PBL Skenario 2 Kedkom

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 33

I.

Memahami dan Menjelaskan KLB dan Wabah


1.1 Definisi
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan
atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1984).
Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat
baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka.

1.2 Kriteria KLB


kriteria kerja KLB yaitu :
1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau
lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau
lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan
kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun
sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, “DHF/DSS”, (a)Setiap peningkatan kasus dari
periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru
dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari
penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yg dialami 1 atau lebih penderita: Keracunan makanan, Keracunan
pestisida.

Regina Septiani 1102010234 Page 1


1.3 Klasifikasi
Klasifikasi Kejadian Luar Biasa :
Menurut Penyebab :
Toksin
 Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera,
Eschorichia, Shigella.
 Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
 Clostridium perfringens.
 Endotoxin.
Infeksi
 Virus.
 Bacteri.
 Protozoa.
 Cacing.
Toksin Biologis
 Racun jamur.
 Alfatoxin.
 Plankton
 Racun ikan
 Racun tumbuh-tumbuhan
Toksin Kimia
 Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain
 cyanida.
 Zat kimia organik: nitrit, pestisida.
 Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya

Menurut Sumber KLB :


 Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti :
Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus,
 Protozoa, Virus Hepatitis.

Regina Septiani 1102010234 Page 2


 Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,
penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
 Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira,
Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
 Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.
 Udara, misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
 Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella.
 Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.
 Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

Menurut Penyakit wabah :


Beberapa penyakit dari sumber di atas yang sering menjadi wabah:
 Kholera
 Pes
 Demam kuning
 Demam bolak-balik
 Tifus bercak wabah
 Demam Berdarah Dengue
 Campak
 Polio
 Difteri
 Pertusis
 Rabies
 Malaria
 Influensa
 Hepatitis
 Tipus perut
 Meningitis
 Encephalitis
 SARS
 Anthrax

Regina Septiani 1102010234 Page 3


Klasifikasi Wabah :
1. Common Source Epidemic
Adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang
dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat.
Adapun Common Source Epidemic itu berupa keterpaparan umum, biasa pada letusan
keracunan makanan, polusi kimia di udara terbuka, menggambarkan satu puncak epidemi,
jarak antara satu kasus dengan kasus, selanjutnya hanya dalam hitungan jam,tidak ada angka
serangan ke dua
2. Propagated/Progresive Epidemic
Bentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang sehingga waktu lebih lama dan
masa tunas yang lebih lama pula. Propagated atau progressive epidemic terjadi karena adanya
penularan dari orang ke orang baik langsung maupun melalui vector, relatif lama waktunya
dan lama masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masya
yang rentan serta morbilitas dari pddk setempat, masa epidemi cukup lama dengan situasi
peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada batas minimal abggota
masyarakat yang rentan, lebih memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan
urutan generasi kasus.

1.4 Langkah-Langkah Penyelidikan KLB dan Investigasi Wabah


- Langkah-langkah Penyelidikan KLB :
1 Persiapan penelitian lapangan
2 Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3 Memastikan Diagnose Etiologis
4 Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5 Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6 Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7 Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran
8 Mengidentikasi keadaan penyebab KLB
9 Merencanakan penelitian lain yang sistematis
10 Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan
11 Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi
12 Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi

Regina Septiani 1102010234 Page 4


(Sumber : CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al.,
1986; Goodman et al., 1990)

Persiapan Penelitian Lapangan


1. Pemantapan (konfirmasi) informasi.
Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga diperlukan
pemantapan informasi untuk melengkapi informasi awal, yang dilakukan dengan kontak
dengan daerah setempat. Informasi awal yang digunakan sebagai arahan untuk membuat
rencana kerja (plan of action), yang meliputi informasi sebagai berikut :
a. Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia informasi adanya KLB dapat berasal dari
fasilitas kesehatan primer (laporan W1), analisis sistem kewaspadaan dini di daerah tersebut
(laporan W2), hasil laboratorium, laporan Rumah sakit (Laporan KD-RS) atau masyarakat
(Laporan S-0).
b. Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala klinis, pemeriksaan
yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis dan hasil pemeriksaannya, komplikasi yang
terjadi (misal kematian, kecacatan. Kelumpuhan dan lainnya).
c. Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di daerah/lokasi KLB.

2. Pembuatan rencana kerja


Berdasar informasi tersebut disusun rencana penyelidikan (proposal), yang minimal
berisi :
a. Tujuan penyelidikan KLB
b. Definisi kasus awal
c. Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber penularan
d. Macam dan sumber data yang diperlukan
e. Strategi penemuan kasus
f. Sarana dan tenaga yang diperlukan.

3. Pertemuan dengan pejabat setempat.


Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan
KLB, kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh izin dan pengamanan.

Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB

Regina Septiani 1102010234 Page 5


A. Pemastian diagnosis penyakit
Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda
penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya.
Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus
adalah sebagai berikut :
1. Buat daftar gejala yang ada pada kasus
2. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
3. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya

B. Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah
berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang
dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu.
Dalam membandingkan insidensi penyakit berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa
penyakit dalam keadaan biasa (endemis) dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal
penyakit). Penggambaran pola temporal penyakit yang penting untuk penetapan KLB adalah,
pola musiman penyakit (periode 12 bulan) dan kecenderungan jangka panjang (periode
tahunan – pola maksimum dan minimum penyakit). Dengan demikian untuk melihat
kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan dengan frekuensi penyakit pada tahun yang
sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda (CDC, 1979).

Identifikasi kasus atau paparan

Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan teliti.
Hasil perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB berdasarkan
waktu, tempat dan orang dengan lebih teliti. Ketelitian dalam mengidentifikasikan kasus
sangat diperlukan untuk dasar deskripsi KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang (Mac
Mahon and Pugh, 1970; Kelsey at al., 1986).

Dasar yang dipakai pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis penyakit.
Jika diagnosis pasti belum dapat ditentukan maka dapat digunakan frekuensi gejala klinis,
kemudian dibuat definisi operasional kasus yang sesuai dengan frekuensi gejala klinis yang
ditemukan.
Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber

Regina Septiani 1102010234 Page 6


penularan. Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari teori
cara penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada penyakit yang cara
penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan makanan identifikasi paparan ini
secara awal perlu dilakukan untuk penanggulangan sementara dengan segera (CDC, 1979).
Menurut Greg (1985) pada KLB penyakit dengan carrier identifikasi kaus awal perlu
dilakukan untuk membantu pencarian orang yang diduga (kontak) sebagai sumber
pemularan .(carrier). Identifikasi paparan ini selanjutnya dapat dipakai sebagai arahan untuk
identifikasi sumber penularan yang lebih spesifik (tingkat resiko penularan) atau untuk
membantu penegakan diagnosis penyakit.

Deskripsi KLB
1. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB
berlangsung), yang digambarkan dalam suatu kurva epidemik.
Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat
mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Kurva ini digambarkan dengan axs
horizontal adalah saat mulainya sakit dan sebagai axis vertikal adalah jumlah kasus.
Kurva epidemik dapat digunakan untuk tujuan :
a. Menentukan / memprakirakan sumber atau cara penularan penyakit dengan melihat tipe
kurva epidemik tersebut (common source atau propagated).
b. Mengidentifikasikan waktu paparan atau pencarian kasus awal (index case). Dengan cara
menghitung berdasarkan masa inkubasi rata-rata atau masa inkubasi maksimum dan
minimum.

2. Deskripsi kasus berdasarkan tempat


Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan
petunjuk populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan).
Hasil analisis ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan
tercapai, maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal,
blok sensus), tempat pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi,
sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari
orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980).
Kesalahan yang sering terjadi adalah pemikiran bahwa pengelompokan kasus berdasarkan
tempat adalah berdasarkan tempat tinggal, sehingga sering tidak didapatkan hasil yang nyata.

Regina Septiani 1102010234 Page 7


Sebagai contoh suatu KLB Brucellosis pada manusia, jika dilakukan pengelompokan kasus
berdasarkan tempat tinggal tak akan mendapatkan sesuatu, tetapi pengelompokan
berdasarkan tempat pekerjaan mungkin akan memberikan petunjuk tentang sumber penularan
(CDC, 1979).
Penilaian variasi geografik dari suatu paparan infeksi harus memperhitungkan distribusi
populasi (area specific attack rate), maka kesimpulan mengenai perbedaan risiko daerah harus
dinyatakan dalam rate bukan jumlah kasus.

3. Deskripsi KLB berdasarkan orang


Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan atau
etiologi penyakit.
Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status
perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus
dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan perhatian
pada satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu
dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini
akan berguna untuk membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai
kunci yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit (MacMahon and Pugh, 1970;
Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986).
Penyusunan distribusi kasus berdasarkan umur dilakukan dengan mengelompokan kasus pada
interval umur, yang disesuaikan dengan kemungkinan pembuatan kesimpulan yang lebih
baik. Pengelompokan dapat menggunakan interval yang sistematis (5, 10 tahun) atau interval
kelompok tertentu (balita, usia sekolah, usia dewasa). Kesalahan yang sering terjadi adalah
interval umur yang terlalu lebar, sehingga menyembunyikan perbedaan risiko sakit yang
mungkin berharga untuk mengetahui sumber penularan.

Penanggulangan sementara
Kecepatan keputusan cara penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya
etiologi penyakit, sumber dan cara penularannya (Goodman et al., 1990).
1. Jika etiologi telah diketahui sumber dan cara penularannya dapat dipastikan maka
penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas.

Regina Septiani 1102010234 Page 8


2. Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat dipastikan, maka
belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan penyelidikan yang lebih luas
untuk mencari sumber dan cara penularannya.

3. Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah diketahui maka
penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih memerlukan penyelidikan yang
luas tentang etiologinya.
4. Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka penanggulangan tidak
dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah
penyelidikan.

Identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB


A. Identifikasi sumber penularan
Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan :
• Membuktikan adanya agent pada sumber penularan secara laboratoris atau adanya
hubungan secara statistik antara kasus dan pemaparan (Mac Mahon and Pugh, 1970; CDC,
1979).
• Hubungan secara statistik ialah jika proporsi orang-orang dengan kedua sifat (sebab-akibat)
mempunyai perbedaan (lebih tinggi/rendah) yang bermakna secara statistik. Atau perubahan
variabel yang satu diikuti oleh variabel yang lain. Biasanya pada penyelidikan KLB untuk
menguji atau membuktikan adanya hubungan ini dilakukan : dengan penelitian kasus-
pembanding (Kelsey et al., 1986).
Menurut MacMahon and Pugh (1970), CDC (1979), dan Kelsey et al (1986),
penentuan dugaan sumber dan cara penularan penyakit dianggap telah baik jika :
1. Ditemukan agent yang sama antara sumber infeksi dan penderita.
2. terdapat perbedaan angka serangan (attack rate) yang bermakna antara orang-orang yang
terpapar dan yang tidak terhadap sumber penularan.
3. Tidak ada cara lain pada semua kasus, atau cara penularan lain tidak dapat menerangkan
distribusi umur waktu dan geografis pada semua kasus.

B. Identifikasi keadaan penyebab KLB


Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan keseimbangan dari
agent, penjamu, dan lingkungan yang dapat terjadi oleh karena :
1. Kenaikan jumlah atau virulensi dari agent

Regina Septiani 1102010234 Page 9


2. Adanya agent penyebab baru atau yang sebelumnya tidak ada
3. Keadaan yang mempermudah penularan penyakit
4. perubahan imunitas penduduk terhadap agent yang pathogen,
5. lingkungan dan kebiasaan penduduk yang berpeluang untuk terjadinya pemaparan.
Perencanaan penelitian lain Yang sistematis
Goodman et al (1990) mengatakan bahwa KLB merupakan kejadian yang alami
(natural), oleh karenanya selain untuk mencapai tujuan utamanya penyelidikan epidemiologi
KLB merupakan kesempatan baik untuk melakukan penelitian. Misalnya penelitian tentang
hubungan yang berat antara ilmu epidemiologi dan penggunaannya di lapangan,
mengevaluasi program-program kesehatan (cara diagnosis, pengobatan, imunisasi,
pencegahan penyakit, penyuluhan kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan perorangan
dan lainnya), mengevaluasi kemampuan sistem surveilans yang ada, mengetahui partisipasi
masyarakat, mengetahui sumber yang tepat untuk perencanaan program, kepatuhan petugas
kesehatan dalam menjalankan peraturan atau dapat digunakan sebagai sarana pelatihan
epidemiologi pada petugas kesehatan.
Di Indonesia, setiap penyelidikan epidemiologi KLB, sebaiknya digunakan sebagai sarana
mendapatkan informasi untuk perbaikan program kesehatan pada umumnya dan program
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan sistem surveilans pada khususnya.
Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan epidemiologi KLB selalu dilakukan :
1. Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui kemampuannya yang
ada sebagai alat deteksi dini adanya KLB, kecepatan informasi dan pemenuhan kewajiban
pelaksanaan sistem surveilans.
2. Penelitian faktor risiko kejadian penyakit (KLB) yang sedang berlangsung
3. Evaluasi terhadap program kesehatan.

Penyusunan rekomendasi
A. Penanggulangan KLB
Menurut Goodman et al (1990), tujuan utama penyelidikan epidemiologi KLB adalah
merumuskan tindakan untuk mengakhiri KLB pada situasi yang dihadapi (penanggulangan)
dan mencegah terulangnya KLB di masa mendatang (pengendalian).
Tindakan penanggulangan KLB didasari oleh diketahuinya :
1. etiologis,
2. sumber dan cara penularan.

Regina Septiani 1102010234 Page 10


B. Pengendalian
Tindakan pengendalian KLB meliputi pencegahan terjadinya KLB pada populasi,
tempat dan waktu yang berisiko (Bres, 1986). Dengan demikian untuk pengendalian KLB
selain diketahuinya etiologi, sumber dan cara penularan penyakit masih diperlukan informasi
lain. Informasi tersebut meliputi :
1. Keadaan penyebab KLB,
2. kecenderungan jangka panjang penyakit
3. daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat) dan
4. populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas).

Sistem surveilans
Agar dapat mengevaluasi terhadap tindakan penanggulangan yang dijalankan dan
mencegah timbulnya komplikasi atau kematian, maka diperlukan sistim penemuan kasus dan
kasus komplikasi secara dini. Sistim berlaku selama periode KLB atau periode yang diduga
komplikasi akan terjadi. Sistim surveilans penyakit di masyarakat (menggunakan tenaga
masyarakat, kader) biasanya lebih dapat dipergunakan untuk memantau kasus baru dan
komplikasinya (Bres, 1986).

Penyusunan laporan KLB


Menurut Bres (1986) agar hasil penyelidikan epidemiologi KLB dapat digunakan sesuai
dengan tujuannya maka laporan hasil penyelidikan epidemiologi KLB hendaknya berisi :
1. Latar belakang, yang meliputi analisis keadaan geografis, kondisi alam, kependudukan,
status sosial ekonomi, pelayanan kesehatan, sistem kewaspadaan dini yang berlaku, insidens
penyakit dalam keadaan biasa.
2. Riwayat kejadian KLB pada penyakit yang sama di daerah setempat atau di daerah yang
lain.
3. Metoda penyelidikan epidemiologi KLB, yang meliputi definisi kasus, alat yang digunakan
(kuestioner), perjalanan penyakit, cara survai (pelayanan kesehatan, Rumah sakit, survai
rumah tangga), rancangan penelitian, cara pengumpulan specimen, teknik pemeriksaan
laboratorium, kuantitas dan kualitas tenaga yang dipakai.
4. Analisis data, meliputi :
• Data klinis (frekuensi gejala/tanda), perjalanan penyakit, diagnosis banding, komplikasi
penyakit, case fatality rate, frekuensi komplikasi yang terjadi)
• Data epidemiologi, deskripsi kejadian menurut waktu, tempat dan orang.

Regina Septiani 1102010234 Page 11


• Analisis cara dan sumber penularan (sumber infeksi, tempat dan cara masuknya agent
penyebab ke penjamu, faktor-faktor yang mempengaruhi penularan)
• Data laboratorium (pemeriksaan agent penyebab, konfirmasi serologis, reliabilitas dan
validitas hasil pemeriksaan).
5. Pembahasan, yaitu interpretasi dari analisis data, perumusan hipotesis mengenai penyebab,
sumber dan cara penularan, analisis statistik dari uji hipotesis.
6. Kesimpulan, mengenai diagnosis penyakit, keadaan KLB, sumber dan cara penularan,
keadaan penyebab KLB.
7. Rekomendasi cara penanggulangan dan penyelidikan epidemiologi KLB, meliputi dasar-
dasar pengambilan keputusan dan deskripsi cara penanggulangan dan pengendalian KLB.

- Langkah-Langkah Investigasi Wabah :


1.  Konfimasi / menegakkan diagnosa
 Definisi kasus
 Klasifikasi kasus dan tanda klinik
 Pemeriksaan laboratorium
2.  Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan
 Bandingkan informasi yang didapat dengan definisi yang sudah ditentukan tentang
KLB
 Bandingkan dengan incidende penyakit itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya
3.  Hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang
 Kapan mulai sakit (waktu)
 Dimana mereka mendapat infeksi (tempat)
 Siapa yang terkena : (Gender, Umur, imunisasi, dll)
4.  Rumuskan suatu hipotesa sementara
 Hipotesa kemungkinan : penyebab, sumber infeksi, distribusi penderita (pattern of
disease)
 Hipotesa : untuk mengarahkan penyelidikan lebih lanjut
5.  Rencana penyelidikan epidemiologi yang lebih detail Untuk menguji hipotesis :
 Tentukan : data yang masih diperlukan sumber informasi
 Kembangkan dan buatkan check list.
 Lakukan survey dengan sampel yang cukup
6.  Laksanakan penyelidikan yang sudah direncanakan

Regina Septiani 1102010234 Page 12


 Lakukan wawancara dengan :
a. Penderita-penderita yang sudah diketahui (kasus)
b. Orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik mengenai waktu/tempat
terjadinya penyakit, tetapi mereka tidak sakit (control)
 Kumpulkan data kependudukan dan lingkungannya
 Selidiki sumber yang mungkin menjadi penyebab atau merupakan faktor yang ikut
berperan
 Ambil specimen dan sampel pemeriksa di laboratorium
7.  Buatlah analisa dan interpretasi data
 Buatlah ringkasan hasil penyelidikan lapangan
 Tabulasi, analisis, dan interpretasi data/informasi
 Buatlah kurva epidemik, menghitung rate, buatlah tabel dan grafik-grafik yang
diperlukan
 Terapkan test statistik
 Interpretasi data secara keseluruhan
8.Test hipotesa dan rumuskan kesimpulan
 Lakukan uji hipotesis
 Hipotesis yang diterima, dpt menerangkan pola penyakit :
a. Sesuai dengan sifat penyebab penyakit
b. Sumber infeksi
c. Cara penulara
d. Faktor lain yang berperan
9.  Lakukan tindakan penanggulangan
 Tentukan cara penanggulangan yang paling efektif.
 Lakukan surveilence terhadap penyakit dan faktor lain yang berhubungan.
 Tentukan cara pencegahan dimasa akan datang
10.  Buatlah laporan lengkap tentang penyelidikan epidemiologi tersebut.
 Pendahuluan
 Latar Belakang
 Uraian tentang penelitian yang dilakukan
 Hasil penelitian
 Analisis data dan kesimpulan

Regina Septiani 1102010234 Page 13


 Tindakan penanggulangan
 Dampak-dampak penting
 Saran rekomendasi

1.5 Penanggulangan KLB dan Wabah


1.    Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan
Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya : 
1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik. 
2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat 
4. Memperbaiki kerja laboratorium
5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain

Tim Gerak Cepat (TGC) :


Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan
penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data
penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan :
Pengamatan : 
 Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
 Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga
Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan
sebagai sumber penularan.
 Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi
penyebarannya
 Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan
di lapangan.
Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga
 Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap.

Regina Septiani 1102010234 Page 14


2. Memahami dan Menjelaskan Pola Pencarian Pengobatan
Individu dan Masyarakat
Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, menyatakan
bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), yang paling baru ini memang lebih luas dan dinamis dibandingkan
dengan batasan sebelumnya yang mengatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan
sempurna, baik fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat saja.
Agar mendapatkan kesehatan yang maksimal dibutuhkan usaha-usaha yang maksimal pula
untuk memperolehnya (Notoatmodjo, 2003).
Kesehatan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup layak,
produktif, serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya. Perkembangan
teknologi dalam bidang kesehatan berjalan dengan pesat dalam abad terakhir ini, yang
manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Namun demikian jangkauan pelayanan
kesehatan ini masih terbatas sehingga masyarakat belum sepenuhnya mampu menikmati
pelayanan kesehatan ini (Safrijal, 2005).
Menurut Azwar (1996), apabila pelayanan kesehatan yang diberikan dapat
memberikan kepuasan pada diri setiap pasien sesuai dengan tingkat rata-rata penduduk yang
menjadi sasaran pelayanan kesehatan, maka dapat dinilai baik untuk mutu pelayanan
kesehatan.
Menurut Wasisto dalam Sukamto (2008) mutu pelayanan kesehatan didukung oleh
banyak faktor yang merupakan suatu sistem. Faktor-faktor tersebut adalah tenaga kesehatan,
pembiayaan, sarana dan teknologi kesehatan yang digunakan, serta interaksi kegiatan yang
digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang
ada untuk menghasilkan jasa atau pelayanan. Setiap manusia berkeinginan untuk hidup sehat
atau paling tidak akan mempertahankan status sehat yang dimilikinya.
Tindakan manusia dalam mempertahankan kesehatan tersebut mengakibatkan
terjadinya pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada, baik pengobatan tradisional maupun
pengobatanmodern. Namun hubungan antara sehat dengan permintaan pelayanan kesehatan
tidaklah sesederhana itu. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor
tidak hanya jarak, tarif maupun pelayanan kesehatan yang memuaskan atau tidak, tapi juga
dipengaruhi oleh faktor akan konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit (Notoatmodjo,
2003)

Regina Septiani 1102010234 Page 15


Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit, sifatnya tidaklah selalu
objektif, bahkan lebih banyak unsur subjektifitas dalam menentukan kondisi tubuh seseorang.
Cara pandang masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur
pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas kesehatan,
berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan gejala
(simpton) yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seorang individu. Perbedaan persepsi
antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam
melaksanakan program kesehatan. Kadang-kadang orang tidak pergi berobat atau
menggunakan sarana kesehatan yang orang-orang akan melakukan pengobatan dengan
berbagai cara. Pola pengobatan yang dilakukan didasarkan kuat oleh pola pencarian
pengobatan yang dipahami.
Pengobatan dan penyembuhan suatu jenis penyakit yang dilakukan baik secara
tradisional dengan memanfaatkan tenaga pengobat tradisional (dukun, datu maupun tabib)
maupun pengobatan serta penyembuhan jenis penyakit yang dilakukan secara modern dengan
memanfaatkan tenaga medis serta dengan mempergunakan peralatan kedokteran yang serba
modern. Kedua jenis (cara) ini saling berbeda dan tidak dapat dipertemukan dan sampai saat
ini kedua cara ini masih diperlukan oleh masyarakat, baik masyarakat yang berada di
perkotaan maupun masyarakat yang berada di pedesaan (Lubis, dkk, 1995)
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa, walaupun pengobatan modern seperti tenaga
medis dan dokter telah banyak tersebar baik di daerah perkotaan maupun pinggiran, namun
pengobatan secara tradisional masih berfungsi dalam masyarakat baik masyarakat kota
maupun masyarakat desa. Hal ini tergantung bagaimana pola pencarian pengobatan yang di
pahami oleh individu tersebut dan yang berkembang di lingkungan sekitar.

3. Memahami dan Menjelaskan Cakupan Imunisasi

Regina Septiani 1102010234 Page 16


Pengertian Imunisasi Campak
1)  Diskripsi
Vaksin Campak merupakan  vaksin virus hidup yang dilemahkan. Vaksin ini
berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan dengan aquabidest steril.
2)  Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Campak.
3)  Cara pemberian dan dosis 
 Sebelum disuntikkan vaksin Campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengann pelarut
steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut aquabidest.

Regina Septiani 1102010234 Page 17


 Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan atas, pada usia 9-11
bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah  cath-up campaign
Campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6. 
 Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya  boleh digunakan maksimum 6 jam. 
4)  Efek samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari
yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
5)  Kontraindikasi
Individu yang mengidap penyakit immuno deficiency atau individu yang diduga
menderita gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma.  ( Dinkes Prov Jatim, 2005 )

4. Memahami dan Menjelaskan Aspek Sosial Budaya dalam


Mengakses Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan
Menurut Levey dan Loombo yang dijabarkan oleh Azrul Azwar (1996), menyatakan
bahwa pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok dan ataupun masyarakat.Dalam mencapai kesejahteraan dan pemeliharaan
penyembuhan penyakit sangat diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu dimana tanpa
adanya pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh di wilayah Indonesia ini tidak
akan tercapai derajat kesehatan yang optimal (Azwar, 1996).

Regina Septiani 1102010234 Page 18


Dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan polapola
penggunaan pelayanan kesehatan pada beberapa daerah. Hal ini tidak dapat dijelaskan hanya
karena adanya perbedaan morbidity rate atau karakteristik demografi penduduk, tetapi faktor-
faktor sosial budaya atau faktor-faktor penting yang menyebabkan tidak digunakannya
fasilitas kesehatan. Penggunaan pelayanan kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam
hubungannya dengan individu tetapi dapat diukur berdasarkan unit keluarga (Sarwono,
1997).
Banyak teori yang berkaitan dengan alasan seseorang ketika memilih dan menggunakan
fasilitas pelayanan kesehatan, diantaranya :
- Teori Andersen/ Health System Model
Menurut teori Anderson dalam Muzaham (1995), ada tiga faktor yang mempengaruhi
penggunaan pelayanan kesehatan yaitu :
1. Mudahnya menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan (karakteristik predisposisi)
2. Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada (karakteristik
pendukung)
3. Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan (karakteristik kebutuhan)Ilustrasi Model Anderson
- Model Kepercayaan Kesehatan / Health Belief Model
HBM telah berkembang di tahun 1950 oleh para ahli psikologi sosial.
Berkembangnya pelayanan kesehatan masyarakat akibat kegagalan dari orang atau
masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang
diselenggarakan oleh provider (Glanz, 2002).
Ada 5 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati penyakitnya :
1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)
Persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit. Agar seseorang bertindak
untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan terhadap
penyakit tersebut.
2. Keparahan yang dirasakan (perceived seriousness)
Tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahan penyakit dapat
disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang dirasakan misalnya dapat
menimbulkan kecacatan, kematian, atau kelumpuhan, dan juga dampak sosial seperti dampak
terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial.
3. Keuntungan yang dirasakan (perceived benefits)

Regina Septiani 1102010234 Page 19


Penerimaan seseorang terhadap pengobatan penyakit dapat disebabkan karena
keefektifan dari tindakan yang dilakukan untuk mengurangi penyakit. Faktorlainnya termasuk
yang tidak berhubungan dengan perawatan seperti, berhenti merokok dapat menghemat uang.
4. Hambatan yang dirasakan (perceived barriers)
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan pencegahan penyakit akan
mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Pada umumnya manfaat tindakan lebih
menentukan daripada rintangan atau hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan
tindakan tersebut.
5. Isyarat atau tanda-tanda untuk bertindak (cues to action)
Kesiapan seseorang akibat kerentanan dan manfaat yang dirasakan dapat menjadi
faktor yang potensial untuk melakukan tindakan pengobatan. Selain faktor lainnya seperti
faktor lingkungan, media massa, atau anjuran dari keluarga, teman-teman dan sebagainya.
6. Keyakinan akan diri sendiri (self efficacy)
Kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya dalam pengambilan tindakan
(Glanz, 2002).
2.3.3 Theory of Reasoned Action
TRA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967 untuk melihat hubungan keyakinan,
sikap, niat dan perilaku. Fishbein, 1967 mengembangkan TRA ini dengan sebuah usaha
untuk melihat hubungan sikap dan perilaku (Glanz, 2002).
Faktor yang paling penting dalam seseorang berperilaku adalah adanya niat. Niat akan
ditentukan oleh sikap seseorang. Dan sikap ditentukan oleh keyakinan seseorang akibat dari
tindakan yang akan dilakukan. Diukur dengan evaluasi terhadap masing-masing akibat. Jadi,
seseorang yang memiliki keyakinan yang kuat akan akibat dari tindakan yang dilakukan
secara positif akan menghasilkan sikap
yang positif pula. Sebaliknya jika seseorang tidak yakin akan akibat dari perilaku yang
dilakukan dengan positif akan menghasilkan sikap yang negatif (Glanz, 2002).
Niat seseorang untuk berperilaku juga dapat dipengaruhi oleh norma individu dan
motivasi untuk mengikuti. Norma individu dapat dipengaruhi oleh norma-norma atau
kepercayaan di masyarakat.
Aspek Sosial Budaya dalam Pencarian Pelayanan Kesehatan
Walaupun jaminan kesehatan dapat membantu banyak orang yang berpenghasilan
rendah dalam memperoleh perawatan yang mereka butuhkan, tetapi ada alasan lain
disamping biaya perawatan kesehatan, yaitu adanya celah diantara kelas sosial dan budaya
dalam penggunaan pelayanan kesehatan (Sarafino, 2002).Seseorang yang berasal dari kelas

Regina Septiani 1102010234 Page 20


sosial menengah ke bawah merasa diri mereka lebih rentan untuk terkena penyakit
dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelas atas. Sebagai hasilnya mereka yang
berpenghasilan rendah lebih tidak mungkin untuk mencari pencegahan penyakit (Sarafino,
2002).
- Faktor Sosial dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan
a. Cenderung lebih tinggi pada kelompok orang muda dan orang tua
b. Cenderung lebih tinggi pada orang yang berpenghasilan tinggi dan berpendidikan tinggi
c. Cenderung lebih tinggi pada kelompok Yahudi dibandingkan dengan penganut agama lain.
d. Persepsi sangat erat hubungannya dengan penggunaan pelayanan kesehatan.
- Faktor Budaya dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Faktor kebudayaan yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan diantaranya
adalah:
a. Rendah penggunaan pelayanan kesehatan pada suku bangsa terpencil.
b. Ikatan keluarga yang kuat lebih banyak menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Meminta nasehat dari keluarga dan teman-teman.
d. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit. Dengan asumsi jika pengetahuan tentang sakit
meningkat maka penggunaan pelayanan kesehatan juga meningkat.
e. Sikap dan kepercayaan masyarakat terhadap provider sebagai pemberi pelayanan
kesehatan.
- Reaksi dalam Proses Mencari Pengobatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan
sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apaapa terhadap
penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka
baru timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Penyelidikan E.A. Suchman (1965) tentang
perilaku kesehatan dalam konteks sosial budaya cukup memberi harapan, dan menyangkut
hubungan yang bersifat hipotesis antara orientasi kesehatan atau perilaku dengan hubungan
sosial atau struktur kelompok. Model Suchman yang terpenting adalah menyangkut pola
sosial dan perilaku sakit yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan melakukan
perawatan.
Pendekatan yang digunakan berkisar pada adanya 4 unsur yang merupakan faktor
utama dalam perilaku sakit, yaitu:
1. Perilaku itu sendiri;
2. Sekuensinya;
3. Tempat atau ruang lingkup dan

Regina Septiani 1102010234 Page 21


4. Variasi perilaku selama tahap-tahap perwatan.
Suchman sangat memperhatikan perilaku sakit. Ia mendefenisikan sebagai cara
bilamana gejala dirasakan, dinilai dan kemudian bertindak untuk mengenalinya sebagai rasa
sakit, disconfort atau mengatasi rasa sakit tersebut. Analisis ini untuk mengidentifikasikan
pola pencarian, penemuan dan penyelenggaraan perawatan. Oleh karena itu pengembangan
teori yang mengikuti individu mulai dari cara pandang dan mengenal penyakit sehingga
kembali sehat di tangan petugas kesehatan.
Unsur pertama, perilaku sakit menyangkut serangkaian konsep-konsep yang
menggambarkan alternatif perilaku, berikut akibatnya yaitu:
1. Shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan
seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai dengan harapan si sakit.
2. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi
yang sama. Contoh : berobat ke dokter sekaligus ke sinse dan dukun.
3. Procastination ialah proses penundaan, menangguhkan atau mengundurkan upaya
pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan
4. Self medication adalah proses pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan
atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.
5. Discontinuity adalah melakukan proses membatalkan atau penghentian pengobatan
(Muzaham, 1995).
Menurut paradigma Suchman, urutan peristiwa medis dibagi atas 5 tingkat, yaitu:
pengalaman dengan gejala penyakit, penilaian terhadap peran sakit, kontak dengan perawatan
medis, jadi pasien, sembuh atau masa rehabilitasi. Pada setiap tingkat setiap orang harus
mengambil keputusan-keputusan dan melakukan perilakuperilaku tertentu yang berkaitan
dengan kesehatan. Pada tingkat permulaan terdapat tiga dimensi gejala yang menjadi
pertanda adanya ketidakberesan dalam diri seseorang, yaitu:
1. Adanya rasa sakit, kurang enak badan atau sesuatu yang tidak biasa dialami.
2. Pengetahuan seseorang tentang gejala tersebut mendorongnya membuat penafsiran-
penafsiran yang berkaitan dengan akibat penyakit serta gangguan terhadap fungsi sosialnya.
3. Perasaan terhadap gejala penyakit tersebut berupa rasa takut atau cemas.
Perlu diketahui bahwa kesimpulan yang diperoleh seseorang pada tahap pengenalan
gejala penyakit (seperti juga pada tahap-tahap lainnya), berbeda satu sama lain. Secara
teoritis, setelah tahap pengalaman gejala hingga tahap mengira bahwa dirinya sakit, terbuka
beberapa alternatif yang dapat dipilih seseorang, misalnya menolak anggapan bahwa dirinya
sakit atau mengulur waktu mencari pertolongan medis

Regina Septiani 1102010234 Page 22


Pada saat orang mengira bahwa dirinya sakit, maka orang akan mencoba mengurangi
atau mengontrol atau mengurangi gejala tersebut melalui pengobatan sendiri. Sementara itu
pihak keluarga dan teman-teman dimintai nasehat, sistem rujukan awam (lay-referral system)
dapat mempengaruhi seseorang untuk berperan untuk berperan sakit, sedangkan upaya
mendiskusikan gejala itu dengan orang-orang terdekat atau “orang penting” lainnya betujuan
untuk memperoleh “pengakuan” yang diperlukan agar ia mendapat kebebasan dari tuntutan
dan tanggung jawab sosial tertentu.
Selanjutnya, pada saat berhubungan dengan pihak pelayanan kesehatan, pelaksana
tenaga kesehatan dapat membantu kebutuhan fisik dan psikologis pasien, dengan jalan
memberikan diagnosis dan pengobatan terhadap gejala, atau
memberikan pengesahan (legitimacy) agar pasien dibebaskan dari tuntutan-tuntutan,
tanggung jawab dan kegiatan tertentu. Seperti juga pada tahap-tahap sebelumnya, seseorang
bisa dipercaya dan menerima tindakan atau saran untuk pengobatan, dan bisa juga
menolaknya. Boleh jadi juga ia akan mencari informasi serta pendapatpendapat dari sumber
pelayanan kesehatan lainnya.
Suchman (1965) memformulasikan suatu pernyataan teoritis mengenai hubungan
antara struktur sosial dan orientasi kesehatan dengan variasi respon individu terhadap
penyakit dan perawatan kesehatan. Dalam pengembangan model ini, Suchman membahas
fungsi dari berbagai faktor lain (faktor tempat, variasi respon terhadap penyakit, perawatan
kesehatan) sesuai dengan kelima tahap penyakit dan proses perawatan kesehatan tersebut.
Struktur sosial kelompok ditentukan oleh keadaan sosial dari tiga tingkat kelompok,
yaitu tingkat komunitas, persahabatan, dan keluarga. Pada tingkat komunitas, derajat
hubungan sosial diukur dengan kuat tidaknya rasa kesukuan, pada tingkat sosial diukur
dengan solidaritas persahabatan, dan pada tingkat keluarga ditandai dengan kuat tidaknya
orientasi terhadap tradisi dan otoritas. Ketiga dimensi hubungan sosial tersebut
dikombinasikan kedalam suatu indeks kosmopolitan parokial struktur sosial. Parokialisme
diartikan sebagai suatu keadaan sosial dimana terdapat rasa kesukuan yang kuat, solidaritas
persahatan tinggi, dan sangat berorientasi pada tradisi dan otoritas dalam keluarga. Orientasi
kesehatan seseorang dilihat sebagai suatu kontinum yang dibedakan atas orientasi ilmiah
( bersifat objektif, profesional, dan impersonal ) dan orientasi populer ( bersifat subjektif,
awam dan personal ), yang disesuaikan menurut tingkat pengetahuan pasien mengenai
penyakit, skeptisisme terhadap perawatan kesehatan, dan ketergantungan seseorang akibat
penyakit. Orientasi pada kesehatan populer ditandai oleh rendahnya tingkat pengetahuan
tentang penyakit (dimensi kognitif), tingginya tingkat skeptisisme terhadap perawatan medis

Regina Septiani 1102010234 Page 23


( dimensi afektif ), dan tingginya tingkat ketergantungan seseorang akibat penyakit ( dimensi
perilaku ).
Suchman mengemukakan hipotesis bahwa, perilaku kesehatan yang terjadi pada
setiap tahap penyakit seperti dikemukakan di atas mencerminkan orientasi kesehatan serta
afiliasi masing-masing kelompok sosial. Variasi perilaku ini mempengaruhi kemajuan setiap
tahap penyakit tersebut. Misalnya, seseorang yang berorientasi kepada kesehatan polpuler
dan cenderung pada afiliasi kelompok parokial akan berperilaku : kurang cepat tanggap dan
kurang serius terhadap bahaya yang mungkin terjadi selama masa permulaan gejala yang
dirasakan; meminta persetujuan orang lain secara berulang-ulang untuk menyakinkan bahwa
ia boleh meninggalkan tanggung jawab tertentu ; berusaha melakukan pengobatan sendiri
dengan obat paten atau ramuan-ramuan dan ragu bertindak pada saat ia mengetahaui dirinya
sakit; lalai dalam mencari pertolongan medis, bertukar-tukar dokter serta sanksi terhadap
diagnosis pelayanan kesehatan, selama masa kontak dengan pelayanan medis; sulit mengatasi
berbagai masalah yang timbul pada saat sakit dan tidak sanggup menjalankan aturan
perawatan medis; dan cepat meninggalkan uperan sakit ( atau, bila ia menderita penyakit
kronis ia menolak “sakit” berkepanjangan atau mengabaikan rehabilitasi kesehatannya ).

5. Memahami dan Menjelaskan Sistem Rujukan

Regina Septiani 1102010234 Page 24


Kesehatan atau sehat-sakit adalah suatu yang kontinum dimulai dari sehat wal afiat
sampai dengan sakit parah. Kesehatan seseorang berada dalam bentangan tersebut. Demikian
pula sakit ini juga mempunyai beberapa tingkat atau gradasi. Secara umum dapat dibagi
dalam 3 tingkat, yakni sakit ringan (mild), sakit sedang (moderate) dan sakit parah (severe).
Dengan ada 3 gradasi penyakit ini maka menuntut bentuk pelayanan kesehatan yang
berbeda pula. Untuk penyakit ringan tidak memerlukan pelayanan canggih. Namun
sebaliknya untuk penyakit yang sudah parah tidak cukup hanya dengan pelayanan yang
sederhana melainkan memerlukan pelayanan yang sangat spesifik.

Oleh sebab itu, perlu dibedakan adanya 3 bentuk pelayanan, yakni :


a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan
masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Oleh
karena jumlah kelompok ini didalam suatu populasi sangat besar (lebih kurang 85%),
pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic
health services) atau juga merupakan pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health
care). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas
keliling, dan balkesmas.

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services)


Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang
memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
primer. Bentuk pelayanan ini misalnya rumah sakit tipe C dan D, dan memerlukan
tersedianya tenaga-tenaga spesialis.

Regina Septiani 1102010234 Page 25


c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang
sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks
dan memerlukan tenaga-tenaga superspesialis. Contoh di Indonesia: rumah sakit tipe A dan B
Dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, ketiga strata atau jenis pelayanan tersebut
tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada didalam suatu sistem dan saling berhubungan.
Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer
maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan diatasnya, demikian
seterusnya. Penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan kesehatan ke pelayanan
kesehatan yang lain ini disebut rujukan.
Secara lengkap dapat dirumuskan sistem rujukan ialah suatu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap
satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu
menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuannya).
Dari batasan tersebut dapat dilihat bahwa hal yang dirujuk bukan hanya pasien saja
tapi juga masalah-masalah kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan-bahan laboratorium, dan
sebagainya. Disamping itu rujukan tidak berarti berasal dari fasilitas yang lebih rendah ke
fasilitas yang lebih tinggi tetapi juga dapat dilakukan diantara fasilitas-fasilitas kesehatan
yang setingkat.

Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi 2, yakni :


a. Rujukan medik
Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
pasien. Disamping itu juga mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan bahan-
bahan pemeriksaan.
b. Rujukan kesehatan masyarakat
Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan
kesehatan (promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi,sarana dan operasional.

6. Memahami dan Menjelaskan Tujuan Syariat Islam dan


Konsep KLB
Tha’un disadari sebagai wabah yang menggelisahkan masyarakat Rasulullah saw
ketika itu. Jika suatu wabah berjangkit dalam suatu wilayah, maka kebijakan Nabi

Regina Septiani 1102010234 Page 26


adalah melakukan isolasi, yaitu orang luar tidak boleh masuk ke wilayah epidemi dan
sebaliknya orang yang berada di wilayah itu tidak boleh keluar ke daerah lain. Demikian
sabda Nabi Muhammad saw.:
)‫ااذا سمعتم با لطاعون با رض فال تد خلوا ها واذا وقع با ر ض وانتم بها فال تخرجوا منها (رواه الترمذى عن سعيد‬

Artinya;

Jika kamu mendengar tentang tha’un di suatu tempat, maka janganlah kamu memasukinya
(tempat itu). Apa bila kamu  (terlanjur) berada di tempat yang terkena wabah itu, maka
janganlah kamu keluar darinya (tempat itu) (H.R. at-Turmuzi dari Sa’id).
Pernah di suatu saat daerah luar Madinah terjangkit wabah tha’un (pes, sampar, atau
penyakit sejenisnya) dan al-masih (sejenis kuman  yang mengelupaskan kulit  – mungkin
seperti wabah gudik, bengkoyok, atau secara umum penyakit kulit). Rasulullah melarang
siapa pun yang terkena kedua jenis penyakit itu (tha’un dan al-masih) masuk ke kota
Madinah. Demikian sabda Nabi: . . . la yadkhulu al-Madinata al-masihu wala ath-
tha’un ( . . . Tidak boleh masuk ke Madinah bagi yang terjangkit oleh al-masih dan tha’un  –
H.R.al-Bukhari dari Abu Hurairah) 
 Tha’un Sebagai Kotoran (ar-Rijsu) Sekaligus Rahmat
Dalam hadis yang panjang, Rasulullah mengatakan: . ath-tha’un rijsun ..
(. . .tha’un itu adalah kotoran . . . H.R. al-Bukhari dari Usamah bin Zaid) dan berfungsi
sebagai siksa atau penyakit (‘azab). Beliau bersabda:
- – - ‫انه كا ن عذ ا با يبعثه هللا على من يشاء فجعله هللا رحمة للمؤمنين فليس من عبد يقع الطعون فيمكث فى بلده صا برا يعلم انه لم‬
)‫ عن عائشه‬ ‫يصيبه اال ما كتب هللا له اال كا ن مثل اجر االشهيد (رواه البخارى‬

Artinya:

. . . Bahwa ada suatu ‘azab yang Allah mengutusnya (untuk) menimpa kepada seseorang
yang Ia kehendakinya. Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang mukmin.
Tidaklah bagi seseorang yang tertimpa tha’un kemudian ia berdiam diri di wilayahnya itu
dengan sabar dan ia menyadari bahwa tha’un itu tidak akan menimpa kecuali telah
ditetapkan Allah, kecuali ia memperoleh pahala bagaikan orang mati syahid (H.R. al-
Bukhari dari ‘Aisyah).
  Dalam hadis tersebut dijelaskan bahawa (l) penduduk yang wilayahnya terkena
wabah dan tidak boleh keluar dari wilayah itu supaya mereka bersabar. Penyakit itu tidak
akan menular kepada orang kecuali atas kehendak Allah. Pahala orang yang sabar (tidak
keluar dari wilayahnya) memperoleh pahala sepadan orang mati syahid, (2) Perwujudan
rahmat dalam kasus ini adalah bersabar. Orang sabar berada dalam lindungan Allah (inna-
llaha ma’a ash-shabirin) 

Pemerintahan Umar dan Wabah Tha’un


Pada waktu pemerintahan Umar bin Khatab terjadi wabah di Syam (sekarang
Suriah). Pada saat itu sedang terjadi peperangan antara pasukan Islam melawan pasukan

Regina Septiani 1102010234 Page 27


Byzantium di Suriah. Kasus ini (wabah) didiskusikan berulang-ulang dengan para pemimpin
negara maupun para ulama. Kesimpulan akhir dari diskusi itu adalah: (1) Para prajurit yang
belum berangkat ke Syam supaya diurungkan tidak jadi berangkat ke medan  perang, (2)
Bagi yang sudah berada di medang perang (di Syam) tidak boleh mundur atau kembali ke
Madinah, (3) Dasar kesimpulan ini adalah menghindari takdir (tertular wabah)  dan mencari
takldir (keselamatan dengan menjauh dari wabah – H.R. al-Bukhari,VII [t.th.]:20-21).

Kesimpulan

Dari berbagai kasus wabah yang menimpa pada zaman Islam generasi pertama ini
dapat disimpulkan bahwa: (l) tha’un cukup menggelisahkan masyarakat generasi pertama
Islam, (2) mereka berusaha supaya wabah tidak menjalar ke daerah lain secara luas. Kata
kunci untuk usaha ini adalah lari dari takdir lama  kemudian mencari takdir baru.

7.Hukum Menjaga Kesehatan dan Berobat

Anjuran Menjaga Kesehatan

Sudah menjadi semacam kesepakatan, bahwa menjaga agar tetap sehat dan tidak terkena
penyakit adalah lebih baik daripada mengobati, untuk itu sejak dini diupayakan agar orang
tetap sehat. Menjaga kesehatan sewaktu sehat adalah lebih baik daripada meminum obat saat
sakit. Dalam kaidah ushuliyyat dinyatakan:

Dari Ibn ‘Abbas, ia berkata, aku pernah datang menghadap Rasulullah SAW, saya bertanya:
Ya Rasulullah ajarkan kepadaku sesuatu doa yang akan akan baca dalam doaku, Nabi
menjawab: Mintalah kepada Allah ampunan dan kesehatan, kemudian aku menghadap
lagipada kesempatan yang lain saya bertanya: Ya Rasulullah ajarkan kepadaku sesuatu doa
yang akan akan baca dalam doaku. Nabi menjawab: “Wahai Abbas, wahai paman Rasulullah
saw mintalah kesehatan kepada Allah, di dunia dan akhirat.” (HR Ahmad, al-Tumudzi, dan
al-Bazzar)

Berbagai upaya yang mesti dilakukan agar orang tetap sehat menurut para pakar kesehatan,
antara lain, dengan mengonsumsi gizi yang yang cukup, olahraga cukup, jiwa tenang, serta
menjauhkan diri dari berbagai pengaruh yang dapat menjadikannya terjangkit penyakit. Hal-
hal tersebut semuanya ada dalam ajaran Islam, bersumber dari hadits-hadits shahih maupun
ayat al-Quran.

Regina Septiani 1102010234 Page 28


Nilai Sehat dalam Ajaran Islam

Dengan merujuk konsep sehat yang dewasa ini dipaharm. berdasarkan rumusan WHO yaitu:
Health is a state of complete physical, mental and social-being, not merely the absence q;
disease on infirmity (Sehat adalah suatu keadaan j^sm rohaniah, dan sosia] yang baik, tidak
hanyatidak bt”.*)-esiyal cacat). Dadang Ha\v?ri melaporkan, bahwa s^aK ^hunsehingga
rnonjadi -eliat

Menurut penelitian ‘Ali Mu’nis, dokter spesialis internal Fakultas Kedokteran Universitas
‘Ain Syams Cairo, menunjukan bahwa ilmu kedokteran modern menemukan kecocokan
terhadap yang disyariatkan Nabi dalam praktek pcngobatan yang berhubungan dengan
spesialisasinya.

Sebagaiman disepakati oleh para ulama bahwa di balik pengsyariatan segala sesuatu
termasuk ibadah dalam Islam terdapat hikrnah dan manfaat phisik (badaniah) dan psikis
(kejiwaan). Pada saat orang-orang Islam menunaikan kewajiban-kewajiban keagamannya,
berbagai penyakit lahir dan batin terjaga.

Kesehatan Jasmani

Ajaran Islam sangat menekankan kesehatan jasmani. Agar tetap sehat, hal yang perlu
diperhatikan dan dijaga, menurut sementara ulama, disebutkan, ada sepuluh hal, yaitu: dalam
hal makan, minum, gerak, diam, tidur, terjaga, hubungan seksual, keinginan-keinginan nafsu,
keadaan kejiwaan, dan mengatur anggota badan.

Pertama; Mengatur Pola Makan dan Minum

Dalam ilmu kesehatan atau gizi disebutkan, makanan adalah unsur terpenting untuk menjaga
kesehatan. Kalangan ahli kedokteran Islam menyebutkan, makan yang halalan dan thayyiban.
Al-Quran berpesan agar manusia memperhatikan yang dimakannya, seperti ditegaskan dalam
ayat: “maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya”.(QS. ‘Abasa 80 : 24 )

Dalam 27 kali pembicaraan tentang perintah makan, al-Quran selalu menekankan dua sifat,
yang halal dan thayyib, di antaranya dalam (Q., s. al-Baqarat (2)1168; al-Maidat (s):88; al-
Anfal (8):&9; al-Nahl (16) : 1 14),

Kedua; Keseimbangan Beraktivitas dan Istirahat

Perhatian Islam terhadap masalah kesehatan dimulai sejak bayi, di mana Islam menekankan
bagi ibu agar menyusui anaknya, di samping merupakan fitrah juga mengandung nilai
kesehatan. Banyak ayat dalam al-Quran menganjurkan hal tersebut.

Regina Septiani 1102010234 Page 29


Al-Quran melarang melakukan sesuatu yang dapat merusak badan. Para pakar di bidang
medis memberikan contoh seperti merokok. Alasannya, termasuk dalam larangan
membinasakan diri dan mubadzir dan akibatyang ditimbulkan, bau, mengganggu orang lain
dan lingkungan.

Islam juga memberikan hak badan, sesuai dengan fungsi dan daya tahannya, sesuai anjuran
Nabi: Bahwa badanmu mempunyai hak

Islam menekankan keteraturan mengatur ritme hidup dengan cara tidur cukup, istirahat
cukup, di samping hak-haknya kepada Tuhan melalui ibadah. Islam memberi tuntunan agar
mengatur waktu untuk istirahat bagi jasmani. Keteraturan tidur dan berjaga diatur secara
proporsional, masing-masing anggota tubuh memiliki hak yang mesti dipenuhi.

Di sisi lain, Islam melarang membebani badan melebihi batas kemampuannya, seperti
melakukan begadang sepanjang malam, melaparkan perut berkepanjangan sekalipun
maksudnya untuk beribadah, seperti tampak pada tekad sekelompok Sahabat Nabi yang ingin
terus menerus shalat malam dengan tidak tidur, sebagian hendak berpuasa terus menerus
sepanjang tahun, dan yang lain tidak mau ‘menggauli’ istrinya, sebagaimana disebutkan
dalam hadits:

“Nabi pernah berkata kepadaku: Hai hamba Allah, bukankah aku memberitakan bahwa kamu
puasa di sz’am? hari dan qiyamul laildimalam hari, maka aku katakan, benarya Rasulullah,
Nabi menjawab: Jangan lalukan itu, berpuasa dan berbukalah, bangun malam dan tidurlah,
sebab, pada badanmu ada hak dan pada lambungmujuga ada hak” (HR Bukhari dan Muslim).

Ketiga; Olahraga sebagai Upaya Menjaga Kesehatan

Aktivitas terpenting untuk menjaga kesehatan dalam ilmu kesehatan adalah melalui kegiatan
berolahraga. Kata olahraga atau sport (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin Disportorea
atau deportore, dalam bahasa Itali disebut ‘deporte’ yang berarti penyenangan, pemeliharaan
atau menghibur untuk bergembira. Olahraga atau sport dirumuskan sebagai kesibukan
manusia untuk menggembirakan diri sambil memelihara jasmaniah.

Tujuan utama olahraga adalah untuk mempertinggi kesehatan yang positif, daya tahan, tenaga
otot, keseimbangan emosional, efisiensi dari fungsi-rungsi alat tubuh, dan daya ekspresif
serta daya kreatif. Dengan melakukan olahraga secara bertahap, teratur, dan cukup akan
meningkatkan dan memperbaiki kesegaran jasmani, menguatkan dan menyehatkan tubuh.
Dengan kesegaran jasmani seseorang akan mampu beraktivitas dengan baik.

Dalam pandangan ulama fikih, olahraga (Bahasa Arab: al-Riyadhat) termasuk bidang
ijtihadiyat. Secara umum hokum melakukannya adalah mubah, bahkan bisa bernilai ibadah,

Regina Septiani 1102010234 Page 30


jika diniati ibadah atau agar mampu melakukannya melakukan ibadah dengan sempurna dan
pelaksanaannyatidakbertentangan dengan norma Islami.

Sumber ajaran Islam tidak mengatur secara rinci masalah yang berhubungan dengan
berolahraga, karena termasuk masalah ‘duniawi’ atau ijtihadiyat, maka bentuk, teknik, dan
peraturannya diserahkan sepenuhnya kepada manusia atau ahlinya. Islam hanya memberikan
prinsip dan landasan umum yang harus dipatuhi dalam kegiatan berolahraga.

Nash al-Quran yang dijadikan sebagai pedoman perlunya berolahraga, dalam konteks
perintah jihad agar mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi kemungkinan serangan
musuh, yaitu ayat:

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari
kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan
musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya;
sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu najkahkanpadajalan Allah niscaya akan
dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS.Al-Anfal :
6o):

Nabi menafsirkan kata kekuatan (al-Quwwah) yang dimaksud dalam ayat ini adalah
memanah. Nabi pernah menyampaikannya dari atas mimbar disebutkan 3 kali, sebagaimana
dinyatakan dalam satu hadits:

Nabi berkata: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sang
gupi” Ingatlah kekuatan itu adalah memanah, Ingatlah kekuatan itu adalah memanah,
Ingatlah kekuatan itu adalah memanah, (HR Muslim, al-Turmudzi, Abu Dawud, Ibn Majah,
Ahmad, dan al-Darimi)

Keempat; Anjuran Menjaga Kebersihan

Ajaran Islam sangat memperhatikan masalah kebersihan yang merupakan salah satu aspek
penting dalam ilmu kedokteran. Dalam terminologi Islam, masalah yang berhubungan dengan
kebersihan disebut dengan al-Thaharat. Dari sisi pandang kebersihan dan kesehatan, al-
thaharat merupakan salah satu bentuk upaya preventif, berguna untuk menghindari
penyebaran berbagai jenis kuman dan bakteri.

Imam al-Suyuthi, ‘Abd al-Hamid al-Qudhat, dan ulama yang lain menyatakan, dalam Islam
menjaga kesucian dan kebersihan termasuk bagian ibadah sebagai bentuk qurbat, bagian dari
ta’abbudi, merupakan kewajiban, sebagai kunci ibadah, Nabi bersabda: “Dari ‘Ali ra., dari
Nabi saw, beliau berkata: “Kunci shalat adalah bersuci” (HR Ibnu Majah, al-Turmudzi,
Ahmad, dan al-Darimi)

Regina Septiani 1102010234 Page 31


Berbagai ritual Islam mengharuskan seseorang melakukan thaharat dari najis, mutanajjis, dan
hadats. Demikian pentingnya kedudukan menjaga kesucian dalam Islam, sehingga dalam
buku-buku fikih dan sebagian besar buku hadits selalu dimulai dengan mengupas masalah
thaharat, dan dapat dinyatakan bahwa ‘fikih pertama yang dipelajari umat Islam adalah
masalah kesucian’.

‘Abd al-Mun’im Qandil dalam bukunya al-Tadaivi bi al-Quran seperti halnya kebanyakan
ulama membagi thaharat menjadi dua, yaitu lahiriah dan rohani. Kesucian lahiriah meliputi
kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal, jalan dan segala sesuatu yang dipergunakan
manusia dalam urusan kehidupan. Sedangkan kesucian rohani meliputi kebersihan hati, jiwa,
akidah, akhlak, dan pikiran.

Terakhir, semoga pemaparan di atas semakin menambah pengetahuan kita tentang korelasi
antara Islam dan kesehatan dan menguatkan azam kita untuk menekuni pengobatan yang
telah diajarkan oleh Nabi agung kita Muhammad saw, amin….

HUKUM BEROBAT

Para fuqoha’ (ahli fiqih) bersepakat bahwa berobat hukum asalnya dibolehkan[2], kemudian
mereka berbeda pendapat (mengenai hukum berobat, -ed) menjadi beberapa pendapat yang
masyhur

1. Pendapat pertama mengatakan bahwa berobat hukumnya wajib, dengan alasan adanya
perintah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berobat dan asal hukum perintah
adalah wajib[4], ini adalah salah satu pendapat madzhab Malikiyah, Madzhab Syafi’iyah, dan
madzhab Hanabilah.

2. Pendapat kedua mengatakan sunnah/ mustahab, sebab perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk berobat dan dibawa kepada hukum sunnah karena ada hadits yang lain
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan bersabar[6], dan ini adalah madzhab
Syafi’iyah.

3. Pendapat ketiga mengatakan mubah/ boleh secara mutlak , karena terdapat keterangan
dalil- dalil yang sebagiannya menunjukkan perintah dan sebagian lagi boleh memilih, (ini
adalah madzhab Hanafiyah dan salah satu pendapat madzhab Malikiyah)[8].

4. Pendapat kelima mengatakan makruh, alasannya para sahabat bersabar dengan sakitnya[9],
Imam Qurtubi rahimahullah mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Abu
Darda radhiyallahu ‘anhum, dan sebagian para Tabi’in.

Regina Septiani 1102010234 Page 32


5. Pendapat ke enam mengatakan lebih baik ditinggalkan bagi yang kuat tawakkalnya dan
lebih baik berobat bagi yang lemah tawakkalnya, perincian ini dari kalangan madzhab
Syafi’iyah.

Kesimpulan dari berbagai macam pendapat

Sesungguhnya terdapat berbagai macam dalil dan keterangan yang berbeda- beda tentang
berobat, oleh karena itu sebenarnya pendapat- pendapat di atas tidaklah bertentangan. Akan
tetapi berobat hukumnya berbeda- berbeda menurut perbedaan kondis. Ada yang haram,
makruh, mubah, sunnah, bahkan ada yang wajib.

Regina Septiani 1102010234 Page 33

Anda mungkin juga menyukai