Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pentingnya komunikasi dengan manusia adalah suatu hal yang tidak bisa dipungkiri
oleh manusia, begitu juga halnya dengan organisasi. Tidak hanya pengetahuan dasar
tentang komunikasi, pengetahuan dasar tentang organisasi sebagai suatu lingkungan
tertentu yang berstruktur, berkarakteristik, serta memiliki fungsi tertentu adalah suatu
hal yang mendukung kelancaran komunikasi organisasi Orang yang tertarik untuk
bergabung dalam suatu organisasi memilki alasan yang beragam. Ada yang karena
alasan profit, tuntutan profesi, penyebaran ideologi maupun pemenuhan kebutuhan
sosial.
Para psikolog berpendapat bahwa kebutuhan utama manusia dan untuk menjadi
manusia yang sehat secara rohani adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang baik
dengan orang-orang lain. Maslow menyebutkan bahwa salah satu dari empat kebutuhan
utama manusia adalah terfasilitasinya kebutuhan sosial untuk memperoleh rasa aman
lewat rasa memiliki dan dimiliki, pergaulan, rasa diterima, memberi dan menerima
persahabatan (Tubbs and Moss, 2000: xii)
Hubungan yang hangat, ramah sangat dipengaruhi kemampuan seseorang untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Proses komunikasi yang kita lakukan tiap hari
berfungsi untuk memupuk dan memelihara hubungan kita dengan lingkungan. Oleh
sebab itu ketrampilan berkomunikasi memiliki arti penting dalam kehidupan organisasi.
Bahkan bisa dikatakan, ibarat organisasi adalah tubuh makhluk hidup maka komunikasi
adalah darah yang mengalir dalam tubuh organisasi tersebut.
Littlejohn (2002) menjelaskan bahwa komunikasi berlangsung dalam tingkatan konteks
yaitu komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan yang
terakhir komunikasi massa. Pembagian tingkatan komunikasi tersebut tidak bersifat
terpisah satu sama lain. Pada tingkatan yang lebih tinggi, komunikasi juga mencakup
bentuk-bentuk kmunikasi pada tingkatan yang lebih rendah.
Dengan begitu bisa dipahami bahwa dalam komunikasi organisasi, terdapat pula
komunikasi kelompok dan komunikasi interpersonal yang terjadi di dalamnya. Selain
kedua bentuk komunikasi tersebut, dalam komunikasi organisasi juga memiliki iklim
komunikasi, budaya organisasi serta jenis komunikasi lainnya.

B. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan kunjungan di PT Kaltim Tv yang bergerak pada bidang
pertelevisian, maka secara garis besar ada beberapa permasalahan yang dirumuskan
yaitu:
1. Apa pengertian komunikasi?
2. Bagaimana proses komunikasi antara atasan dan bawahan dalam suatu
organisasi?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi komunikasi antara atasan dan bawahan
dalam organisasi dan apa saja hambatan di dalam komunikasi?
4. Bagaimana pengaruh komunikasi antara atasan dan bawahan dalam suatu
organisasi?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi
Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995) mendefinisikan komunikasi sebagai the process by
which people attempt to share meaning via the transmission of symbolic messages.
Komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha untuk memberikan pengertian
atau pesan kepada orang lain melalui pesan simbolis. Komunikasi bisa dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan berbagai media komunikasi
yang tersedia. Komunikasi langsung berarti komunikasi disampaikan tanpa penggunaan
mediator atau perantara, sedangkan komunikasi tidak langsung berarti sebaliknya.

Berdasarkan pengertian diatas, maka komunikasi memiliki beberapa elemen


penting, yaitu:
 Komunikasi melibatkan orang-orang,sehingga komunikasi yang efektif terkait
dengan bagaimana orang-orang dapat berinteraksi satu sama lain secara lebih
efektif.
 Komunikasi berarti terjadinya berbagi informasi atau pemberian informasi
maupun pengertian (sharing meaning), sehingga agar pemberian informasi
maupun pengertian ini dapat terjadi, maka pihak-pihak yang berkomunikasi
perlu menyadari dan mengerti berbagai istilah atau pengertian yang mereka
gunakan dalam melakukan komunikasi. Jika tidak, maka kemungkinan
terjadinya salah persepsi dalam komunikasi sangat tinggi.
 Komunikasi melibatkan simbol-simbol, yang berarti komunikasi dapat berupa
bahasa tubuh, suara, huruf, angka, dan lain-lain sebagai bentuk simbolis dari
komunikasi yang dilakukan.

B. Komunikasi antara atasan dan bawahan dalam suatu organisasi


Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang
merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari
pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada
komunikasi dua arah untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk
mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan
suatu organisasi. Salah satu bentuk komunikasi tersebut adalah komunikasi atasan
bawahan.
Komunikasi atasan bawahan meliputi komunikasi interpersonal. Komunikasi
interpersonal adalah transaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya, yang
meliputi orang lain seperti teman, keluarga, anak, rekan kerja, dan bahkan orang
asing (Myers & Myers, 1992). Dalam lingkup organisasi, komunikasi interpersonal
menentukan keberhasilan sebuah organisasi.
Proses komunikasi yang terjadi di dalam organisasi khususnya yang menyangkut
komunikasi antara pimpinan dan karyawan merupakan faktor penting dalam
menciptakan suatu organisasi yang efektif. Komunikasi efektif tergantung dari
hubungan atasan bawahan yang memuaskan yang dibangun berdasarkan iklim dan
kepercayaan atau suasana organisasi yang positif. Agar hubungan ini berhasil, harus
ada kepercayaan dan keterbukaan antara atasan dan bawahan (Muhammad, 2001).
Keterbukan dan kepercayaan ini terbentuk dari proses komunikasi interpersonal
yang efektif.
Jenis Informasi yang dikomunikasikan ke Bawah
Menurut Katz dan Kahn dalam Purwanto (2003), komunikasi dari atas ke bawah
mempunyai lima tujuan pokok, yaitu:
 Memberikan pengarahan atau instruksi kerja tertentu. Tipe informasi ini
memusatkan pada apa yang harus karyawan lakukan dan bagaimana
melakukannya. Instruksi kerja yang berbentuk perintah, pengarahan,
penjelasan dan deskripsi pekerjaan merupakan cara untuk menyampaikan
informasi jenis ini.
 Memberikan informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan. Tipe
informasi ini bertujuan agar karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan
mereka berhubungan dengan tugas-tugas dan posisi lainnya dalam
organisasi dan mengapa mereka melakukan pekerjaannya. Dengan kata lain,
tipe informasi ini membantu karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan
mereka membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.
 Memberikan informasi tentang prosedur dan praktik organisasional.
Karyawan diberikan informasi mengenai jumlah jam kerja, gaji, program
pensiun, asuransi kesehatan, liburan dan ijin cuti, program insentif, penalti
dan hukuman.
 Memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan.
Informasi mengenai hasil kerja karyawan sangat penting dalam
mempertahankan operasional perusahaan. Karyawan sering mengeluh,
seperti mereka tidak tau bgaimana supervisor melihat performans mereka.
 Menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam membantu organisasi
menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai.
Bentuk Komunikasi yang digunakan dalam Komunikasi ke Bawah
(Muhammad,2004):
 Bentuk lisan: rapat, diskusi, interview, telepon, sistem interkom, kontak
interpersonal, laporan lisan, ceramah.
 Bentuk tulisan: surat, memo, telegram, majalah, surat kabar, deskripsi
pekerjaan, panduan pelaksaan pekerjaan, laporan tertulis, pedoman
kebijaksanaan.
 Bentuk gambar: grafik, poster, peta, film, slide.
Faktor yang mempengaruhi komunikasi antara atasan dan bawahan serta hambatan
dalam komunikasi
 Faktor yang mempengaruhi komunikasi atasan dan bawahan
Arus komunikasi dari atasan kepada bawahan tidaklah selalu berjalan lancar,
tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain yaitu sebagai berikut:
 Keterbukaan
Kurangnya sifat terbuka antara pimpinan dan karyawan akan
menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan
gangguan dalam pesan. Umumnya para pimpinan tidak begitu
memperhatikan arus komunikasi ke bawah. Pimpinan mau
memberikan informasi kebawah bila mereka merasa pesan itu
penting bagi penyelesaian tugas. Tetapi apabila suatu pesan tidak
relevan dengan tugas pesan tersebut tetap dipengangnya. Misalnya
seorang pimpinan akan mengirimkan pesan untuk memotivasi
karyawan guna menyempurnakan produksi, tetapi tidak mau
mendiskusikan kebijaksanaan baru dalam mengatasi masalah-
masalah organisasi.
 Kepercayaan pada pesan tulisan
Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan
metode difusi yang menggunakan alat-alat elektronik daripada pesan
yang disampaikan secara lisan dan tatap muka. Hal ini menjadikan
pimpinan lebih banyak menyampaikan pesan secara tertulis berupa
buletin, booklet, dan film sebagai pengganti kontak personal secara
tatap muka antara atasan dan bawahan.
 Pesan yang berlebihan
Banyaknya pesan-pesan yang dikirimkan secara tertulis maka
karyawan dibebani dengan memo, buletin, surat pengumuman,
majalah dan pernyataan kebijaksanaan sehingga banyak sekali pesan-
pesan yang harus dibaca oleh karyawan. Reaksi karyawan terhadap
pesan tersebut biasanya cenderung tidak membacanya. Banyak
karyawan hanya membaca pesan-pesan tertentu yang dianggap
penting bagi dirinya dan yang lain dibiarkan saja tidak dibaca.
 Ketepatan waktu
Ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke
bawah. Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi
pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku
karyawan. Pesan seharusnya dikirimkan ke bawah pada saat saling
menguntungkan kepada kedua belah pihak yaitu pimpinan dan
karyawan. Tetapi bila pesan yang dikirimkan tersebut tidak pada saat
dibutuhkan oleh karyawan maka mungkin akan mempengaruhi
kepada efektifitasnya.
 Penyaringan
Pesan-pesan yang dikirimkan kepada bawahan tidaklah semua
diterima mereka, tetapi mereka saring mana yang mereka perlukan.
Penyaringan pesan ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam
faktor diantaranya perbedaan persepsi di antara karyawan, jumlah
mata rantai dalam jaringan komunikasi dan perasaan kurang percaya
kepada seorang supervisor mungkin memblok supervisor.
C. Menejemen Komunikasi PT Kaltim TV
Pada kesempatan kali ini saya akan menggambarkan skema menejemen komunikasi
yang sederhana di PT Kalim TV. Dalam hal ini saya mengambil contoh program berita
“ I News Kaltim”
BAB II

SISTEM MANAJEMEN KOMUNIKASI

Kelangsungan hidup suatu organisasi/perusahaan, salah satunya, bergantung pada bagaimana para
anggota saling membagi serta mengkoordinasikan tugas dan tanggung jawabnya, seperti yang
tertera dalam struktur organisasi/perusahaan. Pendeketan sistem manajemen komunikasi merupakan
salah satu alternatif yang digunakan organisasi/perusahaan untuk menjaga agar aktifitas manajemen
dapat berjalan sesuai dengan tujuan. Bab ini akan akan memaparkan komunikasi organisasi sebagai
pendekatan utama. Selanjutnya dipaparkan pula pendekatan sistem manajemen komunikasi sebagai
pijakan dalam mengimplementasikan kegiatan pengelolaan organisasi/perusahaan.

A. KOMUNIKASI ORGANISASI

Edgar H. Schien (1983:17) menjelaskan bahwa suatu organisasi adalah koordinasi sejumlah
kegiatan manusia yang direncanakan untuk mencapai suatu maksud atau tujuan bersama melalui
pembagian tugas dan fungsi serta wewenang dan tanggung jawab. Sedangkan Barker (1987:202)
mendefinisikan, “Organizations are defined as collected groups are of individuals constructed and
reconstructed to strive for specific goals that could not be met by individuals acting alone.”
(Organisasi didefinisikan sebagai kumpulan sekelompok individu yang memunyai konsep dan
bekerja untuk mencapai sasaran agar individu tidak melakukan kegiatan sendiri-sendiri).

Menurut Stephen P. Robbins (2003:4) Organisasi merupakan suautu unit sosial yang
dikoordinasikan secara senagaja, teridir dari dua orang atau lebih yang berfungsi pada suatu basis
yang relative bersinambung untuk mencapai tujuan atau serangkaian tujuan. Dengan demikian
kegiatan organisasi merupakan dasar dalam membuat pola peranan dan cetak biru bagi para
anggotanya untuk melakukan aktivitas perusahaan.

Beranjak dari definisi organisasi, dapat dilihat bahwa tujuan utama dalam organisasi adalah
kegiatannya, bukan hanya pada individu sebagai pelaku dalam organisasi. Perusahaan manufaktur
dan perusahaan jasa adalah organisasi. Rumah sakit, toko eceran, badan pemerintah, serta semua
bentuk badan usaha yang memiliki badan hokum dan dikelola bersama-sama untuk mencapai
tujuan yang sama, juga disebut organisasi. Bravela & Baret (1951) menjelaskan bahwa kegiatan
organisasi merupakan kegiatan pengumpulan informasi, pencatatan dan penyebaran informasi
sebagai sebuah sistem komunikasi. Dengan demikian, proses komunikasi dalam organisasi
sangatlah memnentukan efektivitas organisasi itu. (Liliweri, 1997:288).

Organisasi pada intinya adalah sistem pembagian kerja melalui hierarki dalam menyapai
tujuan bersama. Organisasi menetapkan peran (role) kepada setiap orang yang menjadi anggotanya,
peran-peran itu kemudian dioperasionalkan ke dalam tugas (task) dan fungsi (function).
Operasionalisasi tugas dan fungsi yang beranekaragam dan bertingkat-tingkat tersebut disesuaikan
dengan jabatan yang bersifat structural dan fungsional, sekaligus menunjukkan tinggi - rendahnya
kedudukan serta besar – kecilnya kewenangan. Semua peran tersebut tidak dapat dilaksanakan
sendiri tetapi harus bersama-sama dengan orang lain yang mempunyai kedudukan dan kewenangan
yang lebih tinggi, setingkat maupun yang lebih rendah. Proses kerjasama itu memerlukan
hubungan dengan orang lain melalui mekanisme yang disebut komunikasi, dank arena konteksnya
dalam organisasi, disebut komunikasi organisasi.

Secara sederhana, komunikasi organisasi dipahami sebagai jaringan kerja yang dirancang
dalam suatu sistem dan proses untuk mengalihkan informasi dari seseorang/kelompok orang kepada
seseorang/sekelompok orang demi tercapainya tujuan organisasi. Jaringan komunikasi organisasi
merupakan pola hubungan antarmanusia yang bersifat formal. Keformalan itu meliputi adanya
jaminan formalitas dalam unsur-unsur komunikasi dan proses kerja unsur-unsur tersebut. Unsur
dalam komunikasi organisasi meliputi :

1. Kesengajaan, karena pertukaran pesan dalam komunikasi organisasi dilakukan melalui


suatu hubungan formal dan informal (bukan hubungan sosial) yang disengaja berdasarkan
penggarisan organisasi.
2. Perukaran, karena meliputi paling tidak dua atau lebih orang, yakni pihak pengirim dan
penerima. Masing-masing pihak secara bergantian menjadi penerima atau pengirim pesan.
3. Gagasan, pendapat, informasi, dan instruksi. Isi pesan berupa buah pikiran dan harapan
yang disampaikan sesuai dengan kondisi individu da lingkungannya.
4. Personal dan impersonal, karena menggunakan saluran langsung seperti tatap muka atau
melalui saluran tidak langsung melalui media massa (televisi, radio, surat kabar dll) kepada
sejumlah orang secara serentak.
5. Simbol atau tanda. Simbol mungkin positif dan abstrak, tanda mungkin berbentuk verbal
dan nonverbal. Keduanya dapat disandi menjadi pesan untuk dipertukarkan. Kuncinya
adalah bagaimana memakna pesan-pesan tersebut.
6. Mencapai tujuan organisasi merupakan salah satu karakteristik, tujuan atau harapan
organisasi yang bersifat formal dan sangat ditentukan oleh pemimpin. (Di adaptasi dari Alo
Liliweri, 1997:275-287).
Unsur-unsur tersebut menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi organisasi terjadi dalam
batas-batas yang jelas dan sesuai dengan pencapaian tujuan organisasinya. James L.Gibson
(1997:437-439) menjelaskan dengan cara mengimplementasikan unsur-unsur yang ada dalam
proses komunikasi tersebut ke dalam kegiatan organisasi/perusahaan, yaitu :

1. Komunikator dalam konteks organisasi/perusahaan adalah seorang karyawan atau anggota


organisasi perusahaan dengan gagasan, maksud, informasi dan bertujuan mengadakan
komunikasi.
2. Membuat sandi atau menyandi (encoding) dilakukan oleh komunikator, dengan
menerjemahkan gagasan komunikator ke dalam serangkaian tanda/simbol komunikasi yang
sistematis. Bentuk utama dari sandi adalah Bahasa, informasi akunting, laporan penjualan
dan data computer. Fungsi dari pembuatan sandi adalah memberi bentuk tertentu untuk
menyatakan gagasan dan maksud sebagai sebuah pesan
3. Pesan (message) merupakan hasil dari proses pembuatan sandi. Gagasan/ide oleh
komunikator dinyatakan dalam bentuk pesan dapat bersifat lisan atau tulisan. Dalam
kegiatan organisasi/perusahaan, para manajer memunyai berbagai macam maksud untuk
berkomunikasi agar gagasan/ide mereka dapat saling dimengerti, diterima bahkan
menghasilkan tindakan. Jadi pesan adalah apa yang diharapkan oleh komunikator untuk
disampaikan kepada penerima pesan.
4. Media adalah alat untuk menyampaikan pesan. Organisasi/perusahaan memberi informasi
kepada anggotanya dengan beraneka macam cara, termasuk tatap muka, telepon, pertemuan
kelompok, computer, memo, pernyataan kebijakan, sistem imbalan, jadwal produksi, dan
ramalan penjualan.
5. Menguraikan sandi ke penerima (decoding – receiver). Menguraikan sandi (decoding)
merupakan istilah teknis bagi proses pikiran penerima. Penerima menafsirkan
(menguraikan sandi) pesan menurut pengalaman sendiri sebelumnya (field of experiences)
dan menurut kerangka referensinya (frame of references). Jika uraian sandi dari pesan
tersbeut lebih mendekati maksud yang diinginkan oleh komunikator, komunikasi akan lebih
efektif. Ini menekankan pentingnya komunikasi agar “berorientasi pada penerima”.
6. Umpan balik (feedback). Pada komunikasi satu arah tidak memungkinkan pemberian
umpan balik dari penerima kedada komunikator, sehingga kemungkinan penyimpangan
(distorsi) antara pesan yang dimaksudkan dan pesan yang diterima dapat terjadi. Sedangkan
pada komunikasi dua arah (timbal balik) terjadi proses umpan balik dari penerima kepada
komunikator. Dalam pengelolaan organisasi/perusahaan, kegiatan komunikasi terjadi antara
manajer dengan bawahannya atau sebaliknya, dan umpan balik dapat berlangsung secara
langsung maupun tidak langsung, misalnya produktivitas kerja menurun, kualitas produks
menurun, atau terjadi konflik antar unit.
7. Kegaduhan (noise), merupakan faktor-faktor yang mengganggu proses komunikasi. Faktor-
faktor ini dapat muncul melalui masing-masing unsur komunikasi. Misalnya, seorang
manajer sedang terdesak waktu sehingga melakukan kegiatan komunikasi dengan sangat
tergesa-gesa sehingga informasi menjadi tidak lengkap, dan menimbulkan salah pengertian
atau miss communication bagi bawahannya.

Selanjutnya, impelementasi dan unsur-unsur proses komuniaksi di organisasi/perusahaan


adalah bagaimana manajer (pimpinan organisasi) memunyai gagasan-gagasan besar untuk
memanfaatkan komunikasi organisasi; mulai dari penyusunan rencana, mengorganisasikan seluruh
kegiatan dengan dukungan sumber daya manusia (SDM), fasilitas software atau hardware,
mengarahkan, mengawasi sampai dengan mengevaluasi seluruh kegiatan organisasi tersebut,
hingga tujuan organisasi/perusahaan tercapai.

Dengan kata lain, kegiatan komunikasi organisasi dapat berjalan efektif bila manajer
mampu menjalankan fungsi-fungsi manajemen melalui sistem manajemen komunikasi yang
terpadu. Fungsi-fungsi manajemen yang dijalankan oleh manajer dalam kegiatan komunikasi
organisasi, digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 : Implementasi Fungsi – Fungsi Manajemen Dalam Kegiatan Komunikasi


Di Organisasi

Perencanaan

Pengorganisasian Kelompok
Manajer Komunikasi Tujuan
kerja
Penyusunan staf

Pengarahan /
Pengawasan
Gambar tersebut menjelaskan bagaimana fingsi-fungsi manajemen dikomunikasikan
kepada anggota perusahaan dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini manajer bertindak sebagai
informational roles, dengan peran sebagai berikut:

1. Monitor.
Peran ini membuat manajer selalu aktif mencari informasi yang bermanfaat bagi
organisasi melalui komunikasi dua arah dengan bawahan, mengikuti perkembangan
dunia usaha melalui media dan buku-buku bacaan, memperluas jaringan informasi dan
komunikasi dengan mitra kerja dan anggota perusahaan lainnya.
2. Diseminator (diseminasi).
Peran ini membuat manajer selalu aktif mendistribusikan informasi yang diperolehnya
kepada pihak lain, khususnya kepada bawahan, agar bawahan mampu mengerjakan
tugasnya dengan baik. Informasi tersebut berupa hasil rapat, atau hasil
perikaraan/analisis manajer terhadap kebijakan perusahaan maupun informasi yang
diperoleh dari eksternal perusahaan. Peranan monitor dan disseminator bila
digabungkan akan memperkuat posisi seorang manajer dalam penyampaian arus
informasi ke dalam maupun keluar.
3. Spokesman (juru bicara/komunikator).
Pernanan ini memosisikan manajer sebagai wakil organisasi dalam menyampaikan
informasi mengenai divisinya kepada manajemen puncak atau mewakili organisasi
dalam acara dengan pihak diluar perusahaan.
4. Decision roles (pengambil keputusan).
Informasi merupakan masukan penting dalam pengambilan keputusan. Peranan
pengambilan keputusan terdiri dari tiga macam yaitu :
a. Entrepreneurship (kewirausahaan).
Untuk memajukan organisasi, peranan kewirausahaan penting dilakukan oleh
manajer, terutama dalam proses pengambilan keputusan-keputusan penting, serpeti
peluncuran produk baru, dan penggabungan usaha dengan pihak lain. Keputusan
semacam itu akan menentukan kelangsungan hidup organisasi.
b. Disturbance handler (penyelesai gangguan).
Organisasi tidak selamanya lancer seperti yang diinginkan, manajer diharapkan
dapat menyelesaikan gangguan-gangguan yang mungkin muncul diorganisasinya.
Gangguan-gangguan diantaranya pemogokan, dan kelangkaan bahan baku.
c. Resources allocator (pembagi sumber daya).
Kebutuhan sumber daya tidak pernah terbatas, sementara sumber daya yang ada
terbatas. Maka manajer harus mengalokasikan sumber daya yang terbatas tersebut
agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien. Manajer biasanya akan
menentukan prioritas, kebutuhan mana yang harus didahulukan.
d. Negotiator (perunding).
Dengan pernanan perunding, manajer melakukan perundingan, baik dengan serikat
pekerja maupun pihak luar (pemasok). Manajer juga berperan sebagai penengah
(mediator) bila terjadi petikaian antar karyawan. (Lihat : Mamduh,1997 : 20-21).

Uraian tersebut menegaskan peranan komunikasi organisasi dalam kegiatan pengelolaan


organisasi/perusahaan, dimana manajer memgang peranan besar untuk menggerakkan aktivitas
anggota organisasi/perusahaan secara bersama-sama mencapai tujuan dan hasil yang efektif.

Selanjutnya, berkaita dengan pernanan komunikasi organisasi di perusahaan, Koehler,


Anatol & Applbaum (Barker, 1879:206 – 207) menjelaskan pula fungsi komunikasi dari aspek
organisasi, yaitu :

1. The informative function. Both employers and employees in an organization need an


enormous amount of information in order to function efficiently. Essentially, they need
information about (a) the job itself, including information focusing on the organization’s
goals, procedures and rule; (b) organizational success, such as benefits, profits and work
standards; and (c) the socio – emotional state of the organization as a whole. (Fungsi
informasi. Antara pimpinan dan karyawan dalam organisasi sangat membutuhkan informasi
yang diterima dan berfungsi efesien. Kebutuhan informasi tentang (a) pekerjaannya,
termasuk informasi yang difokuskan pada sasaran, prosedur dan peraturan organisasi, (b)
keberhasilan organisasi, seperti manfaat, keuntungan dan standar pekerjaan; dan (c) bagian
sosioemosional dari keseluruhan organisasi).
2. The regulatory function. Communication also acts as a means of control and regulation for
the organization. This type of communication usually takes the form of orders, perceived
expextations, and company restrictions. Also, this type of communication proceeds from
the top of the organization in a downward flow. Its content is usually task related. (Fungsi
rehulasi. Komunikasi dapat diartikan sebagai kontrol dan relugasi bagi organisasi. Jenis –
jenis komunikasi biasanya mengambil bentuk dari pesanan, harapan, dan batasan-batasan
perusahaan. Bisasanya, jenis dari proses komunikasi tersebut mengalir dari pimpinan
tertinggi ke bawahan. Isinya biasanya berkaitan dengan tugas).
3. The persuasive function, closely related to the regulatory function of communication is the
persuasive function. This usually reflected in interpersonal compliance – gaining
interactions and is ordinarily in the form of face-to-face request and personal interactions.
(Fungsi persuasive. Berkaitan dengan fungsi regulasi dari komunikasi sebagai fungsi
persuasive. Hal tersebut seringkali direleksikan dalam interaksi antarpersonal yang
menguntungkan dan biasanya dalam bentuk tatap muka maupun hubungan personal).
4. The integrative function. Communication in an organization also acts in an integrative
capacity, operating to give the organization unity and cohesion, identity and unifprmity.
Included are the coordination and scheduling of activities, the estabiloshment of provisions
for channeling information and authority, and the recruitment and training of employees.
(Fungsi integratif. Komunikasi dalam organisasi termasuk didalamnya kegiatan
menggabungkan kapasitas, cara organisasi menyatukan dan memadukan,
mengidentifikasikan dan menyeragamkan. Termasuk koordinasi dan penajdwalan aktivitas,
menetapkan saluran informasi dan kewenangan, merekrut dan melatih karyawan-
karyawan).

B. MEMAHAMI SISTEM MANAJEMEN KOMUNIKASI

Manajemen komunikasi oleh Harry Irwin (1994: 10). Didefinisikan sebagai “… the process of
using human, financial an technical resources in understanding and performing the communication
function within corporations and between those and theirs publics. (… proses yang menggunakan
manusia, keuangan dan sumber teknik yang berfungsi membentuk komunikasi antarperusahaan dan
antara perusahaan dengan publiknya).

Sedangkan Michael Kaye (1991: 8) memberikan pengertian, “communication


management, implies the optimal use of human and technological resources to promote dialogue
between people.” (Manajemen komunikasi menyiratkan penggunaan sumber daya manusia dan
teknologi secara optimal untuk mejalin hubungan antarmanusia).

Kedua pengertian manajemen komunikasi tersebut pada hakiktanya mengusulkan agar


individu dapat mengoptimalkan sumber dayanya kedalam aspek pengelolaan manajemen di
organisasi/perusahaan dengan menggunakan model komunikasi yang sistematis sehingga
memudahkan aktivitas komunikasi manajemen di seluruh unit organisasi/perusahaan.

Selanjutnya, Egan dan Cowan (1979) menegaskan bahwa model tersebut harus konsisten
terhadap dua hal, yaitu: Pertama, model merupakan alat mengukur kekuatan dan kelemahan dari
human system dan, kedua, model dipusatkan pada management strategic dari human system.
(Human system is networks of communicating people that range from units as small as nuclear
families to large organizations, communities and neighbourhoods). (Human system adalah jaringan
kerja dari komunikasi antarmanusia yang bentuknya terbentang dari unit-unit terkcil sebagai
kekuatan keluarga ke organisasi yang besar, komunitas dan lingkungan). (Kaye. 1994: 8).

Dari uraian tersebut, proses manajemen komunikasi dapat dipahami sebagai sebuah proses
koordinasi interpretasi atau pengertian yang dibangun melalui interaksi antar manusia. Kemampuan
berkomunikasi dilakukan dengan saling memahami pandangan dan kerangka berpikir masing-
masing dalam lingkungan yang beragam. Berkaitan dengan pengelolaan perusahaan/organisasi,
Irwin (1994: 9-10) menambahkan bahwa kegiatan manajemen komunikasi dan kegiatan di
corporate communication tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan aplikasi dari fungsi-fungsi
manajemen. Contohnya: Gagasan-gagasan dari managing corporate communication
dipertimbangkan sebagai proses yang terencana untuk mencapai sasaran dan tujuan. Kegiatan dan
strategi komunikasi, keputusan, serta evaluasi dilakukan untuk memperoleh pendapat yang berguna
bagi kegiatan komunikasi. Dengan demikian, managing corporate communication harus proaktif,
berinisatif, terutama dalam memutuskan kebijaksanaan perusahaan.

Sejalan dengan konsep umum manajemen, “as the process of getting done through and
with people “(Liebler, 1995:35) dan komunikasi “as a process of interrelated elements working
together to achieve a desired out come or goal” (Barker, 1987: 5), manajemen komunikasi
dipahami sebagai proses yang sistematis antara anggota organisasi/perusahaan dalam menjalakan
fungsi-fungsi manajemen untuk menyelasaikan pekerjaan melalui proses negosiasi
pengertian/pemahaman antara satu individu maupun lebih yang bertujuan mencapai kegiatan dan
kepuasan bersama.

Berdasarkan pemahaman tersebut, implementasi manajemen komunikasi ke dalam sistem


kegiatan di organisasi/perusahaan oleh Robert E. Simmons (1990: 10), dijelaskan melalui empat (4)
tahapan yang disebut managerial planning, yaitu:

1. Reorganize large masses of information into simpler yet more meaningful categories.
Tahap ini bertujuan memudahkan para anggota organisasi/perusahaan dalam memahami
dan melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan kebijakan dan arahan pimpinan.
2. Differentiate important and eliminate non essential information. Tahap ini bertujuan
memilah-milah sedemikian rupa informasi mengenai pekerjaan agar pelaksana pekerjaan
dapat membuat prioritas pekerjaan berdasarkan tingkatan informasinya.
3. View problem-connected events, phenomena and concepts in an integrated context that
makes it easier to make sense of, or explain what is occurring. Manajer membutuhkan
tahapan ini sebagai upaya untuk membuat spesifikasi pekerjaan dan mendistribusikannya
kepada karyawan, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, serta mampu
mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.
4. Formulate strategy that can serve as the basis for plans and their implementation.
Merupakan tahapan yang sangat menentukan keberhasilan organisasi/perusahaan dalam
mencapai tujuan. Rumusan startegi yang tepat dan mudah diimplementasikan akan
menciptakan suasan kerja yang kondusif dan mendorong terciptanya kinerja yang
memuaskan karyawan dan organisasi/perusahaan.

Keempat tahapan tersebut merupakan dasar untuk berkembang dan berubahanya suatu

organisasi/perusahaan. Tahapan tersebut akan efektif bila dilakukan dengan melibatkan seluruh
unsur yang terkait dalam aktivitas pengelolaan organisasi/perusahaan dan menjalankan secara
sistematis fungsi-fungsi utama dalam manajemen, yaitu:

1. Planning (perencanaan): menentukan tujuan dan sasaran utama perusahaan agar berhasil,
termasuk diantaranya: mengembangkan strategi, menetapkan kebijakan, merencanakan
anggaran dan petunjuk-petunjuk umum untuk menggiatkan jalannya perusahaan.
2. Organizing (organisasi): menentukan secara spesifik aktivitas atau kebutuhan untuk
mencapai sasaran atau hasil yang akan dicapai perusahaan. Dalam praktiknya,
diimplementasikan dalam bentuk struktur organisasi sebagai garis komando dalam
menjalankan fungsi dan peran anggota organisasi/perusahaan.
3. Directing (pengarahan): mengarahkan perilaku anggota perusahaan sesuai dengan apa yang
telah ditetapkan perusahaan serta sesuai dengan kebutuhan, rencana, dan desain pekerjaan.
4. Controlling (pengawasan): mengawasi apakah aktivitas perusahaan dijalankan sesuai
dengan perencanaan dan dilaksanakan oleh anggota perusahaan sesuai dengan fungsi dan
tanggung jawabnya. Tahapan ini biasanya dilakukan oleh manajer atau pimpinan yang
bertanggung jawab langsung atas anggota organisasi/perusahaan.
Penjelasan tersebut menunjukkan adanya hubungan timbal balik sesama anggota
perusahaan (sumber daya manusia) dalam rangkan melakukan secara efektif. Dalam hal ini,
pendekatan manajemen komunikasi di organisasi/perusahaan merupakan dasar untuk menetapkan
hubungan antara kemampuan berkomunikasi dengan sistem yang menggerakkan aktivitas
organisasi/perusahaan yang diinterpretasikan dengan pemahaman yang sama antara sesama anggota
organisasi/perusahaan.
C. HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN KOMUNIKASI DENGAN KEMAMPUAN
BERKOMUNIKASI

Manajemen komunikasi secara umum dipahami sebagai proses mengoordinasikan interpretasi atau
pengertian melalui interaksi antara manusia. Kemampuan berkomunikasi dalam interaksi manusia
dapat dipahami dari sudut pandang pengalaman individu (field of experience) dan kerangka berpikir
(frame of refrence). Penman (1985) menyatakan, kemampuan berkomunikasi dipandang sebagai
bentuk hubungan antarpersonal, sehingga kegiatan komunikasi dilakukan dalam bentuk pertukaran
gagasan atau pemahaman antar individu. Irwin (1994: 10) menambahkan bahwa kemampuan
antarpersonal diperoleh dari besar kecilnya hubungan yang terjadi dari waktu ke waktu. Demikian
pula halnya dengan kegiatan manajemen komunikasi.

Aktivitas dalam organisasi/perusahaan diantaranya mengaplikasikan fungsi manajemen ke


dalam aktivitas komunikasi yang berlangsung diperusahaan/organisasi dan bertujuan untuk saling
mengingatkan serta memberi perhatian terhadap sasaran. Termasuk diantaranya kegiatan dan
strategi komunikasi, memberikan pendapat, memutuskan dan mengevaluasi aktivitas komunikasi
yang telah direncanakan.

Komunikasi merupakan salah satu alat terpenting dalam menjalankan fungsi manajemen
terutama untuk mendukung kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh top management. Anggota
organisasi/perusahaan perlu menyadari pentingnya kegiatan komunikasi untuk membantu
tercapainya performance (kinerja) organisasi/perusahaan. Hans Johnson (1990: 383) menegaskan
bahwa komunikasi berfungsi membantu top management untuk menajalankan strategi kegiatan.
Sebelum melaksanakan kegiatan komunikasi manajemen, pelaku organisasi/perusahaan perlu
memastikan bahwa:

1. Strategi dibuat sesuai tujuan & identitas organisasi.


2. Menyadari relevansi hubungan antarkelompok serta memunyai visi dan misi yang sama
dalam menciptakan citra organisasi/perusahaan.
3. Memahami bagaimana citra organisasi/perusahaan dapat memengaruhi keberhasilan dan
perkembangan organisasi/perusahaan.
Ketiga hal tersebut dapat ditindaklanjuti bila pimpinan puncak (top management) proaktif
dan berinisiatif sesuai kebijakan organisasi/perusahaan, memberikan dorongan, perhatian,
memfasilitasi kegiatan manajemen komunikasi sebagai sebuah sistem yang terencana dan terarah
disamping peran pimpinan puncak sebagai komunikator yang kredibilitas dan responsibilitasnya
teruji.
Dengan kata lain, efektivitas pelaksanaan kegiatan komunikasi manajemen di
organisasi/perusahaan ditentukan oleh kemampuan para anggota organisasi/perusahaan sebagai
komunikator.

Teri Kwal Gamble & Michael Gamble (2002: 8-9), memaparkan bahwa untuk menjadi
komunikator yang baik, dibutuhkan ketrampilan dan pemahaman yang diperoleh melalui:

1. Kemampuan untuk mengenal diri sendiri sebagai komunikator.


2. Pengetahuan untuk melihat bagaimana, mengapa dan kepada siapa kegiatan komunikasi
dilakukan.
3. Kemampuan menghargai adanya keanekaragaman gender, budaya, media dan perubahan
teknologi, yang dapat memengaruhi kegiatan komunikasi.
4. Kemampuan mendengar dan kemudian diproses sebagai informasi yang siap dikirim.
5. Kepekaan terhadap pesan nonverbal yang diterima atau dikirim dalam proses komunikasi.
6. Kemampuan untuk mengetahui bagaimana kata-kata (Bahasa) dapat memengaruhi prilaku
komunikator dan komunikan.
7. Kemampuan untuk mengembangkan hubungan dalam kegiatan komunikasi personal.
8. Kemampuan untuk mengerti bagaimana pengaruh persaaan dan emosi dalam menjalin
hubungan.
9. Kemampuan mengerti bahwa perilaku memberikan kontribusi terhadap keberhasilan dalam
membuat keputusan, kepemimpinan, dan membangun kelompok.
10. Kemampuan mengatasi konflik dan perselisihan tanpa emosi.
11. Kemampuan untuk mengerti bagaimana kepercayaa, nilai, dan sikap berpengaruh untuk
memformulasikan dan menerima pesan komunikasi.
12. Keinginan untuk menggunakan seluruh pengetahuan dan persepsi di berbagai kegiatan
komunikasi.

Pemaparan tersebut menunjukkan pentingnya perisapan yang harus dilakukan oleh individu
bila berperan sebagai komunikator.

Irwin (1994:23-25), menjelaskan 10 (sepuluh) kemampuan dalam berkomunikasi yang


perlu dimiliki oleh individu, yaitu:

1. Competence in listening and responding, yaitu kemampuan individu mendengarkan dan


merespon informasi yang diperoleh saat komunikasi berlangsung sehingga ia dapat
mengerti, mengevaluasi, dan mempertegas pengambilan keputusan untuk memberikan
umpan balik (feedback) yang efektif.
2. Competence in overcoming reticence/shyness, yaitu kemampuan individu mengatasi rasa
malu atau suasana kaku saat berkomunikasi, yang dapat terjadi di mana saja pada saat
kegiatan komunikasi berlangsung.
3. Competence in being open and frank, yaitu kemampuan individu mengungkapan ide atau
perasaan secara terbuka dalam kegiatan komunikasi sehingga proses komunikasi dapat
berjalan efektif dan berhasil.
4. Competence in establishing and sustaining a smooth pattern of interaction, yaitu
kemampuan individu menciptakan kenyamanan/susasana yang menyenangkan, dan
membangun kesadaran untuk berinteraksi. Suasana seperti itu dapat membantu satu dan
lainnya untuk saling menyukai dan terlibat aktif dalam proses komunikasi
5. Competence in being assertive (not aggressive), yaitu kemampuan individu berkomunikasi
secara tegas menyaring gagasan maupun persaaan yang terjadi saat proses komunikasi
berlangsung sehingga berpatisipasi individu dalam berinteraksi dapat berlangsung dalam
konteks yang pasti.
6. Competence in questioning, yaitu kemampuan individu untuk bertanya saat komunikasi
berlangsung, terutama dalam konteks kegiatan wawancara secara formal. Pertanyaan-
pertanyaan disampaikan secara langsung untuk mencari informasi dan menegaskan gagasan,
pendapat maupun perasaan. Bertanya merupakan salah satu kemampuan dalam membahas
interaksi yang berkaitan dengan individu, informasi, ide dan perasaan dalam satu hubungan.
7. Competence in understanding people from the “stories” they tell, yaitu kemampuan
individu memahami gagasan atau pernyataan saat berinteraksi. Dalam hal ini, seluruh
interaksi dipengaruhi oleh nilai-nilai dan keyakinan masing-masing peserta komunikasi.
Mengidentifikasi nilai dan keyakinan menjadi dasar untuk memudahkan interaksi atau
hubungan antarindividu.
8. Competence negotiating and resolving conflict, yaitu kemammpuan individu mengatasi
konflik dan memberikan jlaan keluar atas konflik tersebut. Bagi perusahaan-perusahaan
besar kegiatan negosiasi penting dilakukan, diantaranya untuk memperjelas posisi pekerjaan
agar tidak terjadi tumpeng tindih tugas dan tanggung jawab pekerjaan antara anggota
perusahaan.
9. Competence in interpreting nonverbal behavior, yaitu kemampuan individu
meninterpretasikan perilaku nonverbal saat kegiatan komunikasi. Dalam praktiknya, banyak
sekali pertukaran informasi atau pengertian antar individu dilakukan dengan komunikasi
nonverbal atau Bahasa tubuh. Para ahli memperkirakan bahwa dalam setiap aktivitas
komunikasi, kesamaan menginterpretasikan pesan sebagian besar dipertegas oleh perilaku
nonverbal antarindividu sekitar 60 – 70 % melalui gestures, gerakan badan, ekspresi muka,
kontak mata, dan intonasi suara.
10. Competence in adapting communication behavior to suit the circumtances, yaitu
kemampuan individu beradaptasi terhadap perilaku yang terjadi saat komunikasi
berlangsung dengan melakukan interaksi yang sesuai dengan kondisi tersebut. Perbedaan
sosial budaya merupakan salah satu hal yang menyebabkan individu perlu melakukan
adaptasi dalam setiap aktivitas komunikasi agar diperoleh pengertian dan pemahaman yang
sama.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan/kompetensi komunikator yang terlibat


dalam kegiatan komunikasi di organisasi/perusahaan, adalah salah satu kunci keberhasilan dalam
mencapai sasaran, tujuan maupun target organisasi/perusahaan. Dengan demikian seluruh pelaku
organisasi/perusahaan, selayaknya memunyai pemahaman yang sama dalam melaksanakan aktivitas
organisasi/perusahaan. Yang tidak kalah pentingnya adalah pembentukan budaya perusahaan
(corporate culture), mengingat perbedaan yang beragam seperti latar belakang sosial budaya dan
kebiasaan masing-masing anggota.

Onong Uchjana Effendy (1986: 20-27) menyatakan bahwa kemampuan komunikator


dipengaruhi oleh etos dan sikap komunikator.

1. Etos Komunikator.
Etos adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dari kognisi (cognition), yaitu
proses memahami sesuatu objek dengan pikiran; afeksi (affection), yaitu perasaan yang
ditimbulkan oleh perangsang dari luar; dan konasi (conation), yaitu aspek psikologis yang
ditunjukkan dalam bentuk prilaku. Selanjutnya, etos dapat tumbuh dalam diri individu
melalui faktor-faktor:
a. Kesiapan (preparedness).
Sebelum komunikator tampil atau melakukan kegiatan komuikasi, selayaknya
mempersiapkan diri sedemikian rupa dengan data-data maupun bahan-bahan yang
berhubungan dengan objek maupun topik yang akan disampaikan.
b. Kesungguhan (seriousness).
Penyampaian pesan seorang komunikator dilakukan dengan cara yang dapat
menumbuhkan kepercayaan komunikan, misalnya: menjelaskan sesuatu dengan
sungguh-sungguh, dan perhatian terfokus pada pendengar.
c. Ketulusan (sincerity).
Seorang komunikator harus menunjukkan kesan kepada khalayak ketulusan dalam
niat dan perbuatannya, misalnya: memberikan pendapat yang tepat, tidak
menyinggung, selalu menampilkan senyum tulus untuk menunjukkan keramahan.
d. Kepercayaan (confidence).
Seorang komunikator selayaknya menampilkan kesan meyakinkan dengan
penguasaan diri yang kuat dan dapat menguasai situasi dan kondisi yang beragam
e. Ketenangan (poise).
Seorang komunikator selayaknya tenang, dalam penyampaian kata maupun
penampilan. Ketenangan yang ditampilkan komunikator akan menimbulkan kesan
bahwa komunikator seorang yang berpengalaman dan dapat dipercaya.
f. Keramahan (friendship).
Keramahan yang ditampilkan komunikator sangat penting untuk mengurangi
perbedaan antara komunikator dengan komunikan. Dalam forum yang mengandung
perdebatan, keramahan dapat menurunkan emosional dengan cara yang etis.
g. Kesederhanaan (moderation).
Kesederhanaan tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik. (misalnya: cara
berpakaian, dan penampilan), tetapi juga dalam penggunaan Bahasa sebagai alat
untuk menyalurkan pikiran dan perasaan dan gaya mengkomunikasikannya.
2. Sikap Komunikator.
Sikap (attitude) adalah suatu kesiapan kegiatan (preparatory activity), kecenderungan pada
diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan menuju atau menajauhi nilai-nilai sosial.
Dalam hubungannya dengan kegiatan komunikasi, terdapat lima jenis sikap yang perlu
ditampilkan komunikator, yaitu:
a. Reseptif (receptive), kesediaan untuk menerima gagasan, pendapat dan pikiran orang
lain, misalnya: dari pimpinan, karyawan, teman, kelaurga.
b. Selektif (selective). Dalam proses komunikasi tidak dipungkiri bahwa individu saling
beralih peran sebagai komunikator dan komunikan. Dengan demikian, diperlukan sikap
selektif agar proses penyampaian (komunikator) dan penerima pesan/informasi
(komunikan) dapat dipahami sama.
c. Digestif (digestive), kemampuan komunikator dalam mencerna gagasan atau informasi
dari orang lain sebagai bahan bagi pesan yang akan ia sampaikan.
d. Transmisi (transmissive), kemampuan komunikator dalam mentramisikan gagasan atau
informasi yang telah diformulasikan secara kognitif, efektif dan konatif kepada orang
lain. Dalam proses komunikasi, disebut proses menyandi dan membaca kode pesan
(decode-encode).
D. KETERLIBATAN ASPEK MANAJEMEN, KOMUNIKASI DAN JARINGAN

KERJA KOMUNIKASI ORGANISASI/PERUSAHAAN

Dalam praktiknya, komunikasi adalah proses yang integral dalam menjalankan fungsi-fungsi
manajemen secara sistematis, yang ditunjukan untuk mencapai sasaran/tujuan
organisasi/perusahaan. Dalam proses manajemen tersebut kegiatan komunikasi diaplikasikan
melalui kegiatan yang berkaitan dengan aliran informasi yang sesuai dengan hierarki dalam struktur
organisasi. Model hubungan antara proses manajemen dan proses komunikasi oleh Henry H.
Albers’s (1974) digambarkan pada bagan berikut:

Gambar 2.2: THE MANAGEMENT PROCESS AND COMMUNICATION

Manager (planning,
organizing, directing,
&controlling

Feedback communication
Forward communication (upward flow of results
(downward or horizontal expectations and
flow of plans, sentiments)
ecpectations and
sentiments)
Subordi
Performance

Sumber : Wofford (1977: 14)

Bagan tersebut menunjukkan bagaimana kaitan antara proses manajemen dan proses
komunikasi, dimana alur pekerjaan dilakukan secara menyeluruh sesuai dengan hierarki dalam
struktur organisasi. Aliran infromasi melalui kegiatan komunikasi vertikal, ke bawah, ke atas, dan
horizontal berguna bagi manajaemen untuk mengetahui job performance karyawan yang
melaksanakan pekerjaan tersebut. Aliran komunikasi ke atas berupa feedback di mana manajer
memperoleh informasi mengenai performance maupun masalah yang terjadi pada bawahan. Dalam
hal ini manajer menajlankan fungsi kontrol sehingga kemantapan dan konsistensi seorang manajer
dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen terjaga. Selanjutnya, manajer
mengomunikasikasinnya secara sistematis kepada para anggota organisasi/perusahaan agar sasaran
maupun tujuan organisasi/perusahaan tercapai.

Berdasarkan alur sistem manajemen komunikasi tersebut, diharapkan organisasi/perusahaan


dapat terus berkembang menjadi besar dan mampu bersaing mengikuti kemajuan disetiap sektor
usaha/bisnis. Akan tetapi, menjadi besar dan maju bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan
dalam waktu singkat. Diperlukan dukungan dari semua anggota organisasi/perusahaan, mulai dari
lini atas hingga lini bawah.

Selajutnya, aktivitas organisasi/perusahaan dapat terlaksana bilamana anggota


organisasi/perusahaan masing-masing menjalankan fungsi manajemen komunikasi secara
sistematis, terkoordinasi dan tepat sasaran. Hal ini dapat tercapai bila pimpinan dan karyawan
(sumber daya manusia) sebagai ujung tombak organisasi/perusahaan mampu bersama-sama
mengaplikasi job descriptions organisasi/perusahaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Dengan demikian kerjasama (team work) dalam sebuah organisasi/perusahaan harus dilakukan oleh
semua anggotanya. Akan tetapi, menjadikan sumber daya manusia (SDM) sebagai motor penggerak
aktivitas organisasi/perusahaan, yang berangkat dari beragam latar belakang budaya maupun
pendidikan dapat membentuk team work yang solid, bukanlah hal mudah. Di sinilah letak
pentingnya kegiatan internal komunikasi maupun komunikasi organisasi untuk menyatukan
perbedaan-perbedaan tersebut.

Pernyataan Rogers (1997: 63), “communication is defined as a process in which the


participants create and share information with one another in order to reach a mutual
understanding,” menunjukkan adanya keterlibatan masing-masing peserta komunikasi dan
hubungan timbal balik antar individu dalam memberikan informasi yang dapat menumbuhkan
saling pengertian. Oleh karena itu, baik kegiatan maupun proses komunikasi, selalu berkaitan
dengan partisipasi dan hubungan antar individu.

Dalam organisasi/perusahaan, adanya keterlibatan hubungan antara individu terkenan


dengan fungsi dan tugasnya dalam struktur organisasi melalui jaringan kerja komunikasi (network
communication). Menurut Rogers & Kincaid (1997: 82-84), communication network analysis is a
method of research for identifying the communication structure in a system. In which relational
data about communication flows are analyzed by using some type of interpersonal relationships an
the units of analysis (Jaringan kerja komunikasi dianalisis sebagai metode penelitian untuk
mengidentifikasikan struktur komunikasi dalam sebuah sistem, dimana data yang berhubungan
dengan jalur komunikasi dianalisis menggunakan beberapa jenis hubungan interpersonal sebagai
salah satu unit analisis).

Sedangkan Larry L.Barker (1987: 210) mendefinisikannya sebagai berikut: “ Networks are
the interconnected channels or line of communication used in organizations to pass information
from one person to another. The flow of communication operates in downward, up ward, lateral
and informal.” (jaringan kerja adalah saluran-saluran atau garis-garis komunikasi yang saling
berhubungan dalam organisasi sebagai jalur komunikasi dari satu orang ke orang lainnya. Alur
komunikasi bergerak dari bawah ke atas, sejajar, dan jaringan kerja informal).

Dengan adanya jaringan kerja komunikasi di organisasi/perusahaan, aktivitas komunikasi


para anggota organisasi/perusahaan secara teratur dar terarah terhubung ke dalam bentuk alur
informasi berdasarkan tingkatan (level) dalam struktur organisasi. Dengan demikian,
organisasi/perusahaan perlu menetapkan terlebih dahulu aliran komunikasi dan bentuk hubungan
personal antar anggota, kemudian menetapkan fungsi jaringan kerja yang dipergunakan untuk
meneruskan pesan dari satu prang lain ke orang lain.dilanjutkan dengan pemilihan saluran
komunikasi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi/perusahaan. Singkat kata, jaringan kerja
merupakan jaringan informasi yang mencerminkan aktivitas anggota –anggota
organisasi/perusahaan berkomunikasi satu sama lain sesuai dengan jenjang strukturnya, dan biasa
disebut struktur jaringan kerja komunikasi. Lebih jelasnya, De Vito (1997: 344-345)
mengaplikasikan jaringan kerja tersebut dalam beberapa bentuk struktur, yaitu:

1. Struktur Lingkaran, tidak memiliki pemimpin, semua anggota


posisinya sama. Mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk memengaruhi
kelompok. Setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain di sisinya

2. Struktur Roda, memiliki pemimpin yang jelas, posisinya di pusat.


Orang ini merupakan satu-satunya yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua
anggota. Oleh karena itu, jika sesorang anggota ingin berkomunikasi dengan anggota lain,
maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya.

3. Struktur Y, relatif kurang tersentralisasi dibanding karakteristik


individu dan perilaku komunikasi dalam struktur roda. Tetapi lebih tersentralasasi
dibanding dengan pola lainnya.

4. Struktur Rantai, sama dengan struktur lingkaran kecuali bahwa


para anggota yang paling ujung hanya dapat berkomunikasi dengan satu orang saja. Orang
yang berada di posisi tengah lebih berperan sebagai pemimpin daripada mereka yang
berada di posisi lain.

5. Struktur Semua Saluran, atau pola bintang hamper sama dengan


struktur lingkaran dalam arti semua anggota adalah sama dan semua memiliki kekuatan
yang sama untuk memengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur semua saluran,
setiap anggota bisa berkomunikasi dengan setiap anggota lainnya. Pola ini memungkinkan
adanya partisipasi anggota secara optimal.

Menurut De Vito (1997: 351), berbagai bentuk struktur jaringan kerja komunikasi tersbut
merupakan sistem komunikasi umum yang digunakan oleh kelompok kerja untuk mengirimkan
pesan antar anggota organisasi/perusahaan. Struktur tersebut dalam organisasi/perusahaan berupa
kegiatan komunikasi formal yang dipergunakan sebagai sarana kegiatan komunikasi organisasi.
Dalam hal ini jaringan kerja dalam komunikasi formal adalah desain sistem melalui manajemen
untuk menetapkan siapa dan kepada siapa yang melakaksanakan pekerjaan. Seluruh proses
kegiatannya dilakukan sesuai dengan hierarki (jenjang) dalam struktur organisasi yang disebut
sebagai kegiatan komunikasi ke atas dan ke bawah (vertikal atau diagonal) dan komunikasi ke
samping (lateral atau horizontal). Penjelasannya sebagai berikut:

1. Komunikasi ke atas dimana aliran pesan dikirim dari tingkat hierarki yang lebih rendah ke
tingkat yang lebih tinggi;
2. Komunikasi ke bawah, merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hierarki yang lebih tinggi
ke tingkat yang lebih rendah atau aliran pesan yang diinformasikan kepada bawahan
langsung.
3. Komunikasi ke samping/mendatar, merupakan pesan yang dikirim dari dan ke tingkat
hierarki yang sama atau aliran informasi ditempatkan pada level yang sama dan ikatan sosial
yang setara.

Barker (1987) menjelaskan bentuk aliran komunikasi diatas, sebagai berikut:


1. Downward Communication (komunikasi dari atas ke bawah).
proses komunikasi yang berlangsun dari pimpinan dalam semua level kepada bawahan
atau aliran komunikasi dari atasaan ke bawahan. Dilakukan secara lisan melalui percakapan
biasa, wawancara formal, atau supervise bagi karyawan; secara tertulis, tulisan melalui
memo, manual pelatihan, kotak informasi, surat kabar papan pengumuman, majalah, buku
petunjuk kerja, dan bulletin.
Komunikasi dari atas ke bawah bertujuan untuk:
a. Memberikan pengarahan atau instruksi kerja terntentu
b. Memberikan informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan
c. Memberikan informasi tentang prosedur dan praktik organisasi
d. Memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan
e. Menyajikan informasi mengenai aspek ideology dalam membantu organisasi
menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai.
2. Bottom-up/upward communication (komunikasi dari bawah ke atas).
Aliran komunikasi/alur informasi yang berasal dari bawahan menuju atasan.
Komunikasi/informasi bermula dari staf, ke supervisor, ke manajer kemudia ke pimpinan
tertinggi. Komunikasi dari bawah ke atas, bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah
yang terjadi dalam suatu organisasi sehingga dapat diambil keputusan secara tepat dan
efisen dalam memecahkan masalah tersebut.
3. Diagonal communication (komunikasi diagonal).
Aliran komunikasi/arus informasi yang berlangsung secara diagonal/silang.
Antarbagian/departemen yang berbeda dan tidak sederajat/sejajar. Keuntungan dari
kegiatan komunikasi diagonal, yaitu:
a. Penyebaran informasi bisa menjadi lebih cepat
b. Memungkinkan individu dari berbagai bagian/departemen ikut membantu
menyelesaikan masalah dalam organisasi

Kegiatan komunikasi merupakan hal penting dalam setiap kehidupan manusia, tidak
terkecuali di ligkungan yang lebih kecil yaitu organisasi/perusahaan. Keberhasilan pengelolaan
manajemen sebagian besar dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi yang ada di seluruh lini
organisasi/perusahaan, dan hubungan antara anggotanya melalui pola komunikasi yang berfungsi
sebagai saluran pesan (informasi) antaranggota organisasi/perusahaan, disebut jaringan kerja
(networks).

Jaringan kerja komunikasi (networking communication) menjadi penting ketika individu


yang terlibat dalam komunikasi di organisasi membutuhkan sistem sebagai alur informasi
manajemen perusahaan. Juga berguna untuk mengatur bagaimana kebutuhan-kebutuhan anggota
perusahaan dipenuhi melalui alur informasi/komunikasi yang jelas. Dengan kata lain, sistem
jaringan kerja komunikasi tersbeut berfungsi mengatur hubungan antara individu dengan individu
yang lain melalui alur informasi atau disebut jaringan kerja komunikasi formal (formal
communication networks).

Selanjutnya kegiatan-kegiatan yang berkaitan dnegan aktivitas jaringan kerja komunikasi


berdasarkan aluran informasinya, digambarkan dalam bagan organisasi sebagai berikut:

Gambar 2.3: ALUR INFORMASI DALAM STRUKTUR ORGANISASI

DIREKTUR
OPERASIONAL
MANAJER MANAJER MANAJER
PEMASARAN PRODUKSI KEUANGAN

SUPERVISOR SUPERVISOR SUPERVISOR SUPERVISOR SUPERVISOR SUPERVISOR


PENJUALAN PROMOSI PABRIK PENELITIAN AKUNTANSI KEUANGAN

Keterangan Gambar :
KARYAWAN/

STAF
= alur informasi dari atas ke bawah

= alur informasi dari bawah ke atas

= alur informasi diagonal

= alur informasi horizontal

Bagan organisasi tersebut menunjukkan bagaimana seluruh aliran informasi berjalan sesuai
dengan hierarkinya. Aplikasinya dituangkan dalam buku petunjuk pelaksanaan kerja (job
description). Selanjutnya, efektivitas jaringan kerja komunikasi di setiap organisasi/perusahaan
dapat disesuaikan dengan karakteristik struktur organisasi/perusahaan. Dalam pelaksanaanya,
jaringan kerja komunikasi formal sebaiknya berfungsi fleksibel agar efektivitasnya dapat terjaga.
Dengan demikian, untuk mengefektifkan fungsi jaringan kerja komunikasi yang berlaku formal
dalam organisasi/perusahaan, para peserta kegiatan sebaiknya melakukan analisis terhadap sistem
jaringan kerja komunikasi formal tersebut agar aliran pesan (informasi) dapat dilakukan dengan
efesien dan efektif. Lebih lanjut (Rogers & Kincaid. 1979: 83), menjelaskan prosedur dalam
melakukan analisis jaringan kerja komunikasi, sebagai berikut:

1. Identifying clique within the total system and deter. Merupakan tahap awal untuk
mengetahui sejauh mana hambatan dan kendala yang menghalangi efektivitas fungsi
jaringan komunikasi yang dipergunakan organisasi/perusahaan,
2. Mining how these structural subgrouping affect communication behavior in the system.
Merupakan salah satu upaya untuk memperkecil peran kelompok yang dapat menghalangi
efektivitas jaringan kerja komunikasi, di antaranya dengan memahami perilaku komunikasi
dalam kelompok kerja anggota organisasi/perusahaan.
3. Identifying certain specialized communication roles such as liaisons, bridges and isolates.
Mengidentifikasikan dengan pasti perna komunikasi sebagai sarana penghubung untuk
mengetahui hambatan yang terjadi dalam mengefektivitaskan jaringan kerja komunikasi.
4. Measuring various communication structural indexes (like communication connectedness,
for example) for individuals, dyads, personal, network, clique, or entire systems.
Keragaman komunikasi dalam konteks ini meliputi hubungan antarindividu dan kelompok
yang dilakukan secara langsung, kemudian jaringan komunikasi yang menghubungkan
individu dengan individu atau individu dengan kelompok kerja dan sistem komunikasi yang
mendasari aktivitas organisasi/perusahaan. Masing-masing kemudian diukur seberapa besar
hambatan maupun kendala yang dapat memengaruhi sistem jaringan kerja komunikasi.

Lebih lanjut Adler (1996), menjelaskan selain adanya sistem jaringan kerja komunikasi
secara formal, interaksi antar anggota perusahaan dilakukan juga melalui jaringan kerja komunikasi
nonformal (informal communication networks). Jaringan tersebut berguna untuk membina
hubungan antar anggota lebih dekat dan saling berbagi informasi mengenai pekerjaan diantara
mereka dengan cara yang lebih luwes, bersahabat, dan santai.

Jaringan kerja nonformal, memperlihatkan aktivitas informasi atau pesan di antara anggota
perusahaan dilakukan dengan santai atau tidak kaku. Jaringan informasi beberapa fungsi lain, yaitu:

1. Confirming, penegasan terhadap pesan yang diterima secara formal. Hal ini seringkali
diperlakukan bilamana pimpinan saat tidak jelas atau kurang dimengerti oleh staf maupun
bawahan.
2. Expanding. Informasi dalam kegiatan komunikasi kadang tehambat karena adanya
kesengajaan dalam menyampaikan pesan, sehingga penerima pesan perlu mengembangkan
pesan tersebut, misalnya istilah busana cassual dress, dapat berarti luas apakah jeans dan t-
shirt atau baju santai.
3. Expediting. Jaringan kerja nonformal dapat membantu mempercepat informasi atau pesan
karena dipergunakan diluar alur informasi yang telah ditetapkan perusahaan. Hal ini
seringkali dipergunakan untuk mempersingkat birokrasi karena kondisi tidak
memungkinkan mengikuti aturan/alur informasi yang telah ditetapkan perusahaan.
4. Circumventing. Hampir sama dengan expediting, yaitu untuk mempersingkat jalur birokrasi
dalam perusahaan karena alasan-alasan tertentu yang dapat di pertanggungjawabkan oleh
pihak yang terlibat.
5. Supplementing. Untuk meningkatkan aktivitas antara anggota perusahaan dengan lebih
baik, kadang manajemen memberikan informasi/pesan maupun instruksi yang berkaitan
dengan pekerjaan diluar aktivitas perusahaan seperti saat makan siang bersama, olahraga
dll yang dilakukan secara non-formal.

Beberapa fungsi tersebut, akan lebih efektif bilamana pelaku komunikasi yaitu pengirim
pesan (komunikator) dan penerima pesan (komunikan) menerima pesan mengakui,
merasakan, dan memahami bahwa dalam kegiatan komunikasi di organisasi/perusahaan
adalah upaya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota
organisasi/perusahaan, dengan tujuan untuk menciptakan kinerja yang memuaskan
organisasi/perusahaan dan anggota itu sendiri.

FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN KOMUNIKASI


A. Semantik
Semantik adalah lmu yang mempelajari tentan tata kalimat. Jadi gangguan
semantik adalah gangguan yang berkaitan dengan bahasa. Ganguan semantik
lainnya adalah perbedaan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Seorang
komunikator yang menggunakan bahasa Korea atau Jepang di sebuah perusahaan
sementara pendengarnya yang hanya menguasai bahasa Indonesia akan mengalami
gangguan semantik.
B. Psikologis
Kondisi psikologis seseorang akan ikut mempengaruhi bagaimana pesan
dikirimkan oleh komunikator. Kondisi psikologis seseorang dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri individu.
Beberapa contoh diantaranya sifat atau karakter, bakat, dan keturunan. Sedangkan
faktor eksternal adalah fator yang mempengaruhi psikologis seseorang yang berasal
dari luar diri indivdu. Lingkungan eksternal yang paling dekat diantaranya
lingkungan keluarga. Sementara itu faktor eksternal lainnya antara lain sistem
hukum, sosial budaya, agama dll.
C. Teknis
Gangguan teknis lebih menitkberatkan pada soal teknis sederhana tetapi
sangat mengganggu proses komunikasi. Cara yang dilakukan agar tidak ada
gangguan teknis bisa mengecek terlebih dahulu peralatan yang akan digunakan.
Contohnya seorag juru kampanye bisa jadi akan marah dan akan kehilangan
kesempatan berbicara didepan konstituennya jika tiba-tiba pengeras suaranya rusak
atau ada sabotase agar ia tidak tampil brpidato.
D. Media
Gangguan saluran atau media untuk komunikasi hampirmirip dengan gangguan
teknis. Contoh gangguan saluran antara lain kesalahan cetak, kata, atau paragraf
yang hilang.gangguan saluran juga bisa disebabkan adanya kegaduhan saat
menggunakan media dalam proses komunikasi. Saat menelpon ada anak berkelahi,
sehingga tidak tenang dalam menelepon. Anda disapa orang saat sedang menelepon
atau anak memanggil-manggil saat membaca koran.
E. Lingkungan
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik meliputi wilayah geografis. Coba kita praktikan, bicara
dengan seseorang dalam jarak 2 meter dengan 10 meter. Secara geografis,
semakin jauh jarak dalam berkomunikasi mempunyai peluang gangguan
lebih besar. Jarak jauh memungkinkan kita harus berbicara secara keras agar
didengar lawan bicara.
b. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial mempengaruhi bagaimana seseorang berkomunikasi.
Kalau tidak bisa mengelolanya tidak mustahil akan menjadi hambatan dalam
berkomunikasi. Hampir sama dengan gangguan psikologis, gangguan sosial
juga berkaitan dengan budaya, bahasa, kebisaan lingkungan sekitar. Jika
disekitar ada kebiasaan pengajian malam Jum’at, sementara seseorang tidak
pernah mendatanginya, ia akan dianggap aneh pula. Jika seseorang sudah
dianggap aneh, maka jelas akan menjadi hambatan dalam proses komunikasi
dengan masyarakat sekitar.
F. Waktu
Waktu juga ikut menentukan keberhasilan dalam berkomunikasi. Seseorang
yang tidak bisa melihat dan memanfaatkan waktu proses komunikasinya bisa
mengalami gangguan. Coba perhatikan orang yang sedang marah. Karena
kemarahannya sudah meluap-luap ia tidak melihat waktu kapan harus marah. Tak
jarang marah-marah ini justru berbuntut tidak baik.bukannya mendapatkan
kesadaran bagi yang dimarahinya, tetapi justru mendapatkan efek negatif.
G. Citra
a. Citra diri
Saat orang berbicara dengan orang lain dia menganggap dirinya seperti apa,
inilah yang dinamakan citra diri. Citra diri seseorang akan ikut berubah
sejalan dengan kemampuan bergal dengan orang lain. Semakin banyak ia
bergaul dengan orang lain dalam berbagai kultur budaya ia akan semakin
kaya dan punya kemampuan menempatkan diri. Namun demikian, semakin
jarang terlibat dalam komunikasi manusia yang berbeda kultur akan semakin
sempit membangun citra dirinya.
b. Citra pihak lain
Disamping cita diri, citra orang lain juga menetukan bagaimana
keberhasilan berkomunikasi. Citra diri pihak lain ini adalah orang-orang
yangdiajak berkomunikasi. Orang lain yang diajak berkomunikasi itu citra
dirinya akan tergambar pada diri seseorang. Citra diri dan citra diri orang
lain saling berkaitan dan saling mendukung dalam keberhasilan proses
komunikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Nurudin,ILMU KOMUNIKASI : Ilmiah dan Populer.2017.PT RAJAGRAFINDO


PERSADA

Referensi Buku :  Winardi. 1990. Asas-Asas Manajemen. Bandung : CV


Mandar Maju.
Atmosudirdjo, S.P.1982. Administrasi dan Manajemen Umum. Jakarta :
Ghalia Indonesia.
Julitriarsa, Djati.1988. Manajemen Umum Sebuah Pengantar. Yogyakarta
:BPFE

1. Pendekatan Manajemen
Sejak tiga hingga empat dekade yang lampau muncul bermacam-macam jenis
pendekatan terhadap analisis manajemen, hasil riset tentang manajemen, dan
pandangan-pandangan yang berbeda yang menyebabkan orang semakin
bingung tentang apa sesungguhnya yang dimaksud dengan manajemen, apa
teori manajemen dan ilmu manajemen dan bagaimana kejadian-kejadian
manajerial perlu kita analisis.

Berbagai macam pendekatan terhadap analisis manajemen dapat


dikategorikan sebagai berikut :
a. Pendekatan Empirikal atau Pendekatan Kasus (THE EMPIRICAL OR CASE
APPROACH)
Pendekatan empirikal atau pendekatan kasus menganalisis manajemen
dengan jalan mempelajari pengalaman yang biasanya dicapai melalui aneka
macam kasus. Pendekatan ini berlandaskan pada anggapan bahwa melalui
studi tentang sukses serta kegagalan para manajer, pada kasus-kasus
individual dan upaya mereka untuk mengatasi atau memecahkan problem-
problem khusus, mahasiswa dan pemraktek, dapat memperoleh pengetahuan
tentang bagaimana cara memanage secara efektif dalam situasi-situasi
tertentu.
Tetapi pendekatan ini memiliki kekurangan serius dalam hal mengembangkan
teori serta teknik manajemen, karena pengalaman memiliki keterbatasan
tertentu dalam sebuah subyek yang demikian kompleks serta luas seperti
halnya ilmu manajemen.
b. Pendekatan Perrilaku Antar Perorangan (THE INTERPERSONAL
BEHAVIOR APPROACH)
Pendekatan perilaku antar perorangan didasarkan atas ide bahwa aktivitas
manajemen mencakup upaya untuk megusahakan hasil-hasil tertentu dengan
bantuan orang-orang, hingga demikian studinya perlu dipusatkan pada
hubungan-hubungan antar perorangan. 

Pendekatan ini juga sering disebut pendekatan hubungan manusia,


pendekatan kepemimpinan atau pendekatan ilmu tentang perilaku yang
memusatkan perhatian pada aspek-aspek manusia sehubungan dengan
manajemen.
c. Pendekatan Perilaku Kelompok (THE GROUP BEHAVIOR APPROACH)
Pendekatan ini berhubungan erat dengan pendekatan perilaku antar
perorangan. Dan seringkali orang mencampuradukkannya. Tetapi pendekatan
ini mempersoalkan perilaku orang-orang di dalam kelompok dan bukan
perilaku individu. Jadi pendekatan tersebut cenderung berlandaskan ilmu
sosiologi dan psikologi sosial daripada psikologi individual.
Pendekatan perilaku kelompok berkisar studi tentang kelompok-kelompok
kecil, dengan pola-pola kultural dan behavioral mereka, hingga studi tentang
komposisi behavioral kelompok-kelompok besar.
d. Pendekatan Sistem-Sistem Sosial Kooperatif (THE COOPERATIVE
SOCIAL SYSTEM APPROACH)
Di sini pendekatan antarpribadi dan perilaku kelompok dimodifikasi dengan
jalan mempelajari hubungan antara manusia sebagai sistem-sistem sosial
yang bekerja sama (kooperatif) yang menghubungkan dua orang atau lebih
dalam rangka mengupayakan pencapaian tujuan-tujuan bersama.
e. Pendekatan Sistem Sosioteknikal (THE SOCIOTECHNICAL SYSTEM
APPROACH)
Di sini ditekankan perlunya dipertimbangkannya sistem-sistem sosial serta
sistem-sistem teknikal secara simultan dalam praktek manajemen, karena
sistem-sistem teknikal mempunyai pengaruh besar atas sistem-sistem sosial
organisasi. Dengan kata lain, sikap-sikap pribadi dan perilaku kelompok
dipengaruhi oleh sistem teknikal di mana orang-orang bekerja.
f. Pendekatan Teori Keputusan (THE DESICION THEORY APPROACH)
Pendekatan ini menekankan pengambilan keputusan sebagai tanggung jawab
pokok semua manajer dan dipusatkannya perhatian atas pengembangan
pemikiran manajemen sekitar pengambilan keputusan.

g. Pendekatan Sistem (THE SYSTEM APPROACH)


Pendekatan sistem(system approach) mempelajari bagian-bagian
interdependen dari organisasi-organisasi sewaktu mereka berinteraksi dengan
dan dipengaruhi oleh lingkungan-lingkunagan mereka.
h. Pendekatan Matematikal Atau Pendekatan Ilmu Manajemen (THE
MATHEMATICAL OR MANAGEMENT SCIENCE APPROACH)
Pendekatan ini memperhatikan manajemen sebagai suatu proses yang dapat
dipelajari dengan bantuan model-model matematikal yang menyatakan
elemen-elemen dasar sebuah problem dan di samping itu diberikannya alat-
alat guna mengidentifikasi serta mengevaluasi pemecahan-pemecahan
alternatif terhadap problem yang dihadapi
i. Pendekatan Kontingensi atau Situasional (THE CONTINGENCY OR
SITUATIONAL APPROACH)
Pendekatan ini mempelajari perilaku manajerial sebagai reaksi atas sejumlah
keadaan tertentu guna menyarankan praktek-praktek manajemen yang
dianggap paling cocok dalam rangka usaha menghadapi situasi tertentu.
j. Pendekatan Peranan-Peranan Manajerial (THE MANAGERIAL ROLES
APPROACH)
Di sini diobservasi apa yang dilakukan oleh para manajer dalam rangka upaya
mengidentifikasi serta mengklasifikasi peranan-peranan yang bersifat umum
bagi semua manajer.
k. Pendekatan Operasional (THE OPERATIONAL APPROACH)
Pendekatan ini berupaya untuk memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip,
teori serta teknik-teknik yang melandasi praktek manajemen dengan jalan
menghubungkannya dengan fungsi para manajer.
l. Pendekatan 7-S Dari Mc. Kinsey (Mc. KINSEY’s 7-S APPROACH)
Kerangka dasar 7-S dari Kinsey yaitu : Strategy (startegi), structure(struktur),
system(sistem), style(gaya), staff(staf), shared values(nilai yang dianut
bersama-sama), skills(keterampilan-keterampilan)

2. Lingkungan Manajemen
Dalam praktek manajemen, terdapat banyak kekuatan yang berbeda di dalam
maupun di luar organisasi yang mempengaruhi hasil kerja seseorang manajer.
Kita mengetahui bahwa fungsi-fungsi manajemen berupa perencanaan,
pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan seringkali harus
dilaksanakan dalam kondisi yang terus-menerus mengalami perubahan. Setiap
manajer harus senantiasa menghadapi dua macam lingkungan yakni :
a. Lingkungan Internal (Organisasinya)
Jika membicarakan lingkungan internal berarti juga mempelajari lingkungan
dalam organisasi. Hal ini mencakup pembahasan tentang kerangka di mana
para manajer melaksanakan tugas mereka, aktivitas setiap hari yang memakan
waktu, dan keterampilan-keterampilan umum tertentu yang diperlukan untuk
menghadapi lingkungan internal tersebut.
b. Lingkungan Eksternal
Tidak ada organisasi manapun juga yang dapat berswasembada (SELF
SUFFICIENT), terlepas dari apakah organisasi tersebut berorientasi pada laba
atau tidak. Setiap organisasi menghasilkan sesuatu bagi lingkungan yang ada
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Aneka macam komponen
yang banyak jumlahnya, dari lingkungan eksternal dapat diklasifikasikan
menjadi dua macam, yaitu :
1) Komponen Tindakan Langsung (DIRECT-ACTION COMPONENTS)
Komponen-komponen tindakan langsung mempunyai pengaruh langsung atas
hasil pekerjaan yang bersangkutan. Komponen tersebut meliputi pihak pesaing
dan organisasi-organisasi serta individu-individu yang mensuplai sumber daya.
2) Komponen Tindakan Tidak Langsung (INDIRECT-ACTION COMPONENTS)
Komponen-komponen tindakan tidak langsung mempengaruhi iklim di mana
organisasi yang bersangkutan beroperasi dan di dalam kondisi tertentu dapat
berubah menjadi komponen tindakan langsung. Komponen tersebut meliputi
perubahan teknologi, komponen ekonomi, komponen politik, hukum dan
pengaturan komponen kultural dan sosial serta komponen internasional.

3. Komunikasi Manajemen
Ada banyak orang yang mengatakan bahwa “effective communications in
management”, yang berarti bahwa komunikasi merupakan alat vital yang
sangat menentukan bagi proses manajemen. Manajemen hanya dapat berjalan
melalui jalan pikiran dan kegiatan orang-orang. Untuk itu, hubungan antar
orang-orang yang baik harus memerlukan bentuk komunikasi yang efektif.
Tanpa itu, tidak akan mungkin ada hubungan kerja sama yang baik. Untuk
komunikasi diperlukan empat unsur dasar, yaitu :
a. Komunikator atau sumber komunikasi (pembicara, pengirim,dsb.).
b. Pesan atau isi komunikasi atau message (apa yang dikehendaki
komunikator supaya sampai dan diterima dengan baik).
c. Sarana atau media, lambang, simbol (kata, isyarat,lagu,tanda).
d. Komunikan atau penerima komunikasi (pendengar, pembaca, pengamat).
Empat unsur dasar tersebut diperlukan untuk komunikasi dalam manajemen.
Komunikasi manajemen merupakan suatu jaringan (network), yang terdiri atas
saluran-saluran(channels) dan setiap saluran harus terbuka untuk lebih dari
komunikasi dua arah karena harus memberikan kesempatan kepada semua
warga organisasi untuk berkomunikasi satu sama lain secara efektif.
Dalam organisasi formil arus komunikasi hanya dapat berjalan ke tiga arah,
yaitu :
a. Komunikasi dari atas ke bawah yang menyangkut pengendalian dan
pengarahan daripada orang-orang beserta kegiatan-kegiatannya.
b. Komunikasi dari bawah ke atas menyangkut laporan-laporan, penyajian
masalah, saran-saran dan usul-usul.
c. Komunikasi menyilang atau horisontal yang menyangkut kerja sama dan
koordinasi. 
Yang dapat menentukan komunikasi yang efektif adalah sarana-sarana (means
of communication) dan atau media yang dipergunakan. Untuk itu diperlukan
semacam jaringan komunikasi (communications network) yang tetap dan suatu
program komunikasi (communication programme), yakni suatu perangkat
prosedur-prosedur tetap yang harus digunakan dalam berkomunikasi satu
sama lain secara teratur.
Sumber-sumber hambatan komunikasi adalah filsafat atau pandangan hidup
orang-orang, filosofi manajemen yang ditegakkan, sikap mental, dan
pengetahuan/pendidikan yang berbeda-beda.

Kepemimpinan, Motivasi, Kinerja Sehubungan Dengan Fungsi Actuating


Actuating atau penggerakkan pada hakikatnya adalah menggerakkan orang-orang
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Lebih lanjut
dikemukakan oleh Prof. Dr. H. Arifin Abdulrachman, bahwa actuating merupakan
kegiatan manajemen untuk membuat orang lain suka dan dapat bekerja. Ini berarti
actuating adalah kegiatan manajemen yang bertujuan agar orang lain senang dan
memiliki kinerja.
Sedangkan kemampuan atau seni untuk mengerakkan orang lain disebut sebagai
kepemimpinan (Leadership). Kepemimpinan sering pula diartikan sebagai
kemampuan atau seni untuk mempengaruhi orang-orang lain supaya mau dan dapat
bekerja mengikuti kemauan manajemen. 
Dalam bahasa asingnya, terdapat beberapa istilah yang merupakan terminologi untuk
penggerakkan, di antaranya adalah : 
a. Directing, yaitu menggerakkan orang-orang lain dengan memberikan berbagai
pengarahan.
b. Actuating, yakni menggerakkan orang lain secara umum.
c. Leading adalah menggerakkan orang lain dengan cara menempatkan diri di muka
orang-orang yang digerakkan, membawa mereka menuju suatu tujuan tertentu serta
memberikan contoh-contoh.
d. Commanding yaitu menggerakkan orang lain yang disertai adanya unsur paksaan.
e. Motivating, yaitu menggerakkan orang lain dengan terlebih dahulu memberikan
alasan-alasan mengapa hal tertentu harus dilaksanakan.
Dengan melihat adanya terminologi di atas, terlihat secara jelas bahwa adanya unsur
leading (kepemimpinan) dan unsur motivating (motivasi) dalam
actuating/penggerakkan dalam arti sebenarnya.
Bila diambil secara singkat dan ringkas, maka fungsi actuating dapat diklasifikasikan
menjadi lima sub-fungsi manajemen, yaitu :

a. Communicating atau komunikasi.


b. Leading, leadership atau kepemimpinan.
c. Directing, direksi atau pengarahan.
d. Motivating atau motivasi.
e. Facilitating atau penyediaan sarana dan kemudahan. 
Kalau kita lihat leadership merupakan salah satu sub-fungsi dari actuating.
Kepemimpinan yang dijalankan dalam manajemen, khususnya actuating ada tiga
macam : 
a. Kepemimpinan organisasi (organizational leadership), yang bersifat kaku dan
bertujuan menegakkan tertib dan disiplin organisasi.
b. Kepemimpinan personal (personal leadership) yang bersifat leader sebagai
manusia menghadapi bawahan sebagai manusia pula, dan bertujuan untuk
menciptakan iklim kepercayaan bawahan terhadap atas sehingga berkembanglah
loyalitas.
c. Team and teamwork leadership, yaitu perpaduan dari kedua kepemimpinan
tersebut di atas yang bertujuan menegakkan prinsip kerja sama, prinsip integritas,
prinsip disiplin kerja.
Empat syarat pokok leadership yaitu :
a. Pemimpin harus peka terhadap iklim lingkungannya.
b. Pemimpin harus menjadi teladan dalam lingkungannya.
c. Pemimpin harus bersikap dan bersifat setia.
d. Pemimpin harus mampu mengambil keputusan.
Motivating atau motivasi adalah sub-fungsi actuating yang menyangkut kesediaan
bawahan untuk bereaksi positif terhadap manajer dan bekerja sebaik-baiknya untuk
kepentingan organisasi. Tujuan dari motivasi adalah untuk membuat semua bawahan
benar-benar MAU untuk mencapai dan menyelesaikan segala apa yang menjadi
kehendak dan rencana organisasi. Yang digunakan dalam motivasi adalah motif-motif,
indusemen-indusemen, dan perangsang-perangsang kerja. Jadi kesimpulannya
kepemimpinan dan motivasi merupakan fungsi actuating yang bertujuan untuk
meningkatkan kinerja bawahan. 
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha untuk memberikan
pengertian atau pesan kepada orang lain melalui pesan simbolis dan merupakan hal
terpennting dalam sebuah organisasi. Dengan komunikasi seorang menajer bisa
saling berinteraksi dengan sesama menajer ataupun dengan sesama bawahannya.
Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang
merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari
pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada
komunikasi dua arah untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk
mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan
suatu organisasi. Salah satu bentuk komunikasi tersebut adalah komunikasi atasan
bawahan.
DAFTAR PUSTAKA
dr. dewi k. soedarsono. 2017. SISTEM MANAJEMEN KOMUNIKASI TEORI, MODEL,
DAN APLIKASI. simbiosa rekatama media.

Nurudin,ILMU KOMUNIKASI : Ilmiah dan Populer.2017.PT RAJAGRAFINDO


PERSADA

Winardi. 1990. Asas-Asas Manajemen. Bandung : CV Mandar Maju.


Atmosudirdjo, S.P.1982. Administrasi dan Manajemen Umum. Jakarta :
Ghalia Indonesia.
Julitriarsa, Djati.1988. Manajemen Umum Sebuah Pengantar. Yogyakarta
:BPFE

BAB III
PENUTUP

B. Kesimpulan
Komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha untuk memberikan
pengertian atau pesan kepada orang lain melalui pesan simbolis dan merupakan hal
terpennting dalam sebuah organisasi. Dengan komunikasi seorang menajer bisa
saling berinteraksi dengan sesama menajer ataupun dengan sesama bawahannya.
Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang
merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari
pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada
komunikasi dua arah untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk
mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan
suatu organisasi. Salah satu bentuk komunikasi tersebut adalah komunikasi atasan
bawahan.

Anda mungkin juga menyukai