


Pembangunan perdamaian bagi perempuan adalah melestarikan hidup.
Artinya nilai-nilai yang dipakai adalah nilai-nilai kemanusiaan dan penghar-
gaan pada hak asasi manusia dan perempuan secara absolut. Perjuangan
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian
HANDOUT 179

menciptakan damai positif tidaklah cukup dengan bersandar pada rasion-


alitas semata. Nilai-nilai moral menghargai kehidupan haruslah dijunjung
tinggi, jangan sampai dikalahkan oleh profesionalisme yang menyingkir-
kan sense of humanity. Dibutuhkan sensitivitas tinggi pada kebijakan
pembangunan yang mensyaratkan nilai-nilai pluralisme, integrasi sosial,
partisipasi semua pemangku kepentingan, perempuan pada daerah-daerah
yang pernah mengalami konflik kekerasan.
Salah satu upaya untuk membangkitkan kembali genuinitas gerakan
perdamaian perempuan adalah menguatkan kapasitas pengetahuan dan
keterampilan perempuan agar bisa terlibat dalam pengambilan keputusan
yang mencerminkan upaya-upaya melestarikan kehidupan. Misalnya
AMAN Indonesia, melalui program Sekolah Perempuan untuk Perdama-
ian (SPP) membangun tiga hal penting dalam diri perempuan. Pertama,
karakter perdamaian, yaitu sifat dan prilaku damai dalam diri perempuan
melalui pengembangan sifat-sifat feminimitas perempuan di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Konflik dan kekerasan telah menguburkan bahasa
damai dan praktek-praktek hidup harmonis dalam ingatan banyak orang,
termasuk perempuan.
Kenangan manis hidup damai dengan orang dari kelompok berbeda
bertahun-tahun lamanya, seolah tak tersisa dari ingatan setelah 4 (empat)
tahun dipaksa menjalani kehidupan pahit, menyaksikan pembunuhan
anggota keluarga, penyiksaan, perkosaan, dan sebagainya. Kini, ingatan
yang tersisa hanya kecurigaan dan rasa tidak percaya dengan tetangganya
yang berbeda agama dan suku. Ingatan buruk konflik mempengaruhi
bangunan karakter, sehingga perlu direkonsiliasi dan dikembalikan pada
kemurnian karakter sebagai manusia yang mencintai perdamaian. Prinsip-
prinsip nirkekerasan tidak hanya dipelajari, tetapi dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari sebagai komitmen pada penciptaan perdamaian
positif.
Kedua, pendidikan perdamaian memfokuskan pada perspektif plural-
isme dan multikulturalisme, di mana para ibu, peserta SPP dihadapkan
pada kenyataan untuk menerima pluralitas bangsa Indonesia yang tidak
bisa dipungkiri, apalagi dihilangkan. Upaya-upaya membangun dialog
antariman dalam merespons isu-isu sensitif dibudayakan agar pengetahuan
akan tradisi agama lain bisa dimengerti dan disebarluaskan untuk mengikis
prasangka. Pertemuan-pertemuan dengan kelompok-kelompok perempuan
yang berbeda disiapkan untuk membangun satu gerakan perdamaian
perempuan dengan satu visi melestarikan kehidupan. Penguatan perspek-
tif pluralisme dan multikulturalisme membantu menajamkan daya kontrol
180 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

perempuan pada kebijakan yang tidak sensitif pada pembangunan


perdamaian.
Ketiga, leadership skill pada perempuan. Skill ini mencakup manajemen
konflik dan berorganisasi. Capaian tertinggi yang ingin dilihat program
adalah representasi perempuan dalam pengambilan keputusan di segala
level sebagai manifestasi tertinggi dari kesadaran akan nilai-nilai
perdamaian. Kelemahan sistem demokrasi sekarang adalah berkem-
bangnya kepemimpinan tunggal di masyarakat. Kurikulum SPP diarahkan
pada pemunculan kepemimpinan kolektif perempuan di sebuah komunitas,
sehingga akan lahir banyak perempuan-perempuan tangguh yang terlibat
dalam segala aspek kehidupan. Penguatan leadership ditujukan untuk
keberlanjutan pendidikan perdamaian di akar rumput sebagai media belajar
rakyat.

Epilog: Tantangan dalam Gerakan Perdamaian oleh Perempuan


Tantangan ke depan yang harus menjadi concern adalah menguatnya
fundamentalisme agama yang mengancam ikatan solidaritas perempuan.
Perempuan punya potensi untuk digunakan sebagai agen mempromosikan
kekerasan sekaligus perdamaian. Mengapa perempuan? Saya rasa karena
perempuan sangat strategis perannya dan pada tubuh perempuanlah lokus
kontestasi semua ideologi dalam secara jelas terlibat. Menjadi perempuan
baik-baik atau beriman, diasosiasikan dengan simbol-simbol keagamaan
atau kesukuan yang memberikan ciri bahwa “kami” berbeda dengan
“mereka”. Jika berbeda diinternalisir ke dalam rasa yang menuntun pada
sebuah tindakan eksklusifitas, di sinilah keberagaman kita terancam.
Perempuan mempunyai potensi untuk menanamkan nilai-nilai ini pada
generasi masa depan.
Konflik memang tidak selamanya negatif. Pada kenyataanya selama
konflik, perempuan banyak mendapatkan ruang untuk banyak mengexplore
wilayah publik karena absennya suami. Perempuan jadi banyak terlibat
dalam pengambilan keputusan penting dalam rumah tangga maupun
publik. Sayangnya, ketika kondisi damai, justru peran-peran ini tidak
dilanjutkan atau diperluas, tapi malah dikembalikan pada situasi semula.
Peran-peran yang cerdas pada saat konflik, seharusnya menemukan ruang
yang lebih luas dalam mengisi pembangunan pascakonflik karena keterli-
batan perempuan dalam planning, implementasi, dan monitoring
pembangunan akan memberikan dampak pada peningkatan kualitas hidup
perempuan dan generasi mendatang.
MODUL DASAR | MATERI 4 | Konflik dan Perdamaian 181

Kita juga punya PR yang besar tentang dokumentasi kerja-kerja


perempuan dalam resolusi konflik maupun dalam pembangunan perdama-
ian. Referensi yang ada hanya sebatas konsumsi lokal semata, tidak ditawar-
kan dalam dunia akademisi, sebagai update realitas dan mendorong
munculnya gagasan baru berkembang paralel dengan realitas. Studi tentang
gerakan perdamaian oleh perempuan seharusnya menjadi concern di lembaga
yang bekerja pada konflik dan perdamaian, tanpa harus menunggu perem-
puan yang melakukannya.

***

*Makalah ini disampaikan pada acara Kelas kursus “Gus Dur, Konflik, dan Perdamaian” yang
diselenggarakan oleh Wahid Institute tanggal 29 September 2010. Penulis adalah Direktur Asian
Muslim Action Network (AMAN) Indonesia yang bisa dihubungi di dwiruby@yahoo.com

Sumber: http://amanindonesia.org/discourse/2010/12/01/gerakan-perdamaian-perempuan[ask].
html
182

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


5
183

Strategi
MATERI Komunikasi

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Catatan
184 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

“Orang bijak berbicara karena mereka memiliki


sesuatu untuk dikatakan. Orang bodoh berbicara
karena mereka harus mengatakan sesuatu.”

— Plato
5
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 185

Strategi
MATERI Komunikasi

Pengantar
Komunikasi menjadi salah satu aspek penting dalam menyukseskan sebuah
rencana atau mencapai tujuan yang hendak dicapai. Tanpa komunikasi,
seseorang tidak dapat menyampaikan apa yang ia kehendaki kepada pihak
lain dan tentu hal itu menjadi kendala baginya untuk mendapatkan apa
yang dikehendakinya itu. Dalam hal ini, komunikasi menjadi sangat
beragam, mulai dari yang paling sederhana hingga yang rumit, dari yang
menggunakan cara-cara tradisional hingga cara-cara yang memanfaatkan
sarana telekomunikasi modern seperti internet. Semua hal itu menegaskan
bahwa komunikasi adalah penting dan setiap orang yang hendak bekerja
sama dengan pihak lain niscaya harus bersentuhan dengan komunikasi itu
sendiri.

Tujuan
1. E-Literacy (menyaring, mencari, mendapatkan informasi);
2. Peserta mengetahui bagaimana harus berkomunikasi sesama jejaring
perdamaian;
3. Peserta mampu menggunakan alat komunikasi sederhana;
4. Peserta mampu mengidentifikasi alat-alat komunikasi yang efektif
untuk menyebarkan informasi perdamaian sesuai dengan konteks dan
situasinya.

Pokok Bahasan
1. Kode etik, security, dan privacy;
2. Tantangan-tantangan komunikasi;
3. Bentuk dan sarana komunikasi.
186 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Metode
1. Paparan singkat;
2. Curah pendapat tentang situasi;
3. Mengidentifikasi tantangan dan sarana-sarana informasi efektif
yang dapat digunakan;
4. Praktik.

Waktu
90 Menit

Alat-alat Bantu
1. Laptop;
2. LCD/Proyektor;
3. Kertas plano;
4. Kertas metaplan;
5. Jaringan internet;

Langkah-langkah Fasilitasi

Seperti pada sesi-sesi sebelumnya,


sebelum memulai sesi, fasilitator
menyampaikan pokok-pokok bahasan dan
maksud dari sesi ini, yaitu tentang strategi
komunikasi efektif, dengan cakupan
bahasan, meliputi: kode etik, security, dan
privasi; tantangan-tantangan komunikasi,
dan bentuk dan sarana komunikasi.
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 187

KEGIATAN

1 Curah Pendapat tentang


Komunikasi Efektif, Strategi dan Sarana

1. Untuk memulai sesi tersebut, fasilitator mengajak peserta untuk


bercerita tentang apa yang ada di dalam pikiran peserta tentang
media komunikasi efektif dan sarana-sarana apa saja yang dapat
digunakan dalam membangun komunikasi tersebut. Untuk
melakukan ini, fasilitator membagikan kertas metaplan dan spidol
kepada peserta pelatihan dan meminta peserta menuliskan:
a. Apa yang ada di benak peserta tentang strategi komunikasi
efektif;
b. Tiga bentuk alat atau sarana komunikasi efektif yang dapat
digunakan untuk mengampanyekan perdamaian dan toler-
ansi.

Berikan waktu 5 menit kepada peserta untuk menjawab dua


pertanyaan di atas.

2. Selama peserta menjawab pertanyaan, fasilitator menyiapkan


isolasi kertas untuk menempel jawaban-jawaban peserta.
3. Setelah 5 menit, mintalah peserta untuk mengumpulkan hasil
jawabannya dengan menempelkannya di papan tulis yang telah
disediakan.
4. Ajaklah peserta untuk berdiskusi lebih lanjut tentang jawaban-
jawaban yang mereka tulis, dengan mengulas tentang apa yang
dimaksud dengan komunikasi efektif, membandingkan di antara
jawaban, mencatat kata-kata kunci, serta merumuskan dalam
suatu pengertian yang lebih sempurna.
5. Bandingkan rumusan yang telah didapatkan dari jawaban-jawaban
peserta ini dengan definisi komunikasi efektif seperti dalam
handout 1 “Teknis Dasar Komunikasi Efektif ”.
6. Alokasikan waktu 15-20 menit untuk sesi brainstorming oleh
fasilitator sebelum masuk pada sesi pemaparan oleh narasumber.
188 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Alternatif Permainan Terkait tentang


Penyampaian Informasi/Berita
1. Beri tahu peserta bahwa mereka akan melakukan permainan
tentang penyampaian berita atau informasi. Permainan ini menun-
jukkan pentingnya melakukan pengecekan dan uji sumber berita
untuk menghindari kekeliruan dalam menerima dan menggu-
nakan informasi.
2. Mintalah peserta berbaris memanjang atau melingkar.
3. Tugas peserta adalah membisikkan sebuah berita kepada rekan
yang ada di sebelahnya, terus sambung-menyambung sampai ke
peserta yang paling ujung.
4. Fasilitator dua orang pertama yang menerima dua jenis infor-
masi yang berbeda. Satu orang akan mentransfer ke sebelah
kanannya dan satu orang lagi akan mentransfer ke sebelah kirinya.
5. Orang terakhir yang menerima informasi harus menyatakan
berita yang diterimanya.
6. Fasilitator kemudian membacakan berita aslinya.

permainan dilakukan dengan melihat kondisi peserta. Bila dirasa masih


bersemangat, fasilitator dapat mendahulukan pemaparan narasumber

KEGIATAN

2 Pembahasan Materi oleh Narasumber

1. Setelah berdiskusi tentang komunikasi efektif dan sarana komuni-


kasi, materi ini akan dijelaskan lebih lanjut oleh seorang narasum-
ber. Fasilitator mengenalkan narasumber yang telah diundang
kepada peserta pelatihan dan memberikan forum kepada narasum-
ber.
2. Jangan lupa, fasilitator meminta kepada narasumber untuk menje-
laskan tentang pokok-pokok bahasan berikut ini:
• Kode etik, security, dan privasi;
• Manfaat dan urgensi komunikasi;
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 189

• Bentuk dan sarana komunikasi efektif.


Alokasi waktu untuk penyampaian materi ini adalah 25 menit
dan dilanjutkan dengan tanya jawab dari peserta selama 15 menit.

ALTERNATIF

1. Mengundang narasumber yang menguasai penggunaan sosial


media, seperti Facebook, Twitter, dan lainnya.
2. Berikan waktu 15 menit kepada narasumber untuk menjelaskan
tentang pentingnya komunikasi melalui Twitter dan media sosial
lainnya.
3. Mintalah narasumber untuk mempraktikkan penggunaan Twitter
agar peserta lebih memahami.
4. Kemudian, ajaklah peserta pelatihan untuk mempraktikkan apa
yang telah disampaikan oleh narasumber (dapat dilakukan oleh
narasumber atau fasilitator).

KEGIATAN

3 Kerja Kelompok

ALTERNATIF I

1. Setelah sesi tanya jawab, ajaklah peserta untuk lebih memahami


alat dan strategi komunikasi dengan menilai lebih jauh kemam-
puan yang telah dimiliki oleh masing-masing peserta;
2. Berdasarkan dari apa yang telah disampaikan oleh materi, fasil-
itator meminta peserta untuk menuliskan di kertas plano secara
kelompok, alat atau sarana komunikasi apa saja yang telah dilaku-
kan oleh peserta pelatihan.
3. Bagi peserta menjadi tiga kelompok. Setiap kelompok memiliki
tugas untuk mendaftar sarana atau alat komunikasi yang telah
190 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

mereka ketahui dan gunakan, serta menuliskan pula contoh


bentuk komunikasi yang disampaikan di setiap akhir kolom
daftar. Contoh dapat berupa “bentuk” atau “pesan” dari komuni-
kasi, dapat pula berisi tentang bagaimana komunikasi itu disam-
paikan kepada target.
4. Untuk melakukan latihan ini, fasilitator dapat membuat tabel
berikut ini dan menuliskannya di kertas plano atau langsung di
komputer melalui proyektor/LCD.

NO BENTUK KOMUNIKASI TARGET KOMUNIKASI CONTOH


1 Facebook Pengguna facebook, “Bila damai lebih baik,
teman dan jaringan mengapa harus bertengkar”
2 Dst Dst Dst
3
4
5

* Akan sangat baik bila peserta dapat menunjukkan contoh komunikasi yang telah mereka
lakukan, seperti poster, pamflet, blog, website, dll.

5. Setelah itu, mintalah peserta untuk mempresentasikan apa yang


telah mereka kerjakan secara kelompok.
6. Alokasi waktu untuk latihan ini adalah 30 menit dan dapat
disesuaikan oleh fasilitator bagaimana sebaiknya pembagian
waktu antara diskusi dan presentasi.

ALTERNATIF II

1. Sediakan template (di bawah ini) sebagai bahan praktik peserta


pelatihan.
2. Bagilah peserta ke beberapa kelompok kerja kecil.
3. Bagikan template yang telah disediakan kepada masing-masing
kelompok;
4. Minta peserta merancang sarana dan strategi komunikasi yang
akan mereka gunakan untuk mencapai suatu tujuan.
5. Mintalah peserta untuk mempresentasikan hasil kerja kelom-
poknya.
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 191
192 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

TAHAPAN TINDAKAN
Menentukan tujuan dan hasil yang Tentukan tujuan mempengaruhi
diharapkan dari komunikasi komunikasi anda sebagai strategi utama,
dan hasil yang hendak dicapai.
Sasaran komunikasi Mengidentifikasi dan memprioritaskan
siapa saja yang hendak disasar dalam
komunikasi. Setelah menyelesaikan
pemetaan ini, bila ternyata aktor yang
didaftar terlalu banyak, maka dapat
ditentukan prioritas siapa saja yang
hendak ditarget.
Tindakan kunci Mengidentifikasi tindakan-tindakan kunci
yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan
Pembuatan pesan Mendaftar pesan-pesan komunikasi yang
hendak disampaikan kepada sasaran
Jalur, alat dan kegiatan Identifikasi sarana, alat dan kegiatan yang
hendak dilakukan dalam menyampaikan
pesan kepada sasaran,
Sumber daya Daftar sumber daya yang dimiliki, baik
sumber daya manusia atau sumber daya
materi yang dapat digunakan untuk
melancarkan komunikasi.
Jangka waktu Tetapkan jangka waktu kegiatan yang
hendak dilakukan, termasuk pula
batas waktu kapan tugas-tugas harus
diselesaikan.
Evaluasi dan perubahan Tetapkan waktu evaluasi dan lakukan
evaluasi terhadap semua komponen di atas
secara berkala. Lakukan perubahan bila
dirasa penting untuk mengubah setiap
aspek dan menyesuaikan dengan situasi.
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 193

Bahan Bacaan Utama


Galang Taufani, “Quo Vadis Kebebasan Berpendapat Di Indonesia”

Bahan Bacaan Tambahan


UU No. 14 Tahun 2008 tentang Kebebasan Informasi Publik (KIP).
Tim Penyusun Elsam, Internet untuk Semua: Mengintegrasikan Prinsip
HAM dalam Pengaturan Internet di Indonesia (Jakarta: ELSAM, 2014).
Tim Penyusun Elsam, Buku Saku Kebebasan Berekspresi di Internet (Jakarta:
ELSAM, 2013)
Endang Lestari G, SH, MM, dan Drs. MA. Maliki, M.Ed, Komunikasi
Efektif: Modul Pendidikan dan Pelatihan (Jakarta: Lembaga Adminis-
trasi Negara, 2006).
Fathullah, Komunikasi Etika dan Hubungan Antarmanusia (Semarang: Duta
Nusindo, 2007).
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Jakarta: Remaja Rosdakarya,
2008).
Deddy Mulyana, Komunikasi Humoris: Belajar Komunikasi Lewat Cerita
dan Humor (Jakarta: Simbiosa Rekatama Media, 2010).
Syerit Nurhakim, Buku Pintar Dunia: Dunia Komunikasi dan Gadget (Bestari
Buana Murni, 2015).
Article 19, “Prinsip-prinsip Hak untuk Berbagi: Prinsip-prinsip Kebebasan
Bereskpresi dan Hak Cipta di Era Digital”, Seri Standar Internasional,
(UK: Article 19, Maret 2013), dapat diakses di https://www.article19.
org/data/files/medialibrary/3716/Right-to-Share-BAHASA.pdf
Indriaswati D. Saptaningrum dan Wahyudi Djafar, Tata Kelola Internet
Berbasis Hak: Studi tentang Permasalahan Umum Tata Kelola Internet dan
Dampaknya terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia (Jakarta: Elsam,
2013), dapat diakses di http://www.slideshare.net/internetsehat/
tatakelolainternetdanham

Handout
1. Teknis Dasar Komunikasi Efektif, lihat Buku Pegangan Peserta
2. Abidin Wakano “Membangun Perdamaian dalam Kebuntuan Dialog”
194 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Teknis Dasar Komunikasi Efektif

Komunikasi efektif terdiri dari dua istilah: komunikasi dan efektif. Komuni-
kasi adalah proses menyampaikan atau berbagi informasi, pikiran, dan
perasaan melalui lisan, tulisan, atau bahasa tubuh. Efektif artinya membawa
hasil atau mencapai tujuan.

Pengertian Komunikasi Efektif


Komunikasi efektif (effective communications) adalah komunikasi yang tepat
sasaran, berhasil guna, atau mencapai tujuan—menyampaikan informasi
(to inform), menghibur (to entertain), atau membujuk (to persuade).
Barbara Brown dalam “What is Effective Communication?” di laman
Live Strong menyebutkan, komunikasi efektif itu melibatkan kejelasan,
perkataan langsung, dan aktif mendengarkan (clear, direct speech, active
listening).
Komunikasi adalah proses berbagi (sharing) informasi, pemikiran, dan
perasaan antara orang-orang melalui pembicaraan (speaking), tulisan
(writing), atau bahasa tubuh (body languange).
Komunikasi dikatakan efektif jika informasi, pemikiran, atau pesan
yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik sehingga
menciptakan kesamaan persepsi, mengubah perilaku, atau mendapatkan
informasi (menjadi tahu/paham).

Komponen Komunikasi Efektif

Encoding
Komunikasi efektif diawali dengan encoding atau penetapan kode atau
simbol yang memungkinkan pesan tersampaikan secara jelas dan dapat
diterima serta dipahami dengan baik oleh komunikan (penerima pesan).
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 195

Decoding
Decoding, komponen penting lainnya dalam komunikasi efektif, yaitu
kemampuan penerima memahami pesan yang diterimanya. Karenanya,
dalam komunikasi efektif, pemahaman tentang audiens sangat penting
guna menentukan metode penyampaian dan gaya bahasa yang cocok
dengan mereka.

Konteks (Context)
Konteks komunikasi yaitu konteks komunikasi yaitu ruang, tempat,
dan kepada siapa kita melakukan komunikasi. Konteks komunikasi
juga mengacu kepada level komunikasi—komunikasi antarpribadi,
komunikasi kelompok (grup), komunikasi organisasi, komunikasi massa.
Konteks komunikasi mempertimbangkan usia, wilayah, jenis kelamin,
dan kemampuan intelektual penerima pesan. Berkomunikasi dengan
anak kecil tentu akan berbeda cara dan gaya bahasanya dengan berko-
munikasi dengan orang dewasa.

Bahasa Tubuh (Body Language)


Bahasa tubuh—dikenal juga sebagai komunikasi nonverbal (nonverbal
communication)—meliputi postur, posisi tangan dan lengan, kontak
mata, dan ekspresi wajah. Bahasa tubuh yang konsisten dan sesuai
dapat meningkatkan pengertian. Gerakan anggota badan harus sesuai
dengan yang diucapkan. Bahasa tubuh terpenting adalah senyum dan
kontak mata.

Gangguan/Hambatan (Interference)
Emosi bisa mengganggu terjadinya komunikasi efektif. Jika komunika-
tor marah, kemampuannya mengirimkan pesan efektif mungkin berpen-
garuh negatif. Begitu juga jika komunikan dalam keadaan kecewa atau
tidak setuju dengan komunikator, mungkin dia mendengar sesuatu
yang berbeda.

Pikiran Terbuka (Be Open-Minded)


Pikiran terbuka merupakan komponen penting lain dalam komuni-
kasi efektif. Jangan terburu menilai atau mengkritisi ucapan orang lain.
Kita harus mengedepankan respek, menghargai pendapat atau
pandangan orang lain, juga menunjukkan empati dengan berusaha
memahami situsai atau masalah dari perspektif orang lain.
196 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Mendengar Aktif (Active Listening)


Menjadi pendengar yang baik dan aktif akan meningkatkan pemaha-
man atas pemikiran dan perasaan orang lain. Tunjukkan bahwa kita
fokus mendengarkan ucapan orang lain, misalnya dengan
menganggukkan kepala dan membuat “indikasi verbal” bahwa kita
setuju dengan mengatakan—misalnya—”oh...”. Jangan menginterupsi
pembicaraan orang lain. Ini akan mengganggu kelancaran obrolan.

Refleksi (Reflection)
Pastikan bahwa kita mengerti ucapan orang lain dengan “konfirmasi”,
yaitu meringkas pesan utama yang disampaikan orang lain. Kita bisa
mengulang yang diucapkan orang lain, sekaligus “klarifikasi” bahwa
maksud perkataannya “begini” dan “begitu”.

Lima Kunci Komunikasi Efektif

1. Smile! Tersenyum.
Salah satu cara untuk membangun kemampuan berkomunikasi
yang baik dengan orang lain adalah dengan menjalin hubungan
baik secepat mungkin dengan mereka.
Tersenyumlah dan gunakan kontak mata sebagai sinyal positif
yang dapat Anda kirimkan ketika Anda memulai percakapan.
Pastikan bahwa orang lain merasa bahwa Anda sangat senang
bisa berbicara dengannya.
Sangat penting untuk tahu topik terhangat yang bisa Anda
diskusikan dengan orang tersebut. Untuk itu, selalu perbarui
informasi Anda. Jika Anda memiliki banyak topik yang Anda
dapat bicarakan, komunikasi akan berjalan dengan lebih mudah.

2. Be Clear! Berbicara dengan Jelas


Bicaralah dengan jelas ketika Anda berkomunikasi dengan orang
lain. Cobalah untuk menghindari kebiasaan berbicara dengan
suara terlalu kecil atau parau sehingga orang lain sulit menang-
kap maksud Anda.
Cara terbaik untuk melatihnya adalah dengan merekam suara
Anda saat berbicara. Lalu dengarkan kembali hasil rekaman itu
dan putuskan apa yang seharusnya Anda ubah dari cara Anda
bicara.
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 197

3. Relax. Santai!
Anda dapat menjadi komunikator yang baik jika Anda dapat
berbicara dengan santai (rileks). Jika Anda gugup, Anda akan
berbicara cepat sehingga sulit dipahami. Anda juga dapat membuat
orang lain merasa tidak nyaman karena kegugupan Anda.
Hindari membungkukkan bahu, menampilkan wajah gelisah
atau menggerakkan anggota tubuh Anda yang lain saat berbicara.
Orang yang Anda ajak bicara akan tahu bahwa Anda sedang
gugup.

4. Variatif. Jangan Monoton


Anda tentu tidak ingin orang lain menjadi bosan saat berbicara
dengan Anda. Anda dapat membuat mereka tertarik dengan
menghindari berbicara dengan suara monoton. Anda dapat
melakukan sedikit variasi dan mengubah volume saat Anda
berkomunikasi.

5. Dengar dan Pahami


Ingatlah, komunikasi adalah proses dua arah. Anda perlu
mendengar dan memahami apa yang dikatakan orang lain jika
Anda ingin berkomunikasi secara efektif dengan mereka. Orang
lain juga akan kehilangan minat berbicara dengan Anda, jika
Anda terus-menerus bicara dan tidak pernah mendengarkan
mereka.

Komunikasi Efektif: Formula 7C

1. Completeness, Lengkap! Komunikasi harus lengkap.


Menyampaikan semua fakta yang diperlukan oleh penerima.
Dalam dunia jurnalistik, kelengkapan informasi dirumuskan
dalam 5W+1H (What, Who, When, Where, Why, How).
2. Conciseness, Ringkas! Menggunakan sesedikit mungkin kata-
kata. Menghindari menggunakan kata-kata yang berlebihan dan
tidak perlu. Pesan singkat lebih menarik dan mudah dipahami.
Gunakan kalimat seefektif mungkin.
3. Consideration, Penuh Pertimbangan! Memperhatikan sudut
pandang orang lain, pola pikir, tingkat pendidikan, minat, kebutu-
han, kepentingan, dan emosinya.
198 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

4. Clarity, Jelas! Menggunakan kata-kata yang tepat, bermakna


tunggal, dan membingungkan atau menimbulkan persepsi lain.
5. Concreteness, Nyata! Konkret memperkuat kepercayaan. Pesan
konkret didukung fakta-fakta spesifik dan angka. Pesan konkret
tidak disalahtafsirkan.
6. Courtesy, Tata Krama! Ini soal cara penyampaian. Pesan disam-
paikan dengan tulus, sopan, bijak, reflektif, dan antusias serta
mempertimbangkan sudut pandang dan perasaan penerima pesan,
termasuk menjaga perasaan dan respek terhadap penerima pesan.
7. Correctness, Benar! Pesan yang disampaikan harus benar dari
segi substansi dan tata bahasa, juga tepat dari sisi waktu dan
sasaran.

Sumber: Seven C’s of Effective Communication, managementstudyguide.com.

Lima Hukum Komunikasi Efektif: REACH


Rumus lain yang ditawarkan para ahli adalah konsep REACH yang disebut
“The 5 Inevitable Laws of Efffective Communication”, yakni Respect, Empathy,
Audible, Clear, dan Humble.
1. Respect. Menghargai komunikan atau menjaga harga diri orang
lain.
2. Empathy. Kemampuan menempatkan diri kita pada situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Ini diawali dengan kemam-
puan mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum
didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Empati bisa juga
berarti kemampuan untuk mendengar dan siap menerima masukan
ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif.
3. Audible. Dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik.
4. Clarity. Pesan yang disampaikan jelas, tidak menimbulkan
multiinterpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity
dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi.
5. Humble. Rendah hati, tidak angkuh atau arogan, tidak merasa
“lebih” dari orang lain, termasuk di dalamnya tidak memandang
rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan,
dan lemah-lembut.
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 199

Hambatan Komunikasi Efektif


• Pesan tidak jelas dan menimbulkan tafsiran/persepsi lain.
• Cara penyampaian tidak tepat atau tidak disukai komunikan.
• Komunikator dan komunikan tidak siap melakukan komuni-
kasi.
• Hubungan antara komunikator dengan komunikan tidak baik.
• Berbicara terlalu lambat dan terlalu cepat (lisan) atau kalimat
terlalu kompleks dan naskahnya panjang (tertulis).
• Terlalu sering muncul “gumaman” (intruding sound) dalam berbi-
cara, seperti emmm, eeee, oooo, dsb. Gumaman akan menim-
bulkan persepsi, pembicara tidak menguasai materi pembicaraan. 

Sumber: http://www.komunikasipraktis.com/2014/09/teknik-dasar-komunikasi-efektif.html
200 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

“Membangun Perdamaian dalam Kebuntuan Dialog”


Abidin Wakano

Senja di Hari Raya Idul Fitri 19 Januari 1999 itu saya bersama beberapa
teman pengurus Badko HMI Sulawesi sedang duduk santai di sekretariat
kami sambil menonton televisi. Tiba-tiba muncul berita dari salah satu
stasiun televisi bahwa telah terjadi kerusuhan di kota Ambon, puluhan
rumah terbakar. Saya terhentak dan bergegas mencari wartel terdekat untuk
menelepon ke Ambon. Dari lima nomor telepon yang saya hubungi, tak
satu pun bisa terhubung, termasuk nomor telepon kantor wilayah Depar-
temen Agama Provinsi Maluku tempat ayah saya bekerja. Saya pun semakin
gusar.
Baru pada sekitar pukul 19.00 WIT saya berhasil menghubungi salah
seorang kerabat di desa Batu Merah. Ketika saya tanyakan perihal kerusu-
han di atas, dia menangis. Katanya, “Ambon sudah hancur. Sekarang ini
sudah terjadi perang Sabil antara katong Islam melawan orang Kristen.
Tolong doakan katong jua.” Saya tak bisa berkata apa-apa selain bilang
bahwa saya mendoakan dan agar berhati-hati.
Keesokan harinya, isu tentang kerusuhan di kota Ambon bergeser
menjadi isu pengusiran dan pembantaian warga Buton, Bugis, Makassar
(BBM). Isu ini juga sempat membuat suasana kota Makassar menjadi
tegang. Jangankan warga Kristen yang berasal dari Maluku, kami yang
Muslim dari Maluku pun ikut cemas, khawatir ini merambat ke isu konflik
etnis. Tapi, tak lama kemudian, isu kerusuhan di Maluku kembali menjadi
isu konflik Islam dan Kristen.

Aksi Solidaritas Kemanusiaan yang Terbelah


Karena begitu sensitifnya isu konflik agama saat itu, kerusuhan di kota
Ambon segera merambat ke semua kabupaten di Maluku. Provinsi Maluku
Utara yang baru saja mekar dari provinsi Maluku pun terkena imbasnya.
Gelombang pengungsi dari Maluku ke Makassar tak terbendung. Puluhan
ribu orang yang mengungsi untuk menyelamatkan diri, juga para mahasiswa
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 201

dan pelajar yang eksodus ke Makassar untuk melanjutkan studi semakin


menumpuk. Kondisi ini mendorong masyarakat kota Makassar dari berba-
gai kelompok sosial untuk menggalang aksi solidaritas dengan membuat
posko-posko penampungan pengungsi.
Posko-posko itu beragam. Ada yang dibuat demi tujuan kemanusiaan
tanpa melihat latar belakang agama, tapi ada juga yang hanya untuk
pengungsi dari agama tertentu. Sebagai kota yang mayoritas
penduduknya Muslim, sebagian besar pengungsi yang datang ke kota ini
beragama Islam – sebagian besar mereka berasal dari etnis Bugis dan
Makassar. Selain itu, karena masih kuatnya ingatan kolektif tentang konflik
SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan) di Poso pada 1998, ditambah
provokasi isu agama, mayoritas posko dibangun hanya untuk pengungsi
Muslim.
Terbelahnya aksi solidaritas kemanusiaan oleh identitas agama itu tak
bisa dilepaskan dari latar belakang sosiologis, politis dan teologis. Faktor
sosiologis kuat karena faktanya mayoritas pengungsi adalah Muslim. Ada
juga faktor politis di situ karena ada upaya provokasi dari kelompok-
kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan politis dan ekonomis.
Akhirnya, pandangan teologis yang sifatnya konfliktual dan eksklusif,
yang memandang kerusuhan sebagai perang suci ( jihad) melawan orang
kafir, juga berperan dalam membuat nilai-nilai kemanusiaan menjadi
terabaikan.
Tak bisa dipungkiri, ketegangan dan polarisasi akibat kerusuhan di
Maluku berdampak nasional. Seruan untuk mendukung kaum Muslim di
Maluku, setidaknya dalam bentuk bantuan materi dan doa, datang dari
berbagai kalangan di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Hal yang hampir
sama juga terjadi di daerah-daerah mayoritas Kristen. Polarisasi antara
“kita” dan “mereka” ini telah mendistorsi makna dan martabat kemanusiaan
yang sejati. Muncul kesan kuat bahwa jika bukan golongan “kita”, kualitas
kemanusiaan seseorang lebih rendah dan bahkan dipandang sah untuk
dihukum atau dibunuh. Dalam kondisi semacam ini, lembaga-lembaga
keagamaan Kristen dan Islam sering kali terjebak dalam polarisasi sempit
dan kehilangan visi kemanusiaannya.
Organisasi kemasyarakatan juga tak luput dari polarisasi ini. Dengan
sentimen anti-Kristen, sejumlah organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan,
misalnya, melakukan sweeping KTP, terutama kepada yang berasal dari
Maluku dan Poso. Jika ditemukan bahwa KTP seseorang tertulis beraga-
ma Kristen, dia terkadang dipukuli dan disandera. Mereka menganggap
aksi tersebut sebagai wujud solidaritas ukhuwah Islamiyah kepada saudara-
202 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

saudaranya yang Muslim di Maluku. Itu juga dimaksudkan untuk mende-


sak orang-orang Kristen di Maluku agar menghentikan pembantaian.
Padahal, faktanya, yang menjadi korban bukan hanya warga Muslim, tetapi
juga Kristen.
Aksi sweeping di atas menimbulkan ketakutan dan rasa trauma yang
cukup mendalam, terutama pada anak-anak. Selain itu, berbagai aktivitas
ekonomi dan pendidikan warga Kristen di Makassar dan sekitarnya menjadi
lumpuh. Kondisi ini membuat nasib komunitas Kristen menjadi tidak
menentu.

Meretas Kebuntuan Dialog untuk Aksi Kemanusiaan Sejati


Ketika itu hampir tidak ada yang berani membela warga minoritas Kristen
dari aksi sweeping ini. Ruang-ruang dialog dan perjumpaan agama nyaris
buntu. Baru belakangan muncul beberapa suara pembelaan dari beberapa
tokoh agama, aktivis kemanusiaan dan tokoh intelektual yang memper-
soalkan hal di atas. Alasannya, pertama, mengapa kita harus melakukan
tindak kekerasan kepada umat Kristen di Makassar? Apa kesalahan mereka?
Kedua, bukankah para pengungsi Kristen asal Maluku yang ada di Makas-
sar juga merupakan korban dan menderita sebagaimana pengungsi Muslim?
Dan ketiga, aksi-aksi kekerasan terhadap kelompok minoritas Kristen di
Makassar tidak saja bertentangan dengan nilai-nilai dasar Islam, tapi juga
bertentangan dengan prinsip hak-hak asasi manusia dan nilai-nilai
Pancasila.
Selain membuat seruan kepada masyarakat, para tokoh di atas juga
mendesak negara, khususnya aparat keamanan, untuk menjalankan tugas
konstitusinya. Tugas itu adalah melindungi segenap warga negara, baik
yang berada di Maluku maupun di Makassar.
Di tengah-tengah itu, saya memilih bergabung dengan gerakan
solidaritas kemanusiaan lintas iman. Ketika itu saya beranggapan bahwa
membela orang yang tidak bersalah dan terzalimi merupakan suatu kemes-
tian – siapa pun dia dan apa pun agamanya. Sebagai seorang Muslim asal
Maluku, dan di tengah gelombang solidaritas dukungan terhadap umat
Islam di Maluku ketika itu, pilihan ini sangat sensitif.
Saat itu saya dan teman-teman lintas iman mulai melakukan dialog
dan perjumpaan untuk meminimalisasi berbagai provokasi saat sweeping
KTP. Beberapa upaya kami antara lain, pertama, membangun jaringan
properdamaian di antara para aktivis organisasi kemahasiswaan, seperti
HMI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Kedua, kami menyampaikan seruan-
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 203

seruan perdamaian dan penghentian aksi sweeping melalui media massa,


stiker, dan spanduk. Dan ketiga, kami mencoba mengarahkan solidaritas
untuk Maluku kepada pengiriman bantuan sosial, seperti bahan-bahan
pokok dan obat-obatan. Kami juga mengupayakan proses pemindahan
mahasiswa dan pelajar ke kampus dan sekolah di Makassar, dan mencari
beasiswa untuk para mahasiswa dan pelajar korban konflik.
Gerakan solidaritas kemanusiaan lintas iman ini terus berproses hingga
terbentuklah Forum Dialog (Forlog) Antarkita Sulawesi Selatan pada 2000.
Melalui Forlog ini, dialog untuk membina perdamaian di provinsi Sulawe-
si Selatan mulai terbangun. Forlog juga menjadi media perjumpaan berba-
gai komunitas lintas agama, suku, hingga negara. Di tengah maraknya
politisasi dan polarisasi agama akibat kerusuhan Maluku dan Poso saat
itu, saya bertekad untuk menjadi oase bagi semua orang (Rahmatan lil
‘Alamin). Di Forlog, saya dan kawan-kawan bisa mempertemukan para
mahasiswa Muslim dan Kristen asal Maluku, yang amat sulit dilakukan
ketika itu. Hal itu dilakukan melalui kegiatan-kegiatan seperti buka puasa
bersama, diskusi, kuliah bersama lintas agama, refleksi bersama, hingga
pertemuan-pertemuan informal seperti saling mengunjungi kos-kosan
masing-masing.
Upaya untuk menjadi jembatan dan oase bagi semua orang di tengah
kondisi seperti saat itu tentu bukanlah hal yang gampang. Saya sering dicap
“kafir” dan mendapat berbagai tuduhan negatif seperti “tidak konsisten
dalam perjuangan Islam”, “munafik”, sampai dituduh “murtad dan halal
darahnya”. Tak jarang pula saya mendapatkan teror. Tetapi bagi saya,
langkah ini merupakan perwujudan dari semangat jihad saya untuk membela
kemanusiaan. Ketika mendapatkan tantangan seperti itu, saya dan kawan-
kawan tidak pernah surut, walaupun terkadang muncul perasaan takut.
Alhamdulillah, walau kecil, dialog dan perjumpaan yang kami lakukan
dan publikasikan saat itu cukup berdampak positif. Setidaknya itu bisa
mengurangi ketegangan dan kecurigaan yang berlebihan akibat berbagai
aksi sweeping dan aksi kekerasan lainnya. Pengalaman dialog dan
perjumpaan lintas iman di Makassar itu juga membuka babak baru dialog
dan perjumpaan lintas iman di berbagai level, mulai dari (1) dialog kehidu-
pan yang membahas keprihatinan bersama, (2) dialog sosial, membincang
isu-isu sosial seperti kemiskinan dan ketimpangan, sekaligus memikirkan
sumbangan agama-agama, (3) dialog monastis, seperti pertukaran pengala-
man religius dalam bentuk meditasi atau live in, sampai (4) dialog teologis,
saling bertukar informasi mengenai kepercayaan, baik titik temu maupun
perbedaannya.
204 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Merangkai Persahabatan untuk Pembangunan Perdamaian Sejati


Jika saat itu kondisi Makassar saja cukup genting, bisa dibayangkan
bagaimana kondisi kota Ambon yang menjadi pusat kerusuhan dan
kekerasan. Salah satu problem serius di tengah konflik, terutama pada
periode 1999-2001, adalah resistensi terhadap perdamaian dan rekonsi-
liasi karena hampir semua orang berada dalam tensi emosi yang cukup
tinggi. Kemarahan dan dendam membuat komunitas Islam dan Kristen
saling menyerang, mengorbankan ribuan nyawa dan nyaris menghancurkan
peradaban masyarakat Maluku.
Alih-alih berdamai, dalam situasi seperti ini, kedua kelompok yang
bertikai hanya memikirkan bagaimana bisa bertahan dan selamat atau
menyerang dan menang. Kecenderungan itu membuat hampir semua
segmen masyarakat berkontribusi dalam perang, di kota maupun di desa,
laki-laki maupun perempuan, bahkan sampai anak-anak, yang dikenal
dengan pasukan Agas dan pasukan Linggis. Lembaga-lembaga agama,
ormas hingga OKP, pun tak lepas dari usaha-usaha memobilisasi massa
untuk perang. Jika ada yang membicarakan atau mengajak untuk berdamai,
dia dianggap berkhianat atau tidak setia berjuang untuk agama.
Hal ini merupakan tantangan yang saya dan teman-teman hadapi.
Senior dan sahabat saya, Bang Hasbollah Toisuta, yang saat itu sudah
kembali ke Ambon setelah menyelesaikan studi program master di Makass-
sar, mengalami tantangan yang jauh lebih berat. Sebagai seorang mubalig
yang menjunjung nilai-nilai pluralisme, dia sering mendapatkan tantangan
secara psikologis, sosial, hingga ancaman pembunuhan. Dia sering ditekan
agar jangan menyebut soal perdamaian, karena hal itu hanya akan melemah-
kan posisi umat Islam.
Bagi Bang Hasbollah, jika kita tidak mau berhenti berperang, lalu
kapan kita bisa hidup damai. Katanya, bukankah perdamaian itu diperin-
tahkan Al-Quran dan bukankah segala sesuatu itu jangan melampaui
batas, apalagi melukai dan membunuh sesama makhluk Tuhan? Ditam-
bahkannya, bukankah mereka yang berbeda dengan kita juga adalah bagian
dari ketentuan Tuhan (sunnatullah) yang tidak bisa kita hindari?
Ketika nyaris semua orang, termasuk tokoh agama, tidak mau
membicarakan atau menyerukan perdamaian karena dendam, sakit hati
atau tekanan, Bang Hasbollah tetap bertekad memperjuangkan perdama-
ian. Baginya itu adalah bagian dari jihad. Ketika dia ditugaskan Imam
Besar Masjid Raya Al-Fatah Ambon, K.H. Ahmad Bantam, dan Guber-
nur Maluku saat itu, Dr. M. Saleh Latuconsina, untuk menyampaikan
khotbah Idul Adha di Masjid Raya Al-Fatah Ambon, masjid terbesar di
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 205

Maluku, dia memanfaatkan kesempatan itu untuk menyampaikan pesan-


pesan perdamaian. Walaupun terasa sangat berat dan penuh risiko, dia
memberanikan diri untuk melaksanakan amanah itu. Ketika pengumuman
pelaksanaan salat Idul Adha dengan khatib Hasbollah Toisuta dipasang
di depan Masjid Raya Al-Fatah beberapa hari sebelum pelaksanaannya,
dia mendapatkan ancaman dan tekanan untuk tidak mengkhotbahkan
rekonsiliasi dan perdamaian. Namun karena sudah berkomitmen sejak
semula, dia tetap menyerukan pentingnya rekonsiliasi dan perdamaian
dalam khotbahnya. Setelah itu, dirinya dan keluarganya sering mendapat-
kan ancaman dan tekanan.
Sejak itu, kelompok-kelompok yang tidak menginginkan perdamaian
atau yang punya perspektif lain tentang “perdamaian,” misalnya dengan
terus berperang sampai musuh menyerah dan meminta berdamai, berupaya
menghentikan upaya-upaya Bang Hasbollah dengan berbagai cara,
termasuk mendiskreditkannya. Tetapi, seiring waktu berlalu, dukungan
dari berbagai lapisan masyarakat terhadap upaya sahabat saya pun semakin
banyak. Keinginan dan harapan untuk berdamai mulai bermunculan.
Gagasan-gagasan prorekonsiliasi dan perdamaian mulai mengalir dan
menjadi kekuatan kolektif. Kebuntuan, ketakutan dan kepanikan mulai
terkikis. Jalan dialog dan perjumpaan mulai terbuka.
Sebagai sahabat, saya dan Bang Hasbollah sering berdiskusi dan
bertukar informasi, meski lebih banyak lewat email dan telepon. Ketika
itu saya memang masih menempuh studi program master di IAIN
Alauddin Makassar. Komunikasi kami terus berlanjut ketika saya melan-
jutkan studi doktoral ke UIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta.
Pada akhir 2002, ketika saya berlibur ke Ambon untuk Idul Fitri
bersama keluarga, saya bertemu dengan Bang Hasbollah. Dia
memperkenalkan saya dengan beberapa rekannya, termasuk pengurus
Badko HMI Maluku. Melalui sahabat saya itu, pengurus Badko HMI
Maluku meminta saya untuk menjadi penceramah pada acara Halal bi Halal
HMI bersama KAHMI Maluku. Saya diminta untuk berbicara tentang
makna silaturahmi dalam membangun perdamaian sejati di Maluku.
Sahabat saya itu meyakinkan saya untuk memanfaatkan momentum ini
dengan sebaik-baiknya, untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan, dan
untuk berjuang demi kemanusiaan. Dia menenangkan saya agar tidak takut
kepada siapa pun dan bahwa Allah melindungi diri saya. Kata-katanya itu
meyakinkan saya untuk menjalankan tugas itu. Itulah pertama kalinya
saya tampil di ruang publik di kota Ambon dalam menyebarluaskan nilai-
nilai pluralisme, kemanusiaan dan perdamaian di Maluku.
206 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pada 2003, Bang Hasbollah bersama sejumlah kawan dosen IAIN


Ambon dan alumni Universitas Pattimura melanjutkan studi program
master dan doktor ke Yogyakarta. Ketika itu saya sudah lebih dulu studi
doktoral di UIN Sunan Kalijaga, sambil bekerja di Institut Dian/ Inter-
fidei Yogyakarta, LSM lintas iman pertama di Indonesia. Pertemuan kami
di Yogyakarta membuat komunikasi kami semakin kuat. Kami juga tidak
lagi sendirian, karena sudah banyak kawan Muslim, Protestan maupun
Katolik asal Maluku yang sedang studi di Yogyakarta dan mulai terlibat.
Karena itu, kami pun membentuk suatu komunitas yang bernama
Komunitas Tali Rasa. Kami pernah membuat kegiatan yang memperte-
mukan para raja se-Maluku pada 2005 di Yogyakarta untuk membangun
perdamaian. Sekitar 200 raja dari hampir semua negeri (desa) yang ada di
Maluku hadir dalam pertemuan tersebut. Kegiatan ini diselenggarakan
Komunitas Tali Rasa bersama Ikatan Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa
Maluku (IKAPELAMAKU). Kami juga mendokumentasikan berbagai
diskusi dan pergumulan kami dalam sebuah buku berjudul Nasionalisme
Kaum Pinggiran: Dari Maluku,tentang Maluku, untuk Indonesia, terbitan
LKiS Yogyakarta (2004).
Berbekal pengalaman bergiat di Forlog Makassar (1999-2002) serta
Dian Interfidei Yogyakarta (2002-2007), saya kemudian diajak untuk
bergabung dengan Lembaga Antar Iman (LAIM) Maluku, salah satu
lembaga lintas iman pertama di Maluku yang didirikan oleh MUI Maluku,
Sinode GPM Maluku dan Keuskupan Amboina. LAIM punya peran yang
cukup signifikan dalam mengembangkan dialog antariman dan membuka
kebuntuan hubungan agama-agama di Maluku, khususnya Islam dan
Kristen. Proses bagaimana saya bisa bergabung dengan LAIM juga sangat
berkesan bagi saya. Saya terkesan akan keberanian dan trust orang-orang
dalam membangun dialog dan kerja sama.
Ketika kondisi Maluku kembali bergolak pada 2003, seorang pendeta
dari Sinode GPM (Pdt. Jacky Manuputty) menghubungi saya untuk
bergabung dengan LAIM. Saat itu saya dan Bung Jacky, demikian dia
biasa disapa, belum berteman akrab seperti sekarang. Dia meminta saya
untuk menjadi manajer program LAIM. Menurutnya, hal itu sudah
disepakati Sinode GPM, MUI Maluku dan Keuskupan Amboina. Dia
juga menambahkan bahwa meski saya masih sekolah di Yogyakarta, saya
tetap bisa membantu dengan menyumbangkan gagasan.
Suatu hari Bung Jacky mengabarkan bahwa dia hendak ke Yogya-
karta dan akan mengunjungi saya di Dian-Interfidei. Kunjungannya terse-
but meninggalkan kesan yang cukup dalam. Dia datang seperti tanpa
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 207

beban, terpancar ketulusan dan kebeningan hati untuk membangun persau-


daraan yang sejati. Tanpa banyak basa-basi dia langsung mengatakan,
“Abid, cepat selesaikan studi, jangan lama-lama. Kalau ada masalah tolong
sampaikan ke beta dan kawan-kawan, siapa tahu katong bisa membantu”.
Kenyataan bahwa komunitas Islam dan Kristen di Maluku saat itu
sudah hidup terpisah dan masih sering terjadinya aksi-aksi saling serang
tidak membuat Bung Jacky gentar untuk merajut tali silaturahmi.
Dia datang sebagai saudara dengan kebeningan hati untuk berbagi
harapan Maluku damai, meski sesungguhnya hatinya tercabik oleh nestapa
akibat tragedi kemanusiaan di negeri kami. Dia selalu menegaskan bahwa
Maluku butuh ruang dialog agama-agama karena ranah inilah yang sering
kali mengalami “pendarahan” ketika terjadi suatu ketegangan. Sebagaima-
na yang kita saksikan sekarang ini, karena perebutan kekuasaan dan
pencaharian, orang Salam dan Sarane saling berbunuh-bunuhan. Situasi
kian memburuk karena ruang dialog di ranah sosial keagamaan mengala-
mi kebuntuan dan para tokoh agama sudah terbawa oleh keadaan.
Pernyataan Bung Jacky itu benar, karena akar-akar konflik Islam dan
Kristen di Maluku banyak bersumber dari ketidakadilan, perebutan kekua-
saan, hancurnya modal-modal sosial, serta pola keagamaan yang simbolik-
formalistik. Semua persoalan tersebut sebetulnya sudah berlangsung cukup
lama. Ia menjadi konflik laten dan pecah menjadi kerusuhan sosial ketika
dipicu oleh perkelahian antara sopir angkot yang beragama Kristen dan
preman pasar yang beragama Islam. Selama ini masalah-masalah tersebut
selalu diselesaikan lewat pendekatan stabilitas keamanan model Orde Baru
yang hanya merukunkan di level permukaan, sedangkan akar masalahnya
dibiarkan membusuk.
Di tengah semua persoalan tersebut, upaya LAIM membangun
perdamaian dan membuka ruang dialog dan perjumpaan bukanlah sesuatu
yang gampang. Misi pluralisme dan kemanusiaan yang diusung lembaga
ini untuk membangun perdamaian dan persaudaraan sejati di Maluku
menghadapi tantangan yang cukup berat. Label pluralisme sebagai produk
Barat yang Kristen dan kolonial adalah tantangan utama untuk penyema-
iannya di kalangan Muslim. Apalagi belakangan ini muncul fatwa MUI
yang mengharamkan pluralisme karena hal itu dianggap memuat sinkre-
tisme dan relativisme. Tak pelak, gerakan pluralisme yang kami usung
dipandang dengan penuh curiga.
Meski demikian, tekad kami untuk memperjuangkan nilai-nilai
pluralisme, kemanusiaan dan perdamaian tak pernah surut. LAIM melaku-
kan berbagai terobosan dialog dan perjumpaan melalui berbagai kegiatan
208 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

antara lain seperti peace sermon dan live in, di mana peserta Muslim mengi-
nap di keluarga Kristen, dan sebaliknya, peserta Kristen menginap di
keluarga Muslim. Hal ini kami lakukan dengan semangat reintegrasi
masyarakat yang saat itu sudah hidup tersegregasi. Berbagai terobosan lain
melalui sesi dialog juga sering kami lakukan di rumah-rumah ibadah,
misalnya dengan mengundang seorang pendeta atau pastor menjadi
narasumber di masjid dan sebaliknya, narasumber Muslim berceramah di
gereja. Untuk hal ini, saya sendiri sering diundang, baik sebagai peserta
maupun narasumber. Bahkan kegiatan pertemuan pemuda lintas iman
se-Asia Pasifik, kerja sama LAIM dengan Dian/Interfeidei, Yogyakarta,
dan ICRP (Indonesia Conference on Religion and Peace), Jakarta, kami seleng-
garakan penutupannya di Masjid Jami’ Ambon, salah satu masjid tertua
di Kota Ambon. Proses menjelang acara penutupan ini penuh dengan
warna dialog yang menarik karena disertai pro dan kontra dengan berba-
gai alasan, baik teologis maupun politis. Saya dan kawan-kawan sempat
dituduh murtad, liberal, sinkretis, dan sebagainya. Walaupun berat dan
penuh tantangan, semua itu dapat kami lewati dan hubungan dialog agama-
agama di Maluku perlahan mulai terbuka. LAIM membuka babak baru
dialog dan perjumpaan agama-agama di Maluku. Sebelumnya, belum
pernah tercatat ada pengalaman dialog dan perjumpaan agama-agama
seperti yang terjadi pascakonflik 1999. Perjumpaan dan dialog selama ini
hanya terjadi di ranah kultural, seperti budaya Pela, Gandong, Larvul
Ngabal, dan sebagainya. Sedangkan di ranah agama, yang terjadi adalah
polarisasi karena kepentingan politik dan pengentalan ideologi keagamaan
yang konfliktual.
Kami berharap, lewat kegiatan-kegiatan interfaith yang kami lakukan,
masjid dan gereja yang selama ini dijadikan pusat komando perang dan
sasaran perusakan bisa kembali menjadi pusat peradaban untuk
menggerakkan perdamaian, sesuai fungsi sesungguhnya sebagai tempat
penggodokan iman dan moral umat. Selain itu, masjid dan gereja dapat
membangun kemitraan dalam menghadapi berbagai macam persoalan
sosial kemasyarakatan. Hasilnya cukup signifikan. Dewasa ini sudah banyak
bermunculan upaya-upaya dialog dan perjumpaan yang intens antar tokoh
dan lembaga-lembaga keagamaan.
Meski demikian, harus diakui bahwa masih banyak persoalan yang
cukup mengganjal, seperti soal segregasi sosial, hilangnya rasa saling
percaya serta stigmatisasi Islam dengan “teroris” dan Kristen dengan
“separatis RMS (Republik Maluku Selatan)”. Stigma ini terlanjur
dikonstruksi begitu dalam sehingga menjadi semacam “musuh imajiner”
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 209

yang merintangi hubungan Islam dan Kristen di Maluku. Karena itu


perjuangan membangun perdamaian antar kedua komunitas ini harus
mampu mengatasi stigma dan stereotipe tersebut demi membangun kembali
kepercayaan antar sesama. Hal ini biasanya akan mendapat resistensi yang
cukup tinggi di kalangan internal masing-masing, baik Muslim maupun
Kristen.
Dalam situasi seperti ini, politisasi agama juga menjadi tantangan
tersendiri dalam upaya-upaya diseminasi pluralisme. Terlebih, segregasi
sosial antara Muslim dan Kristen membuat upaya-upaya polarisasi dan
eksploitasi atas nama agama menjadi semakin mudah. Sedangkan wacana
pluralisme dalam rangka reintegrasi sosial bagi perdamaian Maluku diang-
gap tidak menguntungkan secara politis. Perjuangan mendiseminasi plural-
isme sering dihambat atas nama kepentingan agama dan umat. Selain itu,
situasi yang terpolarisasi seperti saat ini terkadang dipelihara demi memper-
tahankan solidaritas kelompok.
Orang sering bertanya, untuk apa Anda memperjuangkan pluralisme
di Maluku? Apa keuntungannya? Bukankah ber-jihad di medan perang
itu lebih mulia? Pluralisme itu bukan ciptaan manusia, melainkan kehendak
Tuhan, desain Tuhan. Karena itu, menolak apalagi merusak realitas kehidu-
pan yang plural dengan kekerasan jelas merupakan sikap yang tidak beriman.
Menyelesaikan kekerasan dengan cara kekerasan hanya akan menimbulkan
kekerasan yang jauh lebih besar. Ajaran agama mengajarkan solusi yang
paling maslahat dalam mencegah terjadinya kerusakan, yaitu dengan cara-
cara yang arif, bijaksana dan damai. Seandainya dengan sangat terpaksa
cara kekerasan harus dilakukan, hal itu tidak diperbolehkan dalam cara
yang melampaui batas (la ta’tadu). Sebagaimana kaidah fikih yang menya-
takan al-dhororu la yuzalu bi al-dhorori (“kerusakan itu tidak bisa dihilang-
kan dengan kerusakan yang lain”). Syariat Islam dalam doktrin dan praksis-
nya sangat menunjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, seperti yang
tersurat dalam konsep al-kulliyah al-khamsah, yakni lima prinsip universal
yang meliputi: (1) menjaga kebebasan beragama (hifdz al-din); (2) memeli-
hara kelangsungan hidup (hifdz al-nafs); (3) menjamin kelangsungan
keturunan (hifdz al-nasl); (4) melindungi kepemilikan harta benda (hifdz
al-mal); dan (5) menjamin kreativitas berpikir, kebebasan berekspresi, dan
mengeluarkan pendapat (hifdz al-‘aql).
Perdamaian dan pluralisme sebagai bagian dari misi agama ini mesti
disampaikan kepada khalayak luas, bukan hanya di kalangan yang pro
dengan isu-isu pluralisme dan perdamaian, tetapi terutama kepada
kalangan lain yang berbeda, termasuk dengan kelompok yang menolak.
210 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Di sinilah masjid dan gereja bisa berperan penting sebagai pusat gerakan
diseminasi pluralisme dan perdamaian. Perdamaian dan pluralisme yang
diperjuangkan harus dipahami bukan saja untuk mengatasi dan menying-
kirkan konflik, tetapi juga sebagai pertalian kebhinekaan dalam ikatan-
ikatan keadaban yang sejati. Di sinilah persaudaraan yang sifatnya saling
pro-eksistensi dalam hidup orang basudara menjadi penting. Dalam ungka-
pan bijak orang Maluku, “potong di kuku rasa di daging”, “ale rasa beta rasa,”
“sagu salempeng dipatah dua”.

Sumber: Abidin Wakano, “Membangun Perdamaian dalam Kebuntuan Dialog”, dalam Jacky
Manuputty, dkk., Carita Orang Basodara: Kisah-kisah Perdamaian dari Maluku (Jakarta: PUSAD
Paramadina, 2014), h. 199-210
MODUL DASAR | MATERI 5 | Strategi Komunikasi 211
212 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


6
MODUL DASAR | MATERI 6 | Rencana Tindak Lanjut Penelitian 213

Rencana
MATERI Tindak
Lanjut

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Catatan
214 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

“Jawaban terpendek adalah tindakan.”

— Lord Herbert
6
MODUL DASAR | MATERI 6 | Rencana Tindak Lanjut Penelitian 215

Rencana
MATERI Tindak
Lanjut

Pengantar
Target utama dari sebuah pelatihan adalah membentuk peserta pelatihan
sesuai dengan maksud dari pelaksana pelatihan itu sendiri dan mencapai
semua tujuan yang diharapkan. Untuk itu, pelatihan yang hanya berlang-
sung 3 – 4 hari hanya merupakan langkah awal untuk mencapai tujuan
besar yang dimaksud.
Adalah penting bagi pelaksana atau fasilitator untuk memastikan
tujuan besar ini tercapai, di antaranya adalah melalui rencana tindak lanjut
yang dapat difasilitasi di akhir sesi pelatihan. Dengan adanya rencana
tindak lanjut ini diharapkan peserta dapat berkomitmen untuk memprak-
tikkan materi-materi yang didapatkan di dalam pelatihan dan memperta-
hankan jaringan komunikasi antarpeserta yang telah terbangun.

Tujuan
Peserta bisa menyusun rencana kegiatan yang akan dilakukan pascapelati-
han, baik secara individu maupun berkelompok untuk menindaklanjuti
hasil pelatihan

Pokok Bahasan
Rencana dan agenda kegiatan yang berkaitan dengan membangun empati
terhadap kelompok minoritas dan mengasah sensitivitas terhadap potensi
konflik, konflik dan intoleransi berbasis agama.
216 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Metode
• Diskusi Kelompok
• Tugas individu

Waktu
60 menit

Alat-alat Bantu
1. Kertas plano
2. Kertas metaplan
3. Spidol

Langkah-langkah Fasilitasi

1. Fasilitator menjelaskan tentang pokok materi dalam sesi ini, yaitu


perumusan rencana tindak lanjut pelatihan.
2. Jelaskan pula bahwa rencana tindak lanjut yang akan dibuat oleh
peserta terdiri dari dua hal, pertama yang bersifat pribadi dan
kedua yang bersifat kelompok.
3. Secara pribadi, rencana tersebut akan dilakukan oleh peserta
pelatihan secara individual setelah mereka menyelesaikan pelati-
han, sementara rencana kelompok akan dilakukan secara
berkelompok.
4. Fasilitator harus menekankan bahwa rencana yang dirumuskan
harus disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing peserta
dan menilai posibilitasnya untuk dilakukan dan tidak terlalu
ambisius.

Tugas Individu
1. Bagikan kertas metaplan kepada masing-masing peserta.
2. Mintalah peserta untuk menuliskan rencana tindak lanjut yang
akan mereka lakukan secara individual setelah mereka kembali
ke tempat masing-masing setelah pelatihan.
3. Tekankan bahwa peranan yang diambil adalah terkait dengan
materi pelatihan ini, seperti membangun kebhinekaan,
MODUL DASAR | MATERI 6 | Rencana Tindak Lanjut Penelitian 217

toleransi di antara masyarakat atau lingkungan sekitar, pengelolaan


konflik dan menjalin perdamaian.
4. Alokasi waktu selama 10 menit bagi peserta untuk mengisi kertas
metaplan tersebut.
5. Bila selesai, mintalah peserta untuk mengumpulkan hasil kerja indivi-
dunya terkait dengan rencana tindak lanjut ini dan menempelkannya
di papan tulis yang telah disediakan.

Tugas Kelompok
1. Setelah semua peserta kembali ke tempat duduk masing-masing, bagi
peserta menjadi 4 kelompok untuk merumuskan rencana tindak lanjut
kelompok.
2. Mintalah peserta pelatihan untuk berdiskusi sesama teman kelom-
poknya tentang rencana tindak lanjut apa yang dapat mereka lakukan
setelah kembali ke tempat masing-masing.
3. Dalam merumuskan rencana tindak lanjut ini, peserta diminta untuk
lebih merinci aktivitas-aktivitas apa saja yang akan dilakukan untuk
melaksanakan rencana tersebut, yang meliputi:
a. Bentuk kegiatan yang direncanakan (jelaskan bagaimana
kegiatan atau aktivitas ini diselenggarakan, baik secara fisik
atau online)
b. Aktor-aktor yang terlibat (sebutkan nama-nama peserta dan
aktor yang kemungkinan akan dilibatkan);
c. Tempat dan waktu kegiatan;
d. Sasaran/ target audien kegiatan;
e. Anggaran kegiatan yang dibutuhkan.
f. Tantangan yang dihadapi bila hendak dilaksanakan (dihara-
pkan peserta dapat mendaftar kendala atau tantangan yang
dihadapi bila acara ini hendak dilaksanakan).
4. Terakhir, mintalah setiap kelompok untuk mempresentasikan apa yang
telah direncanakan dan mengukur posibilitas pelaksanaannya.

Handout
1. Matrik Tindak Lanjut
218 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Tindak Lanjut

Nama peserta:

Nama kegiatan

Waktu dan tempat

Bentuk kegiatan (gambaran aktivitas)

Aktor-aktor yang terlibat

Sasaran/target kegiatan

Anggaran kegiatan

Kendala dan bagaimana solusinya

Nama Kelompok:

Nama kegiatan

Waktu dan tempat

Bentuk kegiatan (gambaran aktivitas)

Aktor-aktor yang terlibat

Sasaran/target kegiatan

Anggaran kegiatan

Kendala dan bagaimana solusinya


MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 219
220 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


7
MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 221

Evaluasi
MATERI

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Catatan
222 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

“Kesuksesan adalah mendapatkan


apa yang Anda inginkan;
kebahagiaan adalah menginginkan
apa yang Anda inginkan.”

— Dale Carnegie
7
MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 223

Evaluasi
MATERI

Pengantar
Evaluasi merupakan tahapan akhir dari proses pelatihan. Setelah semua
peserta menjalani semua rangkaian pelatihan ini, penting bagi fasilitator
dan pelaksana pelatihan untuk memastikan apakah pelatihan ini telah
berhasil dan mencapai tujuan yang telah diharapkan, termasuk pula
mengukur sejauh mana efektivitas semua komponen pelatihan mengikuti
pelatihan tersebut.
Evaluasi ini dapat dilihat dalam dua hal, evaluasi langsung dan evalu-
asi lanjutan. Evaluasi langsung adalah evaluasi yang dilakukan oleh fasil-
itator di akhir sesi semua proses pelatihan bersama dengan para peserta,
sementara evaluasi lanjutan adalah evaluasi yang dilakukan setelah pelati-
han usai, bersama dengan pelaksana pelatihan lainnya, untuk mengiden-
tifikasi praktik-praktik baik yang muncul di dalam pelatihan dan meran-
cang pelatihan lanjutan, dan secara umum menilai apakah pelatihan
dianggap berhasil.

Tujuan
1. Peserta memberikan umpan balik dan melakukan penilaian terhadap
keseluruhan jalannya proses belajar, alokasi waktu, bahan ajar, materi
yang disampaikan, dukungan fasilitator dan narasumber serta teknis
penyelenggaraan pelatihan.
2. Mengetahui sejauh mana efektivitas dan manfaat pelatihan untuk
menjadi bahan masukan peningkatan dan penyempurnaan kegiatan
serupa.
3. Mengetahui tingkat pemahaman peserta terhadap seluruh materi yang
disampaikan selama proses pelatihan.
224 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pokok Bahasan
1. Materi
2. Narasumber
3. Metode penyampaian
4. Teknis penyelenggaraan pelatihan

Metode
1. Mengisi form evaluasi
2. Curah pendapat
3. Mengisi form post-test

Waktu
60 menit

Alat-alat bantu
• Kertas metaplan
• Solatif/isolasi
• Form evaluasi
• Form post-test pelatihan

Langkah-langkah fasilitasi

KEGIATAN

1 Melakukan Evaluasi Bebas oleh Peserta

1. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh fasilitator adalah


menjelaskan tentang maksud dari materi terakhir ini, yaitu hendak
mengevaluasi semua proses pelatihan yang baru saja berlangsung
selama dua hari, termasuk pula mengumpulkan informasi dan
masukan dari peserta untuk lebih meningkatkan lagi pelatihan
di masa yang akan datang.
2. Selanjutnya, bagikan kertas metaplan kepada peserta untuk
menuliskan kesan dan pesan dalam pelatihan.
MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 225

3. Fasilitator meminta peserta pelatihan untuk menuliskan kesan


yang dirasakan oleh peserta selama mengikuti pelatihan hingga
selesai. Fasilitator dapat memberikan stimulasi kepada peserta,
misalnya:
• Apakah pelatihan ini telah meningkatkan pengetahuan
peserta tentang keragaman dan toleransi?
• Apakah pelatihan ini memberikan informasi yang memadai
bagi peserta untuk lebih berperan di tingkat lokal atau
nasional?
• Apakah peserta puas dengan pelatihan dan berhasil
membangun jaringan yang lebih luas?
4. Fasilitator kemudian mengumpulkan kertas metaplan dan menem-
pelkannya berdasarkan warna kertas, sehingga akan ada dua
kelompok besar kertas evaluasi. Kemudian, bacalah apa yang
telah dituliskan oleh peserta dan dikompilasikan oleh panitia
sebagai dokumentasi pelatihan untuk ditindaklanjuti pada pelati-
han selanjutnya.
5. Alokasi waktu untuk sesi evaluasi bagian pertama ini selama 20
menit.

Selain dengan menggunakan metaplan, fasilitator dapat pula menggunakan


metode curah pendapat dalam melaksanakan evaluasi ini, yaitu dengan
menanyakan langsung kepada peserta tentang masukan, saran, dan kesan yang
hendak disampaikan kepada penyelenggara pelatihan.

KEGIATAN

2 Mengisi Evaluasi Terarah

1. Setelah sesi evaluasi pertama, fasilitator melanjutkan pada evalu-


asi kedua, yaitu dengan membagikan formulir evaluasi kepada
peserta pelatihan.
2. Mintalah peserta untuk mengisi formulir tersebut secara jujur.
226 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

3. Setelah diisi, mintalah peserta untuk mengumpulkan form terse-


but kepada fasilitator.
4. Alokasi waktu untuk membagikan dan mengisi formulir ini
selama 15 menit.

Materi evaluasi untuk Narasumber


diberikan setelah sesi dilakukan

KEGIATAN

3 Pengisian Post-Test

1. Proses akhir dari evaluasi ini adalah pengisian post-test pelatihan


yang telah disiapkan sebelumnya.
2. Jelaskan kepada peserta bahwa post-test ini untuk mengukur
secara langsung tentang keberhasilan dan efektivitas pelatihan.
3. Bagikan formulir post-test kepada peserta pelatihan.
4. Mintalah peserta untuk mengisi post-test berdasarkan informasi
yang mereka miliki.
5. Setelah peserta mengisi formulir, kumpulkan post-test tersebut
dan selanjutnya digunakan untuk bahan evaluasi peserta pelati-
han yang disandingkan dengan pre-test.
6. Alokasi waktu untuk sesi pengisian post-test ini selama 15 menit.

Hand Out
1. Formulir Evaluasi Peserta
2. Post Test
MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 227

Formulir Evaluasi Peserta

NILAI KETERANGAN Nama:


1 Buruk
2 Kurang
3 Cukup
4 Bagus
5 Memuaskan

Kuesioner ini dipergunakan untuk perbaikan berkelanjutan. Mohon diisi dengan sungguh-sungguh.

PELAKSANAAN PELATIHAN 1 2 3 4 5
Tema pelatihan
Ketepatan waktu
Suasana
Kelengkapan materi
Layanan/sikap penyelenggara
Alat bantu
Nilai keseluruhan

FASILITATOR 1 1 2 3 4 5
Cara-cara fasilitasi
Penguasaan masalah
Mengembangkan potensi peserta
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan

PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan
228 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan

PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan

PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan

LAIN-LAIN 1 2 3 4 5
Makanan
Sound system
Layanan penginapan/akomodasi
Nilai keseluruhan

KOMENTAR POSITIF:
MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 229

SARAN PENGEMBANGAN:

Lembar Post-Test
Formulir Post-Test Pelatihan

ASPEK PENILAIAN KURANG CUKUP BAIK


Pemahaman tentang HAM
Hak-hak Kewarganegaraan
Pemahaman tentang Negara
Bangsa
Pengetahuan tentang saluran
komunikasi efektif
Hak-hak sebagai warga negara
Konflik dan perdamaian
Komunikasi efektif
Pengetahuan merancang/ membuat
kegiatan

1. Apa potensi utama yang ada dalam diri kamu? (boleh lebih 1
jawaban)
2. Peranan apa yang bisa kamu lakukan di tingkat lokal/daerah?
Sebutkan!
3. Peranan apa yang bisa kamu lakukan di tingkat nasional? Sebut-
kan!
4. Adakah peranan kelompok minoritas dalam pembentukan Negara
Republik Indonesia? Bila ada, sebutkan!
230 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

5. Apa saja hak-hakmu di dalam Konstitusi? Sebutkan 10 hak yang


kamu ketahui!
6. Apa yang kamu ketahui tentang pelanggaran HAM?
7. Tahukan kamu perbedaan antara pelanggaran HAM dan pelang-
garan pidana?
8. Apa yang kamu ketahui tentang konflik?
9. Apa yang kamu lakukan bila terjadi konflik sosial (kekerasan) di
masyarakat?
10. Apa yang kamu lakukan bila kelompok minoritas agama/keper-
cayaan di daerahmu menjadi korban kekerasan?
11. Bagaimana mendokumentasikan kasus-kasus HAM?
12. Apa yang dimaksud dengan komunikasi efektif?
13. Sebutkan sarana-sarana komunikasi yang kamu ketahui?
14. Tahukah kamu bagaimana caranya merancang sebuah kegiatan?
MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 231
232 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 233

LANJUTAN
234 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
MODUL DASAR | MATERI 7 | Evaluasi 235

Daftar Isi

Glosari 237
Tentang Modul 238
Penggunaan Modul 244

1 Perkenalan dan Kontrak Belajar 252


MATERI

2 Kebhinekaan 264
3 Hak-hak Kewarganegaraan
dan Hak-hak Beragama 296
4 Model-model Advokasi 318
5 Pemantauan dan Dokumentasi 348
6 Kampanye Kreatif 384
7 Rencana Tindak Lanjut:
Membangun Sistem Rujukan 404
8 Evaluasi 414
236
237

Glosari
HAM Hak Asasi Manusia
KUHP Kitab Undang-undang Hukum Pidana
UU Undang-Undang
SKB Surat Keputusan Bersama
UUD Undang-Undang Dasar
NRI Negara Republik Indonesia
KBB Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan
GKI Gereja Kristen Indonesia
JAI Jemaat Ahmadiyah Indonesia
TED Technology, Entertainment, Design
238 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Tentang Modul

Pengantar
Modul ini adalah tindak lanjut dari Modul Tingkat Dasar HAM dan Hak
Kewarganegaraan untuk pemuda The Wahid Institute. Karena itu, penggu-
naan modul ini adalah tindak lanjut dari hasil pelatihan HAM dan Hak
Kewarganegaraan bagi pemuda. Hal ini juga berarti para peserta pelatihan
lanjutan ini harus mengikuti pelatihan tingkat dasar karena materi-materi
yang disusun dalam modul ini memiliki ketersambungan dan kesatuan
dengan materi-materi modul sebelumnya.
Sebagai modul lanjutan, modul ini berangkat dari fakta dan data
bahwa pemahaman pemuda tentang kebhinekaan dan penghormatan
terhadap kebhinekaan tersebut semakin hari semakin merosot. Hal ini
dapat dilihat dari kenyataan para pelaku kekerasan dan intoleransi keaga-
maan di berbagai daerah umumnya adalah anak-anak muda antara 20-25
tahun. Mereka adalah lapis masyarakat masa produktif sekaligus belum
memiliki kematangan emosi sehingga sangat mudah diarahkan oleh
kepentingan-kepentingan yang lebih kuat termasuk melalui tafsir-tafsir
agama yang fundamentalis dan radikal. Hal ini menunjukkan bahwa mereka
adalah lapis masyarakat yang sangat mudah dipengaruhi nilai-nilai baru
yang ditanamkan oleh pihak lain.
Sebagai bangsa majemuk, kita tentu memiliki kepentingan besar untuk
melahirkan generasi muda toleran, menghargai hak asasi manusia dan
menghormati perbedaan di masyarakat. Tidak hanya itu, dengan fakta
kemajemukan tersebut di mana ada perbedaan antara mayoritas dan minori-
tas di berbagai daerah, bangsa Indonesia sangat berkepentingan agar
generasi mudanya memiliki kepedulian untuk menjaga agar relasi berbagai
kelompok tidak mengarah pada tirani mayoritas atas minoritas dalam
bentuk apapun. Bangsa Indonesia sangat berkepentingan agar para gener-
asi muda berperan aktif dalam mempromosikan penghormatan hak setiap
TENTANG MODUL 239

warga negara tanpa memandang mereka dari kelompok mayoritas atau


minoritas.
Hak-hak warga negara seperti hak untuk kebebasan beragama, hak
untuk bebas berorganisasi, hak untuk memperoleh pendidikan, hak memper-
oleh pelayanan publik yang adil, hak untuk memperoleh pekerjaan dan
hak-hak lainnya masih sering menjadi masalah terutama bagi kelompok
minoritas di Indonesia. Berbagai pelanggaran dan pembatasan hak-hak
tersebut masih sering terjadi baik dilakukan oleh aktor negara maupun
aktor masyarakat sipil. Fakta ini semakin diperparah karena kita belum
ada regulasi yang dapat menjerat para pelaku pelanggaran HAM tersebut.
Keberadaan aturan pidana seperti KUHP dan UU HAM juga tidak efektif
mencegah dan melahirkan efek jera bagi para pelaku.
Sebaliknya, sejumlah aturan baik di tingkat pusat maupun daerah
justru melanggar hak-hak warga negara dan mendiskriminasi kelompok
minoritas. Berbagai aturan seperti UU No. 1 PNPS 1965 tentang Pencega-
han Penodaan Agama, SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah, UU Admin-
duk dan berbagai peraturan di daerah telah dijadikan landasan bagi apara-
tus negara dan masyarakat sipil untuk melanggar dan mendiskriminasi
hak-hak beragama kelompok tertentu. Hal ini tentu tidak sejalan dengan
amanat konstitusi UUD NRI yang menjamin setiap warga negara memiliki
hak dan kewajiban yang sama di muka hukum.
Persoalan-persoalan seperti ini haruslah menjadi perhatian seluruh
lapisan masyarakat termasuk generasi muda yang selama ini nampak kurang
sadar dengan situasi di atas. Generasi muda tidak hanya perlu memahami
prinsip dan nilai-nilai HAM dan hak kewarganegaraan, melainkan juga
perlu memiliki kemampuan mendampingi dan membantu menyelesaikan
berbagai persoalan tersebut tentu pada level yang sesuai dengan kemam-
puan mereka. Generasi muda haruslah mampu menjadi agen penyadaran
dan pendampingan di lingkungan mereka sendiri terkait problem HAM
dan hak kewarganegaraan tersebut.
Degan berbagai potensi dan kreativiktas yang dimiliki generasi muda,
lapis masyarakat ini juga diharapkan melahirkan model penyadaran dan
penanganan problem HAM dan hak kewarganegaraan yang berbeda dan
cocok bagi generasi muda lain. Mereka dapat menggunakan sarana-sarana
populer seperti media sosial yang selama ini sangat lekat dengan dunia
anak muda dalam kampanye dan advokasi hak-hak tersebut. Dengan begitu
substansi HAM dan hak kewarganegaraan yang selama ini dianggap berat
dan hanya diperuntukkan bagi generasi tua akan semakin tersebar karena
mudah dipahami di kalangan anak muda.
240 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Prinsip-prinsip Modul
Modul pelatihan ini disusun berdasarkan empat prinsip utama yakni:

1. Berpijak dan belajar dari pengalaman. Pelatihan ini menempatkan


pengalaman masing-masing peserta sebagai ruang dan teman belajar.
Setiap pengalaman adalah unik dan memiliki nilai yang dapat digali
dalam sudut pandang yang berbeda-beda.
2. Berpikir secara kritis dan kreatif. Pelatihan ini tidak disusun berdasar-
kan dogma-dogma yang kaku dan indoktrinatif, sebaliknya pelatihan
ini akan diolah dengan metode yang memungkinkan para peserta
mengembangkan pemikiran kritis yang bersifat konstruktif dan kreatif.
3. Belajar bersama. Pelatihan dimaksudkan sebagai proses belajar bersama
dan berbagi antar peserta. Setiap peserta memiliki posisi dan kesem-
patan yang sama dalam berbagi dan memperoleh manfaat dari peserta
lainnya.
4. Dapat diterapkan atau bersifat praktis sesuai dengan kebutuhan. Pelati-
han ini berisi pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan
kebutuhan di lingkungan masing-masing.

Tujuan Modul
Tujuan utama dari modul ini adalah: Meningkatkan kapasitas generasi
muda tentang hak asasi manusia dan hak kewarganegaraan untuk bersama
sama mendorong penyelesaian kasus-kasus diskriminasi berbasis agama.

1. Meningkatkan pemahaman generasi muda tentang kebhinekaan, hak


konstitusi dan hak kewarganegaraan.
2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman generasi muda tentang
advokasi yang efektif dalam penguatan hak konstitusi dan hak kewar-
ganegaraan;
3. Memiliki keterampilan melakukan kampanye kreatif untuk penguatan
hak konstitusi dan hak kewarganegaraan.
4. Membangun kerja sama antar generasi muda yang berbeda agama/
keyakinan dalam kampanye kreatif penguatan hak konstitusi dan hak
kewarganegaraan
5. Memiliki keterampilan melakukan dokumentasi dan pemantauan
diskriminasi agama.

Diharapkan setelah pelatihan ini, para peserta akan memiliki pemahaman


dan kemampuan yang lebih baik tentang:
TENTANG MODUL 241

1. Kebhinekaan, hak konstitusi dan hak kewarganegaraan.


2. Advokasi yang efektif dalam penguatan hak konstitusi dan hak kewar-
ganegaraan;
3. Melakukan kampanye kreatif untuk penguatan hak konstitusi dan hak
kewarganegaraan.
4. Membangun kerja sama antar generasi muda yang berbeda agama/
keyakinan dalam kampanye kreatif penguatan hak konstitusi dan hak
kewarganegaraan
5. Keterampilan melakukan dokumentasi dan pemantauan diskriminasi
agama.

Metode Pelatihan
Sebagaimana pada modul tingkat dasar, metode yang akan digunakan pada
modul tingkat lanjutan ini menerapkan konsep pendidikan orang dewasa,
yang menekankan agar para peserta belajar bersama dan memproduksi
pengetahuan-pengetahuan dari pengalaman mereka sendiri. Fasilitator
dan peserta harus memandang bahwa setiap peserta telah memiliki penge-
tahuan dan pengalaman atau “tidak kosong” ketika mengikuti pelatihan.
Pelatihan hanya menjadi alat untuk mengontruksi pengetahuan yang telah
mereka miliki dari pelatihan sebelumnya, dan berdialog dengan sesama
peserta pelatihan yang lain. Metode penyampaian materi dalam pelatihan
ini diupayakan dilaksanakan dengan metode-metode yang menyenangkan
dan tidak membosankan.
Di samping itu, dalam pendidikan orang dewasa, harus mempertim-
bangkan:
• Kondisi aktual dan nyata yang dihadapi peserta.
• Coomon sense atau nalar dan tidak dogmatis, memberi ruang
berpikir kritis dan terbuka.
• Menghormati keragaman dan perbedaan pendapat.
• Membangun konsensus bersama tentang metode dan materi.

Peserta Pelatihan
Peserta pelatihan ini direkrut dari alumni pelatihan HAM dan hak kewar-
ganegaraan tingkat dasar dengan persyaratan yang yakni:
1. Peserta berasal dari pesantren, nonpesantren dan kelompok minoritas
2. Usia di atas 20 tahun – 25 tahun
3. Pernah mengikuti pelatihan hak kewarganegaraan tingkat dasar
4. Pernah membaca, mengetahui HAM , hak kewarganegaraan dan dialog
antaragama.
242 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

5. Pernah menjadi pengurus organisasi, atau kepanitiaan kegiatan.


6. Adanya afirmatif peserta perempuan, minimal 30 % dari seluruh jumlah
peserta.

Sasaran dan Pengguna Modul


Sasaran Modul
Modul ini ditujukan kepada generasi muda dari berbagai latar belakang
baik pengalaman, jenis kelamin, suku, agama, status sosial maupun tingkat
pendidikan.

Pengguna
Sementara pengguna dari modul ini adalah para fasilitator sebagai panduan
dalam pelatihan HAM dan kewarganegaraan bagi generasi muda. Sebagai
sebuah panduan, modul ini tidak harus diikuti secara kaku. Diperlukan
kreativitas atau inovasi fasilitator agar materi dapat hidup dan dengan
mudah bisa dipahami oleh peserta, tanpa kehilangan tujuan utama dari
materi yang disampaikan.

Kriteria Fasilitator
Fasilitator pelatihan ini dibentuk dalam satu tim yang terdiri dari minimal
dua orang fasilitator, yang mengombinasikan antara fasilitator dari wilayah
tempat pelatihan dilaksanakan dengan fasilitator pelatihan HAM dan
kewarganegaraan lainnya. Fasilitator harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:

a. Memiliki pengalaman dan pengetahuan menjadi fasilitator anak muda


b. Menguasai pengetahuan khususnya HAM, kewarganegaraan, hak
kebebasan beragama
c. Fasilitator mampu membangun kepercayaan antar peserta
d. Mengetahui perkembangan atau isu terkini di kalangan anak muda
(gaul)
e. Tidak menggurui
f. Rendah hati dan mau mendengar
g. Komunikatif
h. Bersikap menyenangkan
i. Mampu membangun suasana pelatihan yang dibutuhkan
TENTANG MODUL 243

Materi dan Isi Modul Lanjutan


Materi yang akan disampaikan dalam Modul Lanjutan ini adalah:

• Materi 1 Perkenalan dan Kontrak Belajar


• Materi 2 Kebhinekaan
• Materi 3 Kewarganegaraan dan hak-hak beragama
• Materi 4 Model- model advokasi
• Materi 5 Pemantauan dan dokumentasi
• Materi 6 Kampanye kreatif
• Materi 7 Rencana tindak lanjut: Membangun Sistem Rujukan
• Materi 8 Evaluasi

Waktu Pelatihan
Modul Pelatihan ini diharapkan dapat diimplementasikan secara utuh
dalam enam modul. Keseluruhan modul di atas dibutuhkan waktu pelati-
han yaitu 3 (dua) hari efektif.

WAKTU HARI PERTAMA HARI KEDUA HARI KETIGA


08.30 – 09.45 Pembukaan Materi 4 Model-model Materi 6 Kampanye
Advokasi (60 menit) Kreatif (35 menit)

09.45 – 10.00 Coffee break


10.00 – 12.00 Materi 1 Perkenalan Lanjutan Materi 4 Materi 7 Rencana
dan Kontrak Belajar (80 Model-model Advokasi Tindak Lanjut:
menit) (60 menit) Membangun Sistem
Materi 2 Kebhinekaan Materi 5 Pemantauan Rujukan (70 menit)
(40 menit) dan Dokumentasi (60 Materi 8 Evaluasi (60
menit) menit)

12.00 – 13.30 Istirahat/Makan siang


13.30 – 15.00 Lanjutan Materi 2 Lanjutan Materi 5
Kebhinekaan (90 menit) Pemantauan dan
Dokumentasi (60 menit)
15.00 – 15.15 Coffee break
15.15 – 17.30 Lanjutan Materi 2 Materi 6 Kampanye
Kebhinekaan (15 menit) Kreatif (120 menit)
Materi 3 Hak-hak
Kewarganegaraan dan
Hak-hak Beragama (110
menit)
17.30 – 19.00 Istirahat/ makan malam
19.00 – 21.00 Kegiatan penugasan Kegiatan penugasan
/ kegiatan pengayaan / kegiatan pengayaan
bebas bebas
244 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Penggunaan Modul

Modul pelatihan HAM dan hak kewarganegaraan untuk pemuda ini


menerapkan konsep pendidikan kritis, yang menekankan para peserta
untuk belajar dan memproduksi pengetahuan-pengetahuan dari pengala-
man mereka sendiri, bukan hafalan teori, kaidah dan rumusan-rumusan
yang dibuat oleh orang lain. Fasilitator dan peserta harus memandang
bahwa setiap peserta telah memiliki pengetahuan dan pengalaman atau
“tidak kosong” ketika mengikuti pelatihan. Pelatihan hanya menjadi alat
untuk mengontruksi pengetahuan yang telah mereka miliki, dan berdialog
dengan sesama peserta pelatihan yang lain.

Persiapan Pelatihan

1. Pelatihan HAM dan hak kewarganegaraan untuk pemuda ini dilak-


sanakan sebagai tindak lanjut dari pelatihan tingkat dasar. Karena itu
sangat penting memastikan bahwa para peserta pelatihan ini sudah
pernah mengikuti pelatihan hak kewarganegaraan tingkat dasar. Karena
itu sebelum memulai pelatihan, fasilitator penting membaca formulir
biodata dari setiap peserta guna memastikan semua persyaratan peserta
telah terpenuhi.
2. Selain itu, sebelum memulai pelatihan, fasilitator dan panitia melaku-
kan pertemuan koordinasi untuk memeriksa kesiapan materi, alat-alat
bantu, kesiapan narasumber, ketersediaan dan kelayakan tempat
termasuk akomodasi dan konsumsi untuk seluruh komponen pelatihan
benar-benar sudah memenuhi kriteria.
3. Panitia dan fasilitator juga perlu melakukan pengecekan tempat pelati-
han untuk memastikan semua alat pendukung seperti ruangan, meja,
kursi, papan tulis, flipcard, infocus dll sudah tersedia.
Sebelum materi dimulai, panitia dan fasilitator sudah menyiapkan
PENGGUNAAN MODUL 245

formulir pre-test dan meminta para peserta untuk mengisi pre-test


tersebut. Selanjutnya tim fasilitator membuat pemetaan dari hasil pre-test
tersebut.

Ragam Cara Memfasilitasi


Untuk mengajak peserta berlatih berpikir tentang sesuatu, berdiskusi
bersama-sama, dan membantu peserta menemukan kesimpulan atau
jawaban, fasilitator sebaiknya menguasai berbagai ragam cara atau metode
pembahasan sebuah materi. Metode penyampaian berfungsi instrumental
yaitu hanya sebagai alat, namun penggunaan metode yang tepat akan
memudahkan peserta mencapai tujuan pembelajaran. Semakin banyak
ragam keterampilan memfasilitasi yang dikuasai maka akan semakin baik
ia dalam memfasilitasi, dan akan mempengaruhi kemampuan peserta untuk
memahami dan menangkap substansi dari setiap sesi. Berikut ragam cara
untuk mengelola sesi pelatihan yang dapat menjadi rujukan:

Ragam Cara dan Media Memfasilitasi

VISUAL
Foto, gambar
SIMULASI BAHAN CETAK
Bermain peran, Cerita, kasus, lembar
teater/drama, dll. fakta, berita, dll.

RAGAM CARA
DISKUSI KELOMPOK BAHAN BACAAN
Diskusi terfokus, studi DAN MEDIA Buku, makalah,
kasus, Rapat Kumbang MEMFASILITASI point presentasi

CURAH PENDAPAT AUDIO VISUAL


Tulisan, lisan, Slide, video
dan gerak dokumenter, atau film
246 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Dalam memfasilitasi, banyak fasilitator pemula mementingkan apa yang


diekspresikan peserta, tetapi menomorduakan perumusan ulang apa yang
diekspresikan. Sebelum merumuskan ulang, fasilitator bukan cuma harus
mengerahkan pendengaran aktifnya, melainkan juga mempersiapkan
rumusan ulang sebagai bagian dari cara mengolah ekspresi peserta tersebut.
Merumuskan ulang, selain harus menggunakan kemampuan logis-sistema-
tis, juga dibutuhkan kemampuan mengekspresikan penghargaan atau
apresiasi terhadap apa dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana peserta
mengemukakannya. Untuk memudahkan mengelola sesi pelatihan dalam
modul ini dirancang dengan menggunakan siklus sebagai berikut:

1. Pembukaan, merupakan awal bagi fasilitator untuk menyampaikan


tujuan sesi materi yang akan dibahas. Pada pembukaan ini, fasilitator
dapat mengantarkan peserta untuk memasuki materi/sub materi yang
akan dibahas dalam sesi tersebut.
2. Mengalami, peserta diajak ‘mengalami’ hal-hal yang ingin disampai-
kan dalam materi. Proses mengalami dapat dikemas dalam bentuk
permainan, bermain peran ataupun menonton film yang berkaitan
dengan materi. Selain untuk memasuki materi bahasan, proses ini
ditujukan untuk melakukan pemanasan.
3. Mengurai,adalah proses untuk menggali bagaimana pengetahuan,
pengalaman dan pendapat peserta terhadap proses mengalami. Dari
proses mengurai akan muncul pertanyaan-pertanyaan kunci.
4. Menganalisa, adalah proses untuk menganalisis pertanyaan-pertanyaan
kunci. Proses ini dapat dilakukan dengan ragam diskusi kelompok.
5. Presentasi, adalah proses untuk mempresentasikan hasil diskusi peserta.
Presentasi dapat disampaikan dengan cara yang lain. Misalkan dengan
menggunakan metaplan, talkshow, bazar keliling atau lainnya.
6. Mengukuhkan, adalah proses untuk mengukuhkan proses pembela-
jaran. Pengukuhan dapat dilakukan oleh narasumber yang sengaja
diundang dalam pelatihan tersebut, oleh fasilitator atau oleh peserta
sendiri. Dengan demikian ceramah dari narasumber berfungsi sebagai
pembanding/rujukan/pembenaran dari pengetahuan yang telah diprod-
uksi oleh peserta.
7. Penutup, adalah proses untuk menyimpulkan hasil pembelajaran pada
setiap sesi.

Demikian halnya, jika siklus dimulai dengan ceramah dari narasumber,


tahapan tersebut dapat ditukar ke arah sebaliknya. Siklus ini sebaiknya
PENGGUNAAN MODUL 247

dikuasai oleh fasilitator agar pencapaian tujuan pembelajaran dan waktu


yang dialokasikan dapat dikelola dengan baik. Jika digambarkan, siklus
setiap sesi adalah sebagai berikut :

Simbol-simbol dan Istilah


Untuk memandu mengelola sesi pelatihan, dalam setiap modul dijelaskan
secara rinci tujuan, metodologi, waktu, bahan-bahan yang dibutuhkan dan
langkah-langkah untuk memfasilitasi, dengan simbol berikut :

TUJUAN SESI
PENUTUP
Pembukaan

MENGALAMI
MENGUKUHKAN
Drama/Games
90 menit

MENGURAI
PRESENTASI
Pertanyaan Kunci

MENGANALISIS
Pertanyaan Kunci

Materi menginformasikan bahasan utama dari sesi pendidikan


PHR.

Pengantar menjelaskan tentang gambaran umum dari materi


tersebut berikut pembagian aktivitas yang akan dilakukan
dalam penyampaian materi tersebut.

Pokok Bahasan menginformasikan topik bahasan yang akan


disampaikan dalam setiap sesi. Pembahasan satu materi, dapat
terbagi ke dalam beberapa topik dan lebih dari satu sesi perte-
muan, tergantung pada tingkat bahasan dan apakah tujuan
materi sudah terpenuhi atau tidak.

Tujuan memberikan target/keadaan yang akan dicapai dari


setiap sesi. Dengan memahami target yang diharapkan, fasil-
itator dapat mengelola setiap sesi pelatihan.
248 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Metode memberikan sejumlah alat (cara atau metodologi)


yang dapat dipergunakan dalam proses kegiatan. Relasi timbal
balik antara tujuan, isi dan metode, perlu diperhatikan untuk
memastikan efektivitas penyampaian materi.

Waktu menginformasikan lamanya waktu yang diperlukan


untuk menyelenggarakan sebuah materi pembelajaran.

Alat-alat Bantu menginformasikan bahan-bahan dan peral-


atan yang dapat digunakan untuk mendukung proses belajar.
Bahan dan peralatan bisa berupa alat tulis menulis, naskah
tulisan, format isian, lukisan, foto, poster, serta benda-benda
lainnya sesuai fungsi, seperti kamera, LCD, televisi, dan lain
sebagainya. Bahan-bahan harus dipersiapkan sebelumnya oleh
fasilitator dan/atau panitia.

Langkah-langkah Fasilitasi menawarkan langkah-langkah


kegiatan secara berurutan dan tertib. Hal ini dilakukan supaya
proses pendidikan ini dilakukan secara sistematis dan sesuai
dengan tujuan materi. Namun, proses yang ditawarkan dalam
modul ini, harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi di
lapangan.

Kegiatan menggambarkan aktivitas yang akan


dilaksanakan di dalam setiap materi pelatihan.
Misalnya, dalam suatu materi pelatihan terdiri dari
3 (tiga) kegiatan utama yang di dalamnya juga terkait
dengan metode dan pokok bahasan pelatihan.

Kotak Penjelas menjelaskan secara singkat tentang


uraian tema yang dapat dijadikan pedoman bagi
fasilitator ketika menerangkan suatu tahapan fasil-
itasi.

Lakukan! menjelaskan bahwa dalam tahapan terse-


but fasilitator harus melakukan sesuatu, misalnya,
membagikan kertas metaplan kepada peserta.
PENGGUNAAN MODUL 249

Jelaskan! menerangkan bahwa fasilitator harus


menjelaskan apa yang tertera di dalam tahapan
fasilitasi tersebut, misalnya, menjelaskan penger-
tian suatu konsep atau menjelaskan tata cara
permainan.

Tanyakan! mengindikasikan bahwa fasilitator


harus menanyakan kepada peserta tentang tahapan
fasilitasi, misalnya, apakah peserta telah memaha-
mi materi yang disampaikan atau belum.

Mainkan! menunjukkan bahwa langkah fasili-


tasi yang harus dilakukan berbentuk permainan,
termasuk di dalamnya ice breking dan energizer.

Catatan merupakan hal-hal penting lainnya yang


harus diperhatikan oleh fasilitator di dalam proses
fasilitasi sebuah materi pelatihan.

Hand Out menginformasikan bahan-bahan bacaan (reading


material, suplement, hand out) yang harus dibaca dan menjadi
pegangan dari fasilitator atau dibagikan kepada peserta untuk
membantu peserta mengingat pokok-pokok penting yang
didiskusikan atau untuk memperkaya informasi mengenai
materi yang dibahas. Bahan bacaan ini sebaiknya telah dibaca
dan dikuasai oleh fasilitator serta digandakan sesuai kebutuhan.

Bahan Bacaan Utama adalah bacaan-bacaan utama baik


dalam bentuk artikel, esai, testimoni, berita dan lain-lain yang
harus dibaca oleh fasilitator untuk mempermudah fasilitator
dalam menjelaskan substansi setiap materi.

Bahan Bacaan Tambahan adalah berbagai bacaan tamba-


han yang dianjurkan untuk dibaca oleh fasilitator untuk
memperkaya dan meningkatkan penguasaan fasilitator dalam
setiap materi.
250 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Penilaian Pelatihan
A. Penilaian yang dilakukan
1. Penilaian terhadap peserta:
a. Pre-test dan post-test: untuk mengukur pengetahuan peserta
pelatihan
b. Pengamatan selama pelatihan oleh tim fasilitator: untuk
mengukur sikap peserta
c. Penugasan dan praktik: untuk mengukur keterampilan pada
saat setelah pelatihan.
1. Penilaian terhadap narasumber/fasilitator:
Selama pelatihan peserta akan diberikan kesempatan untuk
menilai performance narasumber/fasilitator.
2. Penilaian terhadap penyelenggaraan pelatihan:
Penilaian meliputi proses belajar mengajar, sarana, prasarana,
akomodasi serta aspek pendukung lain selama pelatihan.

B. Kriteria Keberhasilan
Ukuran keberhasilan dalam pelatihan ini apabila peserta menunjukkan
peningkatan kemampuan, menunjukkan semangat belajar yang tinggi dan
terlibat aktif berpartisipasi selama pelatihan. Kriteria keberhasilan dapat
diukur apabila minimal 60% peserta nilai akhir (pengetahuan, sikap dan
keterampilan) rata-rata baik.

Modifikasi Modul
Modul ini bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan lapangan atau dengan
menambah muatan lokal tanpa mengurangi tujuan pelatihan. Namun
proses modifikasi modul ini harus dilakukan setelah dilakukan audit dan
evaluasi terhadap tujuan modul dan pelatihan.
251
252

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


1
253

Perkenalan
MATERI dan Kontrak
Belajar

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Mainkan!

Catatan
254 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
1
MODUL LANJUTAN | MATERI 1 | Perkenalan dan Kontrak Belajar 255

Perkenalan
MATERI dan Kontrak
Belajar

Pengantar
Materi ini membangun kebersamaan, keakraban, persahabatan, mencair-
kan suasana dan memberi kesan kepada peserta bahwa pelatihan ini
menyenangkan. Materi ini berisi perkenalan antar sesama peserta, fasilita-
tor dan semua komponen dari pelatihan. Juga berisi sejumlah kesepakatan
bersama untuk melahirkan pelatihan yang efektif dan bermanfaat. Seluruh
rangkaian materi dibawakan secara serius tapi santai. Materi ini sangat
penting karena merupakan pembuka pelatihan dan akan sangat berpengaruh
dalam proses pelatihan selanjutnya.
Materi ini terdiri dari empat kegiatan: 1) Permainan “Make a Line”;
2) permainan “Name Game”; 3) Kontrak belajar; 4) Pre-test

Tujuan
1. Peserta, fasilitator dan panitia saling mengenal satu sama lain.
2. Membangun suasana keakraban dan saling percaya.
3. Menumbuhkan semangat kerja sama antar semua komponen pelatihan.
4. Melahirkan sikap disiplin dan saling menghormati antar sesama
komponen pelatihan.
5. Peserta merasa senang dan aman selama pelatihan.

Pokok Bahasan
1. Perkenalan
2. Kontrak belajar
3. Pre-test
256 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Waktu
80 menit
• 5 menit : penjelasan umum materi
• 20 menit : Permainan Make a Line
• 15 Menit : Permainan Name Game
• 20 Menit : Kontrak Belajar
• 20 menit : Pre-test

Metode
1. Permainan
2. Curah pendapat

Alat-alat Bantu
1. Bola busa
2. Peta Indonesia
3. Lembar kontrak belajar
4. Jadwal pelatihan
5. Flipchart
6. Spidol

Langkah-langkah Fasilitasi

Fasilitator menjelaskan kepada peserta tentang materi dan


tujuannya. Bahwa materi ini adalah materi perkenalan dan kontrak
belajar. Jelaskan tentang pentingnya perkenalan ini sebagai kunci
keberhasilan pelatihan hingga selesai.

1. Fasilitator diharapkan memberi kesan bahwa pelatihan ini


adalah pelatihan yang menyenangkan, penuh keakraban
namun juga penting untuk dijalankan secara serius. Karena
ini adalah materi awal, upayakan agar para peserta merasa
nyaman.
MODUL LANJUTAN | MATERI 1 | Perkenalan dan Kontrak Belajar 257

KEGIATAN

1 Permainan “Make a Line”

1. Fasilitator membagi peserta termasuk fasilitator dan panitia ke


dalam 2 kelompok besar dan jelaskan aturan permainan “Make
a line”(20 menit).
• Sampaikan kepada peserta bahwa mereka diminta untuk
secepat mungkin membuat barisan secara berurutan berdasar-
kan:
a. Abjad nama
Mintalah setiap anggota kelompok secepat mungkin
menempatkan dirinya secara berurutan berdasarkan huruf
pertama dari nama mereka. Nama dengan hurup awal A
berdiri paling depan, diikuti nama dengan huruf awal B,
begitu selanjutnya hingga huruf yang paling belakang.
Kelompok yang sudah membuat urutan diminta untuk
bertepuk tangan. Kelompok yang paling cepat menyusun
barisan menjadi pemenang.
Sebelum permainan dilanjutkan ke instruksi selan-
jutnya, periksa kebenaran urutan dengan meminta masing-
masing kelompok menyebutkan nama setiap anggota
kelompoknya bisa berdasarkan urutan yang paling depan
atau yang paling belakang. Hal ini penting agar semua
peserta pelatihan saling mengenal nama masing-masing.
Mintalah setiap peserta mengingat sebanyak mungkin
nama yang disebutkan.
b. Usia
Setelah masing-masing kelompok memperkenalkan nama
anggotanya, lanjutkan permainan dengan instruksi kedua
yakni berbaris berdasarkan usia.
Mintalah setiap anggota kelompok secepat mungkin
berbaris berdasarkan usia. Peserta dengan usia paling muda
berdiri paling depan diikuti peserta dengan suai yang lebih
tua. Begitu seterusnya hingga peserta yang paling tua.
258 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Kelompok yang sudah membuat urutan diminta untuk


bertepuk tangan. Kelompok yang paling cepat menyusun
barisan menjadi pemenang.
Periksa kebenaran urutan dengan meminta setiap
kelompok menyebutkan usia masing-masing anggotanya.
Mintalah setiap peserta mengingat sebanyak mungkin usia
peserta yang disebutkan.
c. Ukuran sepatu
Setelah instruksi kedua selesai, mintalah kembali masing-
masing kelompok secepat mungkin berbaris berdasarkan
nomor sepatu di mana peserta dengan nomor sepatu terbe-
sar berdiri paling depan diikuti peserta dengan nomor yang
lebih kecil. Begitu selanjutnya hingga peserta dengan nomor
sepatu terkecil. Kelompok yang sudah membuat urutan
diminta untuk bertepuk tangan. Kelompok yang paling
cepat menyusun barisan menjadi pemenang.
Periksalah kebenaran urutan dengan meminta masing-
masing kelompok menyebutkan nomor sepatu anggotanya.
d. Asal daerah
Setelah instruksi ketiga selesai, mintalah kembali masing-
masing kelompok secepat mungkin berbaris berdasarkan
asal daerah (misal: provinsi kabupaten atau kecamatan), di
mana peserta yang berasal dari daerah paling Timur
Indonesia berdiri paling depan, diikuti peserta yang berasal
dari daerah yang lebih ke Barat. Begitu seterusnya hingga
peserta yang berasal dari daerah paling Barat. Kelompok
yang sudah membuat urutan diminta untuk bertepuk
tangan. Kelompok yang paling cepat menyusun barisan
menjadi pemenang.
Periksalah kebenaran urutan dengan meminta masing-
masing kelompok menyebut asal daerah setiap
anggotanya. Untuk lebih meyakinkan, fasilitator dapat
mencocokkan dengan melihat peta Indonesia.

Untuk lebih memeriahkan permainan, Fasilitator dapat menam-


bahkan identitas-identitas lain yang menghibur, misalnya: ukuran
baju, jumlah grup WhatsApp yang diikuti dan lain-lain.
MODUL LANJUTAN | MATERI 1 | Perkenalan dan Kontrak Belajar 259

KEGIATAN

2 Permainan “Name Game”

1. Setelah permainan Make a Line selesai, mintalah kesan dari para


peserta terhadap permainan tersebut dan apa yang mereka rasakan
setelah memainkannya.
2. Setelah itu, lanjutkan sesi perkenalan dengan permainan Name
Game.
3. Jelaskan bahwa tujuan dari permainan ini untuk menguji ingatan
peserta terhadap identitas peserta lain (20 menit). Cara
permainannya sebagai berikut:
• Mintalah peserta berkumpul dalam lingkaran besar.
• Lemparkan bola ke salah satu peserta sambil menyebutkan
nama, usia, ukuran sepatu dan asal daerah.
• Mintalah peserta yang mendapat bola melempar kembali bola
tersebut ke peserta lain sambil menyebutkan nama, usia, nomor
sepatu dan asal daerah peserta yang mendapat bola.
• Begitu seterusnya hingga semua peserta mendapatkan bola.
• Mintalah peserta terakhir yang mendapat bola melempar
kembali bola ke fasilitator sambil menyebut nama, usia, nomor
sepatu dan asal daerah fasilitator.
260 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

KEGIATAN

3 Kontrak Belajar

1. Setelah permainan selesai, mintalah peserta kembali ke tempat


duduk masing-masing. Jelaskan tujuan dari kontrak belajar. Dan
selanjutnya tawarkan beberapa kesepakatan terkait pelatihan.
Misalnya:
• Jam berapa sesi pada pagi hari dimulai?
• Jam berapa sesi pada sore atau malam hari selesai?
• Jam berapa coffe break dimulai?
• Bagaimana pengaturan menerima telpon selama pelatihan?
• Bagaimana aturan bagi peserta lain jika ada yang sedang
berbicara?
• Apa reward / hadiah bagi peserta yang datang paling tepat
waktu? Misal: permen, cokelat, buku dll.
• Apa hukuman bagi peserta yang masuk terlambat? Misal:
membaca pantun, menyanyi, membaca puisi, stand up comedy
dll.
• Bagaimana cara meminta izin bagi peserta yang keluar ruangan
pada saat pelatihan berlangsung. Misal: berdiri sambil
mengangkat tangan dll.
• Bagaimana cara mengingatkan peserta yang berbicara saat
pelatihan berlangsung. Misal: berbisik kepada peserta tersebut
dll.

1. Tanyakan pada peserta apakah ada hal-hal yang ingin diusulkan


untuk disepakati.
2. Jika sudah disepakati bersama, tertib tersebut diketik ulang,
disalin (copy) dan dibagikan kepada semua peserta, serta ditem-
pel di kelas.
MODUL LANJUTAN | MATERI 1 | Perkenalan dan Kontrak Belajar 261

3. Untuk membantu kelancaran proses belajar, mintalah kepada


peserta untuk menyepakati pengurus dalam pelatihan yakni:
Ketua kelas, petugas ice breaker dan petugas pengawas waktu.
4. Catatlah nama dan umumkan kepada seluruh peserta bahwa
telah terpilih “A”, “B” dan “C”.

Ice breaker adalah orang yang bertugas memimpin permainan untuk


mengatasi rasa lelah dan kantuk saat mengikuti sesi, agar segar kembali.
Berikutnya tugas pengawas waktu (time keeper), yaitu:
1. Mengingatkan peserta untuk masuk kelas karena
pelajaran akan dimulai;
2. Mengingatkan fasilitator jam belajar sudah habis;
3. Mengingatkan panitia waktu makan, snack dsb;
4. Mengingatkan semua mematuhi jadwal yang dibuat
dan disepakati bersama.

KEGIATAN

4 Pre-Test

1. Jelaskan kepada peserta bahwa pada sessi ini fasilitator akan


membagikan formulir pre-test.
2. Jelaskan bahwa formulir pre-test ini sangat penting diisi untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman para peserta mengenai
materi-materi yang akan disampaikan dalam pelatihan ini. Jelas-
kan bahwa dengan mengisi formulir ini, fasilitator akan lebih
mudah menyesuaikan tingkat kedalaman materi yang akan
disampaikan para narasumber.
262 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Kontrak belajar

KONTRAK BELAJAR KESEPAKATAN


Sesi pagi hari dimulai jam
Sesi sore selesai jam
Sesi coffe break pada jam
Aturan menerima telepon
Aturan menyimak pembicara lain
Hadiah peserta paling tepat waktu
Hukuman peserta terlambat
Aturan keluar ruangan
Cara mengingatkan peserta lain

Pengurus pelatihan

Ketua Kelas
Wakil Ketua Kelas
Time Keeper 1.
2.
3.
Ice Breaker 1.
2.
3.
MODUL LANJUTAN | MATERI 1 | Perkenalan dan Kontrak Belajar 263

Form Pre-Test

ASPEK PENILAIAN KURANG CUKUP BAIK


Pemahaman tentang
Kebhinekaan
Hak-hak
Kewarganegaraan dan
Hak-hak Beragama
Pemahaman tentang
Model-model
Advokasi
Pengetahuan tentang
Pemantauan dan
Dokumentasi
Pemahaman tentang
Kampanye Kreatif

1. Bagaimana pandangan kamu tentang kebhinekaan Indonesia?


2. Apa saja kebhinekaan yang ada di Indonesia? Sebutkan minimal
4 contoh.
3. Apa saja manfaat yang kita peroleh dari adanya kebhinekaan
tersebut?
4. Apa yang kamu ketahui tentang hak kewarganegaraan?
5. Apa yang kamu ketahui tentang hak beragama dan berkeyakinan?
6. Apa keterkaitan antara hak kewarganegaraan dan hak beragama?
7. Apa yang kamu ketahui tentang pelayanan publik?
8. Apa saja jenis pelayanan publik yang terkait dengan hak-hak
beragama dan berkeyakinan?
9. Sebutkan contoh tantangan atau problem hak-hak beragama yang
ada saat ini.
10. Apa yang kamu ketahui tentang advokasi?
11. Apa saja bentuk dan model advokasi yang kamu ketahui?
12. Apa manfaat advokasi terhadap hak-hak beragama dan berkeyak-
inan di Indonesia?
13. Apa yang kamu ketahui tentang pemantauan dan dokumentasi
peristiwa ?
14. Apa saja manfaat pemantauan dan dokumentasi peristiwa keaga-
maan dan pelayanan publik bagi kelompok minoritas agama?
15. Apa yang kamu ketahui tentang kampanye kreatif?
16. Media apa saja yang bisa digunakan dalam melakukan kampanye
kreatif?
264

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


2
265

Kebhinekaan
MATERI

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Mainkan!

Catatan
266 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
2
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 267

Kebhinekaan
MATERI

Pengantar
Materi ini berisi gambaran dan realita Indonesia sebagai bangsa yang
majemuk, yang tidak bisa dibantah merupakan kekayaan yang sudah
diwariskan bahkan sebelum Indonesia berdiri. Kebhinekaan berasal dari
kata “bhineka” yang berarti beragam atau majemuk. sehingga kebhinekaan,
keberagaman atau kemajemukan tidak lagi hanya merupakan fakta yang
harus diketahui melainkan juga harus menjadi pemahaman dan kesadaran
setiap warga negara. Kebhinekaan harus menjadi cara pandang atau perspek-
tif setiap anak bangsa dalam interaksi antar agama, sosial, ekonomi dan
politik. Dengan demikian, kebhinekaan tidak hanya diterima dan dimak-
lumi tetapi juga dipromosikan dan dibudayakan. Dari materi ini dihara-
pkan peserta tidak hanya mampu memahami kemajemukan tersebut tetapi
juga mampu menerima dan bekerja sama dengan warga negara yang berbeda
identitas untuk memajukan bangsa.
Melalui meteri ini juga akan digambarkan berbagai contoh interaksi
masyarakat yang beragam di Indonesia untuk menjelaskan perbedaan
antara toleransi aktif dan toleransi pasif. Kedua istilah ini memiliki ciri
yang berbeda dan juga menghasilkan model toleransi yang berbeda.
Melalui meteri ini, peserta juga akan diperkenalkan ragam praktik
terbaik toleransi di beberapa daerah di Indonesia yang dapat menjadi contoh
dan model untuk diterapkan di daerah lain.
Materi ini berisi tiga kegiatan: 1) Menonton film; 2) Permainan “Negeri
Kompak”; 3) Ceramah dan tanya jawab.
268 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Tujuan
1. Peserta memahami realitas kebhinekaan dan manfaatnya bagi
Indonesia.
2. Peserta mampu membedakan toleransi aktif dan toleransi pasif.
3. Peserta mengenal praktik baik toleransi di Indonesia.

Pokok Bahasan
1. Realitas kebhinekaan (agama, budaya, etnis dll)
2. Toleransi aktif dan pasif
3. Bagaimana mengelola perbedaan dan dampak-dampaknya.

Metode
1. Menonton film.
2. Permainan
3. Ceramah dan tanya jawab.

Waktu
145 menit
• Penjelasan materi 5 menit
• Menonton film 20 menit
• Permainan negeri kompak 60 menit
• Diskusi dengan fasilitator 60 menit

Alat-alat Bantu
1. VCD Film “Bersama dalam Perbedaan” (Walagri Aksara)
2. Kertas plano
3. Spidol dua warna
4. Metaplan dua warna
5. 6 papan permainan negeri kompak

Langkah-langkah Fasilitasi
1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta dalam materi ini ada empat
kegiatan yang akan dilakukan berikut tujuannya. Kegiatan-
kegiatan tersebut dalam menonton film, dilanjutkan dengan
menggambar sosok, kemudian permainan negeri kompak dan
terakhir ceramah dan tanya jawab.
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 269

KEGIATAN

1 Nonton Film

1. Sebelum film dimulai, mintalah masing-masing peserta memper-


hatikan secara cermat cerita film dan nilai dan pesan apa yang
disampaikan dalam film tersebut. Mintalah mereka menyiapkan
buku dan alat tulis untuk mencatat pesan dan nilai-nilai dalam
film yang berhubungan dengan kebhinekaan.
2. Selanjutnya mintalah operator untuk memutar Film pendek
“Bersama dalam Perbedaan”.
3. Setelah film selesai, mintalah peserta membacakan catatan mereka
terkait film tersebut. Apabila waktu mencukupi, mintalah semua
peserta membacakan catatannya. Namun bila tidak mencukupi,
cukup minta beberapa peserta membacakan catatannya.
4. Dari catatan para peserta, tulislah di kertas plano beberapa kata
kunci yang terkait dengan materi kebhinekaan dan toleransi serta
jelaskan kepada peserta.

KEGIATAN

2 Permainan Negeri Kompak

1. Selanjutnya kembali bagi peserta ke dalam 6 kelompok dan


jelaskan tentang permainan Negeri Kompak. Mintalah masing-
masing kelompok memainkan papan Negeri Kompak. Cara
bermainannya lihat lampiran: Negeri Kompak Cara Bermain.
2. Setelah permainan selesai, mintalah perwakilan masing-masing
kelompok memberi komentar dan kesan terhadap permainan
yang sudah dilakukan.
3. Tulislah kata-kata kunci yang dirangkum dari komentar dan
kesan masing-masing kelompok terkait kebhinekaan dan
toleransi.
270 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

KEGIATAN

3 Diskusi dengan Fasilitator

1. Sampaikanlah materi “Kebhinekaan, toleransi aktif dan pasif


dan contoh praktik toleransi di Indonesia”. Fasilitator meminta
peserta melihat Hand Out 1 – 5.
2. Mintalah beberapa peserta mengajukan pertanyaan terkait materi
tersebut kepada fasilitator.
3. Berilah tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut.
4. Setelah menyampaikan materi, buatlah matriks pada kertas plano
dua kategori a) toleransi aktif dan b) toleransi pasif.

TOLERANSI AKTIF TOLERANSI PASIF

5. Bagikan kepada peserta masing-masing dua lembar metaplan,


misalnya warna putih untuk toleransi aktif dan warna biru untuk
toleransi pasif.
6. Mintalah peserta untuk menulis metaplan tersebut bentuk-bentuk
toleransi aktif dan toleransi pasif, kemudian kumpulkan dan
tempelkan pada kertas plano tersebut.
7. Mintalah perwakilan peserta untuk membacakannya, kemudian
mengklasifikasikan berdasarkan gagasan yang telah disampaikan
narasumber.
8. Lakukan klarifikasi atas pandangan dan pendapat dari peserta,
dan buatlah kesimpulan. Fasilitator dapat memberikan penjela-
san tambahan melalui presentasi dengan menggunakan media
yang telah disediakan.
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 271

Bacaan Utama
1. Ahmad Suaedy, “Memperkuat Peran Pemerintah dalam Menjaga
Toleransi dan Harmoni Akar Rumput”.

Bahan Tambahan
1. A. Widyahadi Seputra, Menggalang Persatuan Indonesia Baru: Sudut
Pandang Tokoh Masyarakat, Pemuka Agama dan Kepercayaan (Jakarta:
Sekretariat komisi PSE/APP-KAJ, 1999).
2. Bahrul Hayat, Mengelola Kemajemukan Umat Beragama (Jakarta, PT.
Saadah Pustaka Mandiri, 2013).
3. Beny Susetyo, Habitus Dialog dalam Konteks Indonesia (Jakarta: Komisi
HAK KWI, 2008).
4. UGM, Dialog Antaragama: Gagasan dan Praktek di Indonesia (Yogya-
karta, UGM, 2008).

Hand Out
1. Toleransi Aktif dan Pasif
2. Rumadi, “Mencari Teladan Toleransi”.
3. Rumadi, “Pluralisme dan Multikulturalisme: Menyikapi Keberagaman
dengan Positif ”.
4. Hilary Syaranamual, “Katong Samua Basudara”.
5. Antonius Suwanto, “Tubuh yang Mengelola Kebhinekaan”.
272 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Toleransi Aktif dan Pasif

Toleransi Aktif
Salah satu spirit utama yang mesti dikembangkan oleh umat Islam adalah
toleransi. Toleransi berasal dari bahasa Latin, yaitu tolerantia, berarti
kelonggaran, kelembutan hati, keringanan, dan kesabaran. Secara umum,
istilah ini mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela, dan kelem-
butan.
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) mengartikan toleransi sebagai ”sikap saling menghormati,
saling menerima, dan saling menghargai di tengah keragaman budaya,
kebebasan berekspresi, dan karakter manusia.” Untuk itu, toleransi harus
didukung oleh cakrawala pengetahuan yang luas, bersikap terbuka, dialog,
kebebasan berpikir, dan beragama (hal 181). Singkatnya, toleransi setara
dengan bersikap positif dan menghargai hak orang lain dalam rangka
menggunakan kebebasan asasinya sebagai manusia.
Dalam lanskap global, kebebasan beragama adalah hal yang mutlak.
Tak satu pun orang berkehendak memaksa orang lain untuk memeluk
agama yang sama. Apalagi harus menstigmatisasi the other dengan cap
kafir, murtad, dan sebagainya. Pemberian stigma ini erat terkait dengan
keberbedaan yang tak dipahami dan dihayati secara memadai.
Milad Hanna (2005) mengingatkan, hubungan antarumat beragama
selalu mengandaikan relasi kuasa yang tidak seimbang. Oleh karena itu,
konsep menyongsong yang lain (qabûl al-âkhar) yang lebih aktif, egaliter,
dan tidak sekadar bertenggang rasa mutlak diteladani sebagai bahasa baru
dalam membangun toleransi dengan umat agama lain.
Ada dua model toleransi. Pertama, toleransi pasif, yakni sikap mener-
ima perbedaan sebagai sesuatu yang bersifat faktual. Karena perbedaan
tak bisa dielakkan, pilihannya adalah bersikap toleran terhadap yang lain.
Kedua, toleransi aktif. Dalam toleransi ini ada kemajuan berarti, yakni
kemampuan untuk melibatkan diri dengan yang lain di tengah perbedaan
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 273

dan keragaman. Terlebih keterlibatan ini dibangun atas dasar kemaslaha-


tan umum.
Toleransi aktif merupakan ajaran semua agama. Hakikat dari
toleransi adalah hidup berdampingan secara damai (peaceful coexistence)
dan saling menghargai di antara keragaman (mutual respect). Asyraf Abdul
Wahhab mengatakan, aspek penting dalam toleransi adalah menumbuhkan
kesabaran dan sikap moderat (al-hilm wa al-i’tidâl). Inilah  common
platform yang mempertemukan Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha,
Kong Hu Cu, dan sebagainya.
Cak Nur (1939-2005) mengingatkan, agama yang lurus adalah agama
yang membawa pesan kemanusiaan universal. Tiga pesan kemanusiaan
universal Islam ini terangkum pada sikap: inklusivisme, pluralisme, dan
multikulturalisme.
Inklusivisme merupakan sebuah sikap yang bertujuan untuk menum-
buhkan suatu sikap kejiwaan yang melihat adanya kemungkinan orang
lain itu benar. Hal ini didasarkan pada kefitrahan manusia sebagai makhluk
suci dan benar. Oleh karena itu, harus dikembangkan sikap berbaik sangka
terhadap yang lain. Pada taraf selanjutnya, dapat dibangun teologi inklusif,
yakni meyakini bahwa Tuhan adalah Esa, tetapi Nabi yang membawa
perintah-Nya adalah beragam, untuk makhluk-Nya yang beragam pula
(hal 202).
Diana L Eck, Pimpinan Pluralism Project, Harvard University, menam-
bahkan, selain inklusivisme, juga dibutuhkan pemahaman memadai
menyangkut pluralisme. Pluralisme adalah keterlibatan aktif (active engage-
ment) di tengah keragaman dan perbedaan. Dengan melibatkan diri secara
aktif, diharapkan terbentuk pemahaman keagamaan yang berkarakter
konstruktif-produktif bagi pemecahan persoalan-persoalan umat manusia.

Sumber: Abdul Halim, “Menggali Oase Toleransi”, Kompas, Senin, 14 April 2008

Intoleransi Aktif dan Pasif


Dalam kaitannya dengan intoleransi agama, SETARA Institute membeda-
kan antara intoleransi pasif dengan intoleransi aktif. Intoleransi pasif
adalah residu dari keyakinan beragama secara utuh dan interpretasi terha-
dap ajaran agamanya yang diyakini sebagai satu-satunya kebenaran bagi
dirinya sebagai individu dan makhluk sosial. Ia dalam kognitifnya tetap
meyakini ajaran agamanya tapi sebagai konsekuensi dari relasi sosial dengan
berbagai pihak yang berbeda latar belakang mau tak mau menerima
274 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

kenyataan tersebut dan beradaptasi. Sebaliknya intoleransi aktif bukan


saja melihat ajaran agamanya sebagai satu-satunya kebenaran namun juga
cenderung melihat mereka yang berbeda interpretasi dalam sesama agama
dan juga ajaran agama lain sebagai salah dan sesat. Perbedaan berikut yang
paling nyata antara mereka yang intoleransi pasif dengan intoleransi aktif
adalah terletak pada tindakan. Mereka yang masuk kategori intoleransi
aktif bukan saja mengekspresikan dengan pernyataan tetapi juga tindakan.

Sumber: Halili, dkk. Kepemimpinan Tanpa Prakarsa: Kondisi Kebebasan Beragama/ Berkeyakinan di
Indonesia 2012. Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 27.
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 275

Mencari Teladan Toleransi


Rumadi
Peneliti Senior the Wahid Institute;
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Di tengah semakin meningkatnya iklim intoleransi kehidupan beragama


di sejumlah wilayah, saya justru menemukan teladan kehidupan toleransi
beragama di sebuah kampung yang jauh dari ingar-bingar perkotaan.
Jika di Bekasi ada Kampung Sawah yang merupakan potret mini
masyarakat Betawi yang plural, saling membantu meski berbeda agama,
di Gorontalo ada desa bernama Banuroja. Letaknya di Kabupaten Pohuwa-
to. Desa ini layak dijadikan contoh bagaimana mengelola keragaman suku,
agama, dan budaya dengan bermodal kearifan sosial.
Desa ini cukup terpencil. Untuk sampai ke desa ini perlu sekitar empat
jam perjalanan mobil dari Gorontalo dengan medan jalan yang cukup
berat.
Posisi Kabupaten Pohuwato yang berbatasan dengan Sulawesi Tengah
juga menarik diperhatikan. Ketika konflik bernuansa agama di Sulawesi
Tengah merembet kesejumlah wilayah di Sulawesi, ia tak mampu menem-
bus Pohuwato. Hal ini terjadi karena tokoh-tokoh agama Pohuwato punya
kesadaran yang cukup tinggi. Mereka paham bahwa konflik yang terjadi
di Palu dan pada awal 2000-an adalah konflik kepentingan elite yang
mengorbankan rakyat jelata dengan menggunakan simbol-simbol agama.
Pernyataan demikian penulis dengar berulang-ulang dari tokoh-tokoh
agama di sana.
Desa Banuroja sendiri singkatan dari Bali, Nusa Tenggara Barat,
Gorontalo, dan Jawa. Tidak jelas siapa yang pertama memberi nama itu.
Namun, yang jelas desa transmigrasi itu memang dihuni orang dari sejum-
lah wilayah Indonesia dengan keragaman suku, budaya, dan agama.
Memasuki Desa Banuroja, kita akan merasa memasuki perkampungan
di Bali. Rumah-rumah dengan pura di halaman berderet sepanjang jalan.
Beberapa ratus meter kemudian ada pesantren dan masjid cukup megah.
Santrinya tak kurang dari 800 orang. Pesantren bernama Salafiyah Syafi’iyah
276 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

itu diasuh seorang kiai transmigran dari Cirebon, KH Abdul Ghafir


Nawawi.
Kiai Ghafir, demikian biasa disebut, merintis pesantren itu sejak awal
1980-an. Kini dialah yang menjadi jangkar dari Desa Banuroja. Pandan-
gan-pandangan keagamaannya yang toleran, terbuka, menjadikan Kiai
Ghafir tempat ”berteduh” masyarakat setempat yang sangat beragam.
Tidak jauh dari pesantren berdiri pura desa yang cukup luas. Di
sebelahnya lagi ada Gereja Protestan Indonesia Gorontalo dan Gereja
Pentakosta.
Ketika berdialog dengan tokoh-tokoh agama di sana, muncul kesan
mereka punya modal sosial yang cukup kuat untuk menjaga keharmonisan
kehidupan beragama. Namun, tersirat juga kekhawatiran adanya pengaruh-
pengaruh dari luar, terutama munculnya gerakan-gerakan radikal yang
bisa mereka lihat melalui televisi. Seorang ustaz di pesantren Salafiyah
Syafi’iyah bahkan kini mengkhawatirkan masuknya gerakan intoleran ke
desa mereka yang sudah mereka jaga selama lebih dari 30 tahun.

Modal Sosial
Cerita dari Desa Banuroja menunjukkan masyarakat kita punya modal
sosial yang cukup kuat untuk membangun toleransi. Penulis percaya, masih
banyak perkampungan di berbagai pelosok negeri ini yang bisa memban-
gun kehidupan toleransi dan kerukunan hidup beragama tanpa memper-
soalkan apakah ada aturan atau UU yang mengatur soal kerukunan. Terkait
kehidupan beragama, masyarakat Indonesia pada dasarnya masyarakat
yang toleran dan moderat. Sikap intoleran dan ekstrem bukan karakter asli
masyarakat Indonesia.
Dalam kaitan dengan munculnya intoleransi ini, ada beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian. Pertama, terjadinya perpindahan masyarakat
dan pergeseran representasi. Perpindahan masyarakat dari satu tempat ke
tempat lain adalah keniscayaan yang tidak bisa ditolak. Namun, perpin-
dahan itu selalu membawa implikasi sosial yang sering tidak diperhitung-
kan.
Perpindahan itu bukan hanya persoalan yang bersifat fisikal, melain-
kan juga ideologi, pemikiran, dan cara pandang. Perpindahan ini juga akan
berimplikasi pada perubahan pola representasi kelompok-kelompok
masyarakat yang biasanya diikuti dengan goncangan politik karena menyo-
dok kesadaran primordial (Key Deauxdan Shaun Wiley, 2007). Guncangan
ini juga bisa membawa implikasi berikutnya berupa konf lik dan
ketegangan, bahkan kekerasan.
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 277

Perpindahan masyarakat dan pergeseran representasi tidak hanya


mengubah komposisi populasi secara kuantitatif, tetapi juga mengubah
komposisi kualitatif, bahkan simbolis. Sebutlah seperti munculnya paham-
paham keagamaan baru yang sering ditumpangi berbagai kepentingan.
Kedua, fenomena tersebut akan berujung pada penguatan identitas
primordial, yang menuntut adanya identifikasi diri dan kelompoknya secara
eksklusif untuk membedakan dengan orang atau kelompok lain. Proses
identifikasi secara eksklusif akan memunculkan ketegangan, permusuhan,
bahkan kekerasan untuk melindungi atau mendapat sumber daya tertentu.
Wujudnya tak selalu materiil, tapi juga bisa berupa spiritual, bahkan sumber
daya yang bersifat simbolis.
Ketiga, masyarakat kita biasanya belum punya daya tahan dan imuni-
tas dari pengaruh buruk perpindahan masyarakat itu. Daerah-daerah yang
dulu dikenal damai, tapi tiba-tiba terjadi konflik keagamaan, biasanya
karena kurang menyadari adanya implikasi moving people sehingga mereka
tak menyiapkan imunisasi untuk menangkal dampak buruknya yang bisa
merusak modal sosial masyarakat. Banuroja yang di awal tulisan ini saya
ilustrasikan sebagai desa yang damai bukan tak mungkin akan terinfil-
trasi gerakan radikal yang bisa berakibat adanya ketegangan sosial.
Di sinilah pentingnya memberikan daya imunitas kepada masyarakat
yang berkarakter toleran tersebut dari pengaruh kelompok intoleran. Hal
ini penting untuk jadi perhatian bersama. Jika tidak, jangan kaget kalau
suatu saat bangsa ini berubah menjadi bangsa yang intoleran.
Bagaimanapun, di tengah situasi kehidupan keagamaan yang kian
mengkhawatirkan, ternyata teladan toleransi itu masih kita temukan di
kampung-kampung. Itulah yang menjadikan kita masih optimistis untuk
menata kehidupan di masa depan.

Sumber: http://budisansblog.blogspot.com/2012/05/mencari-teladan-toleransi.html /
Kompas, 14 Mei 2012.
278 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pluralisme dan Multikulturalisme:


Menyikapi Keberagaman dengan Positif
Rumadi
Peneliti Senior the Wahid Institute;
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tentang Pluralisme dan Multikulturalisme


Dalam menggambarkan realitas yang beragam, setidaknya ada tiga istilah
yang biasa digunakan, yaitu pluralitas (plurality), keragaman (diversity),
dan multikultural (multicultural). Istilah-istilah tersebut mempunyai titik
kesamaan, yaitu menunjuk pada sesuatu yang tidak tunggal. Konsep
pluralitas mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu itu (many);
keragaman menunjukkan bahwa yang lebih dari satu itu berbeda-beda,
keterogen, bahkan tak bisa disamakan. Sedang multikulturalisme adalah
kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa
memedulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa, ataupun agama.
Jika dibanding dengan dua konsep terdahulu, konsep multikulturalisme
relatif baru. Konsep ini baru muncul sekitar 1970 di Kanada dan Austral-
ia, kemudian muncul di AS, Inggris, Jerman dan sebagainya. Jika plural-
itas sekedar merepresentasikan adanya kemajemukan (yang lebih dari satu),
maka multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dalam segala
perbedaan itu mereka mempunyai kesempatan dan kedudukan yang sama
di ruang publik. Multikulturalisme menjadi respons kebijakan baru terha-
dap keragaman. Dengan kata lain, adanya komunitas-komunitas yang
berbeda saja tidak cukup, sebab yang terpenting adalah komunitas-komuni-
tas itu diperlakukan sama oleh Negara.
Guna memperoleh pemahaman lebih jauh, ada baiknya diuraikan
makna pluralisme dan multikulturalisme. Pluralisme dalam pengertian
yang sederhana dapat dimaknai sebagai segala bentuk keanekaragaman
dan kemajemukan. Pluralisme berasal dari kata plural yang berarti banyak
atau berbilang atau “bentuk kata yang digunakan untuk menunjukkan
sesuatu yang lebih dari satu” (form of word used with reference to more than
one). Dalam The Oxford English Dictionary disebutkan, pluralisme dapat
dipahami sebagai: (1) Suatu teori yang menentang kekuasaan negara
monolitis; (2) Keberadaan atau toleransi keragaman etnik atau kelompok-
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 279

kelompok kultural dalam suatu masyarakat atau negara serta keragaman


kepercayaan atau sikap dalam suatu badan, kelembagaan, dan sebagainya.
Definisi yang pertama mengandung pengertian pluralisme politik,
sedangkan definisi kedua mengandung pengertian pluralisme sosial atau
primordial.
Pluralisme sangat menghargai adanya entitas-entitas beragam yang
mengonstruk sebuah sistem sosial budaya. Dialektika seputar pluralisme
tidak bisa dipisahkan dari aspek keragaman budaya, agama, etnis, dan
ragam perbedaan lainnya. Pluralisme menekankan sikap saling menghor-
mati, menyayangi, dan selalu menghargai “yang lain” dalam sebuah
masyarakat atau kesatuan sosial tertentu.
Sebagai upaya mendukung pluralisme tersebut, diperlukan adanya
budaya toleransi. Meskipun hampir semua masyarakat mengakui adanya
kemajemukan sosial, namun persoalan penyikapan terhadap segala bentuk
pluralitas sering menimbulkan masalah tersendiri. Yang paling menonjol
dari persoalan pluralisme adalah isu yang berkaitan dengan ras atau agama.
Kedua isu ini kadang menyatu dalam satu permasalahan seperti yang terjadi
dalam kasus Israel-Palestina, Serbia-Bosnia, dan sebagainya.
Wacana tentang pluralisme terkait erat dengan multikulturalisme.
Sesuai dengan Akar katanya, multikulturalisme secara kebahasaan menun-
jukkan pada paham tentang keragaman budaya. Karena multikulturalisme
itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkat-
kan derajat manusia dan kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus
dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia.
Sebagai sebuah ide atau ideologi, multikulturalisme terserap dalam
berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidu-
pan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, kehidupan politik, dan berbagai
kegiatan lainnya dalam masyarakat yang bersangkutan. Kajian-kajian
mengenai corak kegiatan, yaitu hubungan antarmanusia dalam berbagai
manajemen pengelolaan sumber-sumber daya akan merupakan sumbangan
yang penting dalam upaya mengembangkan dan memantapkan multikul-
turalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi
Indonesia.
Perbedaan di antara konsep masyarakat yang plural dengan masyarakat
multikultural dalam hubungannya dengan identitas, bahwa konsep
masyarakat yang plural menekankan adanya sejumlah besar identitas yang
satu dengan lainnya berbeda, sementara paham multikultural menekankan
adanya sejumlah besar perbedaan di dalam masyarakat yang plural dan
heterogen itu, termasuk identitasnya. Dengan kata lain, konsep multikul-
280 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

tural mengakui adanya perbedaan-perbedaan di dalam identitas yang


berbeda itu (intra cultural defferentiations) dan perbedaan itu dalam posisi
yang setara.

Keragaman dan Konflik Sosial


Terlepas dari perbedaan istilah tersebut, dalam realitas kehidupan sehari-
hari, masalah perbedaan dalam berbagai hal sering kali memicu terjadin-
ya konflik dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena tidak atau kurang
adanya kesepahaman dan kompromi di antara perbedaan-perbedaan terse-
but. Fakta pluralitas di sebuah kelompok sosial dengan titik-titik perbedaan
di dalamnya sering kali ditarik ke medan pertikaian yang tiada henti.
Keragaman bahkan sering tertuduh menjadi “kambing hitam” kepentingan-
kepentingan negatif individual dan kelompok sepihak. Kemajemukan
dalam banyak hal perlu dimaknai secara tepat dan disikapi secara arif.
Fakta pluralisme harus disikapi dengan menerapkan sikap pengawasan dan
pengimbangan (check and balance) untuk mewujudkan keselamatan bagi
umat manusia.
Diperlukan upaya yang tidak sederhana untuk mendialogkan segala
keanekaragaman. Di antara perbedaan yang dapat dijumpai dalam kehidu-
pan adalah; perbedaan agama, suku, bahasa, dan budaya. Karena itu,
pluralisme tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa
masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan
agama, yang justru menggambarkan kesan fragmentasi, bukan pluralisme.
Pluralisme juga tidak boleh dipahami sekedar sebagai “kebaikan negatif ”
(negative good), hanya ditilik dari kegunaannya untuk menyingkirkan
fanatisme (to keep fanaticism at bay). Pluralisme harus dipahami sebagai
“pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban” (genuine
engagement of diversities within the bonds of civility). Bahkan pluralisme
adalah suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia, antara lain melalui
mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannya. Dalam
kitab suci justru disebutkan bahwa Allah menciptakan mekanisme penga-
wasan dan pengimbangan antara sesama manusia guna memelihara keutu-
han bumi, dan merupakan salah satu wujud kemurahan Tuhan yang
melimpah kepada umat manusia.
Pengakuan adanya pluralitas serta beradaptasi dengannya dalam
kehidupan menjadi kebutuhan yang mendesak. Keanekaragaman yang ada
memang menjadi hukum Allah (sunnatullah) yang harus dikelola dengan
arif dan bijaksana untuk dicarikan kompromi dan titik temunya, bukan
malah dijadikan sebagai alasan untuk menuai konflik dan menciptakan
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 281

ketegangan. Proses demokratisasi yang semakin meriah dalam segala


kehidupan masyarakat juga berdasar atas pluralisme yang tidak hanya
dimaknai sebagai kenyataan sosial belaka melainkan juga sebagai kekuatan
sosial. Masih banyak hal yang harus diupayakan untuk mengompromikan
pluralisme dalam konteks demokratisasi, karena hubungan-hubungan yang
ada dalam keragaman masyarakat dapat menjadi energi positif dan juga
energi negatif.
Diskursus pluralisme dapat dilihat dari dua cara pandang. Pertama,
pandangan yang menyatakan bahwa pluralisme merupakan ketentuan dari
Tuhan sehingga harus diterima bukan saja sebagai hukum kehidupan,
melainkan juga sebagai cermin keteraturan masyarakat dengan tertib alam
semesta. Ajaran yang dikembangkan paham ini ialah terciptanya keruku-
nan antar umat beragama dan tertib sosial yang harmonis. Paham ini
menawarkan dialog sebagai jalan keluar ketika terjadi pergesekan yang
mengarah ke pertikaian dan perpecahan.
Kedua, mereka yang berpandangan bahwa pluralisme merupakan
“energi sosial” (secara positif) sekaligus bisa menjadi “komoditas politik”
(secara negatif). Pluralisme menjadi energi sosial jika ia diarahkan untuk
memberdayakan masyarakat dalam rangka demokratisasi dan perubahan
sosial, di mana institusi-institusi mediasi dimanfaatkan untuk meraih
tujuan bersama, bukan tujuan salah satu kelompok sosial saja.
Dalam menyikapi pluralitas agama, berkembang beberapa cara pandang.
Pertama, paradigma eksklusif. Bagi paradigma ini, seseorang mengakui
bahwa yang paling benar adalah keyakinan atau kelompoknya. Dalam pola
keyakinan beragama, kelompok yang menganut paradigma ini sering kali
meyakini bahwa agamanya adalah yang paling benar, dan pada saat yang
sama pemeluk agama lain dianggap sebagai kesalahan yang akan menuju
ke neraka. Pemeluk agama lain dianggap berada dalam kesesatan dan
kegelapan. Supaya mereka tidak sesat dan berada dalam terang, maka
mereka harus mengikuti agama kita. Pandangan inilah yang mendorong
sebagian besar missionaries agama untuk menambah jumlah pemeluk agama.
Kedua, paradigma inklusif. Paradigma ini masih menerima kemung-
kinan adanya kebenaran atau pewahyuan dalam agama-agama lain yang
juga menjadi mediasi keselamatan bagi mereka yang memeluknya. Kalau
paradigma ini dikaitkan dengan Islam, maka orang-orang yang beragama
lain juga akan diselamatkan melalui al-Qur’an meskipun mereka tidak
menyadari itu. Singkatnya, orang boleh beragama macam-macam, namun
jalan keselamatan yang bermacam-macam itu tetap satu. Beda jalan tetapi
satu tujuan, demikian kira-kira ungkapan sederhananya. Kelompok ini
282 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

meyakini bahwa agama lain akan selamat melalui jalan agama yang kita
yakini. Pandangan ini agak umum dianut sebagian besar pemeluk agama
sebagai upaya merangkul pemeluk agama lain. Namun jawaban yang
diberikan bersifat apriori-normatif. Meskipun kelihatan simpatik terhadap
agama lain, namun paradigma ini tidak bisa menempatkan agama lain
sebagaimana dialami dan dipeluk oleh yang bersangkutan dengan katego-
ri-kategori yang ada dalam agama tersebut.
Ketiga, paradigma pluralis. Menurut paradigma ini, semua agama
dengan cara masing-masing menempuh jalan keselamatan menuju Tuhan.
Paradigma ini merupakan suatu pengakuan yang bersifat teosentris, dalam
arti bahwa bagaimanapun semua agama melalui jalan masing-masing
menuju kepada Zat yang sama. Paradigma ini nampak sangat terbuka,
namun bisa membawa orang pada sikap tidak serius dalam beragama.
Orang bersikap indeferen dan mengatakan semua agama sebenarnya sama
saja. Perbedaan-perbedaan, bahkan pertentangan visi dan orientasi satu
agama atas yang lain tidak diperlakukan. Pluralisme agama hanya dipan-
dang sebagai varian dari banyak ekspresi yang berbeda mengenai
kenyataan dan pengalaman yang sama. Inilah yang disebut dengan plura-
lis indeferent, karena meskipun masing-masing kelompok mengakui
keberadaan kelompok lain, namun masing-masing hidup dalam ghetto-nya.
Keempat, pluralis dialogal. Paradigma ini mengakui pluralisme iman
dan agama, sehingga menolak eksklusifisme. Ia berada antara inklusifisme
dan pluralis inderefent. Memang paradigmanya pluralis, tapi tidak
indeferent. Dalam praktiknya, seseorang meyakini bahwa iman dan agama
yang ia peluk paling dapat dipertanggungjawabkan dan karena itu ia
menganutnya dengan sepenuh hati. Kekhasan masing-masing iman dan
agama diakui, sekaligus saling memperkaya melalui dialog. Bagi penganut
paradigma ini, bergaul dan bercengkerama dengan orang yang berbeda
agama dengannya merupakan peristiwa biasa dan wajar saja. Penganut
paradigma ini sanggup berhadapan dengan penganut agama lain dengan
semangat terbuka dan saling memperkaya. Cara pandang seperti ini diyak-
ini lebih membuka ruang dialog dan darinya diharapkan muncul keruku-
nan umat beragama dalam menjalankan aksi bersama demi keseluruhan
penghayatan iman dan agama yang lebih mendalam dan bertanggung
jawab.
Pemakluman terhadap pluralitas bukan sekedar mengakui adanya
perbedaan sebagai realitas yang tidak bisa ditolak, tapi juga kesiapan
menerima orang lain yang berbeda itu sebagai bagian dari diri kita. Karena
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 283

itu, memperhatikan tahap perjumpaan dengan “yang lain”, penting menda-


pat perhatian:
1. Kesediaan hidup berdampingan dengan “orang lain“.
2. Melakukan komunikasi dalam masalah kehidupan sehari-hari.
3. Mulai menyadari adanya perbedaan antara “saya“ dan “dia“, kita,
dan dan mereka.
4. Kesediaan untuk menerima perbedaan sebagaimana adanya.
5. Kesediaan untuk membuka diri dan mempelajari posisi pihak
lain.
6. Kesediaan untuk mengakui adanya kebaikan pada pihak lain.
7. Kesediaan untuk mengintegrasikan kebaikan pihak lain pada
diri kita.
8. Melanjutkan komunikasi tentang masalah-masalah bersama.
9. Mengembangkan pendirian-pendirian yang dapat mendamaikan
antara “kita“ dan “mereka“.
10. Terus berkomunikasi walau selalu ada perbedaan-perbedaan.

Sejumlah langkah di atas adalah tawaran yang bisa dipertimbangkan sebagai


cara untuk hidup berdampingan dalam keanaekaragaman. Adanya keter-
bukaan arus komunikasi antar masyarakat yang berbeda keyakinan akan
membuka peluang saling memahami diantara mereka. Kebuntuan komuni-
kasi sering kali menimbulkan sejumlah kesalahfahaman serta kecurigaan
yang tidak beralasan. Dalam sebuah dialog antaragama diperlukan sikap
setara, tidak boleh ada pihak yang merasa paling benar sendiri mengalah-
kan pihak yang lain.
284 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Katong Samua Basudara


Hilary Syaranamual

Bulan Oktober 1993, pertama kali saya menginjakkan kaki di tanah Maluku.
Ketika itu saya baru menikah dengan Nyong Ambon, Reza Syaranamual.
Dalam perjalanan ke Ambon itu kami menggunakan kapal Pelni KM
Rinjani. Memasuki Teluk Ambon, hamparan lautnya terlihat indah, belum
nampak dicemari polusi maupun sampah.
Di Ambon, ternyata pada bulan Oktober cuacanya paling cerah. Laut
tenang berkilau seperti kaca, dan lumba-lumba ketika itu berlompatan
mengiringi kapal masuk untuk merapat ke Pelabuhan Yos Sudarso. Suatu
hadiah manis dan indah bagi seorang pengantin baru yang belum pernah
menyaksikan keindahan alam di Maluku. Walaupun saya sudah tinggal
lebih dari sepuluh tahun di Indonesia, tepatnya di Malang, Jawa Timur,
saya tidak tahu apa-apa mengenai budaya atau bahasa yang dipakai di
Ambon. Sebelumnya Reza sudah memberi tahu saya bahwa bahasa yang
dipakai di Ambon sama saja dengan bahasa Indonesia yang saya pakai di
Malang. Minggu-minggu pertama di kota ini kami pakai untuk mulai
mengenal keluarga, termasuk mulai memahami bahasa yang ada di sekelil-
ing saya. Oma (mama dari ibu mertua saya) tinggal di kawasan Waihaong.
Kami sering mengunjungi beliau di kawasan tersebut dan mengenal para
tetangga di sana. Saya juga ingat ketika pertama kali mencicipi papeda
bersama dengan keluarga besar, persisnya ketika tete (papa dari bapak
mertua saya) meninggal di Amahai, Pulau Seram.
Sebagian besar waktu kami dipakai untuk pelayanan penuh waktu di
gereja. Maka pergaulan kami sering kali terbatas dengan warga gereja dan
kebutuhannya. Namun kami juga bertemu dengan teman-teman suami
saya. Ada teman sekolah dari SD, SMP maupun SMA. Lalu ada juga
teman-temannya yang sama-sama bermain sepak bola dulu. Selain mereka,
ada juga teman-teman Reza di kawasan Rumah Sakit Tentara (RST)
Ambon. Saat Reza kecil, keluarganya mulai dari opa, oma, papa dan mama,
pernah kerja di RS sehingga dia akrab dengan lingkungan tersebut.
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 285

Kami juga sempat pulang ke Desa Nolloth di Pulau Saparua yang


merupakan kampung leluhur Reza. Ke Nolloth, kami bisa mengenal lebih
dekat keluarga besar bapak mertua di sana. Kami juga sempat menonton
acara “Pukul Sapu” di Mamala dan Morela sebagai satu aspek budaya di
Pulau Ambon.
Setelah cukup lama berdiam di Ambon, saya mulai mengerti bahwa
bagi orang Maluku yang penting adalah identifikasi posisi seseorang dalam
tatanan sosial. Orang tuanya siapa? Pernah tinggal di mana? Asal dari
negeri mana? Pernah sekolah di mana? Kalau identifikasi itu sudah terjadi,
maka seseorang akan bercerita dengan leluasa, sebab dia sudah mengerti
latar belakang lawan bicaranya sebagai sesama orang Maluku. Dalam suatu
percakapan, jika baru pertama bertemu, selalu ada usaha untuk mengerti
persis hubungan seseorang dengan yang lain. Kalau tujuan itu tercapai,
maka semua yang terlibat dalam percakapan itu merasa nyaman. Setelah
tinggal dan menyatu dengan kehidupan sehari-hari di Maluku, saya
menemukan bahwa rasa kekeluargaan di antara orang Maluku sangatlah
kental.

Keresahan dari Malang


Pada bulan Mei 1998 kami berangkat ke Malang agar Reza bisa menye-
lesaikan studinya untuk mendapatkan sarjana penuh. Sesampainya di
Malang, kota yang pernah saya huni selama beberapa tahun sebelumnya
itu, ada rasa asing dalam diri. Sampai-sampai saya ingin cepat balik ke
Maluku. Saya sama sekali tidak ingat bahasa Jawa yang pernah saya gunakan.
Mungkin karena selama sekian tahun di Maluku, saya menggunakan
bahasa Ambon. Ini membuat saya agak susah berkomunikasi pada bebera-
pa minggu pertama tiba di Malang.
Kami mulai menyesuaikan diri lagi dengan situasi di Jawa Timur,
tempat Reza kembali belajar di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang.
Persis pada tanggal 19 Januari 1999, Reza menelepon ke Ambon untuk
mengucapkan selamat ulang tahun kepada salah satu jemaat kami yang
tinggal persis di depan masjid Raya Al-Fatah. Kami kaget ketika
mendengar dari teman itu bahwa asap kelihatan di daerah Silale dan rumah
keluarga Nikijuluw sudah terbakar. Rumah itu tidak jauh dari rumah oma
di Waihaong. Reza sudah sering main di rumah itu karena Heidy adalah
teman sekolahnya dari TK sampai SMA. Mama juga adalah teman sekolah
dengan ayahnya Heidy. Kami telepon ke rumah di OSM untuk mengecek
keadaan orang tua. Ternyata mama sedang berada di kawasan Soabali
untuk mengucapkan selamat hari Lebaran bagi teman-teman di sana. Kami
286 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

merasa tidak berdaya karena jauh di Malang dan tidak bisa buat apa-apa.
Malam hari kami terima kabar bahwa mama bisa pulang ke rumah dengan
selamat.
Konsentrasi Reza untuk tetap melanjutkan studi rasanya agak musta-
hil. Berita-berita dari Ambon yang terus sampai ke kami membuat kami
resah namun tidak bisa berbuat apa-apa. Orang yang mengontrak rumah
oma di Waihaong harus melarikan diri menyelamatkan diri. Keluarga kami
di Hunuth terpaksa mengungsi, dan salah satu saudara dikabarkan menin-
ggal ketika dia mengemudikan truk untuk menjemput anak-anak yang
saat itu melakukan retreat di lokasi tempat penelitian Fakultas Perikanan
Universitas Pattimura (Unpatti) di dekat Desa Hila.
Setelah berada satu tahun di Malang, kami pindah rumah dan tinggal
dekat kampus Universitas Merdeka (Unmer). Kepindahan ini terutama
karena gereja tempat kami melakukan pelayanan meminta kami melayani
mahasiswa. Di waktu bersamaan, saya juga diminta menjadi pembina
mahasiswa Kristen di universitas tersebut. Ketika kami mulai berkenalan
dengan mahasiswa di Unmer, ternyata cukup banyak dari mereka yang
berasal dari Indonesia Timur termasuk Maluku. Ada juga yang berdarah
Maluku tetapi keluarganya berdomisili di Papua, atau daerah-daerah lain
di Indonesia. Kami memutuskan untuk menjadikan rumah kami “open
house” secara khusus bagi mereka para mahasiswa yang kami layani. Tidak
itu saja, rumah itu juga terbuka bagi siapa saja yang mau singgah di situ.
Kami berusaha menciptakan suasana kekeluargaan supaya mereka
yang merasa jauh dari orang tua bisa merasakan sedikit kehangatan saudara-
saudara dari daerah yang sama. Lama-kelamaan bahasa yang dipakai di
rumah kami adalah bahasa Ambon. Maka semua yang masuk pintu rumah
kami mau tidak mau harus belajar bahasa Ambon, termasuk mahasiswa
keturunan Jawa, Dayak maupun Batak, yang juga datang ke rumah.
Pemikiran di balik kebiasaan ini adalah supaya kami semua yang tinggal
jauh dari orang tua bisa mengungkapkan isi hatinya sendiri. Maka orang
Sumba, orang Timor, orang Papua, orang Toraja, Orang Manado dan
orang Maluku, bisa berkomunikasi dengan lebih bebas.
Tujuan utama kami adalah pembinaan rohani. Harapannya, mahasiswa
dapat menjadi lebih dewasa dan dapat menyelesaikan studi mereka, yang
terganggu karena dampak dari kerusuhan. Mahasiswa ini sangat
khawatir akan keluarga mereka, juga kiriman dana untuk studi dan kebutu-
han sehari-hari mereka yang tidak lancar. Dengan bantuan dari saudara-
saudara di Malang, maka karton-karton mie instan didrop di rumah. Ada
juga dana yang kami salurkan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Selain
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 287

kegiatan rohani, kami juga membina suatu vocal group yang sudah ada
sampai kelompok ini bisa bermusik keliling Jawa Timur, bahkan pernah
ke Denpasar, Palangka Raya, hingga sempat menghasilkan dua album
rekaman, sekalipun untuk kalangan sendiri. Bagi mereka yang lebih suka
olah raga, kami sempat membina suatu kelompok sepak bola yang pernah
turut dalam kompetisi di Kostrad di Malang. Tujuan dari semua kegiatan
ini adalah supaya semua tenaga disalurkan ke kegiatan yang positif. Walau-
pun mahasiswa yang berasal dari Maluku cukup banyak, di Malang dapat
dikatakan bahwa mereka bebas dari masalah yang berbau agama. Di rumah
kami pun semua bebas datang dan berbaur. Masalah yang kami selesaikan
biasanya adalah masalah pacaran dan masalah-masalah lain yang lazim
terdapat di kalangan mahasiswa. Kalau ternyata berat, maka masalahnya
diselesaikan suami saya merupakan seorang pendeta, bersama-sama dengan
teman tentara yang berasal dari Ambon yang bertugas di Malang.
Hanya ada satu peristiwa yang terjadi di Unmer yang kami rasakan
adalah rekayasa dari luar. Suatu hari mahasiswa Ambon lari ke rumah
untuk memberitahukan kami bahwa ada seorang mahasiswa Kristen asal
Ambon yang dipukul di gedung Fakultas Ekonomi oleh seorang mahasiswa
Islam yang juga dari Ambon. Situasi akhirnya dapat diatasi tanpa ada
penggalangan massa. Ternyata pemukulan itu merupakan balasan setelah
seorang mahasiswa Ambon yang beragama Islam dipukul terlebih dahulu
oleh seorang mahasiswa Ambon beragama Kristen. Setelah diselidiki
ternyata orang itu sudah lama tidak kuliah, dan kami bingung kenapa dia
bisa melakukan hal seperti itu. Masalah ini kemudian mau dibesar-besar-
kan di Badan Eksekutif Mahasiswa karena laporan ormas dari luar kampus.
Kami tidak terlibat langsung dalam proses penyelesaian masalah tersebut
di kampus, tapi kami sempat memberi masukan kepada anak binaan kami
di Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen, agar melihat secara jernih akar
masalahnya dan agar menyelesaikannya secara baik-baik. Akhirnya masalah
itu reda, karena diakui bahwa kedua belah pihak sudah dirugikan dan
tidak perlu diperbesar untuk menjaga kerukunan di kampus.
Walaupun kami tinggal di luar Ambon, dampak dari kerusuhan tetap
terasa. Karena itu kami berusaha untuk menolong mahasiswa-mahasiswa,
bukan hanya untuk tetap kuliah tapi juga untuk peduli sesama. Kami
pernah melakukan pembinaan bagi 44 calon polisi asal Ambon yang
ditugaskan mengikuti pendidikan di SPN Mojokerto. Mereka juga merasa
jauh dari keluarga dan setiap akhir pekan ada beberapa yang datang tinggal
dengan kami. Sebelum masa pendidikan mereka berakhir, kami diizinkan
membuat sebuah retreat bagi mereka di Pacet dan mahasiswa dari Unmer
288 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

terlibat untuk mengarahkan para calon polisi ini.


Selama di Malang, teman-teman mahasiswa yang kami bina menjadi
mahir menyeleksi dan mengatur pengiriman pakaian layak pakai yang
kami terima dari kenalan-kenalan yang mau membantu saudara-saudara
di Ambon. Walaupun kami tinggal di Malang, perhatian kami tetap tertuju
ke keadaan di Ambon dan kami berusaha untuk pulang ke kota ini pada
saat tertentu.

Kesedihan di Ambon
Pertama kami pulang lagi ke Ambon adalah saat libur semester Juni 1999.
Kami naik salah satu kapal Pelni dan tiba di pelabuhan Yos Sudarso.
Pengalaman kali ini sangat berbeda dibanding pertama kali saya tiba di
Ambon. Ada rasa senang karena ada kesempatan pulang serta membawa
bantuan berupa obat-obatan, pakaian dalam dan pembalut wanita, bagi
saudara-saudara di Ambon. Namun ketika berdiri di tangga kapal, kami
merasa cemas. Ada kegetiran dan rasa takut mengiringi langkah kami
menuruni tangga kapal. Perasaan itu muncul karena kami tidak tahu
bagaimana kami bisa sampai di rumah.
Tidak ada yang menjemput. Kami juga takut salah naik kendaraan
umum. Saya merasa sedih mengingat suami saya pulang ke tempat asalnya
tapi tidak merasa tenang. Selama di Ambon kami coba mengerti situasi
yang sebenarnya. Karena saya “kulit putih”, rasanya tidak bijaksana untuk
langsung mengunjungi tempat tertentu karena warna kulit saya mungkin
mengundang perhatian orang yang tidak mengenal kami. Ketika itu jalan
masih terbuka sampai di kawasan Waihaong dan kami rindu bertemu
tetangga-tetangga yang masih tinggal di sana. Reza masuk di gang terle-
bih dahulu untuk melihat situasi. Jika dia merasa situasi di situ aman, maka
kami berdua menuju “rumah tua” oma.
Keluarga-keluarga yang tinggal di dekat rumah itu sangat senang
melihat kami. Mereka memeluk kami dan menangis terharu setelah
mengetahui bahwa kami mau mencari mereka. Sempat ada warga penda-
tang yang mempertanyakan kehadiran kami. Namun tetangga lama kami
itu itu langsung memberi tahu bahwa kami adalah keluarga mereka. Kami
masuk ke dalam rumah dan saling berbagi cerita. Mereka menjelaskan apa
yang terjadi di sekitar “rumah tua” kami. Meski kami memeluk agama
yang berbeda, tapi itu sama sekali tidak menjadi penghalang untuk
menikmati kehangatan kehidupan orang basudara di Maluku.
Waktu kedatangan itu kami sempatkan untuk mengumpulkan bebera-
pa teman dari kalangan medis, guna mengatur pengobatan massal pada
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 289

Sekolah Calon Tamtama (Secata) TNI AD di Suli. Bersamaan dengan


itu, kami membawa bantuan dari teman-teman di Malang untuk dibagikan
ke pengungsi. Semua pengungsi di tempat itu dilayani tanpa memandang
latar belakang agama maupun sukunya.
Tujuan kami adalah membantu sesama orang Maluku, dengan tidak
memperhitungkan kepercayaan maupun asal sukunya. Kedatangan kami
berikutnya ke Ambon menumpang pesawat Hercules yang diterbangkan
dari Lanud Abdul Rachman Saleh, Malang. Semua administrasi sudah
diselesaikan beberapa hari sebelumnya, dengan seorang petugas datang ke
rumah dan memeriksa KTP-KTP kami. Pembayaran juga sudah dilunasi
sebelum pemberangkatan kami. Ketika kami sampai di Lanud dan sedang
mengantre agar barang kami ditimbang, seorang petugas intel mendekati
kami dan mengatakan kami tidak boleh berangkat karena saya merupakan
ancaman bagi kestabilan di Ambon. Alasannya karena saya “kulit putih”.
Saya sedikit bingung sebab kartu keluarga, KTP dan SIM saya adalah dari
Ambon. Yang menarik, beberapa detik setelah itu, seorang petugas yang
lain datang dan menyuruh kami bersiap-siap. Jika kami diberi sinyal, maka
kami harus cepat lari ke pesawat. Kami sudah bayar sehingga jika kami
tidak berangkat mereka harus mengembalikan uang kami.
Kami akhirnya berangkat dan terbang lewat Yogyakarta, Makassar
dan akhirnya mendarat di bandara Pattimura Laha, Ambon. Ketika itu
ada pergantian Paskhas AU dan kami melihat beberapa aparat berdiri di
gunung dengan senjatanya diarahkan ke bandara. Teman-teman yang mau
menjemput kami terlambat datang. Kami takut sebab tidak tahu bagaima-
na caranya keluar dari bandara jika tidak dijemput. Setelah lama menung-
gu akhirnya jemputan pun datang. Selanjutnya kami pun belajar bagaima-
na naik speed boat ke kawasan Gudang Arang, baru naik oto penumpang
ke rumah.
Setiap kali pulang ke Ambon, kami berusaha bertemu dengan keluar-
ga dari mahasiswa yang ada di Malang. Tujuannya supaya keluarga mereka
mengetahui bahwa ada orang dewasa yang memperhatikan anak-anak
mereka di sana. Ketika situasi Ambon sudah mulai pulih, sekitar tahun
2003 kami pulang dengan vocal group yang kami bina untuk menghibur
para pengungsi. Kami pun mengantar salah satu mahasiswa dari waai
untuk bertemu kembali dengan kakek dan neneknya yang ada di pengung-
sian Kompleks Barito di kawasan Passo Ambon. Di waktu yang lain kami
mengunjungi keluarga ini setelah orang Waai pulang ke negeri mereka,
sementara waktu itu sebagian besar orang masih takut melewati negeri
Tulehu. Orang-orang heran ketika mendengar soal kunjungan kami ke
290 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Negeri Waai. Kami pun menjelaskan bahwa mereka tidak perlu takut jika
mau jalan melewati Negeri Tulehu yang mayoritas warganya Muslim itu.
Setelah kami lihat Ambon makin kondusif dan hampir semua
mahasiswa yang kami bina sudah wisuda, maka kami putuskan untuk
kembali ke Ambon. Kami juga memutuskan untuk bekerja freelance memban-
gun Maluku daripada terikat dengan satu jemaat saja.

Tali Persaudaraan
Banyak hal yang bisa diceritakan, tapi saya mau fokus ke pemulihan
kehidupan persaudaraan di Maluku. Yang saya perhatikan, setelah kami
kembali tinggal di Ambon, ada usaha dari banyak pihak untuk merajut
kembali tali persaudaraan yang hampir putus. Reza dulu sekolah di SMP
3 dan SMA 1. Ia dan teman-temannya mulai saling mencari satu dengan
yang lain. Ada teman yang hilang dari peredaran dan tidak tahu
rimbanya setelah terpisah karena kerusuhan di Maluku.
Dia kemudian dicari semua temannya sampai akhirnya ditemukan
kabar beritanya di kawasan Bekasi Jakarta. Semua bersuka-cita ketika
diketahui bahwa teman itu ditemukan kembali. Reuni yang dilakukan oleh
teman-teman SMP 3 sungguh mewujudkan kehidupan bersaudara di
Maluku. Suasana hangat ketika reuni berlangsung sangat terasa dan usaha
untuk bertemu, baik di Jakarta maupun di Ambon, terus dilakukan.
Selain itu kami pernah terlibat di kalangan musisi dan di antara para
wartawan. Kami diberi tanggung jawab untuk mengatur majalah anak-anak
Kacupeng. Walaupun majalah itu mengalami kesulitan untuk terbit secara
berkala, tapi kehadirannya bertujuan mulia, yaitu agar anak-anak Maluku
dapat mengerti budaya mereka, serta belajar untuk saling menerima dan
saling menghargai. Hal yang sama diwujudkan dalam komunitas fotografi
yang dimulai dengan Perkumpulan Fotografer

Maluku (Performa) dan belakangan menjadi Maluku Photo Club (MPC).


Kejadian tanggal 11 September 2011 membuat semua orang kaget dan rasa
percaya satu dengan yang lain hampir hilang. Namun ada hal yang menarik
bagi saya. Hari itu kami baru pulang dari Hotel Aston di Natsepa dan
ketika kami melewati kawasan Batu Gantung, suasana terlihat sepi. Setelah
tiba di rumah beberapa menit kemudian, kami menerima pesan pendek
(SMS) dari anak binaan kami yang berdomisili di Masohi. Dia menanya-
kan, apakah betul berita bahwa ada pertikaian di kawasan Waringin dan
Batu Gantung? Segera sesudah itu kami menghubungi teman-teman dan
baru tahu apa yang terjadi. Reza langsung balik ke arah kota untuk mencari
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 291

tahu lebih jelas apa yang terjadi. Malam itu sampai pagi harinya, kami
tetap kontak dengan teman-teman Muslim untuk memantau situasi, dan
memberikan informasi yang jelas bagi mereka. Bagi saya, gerakan akar
rumput berusaha keras untuk memadamkan informasi yang tidak betul,
dengan memberitakan informasi yang betul dan akurat. Gerakan seperti
ini rasanya dulu tidak ada, tetapi sekarang hubungan orang basudara lebih
erat dan dapat menolong mengurangi rasa takut dan rasa curiga yang timbul
ketika ada peristiwa yang tidak diinginkan.
Bagi saya, hubungan persaudaraan di Maluku terasa lebih baik diband-
ing beberapa tahun yang lalu, dan yang penting adalah rasa saling memper-
cayai yang dapat menghapus kecurigaan serta ketakutan yang timbul karena
kejadian-kejadian yang muncul tiba-tiba. Sebagian orang Maluku sudah
mulai mengerti nilai-nilai yang ditanam oleh leluhur mereka. Saya berharap
dengan semakin mengerti nilai-nilai adat dan budayanya, kehidupan orang
basudara di Maluku akan semakin indah.

Jacky Manuputty et.al, Carita Orang Basudara: Kisah-kisah Perdamaian dari Maluku, Ambon:
Lembaga Antar Iman Maluku & PUSAD Paramadina, 2014, 275-283
292 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Tubuh yang Mengelola Kebhinekaan


Antonius Suwanto
Guru Besar Mikrobiologi dan Genetika Molekul Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor,
Bogor; Anggota KIR, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

Setiap individu manusia dewasa tersusun dari sekitar 10 triliun sel yang
tidak kasat mata. Oleh karena itulah kita disebut sebagai makhluk multi-
sel.  Sel manusia sangat beragam:  ukuran, jenis, jumlah, dan tugas atau
fungsinya. Ada sel kulit, sel darah, sel tulang, sel jantung, sel otak, dan
lainnya. Sejumlah sel berkelompok membentuk suatu jaringan tertentu
dengan fungsi yang khusus pula. Sel jantung berkumpul membentuk
jaringan dan organ jantung yang penting untuk memompa darah.
Sel kulit membentuk organ kulit yang jadi pelindung utama dan
memberikan penampilan menarik pada manusia.  Sel otak berkelompok
jadi otak dan sumsum, tugas utamanya mengatur aktivitas biologi sehing-
ga manusia bisa bernalar dan bereaksi. Demikian juga sel-sel lain yang
membentuk berbagai organ: usus, paru-paru, tulang, darah, otot, hati,
ginjal, dan seterusnya, yang membuat satu individu manusia utuh.

Menghargai perbedaan
Awalnya, triliunan sel tersebut berasal dari satu sel  yang terbentuk dari
penyatuan antara sel sperma dan sel telur.
Satu sel awal yang disebut zigot ini membelah menjadi 2, 4, 8, 16,
dan seterusnya, sehingga jadi sekitar 10 triliun pada seorang individu
manusia dewasa. Dalam tahap awal pembelahan sel tersebut juga terjadi
proses biologi yang sangat menakjubkan, yaitu pembentukan
keanekaragaman sel atau proses diferensiasi. Dalam proses ini terbentuk
sel dengan berbagai bentuk, sifat, dan fungsi sebagaimana telah dipapar-
kan di atas.  Diferensiasi menunjukkan sangat pentingnya membuat dan
menghargai perbedaan sel.  Apa jadinya jika tidak ada diferensiasi dalam
proses perkembangan embrio manusia? Manusia akan terdiri atas kumpu-
lan sel yang seragam sehingga tidak ada kulit, mata, tulang, darah, atau
lainnya.  Tanpa diferensiasi, manusia mungkin hanya akan berupa gumpa-
lan daging atau lendir berbentuk bola. Saat bayi terlahir ke dunia, sang ibu
MODUL LANJUTAN | MATERI 2 | Kebhinekaan 293

memberikan hadiah pertamanya:  sejumlah bakteri dan mikroorganisme


lain, dari vagina dan anus, yang nantinya sangat membantu menyempur-
nakan perkembangan sang bayi. 
Mikroorganisme ini pada manusia dewasa jumlahnya sekitar 10 kali
lipat jumlah sel individu manusia itu sendiri atau 100 triliun sel.  Semua
sel yang sangat beranekaragam ini hidup bersama, bahkan dengan ratusan
triliun “tetangga asing”—yaitu sel-sel mikro organisme—membentuk satu
individu manusia yang bugar dan unik sampai akhir hayatnya.   Dari
penampilannya saja sel kulit jelas berbeda dengan sel darah atau sel otak,
tetapi  bukan berarti sel kulit itu inferior atau lebih rendah statusnya
daripada sel otak. Sel kulit dibiarkan berbeda dan diberi otonomi untuk
tetap bebas merdeka sebagai sel kulit. Demikian juga sel darah tetaplah
sebagai sel darah yang diperlukan untuk transpor oksigen dan nutrien bagi
tubuh kita. Sel tulang, ya, mesti jadi tulang yang kuat yang bertugas sebagai
penyanggah utama sosok individu yang cantik atau tampan. Adakah sel
yang lebih penting atau kurang penting? Adakah sel yang minoritas atau
mayoritas? Dalam tubuh kita tidak ada yang lebih superior atau inferior.
Semua sel itu dibutuhkan untuk menjalankan semua fungsinya dengan
baik sehingga terbentuk individu manusia yang utuh dan bugar. Sel otak
tampak sebagai pengatur dan diletakkan dalam posisi dan perlindungan
yang khusus, tetapi apa artinya tanpa tulang, kulit, dan darah? Justru karena
sangat rentan dan perlu banyak oksigen itulah sel otak perlu “helm” khusus
dan pembuluh darah besar untuk memasok oksigen. Semua sel yang
beraneka ragam ini menjalankan tugasnya masing-masing dengan
konsisten, dan tidak saling mengganggu. Manusia makhluk hidup multi-
sel dengan keanekaragaman sel yang sangat tinggi.  Jika manusia dianggap
makhluk paling sukses di Bumi (dibandingkan bakteri, cendawan, ubur-
ubur, pohon pisang, atau gajah), derajat  keragaman multiselnya yang tinggi
menjadi penentu kesuksesan ini. 
Kehidupan multisel pada  manusia dapat jadi contoh sangat baik
bagaimana keragaman itu dapat dikelola untuk menghasilkan kesuksesan
suatu spesies yang namanya Homo sapiens.  Sel yang berbeda dapat hidup
berdampingan, bahkan dengan sel mikroorganisme sekalipun, tanpa
meminta atau memaksa sel yang satu menjadi sama seperti sel yang lain.
Justru perbedaan itu diperlukan untuk menopang berbagai kebutuhan
biologi manusia seutuhnya. 
Meskipun demikian, sistem biologi juga dilengkapi kontrol agar sel
yang berubah sifat jadi pemberontak atau pemaksa dapat segera direpara-
si atau disingkirkan melalui mekanisme reparasi mutasi atau eliminasi sel
294 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

mutan yang agresif. Apa yang terjadi jika sel kulit memaksa masuk ke
dalam darah atau paru-paru, seperti yang terjadi pada kanker kulit yang
telah menyebar (metastasis)? Tentu saja ini akan menyebabkan individu
secara keseluruhan menjadi sakit atau mati, suatu keruntuhan pada seluruh
bangunan sosial multiseluler manusia.  Sel kulit dijamin kebebasan eksisten-
si dan  ekspresinya yang unik, yang berbeda dengan sel paru-paru dan sel
darah, tetapi dia tidak boleh memaksakan diri untuk berubah menjadi liar
dan menginvasi atau merugikan sel lain. 
Demikian juga sebaliknya. Sel darah atau tulang tidak boleh memusuhi
atau menyingkirkan sel kulit karena adanya perbedaan.  Bahkan, untuk
sel darah merah yang jumlah dan penampilannya paling dominan (merah),
tidak akan menyingkirkan sel darah putih yang sepintas tampak tidak
mengikuti persepsi umum untuk karakteristik  “darah”.  Ini semua untuk
menjaga keutuhan dan kebugaran “negara” multisel manusia.  Kebebasan
dan toleransi tidak jelas apakah pada zaman Majapahit orang telah memaha-
mi makna penting dari aspek biologi manusia yang saat ini sedang  giat
dipelajari melalui pendekatan Human Genome, Epigenome and Microbiome.
Yang jelas dan seharusnya jadi kebanggaan manusia Indonesia ialah bahwa
seorang Mpu Tantular yang hidup pada zaman tersebut telah mampu
meneropong konsep biologi yang sangat mendasar ini dan menorehkan-
nya dalam suatu frasa anggun: Bhinneka Tunggal Ika!   
Frasa yang jadi semboyan negara Republik Indonesia ini dalam bahasa
Inggris sering diterjemahkan sebagai unity in diversity, yang dapat diarti-
kan keberagaman dalam kesatuan.  Sejarah mencatat bahwa Nusantara
dengan Bhinneka Tunggal Ika ini pernah jadi negara besar yang dikagu-
mi, antara lain, karena kepiawaiannya mengelola masyarakatnya yang
beragam.  Ternyata frasa tersebut bukan cuma syair indah dalam kakawin
Sutasoma, melainkan juga merupakan falsafah dasar semua kehidupan
multisel, termasuk manusia.  Dari perspektif biologi, Bhinneka Tunggal
Ika sangatlah alamiah karena landasannya adalah sistem kehidupan itu
sendiri.  Sel-sel kita telah memberi contoh sukses yang telah teruji sedikitnya
selama ratusan juta tahun: memberikan kebebasan dan toleransi terhadap
keragaman dan keunikan merupakan strategi penting untuk dapat sintas
(survive) dalam kehidupan bermasyarakat, seperti kehidupan sel dalam
makhluk multisel.

Sumber: Kompas, Selasa, 03 Februari 2015


295
296

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


3
297

Hak
MATERI Kewarga-
negaraan
dan Hak-hak
Beragama

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Mainkan!

Catatan
298 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
3
MODUL LANJUTAN | MATERI 3 | Hak Kewarganegaraan dan Hak-hak Beragama 299

Hak
MATERI Kewarga-
negaraan
dan Hak-hak
Beragama

Pengantar
Materi ini berisi penjelasan tentang hak-hak warga negara dan serangka-
ian kewajiban negara terhadap warganya di Indonesia. Hak-hak tersebut
terutama bersumber dari konstitusi UUD RI 1945 dan sejumlah peraturan
perundang-undangan. Hak kewarganegaraan yang dimaksud di sini adalah
serangkaian hak yang melekat pada setiap warga negara Indonesia baik
yang disebutkan dalam UUD RI 1945 maupun berbagai aturan lainnya
antara lain: hak hidup, hak diperlakukan sama, hak kepastian hukum, hak
memperoleh penghidupan yang layak, hak kebebasan berekspresi, kebeba-
san beragama dll. Dalam materi ini akan difokuskan pada relasi antara
hak kewarganegaraan dengan hak beragama dan berkeyakinan. Juga akan
dijelaskan ragam bentuk diskriminasi bagi minoritas agama di Indonesia
dalam bidang layanan publik.
Materi ini berisi tiga kegiatan: 1) Menyikapi gambar kasus;
2) Permainan; 3) Ceramah dan tanya jawab.

Tujuan
1. Peserta memahami relasi hak kewarganegaraan dan hak KBB.
2. Peserta memahami ragam bentuk diskriminasi bagi minoritas agama
di Indonesia dalam bidang layanan publik.
300 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pokok Bahasan
1. Relasi hak kewarganegaraan dan hak KBB.
2. Apa saja bentuk-bentuk diskriminasi
3. Ragam diskriminasi dalam pelayanan publik.

Metode
1. Menyikapi gambar kasus
2. Permainan “Maju Mundur”
3. Ceramah dan tanya jawab

Waktu
110 menit
• Menyikapi gambar 30 menit
• Permainan “Maju Mundur” 20 menit
• Ceramah dan tanya jawab 60 menit

Alat-alat Bantu
1. Kumpulan gambar hak-hak kewarganegaraan dan hak-hak
beragama.
2. Kumpulan video pendek kasus tentang hak-hak kewarganegaraan
dan hak-hak beragama.

Langkah-langkah Fasilitasi

Fasilitator menjelaskan kegiatan


yang akan dilakukan dalam materi ini
berikut tujuannya.
MODUL LANJUTAN | MATERI 3 | Hak Kewarganegaraan dan Hak-hak Beragama 301

KEGIATAN

1 Menyikapi Gambar

1. Fasilitator menjelaskan aturan tebak gambar yang akan ditampil-


kan melalui slide.
2. Siapkan masing-masing gambar tentang hak-hak kewarganega-
raan dan hak-hak beragama. Antara lain:
• Hak hidup. Tampilkan gambar tentang hukuman mati. Minta-
lah kepada peserta untuk menyebutkan hak apa yang ada di
dalamnya.
• Hak persamaan. Tampilkan dua gambar kegiatan beribadah,
di mana satu kelompok melaksanakan ibadah di rumah ibadah
dan kelompok lainnya melakukan ibadah di trotoar atau jalan.
Mintalah kepada peserta untuk membandingkan dua peris-
tiwa tersebut dan menyebutkan hak apa yang terlanggar.
• Hak bebas dari diskriminasi. Tampilkan dua gambar tentang
kolom agama dalam KTP. Satu gambar menampilkan KTP
dengan kolom agama yang terisi, sementara gambar lain
menampilkan KTP dengan kolom agama dikosongkan. Minta-
lah kepada peserta untuk membandingkan kedua gambar
tersebut dan menyebutkan hak apa yang terlanggar.
• Hak beragama. Tampilkan gambar sekelompok umat beraga-
ma yang dihalang-halangi atau dibubarkan oleh kelompok
lain ketika hendak melaksanakan ibadah. Mintalah kepada
peserta untuk menyikapi kasus tersebut dan menyebutkan hak
apa yang terlanggar. Lihat Hand Out 3 : Hak Apa Yang
Terlanggar?
3. Setelah kegiatan ini selesai, mintalah beberapa peserta menyim-
pulkan: Apa definisi hak kewarganegaraan dan hak beragama.
Dan berilah apresiasi bagi peserta yang berani menjawab.
4. Fasilitator mencatat jawaban-jawaban peserta di kertas plano.
5. Setelah itu, buatlah matrik pada kertas plano dengan dua katego-
ri a) non hak beragama dan b) hak-hak beragama. Mintalah
peserta untuk menyebut jenis-jenis kedua hak tersebut dan tulis-
kan pada kertas plano.
302 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

HAK-HAK KEWARGANEGARAAN
NON HAK-HAK BERAGAMA HAK-HAK BERAGAMA

1. Tempelkan matriks pada kertas plano ini di dinding agar mudah


dilihat para peserta.
2. Fasilitator membuat review dari jawaban peserta dan menyam-
paikan kepada seluruh peserta:

Hak Kewarganegaraan adalah hak-hak yang dimiliki oleh


seseorang di dalam satu negara karena statusnya sebagai warga
negara tersebut. Hak-hak kewarganegaraan biasanya disebutkan
di dalam konstitusi dan diatur melalui peraturan perundang-
undangan.

Hak-hak beragama adalah hak mendasar yang dimiliki setiap


orang untuk meyakini, memeluk agama dan kepercayaan serta
hak untuk menjalankan agama dan kepercayaan tersebut dalam
bentuk peribadatan, pengajaran, asosiasi dan sebagainya. Termas-
uk di dalam hak beragama adalah hak untuk tidak dipaksa
memeluk atau tidak memeluk suatu agama yang diyakininya.

Relasi hak kewarganegaraan dan hak beragama bahwa keduan-


ya adalah bagian dari HAM yang dijamin oleh berbagai instru-
men internasional tentang HAM. Di dalam suatu negara hak
beragama juga merupakan bagian dari hak kewarganegaraan
yang dijamin oleh konstitusi negara tersebut.
MODUL LANJUTAN | MATERI 3 | Hak Kewarganegaraan dan Hak-hak Beragama 303

KEGIATAN

2 Permainan “Maju Mundur”

1. Jelaskan tata cara dan aturan permainan “Maju Mundur”.


2. Mintalah seluruh peserta berdiri berjejer satu barisan di luar
ruangan. Apabila ruang tidak mencukupi, bagilah peserta menjadi
2 kelompok dan lakukan permainan secara bergiliran.
3. Bacakan beberapa pernyataan yang di dalamnya terdapat hak-hak
kewarganegaraan dan hak-hak beragama. Mintalah peserta untuk
menjawab dalam hati. Mintalah peserta untuk maju satu langkah
bila ada hak atau identitas yang sesuai dengan dirinya tapi mundur
bila hak yang disebut tidak sesuai. Adapun pernyataan-
pernyataan yang dapat diajukan adalah:

JAWABAN JAWABAN
PERNYATAAN
SESUAI TIDAK SESUAI
Saya adalah warga negara Indonesia Maju satu Mundur satu
langkah langkah
Saya adalah pemeluk dari salah satu agama: SDA SDA
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, (Sama dengan
Konghuchu. di atas)
Saya adalah penganut agama mayoritas SDA SDA
di daerah saya
Saya adalah pengikut mazhab/sekte/aliran SDA SDA
keagamaan mayoritas di daerah saya
Saya memiliki rumah ibadah dan tidak SDA SDA
pernah diganggu ketika melaksanakan ibadah.
Saya adalah laki-laki SDA SDA
Saya memiliki Kartu Tanda Penduduk SDA SDA
Kolom agama dalam KTP saya diisi SDA SDA

4. Setelah semua pernyataan diajukan, mintalah peserta yang paling


banyak maju menjelaskan mengapa mereka maju. Begitu pula
kepada peserta yang paling banyak mundur untuk menjelaskan
mengapa mereka mundur.
5. Mintalah beberapa peserta menjelaskan pesan apa yang
terkandung dalam permainan ini dalam hubungannya dengan
hak kewarganegaraan dan hak beragama.
304 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Fasilitator dapat menambahkan pertanyaan-pertanyaan lain ang


relevan dengan hak-hak kewarganegaraan dan hak beragama. Selain
itu, fasilitator juga dapat menambahkan pertanyaan hiburan dengan
kategori “suka” dan “tidak suka”. Misalnya: Saya orang yang sangat
menyukai lagu dangdut. Bagi yang suka diminta bergeser satu langkah
ke kiri dan yang tidak suka bergeser satu langkah ke kanan.

KEGIATAN

3 Ceramah dan Tanya Jawab

1. Mintalah peserta kembali ke ruangan dan jelaskan kegiatan


berikutnya yang akan dilakukan. Sampaikan tema diskusi dalam
sessi ini adalah “Perlindungan KBB Bagi Minoritas di Indonesia”.
Perkenalkan narasumber yang akan menyampaikan materi terse-
but dengan membacakan CV.
2. Mintalah narasumber menyampaikan pemaparan tentang:
Problem hak KBB di Indonesia; Perbedaan forum internum dan
forum eksternum dalam kaitannya dengan hak KBB; Diskrimi-
nasi bagi minoritas agama dalam pelayanan publik.
3. Undang peserta untuk menyampaikan komentar atau pertanyaan
kepada narasumber.
4. Mintalah narasumber menjawab dan menanggapi pertanyaan
dan komentar peserta.
5. Tulislah beberapa catatan fasilitator terkait materi yang disam-
paikan dan bacakan kepada seluruh peserta.
MODUL LANJUTAN | MATERI 3 | Hak Kewarganegaraan dan Hak-hak Beragama 305

Bahan Bacaan Utama


1. Rumadi, “Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan”.
2. M. Imdadun Rahmat, “Jaminan Kebebasan Beragama dan Berkeyak-
inan di Indonesia”.
3. Layanan Publik Belum Ramah Terhadap Minoritas, Policy Brief The
Wahid Institute, Edisi 1 Desember 2014.
4. Ahmad Sobirin, “Pelayanan Adminduk Non Diskriminatif ”, makalah
disampaikan dalam Pelatihan Penguatan Kapasitas Aparatur Disduk-
capil Terhadap Kelompok Minoritas Rentan Diskriminasi di Kota
Bekasi, 28 Maret 2015, Hotel Amaris, Kota Bekasi.
5. Mengelola Toleransi dan Kebebasan Beragama: Tiga Isu Penting (The
Wahid Institute, 2012).

Bahan Bacaan Tambahan


1. Suaedy, Ahmad, dkk. Islam Konsitusi dan Hak Asasi Manusia (Jakarta:
The Wahid Institute, 2009).
2. MM Billah, “Kebebasan Beragama di Indonesia: Tuntutan normatif,
matra teoritis, dan praktek empiris (Pokok-pokok pikiran yang diper-
siapkan untuk dan disajikan pada pembicaraan tentang ‘Praktek Kebeba-
san Beragama di Indonesia’ yang diselenggarakan oleh Centre of
Alternative Dispute Resolution UKSW kerja sama antara UKSW dan
Arizona State University) di Balairung Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga pada tanggal 4 Januari 2006.
3. Ismail Hasani (ed.), Dokumen Kebijakan Penghapusan Diskriminasi
Agama/Keyakinan (Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2011).

Hand Out:
1. Sit Aminah Tardi, “Skema Hak Kebebasan Beragama/Berkeyakinan”
2. “Layanan Publik dan Kaum Minoritas di Indonesia”
3. Hak Apa Yang Terlanggar?
306 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Skema Hak Kebebasan Beragama/Berkeyakinan


Siti Aminah Tardi

Kewajiban Negara Dan Contoh-Contoh Pelaksanaannya


dalam Kebebasan Beragama/Berkeyakinan

HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN

FORUM INTERNUM FORUM EKSTERNUM


1. Hak untuk menganut 1. Hak untuk melakukan kegiatan ritual
agama atau keyakinan seperti ibadah/sembahnyang atau upacara
tertentu berdasarkan keagamaan, baik secara pribadi maupun
pilihannya sendiri; bersama-sama, baik secara tertutup
2. Hak untuk memiliki atau maupun terbuka;
melakukan penafsiran 2. Hak untuk mendirikan tempat ibadah;
3. Hak untuk memungut iuran keagamaan;
4. Hak untuk menggunakan benda-benda
ritual dan simbol-simbol agama;
5. Hak untuk merayakan hari besar agama;
TIDAK BOLEH 6. Hak untuk menunjuk atau menetapkan
DIBATASI pemuka agama;

TIDAK BOLEH 7. Hak untuk mengajarkan agama dalam


sekolah keagamaan;
DIKURANGI
8. Hak untuk menyebarkan ajaran agama;
9. Hak untuk mencetak dan mendistribusikan
publikasi keagamaan;
10. Hak untuk mendirikan dan mengelola
DAPAT DIBATASI organisasi atau perkumpulan keagamaan;
Dengan syarat-syarat: 11. Hak untuk membuat pengaturan makanan;
1. Diatur oleh Undang-Undang 12. Hak berkomunikasi dengan individu
2. Jika memang benar-benar atau kelompok di tingkat nasional dan
diperlukan untuk melindungi internasional mengenai hal-hal keagamaan;
a) kesehatan umum; b) 13. Hak untuk menggunakan bahasa
keselamatan umum; c) keagamaan;
ketertiban umum; d) moral 14. Hak orangtua untuk memastikan
umum; e) atau hak-hak pendidikan agama kepada anaknya.
dan kebebasan mendasar
oranglain
3. Tidak ditetapkan secara
diskriminatif
MODUL LANJUTAN | MATERI 3 | Hak Kewarganegaraan dan Hak-hak Beragama 307

KEWAJIBAN BATASAN YANG DIMAKSUD CONTOH PELAKSANAAN


Menghormati Kewajiban ini mengharuskan Negara tidak boleh menghukum seseorang
negara untuk menghindari yang berpindah agama.
tindakan-tindakan intervensi Negara tidak boleh menentukan satu
negara atau mengambil kewajiban agama/keyakinan sebagai sesat.
negatif Negara tidak boleh memaksa warganya
untuk memeluk atau tidak memeluk suatu
agama/keyakinan
Melindungi Kewajiban melindungi, Negara mencabut hukum yang menghambat
mengharuskan negara mengambil pelaksanaan hak kebebasan beragama/
kewajiban positifnya untuk berkeyakinan
menghindari pelanggaran Negara melakukan tindakan (menjadikan
hak kebebasan beragama/ satu perbuatan sebagai kejahatan,
berkeyakinan. menangkap, menghukum dll) terhadap
pelaku kekerasan yang mengatasnamakan
Kewajiban untuk melindungi agama, propaganda perang dan penyebaran
termasuk pula kewajiban negara kebencian berdasarkan agama yang
untuk melakukan investigasi, menyebabkan kekerasan, diskriminasi dan
penuntutan/penghukuman intoleransi.
terhadap pelaku, dan pemulihan Kegagalan negara untuk mengungkap suatu
bagi korban setelah terjadinya kebenaran (rights to know), penuntutan
suatu tindak pidana (human rights dan penghukuman terhadap pelaku (right
abuse) atau pelanggaran HAM to justice) dan pemulihan korban (rights to
reparation) merupakan suatu pelanggaran
HAM yang baru, yang sering disebut
sebagai impunitas
Memenuhi Kewajiban memenuhi, Negara harus memastikan bahwa lembaga-
mengharuskan negara mengambil lembaga pemerintahan harus memberikan
tindakan-tindakan legislatif, pelayanan tanpa diskriminasi berbasis
administratif, peradilan dan agama/keyakinan
langkah-langkah lain yang
diperlukan untuk memastikan
bahwa para pejabat negara
ataupun pihak ketiga
melaksanakan penghormatan dan
perlindungan hak asasi manusia

Diadopsi dari Panduan Untuk Pekerja HAM : Pemantauan dan Investigasi Hak Asasi Manusia.
308 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Layanan Publik dan Kaum Minoritas Agama di Indonesia

Menjadi minoritas tidak selalu mudah bagi sebagian umat beragama di


Indonesia. Berbagai persoalan sosial, ekonomi, budaya hingga politik
mereka hadapi karena status mereka sebagai kelompok minoritas. Pembatasan
dalam mendirikan rumah ibadah, pelarangan dalam menjalankan ritual
keagamaan, diskriminasi dalam pendidikan hingga pembedaan dalam
pelayanan publik kerap mereka alami. Situasi ini seakan berbanding
terbalik dengan sejarah panjang bangsa Indonesia yang sangat menghargai
keragaman, juga dengan landasan konstitusional yang menjamin persamaan
setiap individu warga negara.
Pelayanan pendirian rumah ibadah adalah satu dari sekian banyak
problem pelayanan publik kelompok minoritas. Kasus penyegelan sejum-
lah rumah ibadah di Aceh Singkil adalah salah satu contohnya. Penyegelan
itu terjadi pada tanggal 1-3 Mei 2012 dilakukan oleh sebuah tim yang
terdiri dari MUSPIDA, MUSPIKA, SATPOL PP dan FPI atas persetu-
juan Pj. Bupati Aceh Singkil Ir. H. Razali AR. Gereja-gereja yang disegel
antara lain: GPPD Biskang di Nagapaluh, Gereja Katolik di Nagapaluh,
Gereka Katolik di Lae Mbalno, GKPPD Siatas, GKPPD Tubuhtubuh,
GKPPD Kuta Tinggi, KGPPD Tuhtuben, HKI unung Meriah, GMII
Mandumpang, Gereja Katolik Mandumpang, Rumah ibadah Pambi – aliran
kepercayaan lokal dan beberapa gereja lainnya. Alasan penyegelan ini
adalah dalam rangka penertiban rumah ibadah yang tidak memiliki izin.
Alasan lain sang bupati yang disampaikan ketika bertemu para pimpi-
nan gereja tanggal 2 Mei 2012 adalah bahwa umat Kristen telah melang-
gar Perjanjian bersama umat islam yang ditandatangani pada tahun 1979
di mana dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa di Aceh Singkil hanya
boleh ada 1 gereja dan 4 undung-undung (rumah doa). Bupati juga menye-
butkan bahwa Aceh adalah daerah istimewa di mana provinsi ini berbeda
dengan provinsi lain termasuk dalam pengaturan rumah ibadah.
Bupati juga beralasan adanya aksi dari umat Islam yang meminta
supaya Perjanjian tahun 1979 ditegakkan kembali dan meminta pembong-
karan gereja-gereja yang tidak memiliki izin. Dengan berbagai alasan
MODUL LANJUTAN | MATERI 3 | Hak Kewarganegaraan dan Hak-hak Beragama 309

tersebut, bupati memerintahkan para pimpinan gereja yang hadir untuk


membongkar sendiri gereja mereka. Dan jika tidak, maka pemerintah akan
membongkar secara paksa.1
Dalam pertemuan dengan Bupati, DPRK, MPU, Kapolres dan Kasdim
pada tanggal 2 Mei 2012, pimpinan gereja juga menyampaikan bahwa
Indonesia adalah negara yang menjamin kebebasan beragama sebagaima-
na tertuang dalam UUD 1945 dan dokumen HAM yang telah diratifi-
kasi Indonesia. Karena itu tidak ada alasan untuk membatasi rumah ibadah.
Mengenai Perjanjian tahun 1979 saat ini sudah tidak relevan dan harus
ditinjau lagi, karena umat Kristen di Aceh Singkil sudah lebih dari 1500
KK, di mana 1 gereja dan 4 undung-undung tidak cukup lagi. Lebih jauh
lagi Perjanjian tersebut bertentangan dengan Undang-Undang. Pembong-
karan gereja hanya akan melahirkan ketegangan dan konflik di Aceh
Singkil.
Pimpinan gereja lain menyatakan bahwa Perjanjian 1979 tidak murni
hasil musyawarah melainkan di bawah tekanan. Jika aparat datang meroboh-
kan gereja dan jemaat mempertahankannya, maka bukan tidak mungkin
akan terjadi konflik seperti di Ambon. Adapun mengenai izin, gereja telah
berupaya memenuhi persyaratan yang diminta dalam SKB termasuk
rekomendasi dari berbagai lembaga, namun hingga saat ini izin belum
keluar. Begitu pula para Kepala Desa yang turut hadir dalam pertemuan
tersebut mengatakan bahwa di daerah tersebut tidak ada umat islam yang
keberatan dengan keberadaan gereja. 2
Anggota DPR Eva Kusuma Sundari mengatakan, salah satu sumber
masalah adalah Peraturan Gubernur 25/2007 tentang Pedoman Pendirian
Rumah Ibadah. Peraturan ini berisi syarat-syarat yang lebih berat
dibanding SKB 2 Menteri tentang hal yang sama. Apabila SKB hanya
mensyaratkan 60 anggota jemaat gereja untuk mengajukan permohonan
IMB, maka Pergub tersebut meminta 150 jemaah. Yang lebih menyedih-
kan ada fatwa lokal yang menyatakan pengharaman bagi umat muslim
untuk memberikan tanda tangan persetujuan. 3
Wilayah yang juga sering menjadi lahan diskriminasi layanan publik
adalah pelayanan bidang administrasi kependudukan (Adminduk). Tanri
Bibi, salah seorang penganut Agama Tolotang di Sulawesi Selatan pada

1 Laporan investigasi Aliansi Sumut Bersatu serta penjelasan Veryanto Sitohang pada 30 Mei 2012.
2 Penjelasan Veryanto Sitohang pada 30 Mei 2012.
3 Lihat “Penutupan Gereja dan Wihara di Aceh Tindakan Subversif” dalam http://regional.kompas.
com/read/2012/10/24/16041587/Penutupan.Gereja.dan.Wihara.di.Aceh.Tindakan.Subversif
diakses 13 Juli 2014.
310 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

pertengahan 2012 lalu misalnya terpaksa harus mengembalikan E-KTP


yang diterbitkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sidrap
karena dalam kolom agama pejabat Dinas mencantumkan agama Tanri
agama Hindu. Tanri heran karena agama yang dia anut bukan Hindu
melainkan agama Tolotang. Ketika dia menanyakan alasan pencantuman
agama Hindu tersebut, petugas mengaku hanya menjalankan arahan dari
pusat.4
Pada Juni 2013, sekitar 20 anak keluarga jamaah Ahmadiyah yang
mengungsi di Asrama Transito Mataram, Nusa Tenggara Barat, ditolak
mendapat akta kelahiran dari Dinas Catatan Sipil Kota Mataram. Juru
bicara pengungsi Ahmadiyah Transito, Sahidin mengatakan 20 anak itu
lahir di pengungsian Transito. Sahidin mengatakan mereka sempat mengu-
rus pembuatan akta lahir namun ditolak pemerintah daerah. Selain anak-
anak tidak mendapat akta lahir, remaja dan orang dewasa Ahmadiyah yang
menginjak dewasa juga tidak mendapat kartu tanda penduduk atau KTP.
Padahal, Sahidin mengatakan, namanya tercatat dalam rekam data penduduk
di komputer kecamatan. Namun namanya dicoret sebagai peserta KTP
elektronik.5
Pada November dan Desember 2012, Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Salawu Kota Tasikmalaya menolak menikahkan warga penga-
nut Ahmadiyah. Alasannya, Ahmadiyah dianggap bukan agama Islam.
“KUA tidak akan melayani pernikahan jemaah Ahmadiyah. KUA hanya
melayani umat Islam,” kata Kepala Kementerian Agama Kota Tasikmalaya,
Ahmad Fathoni. Dia mengaku kebijakannya mengacu Keputusan Bersama
Tiga Menteri yang menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat.6
Pada September 2012, perwakilan GKI Yasmin dan HKBP Filadel-
fia, mengadukan Kepolisian Kota Bogor dan Bekasi ke Ombudsman RI.
Tindakan ini dilakukan karena pihak kepolisian tidak menindaklanjuti
beberapa laporan kepada polisi yang telah dibuat para jemaat dalam konflik
antara jemaat HKBP Filadelfia Tambun Bekasi dan warga setempat.7
Dalam layanan pendidikan, anggota kelompok minoritas agama juga
sering mengalami perlakuan diskriminatif. Sebagaimana yang terjadi di
Cianjur,Kepala SDN Sukadana di Desa Sukadana Kecamatan Campaka

4 Testimoni Tenri Bibi, 13 Februari 2013.


5 Lihat “Pemerintah NTB Tolak Beri Akta Lahir 20 Anak Ahmadiyah” dalam http://www.portalkbr.
com/nusantara/nusatenggara/2681517_4265.html.
6 Laporan Akhit Tahun Kebebasan Beragama dan Intoleransi 2012 The Wahid Institute, h. 70-71.
7 Lihat “GKI Yasmin dan HKBP Filadelpia Adukan Polisi ke Ombudsman” dalam http://www.
beritasatu.com/nasional/70860-gki-yasmin-dan-hkbp-filadelpia-adukan-polisi-ke-ombudsman.html
diakses 13 Juli 2014.
MODUL LANJUTAN | MATERI 3 | Hak Kewarganegaraan dan Hak-hak Beragama 311

Kabupaten Cianjur pada memindahkan 10 murid berikut sepasang suami


istri yang merupakan pegawai di sekolah tersebut karena diketahui merupa-
kan pengikut Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). Kepala SDN Sukadana,
Sunarya mengatakan pemindahan 10 murid dan dua tenaga pengajar di
lingkungan sekolahnya dilakukan lantaran ada tuntutan dari warga Desa
Sukadana yang tidak mengharapkan adanya warga Ahmadiyah di wilayah
mereka.8
Dalam layanan bidang ibadah, pemerintah juga sering memberlaku-
kan aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak sejalan dengan prinsip
pelayanan publik yang adil. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya misalnya
memberlakukan aturan tersendiri bagi jemaah Ahmadiyah yang hendak
menunaikan ibadah haji. Aturan tersebut adalah persyaratan menyertakan
surat pernyataan bukan pengikut Ahmadiyah. Bagi Pemkab Tasikmalaya,
mereka tidak bisa melayani warga Ahmadiyah menunaikan ibadah haji
karena ibadah haji hanya untuk umat Islam. Sementara dalam pandangan
Pemkab Tasikmalaya, warga Ahmadiyah bukan umat Islam.9

Terjebak Dalam Aturan Bermasalah


Namun dalam pelaksanaannya, pemberian pelayanan publik tidak selalu
sejalan dengan apa yang telah digariskan Undang-Undang. Dalam mener-
jemahkan amanat UUD 1945 ke dalam aturan-aturan yang lebih rendah
seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri hingga
Peraturan Daerah, kelompok-kelompok masyarakat rentan seperti kelom-
pok minoritas agama sering mengalami persoalan dan menjadi korban dari
aturan-aturan yang bermasalah.
Data WI juga menemukan bahwa sektor layanan publik seperti dalam
bidang administrasi kependudukan, bidang perkawinan, pemakaman,
pelayanan pendidikan dan kesehatan adalah sektor-sektor yang kurang
bersahabat bagi kelompok-kelompok di atas, karena di sektor-sektor terse-
butlah diskriminasi banyak terjadi.

Asas-asas Pelayanan Publik yang Terlanggar


Transparansi Pengertian ini di dalam ilmu sosial-politik atau khususnya
ilmu kebijakan publik kemudian berarti bahwa masyarakat secara umum
(civil society) dapat mengetahui atau memperoleh akses terhadap semua

8 Laporan Tahunan Kebebasan Beragama / Berkeyakinan dan Intoleransi 2013 The Wahid
Institute, h. 109.
9 Lihat “Pemkab Tasikmalaya: Naik Haji Hanya untuk Umat Islam, Bukan Ahmadiyah” dalam
http://www.portalkbr.com/nusantara/jawabali/2806544_4262.html diakses 13 Juli 2014.
312 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

informasi mengenai tindakan yang diambil oleh para perumus kebijakan.


Pelayanan publik disebut transparan apabila semua informasi yang relevan
tentang sistem, prosedur, mekanisme serta hak dan kewajiban yang menyang-
kut pelayanan dapat diperoleh secara bebas dan wajar oleh semua orang.
Pada umumnya transparansi menyangkut masalah keterbukaan infor-
masi, sesuatu yang cenderung bersifat timpang di dalam masyarakat.
Kurangnya transparansi akan mengakibatkan ketimpangan informasi.
Tampak bahwa salah satu implikasi penting dari transparansi ialah peluang
untuk meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di
dalam praktik akan terlihat bahwa sistem dan prosedur pelayanan publik
yang transparan akan meningkatkan komitmen para birokrat dan selanjutnya
akan memperbaiki kualitas pelayanan publik secara keseluruhan.
Partisipasi masyarakat terkait erat dengan konsep demokrasi dan
pelayanan publik yang baik. Bahkan, sebagian pakar berpendapat bahwa
inti dari demokrasi adalah pembuatan keputusan yang partisipatif.
Menurut seorang pakar, proses pembuatan keputusan yang
demokratis mengandung tiga bentuk partisipasi masyarakat (Vuokko
Niiranen, dalam L. Ruben, 1999:59):
1. Partisipasi dalam memilih siapa yang akan membuat atau melak-
sanakan keputusan
2. Partisipasi dalam pembuatan keputusan itu sendiri
3. Aktivitas mempengaruhi isi dari keputusan-keputusan tersebut.

Landasan Hukum Mendukung


Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang baik dan adil adalah hak setiap
warga negara. Lahirnya Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik adalah salah satu terobosan hukum di Indonesia. Dengan
adanya Undang-Undang ini negara mengakui bahwanegara berkewajiban
melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan
amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ini berarti bahwa penyediaan pelayanan publik yang baik dan berkualitas
adalah tugas negara melalui Pemerintah baik di tingkat pusat maupun
daerah. Pemenuhan layanan publik tersebut diartikan sebagai pemenuhan
hak-hak sipil setiap warga negara, tidak hanya dalam bentuk barang
melainkan juga jasa dan layanan administrasi.
Aturan hukum ini diperkuat lagi dengan ditetapkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
MODUL LANJUTAN | MATERI 3 | Hak Kewarganegaraan dan Hak-hak Beragama 313

Aturan ini diperkuat lagi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri


No. 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan
Standar Pelayanan Minimal. Standar pelayanan minimal yang selanjutnya
disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga
secara minimal. Jadi selain berkaitan dengan jenis-jenis pelayanan minimal
yang wajib dipenuhi negara juga berhubungan dengan mutu minimal.
Aturan ini juga membuat sejumlah indikator untuk mengukur apakah
SPM yang diberikan sudah sesuai atau belum dengan standar yang ditetap-
kan Undang-Undang.
Regulasi ini juga mengatur prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam
penyusunan dan penetapan SPM antara lain menganut prinsip keterbukaan,
yakni bisa diakses oleh seluruh warga atau lapisan masyarakat (Pasal 10,
e) dan akuntabel, yakni dapat dipertanggungjawabkan kepada publik (Pasal
10, g). Dalam penyusunan SPM Pemerintah wajib menggali masukan dari
masyarakat dan kelompok-kelompok profesional terkait (Pasal 13, j).
Dalam rangka mengetahui hasil yang dicapai SPM d masing-masing
daerah, Bupati/Walikota wajib membuat laporan tahunan kinerja penera-
pan dan pencapaian SPM kepada Menteri Dalam Negeri melalui Guber-
nur dan selanjutnya Gubernur membuat laporan umum tahunan kinerja
pencapaian dan penerapan SPM kepada Menteri Dalam Negeri (Pasal 16,
ayat 1 dan 2).
Pelayanan yang terbaik adalah pelayanan yang memenuhi apa yang
dijanjikan atau apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Pelayanan terbaik akan membawa implikasi terhadap kepuasan publik atas
pelayanan yang diterima.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pelayanan publik harus mencakup
beberapa unsur; pertama, terdapat kejelasan antara hak dan kewajiban
pemberi dan penerima pelayanan. Kedua, pengaturan pelayanan publik
disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Ketiga,
kualitas proses dan hasil pelayanan memberikan keamanan, kenyamanan,
kelancaran dan kepastian hukum. Keempat, apabila pelayanan publik
dirasakan terlalu mahal, harus ada peluang bagi masyarakat untuk
menyelenggarakan sistem pelayanan sendiri.10

10 “Instrumen Penilaian Mandiri dalam Pelayanan Publik di Provinsi Daerah Instimewa Jogjakarta”,
(Jogjakarta: Centre for Policy Stidies Partnership for Governance Reform -Magister Administrasi
Publik UGM, 2008), h. 2.
314 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Hak Apa Yang Terlanggar?

Amati gambar di bawah

Gambar kartun hukuman mati

Polisi mengamankan rumah dan kendaraan yang dibakar warga


MODUL LANJUTAN | MATERI 3 | Hak Kewarganegaraan dan Hak-hak Beragama 315

Bandingkan 3 gambar di bawah

Ibadah di trotoar

Ibadah di dalam gereja

Ibadah di dalam masjid


316 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Bandingkan 2 KTP di bawah

KTP WNI Katholik

KTP warga Samin di Blora


MODUL LANJUTAN | MATERI 3 | Hak Kewarganegaraan dan Hak-hak Beragama 317

Amati 2 gambar di bawah

Warga melarang pendirian masjid di Manokwari Papua

Warga menolak pembangunan GKI Yasmin


318

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


4
319

Model-model
MATERI Advokasi

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Mainkan!

Catatan
320
4
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 321

Model-model
MATERI Advokasi

Pengantar
Materi ini berisi uraian dan diskusi tentang model-model pendampingan
atau advokasi khususnya terhadap minoritas agama di Indonesia. Advoka-
si yang dimaksud adalah yang ditujukan terutama untuk pemenuhan dan
pemulihan hak-hak beragama dari berbagai pembatasan dan pelanggaran
yang bertentangan dengan prinsip HAM dan hak kewarganegaraan. Setelah
itu, juga akan didiskusikan bagaimana model-model advokasi tersebut
dapat diterapkan dalam bentuk proyek sederhana membangun perdamaian
di wilayah peserta masing-masing.
Materi ini berisi empat kegiatan: 1) Menonton video sketsa;
2) Permainan negosiasi; 3) Diskusi dengan fasilitator; 4) Membuat proyek
perdamaian.

Tujuan
1. Peserta mengenal model-model advokasi.
2. Peserta mengenal hak-hak pemulihan korban.
3. Peserta mampu menyusun usulan proyek perdamaian sederhana.

Pokok Bahasan
1. Advokasi struktural, kultural
2. Hak-hak pemulihan korban
3. Peace Practice Project

Metode
1. Menonton video sketsa
2. Permainan peran / negosiasi
3. Ceramah dan tanya jawab
4. Praktik membuat proyek perdamaian
322 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Waktu
120 menit
• Menonton video sketsa 20 menit
• Permainan peran / negosiasi 40 menit
• Ceramah dan tanya jawab 40 menit
• Praktik membuat proyek perdamaian 30 menit

Alat-alat Bantu:
1. Lembar kasus
2. Contoh rencana proyek

Langkah-langkah Fasilitasi

1. Jelaskan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam


materi ini berikut tujuannya.

KEGIATAN

1 Menonton Video Sketsa

1. Jelaskan kepada peserta bahwa sebentar lagi operator akan


memutar video sketsa tentang kebhinekaan Indonesia yang terkait
erat dengan hak-hak kewarganegaraan dan hak-hak beragama
serta bagaimana mengadvokasi hak-hak tersebut apabila terjadi
pelanggaran.
2. Mintalah kepada peserta untuk memperhatikan secara seksama
video tersebut dan mintalah mereka untuk membuat catatan
hal-hal yang dianggap penting dalam kaitannya dengan model-
model advokasi.
3. Selanjutnya jelaskan kepada para peserta bahwa setelah kegiatan
ini akan dilanjutkan dengan game “Permainan Negosiasi”.
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 323

KEGIATAN

2 Permainan Negosiasi

1. Bagilah peserta ke dalam beberapa kelompok di mana masing-


masing kelompok beranggotakan 5 orang untuk melakukan
permainan negosiasi yang dipandu oleh fasilitator. Sebelumnya
fasilitator telah mempersiapkan bahan dan materi berupa lembar
kasus “Penyegelan GKI Yasmin”, “Penyegelan Masjid Batuplat
NTT”, “Pengungsi Syiah di Sidoarjo”, “Kasus Penahanan KTP
Ahmadiyah Kuningan” dan “Kasus Diskriminasi Identitas
Kependudukan Penganut Aliran Kepercayaan di Kuningan”.
Mintalah masing-masing kelompok melihat Hand Out 3 Lembar
Kasus.
2. Sebelum permainan dimulai, mintalah salah satu anggota kelom-
pok membacakan lembar kasus yang akan dimainkan.
3. Berikan waktu kepada masing-masing kelompok untuk mempela-
jari tugasnya dan berbagi peran. Buatlah suasana permainan
seolah merupakan forum musyawarah yang akan membahas
tentang keputusan penting menyangkut hak warga negara.
4. Mintalah setiap kelompok memainkan lembar kasus yang dibaca-
kan. Minta setiap anggota kelompok berperan sebagai orang atau
jabatan yang ada dalam lembar kasus, seperti: anggota JAI, jemaah
masjid, jemaat gereja, pendamping, polisi, kelompok intoleran,
pemerintah daerah/kesbangpol, Dinas Dukcapil dll.
5. Mintalah setiap kelompok melakukan simulasi negosiasi untuk
menyelesaikan satu kasus pelanggaran atau diskriminasi berba-
sis agama di mana setiap anggota mempertahankan argumenta-
sinya tanpa kekerasan.
6. Mintalah anggota kelompok yang berperan sebagai pendamping
menunjukkan keterampilannya dalam negosiasi kasus untuk
membela hak korban dan memulihkan hak tersebut.
7. Lakukan dua atau tiga putaran musyawarah. Hingga diperoleh
kesepakatan. Di antara jeda putaran diberi waktu 5 menit untuk
setiap anggota melakukan lobi kepada anggota lain.
324 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

8. Mintalah masing-masing kelompok menyampaikan hasil akhir


negosiasi tersebut dan menyimpulkan pelajaran apa saja yang
diperoleh dari permainan tersebut.

Variasi
Agar kegiatan atau permainan ini lebih menarik, masing-masing
kelompok diberi kesempatan untuk mengubah penampilan sesuai
dengan peran masing-masing anggota. Misalnya polisi menggunakan
pakaian yang sesuai. Mintalah mereka dengan kreativitas masing-
masing membuat pakaian atau aksesori yang sesuai menggunakan
bahan-bahan yang ada. Sediakan perlengkapan berupa kertas, lem,
gunting dan selotif. Pada saat permainan berlangsung fasilitator dapat
merekan tayangan dengan foto/rekaman video.

KEGIATAN

3 Diskusi dengan Fasilitator

1. Mintalah peserta berkumpul di dalam ruangan untuk menden-


garkan pemaparan fasilitator mengenai: 1) Jenis-jenis dan bentuk
advokasi; 2) Apa yang dimaksud dengan hak pemulihan korban.
2. Setelah pemaparan fasilitator selesai, mintalah komentar atau
pertanyaan dari para peserta terkait materi tersebut.
3. Sebelum fasilitator memberi jawaban, mintalah peserta lain
memberi jawaban dan tanggapan balik.
4. Apabila jawaban dari peserta sesuai dan benar, berilah apresiasi.
Dan bila jawaban belum benar, maka berilah jawaban yang benar.

Ice Breaking:
Sebelum kegiatan berikutnya dilanjutkan. Mainkan ice breaking
berikut ini untuk mencairkan suasana:
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 325

“Aku Sudan Berubah”


• Mintalah dua orang maju ke depan lingkaran, untuk menambah
seru mintalah satu laki-laki dan satu perempuan.
• Mintalah mereka berdiri berhadapan. Dan mintalah mereka
saling mengamati pasangannya secara teliti selama 3 menit.
• Setelah itu mintalah mereka untuk saling membelakangi. Pada
saat itu setiap orang diminta mengubah aksesori yang dikenakan-
nya. Misalnya memindah jam tangan, mencopot anting, menganc-
ingkan kancing paling atas, mengubah gaya sisiran rambut,
membuka gesper, menggulung lengan baju atau lainnya yang
dianggap akan sulit ditebak pasangannya. Lakukan selama 3
menit.
• Setelah itu mintalah mereka untuk berbalik berhadapan kembali.
Kemudian mintalah mereka secara bergantian menyebut apa saja
yang berubah dari pasangannya. Setiap mereka menebak, minta-
lah peserta untuk membenarkan atau menyalahkan.

KEGIATAN

4 Membuat Proyek Perdamaian

1. Jelaskan kepada peserta kegiatan yang akan dilakukan berikut


tujuannya.
2. Bagikan bahan bacaan tentang Rencana Kampung Damai di
Kuningan Jawa Barat. Berilah kesempatan kepada peserta untuk
membacanya 5-10 menit.
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertan-
yaan atau memberikan tanggapan atas penjelasan yang disam-
paikan fasilitator.
4. Bagilah peserta ke dalam beberapa kelompok (disarankan pemba-
gian kelompok berdasarkan asal wilayah peserta).
5. Mintalah kelompok menyusun satu proyek perdamaian seder-
hana. Proyek perdamaian ini berbentuk kegiatan atau beberapa
326 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

kegiatan yang melibatkan berbagai pihak di dalam masyarakat


untuk menciptakan perdamaian. Mintalah setiap kelompok
membuat proyek perdamaian dengan mengisi matriks di bawah:

PIHAK-
NAMA HASIL YANG KEMUNGKINAN RENCANA PIHAK
NO
PROYEK DIHARAPKAN HAMBATAN KEGIATAN YANG
TERLIBAT

6. Jika tersedia waktu yang cukup, peserta dapat mengisi keteran-


gan lebih rinci dengan menambahkan informasi terkait dengan
waktu, sasaran dan biaya program/kegiatan.
7. Mintalah masing-masing kelompok menggambarkan proyek
tersebut dalam kertas plano.
8. Mintalah masing-masing kelompok mempresentasikan proyekn-
ya.
9. Buatlah beberapa catatan fasilitator dan sampaikan kepada para
peserta.

Bahan Bacaan Utama


1. Mansour Fakih, Roem Topatimasang, Toto Rahardjo, Mengubah Kebija-
kan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000).
2. Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi civil society: wacana dan aksi ornop di
Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2006).
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 327

Hand Out
1. Advokasi.
2. Hak Pemulihan Korban.
3. Lembar kasus.
328 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Advokasi

Istilah advokasi sangat lekat dengan profesi hukum. Menurut Bahasa


Belanda, advocaat atau advocateur berarti pengacara atau pembela. Karenan-
ya tidak heran jika advokasi sering diartikan sebagai ‘kegiatan pembelaan
kasus atau beracara di pengadilan.’ Dalam Bahasa Inggris, to advocate tidak
hanya berarti to defend (membela), melainkan pula to promote (mengemu-
kakan atau memajukan), to create (menciptakan) dan to change (melakukan
perubahan). (Topatimasang, et al, (2000:7). Dalam konteks pemberdayaan
orang miskin, advokasi tidak hanya berarti membela atau mendampingi
orang miskin, melainkan pula bersama-sama dengan mereka melakukan
upaya-upaya perubahan sosial secara sistematis dan strategis.
Berpijak pada literatur pekerjaan sosial, advokasi dapat dikelompok-
kan ke dalam dua jenis, yaitu: ‘advokasi kasus’ (case advocacy) dan ‘advoka-
si kelas’ (class advocacy) (Sheafor, Horejsi dan Horejsi, 2000; DuBois dan
Miley, 2005).

1. Advokasi kasus adalah kegiatan yang dilakukan seorang pekerja


sosial untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber
atau pelayanan sosial yang telah menjadi haknya. Alasannya:
terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh
lembaga, dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap klien
dan klien sendiri tidak mampu merespons situasi tersebut dengan
baik. Pekerja sosial berbicara, berargumen dan bernegosiasi atas
nama klien individual. Karenanya, advokasi ini sering disebut
pula sebagai advokasi klien (client advocacy).
2. Advokasi kelas menunjuk pada kegiatan-kegiatan atas nama kelas
atau sekelompok orang untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
warga dalam menjangkau sumber atau memperoleh kesempatan-
kesempatan. Fokus advokasi kelas adalah mempengaruhi atau
melakukan perubahan-perubahan hukum dan kebijakan publik
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 329

pada tingkat lokal maupun nasional. Advokasi kelas melibatkan


proses-proses politik yang ditujukan untuk mempengaruhi
keputusan-keputusan pemerintah yang berkuasa. Pekerja sosial
biasanya bertindak sebagai perwakilan sebuah organisasi, bukan
sebagai seorang praktisi mandiri. Advokasi kelas umumnya
dilakukan melalui koalisi dengan kelompok dan organisasi lain
yang memiliki agenda yang sejalan.

STRATEGI ADVOKASI
Advokasi yang dilakukan pekerja sosial dalam membantu orang miskin
sering kali sangat berkaitan dengan konsep manajemen sumber(resource
management) (DuBois dan Miley, 2005). Demi mempermudah pemahaman,
makalah ini memfokuskan strategi advokasi ke dalam tiga setting atau aras
(mikro, mezzo dan makro) dan mengkajinya dari empat aspek (tipe advoka-
si, sasaran/klien, peran pekerja sosial dan teknik utama) seperti yang
ditampilkan Tabel 1

SETTING
ASPEK
MIKRO MEZZO MAKRO
Tipe Advokasi Advokasi kasus Advokasi kelas Advokasi kelas
Sasaran/Klien Individu dan keluarga Kelompok formal dan Masyarakat lokal dan
organisasi nasional
Peran Pekerja Sosial Broker Mediator Aktivis
Analis kebijakan
Tehnik Utama Manajemen kasus (case Jejaring (networking) Aksi sosial
management) Analisis kebijakan

Aras Mikro
Pada aras mikro, peran utama pekerja sosial adalah sebagai broker (pialang)
sosial yang menghubungkan klien dengan sumber-sumber yang tersedia
di lingkungan sekitar. Sebagai pialang sosial, teknik utama yang dilakukan
pekerja sosial adalah manajemen kasus (case management) yang mengoor-
dinasikan berbagai pelayanan sosial yang disediakan oleh beragam penye-
dia. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan meliputi.

• Melakukan asesmen terhadap situasi dan kebutuhan khusus klien.


• Memfasilitasi pilihan-pilihan klien dengan berbagai informasi
dan sumber alternatif.
330 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

• Membangun kontak antara klien dan lembaga-lembaga pelayanan


sosial.
• Menghimpun informasi mengenai berbagai jenis dan lokasi
pelayanan sosial, parameter pelayanan, dan kriteria elijibilitas
(kelayakan)
• Mempelajari kebijakan-kebijakan, syarat-syarat, prosedur-prose-
dur dan proses-proses pemanfaatan sumber-sumber kemasyaraka-
tan
• Menjalin relasi kerja sama dengan berbagai profesi kunci.
• Memonitor dan mengevaluasi distribusi pelayanan.

Aras Mezzo
Sebagai mediator, pekerja sosial mewakili dan mendampingi kelompok-
kelompok formal atau organisasi dalam mengidentifikasi masalah sosial
yang dihadapi bersama, merumuskan tujuan, mendiskusikan solusi-solusi
potensial, memobilisasi sumber, menerapkan, memonitor dan mengevalu-
asi rencana aksi. Teknik advokasi yang dilakukan adalah membangun
jejaring (networking) guna mengoordinasikan dan mengembangkan
pelayanan-pelayanan sosial, membangun koalisi dengan berbagai kelompok,
organisasi, lembaga bisnis dan industri serta tokoh-tokoh berpengaruh
dalam masyarakat yang memiliki kepentingan sama. Kegiatan yang dapat
dilakukan pekerja sosial sebagai mediator di antaranya mencakup:

• Menyelisik pandangan dan kepentingan-kepentingan khusus


dari masing-masing pihak.
• Menggali kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh pihak-pihak
yang mengalami konflik.
• Membantu pihak-pihak agar dapat bekerja sama dengan berba-
gai faksi.
• Mendefinisikan, mengonfrontasikan dan menangani berbagai
hambatan komunikasi.
• Mengidentifikasi berbagai manfaat yang ditimbulkan dari sebuah
koalisi atau kerja sama.
• Memfasilitasi pertukaran informasi secara terbuka di antara
berbagai pihak yang terlibat.
• Bersikap netral, tidak memihak, dan pada saat yang sama tetap
percaya diri, yakin dan optimis terhadap manfaat kerja sama dan
perdamaian.
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 331

Aras Makro
Peran pekerja sosial pada tataran makro adalah menjadi aktivis dan analis
kebijakan. Sebagai aktivis, pekerja sosial terlibat langsung dalam gerakan
perubahan dan aksi sosial bersama masyarakat. Meningkatkan kesadaran
publik terhadap masalah sosial dan ketidakadilan, memobilisasi sumber
untuk mengubah kondisi-kondisi yang buruk dan tidak adil, melakukan
lobi dan negosiasi agar tercapai perubahan di bidang hukum, termasuk
melakukan class action.
Peran analis kebijakan lebih bersifat tidak langsung dalam melakukan
reformasi sosial.
Pekerja sosial melakukan identifikasi masalah dan kebutuhan
masyarakat, mengevaluasi bagaimana respons pemerintah terhadap masalah,
mengajukan opsi-opsi kebijakan dan memantau penerapan kebijakan.
Analisis kebijakan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendeka-
tan prospektif, retrospektif dan integratif.
1. Pendekatan prospektif. Analisis dilakukan terhadap kondisi sosial
masyarakat sebelum kebijakan diterapkan. Mengajukan opsi
kebijakan baru terhadap pemerintah untuk merespons kondisi
atau masalah sosial yang dihadapi masyarakat, karena belum ada
kebijakan untuk itu.
2. Pendekatan retrospektif. Analisis dilakukan terhadap kebijakan
yang sudah ada, artinya menganalisis dampak-dampak yang
ditimbulkan akibat diterapkannya sebuah kebijakan. Misalnya,
setelah kebijakan SLT (saluran tunai langsung) diterapkan di
masyarakat, analisis dilakukan untuk mengetahui apakah SLT
mampu meningkatkan daya beli masyarakat, bagaimana penyalu-
rannya, apakah terjadi error of targeting : (a) error of inclusion: yang
‘kaya’ dan ‘tidak berhak’ turut menerima SLT; atau (b) error of
exclusion: yang miskin dan berhak malah tersisihkan dan tidak
menerima SLT.
3. Pendekatan integratif. Perpaduan dari kedua pendekatan di atas.
Analisis dilakukan baik sebelum maupun sesudah kebijakan
diterapkan.

PRINSIP-PRINSIP ADVOKASI
Sejak tujuan advokasi adalah melakukan perubahan, maka akan selalu ada
resistansi, oposisi dan konflik. Tidak ada faktor tunggal yang menjamin
keberhasilan advokasi.
332 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Beberapa prinsip di bawah ini bisa dijadikan pedoman dalam meran-


cang advokasi yang sukses.
1. Realistis. Advokasi yang berhasil bersandar pada isu dan agenda
yang spesifik, jelas dan terukur (measurable). Karena kita tidak
mungkin melakukan segala hal, kita harus menyeleksi pilihan-
pilihan dan membuat keputusan prioritas. Pilihlah isu dan agenda
yang realistis dan karenanya dapat dicapai (achievable) dalam
kurun waktu tertentu (time-bound). Jangan buang enerji dan
waktu kita dengan pilihan yang tidak mungkin dicapai. Gagas
kemenangan-kemenangan kecil namun konsisten. Sekecil apapun,
keberhasilan senantiasa memberi motivasi. Kegagalan biasanya
ditemani frustrasi.
2. Sistematis. Advokasi adalah seni, tetapi bukan lukisan abstrak.
Advokasi memerlukan perencanaan yang akurat. “If we fail to
plan, we plan to fail,” artinya jika kita gagal merencanakan, maka
itu berarti kita sedang merencanakan kegagalan. Kemas infor-
masi semenarik mungkin. Libatkan media secara efektif. Seperti
ditunjukkan Gambar 1, proses advokasi dapat dimulai dengan
memilih dan mendefinisikan isu strategis, membangun opini dan
mendukungnya dengan fakta, memahami sistem kebijakan publik,
membangun koalisi, merancang sasaran dan taktik,
mempengaruhi pembuat kebijakan, dan memantau serta menilai
gerakan atau program yang dilakukan.
3. Taktis. Ingat, kita tidak mungkin melakukan advokasi sendirian.
Pekerja sosial harus membangun koalisi atau aliansi atau sekutu
dengan pihak lain. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan
kepentingan dan saling percaya (trust). Sekutu terdiri dari sekutu
dekat dan sekutu jauh. Sekutu dekat biasanya dinamakan lingkar
inti, yakni kumpulan orang atau organisasi ‘yang menjadi pengga-
gas, pemrakarsa, penggerak dan pengendali utama seluruh kegia-
tan advokasi’ (Topatimasang, et al 2000:53). Sekutu jauh adalah
pihak-pihak lain yang mendukung kita, namun tidak terlibat
dalam gerakan advokasi secara langsung. Lingkar inti biasanya
disatukan atau bersatu atas dasar kesamaan visi dan ideologis.
Organisasi lingkar inti bisa dibagi tiga berdasarkan fungsinya
(Gambar 1).
a. Divisi kerja garis depan (frontline unit) yang melaksanakan
fungsi juru bicara, perunding, pelobi, terlibat dalam proses
legislasi dan menggalang sekutu.
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 333

b. Divisi kerja pendukung (supporting unit) yang menyediakan


dukungan dana, logistik, informasi, data dan akses
c. Divisi kerja basis (ground atau underground work unit) yang
merupakan dapur gerakan advokasi: membangun basis massa,
pendidikan politik kader, memobilisasi aksi.

4. Strategis. Advokasi melibatkan penggunaan kekuasaan atau


power. Ada banyak tipe kekuasaan. Adalah penting untuk
mempelajari diri kita, lembaga kita dan anggotanya untuk
mengetahui jenis kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan intinya
menyangkut kemampuan untuk mempengaruhi dan membuat
orang berperilaku seperti yang kita harapkan. Kita tidak mungkin
memiliki semua kekuasaan seperti yang diinginkan, tetapi tidak
perlu meremehkan kekuasaan yang kita miliki. Sadari bahwa
advokasi dapat membuat perbedaan. Kita dapat melakukan
perubahan-perubahan dalam hukum, kebijakan dan program
yang bermanfaat bagi masyarakat. Melakukan perubahan tidak-
lah mudah, tetapi bukan hal yang mustahil. Yang terpenting
adalah kita bisa memetakan dan mengidentifikasi kekuatan kita
dan kekuatan ‘lawan’ atau pihak oposisi secara strategis.
5. Berani. Advokasi menyentuh perubahan dan rekayasa sosial
secara bertahap. Jangan tergesa-gesa. Tidak perlu menakut-nakuti
pihak lawan, tetapi tidak perlu pula menjadi penakut. Trust your
hopes, not fear. Jadikan isu dan strategi yang telah dilakukan
sebagai motor gerakan dan tetaplah berpijak pada agenda bersama.
Pragmatis tanpa harus oportunis.

Sumber: Edi Suharto, Ph.D., “Filosofi dan Peran Advokasi dalam Mendukung Program Pember-
dayaan Masyarakat”. makalah Disampaikan pada Pelatihan Pemberdayaan Peran Pesantren Daarut
Tauhiid dalam Menangani Kemiskinan di Jawa Barat, Kerja sama Departemen Dakwah dan Sosial
dengan Dompet Peduli Ummat, Daarut Tauhiid Bandung, Aula Daarut Ilmu Daarut Tauhiid
Bandung, 17 Januari 2006. http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/DaarutTauhiidAd-
vokasi.pdf diakses 30 Juli 2015.
334 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

12 LANGKAH ADVOKASI

1. Membentuk Kelompok Kerja Inti / Kelompok Inti


2. Kajian, pengolahan data dan pengemasan isu
3. Menentukan Isu Strategis
4. Menggalang pendukung
5. Merancang sasaran dan strategi
6. Sosialisasi dan mobilisasi
7. Kerja media: sosialisasi dan publikasi.
8. Diseminasi melalui seminar/menggalang pendapat umum.
9. Mempengaruhi pembuat kebijakan: hearing dan lobby.
10. Mendesak perubahan kebijakan. Misal: legal drafting.
11. Memantau dan menilai program advokasi
12. Evaluasi dan tindak lanjut.

STRATEGI ADVOKASI

TUJUAN PROSES BENTUK PIHAK YANG PERAN CARA SUMBER


YANG AKAN KEGIATAN DIAJAK YANG KOORDINASI DAYA
DITEMPUH KERJASAMA DIMAINKAN
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 335

Hak Pemulihan Korban

Berdasarkan beberapa kaidah hukum Internasional bahwa setiap pelang-


garan terhadap hak asasi manusia akan menimbulkan hak atas pemulihan.
Yang dimaksud pemulihan menurut Van Boven adalah segala jenis ganti
rugi (redress) yang bersifat material maupun nonmaterial bagi para korban
pelanggaran hak – hak asasi manusia oleh karena itu hak kompensasi,
restitusi dan rehabilitasi mencakup aspek – aspek tertentu dari pemulihan.
Boven mengusulkan enam prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh
negara yang akan merumuskan kebijakan untuk pemenuhan hak-hak
korban, yakni :
Pertama, pemulihan dapat dituntut secara individual maupun kolek-
tif.
Kedua, negara berkewajiban menerapkan langkah-langkah khusus
yang memungkinkan dilakukannya langkah-langkah pemulihan yang
efektif secara penuh. Pemulihan harus seimbang dengan beratnya pelang-
garan dan kerusakan-kerusakan yang
diakibatkannya, yang mencakup pula restitusi, kompensasi, rehabili-
tasi, kepuasan, dan jaminan agar kejadian serupa tidak terulang.
Ketiga, setiap negara harus mengumumkan melalui mekanisme publik
maupun lembaga swasta baik di dalam maupun di luar negeri tentang
tersedianya prosedur-prosedur pemulihan.
Keempat, ketentuan-ketentuan pembatasan tidak boleh diterapkan
selama masa di mana tidak ada penyelesaian efektif atas pelanggaran hak
asasi manusia dan pelanggaran hukum humaniter.
Kelima, setiap negara harus memungkinkan tersedianya secara cepat
seluruh informasi yang berkenaan dengan persyaratan-persyaratan tuntu-
tan pemulihan.
Keenam, keputusan-keputusan menyangkut pemulihan atas korban
pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hukum humaniter harus
336 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

dilaksanakan melalui cara yang cermat dan cepat.1


Hak korban kejahatan atau pelanggaran HAM mendapatkan pemuli-
han atau reparasi merupakan hak asasi manusia. Pemulihan bagi korban
kejahatan didasari oleh keyakinan bahwa setiap peristiwa kejahatan telah
merusak, merugikan, melukai, menderitakan korban. Maka, pemulihan
dalam konteks ini dimaksudkan untuk mengembalikan korban kepada
situasi dan kemampuan diri, mendekati situasi dan kemampuan dirinya
sebelum menjadi korban.
Ada tiga bentuk hak pemulihan yang diatur di Indonesia (PP No. 3
tahun 2002):
Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena
pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi
tanggung jawabnya.
Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau
keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian
harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan,
atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
Rehabilitasi adalah pemulihan pada kedudukan semula, misalnya
kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak-hak lain.

1 Theo Van Boven, “Mereka yang Menjadi Korban, Hak Korban atas Restitusi, Kompensasi, dan
Rehabilitasi”. Pengantar Buku ; Ifdhal Kasim hal. xxi-xxii, ELSAM, 2002.
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 337

Lembar Kasus

Penyegelan GKI Yasmin


Sekitar tahun 2000 Majelis Jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) mulai
memproses perizinan membangun gereja di daerah Taman Yasmin, Bogor
Jawa Barat. Perizinan pembangunan gereja tersebut dilakukan dengan
mematuhi dan memenuhi segala persyaratan administratif pembangunan
rumah ibadah sebagaimana ditentukan dalam Surat Keputusan Bersama
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDNMAG/
1969. Dan pada tahun 2006, Wali Kota Bogor, mengeluarkan izin memban-
gun gereja dengan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 645.8-372 Tahun
2006 tertanggal 13 Juli 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan. Dan
mulai saat itu, proses pembangunan Gereja Kristen Indonesia di Taman
Yasmin mulai berjalan sesuai dengan prosedur hukum.
Namun dalam perjalanannya, pembangunan gereja tersebut dihenti-
kan oleh Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Bogor melalui surat
Nomor 503/208-DTKP tertanggal 14 Februari 2008 perihal Pembekuan
Izin. Dan seterusnya terjadi penutupan paksa (penyegelan) gereja yang
sedang dibangun, serta terjadi pelarangan-pelarangan ibadah yang akan
dilakukan di gereja tersebut.
Selanjutnya, Pihak Gereja Kristen Indonesia (GKI) menggugat surat
tersebut ke pengadilan. Pada tanggal 4 September 2008 Pengadilan Tata
Usaha Negara memutuskan membatalkan Surat Kepala Dinas Tata Kota
dan Pertamanan. Selanjutnya pada tanggal 2 Februari 2009, Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara kembali membatalkan surat terebut, dan
akhirnya pada tanggal 9 Desember 2010, Mahkamah Agung juga memutus-
kan membatalkan Surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan tersebut.
Namun walaupun demikian, sampai saat ini Pemerintah Kota Bogor
tetap menutup/menyegel gereja tersebut dan melarang Jemaat Kristen
Indonesia beribadah di gereja tersebut.
Tanggal-Tanggal Utama (pembekuan dan penggembokkan gereja
serta pelarangan ibadah):
338 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

1. Pembekuan IMB dimulai tahun 2008.


2. Pelarangan ibadah serta penutupan gereja mulai terjadi pada 10 April
2010. Gembok gereja sempat dibuka resmi oleh Pemkot Bogor pada
27 Agustus 2010 namun digembok kembali pada 28 Agustus 2010.
Sepanjang April hingga Desember 2010, Jemaat GKI Yasmin beriba-
dah di trotoar gereja. Pada awalnya, polisi juga berupaya membubarkan
ibadah trotoar ini bahkan merebut pengeras suara yang dipakai ibadah
dari tangan pemimpin ibadah.
3. Selanjutnya, GKI dilarang beribadah Natal pada tanggal 25 Desember
2010. Pelarangan ibadah tersebut masih terjadi sampai hari ini. Mereka
kemudian beribadah di depan istana setiap dua minggu sekali. Tanggal
27 September 2015, ibadah mereka mencapai 100 kali. Selain di istana,
mereka ibadah dari rumah ke rumah.

Sejak awal, misalnya pada tanggal 10 Maret 2008 Jemaat Gereja Kristen
Indonesia (GKI) Taman Yasmin telah melaporkan kasus ini ke Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia. Dan Komnas HAM mengirim surat tertang-
gal 7 April 2008 kepada Menteri Agama Republik Indonesia No. 592/K/
PMT/ IV/08 perihal Penolakan Pembekuan IMB Gereja Taman Yasmin.
Intinya KOMNAS HAM meminta klarifikasi dan perkembangan menge-
nai permasalahan ini kepada Menteri Agama dalam waktu tidak terlalu
lama (Cc: Menteri Dalam Negeri, Walikota Bogor, dan Kepala Dinas Tata
Kota dan Pertamanan Kota Bogor). Namun sampai saat ini belum ada
tindakan konkrit dari Pemerintah Pusat untuk menyelesaikan masalah ini.
Selain itu laporan juga dikirimkan ke Ombudsman Republik Indonesia.
Ombudsman Republik Indonesia telah mengirimkan surat sebanyak dua
kali dimana keduanya tidak ditanggapi oleh Pemkot Bogor Jemaat Gereja
Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin telah melakukan langkah-langkah
hukum untuk menyelesaikan persoalan penutupan gereja tersebut dengan
mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara sampai pada
Mahkamah Agung. Namun sebagaimana yang telah kami sebutkan di
atas, pemerintah Kota Bogor tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung
yang dikeluarkan tanggal 9 Desember 2010. Bahkan sebaliknya Wali Kota
Bogor mengeluarkan surat Keputusan tanggal 11 Maret 2011 yang justru
mencabut Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang telah dikeluarkan-
nya pada tahun 2006.
Perwakilan jemaat GKI dan Pemerintah Kota Bogor (diwakili Sekre-
taris Daerah Bogor, Bambang Gunawan) datang ke Mahkamah Agung
Republik Indonesia untuk meminta informasi tentang putusan Putusan
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 339

Mahkamah Agung. Pejabat di Mahkamah Agung memberikan infor-


masi bahwa Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan sejak tanggal
9 Desember 2010. Putusannya: Mahkamah Agung menyatakan permo-
honan Pemerintah Kota Bogor tidak dapat diterima. Hal ini berarti
Mahkamah Agung menyetujui putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara Bandung yang memutuskan membatalkan Surat Kepala Dinas Tata
Kota dan Pertamanan Kota Bogor Nomor 503/208-DTKP Perihal
Pembekuan Izin tertanggal 14 Februari 2008 dan memerintahkan untuk
mencabut Surat Keputusan tersebut.
Namun setelah adanya putusan Mahmakah Agung tersebut, ternya-
ta Pemerintah Kota Bogor tidak juga bersedia membuka gembok yang
sejak April 2010 mereka pasang di gerbang gereja.Ini berbeda dengan apa
yang Walikota katakan pada GKI di dalam pertemuan di Markas Komando
Distrik Militer 0606 Kota Bogor pada 31 Desember 2010 yang lalu. Di
kesempatan lain, Walikota Bogor juga mengatakan pada media massa
bahwa dirinya berjanji akan segera melaksanakan putusan MA apabila
sudah dikeluarkan oleh MA.
Pada 10 Juni 2011 GKI Taman Yasmin menerima FATWA dari
Mahkamah Agung Republik Indonesia pertanggal 1 Juni 2011 yang
menegaskan bahwa putusan MA nomor 127 PK/TUN/2009 tertanggal 9
Desember 2010 sudah berkekuatan hukum tetap dan WAJIB dilaksanakan.
Ini artinya, gembok dan segel gereja yang selama ini dipasang secara ilegal
oleh Walikota Bogor Diani Budiarto harus dibuka dan warga jemaat GKI
Yasmin diijinkan beribadah kembali digerejanya yang sah sesuai agama
dan kepercayaannya.
GKI Taman Yasmin menghadapi beberapa demonstrasi seperti adanya
sekelompok orang di Taman Yasmin menggalang tanda tangan dan membuat
pernyataan protes atas diadakannya ibadah trotoar didekat pangkalan ojek.
Kelompok itu bahkan juga mendatangi lokasi tempat ibadah GKI Yasmin
dan mengadakan aksi protes menentang ibadah yang dilakukan di trotoar.
Polisi, dibawah Kapolresta yang baru, tetap menjaga berlangsungnya ibadah
GKI Yasmin, peserta aksi protes dilokalisir di titik yang cukup jauh dari
jemaat GKI pada Mei – Juni 2011.
Sebelumnya, ada perubahan penampilan dari kelompok . Pada Pengu-
rus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin ditelepon Kepolisian
Bogor untuk membatalkan rencana Ibadah Natal 2010. Akhirnya, para
Jemaat GKI mempersiapkan Ibadah Natal dengan memakai tenda di jalan
trotoar. Dan ibadah Natal dimulai pukul 20.00 WIB Sejak pukul 17.30
WIB, kelompok fundamentalis yang bernama Forum Komunikasi Muslim
340 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Indonesia (Forkami) sudah mulai melakukan aksi demonstrasi anti gereja


di dekat berlangsungnya ibadah natal. Sepanjang ibadah, kelompok funda-
mentalis meneror umat GKI taman Yasmin yang sedang melakukan ibadah
Natal. Jarak mereka hanya sekitar 2 meter dari tenda umat GKI. Polisi
tidak menghalau kelompok tersebut. Sampai akhir ibadah, kekerasan verbal
dilakukan oleh kelompok fundamentalis tanpa dihentikan polisi. Dua
orang jemaat perempuan dilecehkan secara verbal oleh kelompok funda-
mentalis saat berjalan menuju kendaraannya.

Dikutip dari berbagai sumber

Penyegelan Masjid Batuplat NTT


Pada 17 September 2008 Walikota Kupang (Drs. Daniel Adoe) mengga-
gas pertemuan dengan warga muslim Kota Kupang, yang salah satu
agendanya adalah terkait dengan adanya keinginan warga muslim mendi-
rikan sebuah Masjid di wilayah Kelurahan Batuplat sehubungan kondisi
fisik rumah ibadah selama ini (Musholla Baiturrahman) sudah tidak
memadai.
Permintaan warga muslim tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh
Walikota Kupang dengan hibah tanah asset Pemerintah Kota Kupang
untuk dijadikan lokasi pembangunan masjid seluas 1.000 Meter Persegi
yang terletak di Jalan Badak RT 017/RW 07 Kelurahan Batuplat. Hibah
tanah tersebut dituangkan dalam Keputusan Walikota Kupang Nomor 66/
KEP/HK/2010 tertanggal 6 April 2010 tentang Persetujuan Hibah Tanah,
yang kemudian diikuti dengan penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan
(IMB) Masjid Nur Musafir Batuplat oleh BPPT Kota Kupang pada 15
Juni 2011.
Pada hari Sabtu, 25 Juni 2011 dilaksanakan acara ‘peletakan batu
pertama’pembangunan Masjid Nur Musafir Batuplat yang dilakukan oleh
Walikota Kupang. Acara ini duhadiri oleh Ketua MUI Kota Kupang,
jajaran Pemerintah Kota Kupang, serta warga muslim di Kelurahan Batuplat
dan Keluarahan Manulai II.
Pasca peletakan ‘batu pertama’ ternyata terdapat sekelompok warga
yang menolak pembangunan Masjid Nur Musafir, yang dilakukan dengan
cara mengirimkan surat serta melakukan demonstrasi. Warga yang menolak
beralasan bahwa mereka tidak mengetahui adanya rencana pembangunan
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 341

masjid, serta adanya isu pemalsuan yang dilakukan oleh Pengurus Masjid
ketika meminta tandatangan dukungan dari warga setempat. Penolakan
ini direspons oleh DPRD Kota Kupang yang kemudian meminta Waliko-
ta Kupang dihentikan sementara.
Permintaan DPRD Kota Kupang tersebut kemudian direspons oleh
Walikota Kupang dengan membentuk Tim Pencari Fakta, yang menyim-
pulkan bahwa seluruh proses perijinan pembangunan Masjid Nur Musafir
telah sesuai dengan prosedur, kecuali 2 hal: (a) Bahwa rekomendasi yang
diterbitkan oleh FKUB Kota Kupang ditandatangani secara sepihak oleh
Ketua FKUB, bukan merupakan hasil musyawarah dan mufakat Anggota
FKUB; dan (b) terdapat kejanggalan dalam proses permintaan tandatan-
gan yang dilakukan oleh Ketua Yayasan Nur Musafir (panitia pembangu-
nan) karena daftar dukungan diedarkan pada tahun 2008 sedangkan
kenyataannya surat pernyataan dukungan yang disahkan oleh Lurah Batuplat
tertulis bulan April 2010.
Sebagai langkah penanganan terhadap kasus ini, Komnas HAM telah
meminta Penjelasan Perkembangan Upaya Penyelesaian Permasalahan
Pembangunan Masjid Nur Musafir Batuplat. Walikota Kupang merespon
permintaan tersebut; yang pada intinya menjelaskan secara garis besar
kronologi peristiwa.
Komnas HAM juga meminta penjelasan dari Kepala Badan Kesbang-
pol Kota Kupang pada 2 Maret 2015. Pada intinya Kepala Kesbangpol
juga menyampaikan apa yang dijelaskan oleh Walikota Kupang, serta
menjelaskan bahwa Kesbangpol Kota Kupang sedang memfasilitasi upaya
penyelesaian dengan memberikan penjelasan kepada tokoh/warga yang
menolak pembangunan Masjid serta membantu pengumpulan tandatangan
dukungan dari warga bukan pengguna Masjid.
Selain Komnas HAM, pihak lainyang juga aktif mendampingi penye-
lesaian kasus ini adalah Kompak, salah satu organisasi berbasis masyarakat
di Kota Kupang. Kompak juga ikut meyakinkan Pemerintah Kota Kupang
untuk segera menyelesaikan persoalan Masjid Batuplat karena menurut
mereka semua persyaratan yang dibutuhkan dalam pendirian rumah ibadah
seperti: Jumlah jemaah lebih dari 90 orang, jumlah warga yang mendukung
lebih dari 60 orang, rekomendasi Kementrian Agama dan Rekomendasi
FKUB. Karena itu tidak ada lagi alasan bagi Pemerintah Kota Kupang
untuk tidak mengeluarkan ijin untuk Masjid Batuplat.
342 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pengungsi Syiah Di Sidoarjo


Perayaan Lebaran ketupat warga Syiah di Dusun Nangkernang, Desa
Karanggayam, Kecamatan Omben, Sampang, kemarin, berubah menjadi
horor. Kejadian penyerangan pada Desember 2011 terulang. Satu orang
tewas, empat orang lainnya kritis, dan puluhan rumah terbakar akibat
penyerangan, Minggu, 26 Agustus 2012.
Korban tewas diketahui bernama Hamamah, 45 tahun. Dia mening-
gal akibat sabetan senjata tajam dari kelompok penyerang. Sedangkan
korban kritis bernama Tohir, Mat Siri, Abdul Wafi, dan ibunda ustad Tajul
Muluk. Tajul Muluk adalah pemimpin Syiah di Nangkernang yang kini
mendekam di penjara setelah divonis dua tahun bui karena penodaan
agama. Adapun korban kritis akibat sabetan senjata tajam dan lemparan
batu kemudian dirawat di RSUD Sampang dan mendapat pengawalan
ketat aparat kepolisian.
Penyerangan terjadi mulai pukul 08.00. Saat itu, sebagian besar warga
Syiah sedang merayakan Lebaran ketupat. Tiba-tiba, dari arah sebelah
timur yang tertutupi perbukitan, muncul ratusan orang. Mereka menyebar
dengan berjalan melintasi persawahan sambil mengacungkan celurit dan
berteriak: “Sekarang bukan hanya rumahnya, tapi orangnya juga harus
habis”. Mereka semua bersembunyi di salah satu bagian rumah Tajul Muluk,
yang selamat dari amuk massa dalam penyerangan sebelumnya. Mereka
tidak langsung duel, tapi melempari Zain dan lainnya terlebih dahulu
dengan batu. Akibat lemparan batu itu, sejumlah orang Syiah mengalami
cedera. Salah satunya Hamamah, yang akhirnya tewas dibantai.
Aparat kepolisian karena baru tiba di lokasi pukul 15.00 atau delapan
jam setelah penyerangan. Semua rumah jemaah Syiah dibakar pakai bensin,
sekitar 50 rumah, termasuk rumah Zain, seorang saksi mata yang juga
turut menjadi korban. Pasca-penyerangan, polisi menerjunkan ratusan
personel di lokasi kejadian dan dibantu personel dari Komando Distrik
Militer setempat. Seluruh warga Syiah juga diungsikan ke Gelanggang
Olahraga Sampang.
Pada Juni 2013, semua pengungsi dari GOR Sampang diangkut dengan
2 bus dan 3 truk polisi, dan dikawal dengan 3 mobil patroli menuju Pasar
Puspa Agro, Sidoarjo. Tidak kurang dari 168 pengungsi diusir paksa dari
GOR, benteng pertahanan terakhir mereka sesudah kampung dan rumah
mereka dibakar massa anti-Syiah.
Rombongan pengungsi tiba di Pasar Puspa Agro yang oleh Pemkab
Sampang dan Pemprov Jatim sudah berbulan-bulan yang lalu merencana-
kan sebagai tempat relokasi pengungsi Syiah. Di tempat ini, masalah
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 343

semakin menumpuk. Berdasarkan laporan relawan CMARs, di Rumah


Susun (Rusun) Puspa Agro masih ada penghuni lama yang tidak mau
pindah. Alasannyamereka mendapat informasi akan dipindahkan ke Gedung
B baru sore hari. Diperkirakan butuh 71-75 kamar untuk para pengungsi,
sementara penghuni lama belum mau dipindahkan.
Biaya setiap kamar berkisar antara Rp. 220.000 – 300.000. Sekadar
catatan, rumah susun ini sudah dikelola oleh pihak swasta, dan sampaisaat
ini belum ada kepastian dari pemerintah soal siapa yang akan menanggung
biaya sewa rumah susun yang ditempati pengungsi.
Menurut informasi penghuni lama, biaya air dan listrik juga sangat
mahal, bahkan lebih mahal dari biaya sewanya. Di tempat baru ini, para
pengungsi berpotensi diusir sewaktu-waktu oleh pengelola rumah susun
bila soal administrasi tersebut tidak bisa diselesaikan.
Pada pada Agustus 2015, itu akan menjadi tiga tahun sejak komuni-
tas Syiah dari Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Indonesia, diserang dan
digusur paksa dari rumah mereka oleh massa anti-Syiah. Setidaknya 168
orang, termasuk 51 anak-anak, diserang oleh sekitar 500 orang dengan
senjata tajam dan batu. Satu orang tewas, dan beberapa luka-luka, bebera-
pa rumah juga hancur.
Pasca terjadinya serangan dan pembakaran rumah, pemerintah lokal
Sampang memindahkan jamaah syiah sampang ke GOR Sampang, selama
10 bulan dengan fasilitas seadanya, pada saat awal pasca kejadian banyak
diantara pejabat yang pemerintah mulai dari Mentri,  Anggota DPR,
Kapolri, Watimpres Komnas HAM, namun kedatangan mereka tidak
lantas menyelesaiakan masalah yang di hadapi komunitas syiah sampang.
Berbagai upaya desakan terhadap otoritas pemerintah daerah maupun pusat
agar segera menyelesaikan konflik tersebut pada kisaran bulan Oktober
– Desember 2012, ada sedikit kemajuan, Kementerian Agama melalui
Litbang (Penelitian dan Pengembangan) melakukan upaya inisiasi perdama-
ian antara warga dan komunitas Syiah, pada Desember 2012 KontraS
Surabaya juga turut serta memfasilitasi proses dialog antara Perwakilan
Komunitas Syiah Sampang dan Perwakilan Kyai-kyai lokal di sekitaran
area konflik, dalam rangkaian kegiatan tersebut ada titik terang terkait
upaya penyelesian masalah. Sayangnya, persoalan kemudian proses perdama-
ian tersebut tidak didukung secara penuh baik dari otoritas pemerintah
pusat maupun daerah. Pergantian kekuasaan lokal Sampang maupun daerah
juga turut menjadi penyebab dari kemandekan upaya penyelesaian masalah,
namun fakta tersebut tidak lantas menyurutkan tekad bagi komunitas Syiah
Sampang untuk memperjuangkan hak-haknya.
344 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pada tanggal 1 Juni 2013 bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila,


10 orang perwakilan melakukan aksi Gowes dari Surabaya menuju Jakarta.
Akhir bulan Juni 2013 perwakilan komunitas Syiah Sampang yang melaku-
kan aksi di Jakarta ditemui mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
dalam pertemuan tersebut dijanjikan bahwa mereka akan pulang sebelum
lebaran tahun 2013, atau paling akhir sebelum masa jabatan presiden
berakhir, pada saat itu juga pemerintah pusat membentuk tim rekonsi-
liasi yang di pimpin oleh Rektor IAIN Surabaya, (Abdul A’la). Pada bulan
agustus tahun 2014, Menteri Agama Lukman Hakim melakukan dialog
secara langsung dengan komunitas syiah Sampang di Rusun Jemundo
dalam pertemuan tesebut menag mengatakan bahwa “Saya tidak bisa
menjanjikan apa-apa. Tapi saya optimis bisa menyelesaikan ini karena ada
keinginan untuk kembali pulang dari kalian semua. Mudah-mudahan
Allah mempertemukan hati kita semua sehingga persaudaraan ini bisa
diraih kembali.” Hingga kini, pengungsi ini masih berada di Rusun Puspa
Argo.

Dikutip dari berbagai sumber

Kasus Penahanan KTP Ahmadiyah Kuningan


Persoalan utama yang dihadapi warga Ahmadiyah dalam kaitannya dengan
layanan publik khususnya layanan Adminduk adalah masih adanya perlakuan
diskriminatif dari beberapa pihak di masyarakat dalam memperoleh KTP
(e-KTP) terutama yang meminta agar kolom agama Islam dalam KTP
warga Ahmadiyah dikosongkan. Permintaan ini dilakukan oleh beberapa
tokoh Ormas termasuk MUI Kuningan, dengan alasan warga Ahmadiyah
Manislor bukan beragama Islam. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan
tahun 2012 lalu.
Namun seperti dijelaskan oleh Ahmad (bukan nama sebenarnya) salah
satu tokoh Ahmadiyah Manislor, setelah kuasa hukum JAI di Jakarta
mempertanyakan persoalan tersebut kepada Kementrian Dalam Negeri,
terjadi perubahan kebijakan di daerah. Setelah itu warga Ahmadiyah
Manislor dilayani dalam registrasi e-KTP. Petugas yang melaksanakan
input data mencantumkan Islam di kolom agama warga JAI Manislor.
Namun yang menjadi persoalan hingga saat ini adalah e-KTP yang
telah diproses sesuai dengan aturan dan harapan warga Ahmadiyah Manislor
belum diterbitkan oleh Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 345

Kabupaten Kuningan. Menurut salah satu pimpinan pesantren di Desa


Bojong, Kecamatan Cilimus, tidak jauh dari Desa Manislor, keterlam-
batan tersebut mungkin karena persoalan kolom agama yang sebelumnya
pernah dipersoalkan. Buktinya, warga di Kecamatan Cilimus rata-rata
sudah memperoleh e-KTP, bahkan sudah satu tahun lebih.
Penjelasan ini juga diperkuat oleh keterangan Kepala Dinas Kependudu-
kan dan Catatan Sipil Kabupaten Kuningan. Menurutnya, ada beberapa
alasan warga JAI Manislor belum mendapatk e-KTP. Ada kekhawatiran
pemerintah apabila membagikan e-KTP khusus nya bagi golongan Ahmadi-
yah, akan terjadi penyerang oleh ormas-ormas seperti FPI. Menurut Kepala
Dinas, warga ahmadiyah sebenarnya sudah tercetak akan tetapi karena
dalam kolom agama masih tertulis islam, Dinas Dukcapil tidak berani
membagikannya. Menurutnya, e-KTP tersebut akan dimusnahkan dan
akan di cetak kembali oleh pusat dengan kolom agama dikosongkan.
Sejumlah pihak yang melakukan pendampingan kepada warga
Ahmadiyah Kuningan telah melakukan berbagai upaya agar masalah
e-KTP ini segera terselesaikan. The Wahid Institute (WI) misalnya telah
mencoba berkomunikasi dengan Pemerintah Kabupaten Kuningan
termasuk dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. WI berusaha
meyakinkan Kepala Dinas agar segera membagikan e-KTP dengan pertim-
bangan bahwa e-KTP tersebut sangat penting dalam kaitannya dengan
status kependudukan warga Ahmadiyah. Tanpa KTP, warga tidak dapat
mengurus Akte Kalhiran, Asuransi Kesehatan, beasiswa pendidikan dan
sebagainya.

Sumber: M Subhi Azhari, “Laporan Baseline Survey Penguatan Layanan Adminduk Bagi
Kelompok Rentan di Jawa Barat”, (Agustus 2013)

Kasus Diskriminasi Identitas Kependudukan


Penganut Aliran Kepercayaan di Kuningan
Salah satu problem terkait Admiinistrasi kependudukan di Kuningan
menimpa warga Sunda Wiwitan di Cigugur. Problem ini berbentuk penola-
kan Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan untuk mencatatkan
perkawinan warga penganut Sunda Wiwitan. Meskipun telah ada Undang-
undang tentang Administrasi Kependudukan, warga Cigugur merasa
regulasi tersebut tidak memberi jalan keluar bagi persoalan mereka. Rudi
dan Santi (bukan nama sebenarnya) adalah para pemuka Sunda Wiwitan.
346 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Merekapun merasakan perlakuan diskriminatif tersebut. Rudi tidak diakui


perkawinannya selama 12 tahun hingga sekarang. Jika sebelum UU Admin-
duk lahir pada tahun 2006, alasan petugas Dinas Catatan Sipil adalah
agama Sunda Wiwitan tidak diakui negara, maka setelah 2006, alasan
tersebut sedikit berubah yakni karena Sunda Wiwitan tidak terdaftar
sebagai organisasi penghayat di Kerbangpol Kemendagri.
Implikasi dari kebijakan ini, sebagian pengikut Sunda Wiwitan terpaksa
harus mengaku sebagai pengikut salah satu agama yang enam dalam
pembuatan KTP. Namun bagi sebagian yang tidak mau, maka akte kelahi-
ran anak-anak mereka menjadi bermasalah. Menurut Santi, di dalam akte
kelahiran anak Kantor Catatan Sipil hanya menulis si anak adalah anak
dari seorang ibu yang diakui oleh seorang laki-laki. Artinya sang anak
hanya diakui memiliki hubungan keperdataan dengan ibu.
Bentuk diskriminasi lainnya adalah penulisan agama dalam KTP.
Menurut Rudi, dalam pembuatan KTP dia dan istrinya harus berulang-
kali mengganti KTP karena dalam kolom agamanya ditulis salah oleh
petugas. Pada saat pertama mengurus, agamanya ditulis “Aliran”. Karena
tidak terima, Oki menyampaikan protes dan meminta KTP diganti karena
nama agamanya keliru. Setelah itu terbit KTP kedua dengan nama agama
“Kepercayaan”. KTP yang kedua inipun diprotes karena keliru. Setelah itu
barulah terbit KTP ketiga dengan kolom agama dikosongkan dan diganti
(-).
Rudi juga menceritakan pengalaman salah seorang warga Sunda
Wiwitan bernama mengurus KTP. Ketika petugas menanyakan kepada
yang bersangkutan identitas agamanya, dia menjawab “di luar yang lima”.
Jawaban tersebut dilontarkan karena dalam persepsi Jani negara hanya
mengakui lima agama yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha.
Ketika KTP terbit, dia kaget karena dalam kolom agamanya tertulis
Konghucu. Jani sama sekali tidak mengenal apa itu Konghucu. Dia semakin
kaget setelah mengadukan persoalan ini kepada Rudi, dimana dijelaskan
agama Konghucu berasal dari Tingkok.
Berbagai pihak baik individu maupun lembaga telah mendampingi
warga Sunda Wiwitan dalam menyelesaikan persoalan kolom agama ini,
ANBTI adalah salah satunya. Nia, salah seorang aktivis ANBTI telah
menemui Menteri Dalam Negeri guna menyampaikan permasalahan
tersebut. Menurut Nia, salah satu penyebab diskriminasi kolom agama
dalam KTP ini adalah karena adanya Undang Undang tentang Adminis-
trasi Kependudukan yang secara jelas membedakan pelayanan terhadap
agama yang diakui dan tidak diakui.
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 347

Dalam pertemuan tersebut, Menteri Dalam Negeri menyampaikan


bahwa mengubah Undang Undang bukanlah persoalan yang mudah karena
harus melalui DPR. Namun dia juga mengakui bahwa masih ada diskrimi-
nasi yang dialami sebagian warga negara seperti kelompok penghayat
karena adanya UU Adminduk tersebut. Dia berjanji akan mendorong
anggota dewan yang berasal dari partainya untuk mengusulkan perubahan
UU Adminduk tersebut.

Sumber: M Subhi Azhari, “Laporan Baseline Survey Penguatan Layanan Adminduk Bagi
Kelompok Rentan di Jawa Barat”, (Agustus 2013)
348 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


5
MODUL LANJUTAN | MATERI 4 | Model-model Advokasi 349

Pemantauan dan
MATERI Dokumentasi

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Mainkan!

Catatan
350 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
5
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 351

Pemantauan dan
MATERI Dokumentasi

Pengantar
Pemantauan dan dokumentasi adalah satu aspek penting dalam advokasi
kasus-kasus hak-hak kewarganegaraan dan hak-hak beragama. Pemantauan
dan advokasi sangat dibutuhkan agar berbagai peristiwa pelanggaran dan
diskriminasi dapat dicatat secara lengkap, terorganisir dan sistematis.
Materi ini berisi teknik-teknik dasar dalam melakukan pemantauan
dan pendokumentasian peristiwa-peristiwa keagamaan di lingkungan
masing-masing dan alat-alat yang dibutuhkan dalam kedua aktifitas terse-
but. Peristiwa yang dimaksud baik berupa konflik, pelanggaran hak
beragama, maupun praktik-praktik baik hubungan antar agama yang
inspiratif.
Materi ini berisi tiga kegiatan: 1) Game “Mengumpulkan Serpihan
Kasus”; 2) Diskusi kelompok; 3) Ceramah dan tanya jawab.

Tujuan
1. Peserta mengetahui teknik-teknik mengumpulkan peristiwa keagamaan.
2. Peserta mampu menyusun kronologi peristiwa
3. Peserta semakin peka dalam mengenali konflik keagamaan.

Pokok Bahasan
1. Teknik mengumpulkan peristiwa keagamaan.
2. Teknik menyusun kronologi peristiwa keagamaan.

Metode
1. Game “Mengumpulkan Serpihan Kasus”
2. Diskusi kelompok
3. Ceramah dan tanya jawab.
352 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Waktu
120 menit
• Game “Mengumpulkan Serpihan Kasus” 30 menit
• Diskusi kelompok 45 menit
• Ceramah dan tanya jawab 45 menit

Alat-alat Bantu
1. Gunting
2. Lembar kasus
3. Lem
4. Kertas plano

Langkah-langkah Fasilitasi

Jelaskan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam materi


ini berikut tujuannya (5 menit).

KEGIATAN

1 Game “Mengumpulkan Serpihan Kasus”

1. Bagilah peserta ke dalam beberapa kelompok di mana masing-


masing kelompok beranggotakan 6 orang.
2. Jelaskan kepada para peserta bahwa tugas mereka pada kegiatan
ini adalah menjadi pemonitor dan pendokumentasi peristiwa
pelanggaran dan diskriminasi hak-hak kewarganegaraan dan
hak-hak beragama.
3. Mintalah panitia menyiapkan satu kronologi kasus,
mengguntingnya menjadi beberapa serpihan dan menyebarkan-
nya ke beberapa orang yang ditunjuk baik di dalam maupun di
luar ruangan. Untuk permainan ini, gunakan narasi peristiwa di
bawah ini:
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 353

Peristiwa Masjid Az Zikra


(Rabu, 11/2/2015)

Kompleks Masjid Az Zikra, Sentul, Bogor pimpinan KH Arifin


Ilham didatangi puluhan orang tidak dikenal. Kedatangan mereka
disinyalir karena masalah spanduk yang terpasang di area
kompleks masjid.
Seperti diberitakan www.liputan6.com Kepala Bagian
Operasional (Kabagops) Polres Bogor Kompol Imron Ermawan
menuturkan, massa berjumlah sekitar 38 orang itu mendatangi
Kompleks Az Zikra pada Rabu 11 Februari 2015 sekitar pukul
21.00 WIB. Kemudian kurang lebih pukul 21.00 WIB hingga
23.00 WIB sekelompok orang tersebut mendatangi dan
memasuki lingkungan Masjid Az Zikra.
“Kedatangan mereka adalah untuk mempertanyakan infor-
masi yang beredar di antara mereka melalui BBM dan WhatsApp
yang mengatakan bahwa ada spanduk yang bertuliskan kira-kira
isinya menghina aliran mereka, yaitu dalam tanda kutip Syiah,”
kata Imron di Mapolres Bogor pada Kamis (12/2/2015).
Imron menambahkan, kelompok yang masih belum
diketahui nama dan dari mana asalnya itu ingin mengonfirmasi
kepada pihak masjid. Namun, karena tidak mendapat jawaban,
akhirnya massa terlibat adu mulut dengan pihak keamanan masjid.
“Akhirnya terjadi perkelahian. Pasalnya massa tersebut datang
pada waktu di luar jam bertamu, akhirnya cekcok mulut dengan
sekuriti masjid,” jelasnya.
Petugas keamanan yang menjadi korban pemukulan bernama
Faisal Salim (43). Mendapat laporan dari masyarakat, akhirnya
pihak kepolisian langsung tiba di lokasi dan mengamankan 38
orang tersebut ke Mapolres Bogor.
“Kita akan dalami kasus ini, kemudian semuanya yang kita
amankan akan kita periksa, mereka datang atas suruhan siapa
dan ada apa itu kita masih dalami. Kata-kata pasti yang berada
dalam spanduk tersebut juga masih kita telusuri,” ucap Imron.
354 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Kini semua massa yang mendatangi Masjid Az Zikra diperiksa


di Mapolres Bogor. Selain itu beberapa saksi dan korban juga
telah diperiksa.
Sehari setelah kejadian tersebut (12/2) ditangani pihak
kepolisian, Ust. Arifin Ilham menulis dalam fanpage facebook
sosial media miliknya dengan mengatakan; “ALLAHU AKBAR
malam kamis ini sekitar jam 11 00 kampung majlis Az Zikra
yang berada disekitar mesjid Az Zikra Sentul Bogor diiserbu
segerombolan preman yang mengaku dari faham syiah yg dipimpin
oleh seorang yang mengaku habib Ibrahim....”
Dari kalimat yang ditulis Ust. Arifin terkesan terburu-buru
karena banyak terjadi kesalalahan ketik. Berdasarkan informasi
statusnya, pelaku adalah sekelompok orang mengatasnamakan
kelompok Syiah dipimpin Habib Ibrahim yang tersinggung
dengan spanduk. Namun sepertinya Ust. Arifin terpancing dengan
menambahkan kalimat bahwa paham syiah adalah sesat. Pada
hari yang sama, akun resmi Ahlul Bait Indonesia disingkat ABI
menurunkan siaran pers yang mengecam aksi kekerasan di masjid
Az zikra, Sentul.

Siaran Pers: Pernyataan Dewan Pengurus Pusat Ahlulbait Indone-


sia Terhadap Berita Penyerangan Dan Penurunan Spanduk Di
Area Perkampungan Majelis Azzikra Asuhan K.H. Muhammad
Arifin Ilham
Pernyataan Dewan Pengurus Pusat Ahlulbait Indonesia
Terhadap Berita Penyerangan dan Penurunan Spanduk di Area
Perkampungan Majelis Azzikra Asuhan K.H. Muhammad Arifin
ilham di Sentul Bogor, Jawa Barat pada 11 Februari 2015.

1. Bahwa Ahlulbait Indonesia adalah Ormas Islam yang selalu


membangun silaturahmi secara luas dengan Pemerintah dan
Ormas Islam lain terutama NU dan Muhammadiyah dan
selalu terbuka untuk membangun dialog dengan pihak
manapun untuk membangun kebersamaan dan keharmonisan.
2. Ahlulbait Indonesia tidak tahu menahu dengan sekelompok
orang yang menyerang dan menurunkan spanduk di Masjid
Az-Zikra pimpinan yang mulia K.H. Muhammad Arifin
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 355

Ilham yang berujung bentrok. Karena itu Ahlulbait Indone-


sia tidak bertanggung jawab terhadap tindakan tersebut dan
mendukung sepenuhnya tindakan hukum terhadap para
pelaku.
3. Ahlulbait Indonesia menyesalkan kejadian tersebut dan
mendorong Pemerintah untuk menciptakan kehidupan yang
harmonis terhadap sesama anak bangsa dan umat serta menin-
dak dengan tegas terhadap kelompok intoleran dari manapun
yang dapat mengancam NKRI.

Jakarta, 12 Februari 2015


Dewan Pengurus Pusat Ahlulbait Indonesia

Mengetahui
Ketua Umum
KH. Hassan Alaydrus
Ketua Dewan Syura
Dr. Umar Shahab, MA

Sejumlah media menggunakan istilah yang berbeda-beda dalam kasus


ini. Ada yang menggunakan pengeroyokan, penganiayaan, penyeran-
gan, pemukulan. Hingga laporan ini dibuat, pelakunya masih belum
pasti mengidentifikasi berasal dari kelompok Syiah atau bukan.

4. Mintalah masing-masing kelompok menemukan satu kronologi


kasus di sejumlah orang yang ditunjuk di dalam maupun luar
ruangan. Kelompok yang paling tepat menyusun kronologi sebagai
pemenang.
356 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

KEGIATAN

2 Diskusi Kelompok

1. Setelah proses pengumpulan kasus selesai, mintalah masing-


masing kelompok mendiskusikan kasus tersebut untuk membuat
matriks kasus dengan mengisi matriks kasus seperti di bawah
ini:

Nama Peristiwa Sebutkan nama peristiwa

Sebutkan kualifikasi perbuatan apakah pelanggaran atau


Kualifikasi Perbuatan
diskriminasi

Bentuk Tindakan Sebutkan bentuk tindakan pelaku

[tempat di mana peristiwa tersebut berlangsung, bisa


Lokasi Peristiwa
dengan daerah atau jalan]

Hari/Tanggal [tanggal di mana peristiwa tersebut berlangsung]

Waktu (jam) [waktu peristiwa terjadi]

Deskripsikan peristiwa dimaksud dengan menjelaskan: Who


Deskripsi Peristiwa
did what to whom (Siapa melakukan apa, kepada siapa)

Komentar berbagai pihak tentang sebuah peristiwa


Keterangan Tambahan (jangan lupa mengutip), situasi sosial, kecenderungan
pemberitaan media, dsb

Sebutkan para pelaku


Pelaku [bisa individu maupun lembaga]
[bisa negara atau bisa masyarakat sipil]

[ Jelaskan sejauh mana keterlibatan pelaku, apakah sebagai


Derajat Keterlibatan
aktor utama, pembantu atau posisi lainnya]
Korban [bisa individu maupun lembaga]

[hak dari korban yang dilanggar oleh pelaku. Ini bisa


Hak Yang Dilanggar dikaitkan dengan beberapa perundang-undangan nasional,
daerah maupun kovenan atau konvensi internasional]
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 357

Sebutkan bukti-bukti yang dikumpulkan


bukti surat
keterangan saksi
Dokumen Bukti
keterangan ahli
visum
foto

2. Setelah matriks kasus selesai, mintalah setiap kelompok membuat


kronologi peristiwa.
3. Mintalah masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
pencarian kasus dan diskusi yang mereka lakukan.

Ice Breaking
Sebelum kegiatan berikutnya dilanjutkan, mainkan ice breaking berikut
untuk mencairkan suasana:

“Apa Emosiku?”
• Atur peserta berdiri membentuk lingkaran
• Siapkan potongan kertas bertuliskan jenis emosi.
• Tunjuk secara acak salah satu peserta untuk maju ke tengah
lingkaran. Lalu minta dia mengambil satu potongan kertas.
Setelah itu dia harus memperagakan isinya.
• Tugas peserta lain adalah menebak apa emosi yang diperagakan
tersebut.
• Jika tebakan benar, mintalah peserta yang memperagakan menun-
juk peserta lain untuk memperagakan emosi berikutnya.

Daftar Jenis Emosi


Cinta Benci Rindu Galau
Terkejut Hormat Heran Marah
Tidak tahu Tidak sabar Gembira Takut
Sedih Bosan Frustrasi Sebal
Jijik Senang Kasihan
358 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

KEGIATAN

3 Ceramah dan Tanya Jawab

1. Mintalah narasumber menyampaikan materi Pemantauan dan


Pendokumentasian.
2. Mintalah beberapa peserta menanggapi atau mengajukan pertan-
yaan kepada narasumber.
3. Berilah waktu kepada narasumber memberi tanggapan dan
jawaban.
4. Buatlah beberapa catatan fasilitator dan sampaikan kepada para
peserta.

Bacaan Utama
1. Panduan Pemantauan : Tindak Pidana Penodaan Agama dan Ujaran
Kebencian atas Dasar Agama (ILRC, 2012).
2. Modul Pelatihan Monitoring Peradilan dalam Kasus Kebebasan
Beragama / Berkeyakinan (Jakarta: ELSAM, 2014).

Hand Out
1. Dasar-Dasar Melakukan Pemantauan
2. Mendokumentasikan Pelanggaran HAM
3. Instrumen Pemantauan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di
Indonesia
4. Contoh Kronologi Peristiwa
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 359

Dasar-Dasar Melakukan Pemantauan

Adakah perbedaan antara pemantauan dan investigasi ?


Pemantauan adalah kegiatan terorganisasi dan sistematis yang dilakukan
untuk menemukan hal-hal yang keliru pada suatu situasi, perkembangan
atau kasus tertentu. Yang keliru di sini adalah ketidaksesuaian antara apa
yang seharusnya menurut norma, standar, dan hukum internasional hak-hak
manusia maupun hukum nasional yang relevan dilakukan oleh negara
dalam rangka menunaikan tanggung jawab dan kewajibannya. Sedangkan
investigasi adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta
melakukan peninjauan, percobaan, dan sebagainya dengan tujuan memper-
oleh jawaban atas pertanyaan tertentu.
Banyak pembela HAM dan pemantau masih mengalami kesulitan
untuk membedakan cakupan informasi antara investigasi dan pemantauan.
Bentuk kerja yang hampir mirip yaitu untuk mengumpulkan fakta membuat
banyak orang bingung, sehingga dalam praktek kerjanya kerap terbalik-
balik. Berikut perbedaan antara pemantauan dan investigasi, sebagai berikut:

CAKUPAN INFORMASI MONITORING INVESTIGASI

Peristiwa Biasanya hanya mengungkap Biasanya mengungkap satu


informasi kulit luarnya saja peristiwa pelanggaran/
atau paparan umum saja kejahatan hak asasi manusia,
dari berbagai (lebih dari tertentu secara lebih mendalam
satu) peristiwa pelanggaran/
kejahatan
Tindak Kekerasan Mengidentifikasi bentuk- Mengidentifikasikan bentuk-
bentuk kekerasan fisik dan bentuk tindak kekerasan
psikologis, namun tidak fisik dan psikologis yang
sampai mengidentifikasi dialami korban, termasuk
pelaku langsung, pemberi mengidentifikasi tindakan-
perintah, dan penyusun tindakan yang dilakukan para
strategi/kebijakan tersangka pemberi perintah
360 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Korban Biasanya hanya sebatas Biasanya mengungkap


informasi dasar seperti bukan hanya informasi dasar
identitas, umur atau suku informasi, akan tetapi lebih
dalam seperti mencari tahu
aktivitas politik, ekonomi, dan
sosial terakhir korban
Pelaku Biasanya tidak menentukan Biasanya menentukan pihak-
pihak-pihak yang pihak yang bertanggung jawab
bertanggung jawab dari pelaku lapangan, pemberi
perintah, dan penyusun
kebijakan
Intervensi Negara Menjadi fokus utama Tidak menjadi fokus utama
Alat Bukti Tidak menjadi fokus utama Menjadi fokus utama

Apakah tujuan pemantauan?


Secara umum pemantauan memiliki lima tujuan pokok, yaitu:
1. Memberikan bantuan kepada para korban pelanggaran hak kebebasan
beragama/keyakinan
2. Membantu proses penyelesaian kasus pelanggaran hak kebebasan
beragama/keyakinan dan pemulihan korban
3. Mengubah kebijakan negara terkait pemenuhan hak kebebasan beraga-
ma/keyakinan
4. Mengubah watak dan perilaku dari aparatur negara dalam melak-
sanakan kewajiban-kewajibannya dalam pemenuhan hak kebebasan
beragama/keyakinan; dan
5. Mendorong kesadaran publik untuk toleran terhadap perbedaan agama
ataupun aliran keagamaan.

Apa kegunaan dari pemantauan kasus pelanggaran kebebasan beraga-


ma/berkeyakinan?
Pemantauan berguna untuk mengukur apakah negara dalam melakukan
perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan terhadap hak kebebasan
beragama/keyakinan telah mengikuti standar-standar hukum interna-
sional. Sedangkan bagi masyarakat sipil,pemantauan berguna untuk mengi-
dentifikasikan masalah-masalah yang menyebabkan terjadinya pelang-
garan hak kebebasan beragama/keyakinan, dan merumuskan langkah-langkah
penanganan yang harus dilakukan untuk mendorong negara memulihkan
hak individu atau kelompok yang hak kebebasan beragama/keyakinannya
terlanggar.
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 361

Siapa saja yang bisa melakukan pemantauan?


Setiap orang dapat menjadi pemantau, karena bagaimanapun lembaga-
lembaga pengawas pelaksanaan HAM seperti Komnas HAM, PBB,
maupun pelapor khusus tidak akan mampu melakukan tugasnya tanpa
dukungan informasi dari semua pihak. Demikian halnya dengan anggota
komunitas agama minoritas yang menjadi sasaran sangkaan penodaan
agama dan ujaran kebencian, memiliki potensi besar untuk memantau
peristiwa pelanggaran hak kebebasan beragama/keyakinan yang terjadi di
komunitasnya.

Apa saja prinsip-prinsip dasar yang harus diketahui oleh pemantau?


Agar proses dan hasil pemantauan diakui oleh publik luas, pemantau harus
memahami dan menaati prinsip dasar dari pemantauan hak asasi manusia.
Terdapat lima prinsip dasar yang harus ditaati oleh seorang pemantau,
yaitu:

1. Mengedepankan akurasi informasi. Pemantau harus memastikan


bahwa informasi yang ia dapatkan harus benar-benar akurat.
Pemantau harus benar-benar tepat dalam memilih sumber infor-
masi dan selalu memeriksa kualitas informasi yang ia peroleh
dengan cara mencari informasi sebanyak-banyaknya dari sumber-
sumber informasi lainnya untuk di cross check. Harus diusahakan
sumber informasi adalah mereka yang melihat, mendengar atau
mengalami peristiwanya.
2. Mampu memegang kerahasiaan informasi dan sumber-sumber
informasi: Pemantau diharuskan mampu menjaga kerahasiaan
identitas sumber informasinya, termasuk menghormati sumber
informasi yang menginginkan informasinya tidak dicatat atau
dipublikasikan.
3. Imparsialitas. Pemantau harus memiliki sikap tidak memihak
kepada kelompok-kelompok tertentu. Pemantau dalam menjalan-
kan tugasnya harus berpijak pada fakta lapangan yang sesung-
guhnya dan tidak mengaburkan fakta-fakta tersebut untuk
kepentingan kelompok tertentu. Pemantau juga tidak boleh
melakukan diskriminasi atas dasar ras, suku, agama, jenis kelamin,
dan afiliasi politik.
4. Berpihak kepada korban. Pemantau dalam melakukan kerja
pemantauan harus selalu berpihak kepada korban. Keberpihakan
362 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

ini harus ditunjukkan dengan bersikap empati dan menghor-


mati segala hal yang disampaikan korban, meskipun dalam
beberapa kasus hal-hal yang disampaikan korban kerap berten-
tangan dengan fakta dan standar-standar penyelesaian hak asasi
manusia.
5. Sensitif gender. Pemantau harus memastikan bahwa kerja peman-
tauannya menghormati dan mengakui hak perempuan sebagai
hak asasi manusia.

Hal-hal apa saja yang perlu dipantau?


Fokus pemantauan mencakup situasi atau peristiwa penodaan agama,
peraturan, rancangan peraturan dan proses legislasinya, pelaksanaan hukum
dan kebijakan di lapangan, dan tindakan intoleransi yang mengakibatkan
pelanggaran kebebasan beragama.
Hal ini dapat dibedakan ke dalam dua hal, yaitu sebagai berikut:

OBYEK FOKUS BENTUK-BENTUK KERJA

Situasi atau Peristiwa Pemenuhan hak kebebasan Pemantauan kasus-kasus di


Tertentu beragama/keyakinan yang suatu wilayah atau lokasi
tercakup dalam instrumen khusus
Misalnya: hak beribadah, hak Pemantauan pemenuhan hak
berkumpul, hak berorganisasi, asasi dan kebebasan dasar
hak orang tua, dan lainnya kelompok minoritas agama
Kelompok sasaran yang
sifatnya khusus, misalnya:
kelompok Ahmadiyah, kelompok
Syiah, kelompok Penghayat, dan
lainnya
Cakupan geografis atau wilayah
Tematik/bentuk pelanggaran
khusus yang menjadi keprihatinan
bersama, misalnya hate speech
(ujaran kebencian) dalam ceramah
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 363

Kebijakan/Kinerja - Proses pembuatan kebijakan - Pemantauan terhadap


Lembaga-lembaga nasional/lokal perancangan dan
Eksekutif/Legislatif - Proses implementasi atas pengesahan proses legislasi;
kebijakan - Pemantauan pelaksanaan
- Kinerja instansi pemerintah peraturan dan kebijakan;
terhadap pemenuhan hak - Pemantauan terhadap
pembentukan dan tingkat
kemajuan atau kinerja
institusi HAM;
- Bentuk-bentuk intervensi
negara dalam suatu
penanganan kasus
pelanggaran hak kebebasan
beragama/keyakinan
Kinerja Lembaga- - Proses penyelidikan/penyidikan - Pemantauan proses
lembaga oleh kepolisian penyelidikan/penyidikan
Yudikatif - Proses peradilan kasus penodaan agama, hate
- Proses penghukuman speech (ujaran kebencian),
- Proses reparasi korban kriminalisasi korban,
dan hate crime (tindak kejahatan
karena kejahatan)
- Pemantauan proses
persidangan di pengadilan
umum (pidana/perdata/
TUN), mahkamah konstitusi
atau hak asasi manusia
- Pemantauan terhadap
pelaksanaan putusan
pengadilan terkait dengan
reparasi korban

Bagaimana tahap-tahap pemantauan kasus penodaan agama dan ujaran


kebencian?
Secara umum terdapat empat tahapan dalam melakukan pemantauan,
sebagaimana dilihat dalam diagram berikut ini:
• Tahap 1: Menebar Jaring adalah tahapan untuk mengidentifi-
kasi, mengumpulkan dan mendokumentasikan bukti-bukti
pelanggaran sebanyak mungkin sebelum hilang atau dihancurkan.
Tahapan ini juga dapat mengantarkan pada bukti tambahan
berikutnya.
• Tahap 2: Menemukan Kasus yaitu menemukan fakta-fakta yang
muncul dari bukti/informasi yang telah terkumpul.
• Tahap 3: Menggali Kasus, adalah tahapan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini: (1) siapa melakukan apa kepada siapa?;
364 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

(2) kapan dan di mana?; dan (3) bagaimana dan mengapa?


• Tahap 4: Membangun Kasus, adalah tahapan untuk pemantau
memeriksa kembali apakah masih ada bukti yang saling berten-
tangan dan memeriksa konteks kasus menggunakan hukum yang
dapat diterapkan (ICCPR, KUHP, UU HAM, dan lainnya).

Informasi apa saja yang harus dikumpulkan?


Informasi atau bukti yang sedapat mungkin dikumpulkan adalah sebagai
berikut:
1. Bukti fisik: Segala objek fisik yang mengandung informasi menge-
nai peristiwa yang terjadi. Misalnya, senjata, kondisi tubuh, jejak,
kerusakan fisik, dan lainnya
2. Bukti dokumen: Segala bukti yang bersifat tertulis seperti; 1)
visum; 2) Foto; 3) Pernyataan tertulis, siaran pers; 4) Kliping
media; 5) Transkrip wawancara; 6) Catatan observasi, dan lainnya
3. Kesaksian saksi dan korban: pernyataan saksi baik dari korban
maupun terduga pelaku dan bertanggung jawab atas peristiwa
termasuk saksi-saksi yang menyaksikan, mengetahui ataupun
mendengar peristiwa tersebut.

Bukti-bukti tersebut harus dijaga, dengan cara antara lain:


• Menandai bukti dengan inisial dan tanggal dikumpulkan
• Memberi label amplop dengan deskripsi: nama saksi / kode,
tanggal investigasi, dan lokasi.
• Menyimpan bukti di tempat yang aman dan terlindungi

Bagaimana melakukan wawancara?


Mengumpulkan informasi melalui wawancara adalah metode yang paling
sering digunakan oleh para pemantau. Selain karena metode ini mampu
memberikan informasi paling akurat daripada cara-cara lain, wawancara
juga memberikan ruang bagi pemantau untuk menggali informasi lebih
dalam dari narasumbernya. Terdapat dua jenis wawancara, yaitu:
• Wawancara awal: Wawancara singkat biasanya di TKP untuk :
1. Mendapatkan informasi awal tentang peristiwa,
2. Memperoleh informasi awal yang membantu mengarahkan pada
bukti lain;
3. Menjadwalkan pertemuan untuk wawancara lebih mendalam
bila dibutuhkan;
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 365

• Wawancara mendalam: Wawancara yang lebih teliti di tempat dan


situasi yang lebih aman dan nyaman, dirancang untuk memperoleh
informasi sebanyak mungkin. Di antaranya: 1) Menggali semua infor-
masi yang diketahui saksi terkait peristiwa; 2) Menemukan bukti dan
saksi tambahan; 3) Mendapatkan latar belakang peristiwa yg memadai.

Ada sejumlah persiapan yang harus dilakukan oleh pemantau untuk


melakukan wawancara. Berikut tata cara wawancara yang harus diperha-
tikan:
1. Pra wawancara. Sebelum melakukan wawancara, pemantau harus
mengetahui orang yang akan diwawancarai, menguasai persoalan,
menyiapkan daftar pertanyaan, menyiapkan alat pencatat dan perekam,
dan tepat waktu sesuai perjanjian dengan narasumber
2. Saat wawancara. Tata cara yang harus diperhatikan saat melakukan
wawancara, yaitu perkenalkan diri, bersikap empati, jelaskan tujuan
wawancara, jelaskan hak saksi, ajukan pertanyaan awal yang ringan,
jangan menggurui, ajukan pertanyaan secara jelas dan ringkas, jangan
menyela ketika saksi masih bicara, menyela dengan cara yang baik dan
saat yang tepat, dan menjaga sikap dan bahasa tubuh.
3. Pasca wawancara: Sampaikan ringkasan wawancara, beri kesempatan
saksi untuk mengoreksi, membuat janji untuk konfirmasi ulang,dan
tidak memberi janji apapun.

Pemantauan Kasus Penodaan Agama


Bagaimana memantau suatu peristiwa yang terkait dengan sangkaan
penodaan agama?Pada umumnya kasus penodaan agama yang berakhir di
pengadilan, diawali oleh serangkaian peristiwa intoleransi, hate speech
(ujaran kebencian), dan mobilisasi opini oleh berbagai pihak.
Seperti adanya fatwa sesat dan menyesatkan, membingkai perbedaan
penafsiran/keyakinan sebagai sesat melalui publikasi media, ujaran keben-
cian untuk melakukan permusuhan, diskriminasi, dan kekerasan. Namun,
umumnya komunitas tidak menyadari proses tersebut sebagai sebuah
pelanggaran hak kebebasan beragama/berkeyakinan sampai dengan
terjadinya konflik.
Untuk setiap peristiwa yang akan terkait dengan sangkaan penodaan
agama, pemantau dapat menuangkan hasil pemantauannya dalam form
berikut ini (halaman selanjutnya):
366 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

TOPIK PERISTIWA SEBUTKAN NAMA PERISTIWA


Lokasi Peristiwa [Tempat di mana peristiwa tersebut berlangsung, bisa dengan
daerah atau jalan]
Hari / Tanggal [Tanggal di mana peristiwa tersebut berlangsung]
Waktu [Waktu peristiwa terjadi]
Deskripsi Peristiwa Deskripsikan peristiwa dimaksud dengan menjelaskan
who did what to whom(siapa melakukan apa,
kepada siapa)
Keterangan Tambahan Komentar berbagai pihak tentang sebuah peristiwa
(jangan lupa mengutip)
Situasi sosial
Kecenderungan pemberitaan media
dan sebagainya
Pelaku [Bisa individu maupun lembaga]
Tindakan [Tindakan apa yang dilakukan]
Derajat [ Jelaskan sejauh mana keterlibatan pelaku, apakah
sebagai aktor utama, pembantu atau posisi lainnya]
Korban [Individu maupun lembaga]
Hak yang dilanggar [Hak dari korban yang dilanggar oleh pelaku. Ini bisa
dikaitkan dengan beberapa perundang-undangan
nasional, daerah maupun kovenan atau konvensi
internasional]
Dokumen terkait Sebutkan dokumen-dokumen terkait jika ada seperti:
• Visum et Repertum Mr. X
• Foto korban
• Putusan Pengadilan
• Kliping
• Transkrip wawancara
• Catatan pemantauan
• Foto-foto tulisan
• Rekaman suara

Bagaimana memantau kasus penodaan agama atau hate speech (ujaran


kebencian) atau kasus kekerasan berbasis agama dalam proses pengadi-
lan?
Jika kasus penodaan agama atau hate speech (ujaran kebencian) atau kekerasan
berbasis agama disidangkan di pengadilan, maka hal-hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Pemantauan eksternal (di luar situasi ruang persidangan)


Mengamati dan mencatat secara langsung situasi di luar persidangan terkait
pengamanan di sekitar lokasi persidangan, dan aksi massa yang terjadi.
Pemantau harus mencatat jumlah personel baik polisi maupun TNI, jumlah
kendaraan aparat, pihak pihak yang melakukan aksi massa, jumlah massa,
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 367

isi tuntutan, atribut yang digunakan, dan elemen-elemen aksi. Untuk itu
pemantau harus hadir lebih awal dari jadwal persidangan.

2. Pemantauan internal (di dalam/proses persidangan)


Pemantauan jenis ini dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama,
mencatat waktu saat sidang dibuka dan ditutup untuk mengukur apakah
persidangan diselenggarakan tepat waktu atau tidak, jika tidak tepat waktu
harus dicatat penyebabnya. Kedua, mencatat para pihak dalam persidangan.
Pihak yang dimaksud adalah sebagai berikut:
• Nama dan jumlah majelis hakim, termasuk siapa ketua majelis
dan anggota majelis.
• Nama dan jumlah Jaksa Penuntut Umum (JPU)
• Nama dan jumlah Penasihat Hukum
• Nama Panitera
• Saksi dan Terdakwa
• Media, baik cetak maupun elektronik
• Nama tokoh atau public figure yang hadir
• Dukungan yang diberikan
Kedua, mengamati perangkat persidangan meliputi hal-hal berikut:
• Peran tiap hakim, baik hakim ketua maupun anggota
• Materi dan kualitas pertanyaan yang diajukan;
• Pengetahuan hakim tentang perangkat hukum, referensi, dan
penguasaan kasus.
• Apakah hakim mengedepankan prasangka tak bersalah (presump-
tion of innocence) atau menghakimi;
• Perilaku dan tindak tanduk hakim di dalam persidangan, misalnya
menerima handphone, bermain BB, membaca buku, tidur, dan
lainnya
• Perilaku hakim dan pernyataan-pernyataan yang disampaikan
di dalam persidangan, misalnya menertawakan jawaban saksi/
terdakwa
• Kehadiran masing-masing hakim, JPU dan penasihat hukum.
Catat jika ada pergantian dan alasannya.
• Materi dan kualitas pertanyaan dari JPU
• Materi dan kualitas pertanyaan dari Penasihat Hukum
• Peran saksi-saksi dalam persidangan
Ketiga, memantau materi/agenda persidangan. Setiap persidangan memiliki
tahapan-tahapannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemantau harus mengetahui tahapan persidangan baik dalam kasus pidana,
368 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

perdata, TUN (Tata Usaha Negara) maupun hak asasi manusia. Berikut
adalah materi/agenda persidangan untuk persidangan kasus pidana dan
hal-hal yang perlu dicatat:

TAHAPAN PERSIDANGAN HAL-HAL YANG HARUS DICATAT


Pembacaan dakwaan Dasar dakwaan, alasan hukum, dan pasal-pasal yang
didakwakan

Pembacaan eksepsi Alasan hukum eksepsi, pasal-pasal dalam eksepsi, dan


argumentasi dari terdakwa (jika ada)
Putusan sela Alasan hukum dari putusan sela, menolak atau
mengabulkan eksepsi, akibat hukum eksepsi ditolak/
dikabulkan
Pemeriksaan keterangan saksi korban Identitas korban, keterangan apa yang dilihat, didengar
dan diketahui oleh korban atas suatu peristiwa pidana
yang terjadi, perilaku aparat penegak hukum terhadap
korban, dan kualitas jawaban korban
Pemeriksaan saksi dari JPU ( Jaksa Identitas saksi, keterangan apa yang dilihat, didengar dan
Penuntut Umum) diketahui oleh saksi-saksi atas suatu peristiwa pidana yang
terjadi, perilaku aparat penegak hukum terhadap saksi,
kualitas jawaban saksi, jumlah saksi, dan apakah saksi-
saksi berasal dari penyidik/bukan
Pemeriksaan saksi dari PH (Penasihat Identitas saksi, keterangan apa yang dilihat, didengar
Hukum) dan diketahui oleh saksi atas suatu peristiwa pidana yang
terjadi, perilaku aparat penegak hukum terhadap saksi, dan
kualitas jawaban saksi
Keterangan ahli Identitas ahli, kualifikasi keahlian yang dimiliki, pihak
yang mengajukan dan kualitas jawaban ahli
Pemeriksaan Terdakwa Keterangan atas apa yang dilakukan, tanggapan terhadap
dakwaan, perilaku aparat penegak hukum terhadap
terdakwa, dan pemenuhan hak-hak terdakwa.
Pemeriksaan tuntutan Alasan penuntutan, dasar hukum atau pasal penuntutan,
lamanya tuntutan pidana yang diajukan
Pembacaan pledoi Alasan hukum pledoi, penolakan terdakwa atas tuntutan
hukum yang diajukan
Pembacaan putusan Amar putusan, pertimbangan-pertimbangan hukum,
alasan memberatkan/meringankan, putusan yang
dijatuhkan dan sikap terdakwa/JPU apakah menerima
atau mengajukan upaya hukum (banding/kasasi/PK) atas
putusan yang dijatuhkan.

Menyusun Laporan Pemantauan


Bagaimana menganalisa informasi-informasi hasil pemantauan?
Ada sejumlah tahapan atau langkah yang harus dilakukan oleh pemantau
untuk melakukan analisa atas informasi yang diperoleh, yaitu:
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 369

• Sebelum pemantau menganalisa informasi, pastikan bahwa semua


informasi yang telah diperoleh sudah terverifikasi
• Urutkan informasi peristiwa pelanggaran tersebut berdasarkan
tanggal atau bulan, atau tahun kejadiannya
• Amati tindak pelanggaran apa yang paling banyak terjadi dan
di wilayah mana saja peristiwa itu terjadi
• Cermati siapa korban dominan dari pelanggaran tersebut
• Amati siapa pelaku dominan dari tindak pelanggaran tersebut.
• Cermati respons dan langkah-langkah yang diambil oleh pihak
berwenang untuk menangani kasus pelanggaran tersebut, baik
terhadap korban dan pelakunya, serta hasil-hasil penanganan
tersebut

Bagaimana menyusun hasil analisa menjadi sebuah laporan?


Setelah pemantau mendapatkan bahan-bahan atau materi hasil pemantauan
selanjutnya pemantau membuat hasil analisa dan menyusunnya menjadi
sebuah laporan naratif yang mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca.
Namun untuk menyusun hasil analisa menjadi sebuah laporan pemantauan,
pemantau harus mengetahui terlebih dahulu komponen utama laporan hak
asasi manusia dan jenis informasi yang disajikan dalam laporan tersebut.
Komponen laporan dan jenis informasi dalam laporan pemantauan, adalah
sebagai berikut:

KOMPONEN LAPORAN JENIS INFORMASI

Latar belakang Kerangka pemantauan dan proses pelaksanaan


Catatan peristiwa penting dan Menyusun seluruh rangkaian peristiwa berdasarkan
kronologi peristiwa urutan waktu
Fakta-fakta lapangan Bukti atau fakta pelanggaran hak kebebasan
beragama/keyakinan yang ditemukan di lapangan
Analisis fakta - Hasil analisa tentang tindak pidana pelanggaran hak
kebebasan beragama yang dominan, korban dominan, dan
pelaku-pelaku berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan di
lapangan
- Alasan-alasan pembenar yang diajukan para pelaku atas
tindakan pelanggaran yang dilakukan
- Respons dan tindakan penanganan dari negara
Kesimpulan dan Rekomendasi Ringkasan dari bagian peristiwa penting, analisa fakta disertai
rekomendasi untuk tindak lanjut

Sumber: Pultoni, dkk. Panduan Pemantauan Tindak Pidana Penodaan Agama dan Ujaran Kebencian
atas Dasar Agama. Jakarta: ILRC, 78-82
370 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Mendokumentasikan Pelanggaran HAM

Setelah pemantauan selesai, data-data kemudian dianalisa dan dimasuk-


kan ke dalam formulir pelanggaran HAM. Formulir pelanggaran ini
terdiri dari tiga bagian: informasi peristiwa, informasi pelaku, dan infor-
masi tentang hak-hak yang dilanggar. Adapun petunjuk pengisian formu-
lir adalah sebagai berikut:
1. Informasi peristiwa meliputi nama, lokasi, tanggal, waktu, deskripsi
atau gambaran detail peristiwa, dampak peristiwa, dan dokumen
terkait. Secara detail, informasi yang dimaksud mengandung hal-hal
sebagai berikut:
a. Nama peristiwa berupa nama kejadian secara tepat misalnya
penyerangan masjid, gereja, dan lainnya yang dijelaskan secara
padat dan menunjuk pada lokasi atau nama tertentu.
b. Lokasi peristiwa menunjuk pada tempat berlangsungnya peris-
tiwa. Informasi ini menampung sebanyak mungkin detail lokasi
misalnya RT/RW, dusun, desa, kecamatan, dan kabupaten atau
berupa nomor dan blok rumah dan bangunan tertentu.
c. Tanggal dimaksudkan sebagai informasi mengenai kapan
berlangsungnya sebuah peristiwa. Kolom ini sangat baik jika
berupa format lengkap berupa hari, tanggal, bulan, dan tahun.
d. Waktu yang dimaksud menunjukkan jam dan menit berlang-
sungnya sebuah acara. Waktu ini dilengkapi dengan keterangan
lokasi waktu seperti WIB (Waktu Indonesia Barat), WITA
(Waktu Indonesia Tengah), dan WIT (Waktu Indonesia Timur)
e. Deskripsi peristiwa menunjukkan secara detail urutan (kronol-
ogis) berlangsungnya kasus. Uraian ini penting untuk memas-
tikan pola peristiwa dan aktor-aktor yang terlibat di dalamnya.
f. Dampak dari peristiwa menunjuk pada akibat yang timbul
setelah berlangsungnya peristiwa tertentu khususnya ditinjau
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 371

dari aspek sosial-budaya. Dampak ini biasanya bersifat negatif


dan memungkinkan berjumlah lebih dari satu.
g. Dokumen terkait berupa bukti-bukti yang tersedia di lapangan
pada peristiwa tertentu. Bukti ini bisa berupa visum, foto, dan
bukti lainnya. Bukti yang jumlahnya mencukupi akan memperkuat
peristiwa ini untuk ditindaklanjuti oleh pihak terkait.
2. Informasi pelaku dan korban bukan saja menunjuk pada aktor-aktor
yang terlibat, namun untuk mendokumentasikan tindakan-tindakan
yang berlangsung dan derajat keterlibatan yang dimaksud. Derajat
keterlibatan ini menunjuk pada dua kategori: langsung dan tidak
langsung. Langsung menunjuk pada aktor yang secara langsung melaku-
kan sesuatu pada korban, misalnya menyerang atau mengancam korban.
Tidak langsung menunjuk pada orang-orang yang terlibat membantu
aktor yang memiliki derajat keterlibatan langsung seperti menyediakan
sesuatu barang untuk dijadikan senjata atau menyalurkan informasi
yang berisi ancaman kepada korban.
3. Informasi tentang hak-hak yang dilanggar merujuk pada tiga hal:
instrumen, pasal, dan isi pasal. Instrumen yang dimaksud berupa
kovenan, deklarasi, dan peraturan hukum lainnya terkait hak beraga-
ma dan berkeyakinan seperti Kovenan Sipol (Sosial Politik). Pasal
menunjuk pada pasal atau butir peraturan tertentu yang terkait dengan
kejadian dan “tentang” menunjukkan isi dari pasal atau butir yang
dimaksud. Informasi ini penting untuk memastikan hak-hak yang
dilanggar oleh pelaku untuk ditindaklanjuti aparat terkait sehingga
korban bisa dipenuhi hak-haknya.
4. Informasi pelengkap menunjuk pada identitas pemantau dan tanggal
pembuatan laporan pemantauan. Identitas dan tanggal ditulis sebagaima-
na aslinya untuk keperluan verifikasi demi penyelesaian peristiwa ini.
Formulir yang dimaksud adalah sebagai berikut:
372 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Form Pemantauan Pelanggaran HAM

INFORMASI PERISTIWA
Nama peristiwa
Lokasi peristiwa
Tanggal
Waktu
Deskripsi peristiwa
Dampak dari peristiwa
Dokumen terkait 1.
2.
3.
INFORMASI PELAKU DAN KORBAN
No Pelaku Tindakan Derajat keterlibatan Korban
1
2
3
HAK-HAK YANG DILANGGAR
No Instrumen Pasal Tentang
1.

2.

3.

INFORMASI PELENGKAP
1. Didokumentasikan
oleh
2. Pada

Form diadaptasi dari Uli Parulian Sihombing, Memaknai Kebebasan Beragama: Modul Pelatihan
Paralegal untuk Penganut Agama dan Penghayat Kepercayaan, Jakarta: ILRC, 2009, 76-78.
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 373

Instrumen Pemantauan Kebebasan


Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia

INDIKATOR
NO CAKUPAN KBB STRUKTUR / PROSES/ HASIL/PRAKTIK
REGULASI IMPLEMENTASI LAPANGAN
FORUM INTERNUM
1 Kebebasan Memeluk agama dan
keyakinan
2. Menjalankan agama atau
keyakinan secara Privat
2 Kebebasan Berpindah agama /
apostasy
3 Kebebasan berpikir (yang
danggap menyimpang dari
agama / heresy)
4 Bebas dari paksaan untuk
memeluk agama tertentu:
Tidak dipaksa melakukan hal
yang bertentangan dengan agama
atau keyakinannya
Tidak dipaksa untuk
mengungkapkan agama atau
keyakinannya
Tidak dipaksa secara tidak
langsung
Kalau ada pemaksaan Bagaimana
bentuk pemaksaan itu dilakukan?
Apakah ada paksaan secara
halus?
FORUM EKSTERNUM
5 Worship: assemble (berkumpul),
establish (pelembagaan), maintain
(melestarikan, mengembangkan,
syiar)
6 Ekspresi keagamaan:
Mendapatkan dan menggunakan
material untuk menjalankan
ritual dan tradisi (busana/simbol)
7 Proselitysme / syi’ar:
Menulis dan menyebarkan ajaran
agama
374 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

8 Pendidikan agama: mengajarkan


pada tempat yang benar
9 Perkumpulan & organisasi
keagamaan (registrasi)
10 Pembangunan sarana ibadah
11 Hari libur agama
12 Hak orang tua terhadap
pendidikan agama anak-anaknya
13
DISKRIMINASI (UN DECLARATION 81: INTOLERANSI BERBASIS AGAMA-PASAL 2)
14 Diskriminasi berbasis agama dan
keyakinan
Pelakunya:
State, institituion, group, person
15 Agama resmi Negara
16 State Favoritism:
Anggaran terhadap agama
(tempat ibadah, sarana
pendidikan dsb)
(akses informasi, representasi
masyarakat, afirmative action,
regulasi yang adil, keadilan
distributif )
Regulasi untuk agama tertentu
PERLINDUNGAN KELOMPOK RENTAN DALAM AGAMA
17 Gender dan seksualitas
18 Anak-anak
19 Kelompok minoritas agama dan
keyakinan
20 Pengungsi
21 Pekerja migran
Pertautan dengan isu lain
21 Konflik berlatar agama
22 Tindakan intoleransi
23 Bebas dari penyiksaan
Pembatasan KBB / limitasi
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 375

Apakah ada peraturan


perundang-undangan yang
membatasi implementasi
beragama dan berkeyakinan
dalam rangka melindungi:
Keamanan Umum (bebas dari
bahaya, risiko maupun cidera)
Ketertiban Umum (Struktur
yang ada dan dilestarikan
melalui penetapan hukum)
Moral Umum (berasal dari
tradisi sosial, filosofi dan
agama-agama. Tidak boleh
diambil dari satu agama saja)
Kesehatan Umum (kebebasan
personal atau komunitas dari
penyakit dan abnormalitas)
Kebebasan dasar orang lain
24 Perlindungan Pembela KBB
376 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Contoh Kronologi Peristiwa

Kronologi Peristiwa Jember


10 September 2012

• Pada tanggal 5 September 2012, sekitar pukul 09.30 WIB, Isa Mahdi
dan Heru Wibowo (ketua dan sekretaris panitia karnaval) menyerah-
kan surat izin pelaksanaan Karnaval Hari Ulang Tahun (HUT)
kemerdekaan Republik Indonesia kepada Kapolsek Puger. Selain itu,
mereka juga menyerahkan surat izin kepada Koramil Puger dan Kepala
Desa Puger.
• Surat itu berisi permohonan Izin melaksanakan Karnaval HUT RI ke
68, “isi surat itu hanya meminta Izin mengadakan karnaval HUT RI
ke 68 kepada pihak kepolisian dan tidak meminta izin untuk melak-
sanakan pengajian” kata Isa Mahdi kepada tilikmedia.co (16/09/2012).
• Surat permohonan izin ini juga melampirkan susunan kepanitiaan dan
rute pelaksanaan karnaval.
• Ketika pihak kepolisian menerima surat izin tersebut, terlihat tidak
ada respons yang baik dari pihak kepolisian. Justru ketika di Polres
Jember, polisi terkesan melecehkan dengan bertanya sambil tertawa
kecil. Polisi menanyakan kenapa mengadakan karnaval peringatan
HUT RI ini, padahal sudah terlewat jauh. “Kenapa baru melaksanakan
karnaval ini, padahal kan 17 Agustus itu sudah lama,” ujar Habib Isa.
• Menanggapi pertanyaan Polisi di atas, Habib Isa menyatakan, kita ini
merasa sebagai bagian dari warga Indonesia, jadi sudah selayaknya
kami juga memperingati hari kemerdekaan negara kami. Selain itu,
pihak kecamatan tahun ini tidak mengadakan axara karnaval sebagai
bagian dari peringatan HUT RI. “Kami ini juga bagian dari warga
negara Indonesia, jadi kami tidak salah dong mengadakan acara
peringatan HUT RI dengan acara karnaval. Lagian pihak kecamatan
juga tidak mengadakan acara karnaval tahun ini,” ujar Habib Isa.
• Menurut Haji Hasan salah satu anggota Jamaah Pondok Pesantren
Darusolihin, alasan diadakan Karnaval Peringatan HUT RI adalah
untuk menyenangkan murid-murid atau santri-santri dan wali murid
Ponpes Darussholihin. Para wali murid sering bertanya mengapa Ponpes
tidak melaksanakan karnaval peringatan HUT RI tahun ini. “Kenapa
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 377

Ponpes tidak melaksanakan karnaval untuk memperingati HUT RI


ini?”, ujar Haji Hasan.
• Selang beberapa hari setelah surat izin dikirimkan, ada tiga Polisi dari
Polres Puger mendatangi Habib Isa. Mereka hanya menyarankan untuk
membatalkan acara karnaval tersebut. Alasannya adalah ada sebagian
warga yang melapor menolak acara karnaval tersebut. Mereka juga
beralasan, jika nanti karnaval tetap dilaksanakan kemungkinan besar
akan terjadi konflik yang serius. Habib Isa berkata, “ketiga polisi
mendatangi saya dan meminta untuk membatalkan acara karnaval
tersebut dengan alasan ada laporan, sebagian warga menolak acara
karnaval tersebut. Jika karnaval ini tetap dilaksanakan, dikhawatirkan
akan terjadi serangan dari warga yang menolak acara karnaval tersebut.”
• Ironisnya, polisi mendatangi Habib Isa tidak membawa surat resmi
penolakan pemberian izin pelaksanaan karnaval tersebut. Surat penola-
kan pemberian izin baru diterima panitia sekitar pukul 12.30 WIB
tanggal 09 September 2013. Polisi beralasan bahwa acara peringatan
HUT RI dengan karnaval akan mengganggu keamanan dan ketertiban
lingkungan.
• Pernyataan penolakan Kapolsek didasarkan adanya laporan dari warga
yang menolak kegiatan karnaval tersebut. Ironisnya, Kapolres tidak
menyebutkan siapa warga dan dari kelompok mana yang menolak
kegiatan karnaval tersebut. “alasan Kapolres saat dimintai alasan penola-
kan pemberian izin karnaval karena ada warga yang melapor menolak
kegiatan tersebut. Sayangnya pihak kepolisian tidak memberitahukan
siapa warga yang menolak dan dari kelompok mana,” ujar Habib Isa.
• Setelah menerima surat penolakan perizinan dari Polres Puger, sekitar
pukul 13.00 WIB, Habib Isa menelepon Brigpol Samsul (Kapolres
Puger). Isi telepon Habib Isa adalah pihak panitia tidak bisa memenuhi
terhadap surat perintah pembatalan acara karnaval tersebut. Alasan-
nya, ketika surat itu diterima panitia, para siswa sudah pulang sekolah.
Pihak panitia tidak mungkin akan mendatangi satu persatu rumah wali
murid tentang penolakan pemberian izin karnaval dari kepolisian.
Terlebih lagi peserta karnaval sekitar 400 sampai 450-an. Habib Isa
berkata, “setelah kami (panitia) menerima surat dari Polres Puger
tenteng larangan melaksanakan karnaval, saya langsung telepon Kapolsek
Puger. Saya tidak dapat mengumumkan pembatalan kegiatan karnaval
karena para siswa sudah pulang, kami kan tidak mungkin mendata-
ngi rumah satu persatu wali murid untuk memberitahukan surat penola-
378 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

kan ini dengan jumlah murid sebegitu banyak. Ya kira-kira, peser-


tanya sekitar 400 sampai 450 an lah. ”
• Menanggapi telepon Habib Isa, Kapolres hanya mengatakan akan
mengumumkan sendiri dan memberi pengertian kepada para peserta
karnaval. “iya bib, gak apa-apa besok saya sendiri yang akan mengu-
mumkan dan memberi pengertian tentang alasan pembatalan acara
karnaval tersebut,” ujar Habib Isa menirukan Kapolres Puger.

Ketika Kejadian
• Berdasarkan kesanggupan Kapolres mengumumkan larangan mengada-
kan karnaval sekitar pukul 08.00 WIB (10 September 2012) Habib Isa
menghubungi Kapolres . Habib Isa meminta kepada Kapolres untuk
segera datang ke Ponpes Darussolihin untuk mengumumkan pembat-
alan acara karnaval tersebut. “Sekitar jam delapan pagi saya menelepon
Kapolres Puger untuk mengumumkan pembatalan acara karnaval
tersebut,” ujar Habib Isa.
• Sejenak panitia merasa lega dan tenang, karena Kapolres menanggapi
dengan serius. Kapolres Puger dalam telepon menjawab akan segera
berangkat ke Pondok Darussolihin seketika itu. Habib Isa sebagai ketua
panitia diminta untuk mengumpulkan para peserta karnaval.
• Ironisnya, sampai sekitar pukul 11.30 Kapolres Puger tidak kunjung
tiba. Padahal menurut Habib Isa jarak kantor Polres Puger dengan
Ponpes Darussolihin hanya sekitar 15 menit. Habib Isa berkata, ‘sekitar
jam setengah dua belas, ternyata Kapolres tidak kunjung datang ke
Ponpes Darussolihin.”
• Akhirnya, Habib Isa memberanikan diri untuk menelepon Kapolres
Puger kembali. Ternyata telepon Habib Isa tidak direspons oleh Kapol-
res. Tanpa mengurangi rasa hormat Habib Isa, ia mengirimkan SMS
kepada Kapolres. Isi SMS Habib Isa adalah jika karnaval tetap terlak-
sana, panitia meminta pengamanan. Alasannya, para peserta Karnaval
tidak bersedia untuk membatalkan acara karnaval tersebut. Habib Isa
berkata, saya mengirimkan SMS kepada Kapolres untuk segera hadir,
karena peserta karnaval menolak membatalkan acara karnaval tersebut.
Dan saya meminta untuk segera mengirimkan anggota kepolisian untuk
mengamankan acara tersebut.” Jawaban Kapolres lewat SMS hanya
singkat. Ia menjawab “siap Bib”.
• Ternyata sekitar ratusan polis sudah ada di lapangan. Para Polisi terny-
ata tidak mengamankan acara karnaval, justru hendak menghalangi
karnaval agar tidak terlaksana. Sekitar 40 personil polisi berjaga di
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 379

pintu gerbang Pondok Pesantren Darusolihin. Menurut pak Zainul,


ada sebanyak 70 personil polisi berada di atas jembatan. Mereka
memasang kawat berduri untuk menghalangi perjalanan karnaval. Selai
itu, setiap belokan menuju Ponpes Darussolihin dijaga sekitar 40
personil polisi.
• Melihat keadaan seperti itu, sekitar pukul 13.00 WIB Habib Isa
mengumpulkan para peserta Karnaval. Setelah semua peserta berkum-
pul, Habib Isa menaiki mimbar dan memberikan sambutan. Isi sambu-
tan Habib Isa adalah acara karnaval dibatalkan, karena ada surat
penolakan izin pelaksanaan dari kepolisian. Habib Isa berkata, “setelah
peserta karnaval berkumpul saya mengumumkan bahwa acara karnaval
dibatalkan, karena ada surat penolakan izin acara dari kepolisian.”
• Menurut Zainul (pengurus Ponpes Darussolihin) para peserta menang-
gapi sambutan Habib Isa dengan mengucapkan takbir secara lantang.
Saling bersahutan dengan dibarengi suara karnaval peringatan HUT
RI ke 68 harus tetap berjalan. “Allahu Akbar, masa kita memper-
ingati hari kemerdekaan negara kita tidak boleh, karnaval harus tetap
berjalan, “ kata Zainul menirukan teriakan peserta Karnaval.
• Setelah meneriakkan takbir bersama-sama, peserta karnaval tetap
melanjutkan acara karnaval tersebut. Betapapun peserta karnaval tidak
mengindahkan ceramah Habib Isa, namun Habib Isa meminta pihak
kepolisian untuk mengawal dan mengamankan acara tersebut. Habib
Isa berkata,”meskipun perkataan saya tidak diperhatikan oleh peserta
karnaval, namun saya meminta agar pihak kepolisian untuk menga-
wal dan mengamankan acara karnaval tersebut.”
• Melihat peserta karnaval mulai berjalan keluar, para polisi hanya
membiarkan saja. Para peserta karnaval dengan bergembira melewati
puluhan polisi di depan pintu gerbang Ponpes Darussolihin. Mereka
merasa senang, karena menurut mereka polisi tidak jadi menghalang-
halangi kegiatan karnaval tersebut. Mereka sangat senang ketika mulai
melakukan karnaval, karena para polisi yang berjaga di pintu gerbang
tidak menghalangi mereka,” ujar Pak Hasan.
• Ironisnya, setelah berjalan sekitar seratus meter, mereka dihalangi polisi
dengan pagar kawat polisi. Letak pagar kawat polisi di dekat jembatan
kecil yang terletak di sebelah kanan Pondok pesantren Darussolihin.
Selain memasang kawat berduri, jumlah polis yang berjaga sangat
banyak. Menurut Pak Zainul, jumlah polisi yang menghadang sekitar
70 sampai seratus personil. Pak Zainul berkata, “kami juga kaget
ternyata polisi yang berjaga di dekat jembatan sangat banyak. Yaaa
380 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

sekitar 70 sampai seratusan.”


• Betapapun dihalangi, para peserta tetap bersemangat untuk melanjut-
kan karnaval. Akhirnya, aksi saling dorong antara peserta karnaval
dengan polisi tidak terelakkan. Mereka sambil meneriaki lagu kebang-
saan terus berusaha menjebol [agar kawat polisi yang menghalangi jalan
mereka. Menurut Pak Zainul, “kita ini merayakan kemerdekaan bangsa
kita kok dihalangi, ya kami jebol saja.”
• Aksi dorong antara peserta karnaval dengan polisi tidak terlalu lama.
Polisi akhirnya membuka pagar kawat berduri seraya berkata, iya silakan
saja, asalkan jangan anarkis. Menurut Pak Zainul, mungkin karena
para peserta karnaval perempuan mendorong, akhirnya polisi memper-
silakan. Dari sinilah awal mulai terjadinya penyerangan terhadap
Pondok Pesantren Darussolihin.
• Setelah semua peserta karnaval melewati ratusan polisi yang mengha-
dang terdengar berita sebanyak 20 orang merusak rumah Ustad Romli
(Pengurus Ponpes Darussolihin sekaligus tersangka pembunuhan Eko
Mahdi). Ke 20 orang ini adalah jamaahnya Ustad Fauzi, akan tetapi
bukan warga Puger Kulon maupun warga Puger Wetan.
• Pertama kali mereka mendatangi rumah Ustad Romli yang terletak di
sebelah timur rumah Ust Fauzi. Mereka mengacak-ngacak seluruh
bagian rumah. Akibat perusakan itu, rumah Ustad Romli tidak bisa
ditempati untuk sementara waktu. Menurut Pak Hasan, “mereka
menyerang rumah Ustad Romli hingga parah. Sempat kemarin tidak
bisa ditempati karena acak-acakan akibat serangan masa tersebut.”
• Setelah puas mengacak-ngacak rumah Ustad Romli, mereka melan-
jutkan mengacak-ngacak beberapa rumah milik pengurus Ponpes
Darussolihin. Menurut keterangan Ustad Rokhim rumah-rumah milik
pengurus Ponpes Darusholihin di antaranya, rumah Ustad Rokhim,
rumah Paring, rumah Habib Ahmad, rumah Ustad Romli, rumah H,
Asmat, rumah H. Rozak, rumah H. Li, rumah H. Samat, rumah Heru,
rumah Samil dan rumah H. Ahmad Zuhairi. “ada sembilan rumah
dari jamaah Ponpes Darussholihin yang menjadi sasaran serangan masa
tersebut. rumah-rumah yang diserang di antaranya rumah Ustad
Rokhim, rumah Paring, rumah Habib Ahmad, rumah Ustad Romli,
rumah H, Asmat, rumah H. Rozak, rumah H. Li, rumah H. Samat,
rumah Heru, rumah Samil dan rumah H. Ahmad Zuhairi,” ujar Ustad
Rokhim.
• Ironis sikap polisi di lapangan. Mereka tidak berusaha mencegak atau
menghalangi tindakan masa melakukan perusakan terhadap rumah
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 381

warga. Polisi terkesan mengiyakan perusakan yang dilakukan massa.


Menurut sebagian jamaah, ketika itu sebenarnya masih banyak polisi
yang berjaga di sepanjang jalan menuju Ponpes Darusolihin. Meski-
pun mereka mengetahui peristiwa perusakan yang dilakukan massa,
akan tetapi mereka diam saja bahkan tidak berusaha mencegah.
• Sikap memprihatinkan bagi kita ditunjukkan polisi penjaga Pondok
Pesantren Darussholihin. Para polisi tidak menghalangi para penyerang
masuk ke Ponpes Darussolihin. Padahal masa penyerang jauh lebih
sedikit jika dibandingkan jumlah polisi yang berjaga. Massa hanya
sekitar 16 sampai 20 orang. Ustad Rokhim berkata, ”para polisi hanya
sekali mencoba menutup pintu gerbang pondok, akan tetapi mereka
langsung membuka lagi. Mereka (polisi) ketakutan kali, karena masa
membawa pentungan dan golok.”
• Akibat pembiaran tersebut, massa semakin beringas melakukan perusa-
kan di Ponpes Darussolihin. Pada mulanya, massa langsung masuk ke
Masjid Ponpes Darussolihin. Mereka mengacak-acak seluruh isi dalam
masjid. Akibatnya, mimbar dan beberapa peralatan masjid rusak dan
hancur. Ustad Rokhim berkata, mereka langsung memasuki masjid
dan langsung mengacak-acak seluruh isi masjid. Mimbar dan mic milik
masjid rusak akibat amukan massa tersebut.”
• Setelah puas merusak masjid, Massa membabi-buta dengan membakar,
motor-motor milik santri dan pengurus Ponpes Darussolihin. Mereka
membakar sebanyak 19 unit dan sebuah sepeda motor gerobak (Tosa).
Menurut Habib Isa, masa memang terpecah menjadi dua. Sebagian
masa mengacak-acak sepeda motor, kemudian sebagian lagi masuk ke
kamar-kamar pondok. Akan tetapi, ketika akan menghancurkan rumah
Habib Ali mereka bersama-sama. Habib Isa berkata, “Saya melihat
sebagian mengejar saya dan merusak semua bangunan milik pondok.
Akan tetapi ketika di rumah saya, sepertinya banyak sekali masanya.
Saya tidak mengetahui persis karena saya langsung masuk ke dalam
rumah.”
• Belum merasa puas, mereka selanjutnya mengacak-acak ruang keseha-
tan, musala kecil dan sebagian pondok bekas pondok putri dulu. Mereka
mengacak-acak semua yang mereka lihat. “Karena setelah saya keluar
dari persembunyian saya, saya melihat udah hancur semua,” ujar Habib
Isa.
• Setelah puas menghancurkan segala properti pondok, mereka sembari
pulang melanjutkan menghancurkan rumah Habib Zein. Ironisnya,
betapapun polisi secara jumlah lebih banyak akan tetapi mereka tidak
382 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

berusaha mencegahnya. Akibatnya mereka memuaskan menyerang


rumah-rumah warga yang belum diserang mereka. Mereka juga kembali
ke rumah Ustad Romli dan mengacak-ngacaknya kembali. Zainul
berkata, “Mereka mengacak-acak kembali rumah Ustad Romli dan
terakhir rumah Habib Zein. Tidak ada satu pun polisi mencegah
perbuatan mereka, meskipun Polisi jumlahnya lebih banyak dari pada
massa.”

Pasca Kejadian
• Betapapun panitia mendengar rumah mereka dan Ponpes Darussolihin,
mereka tetap melaksanakan acara karnaval. Mereka hanya ingin
melindungi anak-anak dan ibu-ibu peserta karnaval.
• Pak Hasan dan Pak Zainul sebagai koordinator lapangan, mereka
memerintahkan kepada para peserta untuk mengambil jalan pintas.
Mereka berharap para peserta karnaval segera sampai ke Ponpes
Darussalam. Pak Hasan berkata, ”demi keselamatan para peserta
karnaval, saya memutuskan untuk memerintahkan peserta karnaval
mengambil jalan pintas. Maksudnya agar mereka segera sampai di
Ponpes Darussalam.”
• Akhirnya, peserta karnaval sampai di Ponpes Darussalam dengan
selamat sekitar pukul 15.30 WIB. Sesampai di ponpes para peserta
menangis histeris, terutama anak-anak dan para ibu-ibu. Mereka tidak
kuasa melihat ponpes dalam keadaan hancur dan beberapa motor mereka
terbakar. Menurut Pak Hasan, sebagian dari mereka ada yang menjer-
it-jerit sambil menangis, karena melihat keadaan pondok dan motor
mereka.
• Sampai investigasi Tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya
dan Center for Marginalized Communities Studies (CMARs) Surabaya,
belum mendapat kepastian kerugian akibat serangan tersebut. Pihak
Polisi masih mencari keterangan akibat terjadinya penyerangan Ponpes
Darussolihin, terlebih lagi penyerangan dilakukan oleh orang yang
tidak dikenal.

Penyusun: CMArs Surabaya


Disusun Tanggal : 11 September 2012
MODUL LANJUTAN | MATERI 5 | Pemantauan dan Dokumentasi 383
384 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


6
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 385

Kampanye
MATERI Kreatif

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Mainkan!

Catatan
386 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA
6
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 387

Kampanye
MATERI Kreatif

Pengantar
Kampanye kreatif adalah strategi atau model kampanye perdamaian serta
perlindungan hak-hak kewarganegaraan dan hak-hak beragama yang
dilakukan menggunakan berbagai media kreatif seperti kegiatan budaya,
memproduksi media kampanye seperti kaos, pin, poster, media sosial atau
media-media lain yang mudah dipahami dan tidak menyinggung perasaan
orang lain.
Materi ini berisi uraian dan diskusi tentang teknik membuat, menye-
barkan dan memanfaatkan kampanye kreatif dan cocok bagi anak muda.
Kampanye yang dimaksud dapat berbentuk media cetak maupun online
disesuaikan dengan kebutuhan.
Selain itu, materi ini juga berisi teknik-teknik berbagi dan menular-
kan pengetahuan kepada komunitas sebaya terutama dalam kampanye
perdamaian dan advokasi kasus-kasus pelanggaran dan diskriminasi berba-
sis beragama di lingkungan peserta masing-masing.
Materi ini berisi lima kegiatan: 1) Testimoni peserta; 2) Membuat
tulisan/gambar kreatif untuk kampanye; 3) Praktik membuat kampanye
media sosial; 4) Ceramah dan tanya jawab, dan; 5) Permainan “World Cafe”.

Tujuan
1. Peserta mampu membuat model kampanye kreatif
2. Peserta mampu membuat kampanye kreatif melalui media sosial
3. Peserta mengenal teknik berbagi pengetahuan di komunitas
388 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pokok Bahasan
1. Kampanye Kreatif
2. Kampanye Sosial Media
3. Sharing Knowledge

Metode
1. Testimoni peserta
2. Praktik membuat kampanye media sosial
3. Ceramah dan tanya jawab
4. Permainan “World Cafe”

Waktu
155 menit
• Testimoni peserta 30 menit
• Praktik membuat kampanye media sosial 60 menit
• Ceramah dan tanya jawab 45 menit
• Permainan “World Cafe” 20 menit

Alat-alat B Program ini dijalankan oleh hibah Uni


Eropa. antu
1. Kertas plano
2. Spidol
3. Internet
4. 1 unit komputer/kelompok
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 389

Langkah-langkah fasilitasi

Fasilitator menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan dilaku-


kan dalam materi ini berikut tujuannya (5 menit).

KEGIATAN

1 Testimoni Peserta

1. Mintalah salah satu peserta dari kelompok minoritas menyam-


paikan testimoni tindakan pelanggaran atau diskriminasi yang
mereka alami.
2. Mintalah peserta lain memperhatikan secara seksama dan
mencatat hal-hal yang menurut mereka penting.
3. Mintalah tanggapan atau pertanyaan dari peserta lain terkait
testimoni yang disampaikan.

KEGIATAN

2 Membuat Kampanye melalui Media Sosial

1. Bagilah peserta ke dalam beberapa kelompok di mana masing-


masing kelompok beranggotakan 6 orang.
2. Berilah masing-masing kelompok satu buah laptop berikut jarin-
gan internet.
3. Mintalah masing-masing kelompok membuat contoh kampanye
kreatif dengan durasi maksimal 5 menit di media sosial Youtube.
4. Setelah selesai mintalah masing-masing kelompok mempresen-
tasikan hasilnya.
5. Mintalah tanggapan dan masukan dari kelompok lain.
390 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

KEGIATAN

3 Ceramah dan Tanya Jawab

1. Mintalah narasumber menyampaikan materi kampanye melalui


media sosial.
2. Fasilitator memperkenalkan narasumber dengan membacakan
CV Pembicara.
3. Jelaskan kepada peserta tema materi yang akan disampaikan
yakni “Kampanye Melalui Media Sosial “
4. Mintalah narasumber menyampaikan materi kampanye melalui
media sosial dengan kisi-kisi materi: a. Apa itu kampanye melalui
media sosial dan apa saja kelebihannya; b. Bagaimana membuat
dan menyebarkan kampanye media sosial yang efektif; c. Contoh-
contoh kampanye media sosial yang baik.
5. Buka sesi tanya jawab. Mintalah beberapa peserta mengajukan
pertanyaan atau tanggapan tentang materi tersebut.
6. Tetap dengan kelompok yang sama, mintalah mereka membuat
kampanye kreatif melalui media sosial
7. Mintalah masing-masing kelompok mempresentasikan hasilnya.

KEGIATAN

4 Permainan “World Cafe”

1. Perkenalkan metode World Cafe yakni dialog menetapkan penung-


gu cafe (host) dan menu di masing-masing cafe.
2. Buatlah 5-6 kafe dengan menu yang berbeda antara satu cafe
dengan cafe lainnya. Misalnya, cafe 1 hak-hak kewarganegaraan,
cafe 2 hak-hak beragama, cafe 3 kebhinekaan, cafe 4 model advoka-
si, cafe 5 kampanye perdamaian.
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 391

3. Tetapkan satu orang host cafe dan mintalah untuk membaca menu
(materi) yang telah disiapkan.
4. Mintalah peserta untuk menyebar ke setiap cafe 5-6 orang dengan
durasi kongko selama 15 menit. Setelah itu mintalah mereka
berpindah ke cafe lainnya dan kongko selama 15 menit. Begitu
seterusnya hingga semua cafe selesai dikunjungi.
5. Buatlah catatan selama proses dialog berlangsung dan bacakan
kepada peserta.

Pilihan permainan lain:

Ted talk
• Kumpulkan beberapa contoh video presentasi Ted Talk dan
tunjukkan kepada para peserta.
• Mintalah beberapa peserta secara bergantian menyampaikan
presentasi tentang kampanye kreatif dengan teknik Ted Talk.
• Setiap peserta cukup menyampaikan presentasi maksimal 3 menit.
• Mintalah kepada para peserta untuk memberi penilaian kepada
presenter dengan memberi tepuk tangan yang paling banyak
kepada yang paling menarik.

TED merupakan singkatan dari Technology, Entertainment, Design. TED


adalah sebuah organisasi nonprofit yang mengumpulkan para tokoh inspiratif dari
berbagai bidang untuk tampil memberikan presentasi dalam sebuah konferensi.
Seperti namanya, maka presentasi yang tampil di TED sangat menarik karena
disampaikan oleh tokoh yang kompeten di bidangnya. Semua presentasi TED
memberi inspirasi baru. Presentasi TED disusun secara ringkas dan padat.
Seorang pembicara akan mengurai sebuah subjek hanya dalam 20 menit atau
kurang. Bahkan sebelum Anda merasa bosan, presentasi menarik itu telah selesai.
392 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Bacaan Utama

1. Sherly Jessica, Deddi Duto Hartanto S.Sn., M.Si., Merry Sylvia S.Sn.,
Perancangan Kampanye Sosial ”Buku Sisa Kita”, Laporan Penelitian
pada Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan
Desain Universitas Kristen Petra Surabaya.

Hand Out
1. Kampanye Kreatif
2. Tips Trik Kampanye Sosial Media
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 393

Kampanye Kreatif

Apa itu Kampanye


Kampanye adalah alat untuk menyebarkan informasi dan meningkatkan
kesadaran, untuk meningkatkan kepedulian dan perubahan perilaku dari
target audien. Kampanye juga dapat dilihat sebagai alat advokasi kebijakan
untuk menciptakan tekanan publik pada aktor-aktor kunci, misalnya
peneliti / ilmuwan, media massa, dan pembuat kebijakan.

Mengapa Harus Kampanye


1. “Membangunkan” publik dengan cara yang kreatif dan inovatif
2. Isu yang menjadi tujuan sangat penting bagi lembaga/ perusahaan
tertentu
3. Kampanye membuat gerakan “bola salju” daripada “wait and see
situation” (menunggu dan melihat situasi)
4. Sumber daya yang tersedia memiliki jumlah yang terbatas
5. Membuat sesuatu yang “invisible” (tidak terlihat) menjadi “visible”
(terlihat)
6. Memberikan “gema” pada mereka yang tidak pernah didengar

Model-model Kampanye

Model Ostegaard
Model ini dikembangkan oleh Leon Ostegaard, seorang teoretisi dan
praktisi kampanye dari Jerman (Klingemann, 2002). Ostegaard mencip-
takan model kampanye dari pengalaman hidupnya yang telah terlibat dalam
puluhan program kampanye perubahan sosial di negaranya. Model ini
dianggap paling pekat sentuhan ilmiahnya karena dilihat dari kata-kata
kunci yang digunakan di dalamnya seperti kuantifikasi, cause and effect
analysis, data, dan theoretical evidence.
Menurut Ostegaard, sebuah rancangan program kampanye untuk
perubahan sosial yang tidak didukung oleh temuan-temuan ilmiah tidak-
lah layak dilaksanakan. Alasannya karena program semacam itu tidak akan
menimbulkan efek apapun dalam menanggulangi masalah sosial yang
dihadapi. Sebuah program kampanye hendaknya selalu dimulai dari identi-
394 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

fikasi masalah secara jernih. Langkah ini disebut sebagai tahap prakam-
panye.
Jadi, langkah pertama yang harus dilakukan sumber kampanye
(campaign makers atau decision maker) adalah mengidentifikasi masalah
faktual yang dirasakan, contohnya: tingginya pengidap penyakit gondok
di sebuah desa, tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan raya,
rendahnya minat baca masyarakat, dan lain sebagainya.
Dari contoh identifikasi yang ada di atas lalu dicari hubungan sebab-
akibatnya (cause and effect relationship) dengan fakta-fakta yang ada, misalnya
tingginya pengidap penyakit gondok di sebuah desa dikarenakan rendahn-
ya konsumsi garam beryodium atau tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas
di jalan raya dikarenakan tingginya kecepatan pengemudi kendaraan di
jalan raya. Harus dipastikan bahwa analisis sebab akibat yang dilakukan
adalah benar, baik secara nalar maupun menurut temuan-temuan ilmiah,
misalnya bukti dari Menteri Perhubungan mengenai data kecepatan menge-
mudi di jalan raya. Maka pengurangan kecepatan mengemudi juga akan
mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas.
Bila analisis ini diyakini bahwa masalah tersebut dapat dikurangi
lewat pelaksanaan kampanye, maka kegiatan kampanye perlu dilaksanakan
dan dapat memasuki tahap kedua, yakni perancangan program kampanye.
Namun, ada beberapa kasus yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan
kampanye dan dirasa tidak perlu, maka kampanye tidak perlu dilakukan
karena hanya akan menghamburkan dana.
Tahap kedua adalah pengelolaan kampanye yang dimulai dari peran-
cangan, pelaksanaan hingga evaluasi. Dalam tahap ini diperlukan riset
untuk mengidentifikasi karakteristik khalayak sasaran untuk dapat
merumuskan pesan, aktor kampanye, saluran, hingga teknis pelaksanaan
kampanye yang sesuai. Riset Formatif dalam merancang program kampa-
nye, yang mulai populer pada tahun 1980-an, benar-benar mendapat tempat
dan diterapkan dalam model ini.
Pada tahap pengelolaan, seluruh isi program kampanye diarahkan
untuk membekali dan mempengaruhi aspek pengetahuan, sikap, dan
keterampilan khalayak sasaran. Ketiga hal ini akan memberi pengaruh
pada perubahan perilaku.
Tahap pengelolaan kampanye diakhiri dengan evaluasi tentang efektiv-
itas program yang dilaksanakan. Di sini akan dievaluasi apakah pesan-pesan
kampanye sampai pada khalayak atau tidak, apakah mereka dapat mengin-
gat pesan tersebut dan apakah mereka dapat menerima isi pesan tersebut.
Tahap terakhir model ini adalah tahap evaluasi pada penanggulangan
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 395

masalah (reduce problem). Tahap ini disebut juga tahap pascakampanye.


Dalam hal ini evaluasi diarahkan pada keefektifan kampanye dalam
menghilangkan atau mengurangi masalah yang diidentifikasi prakampanye.

Model Media Sosial


Komunitas online di Indonesia ini sudah sangat besar. Pengguna Facebook
Indonesia itu kedua terbanyak di dunia, sedangkan pengguna Twitter
terbanyak ketiga di dunia. Kami ingin mengembangkan komunitas online
ini menjadi sangat powerful dalam kampanye perubahan sosial. Contoh,
paling konkret merupakan pada kasus Prita Mulyasari. Komunitas online
ini boleh jadi bisa turut memperbaiki kondisi negara ini,” tutur Philip
Roskamp, Wakil Press Atase Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Philip menambahkan bahwa kampanye perubahan sosial antara dulu
dan sekarang sangat berbeda. “Mungkin sepuluh tahun lalu, biasanya kita
berkampanye dengan turun ke jalan. Namun sekarang kita bisa melakukan-
nya di internet. Contoh paling nyata mungkin saat diturunkannya Hosni
Mobarak di Mesir beberapa waktu lalu,” ujar Philip. “Kami ingin mendorong
kebebasan dan demokrasi lewat dunia maya”.
Acara yang dimulai sejak pukul sepuluh pagi ini dimulai dari presen-
tasi dan pandangan Ndoro Kakung yang memang dikenal sebagai pegiat
media sosial. Sosok dibalik terselenggaranya Pesta Blogger ini memapar-
kan bahwa media sosial secara luas bisa berpengaruh banyak dalam kehidu-
pan. Ndoro memberikan pandangan dan panduan dalam berkampanye
melalui media sosial agar bisa memberikan maslahat bagi masyarakat dan
juga memiliki isu dan komitmen yang sama dengan masyarakat.
“Program gerakan harus berdasarkan persepsi yang sama yang dibutuh-
kan masyarakat. Sehingga isu yang diusung pun tepat sasaran pada
masyarakat,” ujar Ndoro Kakung dalam presentasinya. “Namun yang paling
penting, meski kampanye dilakukan melalui dunia maya, tujuan utama
gerakan sosial adalah mendorong terjadinya aksi nyata”.
Contoh paling konkret lainnya yaitu gerakan atau kampanye yang
dilakukan oleh Nila Tanzil. Pada tahun 2009 dia mendirikan Taman
Bacaan Pelangi yang bertujuan memberikan akses pendidikan berupa
perpustakaan bacaan bagi anak-anak Flores, Nusa Tenggara Timur untuk
memperoleh wawasan lebih luas melalui buku. Gerakan ini pun mulai
menyebar di jejaring sosial dan donasi buku dari pelosok negeri mulai
berdatangan untuk diberikan pada Taman Bacaan Pelangi. Bahkan ia
berhasil menggandeng banyak donatur yang akhirnya mengumpulkan lebih
dari lima belas juta rupiah dalam waktu satu bulan. Kini Taman Bacaan
396 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Pelangi sudah ada di beberapa desa di Flores yaitu Desa Roe, Desa Melo,
Desa Komodo, Desa Nampar Macing, dan lain-lain.

Contoh Kampanye

Islam Senyum

Kampanye ini mengajak para netizen untuk aktif berkampanye


pada bulan Ramadhan lalu melalui media jejaring media sosial
untuk menunjukkan Islam yang ramah, bukan Islam yang marah
terutama mengingat banyaknya ujaran kebencian yang semakin
masif. Kampanye ini disponsori oleh Portal Berita KBR 68 H
bekerja sama dengan Jaringan Gusdurian serta CINTA Indone-
sia. Inayah Wahid, puteri Gus Dur, didapuk sebagai duta kampa-
nye. Langkah kampanye adalah sebagai berikut:

Rangkul Perbedaan
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 397

Kampanye #RangkulPerbedaan dipilih karena mulai mengikis-


nya nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam masyarakat, ditan-
dai dengan berkembangnya kasus-kasus intoleransi dan kekerasan
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok pemecah persatuan
Indonesia. Dengan kampanye #RangkulPerbedaan, diharapkan
semangat keberagaman terus menyebar sehingga masyarakat
Indonesia bukan hanya sekedar mengakui adanya perbedaan,
tapi juga mengetahui cara hidup dalam perbedaan. Mereka
mengumpulkan foto hingga 5000 buah untuk mendapatkan rekor
MURI. Langkah kampanye adalah sebagai berikut:

Untuk mengikuti kampanye ini, anda bisa mengikuti langkah di bawah ini:
Ambil foto diri atau foto orang lain yang sedang memegang kertas bertuliskan
#RangkulPerbedaan
Upload foto ke sosial media Twitter atau Instagram dengan menuliskan caption
#RangkulPerbedaan, dan mention akun Twitter @CINTAid_ atau Instagram @
cintaindonesiaofficial

Sumber:
http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/iklim_dan_energi/solusikami/kampanye/
http://portalkbr.com/07-2015/ini_suara_mereka_untuk__islamsenyum/73101.html
https://www.facebook.com/CINTAindonesiaofficial/
photos/a.383185978407799.85701.312671045459293/976969112362813/?type=1
https://indahpurnamasarikesmas.wordpress.com/2012/12/25/kampanye-perubahan-sosial/
www.iisd.org/gsi/sites/default/files/Rully%2520350.pptx+&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id
398 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Tip Trik Kampanye Sosial Media

Tip trik kampanye social media. Pemburu suara atau vote bukan hanya para
caleg dan capres tapi juga para peserta kompetisi berbasis vote atau butuh
supporter untuk hal khusus.
Social media saat ini telah menjadi media yang sangat efektif untuk
berkampanye dengan berbagai tujuan. Namun dari pengamatan saya, tidak
semua kampanye dilakukan dengan cara yang efektif, efisien dan terukur.
Dan Jangan PERNAH gunakan cara curang dalam menciptakan
VOTE mulai dari membuat akun palsu sampai menggunakan script vote. 
Sekali Anda melakukan kecurangan maka resiko hukumannya bisa seumur
hidup tidak dipercaya di media sosial.

1. Tentukan Target Perolehan Vote


Setiap orang pasti berburu vote sebanyak-banyaknya. Namun tanpa target
berupa angka yang spesifik, kita akan kesulitan mengevaluasi hasil kampa-
nye (posting, artikel, dll.) yang telah dilakukan. Cara yang dilakukan
adalah dengan melihat jangka waktu vote, misal: batas waktu vote 20 hari.
Jika kita ingin meraih 1000 suara, maka target hariannya adalah 50
suara. Dengan demikian kita akan tahu harus seberapa besar effort kampa-
nye dan dapat mengevaluasi mengapa sebuah kampanye berhasil melebihi
target atau gagal mencapai target.

2. Pahami Karakteristik Target Voter


Setiap voter memiliki karakteristik yang unik untuk “digerakkan” memilih
atau vote produk kita. Kesalahan terbesar para pemburu vote adalah
menganggap semua pemilih adalah sama! Dengan mempelajari karakter-
istik voter maka bentuk kampanye seperti poster, posting, dll. harus
disesuaikan dengan karakteristik target voter.
Jika Anda menarget voter adalah para ibu muda dengan anak balita,
maka gunakanlah bahasa kampanye yang sesuai “psikologi” mereka. Begitu
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 399

pula ketika Anda menarget voter adalah anak muda penggemar horor,
maka gunakanlah bahasa yang tepat.

3. Kekuatan Testimoni & Rekomendasi


Tidak semua orang mengenal diri Anda, kecuali Anda adalah artis atau
tokoh terkenal di masyarakat. Maka salah satu cara untuk mendongkrak
kepercayaan publik kepada Anda adalah dengan meminta testimoni atau
rekomendasi tokoh-tokoh yang berpengaruh di social media. Para tokoh
ini mempunyai followers dalam jumlah cukup besar, kenali saja di account
Twitter atau Facebook. Jika pengikutnya lebih dari 1000 maka sudah cukup
memberikan kontribusi suara.
Hal ini saya lakukan saat mempromosikan novel Garuda Riders, maka
saya mengontak beberapa tokoh muda sesuai segmen pembaca novel Garuda
Riders. Maka saya mencoba mengontak Merry Riana (Mimpi Sejua Dollar),
meskipun tidak kenal, saya berusaha mengontak beliau. Alhamdulillah
justru Merry Riana memberikan respons dengan cepat, dan akhirnya beliau
ikut mempromosikan novel saya.
Apakah harus mengeluarkan uang? Ini sangat relatif, karena ketika
Anda telah membangun networking dengan baik, maka para tokoh ini akan
dengan senang hati membantu Anda. Tapi jika Anda sok kenal dan sok
Dekat, tiba-tiba minta tolong, maka bersiaplah diblock. Maka dari itu
sejak awal berperilakulah yang baik di dunia nyata dan di dunia maya.

4. Pahami Karakteristik Social Media Channel yang Dipilih


Setiap social media memiliki karakteristik yang berbeda, pelajari model
sosialnya antara Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, Path, Black Berry,
Whatsapps, dll. Jangan pernah menganggap setiap channel social media ini
sama! Salah satu contoh adalah Facebook, saat Anda membuat poster
digital sebagai sarana kampanye, maka pahami ukuran image yang tepat
untuk kampanye. Hal ini mempengaruhi tampilan visual, ukuran font
yang tepat agar terbaca di smartphone dll.
Kesalahan terbesar para pemburu vote adalah tidak memahami hal
ini dan akhirnya effortnya terbuang percuma, karena tidak jelas terbaca
informasi yang ingin disampaikan.

5. Berhati-hatilah dengan TAG!


Beberapa social media memberikan fasilitas tag untuk melakukan mention
seseorang pada gambar yang diupload. Tentu ada beberapa klasifikasi orang
yang ingin Anda tag, yaitu “tokoh” dan orang biasa. Mengapa harus
400 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

dibedakan, karena orang-orang yang sudah masuk kategori tokoh ini ingin
memproteksi privacy dan koleganya dari hal-hal yang kurang tepat. Solus-
inya adalah lakukan pendekatan personal dengan tokoh-tokoh ini. Ribet?
tapi akan efektif dan menjaga hubungan jangka panjang. Daripada Anda
di-block seumur hidup.

6. Gunakan BITLY untuk Evaluasi Vote Anda!


Bitly adalah sebuah situs yang membantu Anda untuk memperpendek
URL  tetapi juga memberikan informasi berapa kali link tersebut telah
diklik. Sering kali para pemburu voter tidak menggunakan fasilitas Bitly,
sehingga mereka tidak pernah tahu berapa tingkat keberhasilan URL yang
disebar.

Saat saya melakukan promosi game D’ jamal di social media, saya meman-
faatkan Bitly untuk mengukur pergerakan download, karena jika saya hanya
menyebarkan link, maka saya tidak tahu berapa kali installer game D’ jamal
(Dolanan Games) telah di-download, jam berapa, dari negara mana, dan
bagaimana orang lain menyebarkan link saya.
MODUL LANJUTAN | MATERI 6 | Kampanye Kreatif 401

Jumlah Klik Game Djamal

Penyebaran Link oleh Pihak Ketiga dst.

Negara Pendownload Game DJAMAL


402 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

7. Jangan Over Campaign!


Akibat tidak adanya perencanaan yang matang dalam kampanye, maka
sering kali para pemburu vote akan melakukan kampanye hingga masuk
tahap “over spamming” sehingga sangat mengganggu orang lain. Hal ini
tentu merugikan Anda, karena dengan mudahnya orang melakukan
unfollow hingga block.
Maka dari itu buatlah jadwal dan target posting yang tepat sasaran.
Silakan baca artikel saya di http://bit.ly/QhKShi terkait tip dan trik posting
yang sukses.
Dengan mengevaluasi hal ini maka saya dapat memanfaatkan sisa
waktu untuk fokus memilih jalur distribusi yang tepat, dan tidak memba-
bi-buta tanpa arah yang jelas.
Semoga Tip Trik Kampanye Social Media bermanfaat bagi Anda
“Sang Pemburu Vote”. Jika ada yang perlu ditanyakan silakan gunakan
fasilitas komentar di bawah ini.

Sumber: http://www.adhicipta.com/tip-trik-kampanye-social-media/
403
404

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


7
405

Rencana
MATERI Tindak Lanjut:
Membangun
Sistem Rujukan

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Mainkan!

Catatan
406
7
MODUL LANJUTAN | MATERI 7 | Rencana Tindak Lanjut 407

Rencana
MATERI Tindak Lanjut:
Membangun
Sistem Rujukan

Pengantar
Materi ini akan berisi diskusi tentang rencana tindak lanjut dari pelatihan.
Bentuk dari rencana tindak lanjut ini adalah membangun sistem rujukan
penanganan diskriminasi hak-hak kewarganegaraan bagi kelompok minori-
tas. Sistem rujukan yang dimaksud di sini adalah model penanganan
pertama bagi korban diskriminasi atau pelanggaran hak-hak kewargane-
garaan dan hak beragama. Diskusi dilakukan oleh peserta pelatihan sendiri
untuk memperoleh kesepakatan mengenai proyek tindak lanjut, tujuan,
pembagian tugas, jangka waktu dan monitoring.

Tujuan
1. Peserta dapat menyusun rencana sistem rujukan baik secara individu
maupun berkelompok untuk menindaklanjuti hasil pelatihan.

Pokok Bahasan
1. Rencana dan agenda kegiatan yang berkaitan dengan membangun
model penanganan pertama bagi korban diskriminasi atau pelanggaran
hak-hak kewarganegaraan dan hak beragama.
2. Advokasi yang sesuai untuk mencegah dan mengatasi diskriminasi
berbasis agama.

Metode
1. Permainan “Pesan Lewat Punggung”
2. Diskusi Kelompok
3. Presentasi
408 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Waktu
70 menit
• Permainan “Pesan Lewat Punggung” 20 menit
• Diskusi Kelompok 30 menit
• Presentasi 20 menit

Alat-alat Bantu
1. Metaplan
2. Spidol kecil
3. Kertas A4

Langkah-langkah Fasilitasi

Fasilitator menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan dalam


materi ini dan tujuannya.

KEGIATAN

1 Permainan “Pesan Lewat Punggung”

1. Bagilah peserta ke dalam beberapa kelompok dengan jumlah


anggota sama dan jelaskan cara permainannya.
2. Atur peserta agar berdiri membentuk deretan ke belakang dan
berdiri membelakangi pemimpin permainan.
3. Bagilah selembar kertas dan alat tulis kepada setiap kelompok
yang dipegang oleh peserta terakhir.
4. Minta peserta pertama dari setiap kelompok untuk maju ke depan
kemudian bisikkan sebuah kata atau kalimat kepada mereka.
tugas mereka adalah menyampaikan pesan tersebut kepada peserta
kedua dengan cara menuliskan pesan tersebut di punggung.
5. Selanjutnya peserta kedua melakukan hal yang sama ke peserta
berikutnya sampai peserta terakhir, yang langsung mencatat apa
yang ia tangkap ke kertas yang dia pegang.
6. Pemenangnya adalah kelompok yang mampu menyampaikan
dan menerima pesan yang sama dengan yang dibisikkan.
MODUL LANJUTAN | MATERI 7 | Rencana Tindak Lanjut 409

KEGIATAN

2 Diskusi Kelompok

1. Bagilah peserta ke dalam beberapa kelompok di mana masing-


masing kelompok beranggotakan 6 orang. Pembagian kelompok
sebaiknya berdasarkan kesamaan wilayah.
2. Mintalah masing-masing kelompok membuat perencanaan sistem
rujukan penanganan korban diskriminasi di wilayah masing-
masing. Untuk memudahkan peserta, ajukan beberapa pertanyaan
berikut (Hand Out 1).
3. Selanjutnya mintalah para peserta mengidentifikasi sumber daya
yang ada di sekelilingnya. Untuk memudahkan, mintalah peserta
mengisi tabel di bawah (Hand Out 2).
4. Setelah itu mintalah mereka mengisi form rencana tindak lanjut
baik individu maupun kelompok (Hand Out 3).
5. Setelah itu, mintalah mereka mempresentasikan hasilnya untuk
dibahas sebagai contoh.

Hand Out
1. Form Sistem Rujukan
2. Sumber Daya
3. Rencana Tindak Lanjut
410 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Form Sistem Rujukan

NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Apabila terjadi tindak diskriminasi atas dasar
agama, kemana korban mencari pertolongan
pertama?
Nama
Alamat
Kontak

2 Apabila akan mencari pertolongan ke keluarga


terdekat, apa yang akan dilakukan selanjutnya
oleh keluarga tersebut?
3 Apabila korban membutuhkan penanganan
medis, apakah ada tenaga medis atau puskesmas
terdekat yang dapat dihubungi?
Nama
Alamat
Kontak
4 Apabila korban membutuhkan konseling mental,
apa yang harus dilakukan?
Nama
Alamat
Kontak
5 Apabila korban membutuhkan konseling hukum
dan legal, apa yang harus dilakukan?
Nama
Alamat
Kontak
MODUL LANJUTAN | MATERI 7 | Rencana Tindak Lanjut 411

Sumber Daya

INDIVIDU/KELOMPOK/ BENTUK SUMBER TARGET


NO KONTAK
LEMBAGA PELAYANAN DAYA LAYANAN
1 Tokoh agama, tokoh
masyarakat dll
2 Organisasi keagamaan
Organisasi kepemudaan
Organisasi MS dll
3 Puskesmas
Rumah sakit dll
4 Lembaga bantuan
hukum
5 Instansi keamanan
6 Dll

Rencana Tindak Lanjut

Nama peserta
Nama kegiatan

Waktu dan tempat

Bentuk kegiatan
(gambaran aktivitas)
Aktor-aktor yang terlibat

Sasaran/target kegiatan

Anggaran kegiatan

Kendala dan bagaimana solusinya


412 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Nama Kelompok

Nama kegiatan

Waktu dan tempat

Bentuk kegiatan (gambaran aktifitas)

Aktor-aktor yang terlibat

Sasaran/target kegiatan

Anggaran kegiatan

Kendala dan bagaimana solusinya


413
414

Materi Waktu

Pengantar Alat-alat Bantu

Pokok Bahasan Langkah-langkah Fasilitasi

Tujuan Kegiatan

Metode Kotak Penjelas


8
415

Evaluasi
MATERI

Lakukan! Bahan Bacaan

Jelaskan! Hand Out

Tanyakan!

Katakan!

Mainkan!

Catatan
416
8
MODUL LANJUTAN | MATERI 8 | Evaluasi 417

Evaluasi
MATERI

Pengantar
Materi ini berisi diskusi tentang pelatihan yang sudah dilaksanakan. Diskusi
ini mencakup manfaat yang dirasakan peserta, pembelajaran bagi penyeleng-
gara dan hal-hal yang perlu diperbaiki baik tentang teknis penyelenggaraan,
metodologi pelatihan maupun substansi materi.

Tujuan
1. Peserta memberikan umpan balik dan melakukan penilaian terhadap
keseluruhan jalannya proses belajar, alokasi waktu, bahan ajar, materi
yang disampaikan, dukungan fasilitator dan narasumber serta teknis
penyelenggaraan pelatihan
2. Mengetahui sejauh mana efektivitas dan manfaat pelatihan untuk
menjadi bahan masukan peningkatan dan penyempurnaan kegiatan
serupa
3. Mengetahui tingkat pemahaman peserta terhadap seluruh materi yang
disampaikan selama proses pelatihan

Pokok Bahasan
1. Materi pelatihan
2. Narasumber
3. Metode Penyampaian
4. Teknis penyelenggaraan pelatihan
418 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Metode
1. Mengisi Form Evaluasi dan Form Post test
2. Game “Balon Saya”.

Waktu
60 menit
• Mengisi Form Evaluasi dan Form Posttest 30 menit
• Game “Balon Saya” 30 menit

Alat-alat Bantu
1. Form evaluasi
2. Form posttest
3. Balon karet sebanyak peserta
4. Potongan tali rafia

Langkah-langkah Fasilitasi

Fasilitator menjelaskan tujuan materi ini.

KEGIATAN

1 Mengisi Form Evaluasi dan Form Post Test

1. Bagikan form evaluasi pelatihan kepada peserta dan persilakan


untuk mengisi.
2. Kumpulkan form evaluasi.
3. Bagikan form posttest dan jelaskan bagaimana mengisi form
tersebut.
4. Berikan waktu kepada peserta untuk mengisi form posttest.
5. Setelah itu kumpulkan.
MODUL LANJUTAN | MATERI 8 | Evaluasi 419

KEGIATAN

2 Permainan “Balon Saya”

Selanjutnya jelaskan aturan permainan “Balon Saya”.


• Peserta dibagi dalam dua kelompok, berbaris berhadap-
hadapan.
• Setiap peserta diberikan satu balon, minta untuk meniupnya
dan ikat dengan seutas tali. Selanjutnya balon diikat pada
satu tungkai kaki mereka
• Aturan permainan : setiap kelompok berusaha memecahkan
sebanyak mungkin balon kelompok lawan dengan menggu-
nakan kaki sambil berusaha mempertahankan balon
miliknya. Usaha memecahkan balon hanya boleh mengenai
balon dan tidak boleh mengenai kaki lawan.
• Bila telah usai, minta peserta untuk duduk melingkar. minta
tanggapan mereka mengenai tingkah laku peserta, siapa yang
paling bernafsu “menghabisi” lawan, siapa yang “ogah-ogahan”,
siapa yang menikmati dan lain-lain, mengapa demikian?
• Berikan pertanyaan pancingan berdasarkan ungkapan di atas:
apakah ada hubungannya dengan uneg-uneg peserta selama
pelatihan.

Hand Out
1. Form Evaluasi
420 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Form Evaluasi
FORMULIR EVALUASI PESERTA

Nilai Keterangan Nama:


1 Buruk
2 Kurang
3 Cukup
4 Bagus
5 Memuaskan

Kuesioner ini dipergunakan untuk perbaikan berkelanjutan. Mohon diisi dengan sungguh-sungguh.

PELAKSANAAN PELATIHAN 1 2 3 4 5
Tema pelatihan
Ketepatan waktu
Suasana
Kelengkapan materi
Layanan/sikap penyelenggara
Alat bantu
Nilai keseluruhan

FASILITATOR 1 1 2 3 4 5
Cara-cara fasilitasi
Penguasaan masalah
Mengembangkan potensi peserta
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan

PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan
MODUL LANJUTAN | MATERI 8 | Evaluasi 421

PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan

PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan

PEMBICARA: …… … 1 2 3 4 5
Penguasaan masalah
Cara penyajian
Manfaat materi
Interaksi dengan peserta
Penggunaan alat bantu
Nilai keseluruhan

LAIN-LAIN 1 2 3 4 5
Makanan
Sound system
Layanan penginapan/akomodasi
Nilai keseluruhan

Komentar positif:
422 HAK ASASI MANUSIA DAN HAK-HAK KEWARGANEGARAAN UNTUK PEMUDA

Saran pengembangan:

Form Post Test

ASPEK PENILAIAN KURANG CUKUP BAIK


Pemahaman tentang
Kebhinekaan
Hak-hak
Kewarganegaraan dan
Hak-hak Beragama
Pemahaman tentang
Model-model
Advokasi
Pengetahuan tentang
Pemantauan dan
Dokumentasi
Pemahaman tentang
Kampanye Kreatif
MODUL LANJUTAN | MATERI 8 | Evaluasi 423

1. Bagaimana pandangan kamu tentang kebhinekaan Indonesia?


2. Apa saja kebhinekaan yang ada di Indonesia? Sebutkan minimal
4 contoh.
3. Apa saja manfaat yang kita peroleh dari adanya kebhinekaan
tersebut?
4. Apa yang kamu ketahui tentang hak kewarganegaraan?
5. Apa yang kamu ketahui tentang hak beragama dan berkeyakinan?
6. Apa keterkaitan antara hak kewarganegaraan dan hak beragama?
7. Apa yang kamu ketahui tentang pelayanan publik?
8. Apa saja jenis pelayanan publik yang terkait dengan hak-hak
beragama dan berkeyakinan?
9. Sebutkan contoh tantangan atau problem hak-hak beragama yang
ada saat ini.
10. Apa yang kamu ketahui tentang advokasi?
11. Apa saja bentuk dan model advokasi yang kamu ketahui?
12. Apa manfaat advokasi terhadap hak-hak beragama dan berkeyak-
inan di Indonesia?
13. Apa yang kamu ketahui tentang pemantauan dan dokumentasi
peristiwa ?
14. Apa saja manfaat pemantauan dan dokumentasi peristiwa keaga-
maan dan pelayanan publik bagi kelompok minoritas agama?
15. Apa yang kamu ketahui tentang kampanye kreatif?
16. Media apa saja yang bisa digunakan dalam melakukan kampanye
kreatif?
424
KONSTITUSI MENEGASKAN , setiap warga negara memiliki hak dan
kewajiban serupa tanpa pembedaan berdasar etnis, kelas sosial,
agama, dan keyakinan. Prinsip yang dikenal sebagai prinsip
nondiskriminasi, perlakuan adil dan setara kepada warga negara,
selalu ditegaskan dalam sejumlah peraturan perundang-
undangan di bawah UUD 1945. Namun demikian, di lapangan
masih ada praktik diskriminasi negara di satu sisi dan tindakan
intoleransi serta kekerasan oleh masyarakat di sisi lain. Korban
yang sering mengalami umumnya berasal dari kalangan minoritas.

Modul ini diterbitkan sebagai pegangan dalam pelatihan yang


bakal mencetak kader-kader muda dari kalangan moderat,
minoritas, dan kalangan umum dalam memperkuat hak-hak
kewarganegaraan di Indonesia.

respect and dialogue

www.readyindonesia.com
@READY_INA READY – Respect & Dialogue

Proyek ini didukung oleh


hibah Uni Eropa

Anda mungkin juga menyukai