Anda di halaman 1dari 70

PERAN JAKA TINGKIR DALAM MERINTIS KERAJAAN

PAJANG 1546-1586 M

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora


Untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora

Oleh :
DEDE MAULANA
NIM: 108022000015

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2015 M
ABSTRAK

Dede Maulana

Peran Jaka Tingkir dalam Mendirikan & Membangun Kesultanan Pajang


(1546-1586)

Kerajaan Pajang merupakan Penerus Kesultanan Demak.Legitimasi atas


Klaim sebagai Penerus diperoleh melalui politik dan keturunan, sebagai keturunan
Majapahit serta sebagai menantu Sultan Trenggono, Sultan terakhir
Demak.Transisi dari Demak ke Pajang merupakan konflik berdarah yang
memakan banyak korban.Perang Suksesi tersebut diakhiri oleh pertarungan antara
Jaka Tingkir dan Arya Panangsang. Jaka Tingkir berhasil mengalahkan Arya
Penangsang, sehingga Demak Jatuh ke tangan Jaka Tingkir dan kemudian ia
memindahkan wilayah kekuasaannyake Pajang.

Penelitian ini menggunakan Pendekatan Politik dan Metode Historis serta


studi kepustakaan. Penitik beratan Skripsi ini adalah Peran Jaka Tingkir dalam
Proses Transisi kekuasaan dari kesultanan Demak ke Pajang dan Peran Jaka
Tingkir dalam mendirikan serta membangun Kerajaan Pajang selama tahun 1546-
1586. Penulis berargumen bahwa runtuhnya Kesultanan Demak disebabkan
kelemahan Demak sendiri yaituPerang Suksesi Tahta.Jaka Tingkir menjadi
Progenitor transisi itu dengan berhasil menyingkirkan Arya Penangsang.
Kemudian perpindahan kekuasaan ke Pajang yang dilakukan Jaka Tingkir turut
merubah corak agama dan mata pencaharian penduduk.Perpindahan ini
mengakibatkan beralihnya sistem Negara maritim yang mengandalkan
Perdagangan sebagai tulang punggung perekonomian menjadi Negara Agraris
yang bertumpukan pada Pertanian, hal ini didukung oleh wilayah geografis antara
Demak dan Pajang.Selain itu, Jaka Tingkir juga menjadikan Pajang sebagai pusat
dakwah Islam dengan metode ala Sunan Kalijaga yang ramah pada kearifan lokal,
terutama dengan mendirikan Masjid dan Kampung Batik Laweyan.

Kata Kunci: Jaka Tingkir, Kesultanan Demak, Kesultanan Pajang

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan,

serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala sehingga Penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam untuk tuntunan dan suri

tauladan Rasulullah Shallallahu‘alaihiwasallam beserta keluarga dan sahabat

beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini

dapat dinikmati oleh seluruh manusia di penjuru dunia.

Skripsi yang berjudul “Peran Jaka Tingkir dalam Mendirikan &

Membangun Kesultanan Pajang (1546-1586)”, merupakan salah satu syarat

untuk mencapai gelar sarjana Humaniora.Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari

partisipasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin

menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Sukron Kamil, selaku dekan Fakultas Adab & Humaniora

2. Drs. Nurhasan, M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam

yang bertekad membawa mahasiswanya menjadi Akademisi yang handal

3. Ibu Sholikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan

Kebudayaan Islam yang melayani Mahasiswa dengan penuh kesabaran

4. Dr. H. Abdul Wahid Hasyim,MA selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan penilaian yang sangat adil, objektif dan jujur terhadap skripsi

ini

5. Drs. H. Ma’ruf Misbah,MA selaku Dosen Penguji II yang telah menguji

skripsi ini dengan amat sangat teliti

ii
6. Prof. Dr. Budi Sulistiono,M.Hum. Pakar Arkeologi Islam sekaligus Dosen

Pembimbing yang tanpa kenal lelah, bersedia mengorbankan waktu,

Pikiran dan tenaga, demi membimbing penulis dengan penuh kasih

sayang dan kebijaksanaan.

7. Staf pengajar dan pegawai Fakultas Adab dan Humaniora atas segala ilmu,

masukan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis

8. Teruntuk orangtuaku yang sangat saya cintai dan hormati yang tak henti-

hentinya memberikan dukungan, doa, nasehat, dan motivasi hingga sampai

detik ini penulis tetap kuat dan bersemangat dalam menyelesaikan studi

9. Kepada sahabatku, Firman Faturrohman yang membantu mengantar ke

Arsip Nasional dan meminjamkan buku-bukunya, Johan Eko Prasetyo

yang bersedia mendampingi penulis ke penjuru mata angin, Dede Mulyana

yang mempersilakan penulis ‘Transit” di kamar Kos nya dan Hanafi

Wibowo yang sering mentraktir makan di kala penulis lapar.

10. Serta seluruh pihak yang ikut membantu, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Penulis hanya bisa berdoa, semoga Allah membalas

kebaikan-kebaikan mereka dengan setimpal. Amin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila ada kesalahan

dalam penulisan skripsi ini. Kritik dan saran kami hargai demi penyempurnaan

penulisan serupa dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga

skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat bernilai positif bagi semua pihak yang

membutuhkan.

iii
DAFTAR ISI

PERAN JAKA TINGKIR DALAM MENDIRIKAN &


MEMBANGUN KERAJAAN PAJANG(1546-1586)

ABSTRAK...............................................................................................................I

KATA PENGANTAR...........................................................................................II

DAFTAR ISI ........................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..............................................................................1

B. Permasalahan .............................................................................................. 4

C. Tujuan dan manfaat Penelitian ....................................................................5

D. Survey Pustaka ...........................................................................................6

E. Metode Penelitian .......................................................................................8

F. Sistematika Penulisan ................................................................................11

BAB II MASA AKHIR KESULTANAN DEMAK

A. Pemerintahan Sultan Trenggono ...............................................................12

B. Perang Sukesi Tahta Demak .....................................................................14

BAB III BIOGRAFI JAKA TINGKIR

A. Asal Usul dan Masa Muda ........................................................................22

B. Konflik dengan Arya Penangsang .............................................................25

BAB IV TRANSISI DARI DEMAK KE PAJANG

A. Berdirinya Kesultanan Pajang ...................................................................30

B. Transisi dari Maritim ke Agraris ...............................................................35

iv
C. Peninggalan Kerajaan Pajang ....................................................................39

Bab V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA................................................... ..................................... 46

LAMPIRAN

v
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kerajaan Islam pertama yang berdiri di pulau Jawa adalah Demak, yang bangkit saat

Kerajaan Majapahit yang berbasis Hindu-Budha mulai mengalami disintegrasi pada tahun 1478.

Demak merupakan kota dagang di pantai utara Jawa. Kerajaan ini menjadi pusat Dakwah

Islamiyah di tanah Jawa secara aspek geostrategis dimana Wali Songo adalah pionir utamanya 1.

Dari sinilah mereka membentuk jaringan perdagangan sepanjang pantai utara Jawa yang

mengakibatkan Majapahit semakin melemah akibat hilangnya pemasukan lewat perdagangan

sekaligus membantu memperluas dakwah penyebaran Islam2.

Alasan pemilihan lokasi Pesisir sebagai pusat dakwah Islamiyah dikuatkan oleh

pernyataan Dennys Lombard yang mengatakan bahwa, identitas Jawa di pesisir cenderung

memudar dan mudah digantikan oleh elemen nilai-nilai asing yang lebih kosmopolit, contohnya

Islam3. Semakin lama semakin marak imigran yang merantau dari daerah lain ke pesisir pulau

Jawa, dikarenakan bandar dagang yang ramai pastilah mengundang banyak pendatang untuk

mengadu nasib mencari peruntungan dalam berbisnis. Hal ini turut menambah kekuatan jaringan

dagang pesisir yang menjadi modal utama bagi berkembangnya dakwah Islamiyah4.

Peradaban Islam Jawa dapat berkembang lebih kukuh sejak berdirinya Kesultanan Demak.

De Graaf mengatakan bahwa peradaban Islam mampu mengganti peradaban Jawa Kuno ala

1
Suryanegara. Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. (Bandung :
Mizan,1995),hal.104
2
Masatoshi Iguchi. Java Essay: The History and Culture of a Southern Country. (Leicester : Troubador
Publishing, 2015), hlm.295
3
Dennys Lombard. Nusa Jawa Silang Budaya : Batas-batas Pembaratan. (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama,2005),hal.xiv
4
J.C van Leur,Indonesian Trade and Society. (Bandung: Sumur Bandung, 1960),hlm.403-405

1
Majapahit. De Graf juga menuturkan bahwa baru setelah Islam memperoleh kemenangan dalam

aspek politik dan budaya, maka Islam dapat semakin mudah diikuti oleh masyarakat Nusantara5.

J.C. Van Leur juga memperkuat argumen De Graaf dengan mengatakan bahwa suksesnya

Islamisasi di Pulau Jawa terjadi karena didasari oleh political motive. Motif politik atau motivasi

kekuasaan yang diwujudkan dengan konversi agama penduduk pribumi masuk ke Islam, sebagai

bukti atau pengakuan para raja saat itu bahwa Islam telah menjadi arus bawah yang kuat dan

berpengaruh besar pada lapisan masyarakat bawah6.

Namun kekuasaanya sebagai kerajaan Islam yang disokong oleh dewan Wali Songo ini

hanya bertahan selama tiga generasi. Sultan pertama adalah Raden Patah yang merupakan

keturunan dari Raja Majapahit Brawijaya V. Ia naik tahta dengan gelar Senopati Ngabdurrahman

Panembahan Sayyidin Panatagama7. Dan ada pula yang menyebutkan, bahwa Raden Fatah yang

bernama asli Pangeran Jinbun terpilih menjadi sultan Demak pertama, yang kemudian mendapat

gelar “al-Fattah” yang berarti pembuka. Maksudnya adalah pembuka pintu kemenangan.

Sepeninggal Raden Patah, tampuk kepemimpinan kemudian diteruskan oleh anaknya Pati Unus

dan Sultan Trennggono8.

Tiga Generasi kekuasaan Demak harus berakhir dengan meninggalnya Sultan Trenggono

dan digantikan oleh menantunya yang bernama Jaka Tingkir. Jaka Tingkir sebelumnya adalah

adipati Pajang, yang kemudian memindahkan Ibukota Demak ke Pajang. Sebenarnya nama

‘Pajang’ sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit. Menurut Nagarakretagama yang ditulis

tahun 1365, Hayam Wuruk (raja Majapahit saat itu) memiliki seorang adik perempuan yang

menjabat sebagai Adipati Pajang, sebuah daerah subur di dekat Sungai Bengawan Solo. Nama

5
Purwadi. Dakwah Sunan Kalijaga : Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural. (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2004),hal.53
6
J.C van Leur,Indonesian Trade and Society. (Bandung: Sumur Bandung, 1960),hlm.122
7
Hamka. Sejarah Umat Islam IV. ( Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hal. 149.
8
Clara Victoria. Dalang di Balik Wayang. (Jakarta : Grafiti Press, 1987), hal. 87.

2
asli adik perempuan Hayam Wuruk itu adalah adalah Dyah Nertaja, yang merupakan ibu dari

Wikramawardhana, raja Majapahit selanjutnya 9.

Ketika Majapahit dipimpin oleh Brawijaya, dikisahkan putri Brawijaya yang bernama

Retno Ayu Pembayun diculik Menak Daliputih, putra Menak Jinggo sang Raja Blambangan.

Muncul seorang pahlawan bernama Jaka Sengara yang berhasil merebut sang putri dan

membunuh penculiknya. Atas jasanya itu, Jaka Sengara dinikahkan dengan Retno Ayu

Pembayun dan diangkat Brawijaya sebagai Adipati Pengging, sebuah wilayah di dekat Boyolali.

Jaka Sengara kemudian bergelar Andayaningrat. Menurut naskah babad, Andayaningrat gugur di

tangan Sunan Ngudung saat terjadinya perang antara Majapahit dan Demak. Ia kemudian

digantikan oleh putranya, yang bernama Raden Kebo Kenanga, bergelar Ki Ageng Pengging.

Sejak saat itu Pengging dan Pajang menjadi daerah bawahan Kesultanan Demak10.

Jaka tingkir adalah putra Ki Ageng Pengging, cucu Adipati Andayaningrat, Jayaningrat

adalah Adipati bekas wilayah Majapahit di Pengging di daerah Surakarta dan menantu Raja

Majapahit Prabu Wikramawardhana. Jadi Jayaningrat adalah ipar Arya Damar di Palembang11

Penobatan Jaka Tingkir sebagai Sultan Pajang penerus kerajaan Demak, dengan gelarnya

yaitu Sultan Hadiwijaya. mendapatkan legitimasi dari Sunan Giri, salah satu anggota senior

Wali Songo yang memiliki basis di Giri Kedaton, sebuah bukit di wilayah Gresik. Akan tetapi

klaimnya sebagai Sultan Pajang ditentang (Contested) oleh Arya Panangsang, Putra dari

Pangeran Sekar yang tidak rela menyerahkan tahta kepada Jaka Tingkir yang hanya menantu

Sultan Trenggono12.

9
I Ketut Riana. Kakawin Desa Wananna Uthawi Nagara krtagama Masa Keemasan Majapahit. (Jakarta :
Gramedia Jakarta, 2009), hal. 65
10
Purwadi. Sejarah Raja-Raja Jawa. (Yogyakarta: Media Ilmu,2007), hal. 284-285
11
Slamet Muljana. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara.
(Yogyakarta : LKis, 2007),hal.72
12
G Moedjanto. Konsep Kekuasaan Jawa, Penerapannya oleh Raja-Raja Mataram. (Yogyakarta : Kanisius,
1994),hal. 86

3
Kesultanan Demak berakhir pada tahun 1546 akibat Perang Suksesi Tahta. Demak

bertahan hanya selama 68 tahun atau 71 tahun jika dihitung dari tahun Demak dibangun.

Pemerintahannya kemudian dipindahkan ibukotanya oleh Jaka Tingkir ke Pajang di sebelah barat

kota Surakarta saat ini. Hancurnya Demak menandai pula akhir dari Hegemoni Maritim di Tanah

Jawa sebab pemerintahan Pajang terletak di pedalaman sehingga tidak memiliki pelabuhan

ataupun angkatan laut 13 . Karena itulah Perang Suksesi Tahta yang menyertai perpindahan

wilayah kesultanan dengan Jaka Tingkir sebagai Progenitornya membuat penulis tertarik

mengupas penelitian ini.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dengan latar belakang masalah di atas penulis melihat bahwa dalam permasalahan

peralihan kekuasaan Demak ke Pajang tentu saja melibatkan strategi dan intrik politik di antara

banyak pihak, salah satunya adalah Jaka Tingkir. Adapun peralihan kekuasaan dari Demak ke

Pajang membawa beberapa dampak secara politik maupun sosial. Dalam bidang ekonomi yaitu

beralihnya suatu kerajaan yang bermisi Maritim menjadi Kerajaan yang Agraris. Beberapa faktor

pendukung terbentuknya peralihan akan dibahas lengkap akan dikupas setahap demi setahap

penulisan berikutnya. Permasalahan, konflik, strategi dan klimaks akan disajikan oleh penulis

dalam penelitian ini.

2. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan tema dan studi yang dipilih oleh penulis, penulis merasa perlu untuk

memberikan batasan dan merumuskan terlebih dahulu masalah yang akan dibahas agar lebih

13
Charles Alfred Fisher. South-East Asia: A Social, Economic and Political Geography. (London :Taylor
& Francis,1964). hal. 119.

4
terarah, agar tujuan yang di sampaikan agar lebih terarah. Penulis membatasi masalah studi ini

hanya di wilayah Demak dan Pajang dari tahun 1680-1683, ketika terjadinya Perang Suksesi

Tahta. Adapun Objek penelitian tersebut adalah Peran Jaka Tingkir dalam mendirikan dan

membangun Kesultanan Pajang

3. Rumusan Masalah

Dalam studi ini ingin masalah pokok yang ingin penulis kemukakan disini adalah :

a. Bagaimana proses kejatuhan Demak dan Transisi Kekuasaannya ?

b. Darimana asal usul Sultan Jaka Tingkir ?

c. Apa peran Jaka Tingkir dalam merintis Kesultanan Pajang ?

d. Apa dampak dari perpindahan Kekuasaan dari Demak ke Pajang ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan sejumlah permasalahan di atas, Tujuan Studi ini adalah untuk memahami Peran

Jaka Tingkir dalam mendirikan dan membangun Kesultanan Pajang.

Karena sepanjang zaman, Sejarah selalu berfungsi sebagai guru untuk mengingatkan manusia,

maka sebagai sinkronisasi dari tujuan penelitian, manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Edukatif. Dapat menjadi pelajaran bahwa untuk mendirikan negara, membangun

negara ataupun memecahkan problem kenegaraan, perlu sebuah inovasi untuk mendobrak

kebuntuan. Seperti yang dilakukan oleh Jaka Tingkir

2. Manfaat Inspiratif. Menginspirasi Masyarakat Indonesia pada umumnya dan Masyarakat Jawa

pada khususnya untuk selalu berjalan di Jalan Islam seperti yang dicontohkan Jaka Tingkir

selaku Penguasa Pajang, yaitu Jalan Islam yang penuh etika moral, kehalusan budi dan

kecerdasan perilaku.

5
3. Manfaat Instruktif. Sebagai sarana transfer keilmuan dan pemikiran kepada khalayak luas

D. Survey Pustaka

Dari hasil penelusuran penulis mengenai Jaka Tingkir dan Kesultanan Pajang, memang

belum banyak ditulis oleh para sejarawan, adapun karya-karya yang ada terbatas pada

pembahasan mengenai Kesultanan Demak. Untuk masalah Budaya dan keagamaan sendiri lebih

banyak yang mengkaji era sesudah Pajang, yaitu Kesultanan Mataram. Maka dari itu penulis

sangat tertarik untuk mengkaji dan mendalaminya. Adapun Buku buku yang dijadikan sebagai

acuan data dalam studi ini, adalah :

Buku Karya Supratikno Rahardjo dan Wiwin Djuwita Ramelan yang berjudul Kota

Demak sebagai Bandar Dagang di jalur sutra, yang membuktikan peran Demak yang notabene

adalah kerajaan Islam pesisir sebagai Pelabuhan Dagang Utama di Nusantara14.

Buku karya Abimanyu berjudul Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli menjelaskan

bahwa Sultan Trenggono naik tahta menggantikan Pati Unus sebagai Raja Demak ketiga dengan

jalan yang tidak mudah. Sepeninggal Pati Unus terjadi perebutan kekuasaan antara kedua

adiknya yaitu Pangeran Sekar dan Pangeran Trenggono. Menurut Babad Tahah Jawi Raden

Mukmin (Sunan Prawoto) mengirim utusan untuk membunuh Pangeran Sekar dan berhasil

membunuh Pangeran Sekar di tepi sungai. Kelebihan isi buku menjelaskan tentang perihal yang

berkaitan dengan berdiri sampai runtuhnya Kerajaan Demak akan tetapi kekurangan isi buku

untuk pembahasan konflik politik Kerajaan Demak masih tergolong sedikit. Seharusnya untuk

pembahasan konflik politik Kerajaan Demak antara Sunan Prawoto dan Arya Penangsang

dijelaskan lebih banyak. Penelitian ini menggunakan sumber buku sehingga posisi penelitian ini

14
Supratikno Rahardjo & Wiwin Djuwita Ramelan . Kota Demak sebagai Bandar Dagang di jalur sutra
(Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan
Dokumentasi Sejarah Nasional, 1994),hlm. 131

6
mengembangakan peristiwa yang terdahulu 15.

Buku karya Purwadi & Maharsi yang berjudul Babad Demak : Perkembangan Agama

Islam di Tanah Jawa menjelaskan Sunan Prawoto mengangkat dirinya sendiri sebagai penguasa

Demak setelah mencari dan mendapat dukungan dari “masyarakat orang alim” yang

menganggap Masjid Demak sebagai pusatnya, yakni Masjid yang telah didirikan dan dikelola

oleh keluarga Raja Demak. Kelebihan isi buku penjelasan mengenai raja-raja kerajaan Demak

dijelaskan secara terperinci, namun kekurangan dari isi buku penulisan dalam buku kurang baik,

seharusnya susunan tata bahasa perlu dikaji ulang. Penelitian ini menggunakan sumber buku

sehingga posisi penelitian ini mengembangakan peristiwa yang terdahulu 16.

Tulisan Nurhamid jurnal berjudul Arya Penangsang Gugur : Antara Hak dan Pulung

Kraton Demak Bintara . Tulisan Nurhamid menjelaskan bahwa pemberian tahta wilayah Jipang

kepada Arya Penangsang adalah cara Sultan Trenggono untuk menyembunyikan penyebab

kematian Pangeran Sekar yang belum diketahui oleh Arya Penangsang. Kelebihan isi artikel ini

ini mengenai Arya Penangsang dijelaskan secara terperinci, namun kekurangan dari isi jurnal

penulisan kurang baik, seharusnya susunan tata bahasa perlu dikaji ulang. Pada penelitian ini

menggunakan sumber buku sehingga posisi penelitian ini mengembangakan peristiwa yang

terdahulu17.

Adapun karya tulis ilmiah lain yang saya gunakan sebagai bahan rujukan komparatif

adalah karya mahasiswa UIN Sunan Ampel yaitu karya Sulkan, berjudul Konfrontasi Antara

Kadipaten Pajang dengan Jipang. Menceritakan mengenai Konfontasi antara Jaka Tingkir dan

Arya Penangsang dalam Perang Suksesi Tahta Demak.

15
Abimanyu. Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli. (Jogjakarta: Laksana,2013),hlm.47
16
Purwadi & Maharsi. Babad Demak: Perkembangan Agama Islam di Tanah Jawa (Jogjakarta: Tunas
Harapan,2005),hal.134
17
A.Nurhamid. 2009. Arya Penangsang Gugur : Antara Hak dan Pulung Kraton Demak Bintara. Dinamika
Bahasa & Budaya Vol.3, N 106 o. 2.

7
Sejauh referensi yang saya temukan, belum ada buku-buku dan penelitian yang

membahas peristiwa ini. Oleh karena itu penelitian akan menjadi karya sejarah yang berbeda dan

tidak sama dengan karya sejarah lainya maupun dengan tema serupa.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian sejarah, dengan

menggunakan pendekatan bersifat deskriptif analisis. Metode historis merupakan proses menguji

dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau 18 . Dalam Skripsi ini

penulis dapat menguraikan mengenai Peran Jaka Tingkir dalam merintis Kesultanan Pajang dan

apa dampak-dampak yang terjadi akibat usaha yang dilakukan Jaka Tingkir itu..

Sejarawan Indonesia yang bernama Sartono Kartodirjo menyatakan bahwa terjadinya

peristiwa sejarah dilatarbelakangi beberapa faktor penyebab, jadi ada banyak aspek yang perlu

dilihat mengapa suatu peristiwa itu terjadi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan berbagai

pendekatan (multiple approaches) seperti: sejarah, sosiologi, antropologi dan hermeneutika untuk

merekonstruksi kejadian masa lampau yang bersifat komprehensif. 19

Penulis menggunakan pendekatan ilmu sejarah digunakan untuk memaparkan tiap proses

dalam peristiwa sejarah berdasarkan kronologis waktu. Selain itu, pendekatan sosiologi yang

penulis gunakan untuk melihat segi sosial yang berperan aktif dalam suatu peristiwa dan

memiliki hubungan dengan pihak yang lain yang berdasarkan kepentingan masing-masing pihak.

Selanjutnya, penulis menggunakan pendekatan antropologi untuk memahami nilai-nilai yang

mempengaruhi perilaku atau tingkah laku sejarah dilihat dengan cara gaya hidup, kedudukan dan

sistem kepercayaan yang mendasari kehidupan dari pelaku sejarah. 20

18
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah . terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press.1983), h.32.
19
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan llmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 1992), h. 4-5 dan 144-156.
20
Bruce Chodwick. Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, (Semarang: IKIP Semarang,1991).hlm.31

8
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data yang

meliputi 4 tahapan yaitu 21 :

1. Heuristik atau teknik mencari, mengumpulkan data atau sumber (dokumen).22 Maka dalam

hal ini, peneliti mengumpulkan data-data sebagai bahan penulisan dan melakukan penelitian

(Library Research) dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema

dalam skripsi ini,. Dalam hal ini penulis mengunjungi beberapa perpustakaan seperti

Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Adab dan Humaniora,

Perpustakaan UI, dan juga Internet sebagai sumber rujukan online dan mengunjungi beberapa

toko buku yang berada di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

2. Tahap selanjutnya verifikasi Verifikasi Data atau kritik sumber di butuhkan untuk mendukung

sumber- sumber yang penulis dapatkan. Kritik sumber adalah usaha untuk mendapatkan

sumber-sumber yang relevan dengan cerita sejarah yang ingin disusun sesuai dengan judul.

Dalam hal ini yang juga harus diuji adalah keabsahan tentang keaslian sumber (otensitas)

yang dilakukan melalui kritik ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas)

yang ditelusuri melalui kritik intern 23 . Kritik sumber dilakukan melalui penganalisaan

sumber-sumber yang didapat dengan pembacaan secara kritis, untuk kemudian dilakukan

interpretasi terhadapnya, apakah isinya sebuah pernyataan, fakta-fakta dan apakah kejadian

atau peristiwanya dapat dipercaya. Langkah ini dilakukan oleh penulis untuk mengetahui

apakah buku-buku tersebut layak untuk dijadikan landasan dalam penelitian atau tidak. Dalam

hal ini, penulis memisahkan antara Babad dan buku Sejarah biasa. Karena babad adalah

sumber Primer, maka semakin lama usia naskah tersebut, semakin baik. Sedangkan untuk

tulisan sejarah kekinian, semakin baru usia penulisannya semakin bagus.

21
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah , (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 54-55.
22
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm.27
23
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah , (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h.58-59

9
3. Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga dengan analisis sejarah. Tujuannya

agar data yang ada mampu mengungkap permasalahan yang ada, sehingga diperoleh

pemecahannya. Dalam hal ini penulis akan menghubungkan fakta yang satu dengan fakta

yang lainnya yang telah ditemukan dari hasil heuristik dan verfikasi. Dalam hal ini tentu saja

penulis menjelaskan peran Jaka Tingkir dalam merintis Kesultanan Pajang. Dalam usaha

menafsirkan fakta- fakta yang ada dilakukan beberapa hal sebagai berikut: (1) diseleksi, (2)

disusun, (3) diberikan tekanan, (4) ditempatkan dalam urutan yang kausal. Penulis membaca

tiap buku dan menyaring informasi yang berguna untuk memperkuat argument, penulis

memisahkan peranan antara Jaka Tingkir dan tokoh lainnya, serta kejadian kejadian penting

yg merupakan bukti bahwa benar Peran Jaka Tingkir dalam mendirikan dan membangun

Kesultanan Pajang sangatlah vital, dan peran tersebut memberikan sejumlah implikasi pada

struktur politik dan masyarakat di zaman itu.

4. Fase terakhir dalam metode ini adalah historiografi, yaitu penulisan sejarah, tahap ini adalah

tahap yang terakhir dalam menulis skripsi. Setelah melakukan tahap heuristik, verifikasi dan

interpretasi selanjutnya historiografi dengan menulis dalam suatu urutan yang sistematik yang

telah di atur dalam metode penulisan yang digunakan seusai dengan Pedoman penulisan

skripsi yang diterbitkan oleh Ceqda (Central For Quality Development and Assurance) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan ini penulis berusaha menyusun cerita sejarah

menurut urutan peristiwa,berdasarkan kronologi dan tema-tema tertentu sehingga menjadi

karya sejarah yang baik.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, penulis membagi pembahasan kedalam Lima Bab

termasuk di dalamnya bab pendahuluan dan penutup

10
Bab Pertama membahas tentang Pendahuluan, berisi Latar Belakang Masalah,

Permasalahan, Tujuan dan manfaat penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Sistematika

Penulisan, Kepustakaan.

Bab Kedua berisi tentang kehancuran Kesultanan Demak, Faktor-Faktor keruntuhan

Demak dan Perang Suksesi Tahta Demak

Bab Ketiga ini lebih terfokus pada Biografi Jaka Tingkir, hubungan kekeluargaan Jaka

Tingkir dengan Raja-raja Jawa sebelumnya dan perselisihan Jaka Tingkir dan Arya Penangsang

Bab Keempat lebih menitik beratkan pada keberhasilan Jaka Tingkir mendirikan

Kerajaan Pajang, Transisi Kekuasaan dari Demak ke Pajang dan berakhirnya Kerajaan Pajang.

Bab Kelima Kesimpulan

11
12

BAB II

MASA AKHIR KESULTANAN DEMAK

A. Pemerintahan Sultan Trenggono

Sultan Trenggono merupakan Sultan ke-3 dari Kesultanan Demak. Sultan Trenggono

merupakan penerus Pati Unus, yaitu kakaknya yang terlebih dulu menjadi Sultan menggantikan

Raden Patah. Masa pemerintahan Sultan Trenggono berlangsung selama 25 tahun, yaitu dari

tahun 1521 hingga tahun 154624

Menurut pendapat Tome Pires, Sultan Trenggono lahir pada tahun 1483. Petualang Asing

itu, pada sekitar tahun 1515, mengumpulkan bahan-bahan untuk menyusun bukunya yang

berjudul Suma Oriental. Secara Pribadi, ia mempunyai penilaian yang berbeda terhadap

penguasa ketiga Demak ini, dibandingkan Penguasa sebelumnya yaitu Pati Unus. Ia berpendapat

bahwa Raja tersebut lebih memusatkan orientasi politik luar negerinya pada wilayah pulau Jawa

dan tidak seperti Pati Unus yang membangun armada militer kolosal guna berjihad ke Malaka.

Hal ini dibuktikan dengan ekspedisi-ekspedisi militer Sultan Trenggono di Jawa Timur yang

bertujuan untuk mengintegrasikan kota-kota dagang maupun basis basis keislaman di bawah

payung Kerajaan Demak25.

Sultan Trenggono memiliki dua orang Permaisuri yaitu Putri Nyai Ageng Malaka dan

Putri Sunan Kalijaga. Ia juga dikaruniai putra dan putri, antara lain Ratu Mas Pembayun,

Pangeran Prawoto, Ratu Mas Pemantingan, Ratu Kalinyamat, Ratu Mas Ketambang, Ratu Mas

24
Slamet Muljana. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara.
(Jogjakarta : LKis, 2009), hal. 261
25
Pigeaud de Graaf. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa: kajian Sejarah Politik Abad ke-15 dan
ke-16. (Jakarta : Grafiti pers, 1985), hal. 85

12
Cempaka (Isteri Jaka Tingkir) dan Ratu Mas Sekar Kedaton26.

Sepeninggal Pangeran Pati Unus yang meninggal tanpa memiliki anak, maka pada tahun

1521 terjadi perebutan takhta antara kedua adiknya, yaitu Pangeran Sekar dan Pangeran

Trenggono. Putra sulung Trenggono, yaitu Pangeran Prawoto mengirimkan seorang pembunuh

bayaran guna membunuh Pangeran Sekar di tepi sungai demi membuka jalan bagi ayahnya agar

dapat duduk di singgasana Demak sebagai Sultan. 27

Konflik Perebutan Kekuasaan pun kembali mencuat kembali Sultan Trenggono tutup usia.

Perebutan kekuasaan terjadi antara Pangeran Prawoto (anak sultan Trenggono) dan Arya

Penangsang (anak dari Pangeran Sekar) yang dibunuh oleh orang suruhan Pangeran Prawoto.

Kedua belah pihak sama-sama menganggap dirinya sebagai pewaris tahta kesultanan yang sah28.

Berita kematian Sultan Trenggono ditemukan dalam catatan seorang Petualang bernama

Fernandez Mendez Pinto. Pada tahun 1546, Sultan Trenggono menyerang Panarukan dan

Situbondo yang saat itu dikuasai Kerajaan Blambangan. Sunan Gunung Jati membantu dengan

mengirimkan gabungan prajurit Cirebon, Banten, dan Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang

dipimpin Fatahillah. Fernandez Mendez Pinto bersama 40 orang temannya saat itu ikut serta

dalam pasukan Banten. Pasukan Demak sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tapi

belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Sultan Trenggono bermusyawarah bersama para

adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya. Putra Bupati Surabaya yang berusia 10 tahun

menjadi pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak mendengar

perintah Trenggono. Trenggono marah dan memukulnya. Anak itu secara spontan membalas

26
Purwadi. Sejarah Raja-Raja Jawa. (Yogjakarta : Ragam Media, 2010), hal 275
27
R. Admodarminto. Babad Demak: dalam Tafsir Sosial Politik Keislaman dan Kebangsaan (Jakarta:
Millenium Publisher, 2000),hal.28
28
Agus Wahyudi. Joko Tingkir : Berjuang Demi Taktha Pajang. (Yogjakarta : Penerbit Narasi, 2009)
hal.37.

13
menusuk dada Trenggono memakai pisau. Sultan Demak itu pun tewas seketika dan segera

dibawa pulang meninggalkan Panarukan29.

B. Perang Suksesi Tahta Demak

Awal dari Perang Suksesi Tahta Demak terjadi saat Sultan kedua Demak, Pati Unus tidak

memiliki putra, sehingga ketika ia meninggal terjadi pertentangan dalam keluarga tentang siapa

yang berhak menggantikannya sebagai Sultan. Berawal dari sinilah konflik di mulai. Pangeran

Sekar sebagai Adik kedua seharusnya lebih berhak menduduki jabatan setelah meninggalnya Pati

Unus. Namun Pangeran Sekar dipandang kurang cakap atau kurang memenuhi syarat, sehingga

Pangeran Trenggono yang diangkat sebagai Sultan berikutnya. Pangeran Trenggono dipandang

lebih cakap dalam menjalankan pemerintahan30.

Sunan Kudus tidak puas dengan keputusan ini, baginya Pangeran Sekar telah dizolimi.

Menurutnya, secara hierarki memang pangeran Sekar yang lebih berhak naik tahta. Atas putusan

yang dianggap tidak menguntungkannya maka pangeran Sekar telah menyiapkan taktik untuk

menempatkan anaknya yang bernama Arya Panangsang untuk bisa naik tahta suatu hari nanti.

Arya Panangsang dititipkan pada Sunan Kudus agar dilatih ilmu perang dan ilmu pemerintahan.

Sultan Trenggono yang mencium gelagat buruk ini, meminta Pangeran Prawoto untuk

menyingkirkan musuhnya ini, maka pangeran Sekar dihabisi di tepi Sungai setelah Sholat

Jum’at oleh pembunuh bayaran bernama Ki Surayata atas perintah Pangeran Prawoto31.

Setelah Sultan Trenggono wafat, Sunan Kudus berpendapat bahwa Arya Penangsang,

29
H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,
2001),hal. 89
30
Agus Wahyudi. Joko Tingkir : Berjuang Demi Taktha Pajang.( Yogjakarta : Penerbit Narasi, 2009),
hal.84.
31
Mundzirin Yusuf. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. (Yogyakarta: Penerbit PUSTAKA,
2006),hal.80-81.

14
putra Pangeran Sekar yang terbunuh yang berhak sebagai Sultan Demak karena Arya

Penangsang adalah pewaris (keturunan) langsung Sultan Demak dari garis laki- laki yang tertua,

selain itu Arya Penangsang adalah orang yang mempunyai sikap kepribadian yang teguh dan

pemberani. Sunan Kudus meyakinkan bahwa Arya Penangsang memiliki kemampuan dalam tata

negara dan merupakan pemimpin yang kharismatik. Sedangkan, Sunan Giri berpendapat bahwa

Pangeran Prawoto, putra Sultan Trenggono yang berhak menjadi Sultan. Alasannya adalah

sesuai adat dan hukum32.

Pangeran Prawoto pun naik tahta menjadi Raja Demak dengan mudah. Ia lalu

memindahkan pusat pemerintahan dari kota Demak Bintoro menuju wilayah Sukolilo, Pati.

Adapun anggota Wali Songo yang paling mendukung Prawoto adalah Sunan Kalijaga dan

Sunan Giri yang berkedudukan di Giri Kedaton, dekat daerah Gresik 33.

Menurut catatan seorang Pengelana bernama Manuel Pinto, Pangeran Prawoto pernah

berencana meng-Islamkan seluruh Jawa dan ingin berkuasa seperti yang dilakukan Sultan Turki

di Semenanjung Balkan. Selain itu, Pangeran Prawoto berniat memblokade perdagangan beras

ke Malaka dan menaklukkan Makasar. Namun berkat bujukan Manuel Pinto, rencana Sunan

Prawoto itu lantas dibatalkan. Manuel Pinto khawatir kalau-kalau ekspedisi tentara Jawa ke

Sulawesi akan merugikan kelompok Misionaris Katolik yang pada waktu itu juga sedang

berusaha memperkenalkan Agama Katolik di Pulau Sulawesi. Dari berita-berita Manuel Pinto,

dapat ditarik kesimpulan bahwa Sultan Demak itu mengetahui sedikit mengenai perkembangan

politik di Eropa34

Pada tahun 1547, Sultan Sulaiman I selaku Penguasa Turki Usmani, Karl von Habsburg

32
Purwadi & Maharsi. Babad Demak: Perkembangan Agama Islam di Tanah Jawa (Jogjakarta: Tunas
Harapan,2005),hal.134
33
Abimanyu. Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli. (Jogjakarta: Laksana,2013), hal.321
34
H.J.De Graaf dan T.H. Pigeaud. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,
2001), hal. 89

15
sebagai Kaisar Romawi Suci dan Raja Spanyol serta Ferdinand von Habsburg sebagai Raja

Bohemia dan Archduke Austria menandatangani Traktat Edirne. Isi Perjanjian tersebut adalah

Dinasti Habsburg mengakui kekuasaan Turki Usmani atas wilayah Hungaria dan wajib

membayar uang ganti rugi sebanyak 30.000 Koin Emas kepada Sultan Sulaiman I untuk

sejumlah kastil di Hungaria yang pernah dikuasai oleh Dinasti Habsburg dan mereka juga wajib

mengakui Turki Usmani sebagai Penguasa yang Sah atas wilayah Hungaria 35.

Memang cita-cita Pangeran Prawoto tidak pernah terlaksana. Pangeran Prawoto akhirnya

lebih banyak menghabiskan waktu sebagai ahli agama demi membina kualitas keislaman

masyarakat ketimbang berkutat dalam masalah politik. Pangeran Prawoto lebih memilih

memberikan otonomi besar kepada negara-negara bawahannya seperti Surabaya, dan Gresik,

yang kemudian berkembang bebas tanpa sepengetahuan pemerintahan Demak 36.

Menjelang akhir pemerintahannya, Prawoto dalam kelengahan. Arya Panangsang yang

merupakan pesaing Prawoto mulai berulah. Selama ini, Arya Penangsang tersingkir menjadi

Adipati Jipang Panolan, sebuah daerah pertanian yang saat ini terletak di sekitar kawasan Cepu.

Arya Penangsang masih diam dan bertekuk sembah pada pamannya. Mengolah wilayahnya

sebagai bawahan Demak nan makmur dan kesohor seantero Nusantara. Tapi ketika dampar

kencana menjadi milik Prawoto dengan dukungan Wali Songo, amarah itu kembali membesut

dinding-dinding hatinya37.

Di sisi lain, kecemburuan Sunan Kudus terhadap Sunan Giri & Sunan Kalijaga yang lebih

memfavoritkan Prawoto membuat Sunan Kudus membongkar rahasia kematian Pangeran Sekar

(Ayah Arya Penangsang). Sunan Kudus bercerita semasa terjadi perebutan kekuasaan di

35
Standley Sandler. Ground Warfare: An International Encyclopedia. (California : ABC-Clio,2002),hal.79
36
Krisna Bayu Adji. Ensiklopodi Raja-Raja Jawa Dari Kalingga Hingga Kasultanan Yogyakarta:
Mendedah Kisah dan Biografi Para Raja Berdasar Fakta Sejarah. (Yogjakarta : Araska, 2011), hal. 156.
37
Imron Abu Umar. Sejarah Ringkas Kerajaan Islam Demak. (Kudus: Menara Kudus,1996),hlm.53

16
Kerajaan Demak antara Sultan Trenggono dan Pangeran Sekar setelah pemerintahan Pati Unus,

Pangeran Prawoto yang membela ayahnya, menyuruh Ki Surayata untuk membunuh Pangeran

Sekar yang baru pulang dari sholat Jum’at, di Jembatan Agung Demak 38.

Pada tahun 1549, Arya Penangsang mengirim Rangkud untuk membalas kematian

ayahnya. Rangkud berhasil menyusup masuk ke Istana, namun dicegat oleh Pangeran Pasarean,

Putra Sunan Gunung Jati yang sedang berkunjung ke Istana Demak. Terjadilah Pertempuran

dimana Pangeran Pasarean Terbunuh. Rangkud kemudian berhasil menerobos ke dalam kamar

tidur Prawoto. Prawoto pun mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran Sekar dan rela

dihukum mati asalkan keluarganya diampuni. Rangkud setuju, lalu menikam dada Prawoto yang

pasrah sampai tembus. Ternyata istri Prawoto yang sedang berlindung di balik punggungnya ikut

tewas pula. Melihat istrinya meninggal, Sunan Prawoto marah dan membunuh Rangkud dengan

sisa-sisa tenaganya39.

Konflik yang terjadi di Demak membuat keretakan di tubuh institusi Wali Songo. Sunan

Kudus berpihak kepada muridnya, Arya Panangsang; Sunan Prapen dari Giri Kedaton

mendukung pembalasan dendam atas kematian Prawoto, Sunan Kalijaga mendukung muridnya,

Jaka Tingkir yang notabene juga menantu mendiang Sultan Trenggono. Sedangkan Sunan

Gunung Jati juga mendukung Jaka Tingkir untuk membalas dendam pada Arya Penangsang

yang dianggap bertanggung jawab atas kematian Putranya, Pangeran Pasarean ketika berusaha

membela Pangeran Prawoto40.

Khusus untuk Sunan Kudus, ia tidak merestui apabila Jaka Tingkir sampai

dinobatkan menjadi Penguasa selanjutnya. Beliau berdalih, apabila pusat kerajaan dipindahkan

38
Adji, K. B. & Achmad, S. W. Sejarah Panjang Perang di Bumi Jawa dari Mataram Kuno Hingga Pasca
Kemerdekaan RI. (Yogyakarta: Araska,2014),hal.213
39
Purwadi. Sistem Pemerintahan Kerajaan Jawa Klasik. (Medan: Pujakesuma. 2007),hal.237
40
Yoseph Iskandar dkk. Sejarah Banten. (Jakarta : Tryanasjam’ un CORP, 2001),hal.176

17
ke wilayah kekuasaan Jaka Tingkir di Pajang yang terletak di pedalaman maka ada kemungkinan

ajaran Islam yang mulia, terutama menyangkut bidang Tasawuf, besar kemungkinannya

bercampur dengan ajaran “mistik” atau klenik khas Jawa. Asumsi ini mungkin sengaja dibuat

oleh Sunan Kudus yang kontra dengan sikap dan pendapat Sunan Kalijaga yang menominasikan

Jaka Tingkir sebagai pengganti dari Sultan Trenggono41.

Ketidaksukaan Sunan Kudus terhadap posisi pusat dakwah Islam di pedalaman, pada

masa kini dikemukakan ulang oleh argumen Niels Mulder yang melakukan penelitian terhadap

hubungan antara Islam dan masyarakat dalam konteks sinkretisme. Ternyata yang dominan

menyaring setiap tradisi baru yang masuk itu adalah unsur lokal. Jadi ketika Islam masuk ke

wilayah kebudayaan Jawa, maka yang disaring adalah Islam. Ajaran Islam yang cocok akan

diserap untuk menjadi bagian dari tradisi lokal sedangkan yang tidak cocok akan dibuang 42 .

Meski demikian, pendapat ini ditolak oleh Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Prof.Dr Budi

Sulistiono, yang berargumen bahwa pada masa Demak wilayah Jawa pedalaman sudah berhasil

diislamkan dan sampai sekarang pun mereka adalah penganut Islam yang taat dengan bukti

berkembang pesatnya jaringan masjid, tarekat dan pesantren yang menyebar dari wilayah

Pantura hingga wilayah pesisir selatan Yogyakarta43.

Keretakan di tubuh Wali Songo juga turut disebabkan wafatnya anggota Wali Songo

Generasi awal yang murni berasal dari Timur Tengah seperti Maulana Malik Ibrahim, dengan

absennya tokoh yang dituakan maka potensi konflik semakin mudah terjadi. Kitab Walisana

Karya Sunan Dalem dari Giri Kedaton pun memperlihatkan keberpihakan pada Faksi Sunan

Kalijaga dan Jaka Tingkir, dimana isinya sangat jauh berbeda dengan kitab-kitab karya Wali

41
Purwadi. Babad Tahah Jawa: Menelusuri Kejayaan Kehidupan Jawa Kuno.(Yogyakarta: Panji
Pustaka,2010),hal.213
42
Niels Mulder. Agama, Hidup Sehari-hari dan Perubahan Budaya. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1999),hal.43
43
Wawancara dengan Prof.Dr.Budi Sulistiono. 10 Juli 2015

18
Songo generasi sebelumnya seperti Sunan Bonang yang masih menjelaskan ajaran Islam yang

murni. Hal itu dibuktikan dengan ajaran Suluk Wujil karya Sunan Bonang yang berkutat dalam

dimensi eksoteris atau kulit agama, “hendaknya kalian tahu arti hidup yang sebenarnya. Ibarat

sangkar, hendaknya kau mengetahui burung apa yang ada di dalamnya. Salah jika dirimu tidak

mengetahuinya. Jika kamu ingin tahu, perbaikilah ragamu, tunggulah di tempat sepi”. Sunan

Bonang hendak menegaskan bahwa arti hidup sejati adalah kepekaan terhadap lingkungan serta

keseimbangan antara perbaikan raga melalui pengamalan syariat dengan penyucian jiwa melalui

meditasi dan kontemplasi di tempat yang sepi (uzlah) 44.

Segala usaha Arya Penangsang untuk menjadi Sultan Demak kerap di halangi oleh Jaka

Tingkir, menantu Sultan Trenggono. Jaka Tingkir juga mendapat dukungan dari para tetua

Demak, yaitu Ki Gede Pemanahan dan Ki Penjawi. Akhirnya dengan Persekutuan antara Jaka

Tingkir, Ki Ageng Pamanahan, dan Raden Sutawijaya (Putra Ki Ageng Pamanahan), maka Arya

Panangsang Dikalahkan45.

Arya Penangsang tewas akibat tusukan tombak Kanjeng Kiai Pleret milik Sutawijaya

yang langsung menggores perutnya seiring cepatnya Gagak Rimang (kuda kesayangan Arya

Pneangsang) berlari, sobekan panjang pada lambung kanan pun seketika terlihat menganga dan

menghantarkannya pada kematian. Jaka Tingkir kemudian sebagai penerus Demak yang

kemudian memindahkan kekuasaanya ke Pajang 46.

Menurut Sutiyono, Perang Suksesi Tahta Demak jelas membuktikan bahwa ada nuansa

penyingkiran terhadap mereka yang teralu menekankan praktik ketat syariat Islam dalam

dakwahnya.

44
Hasanu Simon. Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Wali Songo dalam mengislamkan tanah Jawa.
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004),hal.61
45
Nassirun Purwokartun. Penangsang: Tarian Rembulan Luka. Jakarta : Metamind-Tiga
Serangkai,2013),hal.132
46
Ahwan Mukarrom. Kerajaan-Kerajaan Islam Indonesia.( Surabaya : Jauhar, 2010), hal. 34.

19
Arya Penangsang mengamini metode dakwah yang demikian karena ia adalah murid

Sunan Kudus. Adapun Jaka Tingkir didukung oleh Sunan Kalijaga yang mendukung cara

dakwah yang lebih menekankan aspek budaya dan kearifan lokal khas Jawa. Akhirnya Arya

Penangsang yang memilih jalan konservatif pun menjadi pihak yang tereliminasi oleh Jaka

Tingkir dan Sunan Kalijaga47.

Runtuhnya Kerajaan Demak tak berbeda dengan akhir kerajaan Majapahit. Peristiwa

gugurnya tokoh-tokoh penting Demak saat menyerang Blambangan yang eks-Majapahit, dan

rongrongan dari dalam Demak sendiri membuat kerajaan makin lemah dan akhirnya runtuh

dengan sendirinya. Sebuah pelajaran dari sejarah bahwa cerai-berai dari dalam akan

membahayakan kesatuan dan persatuan.

Penyebab lain kehancuran Demak adalah karena petingginya lebih dekat dengan orang

Cina daripada dengan Pribumi. Raden Patah alias Jin Bun adalah keturunan Brawijaya V

penguasa terakhir Majapahit dari Ibu yang berdarah China. Maka mungkin Jin Bun merasa

sebangsa dengan China, itulah sebabnya Jin Bun dalam Sikapnya sering memberikan banyak

konsesi kepada para pedagang China yang tinggal di pelabuhan-pelabuhan 48 . Akan tetapi

kekuatan orang China sangatlah sedikit seandainya jika dibandingkan dengan Rakyat lokal

(Jawa). Demikianlah yang membuat kekuatan Demak tidak cukup memiliki taji, hal ini dapat

merugikan Demak sendiri. Akibat kelalaian Jin Bun Merangkul Rakyat pedalaman, Demak

akhirnya kehilangan simpati rakyat. Tenaga rakyat tidak dapat didayagunakan secara maksimal

untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Setelah Demak hancur, orientasi Cina-

Maritim pun bergeser menjadi Pribumi-Agraris49.

47
Sutiyono. Benturan Budaya Islam: Puritan & Sinkretis. (Jakarta: Kompas,2010),hlm.82
48
Munawir Aziz. Cheng Ho : Antitesis Benturan Peradaban. Artikel di Koran Kompas, 17 Oktober 2010
49
Slamet Muljana. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara.
(Jogjakarta : LKis, 2009), hal 239.

20
Dampak di Masa depan, akan sangat fatal. Keharmonisan hubungan antara Jawa-Cina

retak seiring keruntuhan Demak. Orang-orang Cina yang sebagian besar mengandalkan aktivitas

perdagangan maritim kemudian menunjukkan perubahan haluan kesetiaan. Sikap Jaka Tingkir

sebagai Penerus Demak yang dianggap tidak dapat lagi akomodatif terhadap kepentingan mereka,

mengingat Jaka Tingkir adalah pribumi dan bukan seperti para Penguasa Demak yang berdarah

Cina, menyebabkan bergesernya loyalitas Cina kepada VOC. Orang-orang Cina dalam

perkembangan selanjutnya menjadi anak emas VOC karena dianggap dapat menopang stabilitas

perekonomian Hindia Belanda50

50
M.C. Ricklefs. "The crisis of 1740–1 in Java: the Javanese, Chinese, Madurese and Dutch, and the Fall of
the Court of Kartasura". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 139 (2/3),pp.268–290.

21
22

BAB III

BIOGRAFI JAKA TINGKIR

A. Asal Usul dan Masa Muda Jaka Tingkir

Jaka Tingkir yang memiliki nama kecil Raden Mas Karebet & merupakan Putra Ki

Ageng Pengging, seorang keturunan Raja Majapahit yang menjadi tuan tanah feodal di wilayah

Pengging, dekat Boyolali. Dikisahkan, bersamaan dengan digelarnya pertunjukan wayang beber,

lahirlah putra dari Ki Ageng Pengging yang diiringi oleh hujan lebat, angin kencang dan sebuah

pelangi. Jabang bayi itu begitu rupawan, wajahnya bersinar cerah menyiratkan kecemerlangan

manusia yang luhur derajatnya. Begitulah kesan yang ditangkap oleh mata batin Ki Ageng

Tingkir, saudara dari Ki Ageng Pengging, saat pertama kali menimang bayi yang diberi nama

Mas Karebet tersebut51.

Setelah Ayahnya meninggal dan Ibunya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal

pula, maka sepeninggal orang tuanya Mas Karebet diasuh oleh seorang Janda bernama Nyi

Ageng Tingkir yang tinggal di desa Tingkir, di lereng Gunung dekat Salatiga, karenanya dia

dijuluki Jaka Tingkir (pemuda dari Tingkir). Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang berani

dan gemar bertapa. Guru pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng

Selo. Beliau adalah seorang ajengan yang kerap mempraktikkan laku Tasawuf. Ia dikenal oleh

masyarakat Jawa sebagai orang yang bijak nan sakti mandraguna karena disebut-sebut memiliki

51
Wawan Susetya. Pajang. (Jakarta : Diva Press,2011),hlm.5

22
kemampuan menangkap petir 52. Jaka Tingkir kemudian dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki

Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi53.

Peristiwa yang menyebabkan Kematian Ayah Jaka Tingkir dikarenakan sikapnya yang

tak menunjukkan bahwa ia bersedia patuh kepada Sultan Demak. Berkali-kali ia diminta datang

ke ibu kota untuk menghadap, tapi menolak-meskipun dengan halus. Akhirnya Sunan Kudus

diutus untuk menemuinya. Ketika akhirnya Sunan Kudus sampai di Desa Pengging, dekat

Boyolali dan menyatakan dirinya adalah pengirim pesan yang diutus oleh Sultan Demak, ia

diterima sang Ki Ageng Pengging sendiri. Pertemuan terjadi di ruang tidur. Di sana tuan rumah

terbaring sakit. Dengan suara ketus, Sunan Kudus mendesaknya untuk datang ke Demak.54

Permintaan Sunan Kudus ini, sebenarnya tidak menyiratkan dengan jelas apakah ini

termasuk idiom agama sehubungan dengan peran beliau sebagai penegak syiar Islam, malah

tampak lebih jelas idiom politiknya, yang penting: Ki Ageng Pengging harus setia pada Demak.

Tapi Ki Ageng Pengging menolak, Sunan Kudus pun membunuhnya guna mengembalikan

"marka-marka kepastian" (menegakkan otoritas)55.

Sunan Kudus kemudian keluar dari rumah Ki Ageng Pengging dengan langkah tenang.

Disambut oleh tujuh pengikutnya di ujung desa. Mereka berjalan pulang menuju ibukota Demak.

Sementara itu istri Ki Ageng Pengging yang hendak menghidangkan jamuan makan, menjerit

keras manakala melihat suaminya terbaring tak bernyawa di ruang tidur 56.

52
Wedy Utomo. Ki Ageng Sela menangkap Petir. (Surakarta : Yayasan Parikesit,1989),hal.20
53
Agus Wahyudi. Joko Tingkir : Berjuang Demi Taktha Pajang. (Yogjakarta : Penerbit Narasi, 2009), hal
78.
54
Moelyono Sastronaryatmo. Babad Jaka Tingkir, Babad Pajang. (Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1981),hal. 74
55
Gunawan Mohammad. Sirna. Catatan Pinggir Majalah Tempo. Minggu, 14 Juli 2013
56
Nur Said. Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa. (Bandung: Brilian
Media Utama,2010),hal.24

23
Meski Pihak Demak yang bertanggung jawab atas kematian ayahnya namun Jaka Tingkir

tetap ingin mengabdi ke ibukota Demak, karena prospek untuk mendapatkan masa depan yang

cerah ada di sana. Jaka Tingkir pandai menarik simpati Sultan Trenggono sehingga ia diangkat

menjadi kepala prajurit Demak berpangkat lurah wiratamtama. Beberapa waktu kemudian, Jaka

Tingkir bertugas menyeleksi penerimaan prajurit baru. Ada seorang pelamar bernama Dadung

Awuk yang sombong dan suka pamer. Jaka Tingkir menguji kesaktiannya dan Dadung Awuk

tewas. Akibatnya, Jaka Tingkir pun dipecat dari ketentaraan dan diusir dari Demak 57.

Jaka Tingkir yang telah dipecat, memutuskan untuk mengembara guna memperdalam

ilmu bela diri. Jaka Tingkir menimba ilmu pula pada saudara seperguruan ayahnya, yakni Ki

Ageng Banyubiru yang tinggal di daerah Sukoharjo. Berbulan-bulan Jaka Tingkir digembleng

dengan Tapa Brata, Yoga dan Semedi, hingga Jaka Tingkir diberikan Ajian Lembu Sekilan oleh

Ki Ageng Banyubiru, yang berguna untuk melindungi tubuh dari berbagai serangan musuh

dalam batas satu jengkal jari (satu jengkal jari dalam bahasa Jawa adalah sekilan). Setelah

menamatkan pendidikannya, Jaka Tingkir memutuskan pulang ke rumah, namun ketika

menyebrangi sungai Lusi58, ia diserang puluhan ekor buaya dan ribuan ekor ular berbisa yang

semua dapat ia halau dengan ilmu bela dirinya. Setelah sampai di rumah,

Jaka Tingkir mengingat pengalamannya dalam menghadapi binatang buas dan ia mendapat ide

untuk memanfaatkan binatang buas sebagai alat dalam strateginya guna mendapatkan kembali

pekerjaan lamanya. 59

57
W.I. Olthof. Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647. (Jogjakarta : Narasi, 2007),
hal 345.
58
Sungai Lusi adalah sebuah sungai yang melintas di tengah-tengah Kabupaten Grobogan dari timur mulai
dari Bulu Kabupaten Rembang hingga bertemu dengan Kali Serang di Penawangan Kabupaten Grobogan Jawa
Tengah. Sungai ini terletak di antara pegunungan Kapur Utara dan pegunungan Kendeng.
59
Erni Julia Kok. Membentuk Mentalitas Pemenang dengan Pendekatan Outcome Thinking dari Neuro
Linguistic Programming. (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,2010),hal.50

24
Suatu saat, Sultan Trenggono sekeluarga sedang berwisata ke Pegunungan. Jaka Tingkir

mulai melaksanakan rencana yang telah ia susun dengan seksama. Ia melepas seekor kerbau

besar yang sudah dimasukkan kumbang ke kupingnya. Kerbau itu mengamuk dan menyerang

pesanggrahan Sultan di mana sesuai dugaan Jaka Tingkir, tidak ada prajurit yang mampu

melukainya. Jaka Tingkir tampil menghadapi kerbau tersebut. Dengan kekuatannya, kerbau itu

dengan mudah dijinakkan. Atas jasanya itu, Sultan Trenggono menjodohkan Jaka Tingkir

dengan Putrinya, Ratu Mas Cempaka dan juga melantik Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang.

Jaka Tingkir berusaha maksimal mengemban amanah itu dengan menjadi penguasa lokal yang

bijak dan mentransformasi Pajang menjadi basis keislaman baru di tanah Jawa sesuai dengan

kaedah yang ia dapatkan dari guru-gurunya, terutama Sunan Kalijaga. 60

B. Konflik dengan Arya Penangsang

Perang Suksesi Tahta Demak terjadi dipicu karena adanya rasa dendam berebut

kekuasaan dari keturunan Pangeran Sekar Seda Lepen yang dibunuh oleh Sunan Prawoto (Putera

Sulung Sultan Trenggono) ternyata meninggalkan duri dalam hati keturunan Pangeran Sekar

Seda Lepen. Arya Penangsang merasa lebih berhak menduduki tahta kerajaan, sebab Arya

Penangsang beranggapan bahwa yang menduduki kursi mahkota tersebut adalah ayahnya, bukan

Sultan Trenggono karena Pangeran Sekar Seda Lepen adalah kakak dari Sultan Trenggono dan

adik dari Patih Unus atau Pangeran Sabrang Lor yang memerintah tahun 1518 – 1521. Atas dasar

inilah Arya Penangsang berencana membunuh Pangeran Prawoto dan menduduki tahta Kerajaan

Demak61

60
Nancy K. Florida. Writing the Past, Inscribing the Futere History as Prophecy in Colonial Java.
(Jogjakarta : Bentang Budaya, 2003), hal. 259.
61
Daliman. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.(Yogyakarta: Penerbit
Ombak,2012),hal.138-140

25
Tahun 1546 Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto, menemukan bukti bahwa Sunan

Kudus terlibat pembunuhan kakaknya. Ratu Kalinyamat datang dari Jepara ke Kudus meminta

pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan Kudus, Pangeran Prawoto mati karena karmanya

sendiri, sehingga membuat Ratu Kalinyamat kecewa. Rombongan Ratu Kalinyamat dan

suaminya, Pangeran Hadiri telah jauh meninggalkan wilayah Kudus. Tak terbersit sedikitpun

dibenak Pangeran Hadiri jika dibelakang rombongan tengah mengejar pasukan tempur Arya

Penangsang. Hanya Ratu Kalinyamat yang mendapatkan firasat yang tidak mengenakkan

suaminya 62.

Pertempuran tak terelakkan lagi, beberapa prajurit Jipang tewas terbunuh oleh Ratu

Kalinyamat. Sembari terus memacu kudanya kencang, Ratu Kalinyamat mencoba menyerang

Patih Manahun, abdi Arya Penangsang yang paling setia. Patih Matahun mencoba menghindari

serangan tersebu. Ratu Kalinyamat. Putri Sultan Trenggono ini memang mahir dalam ilmu

perang. Jarang bisa ditemukan sosok seperti ini, walaupun seorang laki-laki sekalipun63.

Tiba tiba Terdengar teriakan-teriakan pasukan Jipang ditengah-tengah pertempuran.

Teriakan-teriakan itu bersahut-sahutan : “Pangeran Hadiri wis mati” (Pangeran Hadiri tewas)

Ratu Kalinyamat terkejut mendengar bunyi teriakan-teriakan itu. Ternyata, suaminya sendiri,

Pangeran Hadiri terbunuh oleh pasukan Jipang. Ratu Kalinyamat yang telah menjadi Janda pun

akhirnya merapat ke kubu Jaka Tingkir-Sunan kalijaga untuk membalas kematian suaminya 64.

Tahun 1547 terjadi silaturahim antara Sunan Kudus dengan Sunan Kalijaga

62
Pigeaud de Graaf. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa: kajian Sejarah Politik Abad ke-15 dan ke-
16. (Jakarta : Grafiti pers, 1985), hal.100
63
Chusnul Hayati dkk. Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara pada abad 16. (Jakarta : CV Prima
Putra,2000),hal.81
64
Purwadi. Babad Tanah Jawa : Menelusuri Kejayaan Kehidupan Jawa Kuno. (Yogyakarta: Panji
Pustaka,2010),hal.187

26
membicarakan ketegangan antara Demak dengan Jipang. Pandangan Sunan Kalijaga tentang

keberpihakan Sunan Kudus terhadap Arya Penangsang diakui kebenarannya oleh Sunan Kudus.

Sunan Kalijaga memohon kepada Sunan Kudus agar para sepuh (wali) sebagai ulama dapat

menempatkan diri sebagai orang tua. Tidak ikut campur dalam urusan “rumah tangga” anak-anak.

Biarkanlah urusan tata negara dilakukan oleh ahlinya masing-masing. Para wali adalah ahli

dakwah bukan ahli tata negara. Jangan sampai para wali terpecah belah karena berpihak kepada

salah satu yang berselisih65

Sunan Kudus pun menuruti nasihat Sunan Kalijaga. Tahun 1547. Sunan Kudus menemui

Arya Penangsang di Jipang Panolan dan menjelaskan wacananya kepada Arya Penangsang,

bahwa memang Arya Penangsang punya hak sebagai pewaris Kerajaan Demak. Akan tetapi

Demak sudah runtuh, jadi hak waris Arya Penangsang atas Demak sudah tidak ada lagi.

Mendengar penjelasan Sunan Kudus, Arya Penangsang pun marah66.

Kemudian, Sunan Kudus memberikan solusi, yaitu menyingkirkan penuntut tahta

(Pretender) paling pontensial yang melindungi anggota keluarga Kerajaan Demak yang masih

hidup dan peninggalan harta serta pusakanya, yaitu Jaka Tingkir dari Kadipaten Pajang.

Seandainya Jaka Tingkir berhasil dikalahkan, maka dapat dipastikan, Arya Penangsang dapat

memperoleh hegemoni tertinggi di Tanah Jawa. Arya Penangsang merespon solusi yang

dianjurkan oleh Sunan Kudus. Dipilihnyalah empat orang anggota prajurit khusus Jipang.

Penolakan, untuk menjalankan tugas rahasia membunuh Jaka Tingkir pada Tahun 1547.

Empat anggota prajurit pilihan yang diambil dari anggota pasukan khusus segera ditugaskan

menuju Pajang. Namun, Jaka Tingkir adalah sosok manusia digdaya yang tubuhnya kebal senjata

Tajam, Walaupun dalam kondisi tidur, kesaktian ilmu Lembu Sekilan pemberian Ki Ageng

65
Purwadi & Maharsi.Babad Demak: Perkembangan Agama Islam di Tanah Jawa. (Jogjakarta: Tunas
Harapan,2005),hal.225
66
Abimanyu, S. Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli. (Jogjakarta: Laksana,2013),hal.280

27
Bayubiru selalu melindunginya, karena sudah matang dan sempurna menyatu dengan dirinya,

maka mereka berempat pun gagal membunuh Jaka Tingkir 67.

Jaka Tingkir membalas perbuatan Arya Penangsang dengan mengirimkan surat tantangan

sebagai langkah provokasi. Surat tantangan belum selesai dibaca, Arya Penangsang berang

bukan kepalang. Kemurkaannya ditumpahkan dengan memukul piring tempat nasinya hingga

terbelah menjadi dua. Tanpa memperhatikan nasihat Patih Matahun, Arya Penangsang segera

naik ke punggung kuda Gagakrimang menuju Sungai Bengawan Solo. Ia tidak menyadari bahwa

ia telah masuk dalam perangkap Jaka Tingkir 68.

Satu hal yang tidak diperhitungkan oleh Arya Penangsang bahwa disamping Jaka tingkir

ada tiga orang murid Sunan Kalijaga yakni Pemanahan, Juru Mertani dan Panjawi, sedangkan

disisi Arya Penangsang cuma ada satu yakni Sumangkar. Ibaratnya Jaka tingkir punya tiga

Jenderal, tetapi Arya Penangsang cuma punya satu Jenderal69.

Sesampainya di tepian timur sungai Bengawan Solo, Arya Penangsang berhenti sejenak

untuk mengamati situasi sambil menanti kedatangan seluruh pasukaanya. Namun, Jaka Tingkir

tidak ada disana, yang ada hanyalah sejumlah pasukan Pajang dibawah komando Sutawijaya,

Putra Ki Ageng Pamanahan. Sutawijaya dan pasukannya melakukan provokasi dengan

meneriakkan ejekan bahwa Arya Penangsang pengecut, penakut, banci, takut darah, tidak berani

menyeberang sungai, tidak berani menghadapi prajurit mereka yang jumlahnya kecil, takut

melawan Sutawijaya yang masih anak-anak dan ejekan pedas lainnya untuk memancing

67
Wawan Susetya. Karebet vs Penangsang : Perebutan Tahta pasca runtuhnya Majapahit. (Jakarta :
Imania,2011),hal.65
68
Adji, K. B. & Achmad, S. W.. Sejarah Panjang Perang di Bumi Jawa dari Mataram Kuno Hingga
Pasca Kemerdekaan RI. (Yogyakarta: Araska,2014),hal.113
69
Purwadi & Maharsi.Babad Demak: Perkembangan Agama Islam di Tanah Jawa. (Jogjakarta: Tunas
Harapan,2005),hal.220-223

28
kemarahan Arya Penangsang. Terjadilah pertempuran dahsyat, dimana Arya Penangsang

menghembuskan nafas terakhir akibat kehabisan darah70.

Sepeninggal Arya Penangsang, tahun 1568 Jaka Tingkir akhirnya mendapat restu dari

Sunan Kudus untuk menjadi Sultan di Pajang yang kemudian menggunakan gelar Sultan

Hadiwijaya dalam memerintah kesultanan Pajang. Sultan Hadiwijaya didampingi oleh

permaisuri Ratu Mas Cempaka (putri Sultan Trenggono) selama memerintah Kerajaaan Pajang71.

Sultan Hadiwijaya diangkat sebagai raja di Kerajaan Pajang, tidak lepas dari jasanya

yang telah berhasil menyelesaikan konflik di Kerajaan Demak. Selain karena jasa telah

menyelesaikan konflik di Kerajaan Demak, Jaka Tingkir diangkat menjadi raja Pajang karena

merupakan keturunan dari keluarga Kerajaan Majapahit 72.

Keberhasilan Jaka Tingkir ini tak lain disebabkan karena Jaka Tingkir adalah sosok yang

lihai dalam menjalin koneksi dengan banyak orang penting, seperti Sunan Kalijaga, Sunan Giri

dan Sunan Gunung Jati, lalu Ratu Kalinyamat, serta Ki Ageng Pamanahan dan Putra-putranya.

Sebenarnya, Arya Penangsang lebih unggul selangkah untuk menjadi Raja, karena secara

hierarki dia lebih berhak atas tahta dan ia juga memiliki kekuatan dalam bidang militer.

Namun, semua keunggulan itu dapat dijungkirbalikkan dengan kecerdasan strategi Jaka

Tingkir yang mampu membuatnya menjadi tumpuan harapan Wali Songo dan tokoh tokoh

penting lainnya serta kelihaiannya yang mampu menjebak Arya Penangsang hingga tewas

terbunuh, sehingga menghindarkan resiko perang terbuka dalam skala besar yang akan memakan

banyak korban jiwa.

70
Nurhamid, A. 2009. Arya Penangsang Gugur : Antara Hak dan Pulung Kraton Demak Bintara. Dinamika
Bahasa & Budaya Vol.3, N 106 o. 2.
71
Adji, K. B. & Achmad, S. W. Sejarah Raja-Raja Jawa Dari Mataram Kuno Hingga Mataram Islam.
(Yogyakarta: Araska,2014),hal.225
72
Abimanyu, S. Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli. (Jogjakarta: Laksana,2013),hal.246

29
30

BAB IV

TRANSISI DARI DEMAK KE PAJANG

A. Berdirinya Kesultanan Pajang

Kesultanan Pajang adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan

Kesultanan Demak. Jaka Tingkir mewarisi tahta Demak dikarenakan faktor politik yang dimiliki

serta berdasarkan garis keturunan yang masih memiliki darah Raja Majapahit. Disamping itu

Jaka Tingkir juga merupakan menantu dari Sultan Trenggana, Sultan Demak ke-3. Kompleks

keraton, yang sekarang telah dipugar, berada di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota Surakarta

dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo 73.

Di zaman Jaka Tingkir memerintah Pajang, yaitu pada tahun 1578 seorang pemberontak

bernama Wargautama dikalahkan oleh pasukan kerajaan Pajang dari pusat. Berita dari Babad

Banyumas ini menunjukkan masih kuatnya Pajang menjelang akhir pemerintahan Jaka Tingkir,

Kekuasaan Pajang ke Timur meliputi wilayah Madiun. Ada dugaan bahwa Jaka Tingkir sebgai

raja Islam berhasil dalam diplomasinya sehingga pada tahun 1581, disebutkan pula bahwa

Arosbaya (Madura Barat) pun mengakui kekuasaan Jaka Tingkir 74.

Adapun hubungan dengan Tanah Pasundan di belahan Barat Pulau Jawa, terjadi

Perubahan penting seperti yang diberitakan dalam Kronik Klenteng Talang yang mencatat

perkataan Fatahilah, bekas panglima Demak, yang kemudian menggantikan Sunan Gunung Jati

sebagai Penguasa Kesultanan Cirebon. Isi beritanya adalah sebagai berikut : “Panglima tentara

73
Babad Majapahit dan Para Wali Jilid 3. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1989), hal. 35
74
Purwadi. Kraton Pajang Titik Temu Dinasti Besar Kerajaan Jawa Yang Menempuh Jalan Spiritual
Intelektual Sosial dan Kultural. (Jakarta : Panji Pustaka,2008),hal.73

30
Demak sangat kecewa mendengar pembunuhan-pembunuhan di kalangan para keturunan Raden

Patah di Demak. Dia tidak pula mau tunduk kepada Sultan Pajang.” 75

Untungnya, Fatahillah hanya memerintah Cirebon selama 2 tahun, karena ia meninggal

dunia. Panembahan Ratu naik sebagai Penguasa Cirebon. Jaka Tingkir memposisikan Kerajaan

Pajang sebagai pusat pendidikan untuk menimba ilmu agama, pemerintahan maupun ilmu perang.

Para Bangsawan yang pernah menimba ilmu di Pajang diantaranya adalah Putra Mahkota

Kerajaan Sumedang, Pangeran Angkawijaya (kelak dikenal sebagai Prabu Geusan Ulun).

Panembahan Ratu pun pernah dititipkan oleh Mendiang Sunan Gunung Jati untuk berguru pada

Jaka Tingkir di Keraton Pajang dan berteman dengan Raden Angkawijaya. Bahkan Penembahan

Ratu dinikahkan juga dengan Putri Jaka Tingkir, Rara Pajang 76 . Langkah ini membuktikan

bahwa Jaka Tingkir adalah seorang Kampiun Perdamaian, yang berkeinginan mendinginkan

panasnya api persaingan dan permusuhan antara suku Sunda dan suku Jawa yang bibitnya telah

ditabur sejak zaman Majapahit dan Pajajaran. Bisa dikatakan pula bahwasanya ikatan Sumedang-

Cirebon-Pajang yang dibangun lewat hubungan guru-murid-saudara seperguruan, adalah prestasi

terbesar Jaka Tingkir sebagai Raja Pajang dalam arena diplomasi regional yang bahkan tak bisa

dilakukan oleh para penguasa Demak.

Selain itu, Jaka Tingkir juga membalas budi kepada Sutawijaya yang telah berhasil

membunuh Arya Penangsang. Sutawijaya dan ayahnya, Ki Ageng Pamanahan diberi hadiah

tanah mentaok yang sekarang berlokasi di sekitar Kotagede, inilah cikal bakal dari Kesultanan

Islam terkuat di Tanah Jawa, yaitu Mataram77.

75
Mark Woodward, Islam jawa : Kesolehan Normatif Versus Kebatinan,( Yogyajakarta, LKIS, 1999) hal.
148
76
Ajid Thohir. Sumedang "Puseur Budaya Sunda" Kajian Sejarah Lokal. (Ciamis : Galuh
Nurani,2013),hal.23
77
Haryono Baskoro & Sudomo Sunarto. Catatan Perjalanan Keistimewaan Yogyakarta : Menurut
Sejarah,Mencermati Perubahan, Menggagas Masa Depan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 5

31
Sebagai Murid dari salah satu anggota Wali Songo, yakni Sunan Kalijaga. Jaka Tingkir

merasa berkewajiban melanjutkan dakwah sesuai dengan cara yang pernah dipergunakan oleh

sang guru. Sunan Kalijaga selama ini telah merancang proyek kebudayaan Islam lokal dalam

rangka menyebarkan nilai-nilai religius yang senafas dengan tradisi Jawa (pengadatan

Jowo) melalui proses asimilasi dan akulturasi yang panjang. Sunan Kalijaga terkenal sebagai

seorang pujangga yang berinisiatif menciptakan karangan cerita-cerita pewayangan yang

kemudian dikumpulkan dalam kitab-kitab cerita wayang yang sampai sekarang masih ada.

Cerita-cerita itu masih berbentuk cerita menurut kepercayaan Hindu Jawa dengan corak

kehidupannya yang ada, tetapi sudah dimasuki unsur-unsur ajaran Islam sebanyak mungkin 78.

Hal semacam inilah yang ingin dilanjutkan oleh Jaka Tingkir dengan Kerajaan Pajang sebagai

Laboratorium Dakwahnya.

Tokoh lain selain Sunan Kalijaga yang ajarannya dijadikan panutan oleh Jaka

Tingkir dalam perkembangan Dakwah Islamiyah pada masa Kesultanan Pajang, adalah Malang

Sumirang. Saking kuat pengaruhnya, namanya diabadikan dengan tinta emas di dalam Babad

Jaka Tingkir79. Malang Sumirang kadang tidak sepaham dengan Dewan Wali Songo, ia pernah

berkata “tanpa melihat besar atau kecilnya dosa dan kesalahan, namun langsung mencap buruk

terhadap suatu ajaran, cara pandang seperti ini tidaklah tepat dan benar” 80. Statement Malang

Sumirang menunjukkan realitas sejarah di mana Dewan Wali Songo tak menyetujui cara dakwah

Malang Sumirang yang menekankan aspek Tasawuf Ahlaki. Dalam rangka menangkal stigma

tersebut, Malang Sumirang menjelaskan bahwa Tasawuf yang ia anut tidak menentang Syariat

Islam tetapi justru memperdalam penghayatan dalam beragama. Malang Sumirang juga berkata,

“Orang yang sudah memahami hakikat dirinya sendiri, sembahyangnya tidak akan melihat waktu,

78
Imron Abu Amar. Sunan Kalijaga Kadilangu Demak. (Kudus: Menara Kudus, 1992), hlm. 10.
79
Alwi Shihab , Islam Sufistik dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia (Bandung, Mizan,2002) hal. 46
80
.Agus Suyoto.suluk Malang Sumirang.(yogyakarta:LKIS,20140),hal210

32
ibarat air mengalir; berdoa selalu siang malam tanpa henti. Memuji Allah kapan saja dan dimana

saja”. Bagi Malang Sumirang, shalat yang merupakan representasi syariat merupakan ritual yang

penting namun seharusnya tak terbatasi oleh lima waktu saja. Allah dapat dan harus senantiasa

diingat di dalam hati setiap saat dan dimana pun.

Dalam Babad Jaka Tingkir, di pupuh ke XXII, untaian tembang Mijil, dituliskan

dengan nada memuji bahwa Malang Sumirang ikhlas menerima usulan Sunan Bonang yang

menghendaki dirinya menjalani hukuman mati dengan cara dibakar hidup-hidup di ‘tumangan’

(api unggun)81. Hukuman mati terhadap Malang Sumirang membuktikan bahwa situasi ketika itu

tidak memungkinkan seseorang mengambil sikap bersebrangan dengan cara, pemikiran maupun

pemahaman keagamaan yang diikuti oleh penguasa, alhasil kekuasaan dari pemegang otoritas

untuk melakukan interpretasi dalam bidang agama bertindak dengan memberangus tubuh

siapapun yang menurut mereka mencoba menafsirkan agama sesuka hatinya. 82

Jaka Tingkir juga merekrut seorang pujangga besar bernama Pangeran Karanggayam,

penulis karya filosofis berjudul Serat Nitisruti yang berisi ajaran moral dan mistisme Islam Jawa.

Salah satu ungkapannya yang merepresentasikan struktur nalar mistik adalah, “bersumpahlah

atas nama mati dan mempraktikkan cara bertapa ala leluhur. Tak henti melihat segala hal di

muka bumi. Langit seisinya semuanya adalah hamba Allah. Teks ini dapat ditafsirkan sebagai

hasrat untuk menjauhkan kebutuhan-kebutuhan duniawi. Kebutuhan utama adalah menghadirkan

Allah di dalam jiwanya. Apabila Allah sudah hadir dalam jiwa manusia, secara otomatis

kebutuhan apapun sudah tercukupi, manusia tidak akan menjadi serakah dan haus akan harta

benda maupun kekuasaan yang dapat merugikan orang lain 83.

81
Moelyono Sastronaryatmo. Babad Jaka Tingkir – Babad Pajang, (Jakarta: Proyek Penerbitan Buku
Sastra Indonesia dan Daerah, 1981), hal. 5
82
Hariwijaya. Islam Kejawen. (Jogjakarta : Gelombang Pasang, 2006), hal. 203.
83
Rahmat Subagyo. Agama Asli Indonesia. (Jakarta : Sinar Harapan,1981), hal.293.

33
Dalam Lingkungan Istana, Jaka Tingkir berusaha menciptakan atmosfer yang Islami,

yang ditandai dengan adanya tata tertib, sensitifitas dan estetika dengan memanfaatkan Adat

Budaya Jawa seperti yang dicontohkan Sunan Kalijaga. Dikalangan istana terdapat adat walon,

yakni tata krama yang diberikan sejak kecil. Misal : cara berpakaian, cara makan, cara bergaul

dengan keluarga, tetangga, orang lain, dan sebagainya. Untuk memperhalus perasaan diberikan

pelajaran kesenian dan sejumlah pendidikan seperti Pendidikan kasatupan, yaitu pendidikan

pembentukan karakter yang ditempuh dengan melalui laku atau cara-cara tertentu. Hal itu sesuai

dengan upacara ngelmu iku kelakone kanthi laku artinya ilmu pengetahuan itu dapat diperoleh

dengan cara yang tidak mudah. Pendidikan itu bersifat lahirah dan batiniah. Pendidikan ini

meliputi ngelmu jaya kawijayan, yakni pendidikan bertujuan agar seseorang memiliki kesaktian.

Untuk mendapat tujuan itu dapat dilakukan dengan berbagai cara. Seperti bertapa, berpantang,

dan berpuasa. Ngelmu pangawikan, yakni pendidikan yang bertujuan agar seseorang menguasai

berbagai ilmu, misalnya, ilmu tentang menjinakkan kuda, harimau, buaya, burung perkutut, dan

benda pusaka. Ngelmu kasantikan, yakni pendidikan yang bertujuan agar seseorang memiliki

kebijaksanaan dan kesempurnaan hidup. Dengan metode semacam itulah, pada akhirnya Jaka

Tingkir sebagai Penguasa Kerajaan Pajang berdakwah dengan memberi panutan kepada

masyarakat bagaimana cara hidup sebagai seorang Muslim yang baik 84.

84
Sudewa. Serat Panaitisastra : Tradisi, Resepsi dan Transformasi.(Yogjakarta : Disertasi Pascasarjana
UGM, 1989), hal. 45

34
B. Transisi dari Maritim ke Agraris

Pada masa Kesultanan Demak, Islamisasi banyak terjadi di wilayah Pesisir. Hal ini

disebabkan karena Pantai menjadi tempat bertemunya berbagai macam kebudayaan dari luar

Nusantara. Hal tersebut berakibat pada tumbuhnya perkampungan pedagang Arab di Pesisir

Utara Jawa. Dalam perkembangan selanjutnya, koloni dagang para pedagang Arab ini mulai

memberikan kontribus dalam penyebaran Islam . Hal ini mempengaruhi pula perkampungan

pedagang lain yang terdapat di sepanjang jalan perdagangan Asia Tenggara85

Disadari atau tidak, tumbuhnya Bandar-bandar baru itu dimana banyak Saudagar asing

yang datang untuk berdagang, turut memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi

Kesultanan Demak pada awal masa Kekuasaanya86.

Bukan hanya menyumbang devisa terhadap negara, makin intensnya komunikasi yang

terjalin antara para penyebar islam baik itu mubaligh, kiai maupun sufi dengan para pedagang

menciptakan hubungan Patron-Client, bahkan banyak diantara para saudagar yang menduduki

jabatan penting di kerajaan87. Tidak salah jika dikatakan bahwa, berdirinya Kesultanan Demak

adalah kemenangan kelas saudagar dari Kerajaan Maritim terhadap Aristokrat Feodal pedalaman

yang menguasai Imperium Majapahit 88.

Tidak hanya berhenti menjadi Penguasa Bandar Dagang, Demak bertransformasi menjadi

Penguasa Lautan dengan menjalin Kerjasama militer bersama Kerajaan Aceh dan Kepangeranan

Jepara. Pada tahun 1513, berkoalisi dengan angkatan laut Aceh, Demak melakukan penyerangan

melawan Portugis di Malaka. Mereka membawa sekitar 100 kapal perang dengan kekuatan

85
J.C van Leur,Indonesia Trade and Society. (Bandung: Sumur Bandung, 1960),hlm.91
86
Mundzirin Yusuf. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. (Yogyakarta: Penerbit PUSTAKA,
2006),hal.33
87
J.C van Leur,Indonesian Trade and Society. (Bandung: Sumur Bandung, 1960),hlm.268-284
88
Samodra Wibawa. Negara-Negara di Nusnatara : dari negara-kota hingga negara-bangsa & dari
Modernisasi hingga Reformasi Adminsitrasi. (Yogyakarta : UGM Press,2001),hal.18

35
12.000 kelasi. Kapal laksamana pemimpin perangnya diberi panser dari kapur. Meriam yang

dibawa untuk menggempur Portugis di Malaka ini semua berasal dari Jawa. Begitu pun dengan

Jepara. Dibawah pimpinan Ratu Kalinyamat, Jepara mengirimkan bantuan militer kepada

Kerajaan Aceh yang berperang melawan Portugis di Malaka89.

Setelah Demak runtuh, kekuasaan pindah ke Pajang, di mana pusat kekuasaan beralih

dari kawasan pesisir ke kawasan pedalaman. Peralihan pusat kekuasaan tersebut memberi

dampak terhadap corak pemerintahan, lambat laun kehilangan taring khas bangsa maritim dan

terkungkung dalam eksotisme budaya agraris90

Pusat bentang alam Pajang yang asli adalah desa Pengging, yang sekarang letaknya di

sekitar Boyolali. Wilayah pusat Pajang luasnya sekitar 300 km2 dan merupakan triple junction

antara kali Pepe, kali Dengkeng, dan Bengawan Solo. Kali Pepe dan Kali Dengkeng datang dari

Merapi, Bengawan Solo datang dari Gunung Lawu. Bisa dibayangkan, ini adalah wilayah yang

sangat subur. Oleh karena itu masyarakat Pajang amat mengandalkan pada sumberdaya agraris

yang dimilikinya. Karakter Agraris khas Jawa ini sangat dominan hingga amat menentukan

dinamika politik dibanding pulau-pulau lain di wilayah Nusantara91.

Letak Kerajaan Pajang yang demikian, amatlah mirip seperti tipe Kerajaan-kerajaan

Hindu Kuno yang berpusat di Pedalaman, contohnya Majapahit. Kerajaan tipe ini biasanya

terletak di lembah yang subur, diantara-sungai sungai dan kompleks gunung berapi di Jawa.

Penduduknya hidup sebagai Petani, di desa-desa kecil dimana sawah mereka dialiri

menggunakan sistem irigasi92. Disini tampak jelas, ditinjau dari pemilihan lokasi, Jaka Tingkir

89
Djuliati Suroyo, Dillenia Supangat & Nia Hasanah. Sejarah Maritim Indonesia I: Menelusuri Jiwa
Bahari Bangsa Indonesia Hingga Abad ke-17. (Semarang: Jeda,2007),hal.300-301
90
Askandar. Jiwa bahari sebagai warisan nenek moyang bangsa Indonesia. (Jakarta : Biro Sejarah
Maritim,1973),hlm.68
91
M. C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008,(Jakarta : Penerbit Serambi Ilmu Semesta,
2008),hal.52-53
92
Fachry Ali & Bachtiar Effendy. Merambah Jalan Baru Islam. (Bandung : Mizan,1986),hal.19-20

36
tidak melupakan asal usulnya sebagai keturunan Majapahit dan latar belakangnya itu ia jadikan

Legitimasi untuk memimpin kerajaannya dengan baik.

Pajang mengalami kemajuan di bidang pertanian sehingga menjadi lumbung beras selama

abad ke-16 dan 17. Lokasi pusat kerajaaan Pajang ada di dataran rendah tempat bertemunya

sungai Pepe dan Dengkeng (ke dua-duanya bermata air di lereng gunung Merapi) dengan

Bengawan Solo. Irigasi berjalan lancar karena air tanah di sepanjang tahun cukup untuk mengairi

sawah sehingga pertanian di Pajang maju. 93.

Titik berat kehidupan adalah sebagai petani tanpa ada perimbangan sebagai pelaut. Juga

dalam konsumsi makanannya ikan dan hasil laut lainnya tidak mempunyai peran penting

dibanding konsumsi beras. Gambaran rakyat Jawa saat itu juga terlihat pada keseluruhan rakyat

Nusantara, yaitu orientasi ke daratan jauh lebih besar ketimbang ke lautan94.

Akan tetapi kehidupan ekonomi kerajaan Pajang yang terpaku pada kehidupan agraris

ternyata berlangsung untuk waktu yang lebih lama, karena Pajang kurang begitu bisa menguasai

perniagaan yang berbasis laut yang pada saat itu sedang berkembang dengan pesat diwilayah

Pasundan dengan Banten sebagai pelopornya. Pergantian sifat dari Maritim ke Agraris kurang

begitu membuat nama Pajang dapat bersaing dengan Demak yang dahulu menjadi wilayah transit

para pedagang. Karena Pajang berada didaerah pedalaman maka masyarakatnya tidak bisa begitu

lihai menguasai wilayah lautan seperti yang dilakukan kerajaan-kerajaan sebelum Pajang.

Kehidupan ekonomi Pajang tidak bisa hanya bertumpu pada bidang pertanian, Jaka

Tingkir mencoba memikirkan dengan cermat cara mengganti hilangnya pendapatan negara yang

biasanya didapatkan lewat sektor perniagaan bahari. Pada masa keemasan Demak, komoditas

asal Demak yang diperdagangkan di luar negeri termasuk di kawasan Asia Tenggara, mencakup

93
Soejono & Leirizza. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V.(Jakarta: Balai Pustaka,2010),hal.54
94
Kusnadi. Jaminan Sosial Nelayan.(Yogyakarta : LKIS,2007),hlm.23

37
pula barang barang bernilai tinggi, seperti logam mulia (emas dan perak), perhiasan, barang

tenunan, barang barang pecah belah dan berbagai kerajinan, rempah rempah, wangi wangian,

obat obatan dan lain lain. Pergantian orientasi ekonomi atau kehilangan daya genggam terhadap

pelabuhan serta kota-kota martim tentu berdampak besar pada perekonomian dengan defisitnya

neraca keuangan negara95.

Jaka Tingkir memiliki inovasi baru untuk memecahkan masalah tersebut, yaitu dengan

menggenjot pertumbuhan ekonomi lewat menggalakan perniagaan berbasiskan pengembangan

komoditas seni-budaya yang sofistikatif. Hal itu dapat terlihat dari bandar laweyan dimana Jaka

Tingkir mendukung berdirinya kampung kerajinan seperti Kampung Batik Laweyan, kampung

mutihan dan beberapa kampung kerajinan lainnya yang membuat Pajang menjadi kerajaan yang

terkenal kala itu. Seni budaya masa Jaka Tingkir juga mendapat perhatian tatkala Demak saat itu

menjadi kadipaten dibawah kekuasaan Pajang. Selanjutnya keraton Kerajaan Pajang diperindah

oleh Hadiwijaya, membangun masjid beserta makam dikampung Laweyan dan kemajuan

dibidang lainnya 96.

Selain itu terjadi pula peralihan dibidang kultur budaya dari pedagang maritim yang

bersifat luwes dan kosmopolit ke petani agraris yang bersifat statis dan Feodal. Hal ini

berdampak pula dalam hal religiusitas yang bersifat rasional dengan adanya pertukaran informasi

dengan adanya kegiatan maritim ke religiusitas yang bersifat mistis khas pedalaman. 97

Menghilangnya pengaruh maritim Demak yang digantikan oleh Pengaruh Agraris-

Pedalaman ala Pajang yang akan bertahan terus hingga berdirinya Mataram Islam, makin

menguatkan Teori Domestikasi yang dicetuskan oleh Harry J Benda dan dikutip oleh Bachtiar

95
J.C van Leur,Indonesian Trade and Society. (Bandung: Sumur Bandung, 1960),hlm.198
96
Arswendo Atmowiloto. Kitab Solo. (Surakarta : Pemerintah Kota Surakarta, Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata,2009),hal.38
97
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi (Bandung: Mizan, 1991)h.30

38
Effendy. Teori itu menyatakan bahwa Kerajaan Maritim akan senantiasa kalah oleh Kerajaaan

yang memiliki basis di pedalaman. Karena kerajaan pedalaman memiliki daya gedor yang cukup

baik dari aspek kuantitas sumber daya manusia maupun ketersediaan logistik berupa bahan

pangan, untuk merangsek ke pesisir dan menganeksasi sejumlah sentra-sentra dagang Islam

pesisir yang terkenal dinamis tersebut 98.

C. Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Pajang

Dalam buku berjudul Kraton Pajang tulisan Dr Purwadi, dikisahkan Pajang punya posisi

yang penting di tanah Jawa. Pajang merupakan titik temu dinasti besar kerajaan Jawa yang

menempuh jalan spiritual, intelektual, sosial, dan kultural. Keraton Pajang menduduki posisi

yang amat penting dalam pentas sejarah nasional99.

Seperti yang terjadi pada keraton-keraton kuno di Jawa pada umumnya, Keraton Pajang

ditinggalkan begitu saja seiring berdirinya Mataram. Bekas fisiknya nyaris tak terlihat akibat

pelapukan selama ratusan tahun. Tak ada sisa benteng, bekas bangunan atau semacamnya yang

menggambarkan perjalanan fisik Keraton Pajang selama ratusan tahun. Yang masih tersisa dari

Keraton Pajang hanyalah sisa-sisa kayu yang dahulunya merupakan getek atau rakit yang pernah

dinaiki Jaka Tingkir saat melawan buaya. Kemudian sebuah batu yang dulunya menjadi tempat

bersemadi dan sebuah sendang yang airnya selalu jernih meskipun terletak di pinggir sungai

yang keruh dan kotor. Di sini juga masih terdapat beberapa artefak peninggalan masa lalu.

Dalam perjalanan selanjutnya, proses pemugaran dan rekonstruksi dilakukan dengan

mendirikan bangunan baru yang sengaja dibuat untuk menyelamatkan petilasan tersebut. Ada

98
Bachtiar Effendy. Islam & Negara : Transformasi Pemikiran dan praktik Politk Islam di Indonesia.
(Jakarta : Paramadina,1998),hal.28-30
99
Purwadi. Kraton Pajang Titik Temu Dinasti Besar Kerajaan Jawa Yang Menempuh Jalan Spiritual
Intelektual Sosial dan Kultural. (Jakarta : Panji Pustaka,2008),hal.10

39
sebuah pendapa, beberapa buah patung Kala (Raksasa) seperti yang terdapat di kerajaan-kerajaan

Hindu, beberapa bangunan penunjang lainnya yang secara keseluruhan lebih mirip sebuah taman.

Upaya ini dilakukan pada tahun 1993 oleh Paguyuban Marsudi Petilasan Keraton Pajang dan

bahkan pendapa telah diubah mirip seperti keraton khas Jawa dengan cat warna hijau seperti

yang dapat ditemukan di Keraton Yogyakarta lengkap dengan dinding bata khas Majapahit dan

atap sirap.

Masjid Laweyan dibangun pada era kekuasaan Jaka Tingkir sekitar tahun 1568. Merupakan

masjid pertama di Kerajaan Pajang. Awalnya merupakan pura agama Hindu dengan seorang

biksu sebagai pemimpin. Namun dengan pendekatan secara damai, seiring dengan banyaknya

rakyat yang mulai memeluk agama Islam, bangunan diubah fungsinya menjadi

Masjid.Bersamaan dengan itu, tumbuh sebuah pesantren dengan jumlah pengikut yang lumayan

banyak. Konon karena banyaknya santri, pesantren ini tidak pernah berhenti menanak nasi untuk

makan para santri sehingga selalu keluar asap dari dapur pesantren dan disebutlah wilayah ini

sebagai Kampung Belukan (beluk = asap). Masjid ini dibangun oleh Jaka Tingkir dan sahabatnya,

Ki Ageng Henis. Seperti layaknya sebuah masjid, Masjid Laweyan berfungsi sebagai tempat

untuk nikah, talak, rujuk, musyawarah, dan kegiatan social lainnya 100.

Bentuk arsitek masjid yang mirip seperti Kelenteng Jawa, juga menjadi ciri khas Masjid

Laweyan yang berbeda dengan bentuk arsitek masjid pada umumnya 101. Pengaruh Hindu-Jawa

sangat melekat dalam arsitektur Masjid Laweyan. Tampak dari penataan ruang dan sisa ornamen

yang masih dapat ditemukan di sekitar masjid hingga saat ini. Letak masjid berada di atas bahu

jalan merupakan salah satu ciri dari pura Hindu. Tak hanya fungsi, bentuk bangunannya pun

100
Jo Santoso. Arsitektur-kota Jawa: kosmos, kultur & kuasa. (Jakarta : Universitas Tarumanegara
Press,2008),hlm.145
101
Handinoto dan Samuel Hartono. 'Pengaruh pertukangan Cina pada Bangunan Masjid Kuno di Jawa abad
15-16'. Dimensi Teknik Arsitektur. Vol. 35, No. 1, Juli 2007,pp. 23 - 40

40
mengalami perubahan sebelum fisiknya yang sekarang. Pura yang beralih menjadi masjid semula

berbentuk rumah panggung bertingkat dari kayu. Pengaruh Hindu terlihat dari posisi masjid yang

lebih tinggi dibandingkan bangunan di sekitarnya. Saat ini, sejumlah ornamen Hindu memang

tak lagi menghiasi masjid. Tetapi, ornamen Hindu seperti hiasan ukiran batu masih menghiasi

makam kuno yang ada di kompleks masjid 102.

Tata ruang Masjid Laweyan merupakan tipologi masjid Jawa pada umumnya. Ruang

dibagi menjadi tiga, yakni Ruang Induk (Utama) dan Serambi yang dibagi menjadi Serambi

Kanan dan Serambi Kiri. Pengaruh Kerajaan Surakarta terlihat dari berubahnya bentuk masjid

menyerupai bangunan Jawa yang terdiri atas pendapa atau bangunan utama dan serambi. Ada

dua serambi, yakni kanan dan kiri. Serambi kanan menjadi tempat khusus putri atau keputren,

sedangkan Serambi Kiri merupakan perluasan untuk tempat shalat jamaah103.

Ciri arsitektur Jawa ditemukan pula pada bentuk atap masjid, dalam arsitektur Jawa,

bentuk atap menggunakan tajuk atau bersusun. Atap Masjid Laweyan terdiri atas dua bagian

yang bersusun. Pada dinding masjid yang terbuat dari susunan batu bata dan semen. Penggunaan

batu bata sebagai bahan dinding, baru digunakan masyarakat sekitar tahun 1800. Sebelum

dibangun seperti sekarang, bahan-bahan bangunan masjid, sebagian menggunakan kayu 104.

Seperti halnya Masjid Demak yang termasuk kategori ‘Masjid Makam’, Kompleks

Masjid Laweyan mengikuti pola yang sama dengan mengintegrasikan masjid dengan makam

kerabat Keraton Pajang, Kartasura dan Kasunanan Surakarta. Pada makam terdapat pintu

gerbang samping yang khusus dibuat untuk digunakan oleh Sunan Paku Buwono X untuk ziarah

102
Departemen Pendidikan & kebudayaan. Keaneka ragaman bentuk masjid di Jawa.. [Jakarta : Proyek
Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, 1993),hlm.31
103
Bambang Setiabudhi. Menelusuri Arsitektur Masjid di Jawa, dalam Mencari Sebuah Masjid. (Bandung:
Penerbit Masjid,2000.),hlm.43
104
Josef Prijotomo & Johannes Adiyanto. Kembara kawruh arsitektur Jawa. (Surabaya : Wastu Lanas
Grafika, 2004),hlm.189

41
ke makam dan hanya digunakan 1 kali saja karena 1 tahun setelah kunjungan itu beliau wafat.

Beberapa orang yang dimakamkan di tempat itu di antaranya:. Susuhunan Paku Buwono II yang

memindahkan Kraton Kartasura ke Desa Sala hingga menjadi Kraton Kasunanan Surakarta.

Konon Paku Buwono II ingin dimakamkan dekat dengan Kyai Ageng Henis dan bertujuan untuk

menjaga Kraton Kasunanan Surakarta dari serangan musuh105.

Di makam ini terdapat tumbuhan langka pohon nagasari yang berusia lebih dari 500

tahun yang merupakan perwujudan penjagaan makam oleh naga yang paling unggul. Selain itu

pada gerbang makam terdapat simbolisme perlindungan dari Batari Durga. Keberadaan makam

direnovasi oleh Paku Buwono X bersamaan dengan renovasi Kraton Kasunanan.

105
Purwadi & Djoko Dwiyanto. Kraton Surakarta : sejarah, pemerintahan, konstitusi, kesusastraan, dan
kebudayaan. (Yogyakarta : Panji Pustaka, 2008),hlm.648

42
43

BAB V

KESIMPULAN

Di akhir skripsi ini, berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan sejumlah uraian

yang telah dijelaskan di tiap bab skripsi ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa Latar

belakang munculnya Perang Suksesi Tahta di Kerajaan Demak, disebabkan karena setelah

kematian Sultan Trenggono terjadi persaingan antara Sunan Prawoto dan Arya Penangsang

untuk memperebutkan kursi pemegang kekuasaan di Kerajaan Demak. Konfik politik Kerajaan

Demak disebabkan karena ada sebab umum dan sebab khusus pemicu konflik. Sebab umum

penyebab konflik politik Kerajaan Demak adalah pembunuhan Pangeran Sekar Seda Lepen oleh

Sunan Prawoto karena dianggap sebagai penghalang Sultan Trenggono untuk naik tahta sebagai

Sultan Demak III dan pelantikan Sunan Prawoto sebagai raja Demak IV yang membawa

Kerajaan Demak menjadi kerajaan yang lemah karena Sunan Prawoto lebih memilih menjadi

sebagai pemuka agama dari pada sebagai raja. Sebab khusus penyebab terjadinya konflik di

Kerajaan Demak karena adanya konflik interen dan eksteren dalam Kerajaan Demak. Konflik

interen Kerajaan Demak terjadi karena dendam Arya Penangsang kepada Sunan Prawoto yang

telah membunuh ayahnya Pangeran Sekar Seda Lepen. Konflik ekstern Kerajaan Demak muncul

karena aksi saling mendukung dari para wali yang memiliki calon pengganti dari Sultan

Trenggono menurut masing-masing para wali. Konflik eksteren yang terjadi di Kerajaan Demak

disebabkan karena diantara para wali memiliki kepentingsan untuk menyebarkan agama melalui

kekuasaan jika muridnya menjadi raja Kerajaan Demak.Konflik politik Kerajaan Demak

berlangsung tahun 1546-1549 diwali dengan pelantikan Sunan Prawoto sebagai raja Demak IV

tahun 1546. Pelantikan Sunan Prawoto sebagai raja Demak IV menimbulkan dendam Arya

43
Penangsang. Atas dasar dendam tersebut, Arya Penangsang memerintahkan pasukan Jipang

untuk membuhuh Sunan Prawoto beserta keluarganya. Setelah terbuhunya Sunan Prawoto, Ratu

Kalinyamat kemudian menobtkan suaminya Pangeran Hadiri sebagai Sultan Demak V. Ratu

Kalinyamat beserta suaminya Pangeran Hadiri kemudian datang ke Kudus meminta

pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan Kudus, Sunan Prawoto mati karena karma telah

membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen dan jawaban Sunan Kudus membuat Ratu Kalinyamat

kecewa. Dalam perjalanan pulang ke Demak Pangeran Hadiri dan Ratu Kalinyamat diserang dan

berhasil dibunuh oleh pasukan Jipan. Setelah kematian Pangeran Hadiri dan Ratu Kalinyamat

pasukan Jipang, Arya Penangsang berhasil menguasai Kerajaan Demak. Tahun 1547 Arya

Penangsang beberapakali melakukan percobaan pembunuhan terhadap menantu Sultan

Trenggono yaitu Jaka Tingkir, namun usahanya selalu mengalami kegagalan. Penyerangan

berkali-kali terhadap Jaka Tingkir, membuat Jaka Tingkir geram dan mengadakan sebuah

sayembara bagi siapapun yang berhasil membunuh Arya Penangsang akan diberikan hadiah

berupa tanah perdikan di Mentaok dan Pati.

Konflik politik Kerajaan Demak berakhir setelah terbuhunya Arya Penangsang pada

tahun 1549. Arya Penangsang dibunuh oleh Pemanahan, Penjawi, Juru Mrentani, dan Raden

Bagus yang mengikuti sayembara dari Jaka Tingkir. Sepeninggal Arya Penangsang, Jaka Tingkir

mendapat restu dari Sunan Kudus untuk menjadi Sultan di Pajang yang kemudian menggunakan

gelar Sultan Hadiwijaya dalam memerintah kesultanan Pajang.

Sultan Hadiwijaya diangkat sebagai raja di Kerajaan Pajang, tidak lepas dari jasanya

yang telah berhasil menyelesaikan konflik di Kerajaan Demak pada saat kekuasaan telah pindah

ke Pajang setelah meninggalnya Sultan Trenggono. Misi maritim tidak lagi mendapatkan

keistimewaan, wilayahnya berpindah ke daerah pedalaman Pajang. Rakyatnya tidak tau menau

44
tentang armada dan perkapalan, sehingga Terjadilah pergantian orientasi. Pada masa Jaka

Tingkir, perdagangan internasional khas Demak digantikan dengan pertanian agraris dan

perdagangan barang barang kerajinan budaya.

Peran Jaka Tingkir dalam merintis Kesultanan Pajang sangatlah vital. Karena

kecerdasannya dalam meramu strategi, ia berhasil menyingkirkan Arya Penangsang yang

memiliki kekuatan militer lebih besar. Kemenangannya itu membuatnya dapat membentuk

kerajaan pajang. Kerajaan Pajang menjadi pusat dakwah Jaka Tingkir yang ingin menyebarkan

Islam di Jawa sesuai cara Sunan Kalijaga.

Adapun Peralihan wilayah Demak ke Pajang membawa beberapa dampak diantaranya

adalah perubahan dari Kerajaan maritim ke Agraris. Demak yang semula memiliki banyak

armada kapal, dan pelabuhan yang ramai oleh perdagangan, menjadi Kerajaan Agraris setelah

berpindah ke Pajang, karena letak wilayah yang berada di daerah pedalaman.

Peninggalan Jaka Tingkir di Pajang pun termasuk banyak, antara lain Masjid Laweyan

yang dibangun sekitar tahun 1546. Merupakan masjid yg didirikan pada masa Pemerintahan

Djoko Tingkir di Kerajaan Pajang. Arsitektur masjid ini sangat kental akan unsur tradisional

Jawa, Eropa, Cina, dan Islam. Di dekatnya terdapat makam raja-raja dan kerabat Kasunanan,

antara lain makam Ki Ageng Henis , Ki Ageng Henis ini sebagai penasihat spiritual Kerajaan

Pajang. Selain itu, ada juga Pasar Laweyan, merupakan pusat transaksi perdagangan bahan

pakaian dan kain tenun semenjak penduduk Laweyan memproduksi batik di sekitar tahun 1546.

45
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abimanyu. Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli. (Jogjakarta: Laksana,2013)

Adji, K. B. & Achmad, S. W.. Sejarah Panjang Perang di Bumi Jawa dari Mataram Kuno
Hingga Pasca Kemerdekaan RI. (Yogyakarta: Araska,2014)

Agus Sunyoto. Suluk Malang Sumirang. (Yogyakarta : LKIS,2004)

Agus Wahyudi. Joko Tingkir : Berjuang Demi Taktha Pajang. (Yogjakarta : Penerbit Narasi,
2009)

Ajid Thohir. Sumedang "Puseur Budaya Sunda" Kajian Sejarah Lokal. (Ciamis : Galuh
Nurani,2013)

Alwi Shihab , Islam Sufistik dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia (Bandung, Mizan,2002)

Arswendo Atmowiloto. Kitab Solo. (Surakarta : Pemerintah Kota Surakarta, Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata,2009)

Askandar. Jiwa bahari sebagai warisan nenek moyang bangsa Indonesia. (Jakarta : Biro
Sejarah Maritim,1973)

Bachtiar Effendy. Islam & Negara : Transformasi Pemikiran dan praktik Politk Islam di Indonesia.
(Jakarta : Paramadina,1998)

Charles Alfred Fisher. South-East Asia: A Social, Economic and Political Geography.
(London :Taylor & Francis,1964)

Chusnul Hayati dkk. Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara pada abad 16. (Jakarta : CV Prima
Putra,2000)

Clara Victoria. Dalang di Balik Wayang. (Jakarta : Grafiti Press, 1987)

Daliman. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.(Yogyakarta:


Penerbit Ombak,2012)

Dennys Lombard. Nusa Jawa Silang Budaya : Batas-batas Pembaratan. (Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama,2005),hal.xiv

Departemen Pendidikan & kebudayaan. Keaneka ragaman bentuk masjid di Jawa.. [Jakarta : Proyek
Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, 1993)

Dimas Hendri. Serat Nitisruti : warisan luhur Pangeran Karanggayam pada masa pemerintahan
Kraton Pajang. (Yogyakarta : P_idea, 2008)

46
Djuliati Suroyo, Dillenia Supangat & Nia Hasanah. Sejarah Maritim Indonesia I: Menelusuri
Jiwa Bahari Bangsa Indonesia Hingga Abad ke-17. (Semarang: Jeda,2007)

Erni Julia Kok. Membentuk Mentalitas Pemenang dengan Pendekatan Outcome Thinking dari
Neuro Linguistic Programming. (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,2010)

Fachry Ali & Bachtiar Effendy. Merambah Jalan Baru Islam. (Bandung : Mizan,1986)

Hamka. Sejarah Umat Islam IV. ( Jakarta: Bulan Bintang, 1974)

Hariwijaya. Islam Kejawen. (Jogjakarta : Gelombang Pasang, 2006)

Haryono Baskoro & Sudomo Sunarto. Catatan Perjalanan Keistimewaan Yogyakarta : Menurut
Sejarah,Mencermati Perubahan, Menggagas Masa Depan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

Hasanu Simon. Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Wali Songo dalam mengislamkan tanah Jawa.
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004)

I Ketut Riana. Kakawin Desa Wananna Uthawi Nagara krtagama Masa Keemasan Majapahit.
(Jakarta : Gramedia Jakarta, 2009)

Imron Abu Umar. Sejarah Ringkas Kerajaan Islam Demak. (Kudus: Menara Kudus,1996)
Imron Abu Amar. Sunan Kalijaga Kadilangu Demak. (Kudus: Menara Kudus, 1992)

J.C van Leur,Indonesian Trade and Society. (Bandung: Sumur Bandung, 1960)
Jo Santoso. Arsitektur-kota Jawa: kosmos, kultur & kuasa. (Jakarta : Universitas Tarumanegara
Press,2008),

Josef Prijotomo & Johannes Adiyanto. Kembara kawruh arsitektur Jawa. (Surabaya : Wastu
Lanas Grafika, 2004)

Nur Syam. Islam Pesisir. (Yogyakarta : LKIS,2005)

Krisna Bayu Adji. Ensiklopodi Raja-Raja Jawa Dari Kalingga Hingga Kasultanan Yogyakarta:
Mendedah Kisah dan Biografi Para Raja Berdasar Fakta Sejarah. (Yogjakarta : Araska, 2011)

Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi (Bandung: Mizan, 1991)

Kusnadi. Jaminan Sosial Nelayan.(Yogyakarta : LKIS,2007)

M. C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008,(Jakarta : Penerbit Serambi Ilmu


Semesta, 2008)

Mark Woodward, Islam jawa : Kesolehan Normatif Versus Kebatinan,( Yogyajakarta, LKIS,
1999)

47
Masatoshi Iguchi. Java Essay: The History and Culture of a Southern Country. (Leicester :
Troubador Publishing, 2015)

Moelyono Sastronaryatmo. Babad Jaka Tingkir – Babad Pajang, (Jakarta: Proyek Penerbitan
Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1981)

Mundzirin Yusuf. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. (Yogyakarta: Penerbit PUSTAKA,


2006)

Nancy K. Florida. Writing the Past, Inscribing the Futere History as Prophecy in Colonial Java.
(Jogjakarta : Bentang Budaya, 2003)

Niels Mulder. Agama, Hidup Sehari-hari dan Perubahan Budaya. (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1999)

Nassirun Purwokartun. Penangsang: Tarian Rembulan Luka. (Jakarta : Metamind-Tiga


Serangkai,2013)

Nur Said. Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa. (Bandung:
Brilian Media Utama,2010)

Petrus Josephus Zoetmulder. Manunggaling Kawula Gusti: Pantheisme dan Monisme dalam
Sastra Suluk Jawa. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1995)

Purwadi. Dakwah Sunan Kalijaga : Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural.
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004)

Purwadi. Kraton Pajang Titik Temu Dinasti Besar Kerajaan Jawa Yang Menempuh Jalan
Spiritual Intelektual Sosial dan Kultural. (Jakarta : Panji Pustaka,2008)

Purwadi. Babad Tahah Jawa: Menelusuri Kejayaan Kehidupan Jawa Kuno.(Yogyakarta: Panji
Pustaka,2010)

Purwadi & Djoko Dwiyanto. Kraton Surakarta : sejarah, pemerintahan, konstitusi, kesusastraan,
dan kebudayaan. (Yogyakarta : Panji Pustaka, 2008)

Purwadi. Sejarah Raja-Raja Jawa. (Yogyakarta: Media Ilmu,2007)

Purwadi. Sistem Pemerintahan Kerajaan Jawa Klasik. (Medan: Pujakesuma. 2007)

R. Admodarminto. Babad Demak: dalam Tafsir Sosial Politik Keislaman dan Kebangsaan (Jakarta:
Millenium Publisher, 2000)

Rahmat Subagyo. Agama Asli Indonesia. (Jakarta : Sinar Harapan,1981)

48
Samodra Wibawa. Negara-Negara di Nusantara : dari negara-kota hingga negara-bangsa &
dari Modernisasi hingga Reformasi Adminsitrasi. (Yogyakarta : UGM Press,2001)

Slamet Muljana. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di


Nusantara. (Yogyakarta : LKis, 2007)

Soejono & Leirizza. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V.(Jakarta: Balai Pustaka,2010)

Standley Sandler. Ground Warfare: An International Encyclopedia. (California : ABC-Clio,2002)

Suryanegara. Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. (Bandung :


Mizan,1995)

Wawan Susetya. Pajang. (Jakarta : Diva Press,2011)

Wawan Susetya. Karebet vs Penangsang : Perebutan Tahta pasca runtuhnya Majapahit.


(Jakarta : Imania,2011)

Wedy Utomo. Ki Ageng Sela menangkap Petir. (Surakarta : Yayasan Parikesit,1989)

W.I. Olthof. Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647. (Jogjakarta : Narasi,
2007)

Yoseph Iskandar dkk. Sejarah Banten. (Jakarta : Tryanasjam’ un CORP, 2001)

Jurnal Ilmiah :

A.Nurhamid. 2009. Arya Penangsang Gugur : Antara Hak dan Pulung Kraton Demak Bintara.
Dinamika Bahasa & Budaya Vol.3, N 106 o. 2.

Handinoto dan Samuel Hartono. 'Pengaruh pertukangan Cina pada Bangunan Masjid Kuno di
Jawa abad 15-16'. Dimensi Teknik Arsitektur. Vol. 35, No. 1, Juli 2007,pp. 23 - 40

M.C. Ricklefs. "The crisis of 1740–1 in Java: the Javanese, Chinese, Madurese and Dutch, and
the Fall of the Court of Kartasura". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 139
(2/3),pp.268–290.

Artikel Koran & Majalah :


Ahmad Mursyidi. Misteri Islamnya Orang Jawa. Artikel Tempo 2001.

Gunawan Mohammad. Sirna. Catatan Pinggir Majalah Tempo. Minggu, 14 Juli 2013

Munawir Aziz. Cheng Ho : Antitesis Benturan Peradaban. Artikel di Koran Kompas, 17


Oktober 2010

49
Skripsi, Tesis & Disertasi :

Sudewa. Serat Panaitisastra : Tradisi, Resepsi dan Transformasi.(Yogjakarta : Disertasi


Pascasarjana UGM, 1989)

50
Lampiran dan Gambar :

Situs Peninggalan Kerajaan Pajang

51
Keraton Pajang

Gapura Keraton Pajang

52
Pendhopo Agung Wewengkon Patilasan Karaton Pajang

Pendhopo Keraton Pajang

53
Silsilah Jaka Tingkir

54
Panji Panji keraton Pajang

55
Silsilah Jaka Tingkir via Demak

Silsilah Jaka Tingkir via Majapahit


56
Potongan Rakit yang digunakan Jaka Tingkir untuk menyebrangi Sungai Lusi & melawan Buaya

Masjid Laweyan, peninggalan Kerajaan Pajang

57
Pintu Gerbang Makam Ki Ageng Henis, Sahabat Jaka Tingkir yang juga Putra Ki Ageng Selo.

Makam Ki Ageng Henis, Sahabat Jaka Tingkir yang juga Putra Ki Ageng Selo.

58
Lukisan Jaka Tingkir menaklukan Kerbau Besar

Kompleks Makam Jaka Tingkir di Sragen,10 KM dari kota Solo.

59
60
Bagian dalam Masjid Laweyan

61

Anda mungkin juga menyukai