Anda di halaman 1dari 130

DIKLAT PEMBENTUKAN

AUDITOR AHLI
KESA

KODE MA : 2.210

KODE ETIK DAN


STANDAR AUDIT

2008

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN


BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

EDISI KELIMA
Kode Etik dan Standar Audit

Judul Modul : Kode Etik dan Standar Audit

Penyusun : Drs. H.T. Redwan Jaafar, Ak.


Sumiyati, Ak., M.F.M.
Perevisi Pertama : Drs. H.T. Redwan Jaafar, Ak.
Drs. Wawan Trangawan
Perevisi Kedua : Teguh Widhyo Utomo, Ak.
Sunaryono, Ak., M.M.
Perevisi Ketiga : Sigit Susilo Broto, Ak., M.Comm.
Perevisi Keempat : John Elim, Ak., MBA
Pereviu : Linda Ellen Theresia, SE., MBA
Editor : Riri Lestari, Ak

Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan


BPKP dalam rangka Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Pembentukan
Auditor Ahli

Edisi Pertama : Tahun 1998


Edisi Kedua (Revisi Pertama) : Tahun 2000
Edisi Ketiga (Revisi Kedua) : Tahun 2002
Edisi Keempat (Revisi Ketiga) : Tahun 2005
Edisi Kelima (Revisi Keempat) : Tahun 2008

ISBN 979-3873-06-X

Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau seluruh


isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis dari
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP

Pusdiklatwas BPKP 2008 ii


Kode Etik dan Standar Audit

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Tujuan Pembelajaran ................................................................. 2
B. Sistematika Modul ...................................................................... 2
C. Metodologi Pemelajaran ............................................................ 4

BAB II ETIKA PROFESI, STANDAR AUDIT, DAN KENDALI MUTU ........... 5


Tujuan Pemelajaran Khusus .............................................................. 5
A. Pengertian Profesi ..................................................................... 5
B. Pengertian dan Tujuan Kode Etik ............................................... 7
C. Pengertian dan Tujuan Standar Audit ........................................ 13
D. Kode Etik, Standar Audit, dan Program Jaminan Kualitas .......... 14
E. Kode Etik dan Standar Audit APIP ............................................. 16
F. Latihan Soal ............................................................................... 17

BAB III KODE ETIK APARAT PENGAWASAN FUNGSIONAL


PEMERINTAH ................................................................................... 19
Tujuan Pemelajaran Khusus ............................................................... 19
A. Landasan Hukum ....................................................................... 20
B. Kode Etik APIP .......................................................................... 21
C. Pelanggaran .............................................................................. 28
D. Pengecualian ............................................................................. 29
E. Sanksi atas Pelanggaran ............................................................ 30
F Kode Etik Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal ……….. 30
G. Latihan Soal ............................................................................... 32

Pusdiklatwas BPKP 2008 iv


Kode Etik dan Standar Audit

BAB IV STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN


PEMERINTAH ................................................................................... 34
Tujuan Pemelajaran Khusus ............................................................... 34
A. Pendahuluan .............................................................................. 34
B. Standar Audit APIP .................................................................... 38
C. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ................................... 84
D. Standar Profesi Audit Internal ................................................... 89
E. Latihan Soal ............................................................................... 104

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 107

Daftar Kepustakaan .............................................................................................. 109

Lampiran 1
Lampiran 2

Pusdiklatwas BPKP 2008 v


Kode Etik dan Standar Audit

Kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi ditentukan oleh


keandalan, kecermatan, ketepatan waktu, dan mutu jasa atau pelayanan yang
dapat diberikan oleh profesi yang bersangkutan. Kata ”kepercayaan” demikian
pentingnya karena tanpa kepercayaan masyarakat maka jasa profesi tersebut
tidak akan diminati, yang kemudian pada gilirannya profesi tersebut akan punah.
Untuk membangun kepercayaan perilaku para pelaku profesi perlu diatur dan
kualitas hasil pekerjaannya dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu dibutuhkan
penetapan standar tertentu, sehingga masyarakat dapat meyakini kualitas
pekerjaan seorang profesional.

Pekerjaan audit adalah profesi. Auditor yang bekerja di sektor publik


selain dituntut untuk mematuhi ketentuan dan peraturan kepegawaian sebagai
seorang pegawai negeri sipil, ia juga dituntut untuk menaati kode etik Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta Standar Audit APIP atau standar
audit lainnya yang telah ditetapkan. Sehingga bagaimana seharusnya perilaku
seorang auditor Pemerintah serta apa saja yang harus dilakukan agar hasil
pekerjaannya memenuhi standar mutu yang harus dicapai, perlu diketahui oleh
setiap mereka yang berprofesi sebagai aparat pengawasan intern pemerintah.

Modul Kode Etik dan Standar Audit ini dimaksudkan untuk memberikan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang seharusnya dimiliki dan
dilaksanakan oleh seorang auditor sebagai aparatur pengawasan intern

Pusdiklatwas BPKP 2008


1
Kode Etik dan Standar Audit

pemerintah mengenai kode etik dan standar audit dengan tujuan pembelajaran
sebagai berikut :

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan pemelajaran adalah sesuatu yang diharapkan dicapai oleh


para peserta diklat setelah menyelesaikan suatu diklat. Tujuan
pemelajaran dapat dibagi ke dalam tujuan pembelajaran umum dan
tujuan pemelajaran khusus.

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM

Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan diharapkan


mampu menjelaskan Kode Etik dan Standar Audit dalam rangka
pelaksanaan tugasnya selaku auditor Pemerintah.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan mampu:

1. Menjelaskan pentingnya jasa profesi memperoleh kepercayaan


masyarakat;

2. Menjelaskan dan menerapkan Kode Etik APIP;

3. Menjelaskan dan menerapkan Standar Audit APIP; dan

4. Menjelaskan pentingnya kendali mutu bagi auditor.

B. SISTEMATIKA MODUL

BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,


sistematika modul dan metodologi pembelajaran.

Pusdiklatwas BPKP 2008


2
Kode Etik dan Standar Audit

BAB II Etika Profesi, Standar Audit dan Kendali Mutu

Pada bab ini diuraikan pengertian profesi, pengertian dan tujuan


kode etik, pengertian dan tujuan standar audit, hubungan antara
kode etik, standar audit dan kendali mutu. Dalam bab ini juga
disinggung sepintas mengenai pelaksanaan kode etik dan
standar audit bagi APFP dan pada akhir bab diberikan soal-soal
latihan.

BAB III Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

Pada bab ini diuraikan kode etik yang berlaku di kalangan


Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Sebagai bahan
perbandingan, pada bab ini akan diuraikan Kode Etik bagi
auditor internal yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi
Profesi Audit Internal dan Kode Etik Akuntan Indonesia. Di akhir
bab juga diberikan soal-soal latihan/bahan diskusi.

BAB IV Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

Pada bab ini diuraikan secara rinci standar audit yang berlaku
bagi APIP beserta penjelasannya. Sebagai tambahan bahan
perbandingan, pada bab ini akan dijelaskan secara ringkas
Standar Profesi Audit Internal yang disusun oleh Konsorsium
Organisasi Profesi Audit Internal. Pada akhir bab diberikan
latihan soal/bahan diskusi.

BAB V Penutup

Pada bab ini, sebagai penutup disampaikan himbauan moral


agar para auditor APIP umumnya dan peserta Diklat khususnya
senantiasa mematuhi aturan perilaku atau kode etik yang

Pusdiklatwas BPKP 2008


3
Kode Etik dan Standar Audit

berlaku serta standar audit yang telah ditetapkan dan dipelajari


dalam Diklat yang bersangkutan.

C. METODOLOGI PEMBELAJARAN

Metodologi pembelajaran untuk mata diklat ini menggunakan


metode ceramah, diskusi dan pembahasan kasus. Ceramah diberikan
untuk memberikan pengetahuan kepada peserta pelatihan tentang Kode
Etik dan Standar Audit, sedangkan diskusi dan pembahasan kasus
dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan
penerapan kode etik dan standar audit bagi peserta pelatihan. Dengan
demikian diharapkan para peserta dapat lebih memahami materi ajaran
ini yang pada gilirannya mampu menerapkannya dalam pelaksanaan
tugas audit secara baik.

Pusdiklatwas BPKP 2008


4
Kode Etik dan Standar Audit

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Setelah mempelajari bab ini, para peserta dapat menjelaskan pengertian profesi,
kode etik, standar, kendali mutu dan pentingnya ketiga hal tersebut dalam
pelaksanaan tugas audit di lingkungan Pemerintahan.

A. PENGERTIAN PROFESI

Profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah


bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,
kejuruan, dan sebagainya) tertentu. Sedangkan profesional menurut
KBBI adalah:

1. Bersangkutan dengan profesi;

2. Pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk


menjalankannya;

3. Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan


dari amatir).

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persyaratan utama


dari suatu profesi adalah tuntutan kepemilikan keahlian tertentu yang
unik. Dengan demikian setiap orang yang mau bergabung dalam suatu
profesi tertentu dituntut memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh

Pusdiklatwas BPKP 2008


5
Kode Etik dan Standar Audit

orang awam atau orang kebanyakan. Selain itu, para


anggota profesi dituntut untuk memberikan hasil pekerjaan
yang memuaskan karena ada kompensasi berupa
pembayaran untuk melakukannya. Hal ini mewajibkan
adanya komitmen terhadap kualitas hasil pekerjaan.

Suatu pekerjaan keahlian dapat digolongkan sebagai suatu profesi


jika memenuhi persyaratan tertentu. Prof. Welenski di dalam buku
Sawyers Internal Auditing menyebutkan 7 (tujuh) syarat, yaitu:

1. Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang


banyak (umum)

2. Bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud, harus melalui


pelatihan yang cukup lama dan berkelanjutan

3. Adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi


tersebut

4. Menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti


pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh organisasi profesi
tersebut

5. Mempunyai media massa/publikasi yang bertujuan untuk


meningkatkan keahlian dan keterampilan anggotanya

6. Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang


ingin menjadi anggota

7. Adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh


pemerintah untuk mengeluarkan sertifikat

Dikaitkan dengan tugas auditor internal pemerintah yang


terhimpun dalam Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), timbul
pertanyaan apakah pekerjaan audit yang dilakukan oleh auditor
pemerintah dapat digolongkan sebagai pekerjaan profesi. Jika dilihat dari

Pusdiklatwas BPKP 2008


6
Kode Etik dan Standar Audit

rumusan atau pengertian profesi menurut KBBI dan pendapat Prof.


Welenski tersebut di atas, maka pekerjaan audit yang dilakukan auditor
APIP dapat digolongkan pada pekerjaan profesi/profesional.

Bekerja secara profesional berarti bekerja dengan menggunakan


keahlian khusus menurut aturan dan persyaratan profesi. Karena itu
setiap pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan suatu sarana
berupa standar dan kode etik sebagai pedoman atau pegangan bagi
seluruh anggota profesi tersebut. Kode etik dan standar tersebut bersifat
mengikat dan harus ditaati oleh setiap anggota agar setiap hasil kerja
para anggota dapat dipercaya dan memenuhi kualitas yang ditetapkan
oleh organisasi.

B. PENGERTIAN DAN TUJUAN KODE ETIK

1. Pengertian Etik dan Kode Etik

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan


dan Kebudayaan, 1988, mendefinisikan etik sebagai (1) kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (2) nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Menurut
Eric L. Kohler dalam buku A Dictionary for Accountants, edisi ke
lima, 1979 – ethic adalah :

A system of moral principles and their application to


particular problems of conduct; specially, the rules of
conduct of a profession imposed by a professional body
governing the behavior of its member.

Etika menurut Dictionary of Accounting karangan Ibrahim Abdulah


Assegaf, cetakan I tahun 1991 adalah sebagai berikut :

Pusdiklatwas BPKP 2008


7
Kode Etik dan Standar Audit

Disiplin pribadi dalam hubungannya dengan lingkungan yang


lebih daripada apa yang sekedar ditentukan oleh Undang-
Undang.

Jadi, kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-


prinsip moral yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi
yang ditetapkan secara bersama.

Kode etik suatu profesi


merupakan ketentuan perilaku
yang harus dipatuhi oleh setiap
mereka yang menjalankan tugas profesi tersebut, seperti dokter,
pengacara, polisi, akuntan, penilai, dan profesi lainnya.

2. Dilema Etika dan Solusinya

Dalam hidup bermasyarakat perilaku


etis sangat penting, karena interaksi antar
dan di dalam masyarakat itu sendiri sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai etika. Pada
dasarnya dapat dikatakan bahwa kesadaran
semua anggota masyarakat untuk
berperilaku secara etis dapat membangun
suatu ikatan dan keharmonisan bermasyarakat. Namun demikian,
kita tidak bisa mengharapkan bahwa semua orang akan
berperilaku secara etis. Terdapat dua faktor utama yang mungkin
menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:

a. Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat


pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet
berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil
isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka.

Pusdiklatwas BPKP 2008


8
Kode Etik dan Standar Audit

Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan


keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan
bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan
mengambil isinya.

b. Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk


keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas,
seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia
mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di
tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.

Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat


oleh rasionalisasi yang dikembangkan sendiri oleh yang
bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya.
Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut:

a. Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama.


Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakan
memalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam ujian,
atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan
kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena
yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun
melakukan tindakan yang sama.

b. Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti


perbuatan tersebut tidak melanggar etika. Argumen
tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang
sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika.
Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak
wajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapat
membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut
benar-benar milik orang yang kehilangan tersebut.

Pusdiklatwas BPKP 2008


9
Kode Etik dan Standar Audit

c. Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui


orang lain serta sanksi yang harus ditanggung jika
perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak
signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengaja
terlalu besar menulis harga barang mungkin tidak akan
dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut
sudah dibayar oleh pembelinya. Dia mungkin akan
memutuskan untuk lebih baik menunggu pembeli protes
untuk mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak
menyadari dan tidak protes maka penjual tidak perlu
memberitahu.

Kenyataan ini menimbulkan dilema etika, pertanyaan


tentang bagaimana seseorang seharusnya menyikapi suatu
keadaan untuk menetapkan apakah suatu tindakan merupakan
perbuatan etis atau tidak etis. Pada tahun 1930-an, organisasi
pengusaha Rotary International, mengembangkan kode etik untuk
kalangannya. Dalam menetapkan apakah suatu tindakan
digolongkan etis atau tidak etis, organisasi tersebut menggunakan
empat pertanyaan, biasa dikenal dengan the Four-Way Test,
yakni:

a. Apakah tindakan tersebut benar?

b. Apakah tindakan tersebut adil untuk


semua pihak?

c. Apakah tindakan tersebut dapat


membangun kesan baik dan
pertemanan yang lebih baik?

d. Apakah tindakan tersebut menguntungkan semua pihak?

Pusdiklatwas BPKP 2008


10
Kode Etik dan Standar Audit

Saat ini, telah dikembangkan rangka pemikiran untuk


membantu setiap orang memecahkan dilema etika. Rangka
tersebut dapat membantu masyarakat mengidentifikasi masalah
etika dan menetapkan tindakan yang tepat sesuai dengan nilai
pribadi yang dimilikinya. Rangka tersebut dikenal sebagai the six-
step approach, yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

a. Identifikasikan kejadiannya.

b. Identifikasikan masalah etika berkaitan dengan kejadian


tersebut.

c. Tetapkan siapa saja yang akan terpengaruh serta tetapkan


apa konsekuensi yang akan diterima/ditanggungnya
berkaitan dengan kejadian tersebut.

d. Identifikasikan alternatif-alternatif tindakan yang dapat


ditempuh pihak yang terkait dengan dilema tersebut.

e. Identifikasikan konsekuensi dari tiap-tiap alternatif tersebut.

f. Tetapkan tindakan yang tepat berdasarkan pertimbangan


tentang nilai-nilai etika yang dimiliki dan konsekuensi serta
kesanggupan menanggung konsekuensi atas pilihan
tindakannya. Pilihan tindakan tersebut sifatnya sangat
individual sehingga sangat tergantung pada nilai etika yang
dimiliki oleh yang bersangkutan serta kesanggupannya
menanggung akibat dari pilihan tindakannya.

Langkah tersebut akan mengarah pada ketidakseragaman


perilaku karena nilai yang diyakini oleh masing-masing individu
mungkin berbeda. Oleh karena itu, untuk tercapainya
keseragaman ukuran perilaku, apakah suatu tindakan etis atau
tidak etis, maka kode etik perlu ditetapkan bersama oleh seluruh
anggota profesi.

Pusdiklatwas BPKP 2008


11
Kode Etik dan Standar Audit

3. Perlunya Kode Etik bagi Profesi

Sebagaimana diuraikan di atas, kode


etik yang mengikat semua anggota profesi
perlu ditetapkan bersama. Tanpa kode etik,
maka setiap individu dalam satu komunitas
akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda
yang dinilai baik menurut anggapannya dalam
berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Tidak
dapat dibayangkan betapa kacaunya apabila, misalnya, setiap
orang dibiarkan dengan bebas menentukan mana yang baik dan
mana yang buruk menurut kepentingannya masing-masing, atau
bila menipu dan berbohong dianggap perbuatan baik, atau setiap
orang diberi kebebasan untuk berkendaraan di sebelah kiri atau
kanan sesuai keinginannya. Oleh karena itu nilai etika atau kode
etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan negara agar
semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur dan terukur.

Kepercayaan masyarakat
dan pemerintah atas hasil kerja
auditor ditentukan oleh keahlian,
independensi serta integritas
moral/kejujuran para auditor dalam
menjalankan pekerjaannya.
Ketidakpercayaan masyarakat
terhadap satu atau beberapa
auditor dapat merendahkan
martabat profesi auditor secara
keseluruhan, sehingga dapat
merugikan auditor lainnya.

Pusdiklatwas BPKP 2008


12
Kode Etik dan Standar Audit

Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan untuk


mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral atau
aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan
auditan, antara auditor dengan auditor dan antara auditor dengan
masyarakat.

Kode etik atau aturan


perilaku dibuat untuk
dipedomani dalam berperilaku
atau melaksanakan penugasan
sehingga menumbuhkan
kepercayaan dan memelihara
citra organisasi di mata
masyarakat.

C. PENGERTIAN DAN TUJUAN STANDAR AUDIT

Salah satu pengertian standar menurut Kamus Besar Bahasa


Indonesia adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Standar
antara lain diperlukan sebagai:

1. Ukuran mutu;

2. Pedoman kerja;

3. Batas tanggung jawab;

4. Alat pemberi perintah;

5. Alat pengawasan;

6. Kemudahan bagi umum.

Standar yang digunakan sebagai ukuran pada umumnya


diperlukan pada pekerjaan yang memiliki ciri:

1. Menyangkut kepentingan orang banyak;

Pusdiklatwas BPKP 2008


13
Kode Etik dan Standar Audit

2. Mutu hasilnya ditentukan;

3. Banyak orang (pekerja) terlibat;

4. Sifat dan mutu pekerjaan sama;

5. Ada organisasi yang mengatur.

Standar merupakan kriteria atau ukuran mutu kinerja yang harus


dicapai, berbeda dengan prosedur yang merupakan urutan tindakan yang
harus dilaksanakan untuk mencapai suatu standar tertentu. Standar audit
merupakan ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh organisasi
profesi audit, yang merupakan persyaratan minimum yang harus dicapai
auditor dalam melaksanakan tugas auditnya. Standar audit diperlukan
untuk menjaga mutu pekerjaan auditor. Mutu audit perlu dijaga supaya
profesi auditor tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat. Untuk
meyakinkan pembaca laporan audit, maka auditor harus mencantumkan
dalam laporannya bahwa auditnya telah dilaksanakan sesuai dengan
standar audit yang berlaku.

D. KODE ETIK, STANDAR AUDIT DAN PROGRAM JAMINAN KUALITAS

Dasar pikiran yang melandasi penyusunan


kode etik dan standar setiap profesi adalah
kebutuhan profesi tersebut akan kepercayaan
masyarakat terhadap mutu jasa yang diberikan oleh
profesi. Setiap profesi yang menjual jasanya kepada
masyarakat memerlukan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayaninya.

Pada umumnya tidak semua pengguna jasa audit memahami hal-


hal yang berkaitan dengan auditing. Yang memahami auditing adalah

Pusdiklatwas BPKP 2008


14
Kode Etik dan Standar Audit

kalangan profesi itu sendiri. Oleh


karena itu profesi tersebut perlu
mengatur dan menetapkan ukuran mutu
yang harus dicapai oleh para
auditornya. Aturan yang ditetapkan oleh
profesi ini menyangkut aturan perilaku,
yang disebut dengan kode etik, yang
mengatur perilaku auditor sesuai
dengan tuntutan profesi dan organisasi
pengawasan serta standar audit yang
merupakan ukuran mutu minimal yang harus dicapai auditor dalam
menjalankan tugas auditnya. Apabila aturan ini tidak dipenuhi berarti
auditor tersebut bekerja di bawah standar dan dapat dianggap melakukan
malpraktik.

Kepercayaan masyarakat terhadap


mutu jasa profesi harus dijaga. Karena itu
setiap profesi harus membangun dan
melaksanakan program jaminan kualitas.
Program ini harus dilakukan dalam upaya
pemenuhan standar audit yang
mengharuskan auditor menggunakan
keahlian profesional dengan cermat dan seksama. Program jaminan
kualitas harus diciptakan untuk mempertahankan profesionalisme dan
kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa audit.

Program jaminan kualitas untuk masing-masing APIP dapat


dibangun sendiri sesuai dengan karakteristik APIP yang bersangkutan.
Sebagai contoh, langkah-langkah pengendalian mutu dalam penugasan
audit di lingkungan BPKP, sebagai bagian dari program jaminan kualitas,
dituangkan dalam 12 (dua belas) formulir kendali mutu (KM-1 s.d. KM-12)

Pusdiklatwas BPKP 2008


15
Kode Etik dan Standar Audit

sebagaimana ditetapkan Surat Edaran Kepala BPKP No. SE-448/K/1990


tanggal 11 September 1990. Standar Pengendali Mutu yang harus dibuat
menurut ketentuan Ikatan Akuntan Indonesia dapat dilihat di Lampiran 1.

E. KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT APIP

Auditor APIP adalah


pegawai negeri yang mendapat
tugas antara lain untuk
melakukan audit. Karena itu
auditor pemerintah dapat
diibaratkan sebagai seseorang
yang kaki kanannya terikat pada
ketentuan-ketentuan sebagai
pegawai negeri sedangkan kaki
kirinya terikat pada ketentuan-
ketentuan profesinya. Pernyataan tersebut tidak dimaksudkan untuk
mengatakan bahwa bagi pegawai negeri yang bertugas sebagai auditor
posisinya sebagai pegawai negeri adalah lebih utama dari tugas
profesinya, tetapi menyatakan ruang lingkup kode etik yang harus
diperhatikannya lebih luas dari profesi tertentu yang lain.

Auditor APIP yang meliputi auditor di lingkungan BPKP,


Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan LPND, dan
Inspektorat Propinsi, Kabupaten, dan Kota dalam menjalankan tugas
auditnya wajib mentaati Kode Etik APIP yang berkaitan dengan
statusnya sebagai pegawai negeri dan Standar Audit APIP sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
PER/04/M.PAN/03/2008 dan No. PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31
Maret 2008.

Pusdiklatwas BPKP 2008


16
Kode Etik dan Standar Audit

Di sisi lain, terdapat pula auditor


pemerintah, khususnya auditor BPKP,
adalah akuntan, anggota Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), yang dalam keadaan
tertentu melakukan audit atas entitas
yang menerbitkan laporan keuangan
yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum
(BUMN/BUMD) sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK). Karena itu auditor pemerintah tersebut
wajib pula mengetahui dan mentaati Kode Etik Akuntan Indonesia dan
Standar Audit sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan
Publik yang ditetapkan oleh IAI. Kutipan Kode Etik ini dimuat dalam
Lampiran 2.

F. LATIHAN SOAL

1. Sebutkan 5 macam profesi yang Saudara ketahui dan jelaskan


pengertian profesional !

2. Menurut pendapat Saudara apakah pekerjaan APIP termasuk


pekerjaan profesional ? Jelaskan alasan Saudara !

3. Mengapa kode etik diperlukan dalam organisasi profesi auditor ?

4. Bagaimana sikap Saudara selaku auditor pada APIP, jika melihat


auditor APIP lainnya dalam tingkah lakunya tidak sesuai dengan
yang diatur oleh organisasi profesinya ?

5. Apa perlunya standar audit ? Apa yang dimaksud dengan


pengendalian mutu dalam kaitannya dengan penugasan audit ?

Pusdiklatwas BPKP 2008


17
Kode Etik dan Standar Audit

Mengapa setiap organisasi auditor perlu membuat kebijakan dan


prosedur pengendalian mutu audit ?

6. Apa bedanya standar audit dengan prosedur audit ? Jelaskan


hubungan keduanya !

7. Harap Saudara jelaskan hubungan kode etik, standar audit dan


pengendalian mutu audit !

8. Umumnya, apabila personil yang ditugaskan semakin cakap dan


berpengalaman, maka supervisi secara langsung terhadap
personil tersebut, semakin tidak diperlukan. Demikian salah satu
pernyataan dalam standar pengendalian mutu akuntan publik.
Tanpa memperhatikan standar yang lain, bagaimana komentar
Saudara mengenai pernyataan tersebut ?

9. Apakah hasil audit yang dilakukan oleh seorang auditor yang


pandai pasti bermutu ? Jelaskan jawaban Saudara !

10. Sebutkan unsur kebijakan dan prosedur pengendalian mutu audit


menurut Ikatan Akuntan Indonesia ?

Pusdiklatwas BPKP 2008


18
Kode Etik dan Standar Audit

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Setelah mempelajari bab ini para peserta mampu menjelaskan dan menerapkan
kode etik APIP

Kode etik APIP dimaksudkan sebagai pegangan atau pedoman bagi para
pejabat dan auditor APIP dalam bersikap dan berperilaku agar dapat
memberikan citra APIP yang baik serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat
terhadap APIP.

Di samping itu, sebagai bahan perbandingan, dalam modul ini akan


dibahas secara singkat mengenai kode etik yang diterapkan oleh Konsorsium
Organisasi Profesi Audit Internal yang antara lain termasuk Forum Komunikasi
Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMD (FKSPI BUMN/BUMD).

Pusdiklatwas BPKP 2008


19
Kode Etik dan Standar Audit

A. LANDASAN HUKUM

Kode Etik APIP yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara


Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/04/M.PAN/03/2008
tanggal 31 Maret 2008 dilandasi oleh ketentuan hukum sebagai berikut:

1. Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 Tentang


Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme;

2. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan


Negara;

3. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 Tentang


Perbendaharaan Negara;

4. Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan


Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara;

5. Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah;

6. Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Kedudukan,


Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian
Negara RI sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;

7. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan


Pemberantasan Korupsi;

8. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara


Nomor: PER/03.1/M.PAN/03/2007 Tentang Kebijakan
Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Tahun 2007–2009.

Pusdiklatwas BPKP 2008


20
Kode Etik dan Standar Audit

B. KODE ETIK APIP

Kode etik APIP ini diberlakukan bagi seluruh auditor dan pegawai
negeri sipil yang diberi tugas oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) untuk melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak
lanjutnya.

Isi dari kode etik APIP ini memuat 2 (dua) komponen, yaitu: (1)
Prinsip-prinsip perilaku auditor yang merupakan pokok-pokok yang
melandasi perilaku auditor; dan (2) Aturan perilaku yang menjelaskan
lebih lanjut prinsip-prinsip perilaku auditor.

1. Prinsip-prinsip Perilaku

Tuntutan sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan


tugas pengawasan dilandasi oleh beberapa prinsip perilaku, yaitu:
integritas, obyektivitas, kerahasiaan dan kompetensi.

a. Integritas

Auditor dituntut untuk memiliki kepribadian yang dilandasi


oleh sikap jujur, berani,
bijaksana, dan
bertanggung jawab untuk
membangun kepercayaan
guna memberikan dasar
bagi pengambilan
keputusan yang handal.
Bersikap dan bertindak jujur merupakan tuntutan untuk
dapat dipercaya. Hasil pengawasan yang dilakukan auditor
dapat dipercaya oleh pengguna apabila auditor dapat
menjunjung tinggi kejujuran. Sikap jujur ini juga didukung

Pusdiklatwas BPKP 2008


21
Kode Etik dan Standar Audit

oleh sikap berani untuk menegakkan kebenaran. Tidak


mudah diancam dengan berbagai ancaman. Bijaksana
berarti auditor melaksanakan tugasnya dengan tidak
tergesa-gesa melainkan berdasarkan pembuktian yang
memadai. Auditor dinilai bertanggung jawab apabila dalam
penyampaian hasil pengawasannya seluruh bukti yang
mendukung temuan audit didasarkan pada bukti yang
cukup, kompeten, dan relevan.

b. Obyektivitas

Auditor harus menjunjung tinggi ketidak-berpihakan


profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan
memroses data/informasi audit. Auditor APIP membuat
penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan
tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain
dalam mengambil keputusan.

c. Kerahasiaan

Auditor harus menghargai nilai dan


kepemilikan informasi yang diterimanya
dan tidak mengungkapkan informasi
tersebut tanpa otorisasi yang memadai,
kecuali diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan. Auditor hanya
mengungkapkan informasi yang diperolehnya kepada yang
berhak untuk menerimanya sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku.

d. Kompetensi

Dalam melaksanakan tugasnya auditor dituntut untuk


memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan

Pusdiklatwas BPKP 2008


22
Kode Etik dan Standar Audit

keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas.


Tuntutan ini bukan saja dilakukan berdasarkan penugasan
keikutsertaan dalam seminar, lokakarya atau pelatihan dari
instansinya saja melainkan juga dilakukan secara mandiri
oleh auditor yang bersangkutan.

2. Aturan Perilaku

Aturan perilaku mengatur setiap tindakan yang harus


dilakukan oleh auditor dan merupakan pengejawantahan prinsip-
prinsip perilaku auditor.

a. Integritas

Dalam prinsip ini auditor dituntut agar:

1) Dapat melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti,


bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh;

2) Dapat menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang


berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam
melaksanakan tugas;

3) Dapat mengikuti perkembangan peraturan perundang-


undangan dan mengungkapkan segala hal yang
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan
profesi yang berlaku;

4) Dapat menjaga citra dan mendukung visi dan misi


organisasi;

5) Tidak menjadi bagian kegiatan ilegal atau mengikatkan


diri pada tindakan-tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi APIP atau organisasi;

Pusdiklatwas BPKP 2008


23
Kode Etik dan Standar Audit

6) Dapat menggalang kerjasama yang sehat diantara


sesama auditor dalam pelaksanaan audit; dan

7) Dapat saling mengingatkan, membimbing dan


mengoreksi perilaku sesama auditor.

Bahan Diskusi:

Sumitro adalah seorang guru besar akuntansi pada


suatu universitas negeri. Ia duduk di ruangan kerjanya
sambil berpikir keras karena baru saja melakukan
percakapan telepon dengan seorang pengacara yang
mewakili suatu bank pemerintah terkemuka. Sang pengacara
meminta dirinya menjadi saksi ahli dalam suatu kasus
laporan keuangan nasabah bank berkaitan dengan pemberian
kredit.
Kelihatannya bank tersebut telah memberikan suatu
pinjaman dalam jumlah yang besar kepada nasabah tersebut
yang didasarkan pada laporan keuangannya. Pinjaman
tersebut tidak sanggup ditanggulangi pengembaliannya oleh
si nasabah karena terjadi kesulitan keuangan yang
berdampak pada terganggunya kelangsungan hidup
perusahaan nasabah itu. Laporan keuangan itu telah diaudit
dengan opini wajar tanpa pengecualian oleh sebuah kantor akuntan publik yang dikenalnya
dengan baik.
Profesor Sumitro telah mereviu laporan audit atas laporan keuangan, kertas kerja audit,
dan standar akuntansi yang terkait dengan masalah tersebut. Ia menyimpulkan bahwa kantor
akuntan publik telah lalai dalam pemberian pendapat atau opini atas penyajian laporan keuangan
dan kondisi perusahaan.
Profesor Sumitro ragu-ragu apakah ia bersedia menjadi saksi ahli dalam kasus tersebut
karena ia mengenal secara pribadi para akuntan yang bekerja pada kantor akuntan publik
tersebut. Di samping itu, kantor akuntan publik tersebut selalu merekrut mahasiswa dari
universitasnya dan telah memberikan banyak sumbangan keuangan yang cukup besar bagi
pengembangan program akuntansi di universitasnya. Kenyataan lain, kantor akuntan publik itu
sedang memroses dukungan dana dalam mempromosikan dirinya untuk menduduki jabatan
ketua jurusan akuntansi.
Sumitro khawatir jika ia setuju memberikan pelayanan sebagai saksi ahli, ia mungkin
tidak dapat memberikan kesaksiannya dengan obyektif. Ia juga khawatir tindakannya sebagai
saksi ahli dapat membahayakan hubungan baik yang sudah terjalin antara universitasnya dengan
kantor akuntan publik tersebut.

Diskusikan kasus tersebut yang dikaitkan dengan unsur integritas dan apa yang harus
dilakukan oleh Profesor Sumitro.

Pusdiklatwas BPKP 2008


24
Kode Etik dan Standar Audit

b. Obyektivitas

Dalam prinsip ini auditor dituntut agar:

1) Mengungkapkan semua fakta material yang


diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan mungkin
dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang
diaudit;

2) Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-


hubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap
mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang
mungkin menyebabkan terjadinya benturan
kepentingan; dan

3) Menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait


dengan keputusan maupun pertimbangan
profesionalnya.

Bahan Diskusi:

Pusdiklatwas BPKP 2008


25
Kode Etik dan Standar Audit

Aditia, seorang auditor, menerima penugasan audit pada Dinas


Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur. Hasil audit sementara yang
dijumpai adalah adanya indikasi kerugian negara akibat penebangan ilegal
yang dilakukan oleh sekelompok oknum tertentu, yang tidak terdeteksi
oleh pengawasan dinas kehutanan. Aditia menduga ada kolusi antara
kelompok oknum tersebut dengan orang dalam , sehingga penebangan
liar tersebut tidak terlaporkan. Padahal seyogianya dapat terdeteksi
melalui sistem pengendalian intern Dinas Kehutanan.
Salah seorangpejabat dinas kehutanan pernah melakukan
pendekatan secara pribadi kepada Aditia,
ketika ia sedang menanyakan tentang jenis-
jenis kayu yang hendak ia beli dalam rangka
pembangunan rumah tinggalnya. Pejabat
tersebut menjanjikan akan menyediakan
kayu yang Aditia butuhkan dengan kualitas
terbaik tanpa harus membayar sepeserpun.
Walaupun tidak ada permintaan kompensasi
dari pejabat tersebut, namun Aditia dapat
menduga bahwa pemberian kayu yang dijanjikan memiliki hubungan
dengan hasil audit yang ia sampaikan.
Diskusikan kasus tersebut dikaitkan dengan sikap obyektivitas yang
seharusnya dipertahankan oleh Aditia.

c. Kerahasiaan

Dalam prinsip ini auditor dituntut agar:

1) Secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala


informasi yang diperoleh dalam audit; dan

2) Tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh


untuk kepentingan pribadi/golongan di luar
kepentingan organisasi atau dengan cara yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Bahan Diskusi:

Pusdiklatwas BPKP 2008


26
Kode Etik dan Standar Audit

Sejak memasuki era reformasi, kebebasan untuk memperoleh


informasi sedemikian gencar sampai-sampai informasi yang belum
dipublikasikan secara formal pun ternyata telah tersebar di masyarakat.
Masyarakat mempertanyakan hasil-hasil pengawasan yang dihasilkan
oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah selama lebih dari 30 tahun
di era orde baru. Banyak pihak berpendapat bahwa hasil pengawasan oleh
aparatur pengawasan intern pemerintah
diklasifikasikan sebagai informasi yang
rahasia bagi instansi tersebut sehingga
tidak patut dipublikasikan kepada
masyarakat.
Di lain pihak masyarakat sebagai
stakeholders merasa perlu memperoleh
berbagai informasi tersebut sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip
akuntabilitas publik oleh aparatur negara
dalam mengelola dana masyarakat. Contoh yang masih belum lenyap di
ingatan kita, bagaimana seorang ketua tim auditor Badan Pemeriksa
Keuangan menginformasikan temuan auditnya kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi yang kemudian diperluas dengan penjebakan
(istilah penasehat hukum terdakwa) di sebuah hotel yang berujung kepada
proses pengadilan dan penjatuhan hukuman 3 (tiga) tahun penjara
terhadap terdakwa.
Diskusikan: kasus tersebut dilihat dari sudut pandang prinsip
kerahasiaan yang harus dijaga oleh auditor dan berikan pendapat Saudara
apakah yang dilakukan oleh ketua tim auditor BPK itu melanggar etika?

d. Kompetensi

Dalam prinsip ini auditor dituntut agar:

1) Melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan


standar audit;

2) Terus menerus meningkatkan kemahiran profesional,


keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan; dan

3) Menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak


sesuai dengan pengetahuan, keahlian, dan
keterampilan yang dimiliki.

Pusdiklatwas BPKP 2008


27
Kode Etik dan Standar Audit

Bahan Diskusi:

Anton baru saja diangkat sebagai pegawai negeri


sipil dan ditempatkan pada Inspektorat Jenderal
Departemen Teknologi Tinggi. Ia adalah seorang lulusan
sarjana ekonomi jurusan akuntansi yang belum pernah
melakukan audit.
Dua minggu sejak penempatannya, ia langsung
ditugaskan untuk melakukan audit kinerja pada Direktorat
Jenderal Teknologi Nuklir yang merupakan salah satu unit kerja di bawah
departemen itu. Anton menyadari bahwa ia belum berpengalaman sama sekali
tentang bidang tugasnya. Sebagai pegawai baru tentu saja ia merasa enggan
untuk menginformasikan hal itu kepada pimpinannya, padahal surat tugasnya
telah ditanda tangani.
Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip
etika kompetensi.

C. PELANGGARAN

Penegakan disiplin atas pelanggaran kode etik profesi


adalah suatu tindakan positif agar ketentuan tersebut dipatuhi
secara konsisten. Itulah sebabnya Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 menetapkan
kebijakan atas pelanggaran kode etik APIP ini.

Kebijakan yang berupa pernyataan ketentuan tersebut adalah:

1. Tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik tidak dapat diberi
toleransi, meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan
demi kepentingan organisasi atau diperintahkan oleh pejabat yang
lebih tinggi.

2. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa


karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis.

3. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran kode etik oleh


auditor kepada pimpinan organisasi.

Pusdiklatwas BPKP 2008


28
Kode Etik dan Standar Audit

4. Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran kode etik


ditangani oleh Badan Kehormatan Profesi, yang terdiri dari
pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil dan
disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan
Profesi diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan APIP.

D. PENGECUALIAN

Berhubung penerapan kode etik berkaitan dengan peran manusia


yang lingkungannya tidak selalu normal, maka diberikan klausul
pengecualian atas pelanggaran kode etik profesi. Dalam hal-hal tertentu
yang menurut pertimbangan profesionalnya, seorang auditor
dimungkinkan untuk tidak menerapkan aturan perilaku tertentu, maka
mekanisme pengecualiannya diatur sebagai berikut: Permohonan
pengecualian atas penerapan kode etik
tersebut harus dilakukan secara tertulis
sebelum auditor terlibat dalam kegiatan
atau tindakan yang dimaksud.
Persetujuan untuk tidak menerapkan
kode etik hanya boleh diberikan oleh
pimpinan APIP.

Dengan kata lain, pengecualian


untuk tidak menerapkan kode etik
hanya dilakukan atas situasi yang telah
direncanakan, bukan secara spontan pada saat kejadian itu berlangsung.
Pengecualian juga tidak diperkenankan ketika pelanggaran atas kode etik
telah dilakukan baru kemudian diajukan permohonan.

Pusdiklatwas BPKP 2008


29
Kode Etik dan Standar Audit

E. SANKSI ATAS PELANGGARAN

Auditor APIP yang terbukti melanggar Kode


Etik APIP akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP
atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi.
Bentuk-bentuk sanksi yang direkomendasikan oleh
Badan Kehormatan Profesi antara lain berupa:

a. Teguran tertulis;

b. Usulan pemberhentian dari tim audit; dan

c. Tidak diberi penugasan audit selama jangka waktu tertentu.

Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik oleh pimpinan


APIP dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

F. KODE ETIK KONSORSIUM ORGANISASI PROFESI AUDIT INTERNAL

Konsorsium Organisasi Profesi Audit


Internal menyusun kode etik dengan
pendekatan yang berbeda. Hal ini berkaitan
dengan latar belakang organisasionalnya
yang berbeda dengan APIP. Konsorsium
menggunakan istilah Standar Perilaku
Auditor Internal yang berisi:

i. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan


kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi
tanggungjawab profesinya.

ii. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya


atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal

Pusdiklatwas BPKP 2008


30
Kode Etik dan Standar Audit

tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang


menyimpang atau melanggar hukum.

iii. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau
kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau
mendiskreditkan organisasinya.

iv. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat
menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau
kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang
meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan
memenuhi tanggungjawab profesinya secara objektif.

v. Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun


dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis
organisasinya, yang dapat, atau, patut diduga, dapat memengaruhi
pertimbangan profesionalnya.

vi. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan


dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya.

vii. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar


senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal.

viii. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam


menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan
tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi
rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara
melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian
terhadap organisasinya.

ix. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus


mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu
fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi laporan atas

Pusdiklatwas BPKP 2008


31
Kode Etik dan Standar Audit

kegiatan yang direviu, atau (ii) menutupi adanya praktik-praktik yang


melanggar hukum.

x. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta


efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib
mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.

G. LATIHAN SOAL

1. Harap Saudara jelaskan pengertian independensi dalam


hubungannya dengan penugasan audit! Ada berapa jenis
independensi yang Saudara ketahui, jelaskan !

2. Mengapa di dalam menjalankan tugasnya auditor harus


independen?

3. Misalkan Saudara pimpinan salah satu Kantor Akuntan


Publik/Kepala Perwakilan BPKP/Inspektur Jenderal/Inspektur
Wilayah. Saudara mengetahui bahwa salah satu staf, Auditor A
yang terkenal sangat independen dalam sikap mentalnya, memiliki
hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B. Bagaimana
pertimbangan Saudara, apakah Saudara akan menugaskan
Auditor A untuk memeriksa organisasi B ? Apa alasan Saudara!

4. Dengan merujuk kepada soal no. 3. jika Saudara adalah Auditor A,


dan pimpinan Saudara tidak tahu bahwa Saudara memiliki
hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B, tapi Saudara
ditugaskan untuk memeriksa organisasi B, bagaimana sikap
Saudara ? Jelaskan jawaban Saudara.

5. Dalam bulan Januari 20XX Saudara ditugaskan melakukan audit


atas pengadaan barang inventaris dalam partai besar yang

Pusdiklatwas BPKP 2008


32
Kode Etik dan Standar Audit

spesifik dan harganya mahal, yang dibiayai dari anggaran belanja


barang kantor Saudara.

Pada saat audit dijumpai hal-hal berikut :

a. Pada saat Saudara melakukan cek fisik ternyata terdapat


kekurangan barang dengan nilai Rp 500.000.000,00 ;

b. Pejabat yang bertanggung jawab atas pengadaan barang


tersebut menyatakan bahwa sisa barang sejumlah
kekurangan tersebut dititipkan kepada rekanan (penjual) ;

c. Dari hasil analisis serta teknik audit yang Saudara lakukan


diperoleh bukti/data bahwa telah terjadi kejanggalan yang
menjurus kepada tindakan manipulasi dan kolusi sesama
pejabat dan rekanan yang bersangkutan.

d. Pada saat Saudara membicarakan masalah tersebut


kepada pejabat yang bertanggung jawab, Saudara diminta
untuk tidak mempermasalahkan penyimpangan tersebut
dan tidak memasukkan dalam laporan audit. Ia
mengemukakan bahwa uang sebesar Rp500 juta tersebut
tidak hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri saja,
tetapi dibagi-bagi dengan pejabat-pejabat lainnya.

Bagaimana sikap Saudara seharusnya dalam menghadapi


masalah tersebut? Berikan komentar secukupnya !

6. Sering dikatakan bahwa auditor harus memiliki integritas yang


tinggi. Apa maksud dari pengertian integritas di sini? Jelaskan
jawaban Saudara !

7. Pemeriksa harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam


tugasnya. Keahlian apa saja yang perlu dimiliki seorang auditor?

Pusdiklatwas BPKP 2008


33
Kode Etik dan Standar Audit

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Setelah mempelajari bab ini, para peserta mampu menjelaskan standar audit yang
berlaku bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah serta standar audit yang berlaku
pada organisasi audit internal lainnya.

Bab ini akan menguraikan perihal:

1. Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-APIP)

2. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara – Badan Pemeriksa Keuangan

3. Standar Profesi Audit Internal – Konsorsium Organisasi Profesi Audit


Internal.

A. PENDAHULUAN

Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-APIP)


merupakan revisi atas Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional
Pemerintah yang disusun oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) tahun 1996.

Pusdiklatwas BPKP 2008


34
Kode Etik dan Standar Audit

Di dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang


Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, diatur
tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab Keuangan Negara
yang dilakukan oleh dan atau atas nama Badan Pemeriksa Keuangan
(Pasal 1 butir (3)).

Oleh karena APIP adalah


auditor intern dalam lembaga eksekutif
dan dibentuk untuk membantu
pimpinan di lingkungan lembaga
eksekutif, baik di tingkat Presiden,
Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah
non Departemen (LPND) sampai ke
tingkat Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten, dan Kota, maka standar
audit APIP diperlukan kehadirannya, mengingat pelaksanaan audit yang
dilakukan oleh BPK tidak selalu dapat dialihkan untuk dilakukan oleh
APIP, seperti audit keuangan. Namun dalam modul ini akan diuraikan
secara singkat standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN) yang
ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPK Nomor 1 Tahun 2007 sebagai
bahan pembanding.

1. Landasan Hukum

Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-


APFP), yang diterbitkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dalam Peraturan Menpan Nomor:
PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008, didasarkan pada:

o Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 Tentang


Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara;

Pusdiklatwas BPKP 2008


35
Kode Etik dan Standar Audit

o Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang


Lembaga Pemerintah Non Departemen dimana Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diatur
pada pasal 52 sampai dengan pasal 54)

o Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang


Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Kementerian Negara RI sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94
Tahun 2006;

o Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur


Negara Nomor: PER/03.1/M.PAN/03/2007 Tentang
Kebijakan Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah Tahun 2007–2009.

2. Pengertian Standar Audit APIP

Standar audit APIP adalah kriteria atau ukuran mutu


minimal untuk melakukan kegiatan audit yang wajib dipedomani
oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

3. Tujuan dan Fungsi Standar Audit APIP

Tujuan standar audit APIP adalah:

a. Menetapkan prinsip-prinsip dasar untuk merepresentasikan


praktik-praktik audit yang seharusnya;

b. Menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan


kegiatan audit intern yang memiliki nilai tambah;

c. Menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit;

d. Mempercepat perbaikan kegiatan operasi dan proses


organisasi;

Pusdiklatwas BPKP 2008


36
Kode Etik dan Standar Audit

e. Menilai, mengarahkan dan mendorong auditor untuk


mencapai tujuan audit;

f. Menjadi pedoman dalam pekerjaan audit; dan

g. Menjadi dasar penilaian keberhasilan pekerjaan audit.

Standar audit berfungsi sebagai ukuran mutu minimal bagi


para auditor dan APIP dalam:

a. Pelaksanaan tugas pokok


dan fungsi (tupoksi) yang
dapat merepresentasikan
praktik-praktik audit yang
seharusnya, menyediakan
kerangka kerja pelaksanaan
dan peningkatan kegiatan audit yang memiliki nilai tambah
serta menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit;

b. Pelaksanaan koordinasi audit oleh APIP;

c. Pelaksanaan perencanaan audit oleh APIP; dan

d. Penilaian efektivitas tindak lanjut hasil pengawasan dan


konsistensi penyajian laporan hasil audit.

4. Ruang Lingkup

Kegiatan utama APIP meliputi: audit, reviu, pemantauan,


evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa sosialisasi,
asistensi dan konsultansi. Namun peraturan ini hanya mengatur
mengenai Standar Audit APIP.

Kegiatan audit yang dapat dilakukan oleh APIP pada


dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) jenis audit, yaitu:

Pusdiklatwas BPKP 2008


37
Kode Etik dan Standar Audit

a. Audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk


memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima
umum.

b. Audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan


dan rekomendasi atas pengelolaan instansi pemerintah
secara ekonomis, efisien, dan efektif.

c. Audit dengan tujuan tertentu yaitu audit yang bertujuan


untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diaudit.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah audit investigatif,
audit terhadap masalah yang menjadi fokus perhatian
pimpinan organisasi dan audit yang bersifat khas.

Ruang lingkup kegiatan audit yang


diatur dalam Standar Audit ini meliputi audit
kinerja dan audit investigatif, sedangkan
audit atas laporan keuangan yang bertujuan
untuk memberikan opini atas kewajaran
penyajian laporan keuangan wajib
menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).

B. STANDAR AUDIT APIP

Standar audit APIP disusun dengan sistematika yang dapat


digambarkan sebagai berikut:

Pusdiklatwas BPKP 2008


38
Kode Etik dan Standar Audit

PRINSIP-PRINSIP DASAR

STANDAR UMUM

AUDIT KINERJA AUDIT INVESTIGATIF

STANDAR STANDAR STANDAR STANDAR


PELAKSANAAN PELAPORAN PELAKSANAAN PELAPORAN

STANDAR TINDAK LANJUT STANDAR TINDAK LANJUT

1. Prinsip-prinsip Dasar

Prinsip-prinsip dasar adalah asumsi-


asumsi dasar, prinsip-prinsip yang diterima secara
umum dan persyaratan yang digunakan dalam
mengembangkan standar audit, yang bagi auditor
berguna dalam mengembangkan simpulan atau opini atas audit
yang dilakukan, terutama dalam hal tidak adanya standar audit
yang berkaitan dengan hal-hal yang sedang diaudit. Prinsip-prinsip
dasar tersebut mencakup audit kinerja dan audit investigatif.

Prinsip-prinsip dasar ini dapat diklasifikasikan ke dalam 2


(dua) kategori, yaitu: kewajiban auditor dan kewajiban APIP.

a. Kewajiban Auditor

1) Kewajiban Auditor untuk Mengikuti Standar Audit

Auditor harus mengikuti Standar Audit dalam segala


pekerjaan audit yang dianggap material.

Pusdiklatwas BPKP 2008


39
Kode Etik dan Standar Audit

Agar pekerjaan auditor dapat dievaluasi, maka setiap


auditor wajib mengikuti Standar Audit dalam
melaksanakan pekerjaannya yang dianggap
material. Suatu hal dianggap material apabila
pemahaman mengenai hal tersebut kemungkinan
akan memengaruhi pengambilan keputusan oleh
pengguna laporan audit. Auditor diharuskan untuk
menyatakan dalam setiap laporan bahwa kegiatan-
kegiatannya ”dilaksanakan sesuai dengan standar”.

2) Kewajiban Auditor untuk Meningkatkan Kemampuan

Auditor harus secara terus menerus meningkatkan


kemampuan teknik dan metodologi audit

Dengan memperbaiki teknik


dan metodologi audit, auditor
dapat meningkatkan kualitas
audit dan mempunyai
keahlian yang lebih baik
untuk menilai ukuran kinerja atau pedoman kerja
yang digunakan oleh auditi. Komponen kemampuan
auditor yang harus ditingkatkan meliputi:
kemampuan teknis, manajerial, dan konseptual yang
terkait dengan audit dan auditi.

b. Kewajiban APIP

1) Menyusun Rencana Pengawasan

APIP harus menyusun rencana pengawasan


tahunan dengan prioritas pada kegiatan yang
mempunyai risiko terbesar dan selaras dengan
tujuan organisasi. APIP diwajibkan menyusun

Pusdiklatwas BPKP 2008


40
Kode Etik dan Standar Audit

rencana strategis lima tahunan sesuai dengan


peraturan perundang-undangan

Rencana pengawasan tahunan berisi rencana


kegiatan audit dalam tahun yang bersangkutan serta
sumber daya yang
diperlukan.
Penentuan prioritas
kegiatan audit
didasarkan pada
evaluasi risiko yang
dilakukan oleh
APIP dan dengan mempertimbangkan prinsip
kewajiban menindak-lanjuti pengaduan dari
masyarakat. Penyusunan rencana pengawasan
tahunan tersebut didasarkan atas prinsip keserasian,
keterpaduan, menghindari tumpang tindih dan
pemeriksaan berulang-ulang serta memperhatikan
efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya.
Rencana strategis sekurang-kurangnya berisi visi,
misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan APIP
selama lima tahun.

2) Mengomunikasikan dan Meminta Persetujuan


Rencana Pengawasan Tahunan

APIP harus mengomunikasikan rencana


pengawasan tahunan kepada pimpinan organisasi
dan unit-unit terkait

Melalui pengomunikasian rencana pengawasan


tahunan tersebut diharapkan kendala yang dihadapi
berupa kekurangan sumber daya dapat

Pusdiklatwas BPKP 2008


41
Kode Etik dan Standar Audit

terinformasikan kepada pimpinan dan


mencegah terjadinya tumpang tindih
pemeriksaan oleh berbagai APIP.

3) Mengelola Sumber Daya

APIP harus mengelola dan memanfaatkan sumber


daya yang dimiliki secara ekonomis, efisien dan
efektif, serta memrioritaskan alokasi sumber daya
tersebut pada kegiatan yang mempunyai risiko besar

Dengan terbatasnya sumber daya yang ada, maka


APIP hendaknya membuat skala
prioritas pada pekerjaan-
pekerjaan pengawasan yang
menurut peraturan perundang-
undangan harus diselesaikan
dalam periode waktu tertentu.
Keterbatasan sumber daya tidak dapat dijadikan
alasan bagi APIP untuk tidak memenuhi standar
audit.

4) Menetapkan Kebijakan dan Prosedur

APIP harus menyusun kebijakan dan prosedur untuk


mengarahkan kegiatan audit

Kebijakan dan prosedur yang meliputi pengelolaan


kantor, dan pelaksanaan audit disusun untuk
memastikan bahwa pengelolaan APIP serta
pelaksanaan pengawasannya dapat dilakukan
secara ekonomis, efisien, dan efektif. Efektivitas
kebijakan dan prosedur tersebut dapat dicapai jika

Pusdiklatwas BPKP 2008


42
Kode Etik dan Standar Audit

proses reviu atas kebijakan dan prosedur dilakukan


secara terus menerus.

5) Melakukan Koordinasi

APIP harus melakukan koordinasi dengan, dan


membagi informasi kepada, auditor eksternal
dan/atau auditor lainnya

Tujuan dilakukannya koordinasi pengawasan adalah


untuk memastikan bahwa cakupan yang dilakukan
telah tepat dan tidak terjadi pengulangan kegiatan.
Salah satu perwujudan koordinasi adalah dengan
menyampaikan rencana pengawasan tahunan serta
hasil-hasil pengawasan yang telah dilakukan APIP
dalam periode yang akan dilakukan oleh auditor
eksternal dan/atau auditor lainnya.

6) Menyampaikan Laporan Berkala

APIP wajib menyusun dan menyampaikan laporan


secara berkala tentang realisasi kinerja dan kegiatan
audit yang dilaksanakan APIP

Pusdiklatwas BPKP 2008


43
Kode Etik dan Standar Audit

Laporan berkala dimaksudkan untuk menyampaikan


perkembangan pengawasan sesuai dengan rencana
pengawasan tahunan, hambatan yang dijumpai serta
rencana pengawasan periode berikutnya.

7) Melakukan Pengembangan Program dan


Pengendalian Kualitas

APIP harus mengembangkan program dan


mengendalikan kualitas audit

Program
pengembangan
kualitas mencakup
seluruh aspek
kegiatan audit di
lingkungan APIP.
Program ini
dirancang untuk
memberikan nilai tambah dan meningkatkan
kegiatan operasi organisasi serta memberikan
jaminan bahwa kegiatan audit di lingkungan APIP
sejalan dengan Standar Audit dan Kode Etik.
Efektivitas program tersebut harus dipantau secara
terus menerus baik oleh internal APIP maupun pihak
lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

8) Menindaklanjuti Pengaduan Masyarakat

APIP harus menindaklanjuti pengaduan dari


masyarakat

Pusdiklatwas BPKP 2008


44
Kode Etik dan Standar Audit

APIP berkewajiban untuk menindaklanjuti


pengaduan masyarakat antara lain terhadap hal-hal
seperti: hambatan, keterlambatan, dan atau
rendahnya kualitas pelayanan publik serta
penyalahgunaan wewenang, tenaga, uang, dan aset
atau barang miliki negara/daerah.

2. Standar Umum

Standar umum ini meliputi


standar-standar yang terkait dengan
karakteristik organisasi dan para
individu yang melakukan penugasan
audit kinerja dan audit investigatif.

Sistematika standar umum dapat diuraikan secara singkat


sebagai berikut:

a. Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan dan Tanggung Jawab

b. Independensi dan Obyektivitas

1) Independensi APIP

2) Obyektivitas Auditor

3) Gangguan Terhadap Independensi dan Obyektivitas

c. Keahlian

1) Latar Belakang Pendidikan Auditor

2) Kompetensi Teknis

3) Sertifikasi Jabatan dan Pendidikan dan Pelatihan


Berkelanjutan

4) Penggunaan Tenaga Ahli dari Luar

Pusdiklatwas BPKP 2008


45
Kode Etik dan Standar Audit

d. Kecermatan Profesional

e. Kepatuhan Terhadap Kode Etik

Uraian rinci dari butir-butir Standar Umum di atas adalah


sebagai berikut:

a. Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan dan Tanggung Jawab

Visi, misi, tujuan, kewenangan dan tanggung jawab


APIP harus dinyatakan secara tertulis, disetujui dan
ditandatangani oleh pimpinan tertinggi organisasi.
Pernyataan standar tersebut dimaksudkan untuk
memberikan kejelasan secara formal tentang arah dan
mandat yang diberikan kepada APIP dalam melaksanakan
setiap penugasan audit yang secara khusus berkenaaan
dengan kewenangan akses APIP dan para auditornya atas
informasi dan personel auditi.

Setiap APIP tentunya harus memiliki


visi, misi dan tujuan yang searah
dengan visi, misi, dan tujuan
pemerintah serta instansi induknya.
Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) misalnya, memiliki visi, misi, dan
tujuan yang selaras dengan visi, misi, dan tujuan
pemerintah. Demikian pula Inspektorat Jenderal memiliki
visi, misi, dan tujuan yang selaras dengan visi, misi, dan
tujuan departemennya dan seterusnya pada APIP lainnya.
Kemudian, kewenangan dan tanggung jawab APIP harus
diberdayakan secara optimal agar APIP dapat
melaksanakan tugasnya secara independen dan obyektif.

Pusdiklatwas BPKP 2008


46
Kode Etik dan Standar Audit

b. Independen dan Obyektivitas

Dalam semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP


harus independen dan para auditornya harus obyektif
dalam pelaksanaan tugasnya. Keindependensian dan
obyektivitas tersebut dapat dicapai melalui status APIP
dalam organisasi dan penciptaan kebijakan untuk menjaga
obyektivitas auditor terhadap auditi.

Status APIP dalam organisasi yang ditempatkan


langsung di bawah pimpinan tertinggi instansi adalah
contoh keindependensian yang tinggi dari APIP tersebut.
Dalam praktiknya kedudukan dan status organisasi dimana
APIP ditempatkan adalah kewenangan pemerintah yang
dituangkan dalam suatu peraturan seperti: Keputusan
Presiden atau
Peraturan Presiden
tentang organisasi
pemerintah.

Independensi
pada dasarnya
merupakan state of
mind atau sesuatu yang
dirasakan oleh masing-
masing menurut apa yang diyakini sedang berlangsung.
Sehubungan dengan hal tersebut, independensi auditor
dapat ditinjau dan dievaluasi dari dua sisi, independensi
praktisi dan independensi profesi. Secara lengkap hal
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

v Independensi Praktisi, yakni independensi yang


nyata atau faktual yang diperoleh dan dipertahankan

Pusdiklatwas BPKP 2008


47
Kode Etik dan Standar Audit

oleh auditor dalam seluruh rangkaian kegiatan audit,


mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai
tahap pelaporan. Independensi dalam fakta ini
merupakan tinjauan terhadap kebebasan yang
sesungguhnya dimiliki oleh auditor, sehingga
merupakan kondisi ideal yang perlu diwujudkan oleh
auditor. Apabila auditor sungguh-sungguh memiliki
kebebasan demikian, maka independensi dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil
audit dapat terpenuhi. Namun demikian,
independensi dalam fakta tersebut sifatnya sukar
diukur dan tidak serta
merta dapat disaksikan
oleh orang lain. Kenyataan
adanya independensi
tersebut hanya dapat
dirasakan langsung oleh
auditor sendiri dan tidak
mudah untuk ditunjukkan atau didemonstrasikan
kepada umum. Oleh karena itu, ketika berbicara
tentang independensi dalam wujudnya sehari-hari,
independensi praktisi ini kurang mendapat perhatian,
melainkan lebih ditekankan pada independensi
menurut tinjauan yang kedua sebagaimana
dikemukakan berikut.

v Independensi Profesi, yakni independensi yang


ditinjau menurut citra (image) auditor dari pandangan
publik atau masyarakat umum terhadap auditor yang
bertugas. Independensi menurut tinjauan ini sering
pula dinamakan independensi dalam penampilan

Pusdiklatwas BPKP 2008


48
Kode Etik dan Standar Audit

(independence in appearance). Independensi


menurut tinjauan ini sangat krusial karena tanpa
keyakinan publik bahwa seorang auditor adalah
independen, maka segala hal yang dilakukannya
serta pendapatnya tidak akan mendapatkan
penghargaan dari publik atau pemakainya. Agar
independensi menurut tinjauan penampilan ini dapat
memperoleh pengakuan publik, maka cara yang
efektif untuk mewujudkannya adalah dengan
menghindari segala hal yang dapat menyebabkan
penampilan auditor dalam kaitannya dengan kliennya
mendapat kecurigaan dari publik. Namun demikian,
untuk menghilangkan kecurigaan itu tidaklah mudah,
bahkan sering memperoleh sorotan dari publik.

Kebijakan untuk menjaga obyektivitas auditor


terhadap auditi dapat dituangkan dalam bentuk ketentuan
seperti: tidak diperkenankannya seorang auditor melakukan
audit pada auditi tertentu selama tiga tahun berturut-turut,
dilakukannya rotasi atau
mutasi penugasan audit,
larangan seorang auditor
melakukan audit pada
auditi yang pejabatnya
memiliki hubungan
keluarga, dan sebagainya.

Jika independensi
atau obyektivitas terganggu, baik secara faktual maupun
penampilan, maka gangguan tersebut harus dilaporkan
kepada pimpinan APIP. Auditor dapat menyampaikan

Pusdiklatwas BPKP 2008


49
Kode Etik dan Standar Audit

keberatannya atas
penugasan audit yang
dapat mengganggu
independensi dan
obyektivitasnya
sehingga pimpinan
dapat menggantikannya
dengan orang lain yang
tidak terganggu
keindependensian dan
obyektivitasnya. Dalam
pelaksanaannya perlu
diciptakan ketentuan yang mengatur tentang tatacara
pelaporan tersebut.

Perlu juga diciptakan kebijakan yang mengatur


tentang tidak diizinkannya seorang auditor melakukan
penugasan audit pada suatu auditi tertentu apabila yang
bersangkutan memiliki hubungan keluarga, sosial, dan
hubungan lainnya yang dapat mengganggu independensi
dan obyektivitasnya. Demikian pula perlu diciptakan
kebijakan tentang tidak diperkenankannya auditor yang
memberikan jasa reviu atau konsultansi atas suatu kegiatan
atau instansi tertentu untuk terlibat dalam suatu penugasan
audit pada instansi yang sama atau sebaliknya.

Pusdiklatwas BPKP 2008


50
Kode Etik dan Standar Audit

c. Keahlian

Auditor harus mempunyai pengetahuan,


keterampilan, dan kompetensi lainnya yang diperlukan
untuk melaksanakan tanggung jawabnya.

Agar tercipta kinerja audit yang baik, maka APIP


harus memiliki kriteria tertentu dari setiap auditor yang
diperlukan untuk merencanakan audit, mengidentifikasi
kebutuhan profesional auditor dan untuk mengembangkan
teknik dan metodologi audit. Untuk itu, maka auditor APIP
harus memiliki latar belakang pendidikan formal minimal
Strata Satu (S-1) atau yang setara.

Kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh setiap


auditor pada umumnya adalah auditing, akuntansi,
administrasi pemerintahan dan komunikasi. Sedangkan
khusus bagi auditor investigatif diharusnya memiliki
kompetensi tambahan, yaitu:

Pusdiklatwas BPKP 2008


51
Kode Etik dan Standar Audit

1) Pengetahuan tentang prinsip-prinsip, praktik-praktik,


dan teknik audit investigatif, termasuk cara-cara
untuk memperoleh bukti dari whistleblower (pihak-
pihak tertentu yang menyampaikan sesuatu yang
menyimpang yang dapat digunakan sebagai
informasi awal dalam proses audit investigatif).

2) Pengetahuan tentang penerapan hukum, peraturan,


dan ketentuan lainnya yang terkait dengan audit
investigatif.

3) Kemampuan memahami konsep kerahasiaan dan


perlindungan terhadap sumber informasi.

4) Kemampuan menggunakan peralatan komputer,


perangkat lunak, dan sistem terkait secara efektif
dalam rangka mendukung proses audit investigatif
terkait dengan cybercrime (kejahatan dalam
lingkungan dunia maya dengan teknologi informasi).

Auditor harus mempunyai sertifikasi jabatan


fungsional auditor (JFA) dan mengikuti pendidikan dan
pelatihan profesional berkelanjutan
(continuing professional education).
Pendidikan sertifikasi jabatan
fungsional auditor adalah kompetensi
dasar auditor yang harus dimiliki oleh
setiap auditor sesuai dengan jenjangnya masing-masing
sebelum ditugaskan dalam penugasan audit. Auditor
diwajibkan untuk terus meningkatkan kompetensinya
dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan berkelanjutan,

Pusdiklatwas BPKP 2008


52
Kode Etik dan Standar Audit

seperti: keikutsertaan dalam konferensi, seminar, kursus,


program pelatihan di kantor sendiri dalam bidang yang
terkait dengan penugasan audit dan berpartisipasi dalam
proyek penelitian yang memiliki substansi di bidang audit.

APIP dapat menggunakan


tenaga ahli apabila APIP tidak
mempunyai keahlian yang
diharapkan untuk melaksanakan
penugasan. Tenaga ahli tersebut
dapat berupa: aktuaris, penilai (appraiser), pengacara,
insinyur, konsultan lingkungan, profesi medis, ahli statistik
dan geologi. Tenaga ahli tersebut harus memiliki kualifikasi
profesional, kompetensi dan pengalaman yang relevan,
independen dan memiliki proses pengendalian kualitas.
Mereka juga harus disupervisi sebagaimana mestinya.

d. Kecermatan Profesional

Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya


dengan cermat dan seksama (due professional care) dan
secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan.
Penggunaan keahlian secara
cermat dan seksama (due
professional care) mewajibkan
auditor untuk melaksanakan
tugasnya secara serius, teliti, dan
menggunakan seluruh
kemampuan dengan
pertimbangan profesionalnya dalam melaksanakan tugas
audit.

Pusdiklatwas BPKP 2008


53
Kode Etik dan Standar Audit

e. Kepatuhan Terhadap Kode Etik.

Auditor harus mematuhi Kode Etik yang ditetapkan.

Auditor tidak saja harus menggunakan seluruh


kemampuan dan kecermatannya tetapi juga dituntut untuk
mematuhi kode etik yang ditetapkan. Dengan demikian
kompetensi dan etika harus dipenuhi secara bersamaan.

3. Standar Pelaksanaan Audit Kinerja

Standar pelaksanaan
pekerjaan audit kinerja
mendeskripsikan sifat kegiatan
audit kinerja dan menyediakan
kerangka kerja untuk
melaksanakan dan mengelola
pekerjaan audit kinerja yang
dilakukan oleh auditor. Secara sistematis standar pelaksanaan
audit kinerja terdiri dari:

a. Perencanaan

1) Penetapan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan


alokasi sumber daya

2) Pertimbangan dalam perencanaan

a) Evaluasi terhadap sistem pengendalian intern

b) Evaluasi atas ketidakpatuhan auditi terhadap


peraturan perundang-undangan, kecurangan dan
ketidakpatuhan (abuse)

b. Supervisi

Pusdiklatwas BPKP 2008


54
Kode Etik dan Standar Audit

c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti

1) Pengumpulan bukti

2) Pengujian bukti

d. Pengembangan Temuan

e. Dokumentasi

Uraian dari masing-masing butir Standar Pelaksanaan Audit


Kinerja adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan

Dalam setiap penugasan audit kinerja, auditor harus


menyusun rencana audit. Perencanaan audit bertujuan
untuk menjamin bahwa tujuan audit dapat tercapai secara
berkualitas, ekonomis, efisien, dan
efektif. Dalam perencanaan ini,
auditor menetapkan sasaran, ruang
lingkup, metodologi, dan alokasi
sumber daya serta
mempertimbangkan berbagai hal
termasuk sistem pengendalian
intern dan ketaatan auditi terhadap peraturan perundang-
undangan, kecurangan dan ketidakpatuhan (abuse).

1) Penetapan Sasaran, Ruang Lingkup, Metodologi, dan


Alokasi Sumber Daya

Sasaran penugasan audit kinerja adalah untuk


menilai bahwa auditi telah menjalankan kegiatannya
secara ekonomis, efisien dan efektif serta; menilai
efektivitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan

Pusdiklatwas BPKP 2008


55
Kode Etik dan Standar Audit

terhadap peraturan perundang-undangan,


kecurangan serta ketidakpatutan (abuse).

Ruang lingkup dalam audit kinerja meliputi


aspek keuangan dan operasional auditi sehingga
auditor harus memeriksa semua buku, dokumen,
catatan, laporan, aset maupun personalia.

Untuk mencapai sasaran audit berdasarkan


ruang lingkup audit yang telah ditetapkan, auditor
harus menggunakan metodologi audit yang meliputi:

a) Penetapan waktu yang sesuai untuk


melaksanakan prosedur audit tertentu;

b) Penetapan jumlah bukti yang akan diuji;

c) Penggunaan teknologi audit yang sesuai, seperti:


teknik sampling dan pemanfaatan komputer
sebagai alat bantu audit;

d) Pembandingan dengan peraturan perundang-


undangan yang berlaku; dan

e) Perancangan prosedur audit untuk mendeteksi


terjadinya penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan, kecurangan dan
ketidakpatutan (abuse).

Alokasi sumber daya harus ditentukan oleh


APIP dalam upaya untuk mencapai sasaran
penugasan audit. Penugasan auditor harus
didasarkan kepada evaluasi atas sifat dan
kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu dan
ketersediaan sumber dana. Pengalokasian sumber

Pusdiklatwas BPKP 2008


56
Kode Etik dan Standar Audit

daya manusia auditor yang diperlukan didasarkan


pada latar belakang pendidikan formal dan
pengalaman sesuai dengan kebutuhan audit.

2) Pertimbangan dalam Perencanaan

Dalam merencanakan audit kinerja, auditor


harus mempertimbangkan berbagai hal, termasuk
sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan auditi
terhadap peraturan perundang-undangan,
kecurangan dan ketidakpatutan (abuse). Hal-hal
yang harus dipertimbangkan adalah:

a) Laporan hasil audit sebelumnya serta tindak


lanjut atas rekomendasi yang material;

b) Sasaran audit dan pengujian yang diperlukan


untuk mencapai sasaran audit dimaksud;

c) Kriteria yang akan digunakan untuk


mengevaluasi organisasi, program, aktivitas
atau fungsi yang diaudit;

d) Sistem pengendalian intern auditi termasuk


aspek penting lingkungan tempat
beroperasinya auditi;

e) Pemahaman tentang hak dan kewajiban serta


hubungan timbal balik antara auditor dengan
auditi, dan manfaat audit bagi kedua belah
pihak;

f) Pendekatan audit yang paling efisien dan


efektif; dan

g) Bentuk, isi dan pengguna laporan hasil audit.

Pusdiklatwas BPKP 2008


57
Kode Etik dan Standar Audit

Auditor harus memahami rancangan sistem


pengendalian intern dan menguji penerapannya.
Sistem pengendalian intern adalah proses yang
integral pada tindakan
dan kegiatan yang
dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan
dan seluruh pegawai
yang memberikan keyakinan yang memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efisien dan efektif, keterandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan. Efektivitas
sistem pengendalian intern akan memberi keyakinan
yang memadai akan tercapainya tujuan organisasi.
Itulah sebabnya auditor harus memiliki pemahaman
atas sistem pengendalian intern dan menilainya yang
dapat dilakukan melalui teknik audit seperti:
permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi, dan
pemeriksaan atas catatan dan dokumen.

Auditor harus merancang auditnya untuk


mendeteksi adanya
ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-
undangan, kecurangan dan
ketidakpatutan (abuse). Dalam
merencanakan pengujian untuk
mendeteksi adanya ketidakpatuhan, auditor harus
mempertimbangkan perkembangan peraturan-

Pusdiklatwas BPKP 2008


58
Kode Etik dan Standar Audit

peraturan baru dan kerumitan peraturan perundang-


undangan tersebut. Di samping itu, auditor harus
mempertimbangkan risiko terjadinya kecurangan
yang berpengaruh secara signifikan terhadap tujuan
audit.

Auditor harus menggunakan pertimbangan


profesionalnya untuk mendeteksi kemungkinan
adanya ketidak-patuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kecurangan dan ketidak-
patutan (abuse) serta melaporkan jika dijumpai hal-
hal tersebut kepada pihak-pihak tertentu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

b. Supervisi

Pada setiap tahap audit kinerja, pekerjaan auditor


harus disupervisi secara memadai untuk memastikan
tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas dan
meningkatnya kemampuan auditor.

Supervisi yang dilakukan secara terus menerus


selama pekerjaan audit harus diarahkan ke substansi
maupun metodologi audit, untuk mengetahui:

1) Pemahaman anggota tim audit atas rencana audit;

2) Kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar audit;

3) Kelengkapan bukti yang terkandung dalam kertas kerja


audit untuk mendukung simpulan dan rekomendasi;

4) Kelengkapan dan akuransi laporan audit.

Pusdiklatwas BPKP 2008


59
Kode Etik dan Standar Audit

Kegiatan supervisi dilakukan secara berjenjang.


Dimulai dari ketua tim auditor mereviu pekerjaan anggota
tim, pengendali teknis mereviu pekerjaan ketua dan
anggota tim, pengendali mutu mereviu pekerjaan
pengendali teknis, ketua tim, dan anggota tim. Supervisi
dilakukan untuk memastikan bahwa:

1) Tim audit memahami tujuan dan rencana audit;

2) Audit dilaksanakan sesuai dengan standar audit;

3) Prosedur audit telah diikuti;

4) Kertas kerja audit memuat bukti-bukti yang


mendukung temuan dan rekomendasi;

5) Tujuan audit telah dicapai.

c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti

Auditor harus mengumpulkan dan menguji bukti


untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit kinerja.
Oleh karena audit dapat
didefinisikan sebagai proses
pengumpulan dan pengujian
bukti untuk melihat kesesuaian
informasi yang terkandung
dalam bukti tersebut dengan
suatu kriteria yang
mendasarinya, maka proses
pengumpulan dan pengujian bukti adalah inti dari audit.

Pusdiklatwas BPKP 2008


60
Kode Etik dan Standar Audit

1) Pengumpulan bukti

Auditor harus mengumpulkan bukti yang


cukup, kompeten, dan relevan. Bukti audit dapat
digolongkan menjadi bukti fisik, bukti dokumen, bukti
kesaksian, dan bukti analisis.

Bukti yang cukup berkaitan dengan jumlah


bukti yang dapat dijadikan sebagai dasar penarikan
suatu kesimpulan audit. Penentuan kecukupan bukti
didasarkan pada pertimbangan keahlian auditor
secara profesional dan obyektif.

Bukti yang kompeten adalah bukti yang sah


dan dapat diandalkan untuk menjamin
kesesuaiannya dengan fakta. Bukti disebut sah
apabila bukti tersebut memenuhi persyaratan hukum
dan peraturan perundang-undangan. Bukti yang
dapat diandalkan berkaitan dengan sumber
perolehan dan cara perolehan bukti itu sendiri.

Bukti audit disebut relevan jika bukti tersebut


secara logis mendukung pendapat atau argumentasi
yang berhubungan dengan tujuan dan kesimpulan
audit.

Auditor dapat menggunakan tenaga ahli untuk


memperoleh bukti yang cukup, kompeten dan
relevan.

2) Pengujian bukti

Auditor harus menguji bukti audit yang


dikumpulkan. Pengujian bukti dimaksudkan untuk
menilai kesahihan bukti yang dikumpulkan terkait

Pusdiklatwas BPKP 2008


61
Kode Etik dan Standar Audit

dengan kesesuaian antara informasi yang


terkandung dalam bukti tersebut dengan kriteria yang
telah ditentukan. Teknik audit dalam melakukan
pengujian bukti dapat dilakukan seperti: konfirmasi,
inspeksi, pembandingan, penelusuran hingga bukti
asal, dan wawancara.

d. Pengembangan Temuan

Auditor harus mengembangkan temuan yang


diperoleh selama pelaksanaan audit kinerja. Temuan audit
berupa ketidak-ekonomisan,
ketidak-efisienan dan ketidak-
efektifan pengelolaan organisasi,
program, aktivitas atau fungsi yang
diaudit. Selain itu, temuan juga
dapat berupa tidak efektifnya sistem
pengendalian intern, adanya
ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kecurangan
dan ketidakpatutan (abuse). Unsur
temuan meliputi: kondisi, kriteria,
sebab, dan akibat.

e. Dokumentasi

Auditor harus menyiapkan dan menata-usahakan


dokumen audit kinerja dalam bentuk kertas kerja audit.
Dokumen audit harus disimpan secara tertib dan sistematis
agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan
dianalisis.

Pusdiklatwas BPKP 2008


62
Kode Etik dan Standar Audit

Dokumen audit yang berkaitan dengan perencanaan,

pelaksanaan, dan pelaporan audit


harus berisi informasi yang cukup
untuk memungkinkan auditor yang
berpengalaman tetapi tidak
mempunyai hubungan dengan audit
tersebut dapat memastikan bahwa
dokumen audit tersebut dapat menjadi bukti yang
mendukung kesimpulan, temuan, dan rekomendasi auditor.

Dokumen audit harus berisi hal-hal berikut ini:

1) Tujuan, lingkup, dan metodologi audit, termasuk kriteria


pengambilan uji petik yang digunakan;

2) Dokumentasi pekerjaan yang dilakukan untuk


mendukung pertimbangan profesional dan temuan
auditor;

3) Bukti tentang reviu supervisi terhadap pekerjaan yang


dilakukan; dan

4) Penjelasan auditor mengenai standar yang tidak


diterapkan, apabila ada, alasan dan akibatnya.

APIP harus menetapkan kebijakan dan prosedur


yang wajar mengenai pengamanan dan penyimpanan
dokumen audit selama waktu tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen audit
dapat berupa dokumen tertulis secara manual maupun
dalam format elektronik. Dokumen audit dapat dijadikan
sarana reviu terhadap kualitas pelaksanaan audit.

Pusdiklatwas BPKP 2008


63
Kode Etik dan Standar Audit

4. Standar Pelaporan Audit Kinerja

Standar pelaporan
merupakan acuan bagi penyusunan
laporan hasil audit kinerja yang
merupakan tahap akhir suatu proses
audit untuk mengomunikasikan hasil
audit kepada auditi dan pihak lain
yang terkait.

Secara sistematis standar pelaporan audit kinerja meliputi


butir-butir sebagai berikut:

a. Kewajiban Membuat Laporan

b. Cara dan Saat Pelaporan

c. Bentuk dan Isi Laporan

d. Kualitas Laporan

e. Tanggapan Auditi

f. Penerbitan dan Distribusi Laporan

Rincian dari setiap butir-butir stándar pelaporan audit


kinerja adalah sebagai berikut.

a. Kewajiban Membuat Laporan

Auditor harus membuat laporan hasil audit kinerja


sesuai dengan penugasannya yang disusun dalam format
yang sesuai, segera setelah selesai melakukan auditnya.

Laporan hasil audit berguna antara lain untuk:

1) Mengomunikasikan hasil audit kinerja kepada auditi


dan pihak lain yang berwenang berdasarkan
peraturan perundang-undangan;

Pusdiklatwas BPKP 2008


64
Kode Etik dan Standar Audit

2) Menghindari kesalah-pahaman atas hasil audit;

3) Menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan


bagi auditi dan instansi terkait; dan

4) Memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk


menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang
semestinya telah dilakukan.

b. Cara dan Saat Pelaporan

Laporan hasil audit kinerja harus dibuat secara


tertulis dan segera, yaitu pada kesempatan pertama setelah
berakhirnya pelaksanaan audit.

Laporan yang dibuat tertulis bertujuan untuk


menghindari kemungkinan salah tafsir atas kesimpulan,
temuan dan rekomendasi auditor. Keharusan membuat
laporan secara tertulis tidak membatasi atau mencegah
pembahasan lisan dengan auditi selama proses audit
berlangsung.

c. Bentuk dan Isi Laporan

Laporan hasil audit kinerja harus dibuat dalam


bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh auditi dan pihak
lain yang terkait.

Laporan hasil audit dapat berbentuk surat atau bab.


Bentuk surat digunakan apabila dari hasil audit tidak
dijumpai banyak temuan. Sedangkan digunakan dalam
bentuk bab apabila dari hasil audit ditemukan banyak
temuan.

Pusdiklatwas BPKP 2008


65
Kode Etik dan Standar Audit

Laporan
hasil audit
kinerja baik
bentuk surat
atau bab
harus
memuat:

8) Dasar melakukan audit;

9) Identifikasi audit;

10) Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi audit;

11) Pernyataan bahwa audit dilaksanakan sesuai


dengan standar audit;

12) Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi;

13) Hasil audit berupa kesimpulan, temuan audit dan


rekomendasi;

14) Tanggapan dari pejabat auditi yang bertanggung


jawab;

15) Pernyataan adanya keterbatasan dalam audit serta


pihak-pihak yang menerima laporan ;

16) Pelaporan informasi rahasia, bila ada.

Kelemahan sistem pengendalian intern,


ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
kecurangan dan ketidakpatutan (abuse) disajikan sebagai
bagian temuan.

Pusdiklatwas BPKP 2008


66
Kode Etik dan Standar Audit

d. Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

Auditor harus melaporkan adanya kelemahan atas


sistem pengendalian intern auditi.

Kelemahan atas sistem pengendalian intern yang


dilaporkan adalah kelemahan yang mempunyai pengaruh
signifikan. Sedangkan kelemahan yang tidak signifikan
cukup disampaikan kepada auditi dalam bentuk surat
(management letter).

e. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan,


Kecurangan dan Ketidakpatutan (abuse)

Auditor harus melaporkan adanya ketidakpatuhan


terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan
ketidapatutan (abuse).

f. Kualitas Laporan

Laporan hasil audit kinerja harus tepat waktu,


lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas dan
seringkas mungkin.

Agar suatu informasi


bermanfaat secara maksimal,
maka laporan hasil audit harus
tepat waktu. Agar menjadi
lengkap, maka laporan hasil
audit harus memuat semua
informasi dari bukti yang
dibutuhkan untuk memenuhi

Pusdiklatwas BPKP 2008


67
Kode Etik dan Standar Audit

sasaran audit, memberikan pemahaman yang benar dan


memadai atas hal yang dilaporkan, dan memenuhi
persyaratan isi laporan hasil audit.

Laporan yang akurat berarti informasi yang disajikan


didukung oleh bukti yang benar dan temuan telah disajikan
dengan tepat. Perlunya keakuratan didasarkan atas
kebutuhan untuk memberikan keyakinan kepada pengguna
laporan bahwa apa yang dilaporkan memiliki kredibilitas
dan dapat diandalkan.

Laporan
yang obyektif
berarti informasi
yang disajikan itu
seimbang (adil)
dalam isi maupun
redaksinya, tidak
memihak sehingga
pengguna laporan
dapat diyakinkan
oleh fakta yang
disajikan. Laporan
obyektif juga
memiliki pengertian
tidak menyesatkan. Auditor yang menyampaikan laporan
hasil audit harus berdiri netral.

Agar laporan itu meyakinkan, maka laporan harus


dapat menjawab sasaran audit, menyajikan temuan,
kesimpulan dan rekomendasi yang logis. Informasi yang
disajikan harus cukup meyakinkan pengguna laporan untuk

Pusdiklatwas BPKP 2008


68
Kode Etik dan Standar Audit

mengakui validitas temuan dan manfaat penerapan


rekomendasi.

Laporan yang jelas adalah laporan yang mudah


dibaca dan dipahami. Untuk itu, maka laporan
menggunakan bahasa yang jelas, sederhana, lugas dan
tidak teknis. Pengorganisasian laporan secara logis, akurat
dan tepat dalam menyajikan fakta merupakan hal yang
penting dalam memberikan kejelasan dan pemahaman bagi
pengguna laporan hasil audit.

Laporan yang ringkas adalah laporan yang tidak


lebih panjang dari yang diperlukan untuk menyampaikan
dan mendukung pesan.

g. Tanggapan Auditi

Auditor harus meminta tanggapan atau pendapat


terhadap kesimpulan, temuan dan rekomendasi termasuk
tindakan perbaikan yang direncanakan oleh auditi secara
tertulis dari pejabat auditi yang bertanggung jawab.

h. Penerbitan dan Distribusi Laporan

Laporan hasil audit kinerja diserahkan kepada


pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain yang diberi
wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Laporan hasil audit kinerja harus didistribusikan tepat


waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai peraturan
perundang-undangan. Namun dalam hal yang diaudit
merupakan rahasia negara atau dilarang untuk disampaikan
kepada pihak-pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan

Pusdiklatwas BPKP 2008


69
Kode Etik dan Standar Audit

perundang-undangan, maka untuk tujuan pengamanannya,


auditor dapat membatasi pendistribusian laporan tersebut.

5. Standar Tindak Lanjut Audit Kinerja

Standar tindak lanjut mengatur tentang ketentuan dalam


hal kepastian saran dan rekomendasi telah dilakukan oleh auditi.
Secara sistematis butir-butir standar tindak lanjut audit kinerja
meliputi:

a. Komunikasi Dengan Auditi

b. Prosedur Pemantauan

c. Status Temuan

d. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan


dan Kecurangan

Uraian dari masing-masing butir standar tindak lanjut audit


kinerja adalah sebagai berikut.

a. Komunikasi Dengan Auditi

Auditor harus mengomunikasikan kepada auditi


bahwa tanggung jawab untuk menyelesaikan atau
menindak-lanjuti temuan audit kinerja dan rekomendasi
berada pada auditi.

Pernyataan tersebut
dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman dan kesadaran
bahwa tanggungjawab menindak-
lanjuti rekomendasi audit bukan
berada pada auditor melainkan pada auditi. Oleh sebab itu,
dalam praktiknya, auditor harus memperoleh pernyataan

Pusdiklatwas BPKP 2008


70
Kode Etik dan Standar Audit

atau penegasan tertulis dari auditi bahwa hasil auditnya


akan ditindaklanjuti.

b. Prosedur Pemantauan

Auditor harus memantau dan mendorong tindak


lanjut atas temuan beserta rekomendasi.

Walaupun tanggung jawab menindak-lanjuti hasil


audit berada pada pihak auditi, namun demikian auditor
diwajibkan memantau proses tindak lanjut melalui
pendokumentasian data temuan audit dan pemutahiran
data temuan audit tersebut secara terus menerus. APIP
perlu membuat kebijakan dan prosedur pemantauan guna
mengefektifkan pelaksanaan tindak lanjut hasil audit.
Auditor dalam setiap penugasan audit wajib memeriksa
tindak lanjut hasil audit tahun sebelumnya dan memperoleh
informasi secukupnya tentang belum ditindak-lanjutinya
hasil audit tahun sebelumnya.

c. Status Temuan

Auditor harus melaporkan status temuan beserta


rekomendasi audit kinerja sebelumnya yang belum ditindak-
lanjuti.

Laporan status temuan yang disampaikan kepada


pihak yang berkepentingan memuat antara lain:

1. Temuan dan rekomendasi;

2. Sebab-sebab belum ditindaklanjutinya temuan;

3. Komentar dan rencana pihak auditi untuk menuntaskan


temuan.

Pusdiklatwas BPKP 2008


71
Kode Etik dan Standar Audit

d. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan


dan Kecurangan

Terhadap temuan yang berindikasi adanya tindakan


ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
dan kecurangan, auditor harus membantu aparat penegak
hukum terkait dalam upaya penindak-lanjutan temuan
tersebut.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus


melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan
meneliti sebab-sebab tidak atau belum adanya proses
hukum.

6. Standar Pelaksanaan Audit Investigatif

Standar pelaksanaan pekerjaan audit


investigatif mendeskripsikan sifat kegiatan
audit investigatif dan menyediakan kerangka
kerja untuk melaksanakan dan mengelola
pekerjaan audit investigatif yang dilakukan
oleh auditor investigatif.

Sistematika standar pelaksanaan audit


investigatif meliputi :

a. Perencanaan

1) Penetapan sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber


daya

2) Pertimbangan dalam perencanaan

b. Supervisi

c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti

Pusdiklatwas BPKP 2008


72
Kode Etik dan Standar Audit

1) Pengumpulan bukti

2) Pengujian bukti

d. Dokumentasi

Rincian dari masing-masing butir standar pelaksanaan audit


investigatif adalah sebagai berikut.

a. Perencanaan

Dalam setiap penugasan audit investigatif, auditor


investigatif harus menyusun rencana audit. Rencana audit
tersebut harus dievaluasi dan bila perlu disempurnakan
selama proses audit investigatif berlangsung sesuai dengan
perkembangan hasil audit investigatif di lapangan.

Perencanaan audit investigatif dimasudkan untuk


memperkecil tingkat risiko kegagalan dalam melakukan
audit investigatif dan memberikan arah agar pelaksanaan
audit investigatif dapat dilaksanakan secara efisien dan
efektif.

Informasi yang diterima dari


berbagai sumber, seperti: pengaduan
masyarakat, pengembangan hasil
audit kinerja atau audit lainnya,
permintaan instansi aparat penegak
hukum atau instansi lainnya dijadikan
sebagai dasar penyusunan rencana
audit investigatif. Setiap informasi
yang diterima dianalisis dan dievaluasi untuk menentukan
satu keputusan dari 3 (tiga) keputusan, yaitu: melakukan
audit investigatif, meneruskan ke pejabat yang berwenang,
atau tidak perlu ditindak-lanjuti. Apabila keputusan yang

Pusdiklatwas BPKP 2008


73
Kode Etik dan Standar Audit

diambil adalah melakukan audit investigatif, maka rencana


tindakan memuat langkah-langkah berikut:

v Menentukan sifat utama pelanggaran;

v Menentukan fokus perencanaan dan sasaran audit


investigatif;

v Mengindentifikasi kemungkinan pelanggaran hukum,


peraturan, atau perundang-undangan, dan
memahami unsur-unsur yang terkait dengan
pembuktian atau standar;

v Mengindentifikasi dan menentukan prioritas tahapan


audit investigatif yang diperlukan untuk mencapai
sasaran audit investigatif;

v Menentukan sumber daya yang diperlukan untuk


memenuhi persyaratan audit investigatif; dan

v Melakukan koordinasi dengan instansi yang


berwenang, termasuk instansi penyidik jika
diperlukan.

1) Penetapan Sasaran, Ruang Lingkup dan Alokasi


Sumber Daya

Dalam membuat rencana audit, auditor harus


menetapkan sasaran, ruang lingkup, dan alokasi
sumber daya.

Sasaran audit investigatif adalah


terungkapnya kasus penyimpangan yang berindikasi
dapat menimbulkan kerugian keuangan
negara/daerah.

Pusdiklatwas BPKP 2008


74
Kode Etik dan Standar Audit

Ruang lingkup audit investigatif meliputi


pengungkapan fakta dan proses kejadian, sebab dan
dampak penyimpangan, dan penentuan pihak-pihak
yang diduga terlibat dalam atau bertanggung jawab
atas penyimpangan.

Tujuan penetapan alokasi sumber daya


pendukung audit investigatif adalah agar kualitas
audit investigatif dapat dicapai secara optimal.
Kebutuhan sumber daya yang harus ditentukan
antara lain terkait dengan personil, pendanaan, dan
sarana prasarana lainnya.

2) Pertimbangan dalam Perencanaan

Dalam penyusunan rencana audit investigatif,


auditor investigatif harus mempertimbangkan
berbagai hal.

Berbagai hal yang harus dipertimbangkan


dalam penyusunan rencana audit investigatif antara
lain:

v Sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber


daya;

v Pemahaman mengenai akuntabilitas


berjenjang;

v Aspek kegiatan operasi auditi dan aspek


pengendalian intern;

v Jadwal kerja dan batasan waktu;

Pusdiklatwas BPKP 2008


75
Kode Etik dan Standar Audit

v Hasil audit periode sebelumnya dengan


mempertimbangkan tindak lanjut terhadap
rekomendasi atas temuan sebelumnya; dan

v Mekanisme koordinasi antara auditor, auditi,


dan pihak terkait lainnya.

b. Supervisi

Pada setiap tahap audit investigatif, pekerjaan


auditor harus disupervisi secara memadai untuk
memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan
meningkatnya kemampuan auditor.

Supervisi harus diarahkan baik pada substansi


maupun metodologi audit yang bertujuan antara lain untuk
mengetahui:

v Pemahaman tim audit atas tujuan dan rencana audit;

v Kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar audit;

v Ketaatan terhadap prosedur audit;

v Kelengkapan bukti-bukti yang terkandung dalam


kertas kerja audit untuk mendukung temuan dan
rekomendasi; dan

v Pencapaian tujuan audit.

c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti

Auditor investigatif harus mengumpulkan dan


menguji bukti untuk mendukung kesimpulan dan temuan
audit investigatif.

Pusdiklatwas BPKP 2008


76
Kode Etik dan Standar Audit

Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus


difokuskan pada upaya pengujian hipotesis untuk
mengungkapkan:

v Fakta-fakta dan proses kejadian (modus operandi);

v Sebab dan dampak penyimpangan; dan

v Pihak-pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab


atas kerugian keuangan negara/daerah.

o Pengumpulan Bukti

Auditor investigatif harus mengumpulkan bukti


audit yang cukup, kompeten dan relevan.

Pengumpulan bukti bertujuan untuk


menentukan apakah informasi awal yang diterima
dapat diandalkan karena akan digunakan auditor
untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit.

o Pengujian Bukti

Auditor investigatif harus menguji bukti audit


yang dikumpulkan.

Pengujian bukti
dimaksudkan untuk
menilai kesahihan bukti
yang dikumpulkan dan
kesesuaian bukti dengan
hipotesis. Bukti diuji
dengan memperhatikan
urutan proses kejadian
(sequences) dan

Pusdiklatwas BPKP 2008


77
Kode Etik dan Standar Audit

kerangka waktu kejadian (time frame) yang


dijabarkan dalam bentuk bagan arus kejadian (flow
chart) atau narasi. Teknik yang dapat digunakan
untuk menguji bukti antara lain: inspeksi, observasi,
wawancara, konfirmasi, analisis, pembandingan,
rekonsiliasi dan penelusuran kembali.

d. Dokumentasi

Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan


dokumen audit investigatif dalam bentuk kertas kerja audit.
Dokumen audit investigatif harus disimpan secara tertib dan
sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali,
dirujuk, dan dianalisis.

Hasil audit
investigatif harus
didokumentasikan dalam
berkas audit investigatif
secara akurat dan
lengkap. Pedoman
internal audit investigatif
harus secara khusus dan
jelas menekankan
kecermatan dan pentingnya ketepatan waktu. Laporan
temuan audit investigatif dan pencapaian hasil audit
investigatif harus didukung dengan dokumentasi yang
cukup dalam berkas audit investigatif.

7. Standar Pelaporan Audit Investigatif

Standar pelaporan ini merupakan acuan bagi penyusunan


laporan hasil audit yang merupakan tahap akhir kegiatan audit

Pusdiklatwas BPKP 2008


78
Kode Etik dan Standar Audit

investigatif, untuk mengomunikasikan hasil audit investigatif


kepada auditi dan pihak lain yang terkait.

Secara sistematis standar pelaporan audit investigatif


meliputi butir-butir sebagai berikut:

o Kewajiban Membuat Laporan

o Cara dan Saat Pelaporan

o Bentuk dan Isi Laporan

o Kualitas Laporan

o Pembicaraan Akhir dengan Auditi

o Penerbitan dan Distribusi Laporan

Rincian dari setiap butir standar pelaporan audit investigasi


adalah sebagai berikut.

o Kewajiban Membuat Laporan

Auditor investigatif harus membuat laporan hasil


audit investigatif sesuai dengan penugasannya yang
disusun dalam format yang tepat segera setelah melakukan
tugasnya.

Laporan hasil audit investigatif dibuat secara tertulis ,


dengan tujuan untuk memudahkan pembuktian dan
berguna untuk proses hukum berikutnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Beberapa hal yang perlu
dipedomani adalah:

v Dalam setiap laporan, fakta harus diungkapkan untuk


membantu pemahaman pembaca laporan. Hal ini
termasuk suatu pernyataan yang singkat dan jelas

Pusdiklatwas BPKP 2008


79
Kode Etik dan Standar Audit

berkenaan dengan penerapan hukum yang dilanggar


atau sebagai dasar suatu audit investigatif.

v Laporan harus memuat bukti-bukti baik yang


mendukung maupun yang melemahkan temuan
audit.

v Laporan harus didukung dengan kertas kerja audit


investigatif yang memuat referensi kepada semua
wawancara, kontak, atau aktivitas audit investigatif
yang lain.

v Laporan harus mencerminkan hasil yang diperoleh


dari audit investigatif, yaitu berupa: denda,
penghematan, pemulihan, tuduhan, rekomendasi
dan sebagainya.

v Auditor harus menulis laporannya dalam bentuk


deduktif, menggunakan kalimat dan pernyataan yang
berupa ulasan dan kalimat topik. Penulisan kalimat
dan paragraf harus singkat, sederhana dan
langsung.

v Laporan harus ringkas tanpa mengorbankan


kejelasan, kelengkapan dan ketepatan untuk
mengomunikasikan temuan audit investigatif yang
relevan.

v Laporan tidak boleh mengungkapkan pertanyaan


yang belum terjawab atau memungkinkan
interpretasi yang keliru.

v Laporan audit investigatif tidak boleh mengandung


opini atau pandangan pribadi. Semua penilaian,

Pusdiklatwas BPKP 2008


80
Kode Etik dan Standar Audit

kesimpulan, pengamatan dan rekomendasi harus


didasarkan fakta yang tersedia.

v Kelemahan sistem atau permasalahan manajemen


yang terungkap dalam audit investigatif harus
dilaporkan kepada pejabat yang berwenang dengan
segera.

o Cara dan Saat Pelaporan

Laporan hasil audit investigatif dibuat secara tertulis


dan segera setelah berakhirnya pelaksanaan audit
investigatif.

APIP harus menetapkan kapan laporan akan


diberikan secara tertulis sesuai dengan situasi dan kasus
yang diaudit.

o Isi Laporan

Laporan hasil audit investigatif harus memuat semua


aspek yang relevan dari audit investigatif.

Laporan hasil audit investigatif minimal harus


memuat hal-hal berikut:

v Dasar melakukan audit;

v Identifikasi auditi;

v Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi audit;

v Pernyataan bahwa audit investigatif telah


dilaksanakan sesuai Standar Audit;

v Fakta-fakta dan proses kejadian mengenai siapa, di


mana, bilamana, bagaimana dari kasus yang diaudit;

v Sebab dan dampak penyimpangan;

Pusdiklatwas BPKP 2008


81
Kode Etik dan Standar Audit

v Pihak yang diduga terlibat atau bertanggung jawab;


dan

v Dalam pengungkapan pihak yang bertanggung


jawab atau yang diduga terlibat, auditor harus
memperhatikan asas praduga tidak bersalah yaitu
dengan tidak menyebut identitas lengkap.

o Kualitas Laporan

Laporan hasil audit investigasi harus akurat, jelas,


lengkap, singkat, dan disusun dengan logis, tepat waktu,
dan obyektif.

Laporan harus akurat dan


jelas, singkat, menunjukkan
hasil-hasil relevan dan upaya
auditor investigatif. Laporan
harus disajikan secara langsung
tepat secara gramatikal,
menghindari penggunaan kata yang tidak perlu,
mengganggu, atau membingungkan. Laporan harus
disajikan dengan baik, relevan dengan audit investigatif dan
mendukung penyajian.

Semua audit investigatif harus dilaksanakan dan


dilaporkan secara cermat dan tepat waktu. Hal ini
disebabkan besarnya dampak hasil audit investigatif
terhadap karir seseorang atau kehidupan suatu organisasi.

o Pembicaraan Akhir dengan Auditi

Auditor investigatif harus meminta tanggapan/


pendapat terhadap hasil audit investigatif. Tanggapan/

Pusdiklatwas BPKP 2008


82
Kode Etik dan Standar Audit

pendapat tersebut harus dikemukakan pada saat


melakukan pembicaraan akhir dengan auditi.

Salah satu cara yang paling efektif untuk


memastikan bahwa suatu laporan hasil audit investigatif
dipandang adil, lengkap, dan obyektif adalah adanya reviu
dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab,
sehingga dapat diperoleh suatu laporan yang tidak hanya
mengemukakan kesimpulan auditor investigatif saja,
melainkan memuat pula pendapat pejabat yang
bertanggung jawab tersebut. Tanggapan tersebut harus
dievaluasi dan dipahami secara seimbang dan obyektif,
serta disajikan secara memadai dalam laporan hasil audit
investigatif.

Apabila tanggapan dari auditi bertentangan dengan


kesimpulan dalam laporan hasil audit investigatif, dan
menurut pendapat auditor investigatif tanggapan tersebut
tidak benar, maka auditor investigatif harus menyampaikan
ketidak-setujuannya atas tanggapan tersebut beserta
alasannya secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya,
auditor harus memperbaiki laporannya, apabila auditor
berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar.

o Penerbitan dan Distribusi Laporan

Laporan hasil audit investigatif diserahkan kepada


pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain yang diberi
wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Laporan hasil audit investigatif harus didistribusikan


tepat waktu kepada pihak yang telah ditentukan sesuai

Pusdiklatwas BPKP 2008


83
Kode Etik dan Standar Audit

dengan peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal


yang diaudit merupakan rahasia negara, maka untuk tujuan
keamanan negara atau menurut peraturan perundang-
undangan dilarang dipublikasikan, maka APIP harus
membatasi pendistribusian laporan tersebut.

8. Standar Tindak Lanjut Audit Investigatif

Standar Tindak Lanjut mengatur tentang ketentuan dalam


hal kepastian saran dan rekomendasi telah dilakukan oleh auditi.

o Tanggung Jawab APIP Untuk Memantau Tindak Lanjut


Temuan

APIP harus memantau tindak lanjut hasil audit


investigatif yang dilimpahkan kepada aparat penegak
hukum

Standar ini mengharuskan APIP untuk


mengadministrasikan temuan audit investigatif guna
keperluan pemantauan tindak lanjut dan pemutakhiran data
hasil audit investigatif, termasuk yang hasil akhirnya berupa
tuntutan perbendaharaan atau tuntan ganti rugi (TP/TGR).

APIP harus memantau tindak lanjut kasus


penyimpangan yang berindikasi adanya tindak pidana
korupsi/perdata yang dilimpahkan kepada Kejaksaan atau
Komisi Pemberantasan Korupsi.

C. STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

Selain standar audit yang telah dibicarakan di atas, terdapat


Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang diterbitkan oleh Badan

Pusdiklatwas BPKP 2008


84
Kode Etik dan Standar Audit

Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia melalui Peraturan Badan


Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 pada
bulan Januari 2007 yang memiliki landasan dan referensi berikut:

1. Landasan Peraturan Perundang-undangan:

a. Undang Undang Dasar RI Tahun 1945;

b. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan


Negara;

c. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan


Negara ;

d. Undang Undang Nomor 15 Yahun 2004 tentang Pemeriksaan


Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; dan

e. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan


Pemeriksa Keuangan.

2. Referensi:

o Standar Audit Pemerintahan – Badan Pemeriksa Keuangan RI


Tahun 1995;

o Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS)


2003 Revision, United States Generally Accounting Office;

o Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 2001, Ikatan


Akuntan Indonesia (IAI);

o Auditing Standards, International Organization of Supreme Audit


Institutions (INTOSAI), Latest Ammendment 1995;

o Generally Accepted Auditing Standards (GAAS), AICPA, 2002;

o Internal Control Standards, INTOSAI, 2001; dan

o Standards for the Professional Practice of Internal Auditing,


Latest Revision December 2003.

Pusdiklatwas BPKP 2008


85
Kode Etik dan Standar Audit

Standar pemeriksaan ini


berlaku untuk semua
pemeriksaan yang
dilaksanakan terhadap
entitas, program, kegiatan
serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Dengan demikian, maka standar
pemeriksaan ini berlaku untuk:

§ BPK.

§ Akuntan Publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas


pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara, untuk dan atas
nama BPK.

§ Aparat Pengawas Intern Pemerintah termasuk satuan pengawasan


intern maupun pihak lainnya sebagai acuan dalam menyusun standar
pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya.

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara memuat 7 (tujuh) butir


Pernyataan Standar Pemeriksaan berikut:

§ Standar Umum

§ Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan;

§ Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan;

§ Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja;

§ Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja;

§ Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu; dan

§ Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu.

Pusdiklatwas BPKP 2008


86
Kode Etik dan Standar Audit

Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 1 tentang Standar


Umum mengatur kriteria yang bersifat umum untuk melaksanakan
pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu. Standar ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk
menjamin kredibilitas hasil pemeriksaan. Standar ini juga memberikan
kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan dan
standar pelaporan secara efektif. Cakupan standar umum mengatur hal-
hal berikut:

a. Persyaratan kemampuan/keahlian;

b. Independensi;

c. Penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama;


dan

d. Pengendalian mutu.

Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 2 tentang Standar


Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan mengatur hal-hal berikut:

o Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik;

o Komunikasi Pemeriksa;

o Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya;

o Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya


penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan,
kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse);

o Pengembangan temuan pemeriksaan; dan

o Dokumentasi pemeriksaan.

Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 3 tentang Standar


Pelaporan Pemeriksaan Keuangan mengatur hal-hal berikut:

Pusdiklatwas BPKP 2008


87
Kode Etik dan Standar Audit

a. Hubungan dengan standar profesional akuntan publik yang


ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia;

b. Pernyataan Kepatuhan terhadap standar pemeriksaan;

c. Pelaporan tentang kepatuhan terhadap ketentuan peraturan


perundang-undangan;

d. Pelaporan tentang pengendalian intern;

e. Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab;

f. Pelaporan informasi rahasia; dan

g. Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.

Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 4 tentang Standar


Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja mengatur hal-hal berikut:

a. Perencanaan;

b. Supervisi;

c. Bukti; dan

d. Dokumentasi pemeriksaan.

Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 5 tentang Standar


Pelaporan Pemeriksaan Kinerja mengatur hal-hal berikut:

a. Bentuk;

b. Isi laporan;

c. Unsur-unsur kualitas laporan; dan

d. Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.

Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 6 tentang Standar


Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu mengatur hal-hal berikut:

a. Hubungan dengan standar profesional akuntan publik yang


ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia;

Pusdiklatwas BPKP 2008


88
Kode Etik dan Standar Audit

b. Komunikasi Pemeriksa;

c. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya;

d. Pengendalian intern;

e. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya


penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan;
kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse); dan

f. Dokumentasi pemeriksaan.

Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 7 tentang Standar


Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu mengatur hal-hal
berikut:

a. Hubungan dengan standar profesional akuntan publik yang


ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia;

b. Pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan;

c. Pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan


terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab;

e. Pelaporan informasi rahasia; dan

f. Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.

D. STANDAR PROFESI AUDIT INTERNAL (SPAI)

Sebagaimana dikemukakan di
atas, sebagai bahan
perbandingan, berikut ini
diuraikan Standar Profesi Audit
Internal yang diterbitkan oleh

Pusdiklatwas BPKP 2008


89
Kode Etik dan Standar Audit

Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. SPAI membagi standar


audit menjadi dua kelompok besar: (1) Standar Atribut, dan (2) Standar
Kinerja. Berikut ini akan disajikan SPAI secara lengkap.

1. Standar Atribut

a. Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung jawab

Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal


harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal,
konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan
mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas
Organisasi.

b. Independensi dan Objektivitas

Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal


harus objektif dalam melaksanakan pekerjaannya.

1) Independensi Organisasi

Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang


memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung
jawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit
internal memiliki akses komunikasi yang memadai
terhadap Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.

2) Objektivitas Auditor Internal

Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif,


tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya
pertentangan kepentingan (conflict of interest)

Pusdiklatwas BPKP 2008


90
Kode Etik dan Standar Audit

3) Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas

Jika prinsip independensi dan objektivitas tidak dapat


dicapai baik secara fakta maupun dalam kesan, hal ini
harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang. Teknis
dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan
tidak terpenuhinya prinsip independensi dan objektivitas
tersebut.

c. Keahlian dan Kecermatan Profesional

Penugasan harus dilaksanakan dengan memerhatikan keahlian


dan kecermatan profesional.

1) Keahlian

Auditor internal harus memiliki pengetahuan, ketrampilan,


dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi Audit
Internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh
pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.

a) Penanggung jawab Fungsi Audit Internal harus


memperoleh saran dan asistensi dari pihak yang
kompeten jika pengetahuan, ketrampilan, dan
kompetensi dari staf auditor internal tidak memadai
untuk pelaksanaan sebagian atau seluruh
penugasannya.

b) Auditor Internal harus memiliki pengetahuan yang


memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan
menguji adanya indikasi kecurangan.

Pusdiklatwas BPKP 2008


91
Kode Etik dan Standar Audit

c) Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki


pengetahuan tentang risiko dan pengendalian yang
penting dalam bidang teknologi informasi dan teknik-
teknik audit berbasis teknologi informasi yang
tersedia.

2) Kecermatan Profesional

Auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan


ketrampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor
internal yang prudent dan kompeten.

Dalam menerapkan kecermatan profesional auditor


internal perlu mempertimbangkan:

a) Ruang lingkup penugasan.

b) Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam


penugasan.

c) Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko,


pengendalian, dan proses governance.

d) Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam


penugasan.

e) Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer


dan teknik-teknik analisis lainnya.

3) Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (PPL)

Auditor internal harus meningkatkan pengetahuan,


ketrampilan, dan kompetensinya melalui Pengembangan
Profesional yang Berkelanjutan.

Pusdiklatwas BPKP 2008


92
Kode Etik dan Standar Audit

d. Program Quality Assurance Fungsi Audit Internal

Penanggung jawab Fungsi Audit Internal harus


mengembangkan dan memelihara program quality assurance,
yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal dan
secara terus menerus memonitor efektivitasnya. Program ini
mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara
periodik serta pemantauan internal yang berkelanjutan. Program
ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam
menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta
memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai
dengan Standar dan Kode Etik Audit Internal.

1) Penilaian terhadap Program Quality Assurance

Fungsi audit internal harus menyelenggarakan suatu


proses untuk memonitor dan menilai efektivitas program
quality assurance secara keseluruhan. Proses ini harus
mencakup penilaian (assessment) internal maupun
eksternal.

a) Penilaian Internal. Fungsi audit internal harus


melakukan penilaian internal yang mencakup:

• Reviu yang berkesinambungan atas kegiatan dan


kinerja fungsi audit internal, dan

• Reviu berkala yang dilakukan melalui self


assessment atau oleh pihak lain dari dalam
organisasi yang memiliki pengetahuan tentang
standar dan praktek audit internal.

b) Penilaian Eksternal. Penilaian eksternal harus


dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga

Pusdiklatwas BPKP 2008


93
Kode Etik dan Standar Audit

tahun oleh pihak luar perusahaan yang independen


dan kompeten.

2) Pelaporan Program Quality Assurance

Penanggung jawab fungsi audit internal harus melaporkan


hasil reviu dari pihak eksternal kepada Pimpinan dan
Dewan Pengawas Organisasi.

3) Pernyataan Kesesuaian dengan SPAI

Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus


memuat pernyataan bahwa aktivitasnya ‘dilaksanakan
sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal’. Pernyataan
ini harus didukung dengan hasil penilaian Program Quality
Assurance.

4) Pengungkapan atas Ketidakpatuhan

Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap SPAI dan


Kode Etik yang mempengaruhi ruang lingkup dan aktivitas
fungsi audit internal secara signifikan, maka hal ini harus
diungkapkan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas
Organisasi.

2. Standar Kinerja

a. Pengelolaan Fungsi Audit Internal

Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi


audit internal secara efektif dan efisien untuk memastikan
bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi
organisasi.

Pusdiklatwas BPKP 2008


94
Kode Etik dan Standar Audit

1) Perencanaan

Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun


perencanaan yang berbasis risiko (risk-based plan) untuk
menetapkan prioritas kegiatan audit internal, konsisten
dengan tujuan organisasi.

Rencana penugasan audit internal harus berdasarkan


penilaian risiko yang dilakukan paling sedikit setahun
sekali. Masukan dari pimpinan dan dewan pengawas
organisasi serta perkembangan terkini harus juga
dipertimbangkan dalam proses ini. Rencana penugasan
audit internal harus mempertimbangkan potensi untuk
meningkatkan pengelolaan risiko, memberikan nilai
tambah dan meningkatkan kegiatan organisasi.

2) Komunikasi dan Persetujuan

Penanggung jawab fungsi audit internal harus


mengomunikasikan rencana kegiatan audit, dan kebutuhan
sumberdaya kepada pimpinan dan dewan pengawas
organisasi untuk mendapat persetujuan. Penanggung
jawab fungsi audit internal juga harus mengomunikasikan
dampak yang mungkin timbul karena adanya keterbatasan
sumberdaya.

3) Pengelolaan Sumberdaya

Penanggung jawab fungsi audit internal harus memastikan


bahwa sumberdaya fungsi audit internal sesuai, memadai,
dan dapat digunakan secara efektif untuk mencapai
rencana-rencana yang telah disetujui.

Pusdiklatwas BPKP 2008


95
Kode Etik dan Standar Audit

4) Kebijakan dan Prosedur

Penanggung jawab fungsi audit internal harus menetapkan


kebijakan dan prosedur sebagai pedoman bagi
pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal.

5) Koordinasi

Penanggung jawab fungsi audit internal harus


berkoordinasi dengan pihak internal dan eksternal
organisasi yang melakukan pekerjaan audit untuk
memastikan bahwa lingkup seluruh penugasan tersebut
sudah memadai dan meminimalkan duplikasi.

6) Laporan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas

Penanggung jawab fungsi audit internal harus


menyampaikan laporan secara berkala kepada Pimpinan
dan Dewan Pengawas mengenai perbandingan rencana
dan realisasi yang mencakup sasaran, wewenang,
tanggung jawab, dan kinerja fungsi audit internal. Laporan
ini harus memuat permasalahan mengenai risiko,
pengendalian, proses governance, dan hal lainnya yang
dibutuhkan atau diminta oleh pimpinan dan dewan
pengawas.

b. Lingkup Penugasan

Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan


kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko,
pengendalian, dan governance, dengan menggunakan
pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.

Pusdiklatwas BPKP 2008


96
Kode Etik dan Standar Audit

1) Pengelolaan Risiko

Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan


cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan
dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan
pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.

2) Pengendalian

Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam


memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara
mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas
pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan
pengendalian intern secara berkesinambungan.

a) Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit


internal harus mengevaluasi kecukupan dan
efektivitas sistem pengendalian intern, yang
mencakup governance, kegiatan operasi dan sistem
informasi organisasi. Evaluasi sistem pengendalian
intern harus mencakup:

• Efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi.

• Keandalan dan integritas informasi.

• Kepatuhan terhadap peraturan perundang-


undangan yang berlaku.

• Pengamanan aset organisasi.

b) Fungsi audit internal harus memastikan sampai


sejauh mana sasaran dan tujuan program serta
kegiatan operasi telah ditetapkan dan sejalan dengan
sasaran dan tujuan organisasi.

Pusdiklatwas BPKP 2008


97
Kode Etik dan Standar Audit

c) Auditor internal harus mereviu kegiatan operasi dan


program untuk memastikan sampai sejauh mana
hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan.

d) Untuk mengevaluasi sistem pengendalian intern


diperlukan kriteria yang memadai.

3) Proses Governance

Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan


rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses
governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut:

a) Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di


dalam organisasi.

b) Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang


efektif dan akuntabel.

c) Secara efektif mengomunikasikan risiko dan


pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam
organisasi.

d) Secara efektif mengoordinasikan kegiatan dari, dan


mengomunikasikan informasi di antara pimpinan,
dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta
manajemen.

Fungsi audit internal harus mengevaluasi rancangan,


implementasi dan efektivitas dari kegiatan, program dan
sasaran organisasi yang berhubungan dengan etika
organisasi.

Pusdiklatwas BPKP 2008


98
Kode Etik dan Standar Audit

c. Perencanaan Penugasan

Auditor internal harus mengembangkan dan


mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang
mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu, dan alokasi
sumberdaya.

1) Pertimbangan Perencanaan

Dalam merencanakan penugasan, auditor internal harus


mempertimbangkan:

a) Sasaran dan kegiatan yang sedang direviu dan


mekanisme yang digunakan kegiatan tersebut dalam
mengendalikan kinerjanya.

b) Risiko signifikan atas kegiatan, sasaran,


sumberdaya, dan operasi yang direviu serta
pengendalian yang diperlukan untuk menekan
dampak risiko ke tingkat yang dapat diterima oleh
organisasi.

c) Kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan


sistem pengendalian intern.

d) Peluang yang signifikan untuk meningkatkan


pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.

2) Sasaran Penugasan

Sasaran untuk setiap penugasan harus ditetapkan.

3) Ruang Lingkup Penugasan

Agar sasaran penugasan tercapai maka fungsi audit


internal harus menentukan ruang lingkup penugasan yang
memadai.

Pusdiklatwas BPKP 2008


99
Kode Etik dan Standar Audit

4) Alokasi Sumber Daya Penugasan

Auditor internal harus menentukan sumber daya yang


sesuai untuk mencapai sasaran penugasan. Penugasan
staf harus didasarkan pada evaluasi atas sifat dan
kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu, dan
ketersediaan sumber daya.

5) Program Kerja Penugasan

Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan


program kerja dalam rangka mencapai sasaran
penugasan.

Program kerja harus menetapkan prosedur untuk


mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan
mendokumentasikan informasi selama penugasan.
Program kerja ini harus memperoleh persetujuan sebelum
dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program
kerja harus segera mendapat persetujuan.

d. Pelaksanaan Penugasan

Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus


mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan
mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai
tujuan penugasan.

1) Mengidentifikasi Informasi

Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang


memadai, handal, relevan, dan berguna untuk mencapai
sasaran penugasan.

Pusdiklatwas BPKP 2008


100
Kode Etik dan Standar Audit

2) Analisis dan Evaluasi

Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil


penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat.

3) Dokumentasi Informasi

Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang


relevan untuk mendukung kesimpulan dan hasil
penugasan.

4) Supervisi Penugasan

Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk


memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas,
dan meningkatnya kemampuan staf.

e. Komunikasi Hasil Penugasan

Auditor internal harus mengomunikasikan hasil penugasannya


secara tepat waktu.

1) Kriteria Komunikasi

Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup


penugasan, simpulan, rekomendasi, dan rencana tindak
lanjutnya.

a) Komunikasi akhir hasil penugasan, bila


memungkinkan memuat opini keseluruhan dan
kesimpulan auditor internal.

b) Auditor internal perlu memberikan apresiasi, dalam


komunikasi hasil penugasan, terhadap kinerja yang
memuaskan dari kegiatan yang direviu.

Pusdiklatwas BPKP 2008


101
Kode Etik dan Standar Audit

c) Bilamana hasil penugasan disampaikan kepada


pihak di luar organisasi, maka pihak yang berwenang
harus menetapkan pembatasan dalam distribusi dan
penggunaannya.

2) Kualitas Komunikasi

Komunikasi yang disampaikan baik tertulis maupun lisan


harus akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap,
dan tepat waktu.

Kesalahan dan kealpaan. Jika komunikasi final


mengandung kesalahan dan kealpaan, penanggung jawab
fungsi audit internal harus mengomunikasikan informasi
yang telah dikoreksi kepada semua pihak yang telah
menerima komunikasi sebelumnya.

3) Pengungkapan atas Ketidak-patuhan terhadap Standar

Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap standar yang


mempengaruhi penugasan tertentu, komunikasi hasil-hasil
penugasan harus mengungkapkan:

• Standar yang tidak dipatuhi.

• Alasan ketidak-patuhan.

• Dampak dari ketidak-patuhan terhadap penugasan.

4) Penyampaian Hasil-hasil Penugasan

Penanggung jawab fungsi audit internal harus


mengomunikasikan hasil penugasan kepada pihak yang
berhak.

Pusdiklatwas BPKP 2008


102
Kode Etik dan Standar Audit

f. Pemantauan Tindak Lanjut

Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun dan


menjaga sistem untuk memantau tindak lanjut hasil penugasan
yang telah dikomunikasikan kepada manajemen.

Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun


prosedur tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa
manajemen telah melaksanakan tindak lanjut secara efektif,
atau menanggung risiko karena tidak melakukan tindak lanjut.

g. Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen

Apabila manajemen senior telah


memutuskan untuk menanggung
risiko residual yang sebenarnya
tidak dapat diterima oleh
organisasi, penanggung jawab
fungsi audit internal harus
mendiskusikan masalah ini
dengan manajemen senior. Jika
diskusi tersebut tidak
menghasilkan keputusan yang
memuaskan, maka penanggung jawab fungsi audit internal dan
manajemen senior harus melaporkan hal tersebut kepada
Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi untuk
mendapatkan resolusi.

Pusdiklatwas BPKP 2008


103
Kode Etik dan Standar Audit

E. LATIHAN SOAL

1. Standar Audit yang berlaku bagi Aparat Pengawasan Intern


Pemerintah terdiri dari berapa kategori? Sebutkan satu persatu!

2. Apa alasan bahwa pertanggung-jawaban keuangan manajemen


harus diperiksa oleh auditor yang independen? Apakah manajemen
tidak mampu untuk menyajikan laporan pertanggungjawaban yang
baik?

3. Jika sebuah kantor/organisasi audit pemerintah menugaskan dua


orang auditor yang baru lulus dari universitas dan belum pernah
melaksanakan audit (namun memiliki nilai akademis yang tinggi)
untuk melaksanakan suatu penugasan audit, apakah penugasan ini
telah memenuhi standar umum APIP? Apa alasan Saudara?

4. Apa saja yang harus dimiliki auditor untuk memenuhi standar umum
yang pertama (keahlian dan pelatihan)?

5. APIP dan para auditornya harus senantiasa mewaspadai setiap


kendala yang dapat mempengaruhi independensi dalam audit yang
sedang dilakukannya baik kendala pribadi maupun kendala
eksternal. Harap Saudara jelaskan apa saja kendala pribadi dan
kendala eksternal tersebut!

6. Dalam suatu penugasan audit, Saudara menemukan bahwa di


dalam sistem pengelolaan bahan baku terdapat kelemahan di mana
setiap pengeluaran bahan baku tidak didasarkan atas bon
pengeluaran barang, namun hanya berdasarkan nota telepon dari
kepala bagian produksi. Dalam hal ini, apa reaksi Saudara ? Apakah
langsung memberikan instruksi kepada kepala gudang untuk
memperbaiki kelemahan tersebut ? Jelaskan alasan Saudara!

Pusdiklatwas BPKP 2008


104
Kode Etik dan Standar Audit

7. Sistem kendali mutu yang memadai meliputi suatu pengujian


sejumlah sampelkegiatan pelaksanaan audit secara sistematis.
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan apa ?

8. Supervisi, berupa bimbingan dan pengawasan terhadap para


asisten, diperlukan untuk mencapai tujuan audit dan menjaga mutu
audit. Supervisi harus dilakukan dalam semua penugasan tanpa
memandang tingkat pengalaman auditor yang bersangkutan.
Supervisi ini dilakukan untuk memastikan apa saja ?

9. Sebutkan jenis-jenis bukti audit !

10. Apa yang dimaksudkan dengan bukti relevan dan bukti kompeten ?

11. Apa saja yang harus didokumentasikan dalam Kertas Kerja Audit
(KKA)?

12. Apa tujuan Kertas Kerja Audit ?

13. Agar dapat memenuhi tujuannya, KKA harus memenuhi syarat-


syarat tertentu. Sebutkan syarat-syarat tersebut !

14. Dalam standar pelaporan disebutkan bahwa temuan dan simpulan


yang disampaikan kepada auditan harus dikemukakan secara
objektif. Apa maksudnya?

15. Unsur-unsur apa saja yang harus ada dalam setiap temuan hasil
pemeriksaan?

16. Apa lingkup penilaian sistem pengendalian intern dalam audit


operasional?

17. APIP melakukan audit dengan standar audit sendiri, berarti APIP
dalam menjalankan tugas auditnya tidak mengikuti standar audit
yang telah ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Benarkah
pernyataan ini ? Jelaskan jawaban Saudara !

Pusdiklatwas BPKP 2008


105
Kode Etik dan Standar Audit

18. Banyak temuan hasil pemeriksaan APIP yang tidak ditindak-lanjuti


oleh auditan, sehingga akumulasinya sangat material dan di
samping menimbulkan citra negatif mengenai keberhasilan
pengawasan, juga menimbulkan beban administrasi yang tidak
ringan. Sebagai bahan diskusi, apa saja penyebab tidak ditindak-
lanjutinya temuan hasil pemeriksaan dalam kaitannya dengan
standar audit ?

19. Bentuk dan isi laporan harus disusun sedemikian rupa, sehingga
memenuhi tujuan audit, jelas, mudah dimengerti, lengkap dan
objektif. Bentuk dan isi laporan audit tersebut sekurang-kurangnya
harus mencakup hal-hal apa ?

20. Menurut standar audit, apa yang harus dilakukan auditor jika
mendapatkan temuan yang berindikasi melawan hukum?

Pusdiklatwas BPKP 2008


106
Kode Etik dan Standar Audit

Telah disampaikan pada bab pendahuluan bahwa setiap profesi yang


memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat perlu mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat pengguna jasa profesi tersebut. Tanpa
kepercayaan, profesi tersebut akan musnah.

Selaku APIP, untuk menjaga kepercayaan masyarakat, dan tentunya


juga pemerintah yang merupakan stakeholder APIP, kita semua perlu menjaga
perilaku agar sesuai dengan etika yang
berlaku dan senantiasa memenuhi standar
mutu kerja yang telah tetapkan. Prinsip umum
sikap seorang auditor yang harus bekerja
secara profesional, independen dan objektif
harus dipegang teguh, sehingga tercermin ciri
yang unik dan spesifik dari profesi audit,
sekaligus memberikan martabat yang tinggi
bagi APIP.

Perlu disadari bersama bahwa setiap pelanggaran kode etik yang


dilakukan oleh seorang anggota profesi audit, akan memberikan citra buruk bagi
profesi audit secara umum di mata masyarakat, demikian pula jika penugasan

Pusdiklatwas BPKP 2008


107
Kode Etik dan Standar Audit

dilaksanakan dengan mutu di bawah standar, hal ini akan memberikan dampak
yang kurang lebih sama. Godaan yang dihadapi APIP memang banyak dan
terkadang sangat menggiurkan, tapi martabat profesi justru diukur antara lain
dari kemampuan untuk menepis godaan tersebut dan tetap bersikap objektif.

Kode etik APIP dan standar audit APIP adalah


amanat profesi yang harus kita jaga dan laksanakan
bersama, agar martabat APIP di mata para
stakeholders mendapat tempat yang terhormat dan
hasil kerja APIP diharapkan dapat benar-benar
memberikan andil yang berarti bagi kemajuan bangsa.

Pusdiklatwas BPKP 2008


108
Kode Etik dan Standar Audit

Arens, Alvin A., Beasley, Mark S., and Elder, Randel J., Auditing and Assurance
Services, Ptentice Hall, 11th edition, 2007

Assegaf, Ibrahim Abdulah, Dictionary of Accounting, cetakan I, 1991

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Aturan Perilaku Pegawai


BPKP, 1993/1994

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Aturan Perilaku Pemeriksa


BPKP, 1993

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Standar Audit Aparat


Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP), 1996

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Standar Pemeriksaan


Keuangan Negara, 2004

Collins Cobuild, English Dictionary, 2000

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Edisi ke sembilan, 1997

Eric E. Kohler, A Dictionary for Accountants, edisi ke lima, 1979

Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Januari


2001

Sawyer., L.B., Dittenhofer, M.A., Sawyer s Internal Auditing, The Practice of


Modern Internal Auditing, The Institute of Internal Auditing, 5th ed.,2003

Pusdiklatwas BPKP 2008


109
Kode Etik dan Standar Audit

Lampiran 1

KUTIPAN STANDAR PENGENDALIAN MUTU IAI

Standar Pengendali Mutu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) SPM Seksi 200 Perumusan
Kebijakan dan Prosedur Pengendalian Mutu, terdapat 9 unsur kebijakan dan
prosedur kendali mutu audit yang wajib dibuat, yaitu :
1. Independen, yang memberikan keyakinan memadai bahwa, pada setiap lapis
organisasi, semua staf profesional mempertahankan independensi sebagaimana
diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik. Secara rinci, Aturan Etika
No.1, Integritas, Objektivitas dan Independensi, memuat contoh-contoh penerapan
yang berlaku untuk akuntan publik.
2. Penugasan Personil, yang memberikan keyakinan memadai bahwa penugasan
akan dilaksanakan oleh staf profesional yang memiliki tingkat pelatihan dan
keakhlian teknis untuk penugasan tersebut. Dalam proses penugasan personil,
sifat dan lingkup supervisi harus dipertimbangkan. Umumnya, apabila personil
yang ditugaskan semakin cakap dan berpengalaman, maka supervisi secara
langsung terhadap personil tersebut, semakin tidak diperlukan.
3. Konsultasi, yang memberikan keyakinan memadai bahwa personil akan
memperoleh informasi yang memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang
memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan (judgement) yang
memadai. Sifat konsultasi akan tergantung atas beberapa faktor, antara lain ukuran
KAP dan tingkat pengetahuan, kompetensi dan pertimbangan yang dimiliki oleh
staf pelaksana perikatan.
4. Supervisi, yang memberikan keyakinan memadai bahwa pelaksanaan perikatan
memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh KAP. Lingkup supervisi dan review
yang sesuai pada kondisi tertentu, tergantung atas beberapa faktor, antara lain
kerumitan masalah, kualifikasi staf pelaksana perikatan, dan lingkup konsultasi
yang tersedia dan yang telah digunakan. Tanggung jawab KAP untuk menetapkan
prosedur mengenai supervisi berbeda dengan tanggung jawab staf secara
individual untuk merencanakan dan melakukan supervisi secara memadai atas
perikatan tertentu.
5. Pemekerjaan (Hiring), yang memberikan keyakinan memadai bahwa semua staf
profesionalnya memiliki karakteristik yang tepat sehingga memungkinkan mereka
melakukan perikatan secara kompeten. Akhirnya, mutu pekerjaan KAP tergantung
kepada integritas, kompetensi dan motivasi personil yang melaksanakan dan
melakukan supervisi atas pekerjaan. Oleh karena itu, program pemekerjaan KAP
menjadi salah satu unsur penentu untuk mempertahankan mutu pekerjaan KAP.
6. Pengembangan Profesional, yang memberikan keyakinan memadai bahwa
personil memiliki pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka
memenuhi tanggungjawabnya. Pendidikan profesional berkelanjutan dan pelatihan
merupakan wahana bagi KAP untuk memberikan kepada personilnya pengetahuan
memadai untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan untuk kemajuan karier
mereka di KAP.

Pusdiklatwas BPKP 2008


Lampiran 1 hal. 1 -- 2
Kode Etik dan Standar Audit

7. Promosi (Advancement), yang memberikan keyakinan memadai bahwa semua


personil terseleksi untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk
lapis tanggung jawab yang lebih tinggi. Praktik promosi personil akan berakibat
terhadap mutu pekerjaan KAP. Kualikasi personil terseleksi untuk promosi harus
mencakup, tetapi tidak terbatas pada, karakter, inteligensi, pertimbangan
(judgement), dan motivasi.
8. Penerimaan dan berkelanjutan klien, memberikan keyakinan memadai bahwa
perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan hubungan
dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas. Adanya keharusan bagi
KAP untuk menetapkan prosedur dengan tujuan seperti tersebut, tidak berarti
bahwa KAP bertugas untuk menentukan integritas atau keandalan klien, dan tidak
juga berarti bahwa KAP berkewajiban kepada siapapun, kecuali kepada dirinya,
untuk menerima, menolak atau mempertahankan kliennya. Namun, dengan
berdasarkan pada prinsip pertimbangan hati-hati (prudence), KAP disarankan
selektif dalam menentukan hubungan profesionalnya.
9. Inspeksi, yang memberikan keyakinan memadai bahwa prosedur yang
berhubungan dengan unsur-unsur pengendalian mutu, seperti tersebut pada 1 s.d.
8, telah diterapkan secara efektif. Prosedur inspeksi dapat dirancang dan
dilaksanakan oleh individu yang bertindak mewakili kepentingan manajemen KAP.
Jenis prosedur inspeksi yang akan digunakan tergantung kepada pengendalian
yang ditetapkan oleh KAP dan penetapan tanggung jawab di KAP untuk
melaksanakan kebijakan dan prosedur pengendalian mutunya.

Pusdiklatwas BPKP 2008


Lampiran 1 hal. 2 -- 2
Kode Etik dan Standar Audit

Lampiran 2

KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA

Etika profesi bagi akuntan di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
tahun 1973, kemudian disempurnakan tahun 1981 dan tahun 1986. Selanjutnya etika
tersebut disempurnakan lagi tahun 1987 dan tahun 1994 diberi nama Kode Etik
Akuntan Indonesia (KEAI).
Setiap manusia yang memberikan jasa berdasarkan pengetahuan dan keahlian, harus
memiliki tanggung jawab kepada pihak-pihak yang terpengaruh oleh jasanya tersebut.
Akuntan, yang pemakaian gelarnya dilindungi oleh UU No. 34 tahun 1954 adalah
profesi yang berdiri di atas landasan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian dalam
melaksanakan tugasnya, akuntan harus senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat
dengan menjalankan tugasnya secara objektif dan bertanggung jawab.
KEAI adalah pedoman bagi para anggota IAI agar objektif dan bertanggung jawab
dalam melaksanakan pekerjaan profesinya.
Rumusan KEAI yang dihasilkan kongres ke 6 IAI tahun 1994 terdiri atas 8 Bab, 11
pasal dan 6 pernyataan etika profesi. Pokok-pokok pernyataan etika profesi tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Integritas, Objektivitas dan Independensi (Pernyataan Etika Profesi No.1)


1) Setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam
melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan
bertindak jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan
objektivitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan
pihak tertentu atau kepentingan pribadi ;
2) Jika terlibat sebagai auditor, setiap anggota harus mempertahankan sikap
independensi . Ia harus bebas dari semua kepentingan yang bisa dipandang
tidak sesuai dengan integritas maupun objektivitasnya, tanpa tergantung efek
sebenarnya dari kepentingan itu ;
3) Jika ada masalah tertentu yang belum diatur dalam standar etika profesi atau
hukum negara, setiap anggota harus tetap mempertahankan integritas dan
objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan
integritas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan
pihak tertentu atau kepentingan pribadi ;
4) Auditor harus selalu mempertahankan sikap independen in fact dan in
appearance (citra bebas) selama melaksanakan tugas audit ;
5) Dalam hal seorang anggota tidak bisa mempertahankan sikap di atas yang
relevan dengan profesinya, ia harus menolak untuk menerima atau
mengundurkan diri dari tugas yang bersangkutan .

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 1 -- 13


Kode Etik dan Standar Audit

Hal yang dapat mempengaruhi independensi dan objektivitas seorang auditor


seperti :
1) Hubungan keuangan dengan klien;
2) Kedudukan dalam perusahaan yang diaudit ;
3) Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai dan tidak konsisten
4) Pelaksanaan jasa lain untuk klien audit ;
5) Hubungan keluarga dan pribadi ;
6) Imbalan atas jasa profesional ;
7) Penerimaan barang atau jasa dari klien ;
8) Pemberian barang atau jasa kepada klien.

2. Kecakapan Profesional (Pernyataan Etika Profesi No.2)


1) Seorang anggota harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi
yang relevan. Jika seseorang mempekerjakan staf dan ahli lainnya untuk
melaksanakan tugas profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka
mengenai keterikatan akuntan pada kode etik. Dan ia tetap bertanggung jawab
atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk
bertindak sesuai dengan kode etik, jika ia memilih ahli lain untuk memberikan
saran atau bila merekomendasikan ahli lain itu kepada kliennya;
2) Setiap anggota harus meningkatkan kecakapan profesionalnya, agar mampu
memberikan manfaat optimal dalam pelaksanaan tugasnya;
3) Setiap anggota harus menolak setiap penugasan yang tidak akan dapat
diselesaikannya atau tidak sesuai dengan keakhlian profesionalnya.

3. Pengungkapan Informasi/Rahasia Klien (Pernyataan Etika Profesi No.3)


1) Setiap anggota harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam
tugasnya dan tidak boleh terlibat dalam pengungkapan dan pemanfaatan
informasi tersebut, tanpa seizin pihak yang memberi tugas, kecuali jika hal
tersebut dikehendaki oleh standar profesi, hukum atau negara ;
2) Auditor harus tetap menjaga informasi rahasia pemberi tugas walaupun ia
sudah bukan auditor pemberi tugas tersebut ;
3) Kewajiban menjaga informasi rahasia klien tersebut juga berlaku bagi staf yang
membantunya, dan pihak yang dimintai pendapat atau bantuannya. Ia harus
menjelaskan dan tetap bertanggungjawab atas kerahasiaan informasi tersebut.

4. Iklan Bagi Kantor Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.4)


1) Seorang akuntan publik tidak boleh membuat iklan yang menipu atau bentuk
pendekatan lain yang palsu dan menyesatkan karena bertentangan dengan
kepentingan umum ;

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 2 -- 13


Kode Etik dan Standar Audit

2) Jika terlibat dalam profesi akuntan publik, setiap anggota tidak boleh
menawarkan jasanya secara tertulis kepada calon klien, kecuali atas
permintaan klien. Dalam hal ini KAP diperkenankan untuk memberikan
Company Profile.

5. Komunikasi Antar Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.5)


1) Setiap anggota yang berprofesi sebagai akuntan publik harus memelihara
hubungan baik dengan rekan seprofesi. Hal ini terutama berlaku bila ia
mengganti atau diganti oleh rekan seprofesi dalam jasa audit atau bila ada
kebutuhan untuk bekerja sama;
2) Setiap anggota yang berprofesi sebagai akuntan publik tidak boleh memberi
saran atau pandangan mengenai masalah akuntansi atau pemeriksaan
akuntan kepada orang atau badan yang diperiksa oleh rekan akuntan publik
lain tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan rekan yang bersangkutan ;
3) Akuntan publik pengganti tidak boleh menerima penugasan atas klien yang
sama, apabila antara akuntan terdahulu dengan klien tersebut timbul masalah
audit fee yang belum diselesaikan.

6. Perpindahan Staff/Partner dari Satu Kantor Akuntan ke Kantor Akuntan Yang


Lain (Pernyataan Etika Profesi No.6)
1) Staf / partner pada suatu KAP yang hendak pindah bekerja pada KAP yang
lain harus :
a. Mengajukan permohonan selambat-lambatnya 1-2 bulan untuk staf dan 6
bulan untuk partner kepada KAP terdahulu;
b. Dengan persetujuan KAP terdahulu.
2) Staf/Partner dari suatu KAP tertentu yang pindah bekerja pada KAP lain tidak
boleh memperlihatkan/membawa/menggunakan audit working paper,
management letter dan atau informasi lainnya kepada KAP baru tempatnya
bekerja.

Berdasarkan hasil Kongres ke 7 IAI tahun 1998, telah dilakukan beberapa perubahan
pada kerangka kode etik IAI, sehingga menjadi sebagai berikut :
1. Prinsip Etika, yang mengikat seluruh anggota IAI, dan merupakan produk
kongres.
2. Aturan Etika, yang mengikat kepada anggota kompartemen dan merupakan
produk Rapat Anggota Kompartemen. Aturan etika tidak boleh bertentangan
dengan prinsip etika.
3. Interpretasi Aturan Etika, merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan
yang dibentuk oleh kompartemen setelah memperhatikan tanggapan dari anggota,
dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan
Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 3 -- 13


Kode Etik dan Standar Audit

Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini, sebagaimana telah diuraikan pada
halaman-halaman sebelum ini dapat dipakai sebagai interpretasi, sebelum adanya
interpretasi baru.
Adapun Prinsip Etika Profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional,
terdiri atas 8 prinsip, yang secara lengkap dikutip sebagai berikut :

1. Tanggung Jawab Profesi


Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional, setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
01. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.
Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggung jawab untuk bekerjaa sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat,
dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.
Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.

2. Kepentingan Umum (Publik)


Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
01. Satu ciri dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada
publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di
mana publik dari profesi akuntan yang terdiri atas klien, pemberi kredit,
pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan,
dan pihak lainnya bergantung kepada objektivitas dan integritas akuntan
dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini
menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
02. Profesi akuntan dapat tetap berbeda pada posisi yang penting ini hanya
dengan terus-menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang
menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan
utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham
bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai
dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi
tersebut.
03. Dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin
menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 4 -- 13


Kode Etik dan Standar Audit

dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota


memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa
terlayani dengan sebaik-baiknya.
04. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota
untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, objektivitas,
keseksamaan professional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota
diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa
yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan
tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
05. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik.
Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara
terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi.
06. Tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi
kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan
tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang
dititikberatkan pada kepentingan publik, misalnya :
§ Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari
laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk
mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk
memperoleh modal ;
§ Eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen
dalam oorganisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan
efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi ;
§ Auditor intern memberikan keyakinan tentang struktur pengendalian intern
yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari
pemberi kerja kepada pihak luar ;
§ Ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta
penerapan yang adil dari system pajak ; dan
§ Konsultan manajemen mempunyai tanggung jawab terhadap kepentingan
umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik

3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota
harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin.
01. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya
pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota
dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
02. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur
dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 5 -- 13


Kode Etik dan Standar Audit

pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan


perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan
atau peniadaan prinsip.
03. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak
terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat
yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya
dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang
berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas
dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun
jiwa standar teknis dan etika.
04. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas
dan kehati-hatian professional.

4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
01. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota . Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
02. Anggota bekerja dalam berbagai kaapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan objektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam
praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi
manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai
seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam
kapasitas keuangan dan manajemen di industri, pendidikan dan
pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin
masuk ke dalam profesi. Apa pun jasa atau kapasitasnya, anggota harus
melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas.
03. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan
dengan aturan etika sehubungan dengan objektivitas, pertimbangan yang
cukup harus diberikan terhadap factor-faktor berikut :
a. Adakalanya anggota dihadapkan pada situasi yang memungkinkan
mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan
ini dapat mengganggu objektivitasnya.
b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua
ssituasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran
(reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk
mengidentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak
objektivitas anggota.
c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau
pengaruh lainnya untuk melanggar objektivitas harus dihindari.

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 6 -- 13


Kode Etik dan Standar Audit

d. Anggota memiliki kewajiban untuk memstikan bahwa orang-orang yang


terlibat dalam pemberiaan jasa profesional mematuhi prinsip objektivitas.
e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau
entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak
pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-
orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari
situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional


Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-
hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat
yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legistasi dan teknik yang paling mutakhir.
01. Kehati-hatian professional mengharuskan anggota untuk memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini
mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya,
demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab
profesi kepada publik.
02. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota
seyogianya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau
pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam
semua tanggung jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk
mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa
yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti
disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi professional dapat dibagi
menjadi 2 (dua) fase terpisah :
a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi
professional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang
tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian professional
dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus
menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
§ Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk
belajar dan melakukan peningkatan professional secara
berkesinambungan selama kehidupan professional anggota.
§ Pemeliharaan kompetensi professional memerlukan kesadaran
untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di
antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing, dan peraturan
lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
§ Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk
memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 7 -- 13


Kode Etik dan Standar Audit

professional yang konsisten dengan standar nasional dan


internasional.
03. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu
tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang
anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam
hal penugasan professional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan,
anggota wajib melakukan konsultasi atau penyerahan klien kepada pihak lain
yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan
kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman
dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung jawab yang
harus dipenuhinya.
04. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung jawabnya kepada penerima
jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung jawab
untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan
mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.
05. Kehati-hatian professional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan
mengawasi secara seksama setiap kegiatan professional yang menjadi
tanggung jawabnya.

6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak
atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
01. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi
tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa professional
yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah
hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
02. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah
diberikan atau terdapat kewajiban legal atau professional untuk
mengungkapkan informasi.
03. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah
pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya
menghormati prinsip kerahasiaan.
04. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi.
Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi
selama melakukan jasa professional tidak menggunakan atau terlihat
menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan
pihak ketiga.
05. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang
penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota
tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized
disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 8 -- 13


Kode Etik dan Standar Audit

informasi dengan tujuan memenuhi tanggung jawab anggota berdasarkan


standar professional.
06. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
professional dapat atau perlu diungkapkan.
07. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.
a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk
mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak
termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus
dipertimbangkan.
b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana
anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi
rahasia adalah :
§ Untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses
hukum; dan
§ Untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik
c. Ketika ada kewajiban atau hak professional untuk mengungkapkan:
§ Untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika ; pengungkapan
seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini;
§ Untuk melindungi kepentingan professional anggota dalam sidang
pengadilan ;
§ Untuk menaati penelaahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau
badan professional lainnya ; dan
§ Untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan
pengatur.

7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus
dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima
jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keakhliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 9 -- 13


Kode Etik dan Standar Audit

melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut


sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
01. Standar teknis professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikkatan Akuntan Indonesia, International Federation of
Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang
relevan.

Selanjutnya di bawah ini disajikan contoh Aturan Etika, yaitu Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku di kalangan Kantor Akuntan Publik (KAP).
Isinya adalah sebagai berikut :

100 INDEPENDENSI, INTEGRITAS DAN OBJEKTIVITAS

101 Independensi
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan
sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional
sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang
ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi
independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in
appearance).

102 Integritas dan Objektivitas


Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan
integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict
of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material
misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan)
pertimbangan kepada pihak lain.

200 STANDAR UMUM DAN PRINSIP AKUNTANSI

201 Standar Umum


Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang
terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI:
A. Kompetensi profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan
pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan
dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.
B. Kecermatan dan keseksamaan profesional. Anggota KAP wajib
melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan
keseksamaan profesional.
C. Perencanaan dan supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan
mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa
profesional.

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 10 -- 13


Kode Etik dan Standar Audit

D. Data relevan yang memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data


relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan
atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa
profesionalnya.

202 Kepatuhan terhadap Standar


Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi,
review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan, atau jasa profesional
lainnya wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur
standar yang ditetapkan oleh IAI.

203 Prinsip-prinsip Akuntansi


Anggota KAP tidak diperkenankan :
(1) menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan
keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau
(2) menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material
yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut
memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan
atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang
diterapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam
keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan
seperti tersebut di atas. Dalam kondisi tersebut, anggota KAP dapat
tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat
menunjukkan bahawa laporan atau data akan menyesatkan apabila
tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan
penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan
mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan
menghasilkan laporan yang menyesatkan

300 TANGGUNG JAWAB KEPADA KLIEN

301 Informasi Klien yang Rahasia


Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang
rahasia, tanpa persetujuan dari klien.
Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk :
(1) membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai
dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip
akuntansi
(2) mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk
mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti
panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan
anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 11 -- 13


Kode Etik dan Standar Audit

(3) melarang review praktik profesional (review mutu) seorang Anggota


sesuai dengan kewenangan IAI atau
(4) menghalangi Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau
pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang
dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin Anggota.
Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review di atas, tidak boleh
memanfaatkannya untuk kepentingan diri pribadi mereka atau
mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya
dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota
dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau
penegakan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butir (4) di atas
atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam
butir (3) di atas.

302 Fee Profesional


A. Besaran Fee
Besarnya fee Anggota dapat bervariasi tergantung antara lain : risiko
penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang
diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang
bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya.
Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara
menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.
B. Fee Kontinjen
Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa
profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada
temuan atau hasil tertentu di mana jumlah fee tergantung pada temuan
atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan
oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika
dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan
pengatur.
Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen
apabila penetapan tersebut dapat mengurangi independensi

400 TANGGUNG JAWAB KEPADA REKAN SEPROFESI

401 Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi


Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan
dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.

402 Komunikasi Antar Akuntan Publik


Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila
akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 12 -- 13


Kode Etik dan Standar Audit

publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik
lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.
Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan
komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.

403 Perikatan Atestasi


Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang
jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh
akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut
dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau
peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.

500 TANGGUNG JAWAB DAN PRAKTIK LAIN

501 Perbuatan dan Perkataan yang Mendiskriditkan


Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan
perkataan yang mencemarkan profesi

502 Iklan, Promosi, dan kegiatan Pemasaran Lainnya


Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari
klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan
kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.

503 Komisi dan Fee Referal


A. Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk
lainnya yang diberikan kepada atau diterima dari klien/pihak lain untuk
memperoleh perikatan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak
diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila
pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi
independensi.
B. Fee Referal (Rujukan)
Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima
kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee
referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.

504 Bentuk Organisasi dan KAP


Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi
yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau
yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.

Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 13 -- 13


Pusdiklat Pengawasan BPKP
Jln. Beringin II
Pandansari, Ciawi ISBN 979-3873-06-X
Bogor 16720

Anda mungkin juga menyukai