Askep Menggunakan Henderson
Askep Menggunakan Henderson
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan dalam praktek
keperawatan yang langsung diberikan kepada klien/pasien pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan yang menggunakan proses keperawatam dalam lingkup
wewenang serta tanggung jawab keperawatan.
Asuhan keperawatan yang berkualitas dan profesional melalui lima tahapan
proses keperawatan, yaitu pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi. Asuhan keperawatan yang profesional
akan terwujud jika perawat sendiri benar-benar memahami ilmu keperawatan
secara benar dan baik. Pemahaman yang baik dan benar tentunya merujuk kepada
ilmu keperawatan yang dijadikan dasar dalam pemberian asuhan keperawatan
pada pasien baik di rumah sakit, keluarga maupun di masyarakat.
Mutu pelayanan keperawatan dapat meningkat didukung oleh pengembangan
teori keperawatan. Perkembangan teori keperawatan dapat menjadi keuntungan
yang tepat untuk menjadi perawat yang lebih berkualitas dengan menerapkan atau
digunakan dalam praktek keperawatan pada klien secara nyata.
Salah satu teori keperawatan yang dapat dikembangkan untuk praktek
keperawatan d Indonesia adalah teori “Pemenuhan 14 Kebutuhan Dasar Manusia”
dari Virginia Henderson. Teori ini menerapkan bagaimana seorang perawat
membantu individu baik dalam keadaan sakit maupun sehat melalui upayanya
melaksanakan berbagai aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan
individu atau proses meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan secara
mandiri oleh individu saat ia memiliki kekuatan, kemampuan, kemauan atau
pengetahuan untuk itu.
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menyusun makalah
tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien stroke dengan menggunakan
pendekatan model keperawatan pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia.
2
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum:
Untuk memahami penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien stroke dengan
menggunakan pendekatan model keperawatan pemenuhan 14 kebutuhan dasar
manusia Virginia Henderson.
2. Tujuan Khusus:
a. Memahami pengkajian menurut konsep model keperawatan pemenuhan 14
kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson
b. Menerapkan proses keperawatan pada pasien stroke dengan menggunakan
NOC dan NIC
c. Menganalisis kesesuaian asuhan keperawatan yang diberikan dan
kesenjangan yang terjadi.
1.3 Manfaat
Manfaat penuliisan makalah ini adalah memberikan arahan bagi penulis untuk
penerapan model teori keperawatan menurut Virginia Henderson dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien stroke.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Pemenuhan 14 Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Virginia
Henderson
Definisi keperawatan menurut henderson harus menyertakan prinsip
kesetimbangan fisiologis. Menurutnya tugas unik perawat adalah membantu
individu baik dalam keadaan sakit maupun sehat melalui upayanya melaksanakan
berbagai ativitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau
proses meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan secara mandiri oleh
individu saat ia memiliki kekuatan, kemampuan, kemauan atau pengetahuan untuk
itu (Asmadi, 2008).
Dukungan kesehatan dalam tercapainya kesehatan klien, penyembuhan
maupun meninggal dengan tenang dilakukan dengan pemenuhan 14 kebutuhan
dasar manusia sehingga perawat tidak hanya sekedar mengikuti perintah doketr
akan tetapi lebih pada bagaimana perawat berkontribusi dalam membantu
seseorang dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Akan tetapi, perawat
tetap menyampaikan rencananya pada dokter ketika mengunjungi pasien.
Pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia dilakukan oleh perawat dengan
tetap memperhatikan sumber kesulitan yang dialami pasien baik karena kurangnya
kekuatan, kemauan, dan pengetahuan. Sehingga tujuan keperawatan untuk
mencapai kemandirian dapat mencapai hasil yang optimal.
Menurut Potter & Perry (2002), Henderson mengusulkan komponen
keperawatan dasar manusia sebagai berikut:
1. Bernafas secara normal
Bernafas secara normal dapat diartikan sebagai terpenuhinya kebutuhan
oksigenasi pasien dimana inspirasi dan ekspirasi tidak mengalami gangguan atau
hambatan. Berkaitan dengan bernafas secara normal, perawat harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: karakteristik pernapasannya, kesimetrisan
struktur dan pergerakan dada, abdomen dan hidung, bunyi yang menyertai
pernapasan, posisi pasien, ekspresi, dan perubahan dalam warna, dan keluhan
pasien saat ini yang mengindikasikan kesulitan bernapas, frekuensi pernafasan
pasien yang normal (16-20x/mnt), kemampuan pasien dalam melakukan inspirasi
dan ekspirasi, pernafasan regular/ireguler, pernafasan dangkal/dalam, ekspansi
4
dada, penggunaan otot bantu napas & cuping hidung, sianosis perifer, tidal
volume, capillary refill time (CRT), hambatan (alat bantu pernafasan).
2. Makan dan minum yang cukup
Makan dan minum yang cukup diartikan sebagai terpenuhinya kebutuhan
nutrisi yang memenuhi standar kecukupan nutrisi, yaitu Indeks Massa Tubuh
(IMT) dan Berat Badan (BB) ideal. Hal-hal yang pelu dikaji berkaitan dengan
makan dan minum yang adekuat adalah pola makan, frekuensi makan, jenis
makanan (terpenuhinya kebutuhan makanan : kebutuhan kalori, buah, sayur,
vitamin, mineral, dan air), kuantitas (porsi makan yang dihabiskan), BB dan
Tinggi Badan (TB) pasien yang dihubungkan dengan BB Ideal dan IMT. Dalam
hal ini perawat perlu mengkaji tentang kemampuan pasien dalam memenuhi
kebutuhan makan dan minum, tentang perilaku makan dan minum, kemampuan
menentukan makan dan minum yang memenuhi syarat kesehatan, kemampuan
memasak dan menyiapkan makanan sendiri. Perawat juga harus mengobservasi
adanya nafsu makan, makanan kesukaan, permintaan pasien untuk makanan yang
ingin dimakan saat itu, dan fobia, serta mengkaji apakah ada radang pada mukosa
mulut, nyeri pada gigi, kesulitan menelan atau kelemahan yang mempengaruhi
tingkat kepuasan pasien setelah makan.
3. Eliminasi
Eliminasi dapat diartikan sebagai pembuangan sampah tubuh. Manusia
membuang air besar dan kecil, dan mengeksresi cairan tubuh yang lain adalah
cara untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh mereka, dan merupakan sebuah
kepuasan. Perawat mengkaji kemampuan mengeliminasi, misalnya kemampuan
buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK), jumlah, frekuensi, konsistensi,
kesulitan dalam BAK dan atau BAB dan bagaimana pasien mempertahankan
fungsi normal dari BAB dan atau BAK, serta kebiasaan eliminasi. Adanya nyeri
yang menyertai tindakan ini, keringat yang banyak atau kondisi kulit kering yang
abnormal juga harus dikaji oleh perawat. Keseimbangan masukan dan haluaran
cairan harus menjadi prioritas perhatian perawat. Mata yang cekung, mukosa
mulut kering, kulit yang tidak elastis dan urine dengan konsentrasi tinggi adalah
karakteristik dehidrasi dan merupakan tanda-tanda bahaya. Mata yang bengkak,
clubbing fingers, kedua tangan yang bengkak dan edema tungkai, atau akumulasi
cairan dalam jaringan pada punggung pasien saat pasien sedang duduk harus
diperhatikan. Hal ini bisa menjadi reaksi terhadap obat.
5
4. Bergerak dan menjaga postur tubuh yang diinginkan (berjalan, duduk, tidur,
dan mengganti posisi dari posisi yang satu ke yang lainnya)
Bergerak dan mempertahankan postur tubuh dapat diartikan sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan mobilisasi dan kemampuan untuk mempertahankan
postur tubuh termasuk keseimbangan tubuh. Postur dikaji untuk tanda-tanda
kelemahan, adanya nyeri saat berganti posisi. Gaya berjalan, adanya kekakuan,
atau ketegangan dari seluruh tubuh atau beberapa bagian tubuh, misalnya
ektremitas, mata atau kelopak mata, dalam berbicara, menelan, bernapas, defekasi
atau BAK juga harus dikaji oleh perawat. Selain itu, kebiasaan duduk, berdiri,
tidur, nyeri saat mobilisasi, kesulitan dalam mobilisasi, penggunaan alat bantu,
kebiasaan olahraga, dan adanya fraktur, dislokasi, serta inflamasi juga merupakan
komponen yang harus diperhatikan.
5. Istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur yang adekuat dapat diartikan sebagai terpenuhinya
kebutuhan tidur pasien (rata-rata 6-8 jam per hari), tidak adanya gangguan dalam
pola tidur pasien. Pengkajian pola tidur harus mengindikasikan waktu tidur siang
atau malam dan durasinya. Kedalaman atau soundness harus diperhatikan.
Kualitas dan kuantitas tidur, pola tidur, kebiasaan sebelum tidur, penggunaan
obat/alat bantu sebelum dan selama tidur serta penyebab gangguan tidur pada
pasien.
6. Memilih pakaian, cara berpakaian dan melepaskan pakaian
Pemilihan pakaian yang sesuai berkaitan dengan terpenuhinya salah satu
kebutuhan personal higyene pasien. Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan
pemilihan pakaian yang sesuai adalah jenis pakaian, kemampuan memakai &
melepaskan, kebersihan, dan kerapihan.
7. Mempertahankan temperatur tubuh dalam rentang normal dengan cara
mengatur cara berpakaian dan memodifikasi lingkungan
Mempertahankan temperatur tubuh dalam rentang normal diperoleh
melalui berbagai proses fisiologis, termasuk transfer panas secara fisik dan kimia.
Pengoperasian mekanisme ini dimediasi oleh sistem saraf pusat. Sumber utama
dari panas tubuh adalah pembakaran makanan di dalam tubuh. Panas yang
dihasilkan dari aktivitas otot menjaga suhu tubuh, aktivitas ini dengan sigap
menaikkan atau menurunkan suhu tubuh sesuai kebutuhan. Panas dieliminasi
melalui proses radiasi, penguapan, dan konveksi. Dan perawat perlu mengakaji
6
berkaitan dengan upaya mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal adalah
sensasi terhadap suhu, kemampuan berkompensasi terhadap panas/dingin, dalam
hal ini mengatur cara berpakaian dan memodifikasi lingkungan
8. Menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, dan menjaga integument
Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan mempertahankan kebersihan
tubuh adalah kemampuan pasien dalam merawat rambut, kuku, gigi, telinga,
hidung, genitalia.
9. Menghindari bahaya dari lingkungan dan mencegah melukai orang lain
Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan upaya menghindari bahaya
lingkungan dan mencegah cedera adalah pengetahuan pasien, kemampuan pasien
dalam menghindari bahaya, risiko cedera dan pencegahan terhadap cedera.
10. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan,
rasa takut, pertanyaan dan ide-ide.
Kemampuan berbicara dipengaruhi oleh suasana hati dan biasanya selalu
merefleksikan kondisi mental, jika tidak ada masalah fisik. Apa yang seseorang
atau pasien katakan dan bagaimana pasien tersebut mengatakannya harus
diperhatikan. Hal-hal lain ini termasuk kemampuan pasien berkomunikasi,
kesulitan dalam berkomunikasi dan hambatan dalam berkomunikasi.
11. Beribadah menurut keyakinan
Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan beribadah adalah kemampuan
pasien dalam menjalankan ibadah dan kebutuhan akan mentor/pembimbing
rohani.
12. Bekerja untuk hal yang menyediakan sebuah pencapaian
Hal –hal yang perlu dikaji berkaitan dengan bekerja adalah kemampuan
pasien untuk bekerja, visi, harapan dalam bekerja dan hambatan dalam bekerja.
13. Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi.
Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan bermain adalah minat bermain,
frekuensi bermain dan jenis rekreasi/permainan (khusus bagi anak, sesuai dengan
tahap tumbuh kembang anak).
14. Belajar, menggali, atau memuaskan rasa keingintahuan yang mengacu pada
perkembangan dan kesehatan normal.
Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan belajar adalah kemampuan
pasien dalam belajar, tingkat kecerdasan, dan kemampuan konsentrasi
7
2.2.2 Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu:
a. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari
stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan
yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif,
atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari
haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum, trombosis
serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis
berat pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral
Embolisme serebral embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah
atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau
hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran
pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari
embolisme serebral.
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Hemorrhagi serebral
1) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
2) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi
epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena
robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda
10
atau
gejala.
3) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
4) Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak
paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis
serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya
menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba,
dengan sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar, makin jelas
defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.
2.2.5 Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi stroke secara umum adalah gangguan pasokan
aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk
sirkulus wilisi: arteria karotis interna dan vertebrobasilar atau semua cabang-
cabangnya. Secara umum apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Oklusi di arteri tidak
selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. ini
terjadi karena terdapat sirkulasi kolateral yang memadai menuju daerah tersebut.
proses patologi yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang
terjadi didalam pembuluh darah yang memperdarahi otak (Price & Wilson, 2012)
2.2.7 Penatalaksanaan
a) Prinsip penatalaksanaan stroke iskemik fase akut ( non hemoragik )
1. Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung
( 3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant
tissue-plasminogen activator). Pengobatan ini hanya boleh diberikan pada
stroke iskemik dengan waktu onset kurang dari 3jam dan hasil CT scan
normal. Obat ini sangat mahal dan hanya bisa dilakukan dirumahsakit
yang fasilitasnya lengkap.
2. Mencegah perburukan neurologist yang berhubungan dengan stroke
yang masih berkembang ( jendela terapi sampai dengan 72 jam).
3. Mencegah stroke berulang dini ( dalam 30 hari sejak onset gejala
stroke)
Sekitar 5% pasien yang dirawat dengan stroke iskemik mengalami
serangan stroke kedua dalam 30 hari pertama. Resiko ini paling tinggi (lebih
besar dari 10%) pada pasien dengan stenosis karotis yang berat dan
kardioemboli serta paling rendah (1%) pada pasien dengan infark lakuner.
Terapi dini dengan heparin dapat mengurangi resiko stroke berulang dini pada
pasien dengan kardioemboli.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Kasus
Nama pasien : Tn H.
Usia : 23 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Status Pernikahan : Single
Alamat : Jl. Sunan Gunung Jati No.10 RT 019/- Jambi
No Registrasi : 373-45-28
Tanggal Masuk RS : 12 November 2012
Diagnosa Medis : Infark Cerebri
Pasien datang ke RS rujukan dari Jambi dengan diagnosa polisitemia,
infark cerebri thalamus kanan dengan keluhan sakit kepala, lemas sejak 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami pingsan di rumah sebelum masuk
rumah sakit di Jambi. Pasien datang ke RSCM dengan keluhan sakit kepala dan
lemas. Klien mempunyai riwayat hipertensi. Pasien dari RS Jambi didiagnosa
SNH dan polisitemia vera. Riwayat jatuh dari mobil tahun 2010 dengan patah
tulang kaki. Riwayat kejang dengan panas tinggi ± 40o diusia 6 bulan. Riwayat
minum alkohol ± 5 bulan yang lalu. Pasien merokok perhari ± 6 batang.
Nutrisi : klien makan 3 kali sehari dengan porsi makan yang dihabiskan
hanya ½ porsi. Jenis bubur sayur dan lauk. Klien minum air putih 5 – 6 gelas
sehari. Eliminasi : klien BAB secara teratur sehari sekali, warna kuning dan bau
khas. Tidak ada kesulitan dalam BAB. Klien BAK 2 – 1 kali sehari, warna kuning
jernih, baunya khas. Tidak ada kesulian saat BAK. Personal Hygiene : klien tidak
mampu melakukan personal hygiene dan beberapa aktifitas lainnyasecara sendiri
dan masih memerlukan bantuan perawat dan keluarga.
Pemeriksaan fisik: Keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran compos
mentis, GCS : 15, TD 140/80 mmHg, Nadi : 80x/mnt, RR: 18x/mnt, suhu 36 oC.
Pernafasan spontan. Tidak ada penyumbatan jalan nafas, tidak ada penggunaan
otot bantu napas, pola nafas dan irama regular, sputum (-), batuk (-), sianosis (-),
18
suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, ronchi (-), wheezing (-),
bunyi jantung S1 dan S2, irama jantung teratur, CRT < 2 detik. Pencernaan
normal, klien mengatakan nafsu makannya berkurang, mual (+), makan 3x sehari
dengan porsi sedikit (1/2 porsi), jenis : diit RG, tidak ada makanan khusus
kesukaan, klien tidak ada alergi terhadap jenis makanan tertentu, reflek menelan
berkurang (lambat), reflek mengunyah juga lambat. kebersihan mulut kurang,
lidah kotor, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik (elastis), kulit lembab dan
teraba hangat. TB: 176 cm BB sebelumnya 65 kg. Kulit ada keloid di telapak kaki
dan tangan kanan.
Risiko jatuh pada pasien mendapatkan nilai total 25 dari poin risiko dari
riwayat jatuh yang baru atau dalam 3 bulan terakhir, diagnosis medis sekunder >
1, penggunaan alat bantu jalan, kemampuan cara berjalan dan berpindah, dan
status mental mendapatkan nilai 0 dengan interpretasi bahwa pasien melakukan
perawatan dengan baik. Sedangkan poin risiko jatuh menggunakan infus
mendapatkan nilai 25 yang artinya perawat cukup melakukan intervensi jatuh
standar.
= 84 mg/dl, Na = 142 mEq/L, K (L) = 3,17 mEq/L, Cl = 106, 4 mEq/L. Dan pada
pemeriksaan laboratorium pada tanggal 13 november 2012 di dapatkan Na = 146
mEq/L, K = 3,68 mEq/L, Cl = 110,4 mEq/L. Pemeriksaan analisa gas darah pada
tanggal 12 november 2012 menghasilkan PH = 7,429, pCO2 = 33,5 mmHg, pO2 =
86,4 mmHg, SO2 % = 96,7. Pemeriksaan MRI pada tanggal 13 november 2012
didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan (baru) di lobus temporo-parietal kanan.
Perdarahan lama di lobus parietal kiri dengan perifokal oedem, dan tak tampak
massa/SOL. Pada pemeriksaan CT scan tanggal 6 november 2012 didapatkan
infark cerebri di thalamus kanan.
BAB IV
PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN MODEL KEPERAWATAN
PEMENUHAN 14 KEBUTUHAN DASAR
4. 1 Pengkajian
keluhan sakit kepala, lemas sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengalami pingsan di rumah sebelum masuk rumah sakit di
Jambi. Pasien datang ke RSCM dengan keluhan sakit kepala dan lemas.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat jatuh dari mobil tahun 2010 dengan patah tulang kaki.
Riwayat kejang dengan panas tinggi ± 40o diusia 6 bulan.
Diet: 3x/hari
Depok, 2012
Ttd
(Nama Perawat)
NOC NIC
26
Low Molecular
Weight
Dextran(LMDs)
)
6. Pertahankan
level hematocrit
sekitar 33 %
untuk terapi
hemodelusi
hipervolemik
7. Pertahankaan
level glukosa
serum didalam
rentang normal
8. Konsultasikan
dengan dokter
untuk
menentukan
penempatan
heat of bed
(HOB) optimal
(contoh : 15
atau 30 derajat)
dan monitorlah
respon pasien
terhadap
penentuan
posisi
kepalanya.
9. Hindari
penekukan
leher atau
pinggul / lutut
yang ekstrim.
10. Pertahankan
level PCO2
pada 25 mmHg
atau lebih
tinggi.
11. Berikan
calcium chanel
blocker sesuai
program
12. Berikan
vasopressin
sesuai program
13. Berikan dan
monitor
pengaruh
diuretika
28
osmotik dan
loopactive serta
kortkosteroid
14. Berikan obat-
obatan untuk
rasa sakit, jika
perlu
15. Monitor tanda-
tanda
perdarahan
(misalnya
pemeriksaan
tinja dan
drainase NG
untuk darah)
16. Monitor status
neurologist
17. Monitor dan
hitung tekanan
perfusi serebral
(CPP)Peningkat
an perfusi
serebral
18. Monitor ICP
dan respon
neurologist
pasien terhadap
aktifitas
aktifitas
keperawaatan
19. Monitor Mean
Arterial
Pressure
(MAP), Central
Venou Pressure
(CVP), PAWP
dan PAP
20. Monitor status
pernafasan
(kecepatan,
ritme,
kedalaman
respirasi, level
PO2, PCO2, PH
dan
bicarbonate).
21. Lakukan
auskultasi suara
paru terhadap
crackles dan
29
atau suara
tambahan
lainnya
22. Monitor tanda-
tanda overload
cairan (ronchi,
distensi vena
jugularis,
edema dan
peningkatan
sekresi
pulmunal)
23. Monitor input
dan output
Monitor Tekanan
Intrakranial
1. Berikan
informasi
kepada
keluarga /
orang-orang
penting
2. Monitor TIK
dan respon
neurologi
pasien
terhadap
aktifitas
perawatan
3. Monitor intake
dan output
4. Monitor
temperature
dan jumlah
WBC
5. Posisikan
pasien dengan
kepala
terangkat 30 –
35 derajat dan
dengan kepala
pada posisi
netral
6. Minimalkan
rangsangan
lingkungan
7. Atur jarak
perawatan
30
untuk
meminimalkan
peningkatan
ICP
8. Pertahankan
hiperventilasi
terkontrol
seperti yang
diorderkan
9. Pertahankan
tekanan
arterial
sistemik
didalam
rentang yang
telah
ditunjukkan
10. Gunakan
bahan
fanmakologis
untuk
mempertahank
an TIK dalam
rentang yang
telah
ditunjukkan,
Monitor
tekanan
intrakranial
11. Beritahu
dokter saat
terjadi
peningkatan
TIK yang tidak
merespon
aturan
pengobatan
Monitor
Neurologis
1. Monitor
ukuran,
bentuk,
simetris dan
reaktivitas
pupil.
2. Monitor level
kesadaran dan
orientasi
3. Monitor skala
31
GCS secara
teratur
4. Monitor
memory
sekarang,
rentang
perhatian,
memory masa
lalu, suasana
hati, perasaan
dan perilaku.
5. Monitor tanda-
tanda vital :
temperature,
tekanan darah,
detak jantung
dan
pernafasan.
6. Monitor ICP
dan CPP
7. Monitor reflek
kornea
8. Monitor reflek
batuk dan gag
refleks,
kekencangan
otot, gerakan
motorik, gaya
berjalan dan
propriosepsi
9. Monitor
kekuatan
genggam dan
tremor
10. Monitor
kesimetrisan
wajah dan
penjuluran
lidah
11. Monitor
gangguan
visual :
diplopia,
nistagmus,
pandangaaran
kabur dan
kejelasan
pandangan
12. Catat keluhan
sakit kepala
32
13. Monitor
karakteristik
bicara : lancar,
terjadi afasia
atau kesulitan
menemukan
kata.
14. Monitor
respon
terhadap
rangsang :
verbal, sentuh
dan
penciuman.
15. Monitor
kemampuan
untuk
membedakan
tajam/tumpul,
panas / dingin.
16. Monitor
parasthesia :
mati rasa dan
tingling
17. Monitor
respon
babinski dan
respon cushing
18. Monitor
respon
terhadap obat
19. Hindari
aktifitas yang
meningkatkan
TIK
Monitor
neurologis
20. Beritahu
dokter tentang
perubahan
pada kondisi
pasien.
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Monitoring Nutrisi :
keperawatan, klien dapat
1. Timbang berat badan pasien pada
33
Manajemen Nutrisi :
1. Tanyakan apakah pasien mempunyai
riwayat alergi makanan
2. Kerjasama dengan ahli gizi dalam
menentukan jumlah kalori, protein dan
lemak secara tepat sesuai dengan
kebutuhan pasien
3. Pastikan bahan makanan meliputi
makanan dengan kandungan serat tinggi
untuk mencegah sembelit
4. Berikan makanan dan minuman yang
berprotein dan berkalori tinggi yang
sesuai
5. Monitor asupan makanan yang masuk
(kandungan nutrisi dan kalori)
6. Timbang berat badan pada interval
waktu tertentu jika memungkinkan
7. Berikan informasi yang benar tentang
kebutuhan gizi dan bagaimana cara
memenuhinya
8. Tentukan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
9. Pastikan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizinya
34
Terapy Nutrisi :
1. Monitor asupan makanan / cairan yang
dicerna masuk dan perhitungkan asupan
kalori harian
2. Tentukan bersama dengan ahli gizi (jika
perlu) jumlah kalori dan tipe gizi yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
gizi
3. Tentukan kebutuhan akan pemberian
makanan dengan menggunakan NGT
4. Pastikan makanan mengandung serat
tinggi untuk mencegah sembelit
5. Sediakan pasien makanan ringan dan
minuman dengan kandungan protein dan
kalori tinggi yang bisa dikonsumsi
dengan cepat jika perlu
6. Gunakan alat pemberian makanan
dengan menggunakan NGT jika perlu
7. Pastikan ketersediaan makanan
terapeutis secara progresif
8. Sediakan makanan yang diperlukan
sesuai dengan yang diresepkan
9. Lakukan perawatan gigi sebelum makan,
jika perlu
10. Ajari pasien dan keluarga tentang
makanan yang diresepkan
11. Rujuklah pada penyuluhan dan
perencanaan makanan, jika perlu
12. Beri pasien dan keluarga contoh-contoh
tertulis makanan yang diresepkan
tertulis
mengenai
latihan setelah
keluar dari
rumah sakit
10. Bantu pasien
untuk
mengembangk
an jadwal
latihan ROM
aktif
11. Bantu pasien
dengan
gerakan ritmis
persendian
dalam
keterbatasan
rasa nyeri,
daya tahan dan
mobilitas
sendi.
12. Tentukan
perkembangan
kearah
pencapaian
sasaran
Therapi latihan
: joint mobility
(mobilitas
sendi)
13. Beri penguatan
positif atas
usaha untuk
melakukan
latihan Sendi
Peningkatan
Latihan (Exercise
promotion)
1. Kaji
kepercayaan
pasien tentang
pentingnya
latihan fisik
bagi kesehatan
2. Libatkan
keluarga/para
pemberi
perawatan
37
pasien di
dalam
perencanaan &
usaha untuk
mempertahank
an program
latihan
3. Beri pasien
informasi
tentang
keuntungan
dan pengaruh
fisiologis
latihan
4. Ajari pasien
tentang jenis
latihan yang
tepat untuk
level
kesehatan,
bekerjasama
dengan dokter
atau fisioterapi
5. Beritahu
pasien
mengenai
frekwensi,
durasi, dan
intensitas
program
latihan yang
diharapkan
6. Beritahu
pasien tentang
kondisi-
kondisi yang
mengharuskan
penghentian
atau perubahan
program
latihan
7. Ajari pasien
tehnik-tehnik
pernafasan
yang tepat
untuk
memaksimalka
n asupa
oksigen
selama latihan
38
8. Bantu pasien
untuk
mengembangk
an program
latihan yang
tepat untuk
memenuhi
kebutuhan
9. Monitor
respon pasien
terhadap
program
latihan
39
BAB V
PEMBAHASAN
di dalam kantung otak. Gaya hidup yang tidak sehat juga dapat memicu
terjadinya stroke. Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan Tn. H
memiliki riwayat sebelum sakit sering mengkonsumsi alkohol juga
mempunyai kebiasaan merokok. Gaya hidup yang tidak sehat akan
menyebabkan volume darah keotak juga meningkat, yang menyebabkan
pecahnya pembuluh darah dalam otak. Akibat pecahnya pembuluh darah
dalam otak, maka darah akan merembes kedalam parenkim otak sehingga
terjadi penekanan pada jaringan di otak dan daerah disekitarnya, hal ini
menyebakan terjadinya iskemia yang akan memicu terjadinya peningkatan
intrakranial. Peningkatan intrakranial menyebabkan interupsi terhadap perfusi
jaringan cerebral yang lambat laun akan menyebabkan defisit neurologis
secara progresif yang dimanifestasikan dengan bebagai macam tanda dan
gejala yang muncul diantaranya adalah kelemahan salah satu anggota tubuh
(hemiparese), nyeri kepala yang hebat akibat perdarahan yang berjalan lambat,
kerusakan fungsional / morfologis pada korteks motoriks dan saraf kranialis
( N.5, 7, 9 10, dan 12) yang dimanifestasikan dengan abnormalitas berbicara,
kelemahan/ paralise otot otot wajah, kesulitan menelan, perubahan respon
motorik dengan adanya kelemahan salah satu bagian tubuh dan perubahan
prilaku.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Diagnosa keperawatan ini diangkat karena pasien Tn. H pada saat
pengkajian ditemukan adanya masalah dalam nutrisi, yaitu ada keluhan mual,
nafsu makan berkurang, makanan yang dsediakan hanya dihabiskan separuh.
Perdarahan serebral yang terjadi pada pasien ini dapat meyebabkan
pecahnya pembuluh darah didalam otak dan perdarahan intracranial.
Perdarahan intra kranial menyebabkan darah merembes ke dalam parenkim
otak yang menyebabkan penekanan pada jaringan otak dan sekitarnya
sehingga terjadi iskemia, yang akhirnya dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intra kranial sehingga adanya gangguan perfusi jaringan otak.
Gangguan ini akan menyebabkan kerusakan fungsional / morfologis daerah
pada korteks motorik dan saraf kranialis (N.IX dan N.X) sehingga mengalami
penurunan fungsi, pasien mengalami anoreksia, asupan makanan ke tubuh pun
berkurang yang pada akhirnya terjadinyanketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh.
41
secara maksimal (psiko, sosio dan spiritual). Jika di asumsi bahwa 14 komponen
dpriortaskan tetapi hubungan antar komponen tidak jelas, sehingga makalah ini
kurang menggali masalah yang terjadi pada pasien.
43
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pemberi asuhan keperawatan pada pasien menggunakan model
keperawatan Henderson dengan pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia sehingga
perawat tidak hanya sekedar mengikuti perintah dokter akan tetapi lebih pada
bagaimana perawat berkontribusi dalam membantu seseorang dapat memenuhi
kebutuhannya secara mandiri.
Model yang dikembangkan Henderson dapat diaplikasikan diberbagai
tatanan pelayanan di rumah sakit pada klien dengan penyakit akut maupun kronis
karena 14 pemenuhan kebutuhan dasar manusia hampir mencakup keseluruhan
kebutuhan manusia meskipun kurangnya hubungan kontekstual manusia fisiologs
dan karakteristik manusia lainnya. Selain itu hubungan antar 14 komponen juga
tidak jelas.
Masalah keperawatan yang muncul pada kasus Tn. H adalah
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, dan Resiko gangguan mobilitas fisik. Dalam pembuatan
diagnosis ini didasarkan pada respon pasien dan cara penulisannya menggunakan
buku diagnosa keperawatan NANDA.
Tujuan keperawatan yang diharapkan, disusun berdasarkan standar NOC
dengan menggunakan skala pengukuran 1 – 5 sedangkan intervensi yang disusun
atau ditegakkan pada pasien didasarkan pada intervensi menurut NIC. Intervensi
yang ditegakkan pada pasien diantaranya adalah : Pada diagnosa ketidakefektifan
perfusi jaringan cerebral intervensi yang dibuat yaitu peningkatan perfusi cerebral,
monitot tekanan intrakranial dan monitor neurologis. Untuk diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi yang dibuat
yaitu monitoring nutrisi, managemen nutrisi dan therapy nutrisi. Untuk diagnosa
keperawatan resiko gangguan mobilitas fisik, intervensi yang disusun adalah
therapy latihan : mobilitas sendi dan peningkatan latihan.
44
6.2 Saran
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA