Anda di halaman 1dari 12

PUBLIC SUMMARY

(Ringkasan Publik)

SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN LESTARI (PHTL)


PT. SURYA HUTANI JAYA

PROPINSI KALIMANTAN BARAT


Oleh
Lembaga Sertifikasi PT. TUV RHEINLAND INDONESIA
PROSES SERTIFIKASI

Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL) merupakan perwujudan dari konsep pembangunan
bidang kehutanan yang berkelanjutan (sustainable). Dalam proses pencapaiannya diperlukan suatu
sistem yang menjamin keseimbangan kelestarian fungsi produksi, ekologi dan sosial. Sebagai
instrumen yang menjembatani kesenjangan antara kondisi riil dengan standar kinerja yang harus
dicapai dalam PHTL, maka diperlukan sistem sertifikasi sebagai proses yang berkesinambungan.

PT. Surya Hutani Jaya (PT. SRH) mempunyai komitmen dan tekad yang cukup tinggi dalam
mewujudkan PHTL. Hal ini dibuktikan dengan mengajukan aplikasi untuk sertifikasi PHTL dengan
standar Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) kepada Lembaga Sertifikasi PT. TUV Rheinland Indonesia.

Proses Aplikasi.

Proses sertifikasi PT. Surya Hutani Jaya (PT. SRH) dimulai sejak diterimanya aplikasi permohonan
sertifikasi pada bulan Maret 2009 kepada Lembaga Sertifikasi PT TUV Rheinland Indonesia untuk
sertifikasi PHTL dengan standard LEI 5000-2.

Pengumuman publik

Sebelum dilakukannya proses penapisan, terlebih dahulu harus dilakukan pengumuman publik untuk
mengundang masukan-masukan atau input yang terkait informasi mengenai unit manajemen dari
pemangku kepentingan (stakeholders) yang akan dijadikan bahan informasi untuk penilaian.
Pengumuman kepada publik tentang proses sertifikasi PHTL PT SRH dilakukan dengan beberapa
cara yaitu:
- Pengumuman melalui media masa nasional “Kompas” pada tanggal 15 Mei 2010.
- Pengumuman melalui media masa lokal “Tribun Kaltim Post” pada tanggal 15 Mei 2010.
- Pengumuman melalui email (mailing list) kepada para praktisi kehutanan, LSM dan pihak
terkait lainnya.

Proses Penapisan

Proses penapisan awal dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh kesiapan PT SRH untuk
melangkah ke tahap selanjutnya. Proses penapisan dilakukan oleh tim Panel Pakar I mengacu pada
Pedoman LEI 77-21, diawali dengan penelaahan dokumen-dokumen yang terkait dengan kegiatan
pengelolaan hutan PT SRH.

Tim Panel Pakar I dari PT TUV Rheinland Indonesia yang melakukan kegiatan penapisan awal untuk
3 aspek yang dinilai yaitu:
1 Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS untuk aspek Produksi
2 Dr.Machmud Thohari, DEA. untuk aspek Ekologi
3 Ir. Asep Sugih Suntana, MA. untuk aspek Sosial
4 Riena Widiyanti Aziz,S.Hut sebagai fasilitator
Konsultasi Publik /Forum Konsultasi Daerah

Sebagai bagian dari proses penapisan pada skema sertifikasi, harus dilakukan konsultasi publik
untuk menampung semua masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders). Pelaksanaan
konsultasi publik dilakukan di Hotel Mesra, Samarinda pada tanggal 8 Juni 2010 dengan
bekerjasama dengan Forum Komunikasi Daerah Kalimantan Timur. Kegiatan ini dilakukan dengan
mengundang semua pihak yang berkepentingan dari kalangan institusi pendidikan, pemerintah
daerah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), masyarakat adat, organisasi massa, dll.

Proses Peninjauan Lapangan


Proses penapisan dilanjutkan dengan kegiatan kunjungan lapangan di lokasi Unit Manajemen pada
tanggal 9 – 12 Juli 2010.

Dari hasil penapisan yang mencakup penelaahan dokumen dan kunjungan lapangan serta konsultasi
publik maka Tim Panel Pakar I memutuskan bahwa PT SRH dapat melanjutkan ke proses penilaian
lapangan.

Penilaian Lapangan
Proses penilaian lapangan untuk unit manajemen PT. SRH dilakukan oleh tim penilai lapangan
Lembaga Sertifikasi PT TUV Rheinland Indonesia yang menggunakan standar LEI 5000-2 sebagai
acuan penilaian. Kegiatan penilaian lapangan dilakukan pada tanggal 09 Juli sampai dengan tanggal
12 Juli 2010. Tim penilai lapangan terdiri dari :
1 Cecep Saepulloh, S. Hut. (Lead Assessor/aspek produksi).
2 Dian Susanty Soeminta, S. Hut. (Assessor aspek ekologi)
3 Drs. Fadli (Assessor aspek sosial)
4 Riena Widiyanti Aziz, S.Hut (Fasilitator/Co-assessor aspek sosial)

Penilaian lapangan yang dilakukan oleh tim penilai lapangan PT TUV mengacu pada standar LEI
5000-2 tentang Sistem Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL), Pedoman LEI 99-31 tentang
Pedoman Pelaksanaan Penilaian lapangan Sertifikasi PHTL dan Pedoman LEI 99-32 sebagai acuan
dalam penyusunan laporan hasil penilaian lapangan sertifikasi PHTL.

Proses Evaluasi dan Keputusan Sertifikasi oleh Panel Pakar II

Tahap selanjutnya dari proses sertifikasi ini yaitu tahap evaluasi dan pengambilan keputusan
sertifikasi. Tahap ini dilakukan oleh tim Panel Pakar II, yang beranggotakan 6 orang, terdiri dari tim
Panel Pakar I yang melakukan tahap penapisan dan tambahan Panel Pakar dari aspek produksi,
ekologi dan sosial yang merupakan utusan daerah dimana Unit Manajemen berada. Susunan Panel
Pakar II terdiri dari :
- Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS (aspek produksi)
- Dr. Ir. Yosep Ruslim, M.Sc. (aspek produksi/Utusan Daerah)
- Dr. Ir. Machmud Thohari, DEA. (aspek ekologi)
- Prof. Dr. Ir. Sigit Hardiwinarto, M.Agr (aspek ekologi/Utusan Daerah)
- Ir. Asep Sugih Suntana,MA (aspek sosial)
- Ir. H. Iman Kuncoro Hs, M.Sc (aspek sosial/Utusan Daerah)
Panel Pakar II bekerja setelah menelaah laporan hasil penilaian lapangan dan presentasi dari tim
penilai lapangan. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus sampai dengan 01 September
2010 berlokasi di Hotel Novotel Bogor.

Berdasarkan hasil evaluasi Panel Pakar II tersebut, PT Surya Hutani Jaya Propinsi Kalimantan Timur
dengan luas 183.300 ha dinyatakan LULUS Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari
berdasarkan Standar LEI 5000-2 dengan peringkat Perunggu.

Panel Pakar II juga mengeluarkan beberapa rekomendasi perbaikan yang harus dilakukan oleh unit
manajemen PT FI sebagai berikut :

Rekomendasi Aspek Produksi


1. Memastikan lahan sebagai areal hutan tanaman dengan produksi lestari
- Pemantapan Kawasan melalui kegiatan Pengurusan Legalitas kawasan, menyelesaikan
batas dengan Taman Nasional Kutai & sisa batas dengan perkebunan
- Penyelesaian Konflik Sosial Kawasan/Lahan khususnya klaim lahan plasma perkebunan
- Delineasi Mikro Kawasan, Khususnya pada kawasan yang saat ini sebagai areal tanaman
2. Mengakui dan melindungi dan perlindungan hak-hak Masyarakat atas kawasan dan sumberdaya
Hutan
- Pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat atas kawasan dan sumberdaya Hutan
melalui Identifikasi dan penyepakatan hak-hak masyarakat atas kawasan dan
sumberdaya hutan
- Menyusun SOP tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat atas kawasan
dan sumberdaya hutan
- Penyuluhan/sosialisasi secara periodik mengenai kesepatan dan SOP tentang pengakuan
dan perlindungan hak-hak masyarakat atas kawasan dan sumberdaya hutan
3. Mengurangi resiko dampak pola tanam monokultur terhadap ledakan hama dan penyakit
- Pengembangan jenis tanaman dan perbaikan pola tanam dengan mengembangkan
penelitian tentang jenis lokal
- Pemuliaan jenis-jenis atau klon yang tahan hama dan penyakit
- Menanam tanaman pencampur
4. Memperoleh struktur hutan normal dalam 2 (dua) daur ke depan
- Peningkatan asset tegakan melalui percepatan penanaman dan peningkatan keberhasilan
tegakan
5. Menurunkan frekuensi dan intensitas kejadian kebakaran hutan
- Perbaikan Sistem Pengendalian Kebakaran Hutan melalui Peningkatan partisipasi
masyarakat dalam pengendalian kebakaran hutan
6. Meningkatkan kemampuan penanaman dan kualitas hasilnya
- Peningkatan kemampuan penanaman dan kualitas hasilnya melalui peningkatan
keberhasilan tegakan
Rekomendasi Aspek Ekologi
1. Meningkatkan luas kawasan lindung yang telah dikukuhkan dan telah dilakukan penataan serta
pemantapan kawasan lindung
- Pengukuhan setiap tipe kawasan lindung dengan melibatkan partisipasi pihak-pihak
terkait termasuk masyarakat
- Penataan batas dengan melibatkan masyarakat dan memperoleh pengakuan pihak-pihak
terkait
- Penataan batas areal produksi dengan kawasan lindung agar segera dilakukan secara
lengkap disertai dengan kejelasan berita acaranya
2. Menambah alokasi areal tanaman kehidupan dan melakukan pengukuhan serta penataan
- Menambah alokasi areal tanaman kehidupan hingga memenuhi persyaratan sebesar 5%
dari total luas areal konsesi
- Melakukan bata batas areal Tanaman Kehidupan
- Pengayaan jenis-jenis tanaman yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar
3. Menjaga kelestarian orangutan di dalam areal konsesi UM
- Memantau secara berkala keberadaan orangutan dan melakukan tindakan perlindung-
annya
- Membuat dan memperbaiki pedoman/SOP pemantauan orangutan
- Melakukan tindakan perbaikan habitat (habitat improvement) orangutan
- Membuat strategi dan rancang tindak konservasi orangutan yang terdapat di dalam areal
PT SRH
4. Kelestarian satwa yang ada di areal tanaman produksi
- Pencatatan secara berkala keberadaan satwa dan memetakan sebarannya di areal
tanaman produksi
- Melakukan pengelolaan populasi satwa untuk mendukung kebutuhan hidupnya, misalkan
dalam penyediaan tempat bersarang, pakan, dan berlindung
- Memantau secara berkala keberadaan satwa dan melakukan tindakan perlindung-annya
- Membuat dan memperbaiki pedoman/SOP pemantauan satwa
- Melakukan tindakan perbaikan habitat (habitat improvement) satwa
- Membuat strategi dan rancang tindak konservasi satwa yang terdapat di dalam areal PT
SRH
5. Menyediakan informasi sumberdaya hutan kepada masyarakat setempat
- Menyediakan informasi kepada masyarakat lokal tentang keberadaan sumberdaya hutan
yang dapat dimanfaatkan dengan melakukan sosialisasi tentang sumberdaya hutan yang
ada di dalam areal UM PT SRH yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
- Membangun sistem informasi sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan masyarakat
lokal
6. Menjaga dan meningkatkan kualitas struktur dan komposisi vegetasi kawasan lindung
- Mencegah perubahan struktur dan komposisi vegetasi di dalam kawasan lindung
- Meningkatkan pengamanan kawasan lindung dengan mendorong peranserta masyarakat
setempat
- Melakukan pengayaan vegetasi untuk memperbaiki struktur dan komposisi vegetasi
7. Mencegah degradasi dan erosi tanah
- Mencegah laju erosi tanah
- Melakukan evaluasi hasil uji coba penanaman tanaman penutup tanah
- Melakukan evaluasi terhadap lama masa keterbukaan tanah setelah pemanenan dengan
penumpukan limbah sisa pemanenan

Rekomendasi Aspek Sosial

1. Kepastian status areal pemanfaatan hutan


- Mewujudkan kemantap-an kawasan areal pe-manfaatan hutan terutama pada areal yang
masih diperseng-ketakan oleh komuniti, UMH perlu:
 Tatalaksana pengelolaan konflik yang disepakati bersama dilaksanakan dengan
tertib oleh UM.
 UM perlu memperluas fasilitasi komunikasi dan kerjasama. UM perlu membukat
peluang diskusi dengan berbagai kalangan, seperti tokoh masyarakat, pemerintah
daerah, dan unsur terkait untuk melakukan penetapan kawasan secara partisipatif.
 Melakukan komunikasi dan sosialisasi tatabatas kawasan kepada masyarakat di
sekitar kawasan konsesi
 UM membangun kemitraan terkait pengembangan kegiatan ekonomi baru dengan
mengedepankan semangat pemberdayaan masyarakat
2. Bekerjanya mekanisme pengelolaan konflik
- Mewujudkan mekanisme pengelolaan konflik dengan mempertim-bangkan rasa keadilan
dan keseimbangan dalam proses alternative dispute resolution (resolusi konflik), UMH
perlu:
 UM lebih proaktif dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan konflik
 Mendorong terbentuknya skema resolusi konflik dengan melibat-kan para pihak
sebagai rujukan ketika terjadi sengketa terbuka
 Membangun sistem early warning system (EWS) dan mendorong SDMnya untuk
mengikuti training resolusi konflik
 Mendokumentasikan secara kronologis kasus konflik yang terjadi
3. Pemanfaatan infrastruktur unit manajemen oleh warga komuniti
- Memberikan kesempatan pemanfaatan infrastruktur oleh warga komuniti, UMH perlu:
 UM perlu menyiapkan informasi yang jelas tentang fasilitas dan infrastruktur yang
dapat dimanfaatkan oleh komuniti
 Pembuatan manual informasi publik /komuniti dan papan informasi di sekitar
wilayah komuniti secara partisipatif
 Melakukan monitoring dan inventarisasi terhadap pemanfaatan infrastruktur unit
manajemen oleh warga komuniti
 UMH secara terbuka menerima usulan dan mendiskusikan penggunaan infrastruktur
UMH oleh warga komuniti
4. Kepastian akses pemanfaatan hutan oleh warga komuniti
- Menjamin kepastian akses pemanfaatan hutan oleh warga komuniti melalui:
 Memberikan kesempatan kepada warga komuniti untuk memanfaatkan sumberdaya
hutan bukan kayu (HHBK) dengan tata laksana yang disepakati bersama
 UMH perlu terbuka dan apresiatif atas ragam inisiatif komuniti untuk bekerja sama
dengan UMH
 UMH perlu menyediakan fasilitas bagi warga komuniti untuk memanfaatkan
sumberdaya non kayu
 Melakukan monitoring dan inventarisasi terhadap pemanfaatan hasil hutan non kayu
yang dilakukan oleh warga komuniti
5. Ada kompensasi terhadap peng-gunaan atau ke-rusakan sumber-daya milik warga komuniti
- Aturan terkait kompensasi atas penggunaan dan kerusakan sumberdaya milik warga
perlu dilaksanakan oleh UMH melalui :
 Proses penggantian perlu diatur agar saling menguntungkan kedua belah pihak
 Tata waktu pemberian kompensasi perlu disepakati dan dilaksanakan sesuai
kesepakatan

Penerbitan Sertifikat Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari

Berdasarkan hasil evaluasi Panel Pakar II, PT Surya Hutani Jaya di Propinsi Kalimantan Timur
dengan luas 183.300 ha dinyatakan LULUS Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari
berdasarkan Standar LEI 5000-2 dengan peringkat Perunggu. Selanjutnya Lembaga Sertifikasi PT
TUV Rheinland Indonesia menerbitkan Sertifikat PHTL dengan masa berlaku 5 tahun pada tanggal
01 September 2010 dan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2015
PROFIL PERUSAHAAN
PT. Surya Hutani Jaya (PT SRH) adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan hutan
tanaman industri untuk bahan baku industri pulp dan kertas yang berlokasi di Kabupaten Kutai
Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur. Areal kerja PT SURYA HUTANI
JAYA (selanjutnya disebut dengan PT SRH) sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. 156/Kpts-
II/1996 tanggal 08 April 1996 adalah seluas 183.300 Ha. Areal ini terletak pada fungsi Kawasan
Budidaya Kehutanan (KBK menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi/RTRWP) atau Hutan
Produksi tetap (HP menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan/TGHK) di Kabupaten Kutai Kartanegara
dan Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur. Areal ini merupakan eks konsesi beberapa hak
pengusahaan hutan atau ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam (IUPHHK Hutan
Alam).

Alamat unit manajemen

Kantor Holding Jakarta :


Plaza BII Menara 2 Lt. 19
Jln. MH Thamrin No. 51 Jakarta 10350.
Telp. 021-39834473,
Fax. 021-39834707, 39834798
Kantor Operasional :
HTI Camp 38, Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kertanegara, Propinsi
Kalimantan Timur
Telp. 0541-273107 ext. 110
Kantor Pusat :
Jl. Camar No. 95, Kelurahan Pelita, Samarinda, Kalimantan Timur.
Telp. 0541-739285, 286, 287, 260 dan 270, Fax 0541-733838

Pengurus Perusahaan
Dewan Komisaris
Komisaris Utama : Koes Saparjadi, MF
Komisaris : Sani, SE.
Komisaris : Ir. Soebardjo
Dewan Direksi
Direktur Utama : Kornelius Yusak
Direktur : Suhendra Wiriadinata
Direktur : Drs. Bambang Gendrojono
Areal Kerja Sumber Daya Hutan

Areal kerja UPHHK Tanaman PT SRH termasuk dalam wilayah administrasi kehutanan Resort Polisi
Hutan (RPH) Sebulu, Muara Kaman dan Muara Bengkal, Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH)
Muara Wahau, Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Mahakam Tengah, Dinas Kehutanan Propinsi
Daerah Tingkat I Kalimantan Timur. Areal ini termasuk dalam Kelompok Hutan Sungai Sebulu,
Sungai Menamang dan Sungai Beliwit dalam wilayah Sub DAS Beliwit, Bluhi, Napai, Bendang,
Menamang Kiri, Menamang Kanan, Maoo, Santan, Bengalon, Seguntung-Sedulang, Sendawan,
Manujan, Bentihan, Tebang, Teratak dan Sub DAS Sungai Busung.

Areal kerja PT SRH yang bertipe iklim B (basah, Schmidt & Fergusson) terlingkup dalam 7 (tujuh)
Sub daerah aliran sungai (Sub DAS) yang tersebar dari sebelah Utara sampai Selatan, yaitu Sub
DAS Telen, Sub DAS Menamang Kiri, Sub DAS Menamang Kanan, Sub DAS Sedulang, Sub DAS
Santan, Sub DAS Sabintulung dan Sub DAS Sebulu. DAS-DAS ini terbangun oleh lansekap sungai-
sungai utama dan puluhan anak sungainya yang seluruhnya bermuara pada Sungai Mahakam.

Batas-batas lokasi UPHHK Tanaman PT SRH adalah :

• Sebelah Utara : UPHHK Tanaman PT Kiani Lestari dan Taman Nasional Kutai

• Sebelah Timur : Taman Nasional Kutai, PT Indominco (Mining), UPHHK Tanaman PT


Sumalindo Hutani Jaya dan Eks UPHHK Alam dan PT Daya Besar.

• Sebelah Selatan : APL (KBNK) dan Sungai Mahakam

• Sebelah Barat : Perkebunan Sawit PT Khaleda dan PT Teguh Jaya Prima Abadi dan Eks
UPHHK Alam PT Persada Bumi Hijau

• Dalam areal : Perkebunan Sawit PT Anugrah Urea Sakti

Areal kerja PT SRH didominasi kondisi lereng yang datar-landai (lereng A dan B ~ 52,3%). Selain
itu adalah agak curam (lereng C ~ 44,0%), curam (lereng D ~ 1,1%) dan sangat curam (lereng E
~ 2,5%). Kondisi lereng datar dan landai serta banyaknya aliran sungai di wilayah ini
menyebabkan sebagian kecil arealnya tergenang terutama pada daerah muara sungai. Luas tiap
kelas lereng disajikan pada tabel di bawah ini

Sistem Silvikultur/Pengaturan Hasil

Sistem silvikultur yang diterapkan oleh unit manajemen adalah Tebang Habis Permudaan Buatan
(THPB) seperti umumnya pengelola IUPHHK hutan tanaman lainnya. Pemilihan dan
pengembangan jenis tanaman pokok pada PT. SRH di dasarkan pada :
• Tujuan pembangunan hutan tanaman
• Kesesuaian lahan
• Nilai Ekonomi
• Kesesuaian dengan pembangunan masyarakat sekitar hutan
Berdasarkan beberapa kriteria tersebut di atas, maka jenis tanaman pokok yang dikembangkan
saat ini adalah Acacia mangium dan Eucalyptus pelita untuk daerah kering dan Acacia crassicarpa
untuk daerah basah (rawa).

Pengendalian dan Monitoring Dampak Lingkungan Pemanfaatan Hutan Tanaman.


1. Persiapan lahan tanpa pembakaran (PLTB) dengan spreading system: menyertakan sisa-sisa
ranting, dahan dan cabang serta sisa kulit kayu yang tidak termasuk kedalam ukuran BBS
sehingga memberikan topsoil untuk kesuburan tanah dan dibuatnya jalur track alat berat
dengan sisa-sisa tebangan tersebut sehingga terjadinya kepadatan tanah.
2. Penerapan sistem debarking dalam kegiatan penebangan, yaitu dengan melakukan kupas kulit
dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam pengangkutan kayu(proses percepatan
pengeringan di lokasi tebangan) dan diharapkan dapat mengembalikan unsur hara(kesuburan
tanah) dilokasi tebangan melalui sisa kulit dan ranting yang ditinggalkan.
3. Penerapan sistem skidtrack (mineral) dan jalur matting (rawa), yakni dengan membuat
tumpukan serasah dan sisa-sisa kayu sebagai pijakan alat berat untuk mengurangi tingkat
pemadatan permukaan tanah yang diakibatkan oleh aktifitas alat berat pada saat kegiatan
penebangan.
4. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan kanal drainase (lahan basah) bertujuan untuk
mengatur water table areal tanam yan sesuai untuk pertumbuhan tanaman dan pembuatan
tertiary drain/kanal cacing/parit (lahan mineral) yang harus ditembuskan ke outlet (sungai) atau
kolam penampungan air yang bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan areal tanam dan
mencegah terjadinya genangan air dilokasi penanaman.
5. Melakukan pemupukan dasar dengan pupuk organik dan anorganik terutama penggunaan
pupuk CIRP untuk mengurangi tingkat keasaman lahan dan untuk mempercepat proses
dekomposisi gambut.
6. Melakukan penanaman kembali secepat mungkin terhadap lahan yang telah di landclearing.
Lama waktu masa bero tidak boleh melebihi 2 bulan sejak penebangan dilakukan. Lahan yang
mempunyai kemiringan di atas 45 o di dalam kawasan UM dimasukkan ke dalam kawasan
lindung, sehingga areal tersebut tidak dibuka.
7. UM telah menyiapkan sistem ”water management” yang mengatur tata air dengan
pembangunan dan pengaturan kanal-kanal selain juga untuk sarana transportasi. Dengan
demikian pada areal basah dapat dikelola dan dapat menyediakan tempat tumbuh yang baik
bagi tanaman HTI. Dilakukan penanaman Legume Cover Crops (LCC) yang ditanam di antara
tanaman Eucalyptus.
8. Untuk memonitor dampak lingkungan yang diakibatkan kegiatannya Unit manajemen
melakukan pengukuran dan pemantauan beberapa parameter lingkungan sesuai dengan
rekomadasi AMDAL serta RKL dan RPL.

Pengelolaan Sosial
Untuk pengelolaan sosial masyarakat sekitar hutan, unit manajemen telah menetapkan program
community development secara umum yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
• Pembangunan sarana prasarana fisik (Masjid, Madrasah, jalan jembatan dan sarana lainnya )
• Support kegiatan ekonomi, sosial budaya dan keagamaan
• Kegiatan pengembangan pendidikan ( bantuan buku / perpustakaan )
Di samping program-program di atas juga dikembangkan pola kemitraan dengan masyarakat
sebagai salah satu bentuk penyelesaian permasalahan lahan yang terjadi dengan masyarakat
sekitar. Pola yang saat ini dikembangkan adalah pengembangan hutan tanaman pola kemitraan
(HTPK), pengadaan bibit, penyiraman jalan sepanjang pemukiman, koktraktor tebangan dan
penanaman, pengadaan tenaga kerja, pemanfaatan hasil hutan non kayu (rotan, madu, dlsb,) dll.

Penyelesaian permasalahan dengan masyarakat seperti kasus klaim dan okupasi lahan dilakukan
dengan prosedur yang ada seperti:

a. Kasus Klaim lahan :


• Proses Hukum dengan mengacu pada Undang-Undang no. 41 th 1999 tentang Kehutanan
• Kompensasi / Saguh Hati dengan standar harga Imas / Tebang
• Kemitraan HTPK dengan ketentuan luas 2 Ha / KK

b. Kasus Okupasi lahan :


• Enclave pada areal dengan kondisi sudah menjadi pemukiman dan perkebunan produktif
yang menyertai pemukiman tersebut.
• Program kerjasama Tanaman Kehidupan pada areal dengan kondisi sudah menjadi kebun
atau tanaman pangan yang dikelola oleh komuniti akan tetapi belum intensif.
• Kemitraaan HTPK pada kondisi ladang permanen, setelah sebagian dari areal diambil untuk
Tanaman Kehidupan sesuai dengan jumlah okupan yang dapat dipertanggung jawabkan.

c. Kasus Overlap dan tumpang tindih.


• Dikembalikan pada kebijakan pemerintah sebagai pemberi Izin, dengan tetap mengacu pada
undang-undang no. 41 th 1999 tentang Kehutanan.
Prosedur penyelesaian konflik selain hal-hal yang telah disebutkan diatas diatur juga dalam
FSS/OP/03 “Solving Land Dispute”

Kekuatan dalam pencapaian PHTL

1. Manajemen PT. Surya Hutani Jaya mempunyai komitmen yang kuat dalam pencapaian sertifikasi
PHTL, hal ini bisa dibuktikan dengan kesungguhan dalam mempersiapkan dokumentasi dan
lapangan, penyusunan tim sertifikasi yang cukup solid dalam jangka beberapa tahun untuk
memperoleh sertifikat PHTL LEI.
2. Jajaran manajemen sampai karyawan di bawah turut terlibat dalam menyiapkan sertifikasi dalam
mencoba untuk melaksanakan praktek-praktek pengelolaan hutan yang baik dan memperbaiki
secara berkelanjutan pada pengelolaan hutannya .
3. Sumber daya manusia pada bidang keahliannya yang memadai dilihat dari jumlah Sarjana
Kehutanan dilapangan yang cukup dan kompeten.
4. Mempunyai Bagian Research and Development (R & D) yang cukup memadai dalam mendukung
terlaksananya pembangunan hutan tanaman ke depan.
5. Kemampuan modal yang cukup memadai dari pemilik perusahaan lebih menjamin
berlangsungnya perusahaan.
6. Perusahaan telah memperkerjakan karyawan yang cukup banyak jumlahnya yang dapat
berdampak pada terbukanya peluang kerja di daerah dan juga meningkatnya pendapatan
masyarakat secara umum.
7. Berkembangnya kegiatan ekonomi lokal secara significant akibat adanya kegiatan perusahaan
(HTI dan Pabrik) sehingga secara langsung dan tidak langsung mempercepat pembangunan
daerah sekitar.
8. Fasilitas base camp dan perumahan karyawan yang sangat memadai.
9. Program community development (PMDH) selalu menjadi bagian dari kegiatan perusahaan
dengan anggaran yang cukup.
10. Sarana dan prasarana yang cukup tersedia dalam mendukung kegiatan perusahaan dan
membantu kegiatan penduduk sekitar.
11. PT SRH telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan dengan standar ISO 14001:2004 dan
mendapat sertifikat sejak tahun 2007.

Kelemahan dalam Pencapaian PHTL

1. Potensi konflik sosial yang masih ada dikeranakan konflik lahan dengan masyarakat masih
sangat dinamis dan masih berpotensi dalam menghambat tercapainya PHTL yang mantap.
2. Permasalahan pengelolaan lahan basah terutama lahan gambut dalam yang dikelola sebagai
areal produktif dapat mengakibatkan dampak lingkungan dan isu lingkungan.
3. Sistem monokultur pada hutan tanaman industri dengan luasan yang besar dapat berakibat pada
tingginya resiko ancaman hama dan penyakit pada tanaman dan juga isu keanekaragaman
hayati.

Anda mungkin juga menyukai