Anda di halaman 1dari 45

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan dalam praktek
keperawatan yang langsung diberikan kepada klien/pasien pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan yang menggunakan proses keperawatam dalam lingkup
wewenang serta tanggung jawab keperawatan.
Asuhan keperawatan yang berkualitas dan profesional melalui lima tahapan
proses keperawatan, yaitu pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi. Asuhan keperawatan yang profesional
akan terwujud jika perawat sendiri benar-benar memahami ilmu keperawatan
secara benar dan baik. Pemahaman yang baik dan benar tentunya merujuk kepada
ilmu keperawatan yang dijadikan dasar dalam pemberian asuhan keperawatan
pada pasien baik di rumah sakit, keluarga maupun di masyarakat.
Mutu pelayanan keperawatan dapat meningkat didukung oleh pengembangan
teori keperawatan. Perkembangan teori keperawatan dapat menjadi keuntungan
yang tepat untuk menjadi perawat yang lebih berkualitas dengan menerapkan atau
digunakan dalam praktek keperawatan pada klien secara nyata.
Salah satu teori keperawatan yang dapat dikembangkan untuk praktek
keperawatan d Indonesia adalah teori “Pemenuhan 14 Kebutuhan Dasar Manusia”
dari Virginia Henderson. Teori ini menerapkan bagaimana seorang perawat
membantu individu baik dalam keadaan sakit maupun sehat melalui upayanya
melaksanakan berbagai aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan
individu atau proses meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan secara
mandiri oleh individu saat ia memiliki kekuatan, kemampuan, kemauan atau
pengetahuan untuk itu.
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menyusun makalah
tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien stroke dengan menggunakan
pendekatan model keperawatan pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia.
2

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum:
Untuk memahami penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien stroke dengan
menggunakan pendekatan model keperawatan pemenuhan 14 kebutuhan dasar
manusia Virginia Henderson.
2. Tujuan Khusus:
a. Memahami pengkajian menurut konsep model keperawatan pemenuhan 14
kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson
b. Menerapkan proses keperawatan pada pasien stroke dengan menggunakan
NOC dan NIC
c. Menganalisis kesesuaian asuhan keperawatan yang diberikan dan
kesenjangan yang terjadi.

1.3 Manfaat
Manfaat penuliisan makalah ini adalah memberikan arahan bagi penulis untuk
penerapan model teori keperawatan menurut Virginia Henderson dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien stroke.
3

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Pemenuhan 14 Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Virginia
Henderson
Definisi keperawatan menurut henderson harus menyertakan prinsip
kesetimbangan fisiologis. Menurutnya tugas unik perawat adalah membantu
individu baik dalam keadaan sakit maupun sehat melalui upayanya melaksanakan
berbagai ativitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau
proses meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan secara mandiri oleh
individu saat ia memiliki kekuatan, kemampuan, kemauan atau pengetahuan untuk
itu (Asmadi, 2008).
Dukungan kesehatan dalam tercapainya kesehatan klien, penyembuhan
maupun meninggal dengan tenang dilakukan dengan pemenuhan 14 kebutuhan
dasar manusia sehingga perawat tidak hanya sekedar mengikuti perintah doketr
akan tetapi lebih pada bagaimana perawat berkontribusi dalam membantu
seseorang dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Akan tetapi, perawat
tetap menyampaikan rencananya pada dokter ketika mengunjungi pasien.
Pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia dilakukan oleh perawat dengan
tetap memperhatikan sumber kesulitan yang dialami pasien baik karena kurangnya
kekuatan, kemauan, dan pengetahuan. Sehingga tujuan keperawatan untuk
mencapai kemandirian dapat mencapai hasil yang optimal.
Menurut Potter & Perry (2002), Henderson mengusulkan komponen
keperawatan dasar manusia sebagai berikut:
1. Bernafas secara normal
Bernafas secara normal dapat diartikan sebagai terpenuhinya kebutuhan
oksigenasi pasien dimana inspirasi dan ekspirasi tidak mengalami gangguan atau
hambatan. Berkaitan dengan bernafas secara normal, perawat harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: karakteristik pernapasannya, kesimetrisan
struktur dan pergerakan dada, abdomen dan hidung, bunyi yang menyertai
pernapasan, posisi pasien, ekspresi, dan perubahan dalam warna, dan keluhan
pasien saat ini yang mengindikasikan kesulitan bernapas, frekuensi pernafasan
pasien yang normal (16-20x/mnt), kemampuan pasien dalam melakukan inspirasi
dan ekspirasi, pernafasan regular/ireguler, pernafasan dangkal/dalam, ekspansi
4

dada, penggunaan otot bantu napas & cuping hidung, sianosis perifer, tidal
volume, capillary refill time (CRT), hambatan (alat bantu pernafasan).
2. Makan dan minum yang cukup
Makan dan minum yang cukup diartikan sebagai terpenuhinya kebutuhan
nutrisi yang memenuhi standar kecukupan nutrisi, yaitu Indeks Massa Tubuh
(IMT) dan Berat Badan (BB) ideal. Hal-hal yang pelu dikaji berkaitan dengan
makan dan minum yang adekuat adalah pola makan, frekuensi makan, jenis
makanan (terpenuhinya kebutuhan makanan : kebutuhan kalori, buah, sayur,
vitamin, mineral, dan air), kuantitas (porsi makan yang dihabiskan), BB dan
Tinggi Badan (TB) pasien yang dihubungkan dengan BB Ideal dan IMT. Dalam
hal ini perawat perlu mengkaji tentang kemampuan pasien dalam memenuhi
kebutuhan makan dan minum, tentang perilaku makan dan minum, kemampuan
menentukan makan dan minum yang memenuhi syarat kesehatan, kemampuan
memasak dan menyiapkan makanan sendiri. Perawat juga harus mengobservasi
adanya nafsu makan, makanan kesukaan, permintaan pasien untuk makanan yang
ingin dimakan saat itu, dan fobia, serta mengkaji apakah ada radang pada mukosa
mulut, nyeri pada gigi, kesulitan menelan atau kelemahan yang mempengaruhi
tingkat kepuasan pasien setelah makan.
3. Eliminasi
Eliminasi dapat diartikan sebagai pembuangan sampah tubuh. Manusia
membuang air besar dan kecil, dan mengeksresi cairan tubuh yang lain adalah
cara untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh mereka, dan merupakan sebuah
kepuasan. Perawat mengkaji kemampuan mengeliminasi, misalnya kemampuan
buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK), jumlah, frekuensi, konsistensi,
kesulitan dalam BAK dan atau BAB dan bagaimana pasien mempertahankan
fungsi normal dari BAB dan atau BAK, serta kebiasaan eliminasi. Adanya nyeri
yang menyertai tindakan ini, keringat yang banyak atau kondisi kulit kering yang
abnormal juga harus dikaji oleh perawat. Keseimbangan masukan dan haluaran
cairan harus menjadi prioritas perhatian perawat. Mata yang cekung, mukosa
mulut kering, kulit yang tidak elastis dan urine dengan konsentrasi tinggi adalah
karakteristik dehidrasi dan merupakan tanda-tanda bahaya. Mata yang bengkak,
clubbing fingers, kedua tangan yang bengkak dan edema tungkai, atau akumulasi
cairan dalam jaringan pada punggung pasien saat pasien sedang duduk harus
diperhatikan. Hal ini bisa menjadi reaksi terhadap obat.
5

4. Bergerak dan menjaga postur tubuh yang diinginkan (berjalan, duduk, tidur,
dan mengganti posisi dari posisi yang satu ke yang lainnya)
Bergerak dan mempertahankan postur tubuh dapat diartikan sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan mobilisasi dan kemampuan untuk mempertahankan
postur tubuh termasuk keseimbangan tubuh. Postur dikaji untuk tanda-tanda
kelemahan, adanya nyeri saat berganti posisi. Gaya berjalan, adanya kekakuan,
atau ketegangan dari seluruh tubuh atau beberapa bagian tubuh, misalnya
ektremitas, mata atau kelopak mata, dalam berbicara, menelan, bernapas, defekasi
atau BAK juga harus dikaji oleh perawat. Selain itu, kebiasaan duduk, berdiri,
tidur, nyeri saat mobilisasi, kesulitan dalam mobilisasi, penggunaan alat bantu,
kebiasaan olahraga, dan adanya fraktur, dislokasi, serta inflamasi juga merupakan
komponen yang harus diperhatikan.
5. Istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur yang adekuat dapat diartikan sebagai terpenuhinya
kebutuhan tidur pasien (rata-rata 6-8 jam per hari), tidak adanya gangguan dalam
pola tidur pasien. Pengkajian pola tidur harus mengindikasikan waktu tidur siang
atau malam dan durasinya. Kedalaman atau soundness harus diperhatikan.
Kualitas dan kuantitas tidur, pola tidur, kebiasaan sebelum tidur, penggunaan
obat/alat bantu sebelum dan selama tidur serta penyebab gangguan tidur pada
pasien.
6. Memilih pakaian, cara berpakaian dan melepaskan pakaian
Pemilihan pakaian yang sesuai berkaitan dengan terpenuhinya salah satu
kebutuhan personal higyene pasien. Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan
pemilihan pakaian yang sesuai adalah jenis pakaian, kemampuan memakai &
melepaskan, kebersihan, dan kerapihan.
7. Mempertahankan temperatur tubuh dalam rentang normal dengan cara
mengatur cara berpakaian dan memodifikasi lingkungan
Mempertahankan temperatur tubuh dalam rentang normal diperoleh
melalui berbagai proses fisiologis, termasuk transfer panas secara fisik dan kimia.
Pengoperasian mekanisme ini dimediasi oleh sistem saraf pusat. Sumber utama
dari panas tubuh adalah pembakaran makanan di dalam tubuh. Panas yang
dihasilkan dari aktivitas otot menjaga suhu tubuh, aktivitas ini dengan sigap
menaikkan atau menurunkan suhu tubuh sesuai kebutuhan. Panas dieliminasi
melalui proses radiasi, penguapan, dan konveksi. Dan perawat perlu mengakaji
6

berkaitan dengan upaya mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal adalah
sensasi terhadap suhu, kemampuan berkompensasi terhadap panas/dingin, dalam
hal ini mengatur cara berpakaian dan memodifikasi lingkungan
8. Menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, dan menjaga integument
Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan mempertahankan kebersihan
tubuh adalah kemampuan pasien dalam merawat rambut, kuku, gigi, telinga,
hidung, genitalia.
9. Menghindari bahaya dari lingkungan dan mencegah melukai orang lain
Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan upaya menghindari bahaya
lingkungan dan mencegah cedera adalah pengetahuan pasien, kemampuan pasien
dalam menghindari bahaya, risiko cedera dan pencegahan terhadap cedera.
10. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan,
rasa takut, pertanyaan dan ide-ide.
Kemampuan berbicara dipengaruhi oleh suasana hati dan biasanya selalu
merefleksikan kondisi mental, jika tidak ada masalah fisik. Apa yang seseorang
atau pasien katakan dan bagaimana pasien tersebut mengatakannya harus
diperhatikan. Hal-hal lain ini termasuk kemampuan pasien berkomunikasi,
kesulitan dalam berkomunikasi dan hambatan dalam berkomunikasi.
11. Beribadah menurut keyakinan
Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan beribadah adalah kemampuan
pasien dalam menjalankan ibadah dan kebutuhan akan mentor/pembimbing
rohani.
12. Bekerja untuk hal yang menyediakan sebuah pencapaian
Hal –hal yang perlu dikaji berkaitan dengan bekerja adalah kemampuan
pasien untuk bekerja, visi, harapan dalam bekerja dan hambatan dalam bekerja.
13. Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi.
Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan bermain adalah minat bermain,
frekuensi bermain dan jenis rekreasi/permainan (khusus bagi anak, sesuai dengan
tahap tumbuh kembang anak).
14. Belajar, menggali, atau memuaskan rasa keingintahuan yang mengacu pada
perkembangan dan kesehatan normal.
Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan belajar adalah kemampuan
pasien dalam belajar, tingkat kecerdasan, dan kemampuan konsentrasi
7

2.1.1 Paradigma Keperawatan Menurut Virginia Henderson


Empat konsep utama yang dikembangkan oleh Henderson (Marriner,
2001) adalah:
a. Individu
Henderson berpendapat bahwa individu/klien harus memiliki keseimbangan
fisiologis dan emosional. Henderson beranggapan bahwa bahwa pikiran dan
tubuh tidak dapat dipisahkan. Pasien memerlukan bantuan untuk mencapai
kemandirian. Perawat dan keluarganya adalah satu kesatuan menurut
Henderson. Kebutuhan-kebutuhan pasien meliputi 14 komponen penanganan
perawatan.
b. Lingkungan
Henderson mengungkapkan defenisi lingkungan dengan menggunakan
Webster’s New Collegiate Dictionary yaitu sebagai kumpulan semua kondisi
eksternal dan pengaruh-pengaruh yang berdampak pada kehidupan dan
perkembangan organisme, seperti para perawat sebaiknya memperoleh
pendidikan penyelamatan. Perawat harus mengetahui kebiasaan sosial dan
praktik ritual keagamaan untuk memperkirakan adanya bahaya.
c. Kesehatan
Sehat adalah suatu kualitas hidup. Menurut Henderson, sehat dapat dilihat dari
kemampuan pasien untuk menjalani 14 komponen kebutuhan dasar manusia
tanpa bantuan. Individu akan memperoleh atau mempertahankan kesehatan
bika memiliki kekuatan, kehendak, atau pengetahuan yang cukup
d. Keperawatan
Menurut Henderson, tugas unik perawat adalah membantu seseorang yang
sehat atau sakit baik yang sakit maupun yang sehat dalam melaksanakan
aktivitasnya. Tugas perawat tidak bergantung dengan dokter, tetapi
mengajukan rencananya apabila dokter datang untuk mengunjungi. Perawat
dapat dan harus mendiagnosa dan menangani bila situasi menuntut demikian.
Perawat dapat menilai kebutuhan dasar manusia. 14 komponen telah
memenuhi kebutuhan pasien dalam penanganan perawatan.

2.1.2 Proses Keperawatan Menurut Virginia Henderson


Pada tahap penilaian (pengkajian), perawat menilai kebutuhan dasar pasien
berdasarkan 14 komponen kebutuhan dasar manusia. Pengumpulan data
8

menggunakan observasi, indra penciuman, peraba dan pendengaran. Setelah


terkumpul semua data, perawat menganalisa data tersebut dan
membandingkannya dengan pengetahuan dasar tentang sehat-sakit. Hasil analisa
ini akan menentukan diagnosa keperawatan yang akan muncul.
Diagnosa keperawatan menurut Henderson (1960) didalam Asmadi (2008)
dibuat dengan mengenali kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhannya
dengan atau tanpa bantuan serta dengan mempertimbangkan kekuatan atau
pengetahuan yang dimiliki individu.
Tahap perencanaan menurut Henderson (1960) didalam Asmadi (2008)
meliputi aktivitas penyusunan rencana perawatan sesuai kebutuhan individu
termasuk didalamnya perbaikan rencana jika ditemukan adanya perubahan serta
dokumentasi bagaimana perawat membantu individu dalam keadaan sehat-sakit.
Selanjutnya pada tahap implementasi, perawat membantu individu
memenuhi kebutuhan dasar yang telah disusun dalam rencana perawatan guna
memelihara kesehatan individu, memulihkannya dari kondisi sakit, atau
membantunya meninggal dalam damai. Intervensi yang diberikan perawat sifatnya
individual, tergantung pada prinsip fisiologis, usia, latar belakang budaya,
keseimbangan emosional, dan kemampuan intelektual serta fisik individu.
Terakhir, perawat mengevaluasi pencapaian kriteria yang diharapkan
dengan menilai kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2.2 Konsep Stroke


2.2.1 Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer, 2002).
Sedangkan stroke menurut WHO dalam Task Force in Stroke and other Cerebrovascular
Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan
oleh gangguan peredarandarah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala
dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokalotak yang terganggu.
9

2.2.2 Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu:
a. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari
stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan
yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif,
atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari
haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum, trombosis
serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis
berat pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral
Embolisme serebral embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah
atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau
hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran
pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari
embolisme serebral.
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Hemorrhagi serebral
1) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
2) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi
epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena
robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda
10

atau
gejala.
3) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
4) Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak
paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis
serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya
menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba,
dengan sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar, makin jelas
defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.

2.2.3 Faktor Resiko


Faktor resiko yang dapat dikontrol menurut Smeltzer (2002) terdiri dari;
1) Hipertensi
2) Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6) Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7) Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan
kadar estrogen tinggi)
8) Penyalahgunaan obat ( kokain)
9) Konsumsi alcohol
Dan faktor resiko yang tidak dapat dikontrol adalah:
1) Umur
2) Ras
3) Jenis Kelamin
4) Riwayat Keluarga atau faktor genetic
11

2.2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada pasien stroke adalah:
a. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemipereses
atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Diawal
tahapan stroke gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan
hilang atau menurunnya reflek tendon dalam.
b. Kehilangan komunikasi
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan
komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
- Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggungjawab
untuk menghasilkan bicara.
- Disfagia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang
terutama ekspresif atau reseptif.
- Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya) seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya.
c. Gangguan persepsi
Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual (karena gangguan
jaras sensori primer diantara mata dn kortek visual), gangguan dalam
hubungan visual spasial (Mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial, sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri) dan
kehilangan sensori (dapat berupa kerusakan ringan atau mungkin lebih
berat dengan kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
tubuh serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimulus visual taktil dan
auditorius)
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesuliatan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi yang
menyebabkan pasien menghadapi masalah frustasi dalam program
rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi, masalah psikologik lain juga
12

umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosional yang labil,


bermusuhan, frustasi, dendam dan kurang kerja sama.
e. Disfungsi kandung kemih.
Kemungkinan pasien mengalami inkontinensia urinarius sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan
ketidakmampuan menggunakan urinal karena kerusakan kontrol mekanik
dan postural.

2.2.5 Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi stroke secara umum adalah gangguan pasokan
aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk
sirkulus wilisi: arteria karotis interna dan vertebrobasilar atau semua cabang-
cabangnya. Secara umum apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Oklusi di arteri tidak
selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. ini
terjadi karena terdapat sirkulasi kolateral yang memadai menuju daerah tersebut.
proses patologi yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang
terjadi didalam pembuluh darah yang memperdarahi otak (Price & Wilson, 2012)

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Computed Tomography (CT) Scan : menunjukkan adanya stroke hemoragis
dengan segera tetapi bisa jadi tidak menunjukkan adanya infark trombotik
selama 48 – 72 jam.
2. Magnetic Resonance Imaging bisa membantu mengidentifikasi area yang
mengalami iskemia atau infark dan pembengkakan serebral
3. Tomografi Emisi Positron bisa mengukur aliran darah. Tomografi emisi
foton-tunggal, perfusi CT, dan tekhnik perfusi resonansi magnetik
melaporkan aliran darah relatif dan merupakan alat penelitian.
4. Oftalmoskopi: bisa menunjukkan tanda hipertensi dan perubahan
aterosklerotik dalam arteri retina.
5. Angiografi: menggambarkan pembuluh darah dan menunjukkan plak
aterosklerotik, oklusi pembuluh atau tempat ruptur.
6. EEG membantu menunjukkan lokasi area yang rusak
13

7. Studi laboratorius lainnya meliputi urinalisis, studi koagulasi, jumlah sel


darah lengkap, osmolaritas serum dan kadar elektrolit, glukosa, trigliserida,
kreatinin, dan nitrogen urea darah.

2.2.7 Penatalaksanaan
a) Prinsip penatalaksanaan stroke iskemik fase akut ( non hemoragik )
1. Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung
( 3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant
tissue-plasminogen activator). Pengobatan ini hanya boleh diberikan pada
stroke iskemik dengan waktu onset kurang dari 3jam dan hasil CT scan
normal. Obat ini sangat mahal dan hanya bisa dilakukan dirumahsakit
yang fasilitasnya lengkap.
2. Mencegah perburukan neurologist yang berhubungan dengan stroke
yang masih berkembang ( jendela terapi sampai dengan 72 jam).
3. Mencegah stroke berulang dini ( dalam 30 hari sejak onset gejala
stroke)
Sekitar 5% pasien yang dirawat dengan stroke iskemik mengalami
serangan stroke kedua dalam 30 hari pertama. Resiko ini paling tinggi (lebih
besar dari 10%) pada pasien dengan stenosis karotis yang berat dan
kardioemboli serta paling rendah (1%) pada pasien dengan infark lakuner.
Terapi dini dengan heparin dapat mengurangi resiko stroke berulang dini pada
pasien dengan kardioemboli.

4. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan


tanda klinis atau radiologist adanya infark hemisfarik atau serebelum yang
massif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan, atau stroke dalam
evolusi.
5. Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi pada pasien
dengan infark serebelum yang luas.
6. Pertimbangkan sken resonansi magnetic pada pasien dengan stroke
vertebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infark yang tidak nyata pada
CT scan.
7. Pertimbangkan pemberian heparin intravena dimulai dosis 800
unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan
14

20ml/jam, sampai masa tomboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada


kondisi berikut ini :
- Kemungkinan besar stroke kardioemboli
- Iskemia otak sepintas (TIA) atau infark karena stenosis artewri
karotis
- Stroke dalam evolusi
- Diseksi arteri
- Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontra indikasi relative pada pasien dengan infark luas
yang berhubungan dengan efek massa atau konfersi/transformasi hemoragik.
Pasien stroke dengan infark miokard baru, fibrilasi atrium penyakit katup
jantung atau thrombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral
(warfarin) sampai minimal 1 tahun dengan mempertahankan masa protrombin
1,5-2,5 kali control atau INR 2-3.
b) Prinsip penatalaksanaan sroke hemoragik fase akut
1. Singkirkan kemungkinan koagulopati : pastikan hasil masa protrombin dan
masa tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin
memanjang berikan plasma beku segar (FFP) 4-8 unit intravena setiap 4
jam dan vitamin K 15mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg
subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin
dengan protamin sulfat 10-50mg lambat bolus(1 mg mengoreksi 100 unit
heparin.
2. Kendalikan hipertensi: Berlawanan dengan infark serebri akut pendekatan
pengendalian tekanan darah yang lebih agrsif dilakukan pada pasien
dengan perdarahan intraserebral akut, karena tekanan yang tinggi daoat
menyebabkan perburukan edema perihematoma serta meningkatkan
kemungkinan perdarahan ulang. Tekanan darah sistolik> 180mmHg harus
diturunkan sampai 150-180mmHg dengan labetalol (20 mg intravena
dalam 2 menit ; ulangi 40-80 mg intravena dalam interval 10 menit sampai
tekanan yang diinginkan kemudian infuse 2mg/ menit (120ml/jam0 dan
dititrasi atau penghambat ACE (misalnya kaptopril 12,5-25 mg, 2-3 kali
sehari) atau antagonis kalsium (misalnya nifedipine oral 4 kali 10 mg).
3. Pertimbangkan konsultasi bedah saraf bila ; perdarahan serebelum
diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi
15

atau pemasangan pintasan ventrikulo – peritoneal bila ada hidrosefalus


obstruktif akut atau liping aneurisma.
4. Berikan manitol 20% (1kg/kgBB, intravena dalam 20-30 menit) untuk
pasien dengan koma dalam atau tanda tanda tekanan intracranial yang
meninggi atau ancaman herniasi. Steroid tidak terbukti efektif pada
perdaraghan intraserebral.Steroid hanya dipakai pada kondisi ancaman
herniasi transtentorial.Hiperventilasi dapa dilakukan untuk membantu
menurunkan tekanan intracranial.
5. Pertimbangkan fenitoin (10-20mg/kgBB intravena, kecepatan maksimal
50mg/menit; atau peroral) pada pasien dengan perdarahan luas dan derajat
kesadaran menurun. Umumnya antikonvulsan hanya diberikan bila ada
aktivitas kejang. Namun terapi profilaksis beralasan jika kondisi pasien
cukup kritis dan membutuhkan intubasi , terapi tekanan intracranial
meningkat atau pembedahan .
6. Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipine untuk mencegah
vasospasme bila secara jklinis fungsi lumbal atau CT scan menunjukan
perdarahan subaraknoid akut primer.
7. Perdarahan intraserebral
- Obati penyebabnya
- Turunkan tekanan intracranial yang meninggi
- Berikan neuroprotektor
- Tindakan bedah dengan pertimbangan usia dan skala koma
Glasgow >4 hanya dilakukan pada pasien dengan :
1. Perdarahan serebelum dengan diameter lebih dari 3 (kraniotomi
dekompresi)
2. Hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum
(VP shunting)
3. Perdarahan Lobar diatas 60cc dengan tanda tanda peningggian
tekanan intracranial akut dan ancaman herniasi
8. Tekanan intracranial yang meninggi pada pasien stroke dapat diturunkan
dengan salah satu cara atau gabungan berikut ini :
- Manitol bolus, 1 gram/kgBB dalam 20-30 menit kemudian
dilanjutkan dengan dosis 0,25-0,5g/kgBB setiap 6jam sampai maksimal
48 jam. Target osmolaritas =300-320 mosmol/liter
16

- Gliserol 50% oral , 0,25-1g/kg setiap 4-6jam atau gliserol 10%


intravena, 10ml/kgBB dalam 3-4jam (untuk edema sesrebri ringan atau
sedang)
- Furosemid 1mg/kgBB intravena
9. Perdarahan subaraknoid
1. Nimodipine dapat diberikan untuk mencegah vasospasme pada
perdarahan subaraknoid primer akut
2. Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid
stadium 1 dan 2 akibat pecahnya aneurisma sakula Berry(klipping) dan
adanya komplikasi hidrosefalus obstruktif.
17

BAB 3

TINJAUAN KASUS

Kasus
Nama pasien : Tn H.
Usia : 23 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Status Pernikahan : Single
Alamat : Jl. Sunan Gunung Jati No.10 RT 019/- Jambi
No Registrasi : 373-45-28
Tanggal Masuk RS : 12 November 2012
Diagnosa Medis : Infark Cerebri
Pasien datang ke RS rujukan dari Jambi dengan diagnosa polisitemia,
infark cerebri thalamus kanan dengan keluhan sakit kepala, lemas sejak 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami pingsan di rumah sebelum masuk
rumah sakit di Jambi. Pasien datang ke RSCM dengan keluhan sakit kepala dan
lemas. Klien mempunyai riwayat hipertensi. Pasien dari RS Jambi didiagnosa
SNH dan polisitemia vera. Riwayat jatuh dari mobil tahun 2010 dengan patah
tulang kaki. Riwayat kejang dengan panas tinggi ± 40o diusia 6 bulan. Riwayat
minum alkohol ± 5 bulan yang lalu. Pasien merokok perhari ± 6 batang.
Nutrisi : klien makan 3 kali sehari dengan porsi makan yang dihabiskan
hanya ½ porsi. Jenis bubur sayur dan lauk. Klien minum air putih 5 – 6 gelas
sehari. Eliminasi : klien BAB secara teratur sehari sekali, warna kuning dan bau
khas. Tidak ada kesulitan dalam BAB. Klien BAK 2 – 1 kali sehari, warna kuning
jernih, baunya khas. Tidak ada kesulian saat BAK. Personal Hygiene : klien tidak
mampu melakukan personal hygiene dan beberapa aktifitas lainnyasecara sendiri
dan masih memerlukan bantuan perawat dan keluarga.
Pemeriksaan fisik: Keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran compos
mentis, GCS : 15, TD 140/80 mmHg, Nadi : 80x/mnt, RR: 18x/mnt, suhu 36 oC.
Pernafasan spontan. Tidak ada penyumbatan jalan nafas, tidak ada penggunaan
otot bantu napas, pola nafas dan irama regular, sputum (-), batuk (-), sianosis (-),
18

suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, ronchi (-), wheezing (-),
bunyi jantung S1 dan S2, irama jantung teratur, CRT < 2 detik. Pencernaan
normal, klien mengatakan nafsu makannya berkurang, mual (+), makan 3x sehari
dengan porsi sedikit (1/2 porsi), jenis : diit RG, tidak ada makanan khusus
kesukaan, klien tidak ada alergi terhadap jenis makanan tertentu, reflek menelan
berkurang (lambat), reflek mengunyah juga lambat. kebersihan mulut kurang,
lidah kotor, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik (elastis), kulit lembab dan
teraba hangat. TB: 176 cm BB sebelumnya 65 kg. Kulit ada keloid di telapak kaki
dan tangan kanan.

Penilaian status fungsionals saat di RS: kemampuan mengendalikan


rangsangan defekasi (BAB) kadang tidak terkendali. Kemampuan mengendalikan
rangsangan berkemih (BAK) secara mandiri. Kemampuan membersihkan diri
(cuci muka, sisir rambut dan sikat gigi) membutuhkan pertolongan orang lain.
Kemampuan menggunakan jamban masuk dan keluar (melepaskan, memakai
celana, membersihkan dan menyiram) masih perlu pertolongan pada beberapa
kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri kegiatan yang lain. Kemampuan makan
perlu dibantu oleh orang lain dalam memotong makanan. Kemampuan dari
berbaring ke duduk dilakukan secara mandiri oleh pasien selama di RS. Berpindah
dan berjalan membutuhkan bantuan orang lain. Pasien mampu memakai baju
secara mandiri. Kemampuan naik turun tangga membutuhkan pertolongan. Mandi
juga membutuhkan pertolongan.

Risiko jatuh pada pasien mendapatkan nilai total 25 dari poin risiko dari
riwayat jatuh yang baru atau dalam 3 bulan terakhir, diagnosis medis sekunder >
1, penggunaan alat bantu jalan, kemampuan cara berjalan dan berpindah, dan
status mental mendapatkan nilai 0 dengan interpretasi bahwa pasien melakukan
perawatan dengan baik. Sedangkan poin risiko jatuh menggunakan infus
mendapatkan nilai 25 yang artinya perawat cukup melakukan intervensi jatuh
standar.

Data penunjang : pemeriksaan di laboratorium pada tanggal 12 november


2012 di dapatkan Hb = 17,2 g/dl, Hct = 50,9, eritrosit 6,14 x 10 6/µL, MCV = 82,9
fL, MCHC =33,8 g/dl, trombosit (L) =115 x 10 3/ µL, leukosit = 7,38 x 10 3/µL,
ureum = 16 mg/dl, kreatinin darah = 0,90, asam urat = 4,5 mg/dl, glukosa sewaktu
19

= 84 mg/dl, Na = 142 mEq/L, K (L) = 3,17 mEq/L, Cl = 106, 4 mEq/L. Dan pada
pemeriksaan laboratorium pada tanggal 13 november 2012 di dapatkan Na = 146
mEq/L, K = 3,68 mEq/L, Cl = 110,4 mEq/L. Pemeriksaan analisa gas darah pada
tanggal 12 november 2012 menghasilkan PH = 7,429, pCO2 = 33,5 mmHg, pO2 =
86,4 mmHg, SO2 % = 96,7. Pemeriksaan MRI pada tanggal 13 november 2012
didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan (baru) di lobus temporo-parietal kanan.
Perdarahan lama di lobus parietal kiri dengan perifokal oedem, dan tak tampak
massa/SOL. Pada pemeriksaan CT scan tanggal 6 november 2012 didapatkan
infark cerebri di thalamus kanan.

Terapi yang diberikan tanggal 12 november 2012 adalah panadol tab


500mg (3x1), pantozol IV 40mg (1x1), cithicolin IV 500mg (2x1). Pada tanggal
13 november 2012 terapi yang diberikan ceftriaxone IV 2gr (1x1), Neulin tab (2x
1), Imbost E tab (1x1), Dialon tab k/p, Pantozol IV 40mg (2x1), panadol tab
500mg k/p max 3 tab, KSR tab (2x1)
20

BAB IV
PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN MODEL KEPERAWATAN
PEMENUHAN 14 KEBUTUHAN DASAR
4. 1 Pengkajian

Pengkajian tgl :13 November 2012 Jam Masuk : 11.00


Tanggal MRS :12 November 2012 NO. RM : 373-45-28
Ruang/Kelas : Kencana/VIP Dx. Masuk : Infark Cerebri
Nama : Tn H. Jenis Kelamin : L/P
Umur : 23 tahun Berat Badan : 65 kg kg
Identitas

Agama : Islam Tinggi Badan : 176 cm


Pendidikan : SMA Status Perkawinan :single
Pekerjaan :- Penanggung Biaya : sendiri
Suku/Bangsa :
Alamat : : Jl. Sunan Gunung Jati No.10 RT 019/- Jambi
Keluhan utama : sakit kepala dan lemas
Riwayat penyakit saat ini : Pasien datang ke RS rujukan dari Jambi
dengan diagnosa polisitemia, infark cerebri thalamus kanan dengan
Riwayat Sakit dan Kesehatan

keluhan sakit kepala, lemas sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengalami pingsan di rumah sebelum masuk rumah sakit di
Jambi. Pasien datang ke RSCM dengan keluhan sakit kepala dan lemas.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat jatuh dari mobil tahun 2010 dengan patah tulang kaki.
Riwayat kejang dengan panas tinggi ± 40o diusia 6 bulan.

Riwayat penyakit keluarga:


 ada  tidak
Penyakit:

Perilaku yang mempengaruhi kesehatan: Riwayat minum alkohol ± 5


bulan yang lalu. Pasien merokok perhari ± 6 batang.
Observasi

Keadaan Umum:  baik  sedang  lemah


Kesadaran: compos mentis
Tanda vital TD : 120/80mmHg Nadi : 80 x/menit
Suhu Badan : 36 0C RR: 18 x/mnt
Berat Badan : 65 kg Tinggi badan: 176 cm
21

Keluhan :  sesak  nyeri waktu nafas  tidak sesak


Batuk :  Produktif Tidak produktif  tidak batuk
Sekret : - konsistensi : -
Bernafas secara Normal Warna : - bau : -
Pola nafas irama:  Teratur  Tidak teratur
Jenis :  Dispnoe  Kusmaul  Ceyne Stokes
Lain-lain:
Suara nafas:  Vesikuler Stridor  Wheezing  Ronchi
Lain-lain:
Alat bantú nafas:  Ya  Tidak
Jenis: flow :
Lain-lain :
Masalah: Tidak ditemukan adanya masalah

Nafsu makan:  Baik Menurun


Frekuensi makan: 3 x/hari
Makan dan minum yang adekuat

Keterangan : makanan padat/cair


Porsi makan:  Habis  Tidak ( ½ porsi)
Mulut dan Tenggorokan
Mulut:  Bersih  Kotor  Berbau
Mukosa  Lembab  Kering  Stomatitis
Tenggorokan  Sakit menelan/nyeri tekan  Kesulitan
menelan
 Pembesaran tonsil  Lain-lain:
Intake cairan : ± 5-6 gelas/hari

Masalah: nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Buang air besar: 1 x/hari ( cc/hari)


Eliminasi

Konsistensi:Lunak Bau: khas Warna: kuning


Buang air kecil: 1-2 x/hari (200-400 cc/hari)
Warna: kuning jernih
Alat bantu eleminasi: tidak ada
Masalah: tidak ditemukan adanya masalah
22

Kemampuan pergerakan sendi: Bebas  Terbatas

postur tubuhBergerak dan mempertahankan


Kekuatan otot: 5 4
5 4
Kelainan ekstremitas  Ya  Tidak
Kelainan tulang belakang  Ya  Tidak
Fraktur  Ya  Tidak
Traksi/spalk/gips  Ya  Tidak
Kompartemen syndrome  Ya  Tidak
Nyeri saat bergerak  Ya (Level: 4 Lokasi: di kepala )
Tidak
Odema:  Ada  Tidak ada Lokasi:
Perawatan dan Pergerakan 0 1 2 3 4
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobillitas ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Keterangan nilai : 0 = mandiri, 1 = dibantu dengan alat, 2. dibantu dengan
orang lain 3 = dibatu dengan alat dan orang lain, 4 = tergantung total.
Masalah: - Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral
- Resiko gangguan mobiltas fisik
Istirahat

Istirahat / tidur: 5 jam/hari


Gangguan tidur:
Penggunaan obat tidur :  Ya  Tidak
Lain-lain: -
Masalah: Tidak ditemukan masalah
dan tidur

Mandi : 1 x/hari Sikat gigi/oral hygiene: 1 x/hari


Keramas : 1 x/minggu Memotong kuku: -
Ganti pakaian: 1 x/hari
Kebersihan Diri

Merokok : Ada  Tidak


Kulit : Adanya keloid d telapak kaki dan tangan Lesi:
Warna kulit: Ikterus Sianotik Kemerahan Pucat
Hiperpigmentasi
Turgor:  Baik  Sedang  Jelek

Masalah: Tidak ditemukan masalah


23

Persepsi klien terhadap penyakitnya


Cobaan Tuhan hukuman lainnya
Ekspresi klien terhadap penyakitnya
Biasa saja gelisah tegang marah/menangis
Kegiatan ibadah:
Psiko-spiritual
Membutuhkan rohaniawan: ya tidak
Kebutuhan hiburan:

Kebutuhan belajar/pemahaman terhadap penyakitnya:

Harapan terhadap pekerjaan:

Masalah: Tidak terkaji

Reaksi saat interaksi kooperatif tidak kooperatif curiga


Pola Peran dan
Hubunan

Pola Komunikasi dengan keluarga, teman, petugas kesehatan:


pasien kurang dekat dengan keluarga, lebih banyak diam

Masalah: tidak ditemukan adanya masalah


Lain-lain

Data penunjang (Lab, Foto, USG, dll)


Data penunjang : pemeriksaan di laboratorium pada tanggal 12
november 2012 di dapatkan Hb = 17,2 g/dl, Hct = 50,9, eritrosit 6,14 x
106/µL, MCV = 82,9 fL, MCHC =33,8 g/dl, trombosit (L) =115 x 10 3/
µL, leukosit = 7,38 x 103/µL, ureum = 16 mg/dl, kreatinin darah = 0,90,
asam urat = 4,5 mg/dl, glukosa sewaktu = 84 mg/dl, Na = 142 mEq/L, K
(L) = 3,17 mEq/L, Cl = 106, 4 mEq/L. Dan pada pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 13 november 2012 di dapatkan Na = 146
mEq/L, K = 3,68 mEq/L, Cl = 110,4 mEq/L. Pemeriksaan analisa gas
darah pada tanggal 12 november 2012 menghasilkan PH = 7,429, pCO2
= 33,5 mmHg, pO2 = 86,4 mmHg, SO2 % = 96,7. Pemeriksaan MRI
pada tanggal 13 november 2012 didapatkan kesimpulan bahwa
perdarahan (baru) di lobus temporo-parietal kanan. Perdarahan lama di
lobus parietal kiri dengan perifokal oedem, dan tak tampak massa/SOL.
Pada pemeriksaan CT scan tanggal 6 november 2012 didapatkan infark
cerebri di thalamus kanan.
24

Terapi / Tindakan lain:


Terapi yang diberikan tanggal 12 november 2012 adalah panadol
tab 500mg (3x1), pantozol IV 40mg (1x1), cithicolin IV 500mg (2x1).
Pada tanggal 13 november 2012 terapi yang diberikan ceftriaxone IV
2gr (1x1), Neulin tab (2x 1), Imbost E tab (1x1), Dialon tab k/p,
Pantozol IV 40mg (2x1), panadol tab 500mg k/p max 3 tab, KSR tab
(2x1)

Diet: 3x/hari
Depok, 2012
Ttd
(Nama Perawat)

4.2 Analisa Data


No Data Etiologi / interpretasi Masalah
1 DS : Perdarahan cerebral, TIK Ketidakefektifan
Klien mengatakan kepala pusing, meningkat. perfusi jaringan
merasa lemah Mekanisme : serebral
DO : Konsumsi alcohol  CBF
- Kelemahan pada ekstremitas terganggu  O2 ↓  hipoksia
kiri,  iskemia  metab anaerob
- Kesadaran compos mentis  asam laktat ↑  edema 
- TD : 120/80 mmHg TIK ↑
- Nadi : 80x/mnt
- MRI : perdarahan (baru) di
lobus temporo-parietal
kanan. Perdarahan lama di
lobus parietal kiri dengan
perifokal oedem, dan tak
tampak massa/SOL
- CT scan: didapatkan infark
cerebri di thalamus kanan.
2 DS : Ketidakmampuan untuk Ketidakseimbangan
Klien mengatakan mual dan mencerna dan menelan nutrisi kurang dari
nafsu makan menurun, makan makanan. kebutuhan tubuh
hanya dihabiskan ½ porsi Mekanisme :
DO : perdarahan serebral 
25

- kebersihan mulut kurang, pecahnya pembuluh darah


lidah kotor. otak  perdarahan intra
- Porsi makan yang disdiakankranial  darah merembes ke
hanya dihabiskan ½
dalam parenkim otak 
- BB sebelum sakit 65 kg.
penekanan pada jaringan otak
 TIK meningkat 
gangguan perfusi jaringan
otak  Kerusakan fungsional
/ morfologis daerah pada
korteks motorik dan saraf
kranialis (N.IX dan N.X) 
penurunan fungsi
Anoreksia asupan makanan
ke tubuh berkurang 
ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh.
4 DS : Kerusakan neuromuskular Resiko Gangguan
Klien mengatakan merasa lemah dan kelemahan mobilitas fisik
DO : Mekanisme :
- Pasien bedrest Gangguan aliran darah ke
- Beberapa aktifitas klien otak  Gangguan /
dibantu oleh keluarga dan kerusakan pada motor
perawat kortek  Transisi impuls
- Kekuatan otot 5 4
saraf dari UMN ke LMN
5 4
terganggu  kelemahan
otot secara progrsif 
ketidakmampuan
pergerakan sendi 
kelemahan fisik.

4.3 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d perdarahan serebral dan TIK
meningkat
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia
3. Resiko Gangguan mobilitas fisik

4.4 Rencana Keperawatan

1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan serebral b/d perdarahan serebral, TIK


meningkat.

NOC NIC
26

Setelah diberikan tindakan keperawatan klien mampu Peningkatan


mempertahankan Perfusi Jaringan Cerebral dengan perfusi cerebral :
indicator dan skala : 1. Konsultasikan
- Tekanan intrakranial (....) dengan dokter
- Tekanan darah sistolik dan diastolik (....) untuk
menentukan
- Tidak terdapat nyeri kepala (....)
parameter
- Tidak terdapat bruit carotis (....) hemodinamis
- Tidak ada kegelisahan (.....) dan
- Tidak ada kelemahan (....) mempertahanka
- Tidak ada kecemasan yang tidak jelas (.....) n parameter
- Tidak ada agitasi (.....) hemodinamis
- Tidak ada muntaah (.....) didalam rentang
tersebut.
- Tidak tersedak (cegukaan) (.....)
2. Berikan titrasi
- Tidak syncope (......) obat-obatan
vasoaktif jika
Keterangan skala : perlu untuk
1. Sangat bermasalah mempertahanka
2. Secara mendasar bermasalah n status
3. masalah sedang hemodinamik
pasien.
4. masalah ringan
3. Gunakan
5. Tidak bermasalah bahan-bahan
(agents) yang
tepat untuk
meningkatkan
volume
intravaskuler,
jika perlu
(contoh :
koloid, produk
darah dan
kristaloid)
4. Monitor
prothrombin
time (PT) dan
partial
trombhoplastin
(PTT), jika
menggunakan
hetastarch
sebagai bahan
untuk
meningkatkan
volume
5. Gunakan bahan
reologis (contoh
: mannitol dosis
rendah atau
27

Low Molecular
Weight
Dextran(LMDs)
)
6. Pertahankan
level hematocrit
sekitar 33 %
untuk terapi
hemodelusi
hipervolemik
7. Pertahankaan
level glukosa
serum didalam
rentang normal
8. Konsultasikan
dengan dokter
untuk
menentukan
penempatan
heat of bed
(HOB) optimal
(contoh : 15
atau 30 derajat)
dan monitorlah
respon pasien
terhadap
penentuan
posisi
kepalanya.
9. Hindari
penekukan
leher atau
pinggul / lutut
yang ekstrim.
10. Pertahankan
level PCO2
pada 25 mmHg
atau lebih
tinggi.
11. Berikan
calcium chanel
blocker sesuai
program
12. Berikan
vasopressin
sesuai program
13. Berikan dan
monitor
pengaruh
diuretika
28

osmotik dan
loopactive serta
kortkosteroid
14. Berikan obat-
obatan untuk
rasa sakit, jika
perlu
15. Monitor tanda-
tanda
perdarahan
(misalnya
pemeriksaan
tinja dan
drainase NG
untuk darah)
16. Monitor status
neurologist
17. Monitor dan
hitung tekanan
perfusi serebral
(CPP)Peningkat
an perfusi
serebral
18. Monitor ICP
dan respon
neurologist
pasien terhadap
aktifitas
aktifitas
keperawaatan
19. Monitor Mean
Arterial
Pressure
(MAP), Central
Venou Pressure
(CVP), PAWP
dan PAP
20. Monitor status
pernafasan
(kecepatan,
ritme,
kedalaman
respirasi, level
PO2, PCO2, PH
dan
bicarbonate).
21. Lakukan
auskultasi suara
paru terhadap
crackles dan
29

atau suara
tambahan
lainnya
22. Monitor tanda-
tanda overload
cairan (ronchi,
distensi vena
jugularis,
edema dan
peningkatan
sekresi
pulmunal)
23. Monitor input
dan output

Monitor Tekanan
Intrakranial
1. Berikan
informasi
kepada
keluarga /
orang-orang
penting
2. Monitor TIK
dan respon
neurologi
pasien
terhadap
aktifitas
perawatan
3. Monitor intake
dan output
4. Monitor
temperature
dan jumlah
WBC
5. Posisikan
pasien dengan
kepala
terangkat 30 –
35 derajat dan
dengan kepala
pada posisi
netral
6. Minimalkan
rangsangan
lingkungan
7. Atur jarak
perawatan
30

untuk
meminimalkan
peningkatan
ICP
8. Pertahankan
hiperventilasi
terkontrol
seperti yang
diorderkan
9. Pertahankan
tekanan
arterial
sistemik
didalam
rentang yang
telah
ditunjukkan
10. Gunakan
bahan
fanmakologis
untuk
mempertahank
an TIK dalam
rentang yang
telah
ditunjukkan,
Monitor
tekanan
intrakranial
11. Beritahu
dokter saat
terjadi
peningkatan
TIK yang tidak
merespon
aturan
pengobatan

Monitor
Neurologis
1. Monitor
ukuran,
bentuk,
simetris dan
reaktivitas
pupil.
2. Monitor level
kesadaran dan
orientasi
3. Monitor skala
31

GCS secara
teratur
4. Monitor
memory
sekarang,
rentang
perhatian,
memory masa
lalu, suasana
hati, perasaan
dan perilaku.
5. Monitor tanda-
tanda vital :
temperature,
tekanan darah,
detak jantung
dan
pernafasan.
6. Monitor ICP
dan CPP
7. Monitor reflek
kornea
8. Monitor reflek
batuk dan gag
refleks,
kekencangan
otot, gerakan
motorik, gaya
berjalan dan
propriosepsi
9. Monitor
kekuatan
genggam dan
tremor
10. Monitor
kesimetrisan
wajah dan
penjuluran
lidah
11. Monitor
gangguan
visual :
diplopia,
nistagmus,
pandangaaran
kabur dan
kejelasan
pandangan
12. Catat keluhan
sakit kepala
32

13. Monitor
karakteristik
bicara : lancar,
terjadi afasia
atau kesulitan
menemukan
kata.
14. Monitor
respon
terhadap
rangsang :
verbal, sentuh
dan
penciuman.
15. Monitor
kemampuan
untuk
membedakan
tajam/tumpul,
panas / dingin.
16. Monitor
parasthesia :
mati rasa dan
tingling
17. Monitor
respon
babinski dan
respon cushing
18. Monitor
respon
terhadap obat
19. Hindari
aktifitas yang
meningkatkan
TIK
Monitor
neurologis
20. Beritahu
dokter tentang
perubahan
pada kondisi
pasien.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Monitoring Nutrisi :
keperawatan, klien dapat
1. Timbang berat badan pasien pada
33

mencapai status nutrisi yang interval waktu tertentu


adekuat dengan indikator: 2. Amati adanya kecenderungan penurunan
- Asupan gizi (.....) dan peningkatan berat badan
- Asupan makanan dan cairan 3. Monitor adanya kulit kering dan flek
(.....) dengan depigmentasi
- Energi (.....) 4. Monitor turgor kulit jika perlu
- Massa tubuh (......) 5. Monitor terjadinya mual dan muntah
- Berat badan (......) 6. Monitor ukuran lipatan kulit, trisep,
- Hematcrit (.....) lingkar otot, lengan tengah dan lingkar
- Hydrasi (....) lengan tengah
7. Monitor kadar albumin, protein total, Hb
Keterangan Skala : dan Ht, lymphosit dan elektrolit
1. Sangat bermasalah 8. Monitor tingkat energi, rasa tidak enak
2. Bermasalah badan, kelelahan, dankelemahan.
3. Masalah sedang 9. Monitor asupan kalori dan gizi
4. Masalah ringan 10. Catat perubahan yang signifikan pada
5. Tidak bermasalah status gizi dan lakukan pengobatan jika
perlu
11. Konsultasi dengan ahli diit jika
diperlukan
12. Tentukan apakah pasien memerlukan diit
kusus
13. Sediakan makanan dan cairan bergizi jika
perlu

Manajemen Nutrisi :
1. Tanyakan apakah pasien mempunyai
riwayat alergi makanan
2. Kerjasama dengan ahli gizi dalam
menentukan jumlah kalori, protein dan
lemak secara tepat sesuai dengan
kebutuhan pasien
3. Pastikan bahan makanan meliputi
makanan dengan kandungan serat tinggi
untuk mencegah sembelit
4. Berikan makanan dan minuman yang
berprotein dan berkalori tinggi yang
sesuai
5. Monitor asupan makanan yang masuk
(kandungan nutrisi dan kalori)
6. Timbang berat badan pada interval
waktu tertentu jika memungkinkan
7. Berikan informasi yang benar tentang
kebutuhan gizi dan bagaimana cara
memenuhinya
8. Tentukan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
9. Pastikan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizinya
34

Terapy Nutrisi :
1. Monitor asupan makanan / cairan yang
dicerna masuk dan perhitungkan asupan
kalori harian
2. Tentukan bersama dengan ahli gizi (jika
perlu) jumlah kalori dan tipe gizi yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
gizi
3. Tentukan kebutuhan akan pemberian
makanan dengan menggunakan NGT
4. Pastikan makanan mengandung serat
tinggi untuk mencegah sembelit
5. Sediakan pasien makanan ringan dan
minuman dengan kandungan protein dan
kalori tinggi yang bisa dikonsumsi
dengan cepat jika perlu
6. Gunakan alat pemberian makanan
dengan menggunakan NGT jika perlu
7. Pastikan ketersediaan makanan
terapeutis secara progresif
8. Sediakan makanan yang diperlukan
sesuai dengan yang diresepkan
9. Lakukan perawatan gigi sebelum makan,
jika perlu
10. Ajari pasien dan keluarga tentang
makanan yang diresepkan
11. Rujuklah pada penyuluhan dan
perencanaan makanan, jika perlu
12. Beri pasien dan keluarga contoh-contoh
tertulis makanan yang diresepkan

3. Resiko Gangguan mobilitas fisik


NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan perawatan klien mampu menunjukkan Therapy Lathan :
kemampuan Tingkat Mobilisasi yang adaquat dengan indicator : Joint Mobility
- Keseimbangan tubuh (...) (Mobilitas Sendi )
- Posisi tubuh (....) 1. Tentukan
- Gerakaan otot (....) keterbatasan
- Gerakan sendi (.....) pergerakan
sendi dan
- Kemampuan berpindah (...)
pengaruh pada
- Ambulasi : berjalan (....) fungsi-
- Ambulasi : kursi roda fungsinya
2. Kolaborasikan
Keterangan Skala : dengan
1. Tergantung, tidak berpartisipasi fisioterapis
2. Membutuhkan bantuan alat dan orang dalam
3. Membutuhkan bantuan orang mengembangk
35

4. Mandiri dengan bantuan alat an dan


5. Mandiri total menentukan
program
latihan
3. Tentukan
tingkat
motivasi pasien
untuk
mempertahank
an atau
memperbaiki
gerakan
persendian
4. Jelaskan pada
pasien /
keluarga tujuan
dan rencana
mengenai
latihan sendi
5. Monitor lokasi
dan sifat-sifat
ketidaknyaman
an atau rasa
sakit selama
gerakan/aktifita
s
6. Bantu pasien
untuk
mengoptimalka
n posisi badan
untuk gerakan
sendi baik aktif
maupun pasif
7. Lakukan
latihan ROM
aktif atau ROM
pasif sesuai
indikasi
8. Ajari pasien /
keluarga
bagaimana
untuk secara
sistematis
melakukan
latihan gerakan
ROM aktif atau
pasif
9. Berikan
discharge
planning secara
36

tertulis
mengenai
latihan setelah
keluar dari
rumah sakit
10. Bantu pasien
untuk
mengembangk
an jadwal
latihan ROM
aktif
11. Bantu pasien
dengan
gerakan ritmis
persendian
dalam
keterbatasan
rasa nyeri,
daya tahan dan
mobilitas
sendi.
12. Tentukan
perkembangan
kearah
pencapaian
sasaran
Therapi latihan
: joint mobility
(mobilitas
sendi)
13. Beri penguatan
positif atas
usaha untuk
melakukan
latihan Sendi

Peningkatan
Latihan (Exercise
promotion)

1. Kaji
kepercayaan
pasien tentang
pentingnya
latihan fisik
bagi kesehatan
2. Libatkan
keluarga/para
pemberi
perawatan
37

pasien di
dalam
perencanaan &
usaha untuk
mempertahank
an program
latihan
3. Beri pasien
informasi
tentang
keuntungan
dan pengaruh
fisiologis
latihan
4. Ajari pasien
tentang jenis
latihan yang
tepat untuk
level
kesehatan,
bekerjasama
dengan dokter
atau fisioterapi
5. Beritahu
pasien
mengenai
frekwensi,
durasi, dan
intensitas
program
latihan yang
diharapkan
6. Beritahu
pasien tentang
kondisi-
kondisi yang
mengharuskan
penghentian
atau perubahan
program
latihan
7. Ajari pasien
tehnik-tehnik
pernafasan
yang tepat
untuk
memaksimalka
n asupa
oksigen
selama latihan
38

8. Bantu pasien
untuk
mengembangk
an program
latihan yang
tepat untuk
memenuhi
kebutuhan
9. Monitor
respon pasien
terhadap
program
latihan
39

BAB V

PEMBAHASAN

Penerapan pengkajian pasien pada teori Henderson meliputi 14 komponen


pengkajian, dan segala kondisi yang dialami pasien dapat dimasukkan ke dalam
lembar pengkajian Henderson sesuai dengan keluahan yang di alami pasien dan
masalah yang ditemukan. Apalagi ilmu keperawatan Henderson dalam kaitannya
dengan praktk keperawatan menunjukkan bahwa perawat memiliki tugas utama
sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien. Sehingga
dampaknya pasien yang semula bergantung pada orang lain menjadi mandiri.
Perawat dapat membantu pasien beralih dari kondisi bergantung (dependent)
menjadi mandiri (independent) dengan mengkaji, merencanakan,
mengimplementasikan, serta mengevaluasi 14 komponen penanganan perawatan
dasar untuk mencapai itu perawat juga mencoba menempatkan dirinya di posisi
pasien sehingga perawat akan merasa untuk memperlakukan pasien serti dirinya
sendiri ketika ia berada dalam kondisi terkena stroke.
Pada kasus keperawatan yang dialami pasien Tn.H, setelah dilakukan
pemgkajian keperawatan meliputi 14 komponen dasar kebutuhan manusia dari
bernafas secar normal, makan dan minum yang cukup, eliminasi, bergerak dan
mempertahankan postur tubuh, istirahat dan tidur, memilih pakaian, cara
berpakaian dan melepaskan pakaian, mempertahankan suhu tubuh dalam rentang
normal, menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, menghindari bahaya lingkungan,
berkomunikasi dengan orang lain, beribadah menurut keyakinan, bekerja yang
menjanjikan prestasi, bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi,
belajar, menggali atau memuaskan rasa keingintahuan yang mengacu pada
perkembangan dan kesehatan normal didapatkan 3 masalh yang muncul pada
pasien yaitu Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, dan Resiko Gangguan mobilitas fisik.
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral
Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan kedalam ruang subaracnoid atau
langsung kedalam jaringan otak. Konsumsi alkohol dapat memicu terjadinya
stroke hemoragik. Stroke hemoragik dapat terjadi baik di dalam otak maupun
40

di dalam kantung otak. Gaya hidup yang tidak sehat juga dapat memicu
terjadinya stroke. Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan Tn. H
memiliki riwayat sebelum sakit sering mengkonsumsi alkohol juga
mempunyai kebiasaan merokok. Gaya hidup yang tidak sehat akan
menyebabkan volume darah keotak juga meningkat, yang menyebabkan
pecahnya pembuluh darah dalam otak. Akibat pecahnya pembuluh darah
dalam otak, maka darah akan merembes kedalam parenkim otak sehingga
terjadi penekanan pada jaringan di otak dan daerah disekitarnya, hal ini
menyebakan terjadinya iskemia yang akan memicu terjadinya peningkatan
intrakranial. Peningkatan intrakranial menyebabkan interupsi terhadap perfusi
jaringan cerebral yang lambat laun akan menyebabkan defisit neurologis
secara progresif yang dimanifestasikan dengan bebagai macam tanda dan
gejala yang muncul diantaranya adalah kelemahan salah satu anggota tubuh
(hemiparese), nyeri kepala yang hebat akibat perdarahan yang berjalan lambat,
kerusakan fungsional / morfologis pada korteks motoriks dan saraf kranialis
( N.5, 7, 9 10, dan 12) yang dimanifestasikan dengan abnormalitas berbicara,
kelemahan/ paralise otot otot wajah, kesulitan menelan, perubahan respon
motorik dengan adanya kelemahan salah satu bagian tubuh dan perubahan
prilaku.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Diagnosa keperawatan ini diangkat karena pasien Tn. H pada saat
pengkajian ditemukan adanya masalah dalam nutrisi, yaitu ada keluhan mual,
nafsu makan berkurang, makanan yang dsediakan hanya dihabiskan separuh.
Perdarahan serebral yang terjadi pada pasien ini dapat meyebabkan
pecahnya pembuluh darah didalam otak dan perdarahan intracranial.
Perdarahan intra kranial menyebabkan darah merembes ke dalam parenkim
otak yang menyebabkan penekanan pada jaringan otak dan sekitarnya
sehingga terjadi iskemia, yang akhirnya dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intra kranial sehingga adanya gangguan perfusi jaringan otak.
Gangguan ini akan menyebabkan kerusakan fungsional / morfologis daerah
pada korteks motorik dan saraf kranialis (N.IX dan N.X) sehingga mengalami
penurunan fungsi, pasien mengalami anoreksia, asupan makanan ke tubuh pun
berkurang yang pada akhirnya terjadinyanketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh.
41

3. Resiko gangguan mobilitas fisik


Diagnosa keperawatan ini di angkat karena pada saat pengkajian Tn.H
mengeluh lemah terutama pada ekstremitas kiri sehingga pasien untuk
melakukan aktifitas perlu dibantu oleh orang lain.
Gangguan aliran darah ke otak dapat menyebabkan gangguan / kerusakan
pada motor kortek sehingga transisi impuls saraf dari UMN ke LMN
terganggu pasien mengalami kelemahan otot secara progresif sehingga pasien
mengalami ketidakmampuan pergerakan sendi dan pada akhirnya mengalami
kelemahan fisik.
Setelah dilakukan pengkajian kemudian didaptkan rumusan masalah yang
dapat ditentukan langkah selanjutnya dalam proses keperawatan menurut
Henderson perawat menganalisa data tersebut dan membandingkannya dengan
pengetahuan dasar tentang sehat-sakit sehingga dapat menentukan diagnosa
keperawatan yang tepat. Klasifikasi kriteria hasil (NOC) dikelompokkan ke dalam
taksonomi dengan level domain, level kelas, dan level kriteria hasil yang
diharapkan. Berdasarkan Nursing Outcomes Classification (NOC) (Moorhead,S.,
et al, 2008), setiap kriteria hasil diukur dengan skala pengukuran yang
dikategorikan mulai dari nilai 1 hingga 3.
Intervensi keperawatan yang disusun menurut Henderson merupakan
proses keperawatan untuk meningkatkan kemandirian pasien. Intervensi yang
disusun untuk mengatasi masalah pada klien merujuk pada intervensi NIC. Pada
diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral intervensi yang dibuat yaitu
peningkatan perfusi cerebral, monitot tekanan intrakranial dan monitor neurologis.
Untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
intervensi yang dibuat yaitu monitoring nutrisi, managemen nutrisi dan therapy
nutrisi. Untuk diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik, interfensi yang
disusun adalah therapy latihan : mobilitas sendi dan peningkatan latihan.
Pada tahapan terakhir yaitu evaluasi, dimana Henderson berpendapat
bahwa perawat mengevaluasi pencapaian kriteria yang diharapkan dengan menilai
kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Pada makalah ini, masih terdapatnya kekurangan dalam proses pengkajian
dimana kurangnya hubungan kontekstual antara karakteristik manusia fisiologis
dan karakteristik manusia lainnya. Selain itu kondisi spriritual kurang bisa dikaji
42

secara maksimal (psiko, sosio dan spiritual). Jika di asumsi bahwa 14 komponen
dpriortaskan tetapi hubungan antar komponen tidak jelas, sehingga makalah ini
kurang menggali masalah yang terjadi pada pasien.
43

BAB VI

PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pemberi asuhan keperawatan pada pasien menggunakan model
keperawatan Henderson dengan pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia sehingga
perawat tidak hanya sekedar mengikuti perintah dokter akan tetapi lebih pada
bagaimana perawat berkontribusi dalam membantu seseorang dapat memenuhi
kebutuhannya secara mandiri.
Model yang dikembangkan Henderson dapat diaplikasikan diberbagai
tatanan pelayanan di rumah sakit pada klien dengan penyakit akut maupun kronis
karena 14 pemenuhan kebutuhan dasar manusia hampir mencakup keseluruhan
kebutuhan manusia meskipun kurangnya hubungan kontekstual manusia fisiologs
dan karakteristik manusia lainnya. Selain itu hubungan antar 14 komponen juga
tidak jelas.
Masalah keperawatan yang muncul pada kasus Tn. H adalah
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, dan Resiko gangguan mobilitas fisik. Dalam pembuatan
diagnosis ini didasarkan pada respon pasien dan cara penulisannya menggunakan
buku diagnosa keperawatan NANDA.
Tujuan keperawatan yang diharapkan, disusun berdasarkan standar NOC
dengan menggunakan skala pengukuran 1 – 5 sedangkan intervensi yang disusun
atau ditegakkan pada pasien didasarkan pada intervensi menurut NIC. Intervensi
yang ditegakkan pada pasien diantaranya adalah : Pada diagnosa ketidakefektifan
perfusi jaringan cerebral intervensi yang dibuat yaitu peningkatan perfusi cerebral,
monitot tekanan intrakranial dan monitor neurologis. Untuk diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi yang dibuat
yaitu monitoring nutrisi, managemen nutrisi dan therapy nutrisi. Untuk diagnosa
keperawatan resiko gangguan mobilitas fisik, intervensi yang disusun adalah
therapy latihan : mobilitas sendi dan peningkatan latihan.
44

6.2 Saran

Diharapkan kepada seluruh mahasiswa untuk lebih mendalami teori


model keperawatan menurut Virginia Henderson sehingga dapat mengaplikasikan
model ini dalam tatanan yang nyata di RS.
45

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2005. Konsep Dasar Keperawatan. EGC. Jakarta


Bulechek, Gloria M; Howard K. Butcher; Joanne McCloskey Dochterman;
Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA: Mosby
Elsevier; 2008
Henderson, V & Nite, G. 1978. Principles and practice of nursing (6th ed.). USA:
Macmillan Publishing Co., Inc.
Marriner, A. 2001. Teori ilmu keperawatan: para ahli dan berbagai pandangannya
(nursing theorists and their work). Toronto: Mosby Company
Moorhead, Sue; Marion Johnson; Meridean L. Maas; Elizabeth Swanson. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. USA: Mosby Elsevier;
2008
NANDA International (2010), Diagnosis Keperawatan : definisi dan Klasifikasi
2009 – 2011, Jakarta, EGC
Smeltzer SC & Bare,B.G (2002), Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth, Edisi 8, vol 2, Alih bahasa: Wluyo, Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai