Tugas Etik Kelompok Pulmo
Tugas Etik Kelompok Pulmo
Disusun oleh :
Kelompok pulmonology dan kedokteran respirasi
dr. Atikanur
dr. Mario Oktafiendi Ginting
dr. Riska Yuliana Sari
dr. Rizki Romadani
dr. Said Tryanda syafitra
Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................4
1.3 TUJUAN......................................................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 VENTILATOR............................................................................................6
2.2 GAGAL NAPAS.........................................................................................8
2.3 ASPEK BIOETIKA TERAPI BANTUAN HIDUP PADA PERAWATAN
KRITIS.........................................................................................................9
2.4 ASPEK MEDIKOLEGAL DAN KODE ETIK KEDOKTERAN.............10
BAB III PEMBAHASAN
3.1 ISU BIOETIKA.........................................................................................11
3.2 ISU MEDIKOLEGAL DAN KODE ETIK KEDOKTERAN...................13
BAB IV PENUTUP...............................................................................................15
Daftar Pustaka........................................................................................................16
Lampiran................................................................................................................17
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
3. Bagaimana pertimbangan medis pemasangan dan pelepasan ventilator
pada pasien gagal napas?
4. Bagaimana pertimbangan bioetika pemasangan dan pelepasan ventilator
pada pasien gagal napas?
5. Bagaimana pertimbangan medikolegal dan Kode Etik Kedokteran tentang
penggunaan ventilator pada pasien gagal napas?
1.3 Tujuan
Mengetahui pertimbangan medis, bioetika, medikolegal serta Kode Etik
Kedokteran tentang pemasangan dan pelepasan ventilator pada pasien gagal
napas.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ventilator
Pengertian Ventilator
Ventilasi mekanik adalah alat bantu napas yang memberikan bantuan
napas dengan cara membantu sebagian atau mengambil alih semua fungsi
pernapasan guna untuk mampertahankan hidup.
5
1. Proses penyakit yang menyebabkan pasien membutuhkan ventilator
mekanik sudah tertangani
2. PaO2 /FiO2 > 200; PEEP < 5; FiO2 < 0,5; pH > 7,25; Hb > 8 g%
3. Pasien sadar, dan afebril (suhu tubuh normal)
4. Fungsi jantung stabil:
- HR < 140/min
- Tidak terdapat iskemi otot jantung (myokardial Ischemia)
- Bebas dari obat-obatan vasopresor atau hanya menggunakan obat-
obatan inotropik dosis rendah
5. Fungsi paru stabil:
- Kapasitas vital 10-15 cc/kg
- Volume tidal 4-5 cc/kg
- Ventilasi menit 6-10l
- Frekuensi < 20 permenit
6. Kondisi selang ET/TT:
- Posisi diatas karina pada foto Rontgen
- Ukuran : diameter 8,5 mm
7. Terbebas dari asidosis respiratorik
8. Nutrisi :
- Kalori perhari 2000-2500 kal
- Waktu : 1 jam sebelum makan
9. Jalan Napas :
- Sekresi : antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suction)
- Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau Steroid
- Posisi : duduk, semifowler
10. Obat-obatan :
- Agen sedatif : dihentikan lebih dari 24 jam
- Agen paralisis: dihentikan lebih dari 24 jam
11. Psikologi pasien
- Mempersiapkan kondisi emosi/psikologi pasien untuk tindakan
penyapihan
6
Komplikasi Ventilator Mekanik
7
Klasifikasi dan Etiologi
Menurut Deliana, “gagal napas akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu
gagal napas akut hipoksemia (gagal napas tipe I) dan gagal napas akut hiperkapnia
(gagal napas tipe II). Gagal napas tipe I dihubungkan dengan defek primer pada
oksigenasi sedangkan gagal napas tipe II dihubungkan dengan defek primer
ventilasi.” Penyebab gagal napas tipe I secara umum adalah PPOK, pneumonia,
edema paru, fibrosis paru, asma, pneumotoraks, bronkiektasis, ARDS dan emboli
paru. Sedangkan, untuk gagal napas tipe II diantaranya adalah PPOK, asma berat,
edema paru dan ARDS.
Tanda Klinis
Tanda-tanda klinis akan terjadinya gagal napas antara lain kecepatan nadi
meningkat, suara napas berkurang, agitasi akibat memburuknya hipoksia, atau
letargi karena peningkatan retensi CO2. Tanda-tanda klinis tersebut relatif tidak
spesifik dan dipengaruhi banyak variabel, jadi sebaiknya tidak digunakan untuk
mendeteksi kemungkinan gagal napas (Lyrawati, 2012).
8
tindakan penundaan dan penghentian bantuan hidup adalah kapan, dimana dan
kondisi bagaimana dokter menyampaikan hal tersebut kepada keluarga pasien.
Pertama sekali dokter harus menghormati harkat martabat pasien (otonomi
pasien). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apakah tindakan tersebut bersifat
ordinary atau extraordinary. Menurut Suryadi (2017), “tindakan yang ordinary
(biasa) adalah semua tindakan medis, bedah atau obat-obatan yang menawarkan
harapan “perbaikan keadaan” yang wajar, yang dapat diperoleh atau dilakukan
tanpa biaya berlebihan, kesakitan/susah payah atau ketidaknyamanan yang lain.”
Sedangkan, tindakan extraordinary adalah “semua tindakan medis, bedah
atauobat-obatan yang tidak dapat diperoleh/dilakukan tanpa biaya berlebih, susah
payah atau ketidaknyamanan, atau yang apabila dilakukan tidak menawarkan
harapan “perbaikan keadaan” yang wajar.
9
BAB III
PEMBAHASAN
10
pasien maupun keluarganya harus mempunyai otonomi untuk menerima informasi
yang relevan tentang penyakitnya, serta memutuskan terapi yang akan dijalani.
Dokter harus menentukan apakah pasien, keluarga atau kerabat faham tentang
kondisi kesehatan terakhir dari pasien. Jika pasien atau keluarga kemudian
memutuskan untuk menunda atau menghentikan pemakaian ventilator, maka
dokter harus mengikuti kemauan pasien.
11
Tidak, jika tujuan pelepasan ventilator adalah untuk kenyamanan pasien
(atau karena pemasangan ventilator tidak memberi manfaat lagi) bukan
kematian.
12
Dijelaskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dalam
pasal 7d, yang berbunyi: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup makhluk insani.” Serta, dijelaskan juga pada Pasal
5, “tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia, seorang dokter harus tetap
mengupayakan peringanan atas penderitaan pasien, namun tidak diperbolehkan
untuk mengakhiri nyawa sang pasien. Semua tindakan yang diambil dokter dalam
keadaan non emergensi atau pasien sadar perlu persetujuan pasien. Sedangkan,
dalam hal pasien meminta penghentian bantuan hidup, dokter tidak mempercepat
atau membunuh pasien, melainkan menghargai keputusan pasien dan
mengembalikan keadaan alami perjalanan penyakit pasien.
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penggunaan ventilator pada pasien gagal napas wajib dilakukan karena
sesuai dengan KDB beneficence dan non-maleficence. Akan tetapi, terdapat
dilemma etik jika pasien atau keluarga pasien, berdasarkan KDB autonomy
meminta penundaan atau penghentian penggunaan ventilator sebagai alat
penunjang hidup. Dalam kaidah non-maleficence, hal tersebut tidak boleh
dilakukan karena akan memperburuk keadaan pasien serta merupakan suatu
tindakan yang amoral. Dalam kaidah beneficence, hal tersebut bertentangan
dengan prinsip mengusahakan kehidupan baik minimal pasien, tetapi dapat
dimaklumi jika bertujuan untuk meringankan penderitaan pasien. Sedangkan,
berdasarkan kaidah autonomy, dokter harus menghargai apapun keputusan pasien.
The American Medical Association membuat sebuah pedoman umum yang salah
satu diantaranya: Apakah dokter “membunuh” pasien jika melepas ventilator?
Tidak, jika tujuan pelepasan ventilator adalah untuk kenyamanan pasien (atau
karena pemasangan ventilator tidak memberi manfaat lagi) bukan kematian. Pada
dasarnya, pelepasan ventilator hanya mengembalikan perjalanan penyakit secara
alami, bukan mempercepat apalagi mengusahakan kematian pasien. Dijelaskan
dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dalam pasal 7d, yang
berbunyi: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi
hidup makhluk insani.” Tetapi, dijelaskan juga pada Pasal 5, “tiap perbuatan atau
nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh
persetujuan pasien.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penundaan atau penghentian
alat bantu hidup, dalam hal ini ventilator, dapat dilakukan jika berdasarkan
permintaan dan persetujuan pasien atau keluarga pasien. Dokter tidak boleh
memutuskan penghentian kecuali telah memenuhi kriteria penyapihan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar. Aspek Klinis Dan Tatalaksana Gagal Napas Akut Pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syah Kuala 13.3 (2013): 173-178.
15
16