Anda di halaman 1dari 4

Kekuasaan Multi-Partai: Gonjang-Ganjing Kebijakan Pembangunan Dan

Otonomi Daerah

Sebelum melangkah lebih jauh mengenai kekuasaan multi-fungsi, terlebih


dahulu kita memahami makna kekuasaan itu sendir. Kekuasaan adalah
kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan
kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan
tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh. 1 Sedangkan.
Kekuasaan multi-partai memiliki arti yaitu salah satu varian dari beberapa sistem
kepartaian yang berkembang di dunia modern saat ini. Andrew Heywood (2002)
berpendapat bahwa sistem partai politik adalah sebuah jaringan dari hubungan dan
interakasi antara partai politik di dalam sebuah sistem politik yang berjalan. Untuk
mempermudah memahami sistem partai politik Heywood kemudian memberikan
kata kunci untuk membedakan tipe-tipe sistem kepartaian. Kata kunci tersebut
adalah jumlah partai politik yang tumbuh atau eksis yang mengikuti kompetisi
mendapatkan kekuasaan melalui pemilu. Parameter “jumlah partai politik” untuk
menentukan tipe sisem partai politik pertama kali dikenalkan dan dipopulerkan
oleh Duverger pada tahun 1954 dimana Duverger membedakan tipe sitem politik
menjadi 3 sistem, yaitu sistem partai tunggal, sistem dua partai, dan sistem multi
partai.

Gonjang-ganjing kebijakan pembangunan

Pembangunan merupakan vital kehidupan bagi seseorang dalam suatu


daerah, pembangunan pada suatu daerah mejadi tolak ukur pada kemajua
suatua daerah, bilamana pembangunan daerah.  Beberapa kebijakan yang
dimaksud sebagai berikut :

Pertama, kebijakan bank sentral yang telah mengumumkan pelonggaran


kebijakan lebih lanjut dalam tiga bulan terakhir dan perubahan dalam kerangka
kebijakan diperkenalkan dengan tepat untuk meyakinkan investor bahwa suku
bunga kebijakan akan berlakutetap rendah untuk waktu yang lama.

1
KBBI ( Kamus besar Bahasa Indonesia ).
Kedua, dukungan kebijakan fiskal perlu diupayakan pada tahun 2021 dan
pengumuman terbaru di banyak negara langkah-langkah fiskal tambahan diterima;
tujuannya harus untuk menghindari pengetatan anggaran yang prematur pada saat
ekonomi masih rapuh.

Ketiga, pemeliharaan dukungan fiskal yang kuat seharusnya tidak


mencegah penyesuaian yang diperlukan untuk keadaan darurat utama program -
termasuk skema retensi pekerjaan, dan tindakan dukungan pendapatan - untuk
membatasi jangka panjang biaya dari krisis dan mendorong realokasi sumber daya
yang diperlukan untuk perluasan sektor.

Keempat, meningkatkan kerjasama global untuk mempertahankan


perbatasan terbuka dan arus bebas perdagangan, investasi dan peralatan medis
sangat penting untuk mengurangi dan menekan virus di semua bagian dunia dan
mempercepat pemulihan ekonomi.

Banyak kebijakan-kebijakan yang membawa dampak positif bagi


masyarakat banyak pula yang membawa dampak negative bagi masyarakat. Ada
juga bebrapa kebijakan yang dinilai memihak pada kepentigan sepihak atau
golongan elit dan dianggap mencekik golongan menengah kebawah. Kebijakan
yang dinilai kontrofisial itu menyebabkan berbagai demo yang kian marak terjadi
di Indonesia. Pemerintah membuat kebijakan berupa pembebasan dan pemberian
diskon tariff listrik untuk masyarakat ekonomi lemah. Akan tetapi, pembebasan
dan diskon tersebut nyatanya belum dirasakan seluruh masyarakat ekonomi
lemah, terutama masyarakat pinggoran kota dan pedesaan. Disisi lain listrik malah
dinaikkan secara sepihak untuk golongan menengah, padahal secara jelas covid
menyerak semua belah pihak tanpa pandang.

Otonomi Daerah:

Otonomi daerah yang sudah berjalan sejak tahun 2001 telah mengalami
berbagai upaya perbaikan yang ditunjukkan dengan berbagai perubahan dasar
hukum yang melandasinya, mulai dengan UndangUndang Nomor 22 Tahun
1999 , Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian diperbarui dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan kemudian diperbarui lagi melalui
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah. Dengan perubahan-perubahan tersebut telah membuktikan bahwa
pembenahan sistem pemerintahan daerah terus berjalan dinamis seiring dengan
tuntutan dan aspirasi masyarakat.

Halim (2001) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu
melaksanakan otonomi, yaitu (1) kemampuan keuangan daerah, artinya daerah
harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya, dan (2) ketergantungan
kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar pendapatan asli daerah
(PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan
pemerintah daerah menjadi lebih besar.

Pengukuran kinerja keuangan penting dilakukan untuk dapat menilai


akuntabilitas pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah dan
dituangkan dalam bentuk laporan keuangan yang bertujuan untuk menyajikan
informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, serta kinerja keuangan
pemerintah daerah yang berguna dalam pengambilan keputusan dan untuk
menunjukkan akuntabilitas pelaporan atas sumber daya yang dikelola pemerintah.
Bentuk dari penilaian kinerja tersebut berupa analisis rasio keuangan yang berasal
dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan
APBD.

Selanjutnya hasil rasio keuangan yang telah dianalisis tersebut digunakan


sebagai media pengukuran dalam menilai kemandirian keuangan daerah
pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah,
mengukur efektivitas dalam merealisasikan pendapatan daerahnya, mengukur
sejauh mana kemampuan aktivitas Pemerintah Daerah dalam membelanjakan
pendapatan daerahnya, melihat pertumbuhan dan perkembangan perolehan
pendapatan dan pengeluaranyang dilakukan selama periode waktu tertentu.

Anda mungkin juga menyukai