Anda di halaman 1dari 67

UNTAD

PEMANFAATAN NANOTEKNOLOGI DALAM PENGHANTARAN


METFORMIN: KAJIAN HISTOPATOLOGI INSULA PANKREATIKA
MODEL TIKUS DIABETES

SKRIPSI

Ditujukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

RIA PUTRI SURYANI


N 101 17 078

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
DESEMBER 2020
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Judul : PEMANFAATAN NANOTEKNOLOGI


DALAM PENGHANTARAN METFORMIN:
KAJIAN HISTOPATOLOGI INSULA
PANKREATIKA MODEL TIKUS DIABETES

Nama : RIA PUTRI SURYANI

Stambuk : N 101 17 078

Disetujui Tanggal :

DEWAN PENGUJI

Ketua : dr. David Pakaya, M.Biomed …................................

Penguji 1 : dr. Mohammad Salman, M.Biomed ……............................

Penguji 2 : dr. Sumarni, M.Kes., Sp.GK ....................................

Mengetahui
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

Dr. dr. M. Sabir, M.Si.


NIP. 197305262008011011

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Palu, Desember 2020

Penulis

Ria Putri Suryani

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan berkat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemanfaatan Nanoteknologi Dalam
Penghantara Metformin: Kajian Histopatologi Insula Pankreatika Model
Tikus Diabetes” dapat diselesaikan oleh penulis dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan untuk
menyelesaikan Pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) pada
Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako. Adapun
penyelesaian tugas akhir ini didasarkan pada literatur dan bahan kuliah, serta
bimbingan dan arahan dari bapak/ibu dosen pembimbing serta pihak-pihak yang
terkait didalamnya.
Penulisan skripsi ini adalah sebuah proses yang cukup panjang dan penuh
rintangan. Tetapi berkat motivasi, doa, semangat, kerja keras, kesabaran dari
orang-orang terdekat rintangan itu bisa dilewati dan skripsi ini bisa diselesaikan.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Mahfudz, MP, selaku Rektor Universitas Tadulako Palu.
2. Dr. dr. M. Sabir, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Tadulako.
3. Dr. dr. Muh. Ardi Munir, M.Kes., Sp.OT., FICS., M.H, selaku Wakil
Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.
4. Dr. drg. Tri Setyawati, M.Sc, selaku Wakil Dekan Bidang Umum dan
Keuangan Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.
5. dr. Sarifuddin, Sp.P, Selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.
6. dr. Vera Diana Towidjojo, M.Sc, Selaku Koordinator Program Studi
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.
7. dr. Aristo Sp.U selaku dosen penasehat akademik.

iv
8. dr. David Pakaya M.Biomed selaku pembimbing skripsi yang telah
banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. dr. Mohammad Salman M.Biomed, dr. Sumarni, M.Kes., Sp. GK,
selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik
untuk penyempurnaan skripsi ini.
10. Seluruh dosen dan pegawai staf akademik Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako yang telah memberikan ilmu dan bantuan selama
Spenulis menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.
11. Teristimewa kepada ayahanda saya yang tersayang Siswoyo dan Ibunda
yang tercinta Fitroh Hariani Sugeng S.Pd yang selalu mendoakan anak-
anaknya untuk meraih cita-citanya, mensupport dan selalu sabar untuk
menasihati anaknya.
12. Kepada kakak saya tercinta Kartika Wulandari S.Pi yang selalu
menyemangati saya dan memberikan motivasi menyakinkan diri saya
bahwa saya pasti bisa dan kepada adik ponakan saya yang lucu Qias Aflah
Syafi’i, makasih udah buat bibimu ini bahagia hanya dengan melihat
senyum manismu.
13. Kepada uri chingudeul “HALUERS” Putri Larasantang, Vebby
Ulfadhilla, dan Wasilatul Saadah yang selalu ada untuk membantu saya
dalam menyelasaikan skripsi ini. Thankyou guys
14. Teman-teman saya di “Kelompok 5 (Wakanda Forever)” Vebby
Ulfadhilla, Nurul Azizah, Nur Izzatul Aziziah A.R, Raihan Aulia,
Jessica Sovi Mondigir, Aliyah Rezky Fahira, Fitrah Ramadani, Risky
Amalia, Muh. Azrief Khaidir A, Fajar Tandi dan Muh Amal Amanah
yang selalu bersama-sama dari awal saya masuk kedokteran hingga
sekarang. Terima kasih atas kebersamaan yang telah kita ciptakan.
15. Terimakasih kepada geng saya “LAMBE TURAH” Herlinda Bilondatu,
Siska, Mita dan Sri Puji Astutik yang selalu menyemangati dan
memberikan doa untuk kelancaran skripsi ini.

v
16. Terimakasih kepada adik sepupu saya yang terspesial Dwi Rizky
Cahyanti yang selalu mendukung serta mendoakan kakaknya ini untuk
segera mendapatkan gelar sarjana.
17. Saudara-saudari saya di Angkatan 2017 (EP17HELIUM), terima kasih
atas kebersamaan, doa, semangat dan motivasi, serta canda tawa yang
dilalui bersama.
18. Kepada segenap dosen departmen Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako, dr. Firman Hasan, dr. Mohammad Salman, dr.
David Pakaya, dr. Fauziah Amining, dr. Yuli Fitriana, terima kasih
atas segala bimbingan, motivasi, didikan serta kebersamaan di departemen
dokter.
19. Kakak-kakak senior, kakak Nisa (Laboran Histologi), Jusri
Oktaviani, Laurents christovel Iban Demen, Jesaya, Nur annisa,
Merlionarsy Tammuan, dan Hana, terimakasih telah memberikan
semangat dan motivasi untuk penyelesaian skripsi ini.
20. Terimakasih kepada tim saya Jusri Oktaviani, Laurents Christovel Iban
Demen, dan Aliyah Rezky Fahira yang telah berjuang bersama-sama
untuk menyelesaikan skripsi ini.
21. Trimakasih juga kepada tim pohuwato saya Ilham Suripto Gani dan
Jessicha Sovi Mondigir. Semoga kedepannya kita semua bisa sukses
sama-sama.
22. Kepada adik-adik junior angkatan 2018 (F18RA), 2019 (L19AMEN), dan
2020 terima kasih atas doa dan motivasi yang telah diberikan.
23. Trimakasih kepada Han, Christopher, Felix dan Haje yang selalu
menghibur dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
24. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak bisa disebutkan
satu-persatu namanya, penulis mengucapkan mohon maaf dan terima
kasih.

vi
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat banyak kekurangan
dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
penulis. Untuk itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi kita semua.

Palu, Desember 2020

Ria Putri Suryani

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………………..iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL…………...…………………………………………………...x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………….…………...…xii
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………….xiii
ABSTRAK…………………………………………………………………..….xiv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................3
C. Tujuan Penlitian.........................................................................................3
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................3
E. Keaslian Penelitian.....................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
A. Telaah Pustaka...........................................................................................6
1. Diabetes melitus......................................................................................6
2. Histologi pankreas..................................................................................8
3. Metformin...............................................................................................9
4. Nanoteknologi.......................................................................................11
5. Streptozotocin.......................................................................................12
6. Kerangka teori..................................................................................... 14
7. Kerangka konsep..................................................................................15
B. Landasan Teori.........................................................................................15
C. Hipotesis....................................................................................................16
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................17
A. Jenis Penelitian.........................................................................................17
B. Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................17
C. Sampel Penelitian.....................................................................................17
D. Definisi Operasional.................................................................................18
E. Alat dan Bahan Penelitian.......................................................................19

viii
F. Prosedur Penelitian..................................................................................21
G. Analisis Data.............................................................................................24
H. Etika Penelitian........................................................................................25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………..26
A. Hasil Penelitian……………………………….....………………………..26
1. Karakteristik Umum Hewan Model…………………………….….26
2. Berat Badan dan kadar GDP Tikus Model Diabetes.……….…….26
3. Gambaran Histologi Insula Pankreatika…………………………..30
B. Pembahasan……….…….……………..…………………………………33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……………………..………………….38
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................39

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Tabel rerata berat badan tikus perkelompok perlakuan……………...28

Tabel 4.2 Tabel rerata kadar GDP tikus perkelompok perlakuan………………29

x
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Patofisiologi DM................................................................................ 8


Gambar 2.2 Histologi Insula Pankreatika...............................................................9
Gambar 2.3 Kerangka teori pemanfaatan nanoteknologi dalam penghantaran
metformin: kajian histopatologi insula pankreatika model tikus
diabetes............................................................................................ 14
Gambar 2.4 Kerangka konsep pemanfaatan nanoteknologi dalam penghantaran
metformin: kajian histopatologi insula pankreatika model tikus
diabetes............................................................................................ 15
Gambar 4.1 Grafik rerata berat badan tikus perkelompok perlakuan…………...28
Gambar 4.2 Grafik rerata kadar GDP tikus perkelompok perlakuan……………30
Gambar 4.3 Gambaran histopatologi insula pankraatika model tikus diabetes....31
Gambar 4.4 Diagram batang nilai rerata skor histopatologi insula
pankreatika…………………………………………………………32

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1: Surat pernyataan komite etik……………………………………….44


Lampiran 2: Data rerata BB tikus……………………...………………………...45
Lampiran 3: Data rerata kadar GDP tikus………………..……………………...46
Lampiran 4: Dokumentasi ……………………………………………………….47
Lampiran 5: Uji Kruskal Wallis rerata nilai skor histopatologi Insula
pankreatika……………………………………………………...….48
Lampiran 6: Uji post hoc Mann Whitney rerata nilai skor histopatologi insula
pankreatika …………………………………………………….......49

xii
DAFTAR SINGKATAN

ADP : Adenosine diphosphate


AMP : Adenosine Monophosphate
AMPK : Adenosine Monophosphate Activated Protein Kinase
ATP : Adenosine Triphosphate
cAMP : Cyclic Adenin Monophosphate
CAT : Catalase
CRTC2 : CREBregulated Transcription Coactivator 2
DM : Diabetes Melitus
DNA : Deoxyribonucleic Acid.
ER : Endoplasm Reticulum
GDP : Gula Darah Puasa
GLP-1 : Glucagon-Like Polipeptide 1
GLUT-2 : Glucose Transporter 2
GSH : Glutathione Reductase
HE : Hematoxylin Eosin
mGDP : Mitochondrial Glycerophosphate Dehidrogenase
NF-κβ : Nuclear Factor Kappa β cells
NO : Nitric Oxide
ROS : Reactive Oxygen Species
SOD : Superoxide Dismutase
STZ : Streptozotocin
UGM : Universitas Gadjah Mada
US FDA : United State Food Drugs Administration
WHO :World Health Organization

xiii
Pemanfaatan Nanoteknologi Dalam Penghantaran Metformin: Kajian
Histopatologi Insula Pankreatika Model Tikus Diabetes

Ria Putri Suryani1, David Pakaya2


1
Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
2
Departemen Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

ABSTRAK

Latar Belakang: Kerusakan sel β dan perubahan struktur insula pankreatika


pankreas, memicu terjadinya hiperglikemia pada diabetes. Metformin menjadi lini
pertama terapi diabetes dan dapat memperbaiki kondisi tersebut. Sediaan
nanopartikel metformin dapat meningkatkan bioavailabilitas dan mempercepat
regenerasi sel dan perbaikan struktur insula pankreatika.

Tujuan: Mengetahui efek sediaan nanopartikel metformin terhadap perubahan


kadar glukosa darah puasa (GDP) dan histopatologi insula pankreatika pada
model tikus diabetes.

Metode: Penelitian eksperimental dengan rancangan posttest only controlled


group design. Penelitian ini menggunakan tikus putih galur Wistar jantan, berusia
8 minggu, berat badan (BB) 250-350 gram, berjumlah 16 ekor. Tikus diinjeksikan
streptozotocin (STZ) dosis 40 mg/kgBB. Tikus dibagi dalam 4 Kelompok
Perlakuan; K1: kontrol normal; K2: kontrol negatif (model diabetes); K3: model
diabetes + terapi metformin 100mg/kgBB; K4: model diabetes + terapi sediaan
nanopartikel metformin 100mg/kgBB. Dilakukan pengukuran BB dan GDP secara
berkala. Penilaian skoring histopatologi insula pankreatika didapatkan dari
pewarnaan hematoksilin eosin (HE) pada jaringan pankreas tikus. Data dianalisis
dengan GrapPhad Prism 8.0.0 menggunakan uji non parametrik Kruskal Wallis.

Hasil: Terapi metformin menurunkan kadar GDP pada K3 mulai pada hari ke-21
dan K4 mulai pada hari ke-7, namun tidak berbeda secara statistik (p=0,0597).
Skor nilai rerata histopatologi insula pankreatika menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan (p=0,0005).

Kesimpulan: Sediaan nanopartikel metformin mampu menurunkan kadar GDP


dan efektif memperbaiki histopatologi insula pankreatika model tikus diabetes.

Kata kunci: diabetes, histopatologi, insula pankreatika, metformin, nanopartikel

xiv
The Utilization of Nanotechnology in Metformin Delivery: Study of
Pancreatic Islets Histopathology on Diabetic Rat Model

Ria Putri Suryani1, David Pakaya2


1
Medical Student, Faculty of Medicine Tadulako University
2
Department of Histology Faculty of Medicine Tadulako University

ABSTRACT

Background: The β cells damage and pancreatic islets structure changes,


triggering the occurrence of hyperglycemia in diabetes. Metformin is the first line
of diabetes therapy and able to improve this condition. The nanoparticle form of
metformin can improve the bioavailability and accelerate cell regeneration and
pancreatic islets repaired.

Objective: To know the effect of metformin nanoparticles form on fasting blood


glucose (FBG) levels and pancreatic islets histopathology in diabetic rats model.

Method: This is an experimental research with posttest only controlled group


design. This study used 16 white male Wistar rats, 8 weeks of age, body weight
(BW) 250-350 grams. The streptozotocin (STZ) 40 mg/kgBB were injected i.p.
Rats were divided into 4 Groups; K1: normal control; K2: negative control
(diabetes model); K3: diabetes model treated with metformin 100mg/kgBB; K4:
diabetes model treated with nanoparticle metformin 100mg/kgBB. The BW and
FBG levels were conducted periodically. The histology of pancreatic islets was
perform from hematoxilin eosin (HE) staining of pancreatic tissue, and quantified
using ImageJ software. The data were analyzed with GrapPhad Prism 8.0.0 using
nonparametric Kruskal-Wallis test.

Result: Metformin therapy decrease the FBG levels in K3 starting on day 21 and
K4 starting on day 7, but there was not statistically different (p=0.0597).
Pancreatic islets histopathology were found statistically different (p=0.0005).

Conclusion: Metformin nanoparticle form were able to decrease the FBG levels
and effectively improve the histopathology of pancreatic islets of the diabetic rats
model.

Keywords: diabetic, histopathology, pancreatic insula, metformin, nanoparticles

xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronik yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah yang diakibatkan oleh gangguan sekresi,
gangguan kerja insulin, maupun keduanya. Hasil survey yang dilakukan oleh
World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa penyakit ini merupakan
penyebab kematian tertinggi ke tiga di Indonesia (Djuwarno dan Abdulkadir,
2019). Diabetes melitus ditemukan disetiap populasi diseluruh dunia pada negara
berkembang maupun negara maju. Pada tahun 2014 terdapat 422 juta orang yang
terkena diabetes pada orang dewasa di seluruh dunia (World Health Organization
[WHO], 2019). Indonesia menempati urutan ke-7 setelah China, India, USA,
Pakistan, Brazil dan Meksiko dengan jumlah pasien DM pada tahun 2019 yaitu
10,7 juta orang, diperkirakan meningkat menjadi 13,7 juta orang pada tahun 2030,
dan 16,6 juta orang pada tahun 2045 (International Diabetes Federation [IDF],
2019). Prevalensi DM tertinggi berada di DKI Jakarta sebesar 3,4% dan
prevalensi terendah yaitu di Provinsi NTT sebesar 0,9% (Pusat data dan informasi
Kementrian Kesehatan RI [Infodatin], 2018).
Penyakit DM dipengaruhi oleh kerusakan pada pankreas. Kerusakan ini
terjadi pada kompartemen endokrinnya yaitu pada pulau langerhans atau insula
pankreatika. Insula pankreatika merupakan struktur yang dibentuk oleh 4 jenis sel
yaitu sel α, β, δ dan F. Sel β merupakan penyusun utama pada insula pankreatika
yang jumlahnya mencapai lebih dari 60%. Genetik, infeksi, nutrisi, zat
diabetogenik serta radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS) dari reaksi
glikasi dan oksidasi lipid menjadi faktor pengaruh pada kerusakan sel β insula
pankreatika (Hendriyani et al., 2018). Faktor-faktor tersebut akan merusak DNA
dari sel-sel insula pankreatika yang mengakibatkan gangguan fungsi dan memicu
sel akan mengalami apoptosis maupun nekrosis. akibat apoptosis dan nekrosis
yang masif dapat menurunkan jumlah dan kepadatan sel β insula pankreatika serta
mengubah struktur insula pankreatika secara umum, sehingga mengubah
morfologi dan morfometrinya (Farid et al., 2014; Madihah et al., 2016).

1
Kerusakan tersebut menjadi penyebab utama DM, efeknya yaitu terjadi
hiperglikemia yang berlangsung secara kronis (Solehah et al., 2019).
Metformin merupakan obat lini pertama senyawa penurun glukosa darah
golongan biguanid pada pasien DM (Yanti et al., 2019). Efek antihiperglikemik
metformin terutama disebabkan oleh penghambatan produksi glukosa di hati yang
mengarah pada penurunan kadar insulin dan juga meningkatkan penyerapan
glukosa dalam otot (Neto et al., 2016; Song, 2016). Metformin memiliki efek
terapeutik yang tinggi tapi tidak efektif jika diberikan secara oral karena
penyerapannya lambat di epitel gastrointestinal serta permeabilitasnya yang
rendah (Minamii et al., 2018; Susanti, 2019). Berdasarkan penelitian Acton
(2012) bioavailabilitas metfromin pada pasien yang diberikan dua tablet
metformin 500mg hanya 21%. Efek metformin dalam perbaikan insula
pankreatika masih belum diketahui secara jelas. Pada beberapa penelitian klinis
menunjukkan adanya perbaikan gambaran histologi insula pankreatika pada
pemberian terapi metformin. Perbaikan histologi ini tampak adanya perbaikan dari
sel-sel yang mengalami degenerasi (regenerasi), serta meningkatkan aktivitas dan
proliferasi sel (El-soud et al., 2016; Nambirajan et al., 2018).
Nanoenkapsulasi adalah bentuk sediaan alternatif yang efektif untuk
menurunkan efek samping dari administrasi obat dalam menyelesaikan pelepasan
dan pengantaran ke tempat yang spesifik. Polimer nano efektif pada dosis rendah
dengan profil pelepasan terkontrol. Metode ini kemudian dapat digunakan untuk
membentuk sediaan baru metformin. Sediaan nanometformin digunakan untuk
memberikan pelepasan yang berkelanjutan dan mempunyai efektifitas yang tinggi
dalam mengontrol kadar glukosa dengan efek samping yang rendah (Kumar et al.,
2016).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian pemanfaatan nanoteknologi dalam penghantaran metformin: kajian
histopatologi insula pankreatika model tikus diabetes, untuk meningkatkan
formulasi sediaan metformin agar dapat mencapai terapi yang optimal. Formula
sediaan obat nanometformin ini diharapkan dapat meningkatkan bioavailabilitas
obat, menurunkan dosis, dan menurunkan efek samping dari obat tersebut.

2
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas maka dapat ditarik rumusan masalah yaitu,
apakah sediaan nanometformin dapat mempengaruhi perubahan histologi insula
pankreatika model tikus DM?.

C. Tujuan Penlitian
1. Tujuan umum
Untuk menganalisis efektivitas pemanfaatan nanoteknologi dalam
penghantaran metformin.
2. Tujuan khusus
a. Menganalisis efektivitas sediaan nanometformin dalam menurunkan
kadar glukosa darah puasa (GDP) tikus model diabetes.
b. Menganalisis efektivitas sediaan nanometformin dalam perbaikan
insula pankreatika tikus model diabetes.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Memperluas wawasan keilmuan, khususnya tentang manfaat sediaan
nanometformin dalam menurunkan angka kesakitan akibat DM.
2. Bagi masyarakat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi
bagi masyarakat terkait DM serta obat anti DM nanometformin yang
lebih efektif dan berefek samping lebih kecil.
3. Untuk ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan dapat
memberikan kepada para peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan
kejadian DM.
4. Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
informasi bagi instansi pendidikan, kesehatan dan institusi terkait dalam
menentukan kebijakan membuat suatu produk yaitu sediaan
nanometformin dalam penanganan pada pasien DM.

3
E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian Gufron, 2013 dengan judul “Nanoenkapsulasi metformin
dengan nanokitosan sebagai obat antidiabetes Tipe II” penelitian ini
bertujuan untuk mengkarakterisasi nanopartikel kitosan berupa morfologi,
ukuran partikel, gugus fungsi, dan membandingkan waktu paruh kitosan
metformin dengan metformin terhadap tikus galur Sparague dawley.
Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada efek sediaan nano metformin
terhadap perbaikan insula pankreatika model tikus DM. Persamaan dengan
penilitian ini yaitu menggunakan metformin sebagai sediaan nano untuk
meningkatkan bioavailabilitas dari obat tersebut.
2. Penelitian Kumar et al., 2016 dengan judul “Metformin-loaded alginate
nanoparticles as an effective antidiabetic agent for controlled drug release”
penelitian ini bertujuan sebagai modalitas untuk diagnosa dan pengobatan
diabetes yang saat ini masih terbatas seperti kurangnya kemampuan
absorpsi obat, perlu dosis yang tinggi dan kurang sensitif. Perbedaan
dengan penelitian ini yaitu melihat efek sediaan nanometformin dalam
perbaikan insula pankreatika model tikus DM. Persamaan dengan
penelitian ini yaitu menggunakan sediaan nanometformin untuk
meningkatkan bioavailabilitas dari obat tersebut dan evaluasi kadar
glukosa darah.
3. Penelitian Abdulmalek dan Balbaa, 2019 dengan judul “Synergistic effect
of nano-selenium and metformin on type 2 diabetic rat model: Diabetic
complications alleviation through insulin sensitivity, oxidative mediators
and inflammatory markers”. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplor
strategi dari nanopartikel selenium untuk terapi dari DM tipe 2 serta
menilai efek dari nanopartikel selenium dan kombinasi standar obat anti
diabetes metformin dalam diet tinggi lemak/streptozotocin yang
menginduksi diabetes tipe 2. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada
efek sediaan nanometformin terhadap perbaikan insula pankreatika model
tikus DM. Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan sediaan
nanometformin untuk meningkatkan bioavailabilitas dari obat tersebut.

4
4. Penelitian Chinnaiyan et al., 2018 yang berjudul “Combined synergetic
potential of Metformin loaded Pectin-Chitosan Biohybrids nanoparticle for
NIDDM” penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi potensi gabungan
anti diabetes kitosan dan pectin dengan formulasi nanopartikel metformin,
dengan penekanan khusus pada pada efek metformin ketika diintegrasikan
dengan bio polimer. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada efek
sediaan nanometformin terhadap perbaikan insula pankreatika model tikus
DM. Persamaan dengan penelitiaan ini yaitu menggunakan sediaan
nanopartikel metformin untuk meningkatkan bioavailabilitas dari obat
tersebut.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Diabetes melitus
a. Definisi
Kata diabetes berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti siphon
yaitu ketika tubuh menjadi sebuah saluran yang mengeluarkan cairan
yang berlebihan, dan mellitus yang memiliki arti madu (Bilous dan
Donelly, 2014). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American
Diabetes Association, 2014).
b. Etiologi
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena kerusakan sel β insula
pankreatika karena proses autoimun yang menyebabkan kekurangan
sekresi insulin, diabetes tipe ini sering menyerang pada anak-anak.
Beberapa pasien pada DM tipe 1 juga tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik, pasien yang tidak diketahui penyebabnya ini terdapat
insulinopenia permanen dan ketoasidosis tetapi tidak dijumpai adanya
autoimun. Sedangkan pada DM tipe 2 terdapat dua penyebab utama
yaitu defisiensi insulin yang relatif dan adanya resistensi insulin
(American Diabetes Association, 2014; Baynest, 2015).
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebab resistensi insulin
pada diabetes antara lain yaitu kelainan genetik, usia lebih dari 40
tahun, gaya hidup stres, dan obesitas (Riyadi dan Sukarmin, 2013).
Pada diabetes tipe lain penyebabnya yaitu berupa defek genetik fungsi
sel β, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, dan infeksi. Diabetes
gestasional disebabkan oleh hormon plasenta yang menciptakan suatu
resistensi insulin yang paling nyata pada trimester terakhir (Soelistijo et
al., 2015).

6
c. Patofisiologi
Faktor resiko genetik dan lingkungan seperti adanya virus,
mikrobioma, aktivitas fisik maupun faktor diet menyebabkan inflamasi,
autoimun dan stres metabolik. Hal ini menyebabkan kerusakan serta
gangguan fungsi sel β insula pankreatika sehingga level insulin
menurun yang menyebabkan hiperglikemia pada pasien diabetes
(Skyler et al., 2017). Hiperglikemia pada DM tipe 2 adalah karena
inadekuat dari sel β pankreas untuk mengekskresikan insulin dan
adanya resistensi insulin. Tubulus renal mengekskresikan glukosa
kedalam urin hal tersebut memicu peningkatan produksi urin karena
efek dari osmosis glukosa (Nair dan Peate, 2015).
Insulin bertugas untuk mengatur transportasi glukosa ke sel hati,
dan menstimulasi sintesis glukosa. Jika terjadi resistensi insulin ataupun
gangguan fungsi sel β serta kerusakan sel β pankreas maka glukosa
yang tidak terpakai akan disimpan di hati dalam bentuk glikogen, hati
akan memecah cadangan glikogen menjadi glukosa/glikogenolisis atau
membentuk glukosa dari protein dan lemak/glukoneogenesis (Young,
2011).
Pada pasien DM juga akan mengalami ketosis yang disebabkan
karena pengurangan nyata dari insulin yang menyebabkan jaringan
tidak mampu mengambil glukosa sebagai bahan bakar utama hal ini
menimbulkan lipolisis simpanan lemak sebagai bahan bakar menjadi
maksimal untuk menghasilkan substrat bagi ketogenosis di hati yang
dipicu oleh glukagon dan kemudian selanjutnya menyebabkan
kehilangan berat badan akibat dari proses ini dapat menyebabkan
kondisi hiperglikemia akut (McPhee dan Ganong, 2015).

7
Gambar 2.1. Patofisiologi DM. Keadaan hiperglikemia pada diabetes
disebabkan karena adanya resistensi insulin, kelainan sekresi insulin dan
proses dari glycogenolysis. Terjadi lipolisis sebagai kompensasi tubuh
yang akan meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam darah (Young,
2011).

2. Histologi pankreas
Pankreas merupakan organ yang terdiri dari bagian eksokrin dan
endrokrin dengan berat sekitar 85-90 gram terletak di retroperitoneal.
Bagian eksokrin terdiri dari sel asinar dan duktus. Sel asinar mengeluarkan
enzim pencernaan seperti amilase, lipase dan tripsin melalui duktus
pankreas ke duodenum. Bagian endokrin pankreas terdiri dari pulau-pulau
langerhans atau insula pankreatika yang terdiri dari sel-sel neuroendokrin
(Damjanov, 2012).
Insula pankreatika merupakan struktur yang dibentuk oleh 4 jenis sel
yaitu sel α, β, δ, dan F. Sel α berfungsi untuk menghasilkan glukagon
sebagai respons terhadap kadar gula yang rendah, glukagon meningkatkan
glukosa darah dengan cara mempercepat perubahan glikogen, asam amino,

8
dan asam lemak di hati menjadi glukosa. Sel β menghasiikan insulin saat
kadar glukosa meningkat. Insulin menurunkan glukosa darah dengan
menginduksi transpor glukosa masuk ke sel hati, otot, dan lemak. Sel δ
menghasilkan somatostatin, yang menghambat aktivitas sel α dan β. Sel F
memproduksi hormon polipeptida pankreas untuk menghambat enzim dan
sekresi alkali pankreas (Eroschenko, 2008).
Aktivitas kedua sel utama yaitu sel α dan β, diatur terutama oleh
kadar glukosa darah di atas atau di bawah kadar sebesar 70 mg/dL.
Peningkatan kadar glukosa merangsang sel β melepaskan insulin dan
menghambat sel α melepaskan glukagon. Kerja hormon-hormon ini yang
berlawanan untuk membantu mengatur kadar gula darah secara tepat, suatu
faktor penting pada homeostasis tubuh. Peningkatan sekresi hormon
tersebut juga diatur oleh somatostatin yang bekerja secara parakrin (sinyal
yang dilepaskan oleh sel berpengaruh pada sel target yang berada
disekitarnya) untuk mempengaruhi pelepasan hormon di dalam insula
pankreatika dan aktivitas sel asinar yang berada didekatnya (Mescher,
2016).

Gambar 2.2. Histologi insula pankreatika. Struktur insula pankreatika


yang berbentuk bulat atau oval terdapat sel α, sel β, sel δ dan sel F
(Eroschenco, 2008).
3. Metformin
Metformin merupakan obat antihiperglikemik, senyawa golongan
biguanid digunakan sebagai obat lini pertama pada pasien DM tipe 2.
Metformin memiliki efek utama untuk mengurangi proses

9
glukoneogenesis di hati dan meningkatkan sensitivitas insulin pada
jaringan otot dan lemak (Decroli, 2019).
Mekanisme kerja metformin dalam menurunkan kadar glukosa darah
tidak bergantung atas adanya sel β pankreas yang berfungsi (Prameswari
dan Widjanarko, 2014). Metformin menurunkan resistensi insulin pada
pasien diabetes terutama dengan cara menghambat kompleks rantai
mitochondrial respiration pada sel hati untuk menurunkan produksi
glukosa melalui penghambatan dari glukoneogenesis, sehingga
menyebabkan penurunan konsentrasi glukosa darah. Selain itu metformin
juga memiliki efek pada usus yaitu peningkatan level Glucagon like
peptide-1 (GLP-1) sehingga dapat menurunkan sekresi glukagon dari sel α
pankreas (Gelin et al., 2018).
Metformin dapat melindungi insula pankreatika dari glukotoksisitas
dan lipotoksisitas hal ini menunjukkan bahwa metformin mempunyai efek
yang menguntungkan bagi kesehatan sel β pankreas (Page dan Reisman,
2013). Pada pasien DM tipe 2, terjadi gangguan kerja insulin di
intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen,
dan penurunan oksidasi glukosa, untuk mencegah hal tersebut, metformin
bekerja pada sel otot dengan cara memperbaiki pengambilan glukosa pada
sel otot (Soelistijo et al., 2015).
Metformin akan diabsorbsi di usus kemudian masuk ke dalam
sirkulasi (Decroli, 2019). Metformin mempunyai waktu-paruh 1,5-3 jam
dan tidak terikat ke protein plasma, tidak dimetabolisme dan diekskresikan
oleh ginjal sebagai senyawa aktif. Akibat blokade glukoneogenesis oleh
metformin, obat ini dapat mengganggu metabolisme asam laktat di hati
(Katzung, 2012).

4. Nanoteknologi
Nanopartikel merupakan partikel yang berukuran 10-1000
nanometer terdiri dari bahan polimer alami maupun sintetis, dapat
digunakan sebagai pembawa obat dengan cara melarutkan,
mengenkapsulasi, atau menempelkan zat aktif. Dalam dunia farmasi

10
pemanfaatan nanopartikel bertujuan untuk berbagai hal antara lain untuk
penghantaran tertarget dan meningkatkan bioavailabilitas obat. Dengan
pemanfaatan nanopartikel obat dapat dimasukkan kedalam sistem tanpa
reaksi kimia dan sistem nanopartikel dapat diterapkan untuk berbagai
sasaran pengobatan karena nanopartikel masuk kedalam sistem peredaran
darah dan dibawa oleh darah menuju target pengobatan (Rachmawati dan
Surini, 2018).
Nanoteknologi sangat berkembang karena memiliki banyak
keunggulan seperti ukuran partikel yang lebih kecil, fleksibel, mempunyai
kemampuan untuk menembus ruang-ruang antar sel yang dapat ditembus
oleh partikel koloidal, dapat dikombinasikan dengan berbagai teknologi
lain sehingga dapat dikembangkan untuk berbagai keperluan. Teknologi
nano banyak dikembangkan sebagai penghantar zat aktif dalam suatu
produk pangan maupun obat untuk mengatur laju pelepasan senyawa zat
aktif, meningkatkan kelarutan, meningkatkan afinitas dari sistem karena
peningkatan luas permukaan kontak pada jumlah yang sama dan
meningkatkan absorpsi dalam tubuh (Abdassah, 2015; Ariningsih, 2016).
Dalam bidang farmasi, terdapat dua pengertian nanopartikel yaitu
yang pertama senyawa obat melalui suatu cara dibuat berukuran
nanometer (nanokristal) dan yang kedua suatu obat dienkapsulasi dalam
suatu sistem pembawa berukuran nanometer, yaitu nanocarrier. Pada
sistem ini obat dapat terperangkap, dilarutkan, atau dienkapsulasi pada
matriks nanopartikel (Abdassah, 2015).
Nanokristal adalah gabungan dari beberapa molekul yang
membentuk suatu kristal, merupakan senyawa obat murni dengan
penyaluran tipis menggunakan surfaktan. Nanokristal tidak membutuhkan
banyak surfaktan agar stabil karena gaya elektrostatik sehingga
mengurangi kemungkinan keracunan oleh bahan tambahan. Nanokristal
memungkinkan pengembangan formulasi melalui rute pemberian, ukuran
partikel merupakan faktor kritis. Nanocarrier merupakan suatu sistem
pembawa dalam ukuran nanometer (Abdassah, 2015).

11
Sediaan nano enkapsulasi merupakan sediaan yang efektif dan
alternatif untuk mengurangi efek samping dari pemberian obat,
meningkatkan stabilitas obat-obatan untuk mencapai pengiriman obat
khusus ditempat-tempat tertentu dalam tubuh. Dengan demikian
nanocarrier polimer cukup efektif untuk mencapai peningkatan
bioavailabilitas, permeabilitas yang lebih baik, penargetan obat dan
pelepasan terkontrol. Dari berbagai polimer yang tersedia, kitosan, alginat,
dan pektin telah digunakan disebagian besar industri farmasi dan
penelitian (Chinnaiyan et al., 2018). Dalam pemberian obat, nanoteknologi
membantu dalam obat-obatan yang mengalami masalah dalam
bioavailabilitas yang buruk atau yang mengakibatkan efek buruk ketika
diberikan melalui sediaan yang konvensional. Nanoteknologi ini khusus
digunakan pada sistem pemberian obat untuk memperpanjang atau
menopang pelapasan obat dan meningkatkan bioavailabilitas obat-obatan
yang kurang diabsorpsi (Alhalmi et al., 2018).

5. Streptozotocin
Streptozotocin (STZ) adalah senyawa yang alami terdapat pada
bakteri Streptomyces achromogenes dan memiliki efek antibakteri
spektrum luas strukturnya terdiri atas gugus nitrosourea. Streptozotocin
dapat secara langsung merusak sel β pankreas atau menimbulkan proses
autoimun terhadap sel β pankreas untuk menginduksi DM tipe 1 maupun
DM tipe 2 pada hewan uji (Husna et al., 2019; Nugroho, 2006).
Streptozotocin mempunyai kemampuan selektif untuk menumpuk di sel β
pankreas melalui glucose transporter 2 (GLUT-2) afinitas rendah yang
terdapat di membran plasma sel β pankreas, sel hati dan sel tubulus ginjal
(Lankatillake et al., 2019).
Kematian sel yang disebabkan oleh pemberian STZ adalah karena
gugus nitrosourea yang menyebabkan alkilasi deoxyribonucleic acid
(DNA). Nitric oxide (NO) yang dihasilkan saat STZ mengalami
metabolisme dalam sel menimbulkan kerusakan sel melalui peningkatan
oksigen reaktif di dalam mitokondria sehingga menghambat siklus krebs,
menurunkan konsumsi oksigen oleh mitokondria yang akan menurunkan

12
produksi adenosine triphosphate (ATP). Hal ini akan menyebabkan
pengurangan secara drastis nukleotida sel β pankreas (Nugroho, 2006).
Mekanisme sitotoksisitas STZ juga melibatkan jalur sinyal yang
melibatkan NF-κβ. Nuclear Factor Kappa β cells (NF-κβ) merupakan
golongan protein dalam faktor transkripsi yang diduga memiliki peran
penting dalam pro apoptosis dan anti apotosis sel β pankreas tetapi dengan
kecenderungan pro apoptosis lebih besar dibandingkan peran anti
apoptosisnya. Hiperlipidemia yang diakibatkan oleh DM akan
mengaktivasi sistem inflamasi. Sistem inflamasi ini diaktifkan oleh NF-κβ
melalui regulasi cyclooxygenase, lipooxygenase, cytokine, chemokine dan
proses adesi molekul. Pada penyakit diabetes, aktivitas NF-κβ akan
memicu gangguan fungsi dari sel β pankreas sehingga terjadi apoptosis
yang progresif pada sel tersebut (Nugroho et al., 2015).
Streptozotocin juga menghasilkan reactive oxygen species (ROS)
pada sel β pankreas. Sel β pankreas mempunyai sistem antioksidan yang
lemah hal ini yang akan menyebabkan sel β pankreas mudah terkena
aktivitas oksidatif. Radikal bebas menyebabkan kerusakan oksidatif dari
asam nukleus, apoptosis dan kerusakan dari sel β pankreas (El-Badawy et
al., 2019; Djunaidi et al., 2014).

13
6. Kerangka Teori

Streptozotocin

N-nitrosourea Gugus alkali

NO & ROS Alkilasi sel β

Sediaan
nanopartikel
metformin
Kerusakan DNA

Kerusakan sel β
insula pankreatika

Perubahan
histologi insula
pankreatika

Insulin

Hiperglikemia

Gambar 2.3. Kerangka teori pemanfaatan nanoteknologi dalam


penghantaran metformin: kajian histopatologi insula pankreatika model
tikus diabetes (Madihah et al., 2016).

Keterangan:
: menginduksi
: menghambat
: variabel yang diteliti

14
7. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat

Kadar GDP &


Nanopartikel
histologi insula
metformin
pankreatika
Gambar 2.4. Kerangka konsep pemanfaatan nanoteknologi dalam
penghantaran metformin: kajian histopatologi insula pankreatika model
tikus diabetes

B. Landasan Teori
Pemberian streptozotocin dosis rendah secara berulang dapat menghasilkan
hewan model mengalami kerusakan sel β pankreas secara perlahan-lahan sehingga
akan menimbulkan DM yang kronis. Hiperglikemia kronis karena kerusakan dari
sel β pankreas cenderung meningkatkan pembentukan radikal bebas (ROS/
reactive oxygen species) melalui jalur metabolisme glukosa seperti autooksidasi
glukosa, metabolisme pembentukan metilglioksial, dan fosforilasi oksidatif.
Pembentukan ROS dapat meningkatkan modifikasi lipid, DNA, dan juga protein
pada berbagai jaringan. reactive oxygen species (ROS) yang berlebihan dapat
meningkatkan kejadian stres oksidatif dan dapat menyebabkan terganggunya
fungsi dari sel β pankreas. Gangguan fungsi sel β pankreas ini disebabkan karena
menurunnya pertumbuhan jumlah sel β pankreas, meningkatnya apoptosis pada
sel β pankreas, menurunnya regenerasi dan fungsi sel β pankreas, disertai dengan
kelainan genetik pada mitokondria sel β Pankreas (Madihah et al., 2016).
Apoptosis dapat terjadi karena stress oksidatif, peningkatan kadar kalsium
intraselular dan endoplasm reticulum/ER stress akibat peningkatan beban
produksi insulin oleh sel β pankreas sebagai stimulus terhadap hiperglikemia.
Hiperglikemia akan meningkatkan aktivitas fosforilasi oksidatif dan glikasi
protein intraseluler serta memicu gangguan fungsi mitokondria yang akan
mengakibatkan terbentuknya ROS secara berlebihan sehingga terjadi stress
oksidatif pada sel β pankreas (Farid et al., 2014).
Perubahan histopatologi insula pankreatika bisa terjadi secara kuantitatif yaitu
seperti pengurangan jumlah maupun ukuran, dan secara kualitatif, seperti terjadi
atrofi (pengecilan sel), fibrinosis (jaringan-jaringan sel yang rusak) dan nekrosis

15
(kematian sel) (Irwan et al., 2017). Sediaan nanometformin memiliki kelebihan
untuk mengurangi efek samping dari pemberian obat, meningkatkan stabilitas
obat-obatan untuk mencapai pengiriman obat khusus ditempat-tempat tertentu
dalam tubuh, menembus ruang-ruang antar sel yang dapat ditembus oleh partikel
koloidal, peningkatan afinitas dari sistem karena peningkatan luas permukaan
kontak pada jumlah yang sama. Dengan demikian sediaan nanometformin cukup
efektif untuk meningkatkan bioavailabilitas obat yang kurang diabsorpsi,
permeabilitas yang lebih baik, penargetan obat dan pelepasan terkontrol
(Abdassah, 2015; Alhalmi et al., 2018).

C. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini, yaitu:
1. Hipotesis Nol: sediaan nanopartikel metformin tidak memiliki efek
terhadap gambaran histologi insula pankreatika pada model tikus DM.
2. Hipotesis Alternatif: sediaan nanopartikel metformin memiliki efek
terhadap gambaran histologi insula pankreatika pada model tikus DM.

16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimental dengan
pendekatan kuantitatif. Dalam hal ini akan dilakukan penilaian terhadap efek
sediaan nanopartikel metformin pada tikus model diabetes, yang dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Pendekatan penelitian ini yaitu dengan pendekatan
posttest only control group design.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Pembuatan sediaan nano dilakukan di laboratorium biofarmasetika STIFA
Pelita Mas Palu, dan uji mutu dilaksanakan di LPPT UGM. Perlakuan hewan
model DM, pemeliharaannya serta terminasi, nekropsi dan pengolahan jaringan
dilaksanakan di laboratorium Histologi FK Untad. Penelitian ini akan dilakukan
pada Juni-Oktober 2020.

C. Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar berusia 8
minggu dengan berat 250-350 gram dalam keadaan sehat, aktivitas dan tingkah
laku normal. Jumlah hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini dengan
metode persamaan sumber daya (Charan dan Kantharia, 2013) sebagai berikut:
E = Jumlah total hewan coba – Jumlah kelompok Perlakuan
12= Jumlah total hewan coba – 4
Jumlah total hewan coba = 12 + 4
Jumlah total hewan coba = 16
Keterangan:
E : 10 < E < 20
Berdasarkan metode persamaan sumber daya nilai E yang digunakan adalah
12, sehingga didapatkan jumlah total hewan coba adalah 16 yang dibagi masing-
masing 4 ekor per kelompok perlakuan sebagai berikut:
1. Kelompok 1 (K1) kontrol tikus normal.
2. Kelompok 2 (K2) tikus model diabetes.

17
3. Kelompok 3 (K3) tikus model diabetes dengan terapi metformin
100mg/KgBB (Abdulmalek dan Balbaa, 2019; Chinnaiyan et al., 2018)
4. Kelompok 4 (K4) tikus model diabetes dengan terapi sediaan nanometformin
100mg/KgBB (Chinnaiyan et al., 2018).
Sampel penelitian harus memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria
inklusi adalah hewan coba yang telah mengalami DM. Kriteria ekslusi adalah
hewan coba mati selama periode perawatan.

D. Definisi Operasional
1. Tikus model DM adalah tikus yang dibuat mengalami diabetes melitus
dengan pemberian dosis tunggal streptozotocin (STZ) dosis 40mg/KgBB
secara intraperitoneal. Evaluasi dilakukan pada hari ke-7 pasca induksi
tersebut melalui pemeriksaan kadar glukosa darah puasa (GDP), dan
dinyatakan hiperglikemia bila kadarnya ≥ 126 mg/dL.
2. Kadar GDP adalah penilaian kadar glukosa darah puasa tikus model DM
yang dilakukan saat sebelum perlakuan dan selama periode perawatan
pada seluruh sampel dengam menggunakan glukometer.
3. Sediaan nanopartikel metformin adalah bentuk sediaan nanopartikel dari
metformin yang dibuat dengan metode gelasi ionic dan telah melalui uji
mutu.
4. Insula pankreatika adalah jaringan endokrin pada pankreas yang diamati
dari sediaan histopatologi menggunakan pewarnaan hematoksilin eosin
(HE) serta dilakukan pengamatan histologi. Pengamatan dilakukan pada 5
lapang pandang yang dipilih secara acak dan tidak tumpang tindih dengan
perbesaran 400X.
Penilaian Histologi dilakukan secara deskriptif terhadap perubahan
struktur yaitu meliputi degenerasi sel dan nekrosis maupun piknosis
(pemadatan inti dan menghitam) ataupun karioreksis (sel terfragmen atau
menghilang) serta sel-sel inflamasi, dan adanya edema (rongga kosong).
Penilaian tersebut, kemudian dilanjutkan dengan penilaian kuantitatif
dengan sistem skoring yang dilakukan sebagai berikut:
0 = normal/ tidak ditemukan adanya perubahan struktur.
1 = terjadi perubahan struktur kecil < 25% lapang pandang.

18
2 = terjadi perubahan struktur sedang antara 25% - 50% lapang pandang.
3 = terjadi perubahan struktur besar >50% lapang pandang.

E. Alat dan Bahan Penelitian


a. Alat penelitian
1. Alat injeksi STZ: spuit injeksi 1 cc.
2. Alat perawatan hewan coba: kendang dan botol air.
3. Alat pengukur gula darah: glukometer.
4. Alat pembuatan sediaan nanopartikel: neraca analitik, sudip, batang
pengaduk, beaker glass, pipet tetes, gelas ukur, semprotan, spray
dryer dan WiseStir MSH-200.
5. Alat nekropsi dan biopsi: bak paraafin, gunting bedah, pinset
anatomis, pinset chirurgis, jarum pentul, spuit injeksi 1 cc.
6. Alat membuat blok paraffin: pot plastik, botol kaca bening dengan
mulut lebar, timer, gelas beaker, botol penampung untuk masing-
masing bahan, pinset, sendok berlubang, lampu spirtus, cetakan, kaki
tiga dan inkubator (Memmert, TV 30 U).
7. Alat untuk memotong jaringan: mikrotom (Leica, RM2235, Leica
Biosystem, Germany), gelas obyek/slide (Biocare), hot plate
(Labline2605, Lab-line instruments, IL. USA).
8. Alat untuk deparanisasi dan dehidrasi: botol tempat larutan, timer
staining jar dan corong kaca.
9. Alat untuk pewarnaan hematoksilin eosin (HE): gelas ukur 100 mL,
tabung Erlenmayer 1000 mL, corong kaca diameter 7,5 cm, staining
jar, timer, mikroskop cahaya Olympus CX22 perbesaran obyektif
100x numerical aperture (NA): 1,25.
10. Alat untuk mounting: timer, staining jar, kertas saring dan cover
glass.
11. Alat untuk pengamatan: optilab camera, perangkat lunak optilab
mikroskop cahaya Olympus CX22 perbesaran obyektif 100x NA:
1.25 dan komputer.

19
b. Bahan penelitian
1. Bahan pembuatan model tikus DM: STZ (Nacalai 3223891, Nacalai
Tesque, Japan), buffer citrate pH 4,5 dan normal saline.
2. Bahan pembuatan sediaan nanopartikel: Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan serbuk, aluminium
foil, aquades, larutan asam asetat 0,1%, larutan tween80 0,01%,
larutan tripolipospat 0,1%, metformin.
3. Bahan untuk nekropsi: ketamin (Hameln, 51142934-OBT-
000031470 Hameln Pharmacuticals, Germany) xylazin (Interchemie,
IX2, Interchemie Werken, Netherlands), larutan phosphate buffered
saline (PBS) pH 7,4 larutan aquades, paraformaldehyde 4% dalam
PBS, kertas tissue.
4. Bahan untuk pembuatan blok parafin: Kertas saring, alkohol 70%,
80%, 90%, 95%, alkohol absolut (Merck, 1.00983.2500, Merck,
Germany), alkohol toluen (perbandingan 1:1), toluen murni (Merck,
1.08325.2500, Merck, Germany), toluene parafin jenuh, parafin titik
lebur 57-60°C (Merck, 1.07158.1000, Merck, Germany).
5. Bahan untuk deparafinisasi dan dehidrasi: slide jaringan, xylol (J. T
Baker®, 0000120724, Avantor, PA. USA), alkohol 70%, 80%, 90%,
95%, alkohol absolut.
6. Bahan untuk pewarnaan hematoksilin eosin (HE): methanol (Merck
106009.2500, Merck, Germany), hematoxylin meyer’s (Merck
105174.0500, Merck, Germany), eosin, gelas obyek/slide (Biocare)
berisi jaringan yang akan diperiksa, PBS pH 7,4, citrate buffer pH 6,
air mengalir (air keran), aquades dan Tris EDTA pH 9.
7. Bahan untuk dehidrasi dan mounting: xylol (J. T. Baker®,
0000120724 Avantor, PA. USA), alkohol 70%, 80%, 90%, 95%,
alcohol absolut, DPX mountant (sigma, 06522, sigma-Aldrich,
spain) dan gelas penutup.
8. Pengamatan: tisu pembersih lensa, minyak imersi.

20
F. Prosedur Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Sebelum
proses penelitian dilaksanakan, peneliti mengajukan ethical clearance ke Komisi
Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas
Tadulako.
1. Pembuatan sediaan nanopartikel metformin ini menggunakan metode
gelasi ionic. Pembuatan nanopartikel metformin dilakukan dengan
menimbang 1 gram metformin, kemudian dilarutkan dalam 35 ml etanol
p.a dan dicampur dengan 15 ml aquades dalam gelas beker 1000 ml
kemudian ditambahkan 100 ml larutan kitosan 0,08% dalam larutan asam
asetat glasial 1% sambil disertai pengadukan pada kecepatan yang stabil
selama 2 jam. Ditambahkan 350 ml NaTPP 0,01% secara bertahap. Setelah
bahan tercampur, dilakukan pengadukan dengan magnetic stirrer selama
kurang lebih 2 jam dengan kecepatan yang stabil. Koloid nanopartikel
kitosan dan NaTPP metformin kemudian dipisahkan dengan cara
sentrifugasi. Padatan nanopartikel metformin dimasukkan dalam freezer
dengan suhu -40C selama 2 hari, kemudian penyimpanan dilanjutkan
dalam lemari es dengan suhu 3oC sampai menjadi padatan kering
(Kurniasari dan Atun, 2017).
2. Populasi dalam penelitian ini yaitu tikus wistar jantan, usia 8 minggu, BB
250-350 gram. Tikus dilakukan adaptasi selama 7 hari dalam kendang
individual berbahan plastik dengan penutup anyaman kawat. Kandang
diletakkan pada suhu ruang 20-25°C dengan ventilasi cukup, pencahayaan
12 jam gelap dan 12 jam terang. Selama masa adaptasi hewan coba diberi
pakan standar dan minum air ad libitum. Pembuatan model dengan
menggunakan streptozotocin dosis 40mg/KgBB secara intraperitoneal dan
diukur pada hari ke-7 setelah induksi. Tikus dipilih kemudian disusun
berdasarkan kelompok perlakuan K1, K2, K3 dan K4.
3. Membuat hewan model DM
a. Tikus dipuasakan selama 1 malam sebelum induksi diabetes.
b. Larutan STZ.

21
Sebanyak 40 mg STZ dilarutkan dalam 10 ml buffer citrate 100
mmol/L pH 4,5. Dosis STZ untuk tikus adalah 40 mg/kgBB. Setiap 20
gram BB tikus mendapatkan 0,2 mL larutan STZ yang disuntikan
secara intraperitoneal. Evaluasi kadar GDP dilakukan pada hari ke-7
pasca induksi STZ.
c. Tikus model ini dikatakan berhasil bila mengalami hiperglikemia
dengan kadar GDP ≥ 126 mg/dL.
4. Perawatan tikus dilaksanakan selama 42 hari, dengan dilakukan
penimbangan berat badan (BB), pemeriksaan kadar GDP dan pemberian
terapi sediaan konvensional metformin dan sediaan nano metformin.
 Tikus ditimbang berat badannya dengan timbangan digital, Prosedur
pengambilan darah pada tikus dilakukan sebagai berikut:
a. Tikus dipuasakan semalam (16-18 jam)
b. Ekor dibasahi dengan alkohol 70% sebagai antiseptik.
c. Pengambilan darah melalui vena pada ekor tikus.
d. Kemudian darah di cek pada glukometer.
 Pemberian terapi sediaan konvensional metformin dan sediaan nano
metformin dilakukan secara oral menggunakan sonde.
5. Terminasi hewan coba
Tikus ditimbang terlebih dahulu dan diterminasi untuk dinekropsi
dianastesi dengan 0,03 ml ketamin-HCL dalam 1 ml saline, disuntikkan
intramuskular pada paha kiri. Buka bagian abdomen hingga ke bagian
thoraks, kemudian nekropsi jaringan pankreas. Pankreas selanjutnya di
potong dan dicuci dengan NaCl 0,9%. Selanjutnya jaringan direndam ke
dalam wadah yang berisi larutan fiksatif paraformaldehid 4% dan diberi
label. Dibiarkan selama 1 malam. Karkas yang telah di nekropsi dibungkus
rapat dengan plastik berwarna hitam untuk selanjutnya di kubur.
6. Pembuatan blok parafin
Hasil nekropsi yang telah diinkubasi didehidrasi dalam alkohol bertingkat
70%, 80%, 90%, 95% dan alkohol absolut bertingkat masing-masing
selama 3×5 menit. Setelah dehidrasi dilakukan proses clearing dimulai
dengan memasukkan jaringan ke larutan alkohol absolut: toluene (1:1)

22
selama 5 menit, jaringan dipindah ke dalam toluene murni sampai tampak
transparan (± 5 menit), selanjutnya jaringan dimasukkan ke dalam larutan
toluene parafin jenuh selama 3 jam. Setelah itu, dilakukan proses
embedding infiltasi, jaringan dipindahkan ke dalam larutan parafin I, II, III
dan IV masing-masing selama 5 menit. Tempatkan jaringan pada kaset
parafin yang sesuai, selanjutnya dituangkan parafin cair, diberi label dan
biarkan selama 1 malam.
7. Pemotongan sampel
Pemotongan blok parafin menggunakan mikrotom leica RM 2235 diambil
3 potongan dengan ketebalan 4 μm secara serial dengan jarak irisan 1004
μm. Potongan sampel kemudian diletakkan di atas gelas obyek dengan
diberi perekat. Gelas obyek diletakkan pada hot plate agar menjadi kering
dan potongan sampel menempel, kemudian dilakukan pewarnaan
8. Pewarnaan HE (hematoksilin eosin)
Tahapan sebelum pewarnaan adalah deparanisasi. Slide yang akan
diwarnai ditaruh di dalam staining jar kemudian dimasukkan ke dalam
larutan secara berturut-turut yaitu xylol I, xylol II, masing-masing selama
10 menit, alkohol 100 % I, alkohol 100 % II selama 5 menit, alkohol 95 %,
90%, 80%, 70% masing-masing 1 menit. Cuci denga aquades sebanyak 3
kali dan bersihkan sekeliling jaringan dari sisa parafin. Kemudian jaringan
diwarnai dengan hematoksilin selama 4 menit, slide dibilas dengan
aquades 3 kali. Slide jaringan di masukkan ke dalam acid alkohol selama
10 detik kemudian di cuci dengan air mengalir selama 4 ment. Kemudian
jaringan direndam dalam aquades, cek terlebih dahulu jaringan di bawah
mikroskop, apabila warna yang di berikan hematoksilin belum cukup
untuk mewarnai nucleus, maka ulangi pewarnaan dengan eosin pewarnaan
jaringan dengan eosin 1% selama 2 menit kemudian dibilas 2 kali dengan
aquades, cek terlebih dahulu di bawah mikroskop, pewarnaan eosin sudah
cukup untuk mewarnai sitoplasma atau belum. Setelah itu slide dehidrasi
dengan cara menempatkan slide pada staining jar yang berisi larutan
secara berturut-turut alkohol 70%, 80%, 90%,95%, alkohol absolut masing

23
selama ± 10 detik, xylol I, xylol II, xylol III masing-masing 5 menit.
Setelah itu di mounting dengan DPX.
9. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskopik cahaya
Olympus CX22 perbesaran obyektif 100× dan numerical aperture (NA):
1,25 dan menggunakan perangkat lunak optilab. Pengamatan mikroskopis
melibatkan 2 orang pengamat.

G. Analisis Data
Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan kemudian
diolah dengan menggunakan program SPSS for windows. Uji normalitas data
menggunakan Shapiro Wilk, uji ini digunakan dalam penelitian ini karena
memiliki sampel penelitian dengan jumlah <50. Apabila data terdistribusi normal,
dilanjutkan analisis parametrik menggunakan uji One Way Anova, uji ini
digunakan pada hipotesis komparatif dan tidak berpasangan, uji One Way Anova
berguna untuk menguji perbedaan rata-rata data lebih dari dua kelompok, uji One
Way Anova ini digunakan saat data masing-masing kelompok terdistribusi normal,
dan uji lanjut Tukey, uji ini digunakan untuk analisis data penelitian yang
dilakukan dengan cara membandingkan data antara kelompok sampel yang jumlah
dan perlakuannya sama, uji ini digunakan jika terjadi perbedaan yang signifikan
pada uji One Way Anova.
Apabila data tidak terdistribusi normal dilakukan analisis nonparametrik
Kruskal Wallis, uji ini digunakan pada hipotesis komparatif dengan skala
kategorik yaitu ordinal dan tidak berpasangan, dan uji lanjut Mann Whitney, uji ini
digunakan pada hipotesis komparatif dan menggunakan skala kategorik yaitu
ordinal, uji ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata
antara kelompok sampel yang tidak berpasangan. Uji ini digunakan jika terjadi
perbedaan yang signifikan pada uji Kruskal Wallis. Untuk semua tes nilai yang
dianggap signifikan yaitu p<0,05.

H. Etika Penelitian
Perlakuan hewan percobaan yang digunakan untuk penelitian kesehatan bagi
manusia kebanyakan akan mengalami berbagai hal yang tidak menyenangkan bagi

24
hewan tersebut. Maka, diterapkan prinsip-prinsip perlakuan hewan percobaan
sesuai dengan prinsip dasar pertimbangan etik penelitian kesehatan yang
memanfaatkan hewan percobaan, yaitu:
1. Replacement atau mengganti hewan percobaan dengan alternatif lain.
Pada penelitian ini dibutuhkan suatu model untuk melihat perbaikan
insula pankreatika maka hewan percobaan tikus tidak dapat diganti
dengan alternatif lain.
2. Reduction atau model alternatif agar dapat mengurangi jumlah hewan
percobaan yang digunakan. Pada penelitian ini penentuan jumlah hewan
coba menggunakan metode persamaan sumber daya (Charan dan
Kantharia, 2013) sehingga total sampel yaitu 16 ekor tikus yang akan
dibagi menjadi 4 ekor tikus perkelompok.
3. Refinement atau meminimalisasi/menghindari “penderitaan” dari rasa
nyeri maupun stres. Pada penelitian ini tikus sebelum digunakan sebagai
hewan percobaan, semua tikus dipelihara terlebih dahulu selama 7 hari
untuk penyesuaian lingkungan agar tidak stres dan merasa nyaman,
mengontrol kesehatan dan berat badan serta menyeragamkan
makanannya. Kandang tempat tikus dipelihara cukup luas dan
dibersihkan dari kotoran serta dijaga kekeringannya setiap hari. Sebelum
melakukan tindakan invasif dan pembedahan, tikus dianestesi terlebih
dahulu.

25
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini telah memperoleh izin dari Komisi Etik Penelitian Kedokteran
dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako berdasarkan Surat
Keterangan Kelayakan Etik dengan nomor: 6507/UN 28.1.30/KL/2020.

1. Karakteristik Umum Hewan Model


Sampel pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar
berusia 8 minggu dengan berat badan 250-350 gram dalam keadaan sehat,
aktivitas dan tingkah laku normal. Perawatan dilakukan dengan
menempatkan hewan coba pada suhu ruang, dengan pencahayaan 12 jam
terang dan 12 jam gelap. Hewan coba diberikan pakan standar, dan minum
air peroral. Pada penelitian ini digunakan 16 ekor tikus, dari jumlah
tersebut hanya terdapat 13 ekor tikus yang memenuhi kriteria inklusi dan
dapat dianalisis. Tikus yang tidak dianalisis berjumlah 3 ekor, 2 ekor mati
selama proses perawatan dan 1 ekor tidak mengalami hiperglikemia pada
hari ke-7 pasca induksi STZ. Tikus yang telah diinduksi STZ dan
mengalami hiperglikemia memiliki beberapa ciri fisik seperti: bulu
berwarna kusam, kusut, tidak mengkilap dan tikus kurang aktif bergerak.
Berdasarkan pengamatan selama perawatan, botol air minum pada tikus
hiperglikemia tampak lebih cepat habis, artinya terjadi peningkatan
konsumsi air minum (polidipsi). Alas kandang tikus tampak selalu basah,
sehingga harus dibersihkan setiap hari, hal ini menandakan tikus
mengalami poliuria.

2. Berat badan dan kadar GDP Tikus Model Diabetes


Data yang ditampilkan disini merupakan data pada kelompok tikus
yang dirawat sampai hari ke-28 pasca hiperglikemia yang terbagi dalam 4
kelompok perlakuan. Data BB dapat dilihat pada tabel 4.1 dan gambar 4.1.

26
Tabel 4.1. Tabel rerata berat badan tikus perkelompok perlakuan
Kelompok H-7 H0 H+7 H+14 H+21 H+28 nilai p

K1 331.5 ± 37,72 326.5 ± 40,9 334 ± 35,92 335 ± 38,31 324.25 ± 24,62 336.5 ± 32,8 0,0001
278.75 ±
K2 306.75 ± 23,51 281.25 ± 16,01 278 ± 27,87 38,19 262 ± 45,81 272.25 ± 56,01

K3 294 ± 43,64 264.67 ± 30,08 294.5 ± 6,36 298.5 ± 12,02 287.5 ± 19,09 305 ± 15,55

K4 299.25 ± 16,86 276 ± 16,25 286.67 ± 13,43 292 ± 4 283 ± 7,54 283± 7,54  
Keterangan:
K1: Kelompok kontrol tikus normal; K2: Kelompok tikus model diabetes; K3:
Kelompok tikus model diabetes dengan terapi metformin; K4: Kelompok tikus
model diabetes dengan terapi sediaan nanometformin.
H-7: Pre Induksi STZ; H0: hari diagnosis diabetes; H+7: 7 hari pasca diabetes;
H+14: 14 hari pasca diabetes; H+21: 21 hari pasca diabetes; H+28: 28 hari pasca
diabetes.

360 p=0.0001
K1
340
Berat Badan (gram)

K2
320 K3
300 K4

280

260

240
1 2 3 4 5 6
Waktu Pengukuran

Gambar 4.1. Grafik rerata berat badan tikus perkelompok perlakuan.


Keterangan: K1: Kelompok kontrol tikus normal; K2: Kelompok tikus
model diabetes; K3: Kelompok tikus model diabetes dengan terapi
metformin; K4: Kelompok tikus model diabetes dengan terapi sediaan
nanometformin. 1: Pre Induksi STZ; 2: hari diagnosis diabetes; 3: 7 hari
pasca diabetes; 4: 14 hari pasca diabetes; 5: 21 hari pasca diabetes; 6: 28
hari pasca diabetes.

Rerata BB tikus pada awal penelitian H-7 (sebelum induksi STZ)


didapatkan nilai berat badan berkisar antara 294 ± 43,64 sampai 331.5 ±
37,72 gram pada kelompok perlakuan K1 BB tikus cenderung naik dari
awal hingga akhir penelitian pada H+28. Pada kelompok K2, K3 dan K4
yang diinduksi STZ terdapat adanya penurunan berat badan pada H0 saat
terdiagnosis DM. Pada K2 didapatkan turun menjadi 281.25 ± 16,01 gram,
K3 turun menjadi 264.67 ± 30,08 gram dan K4 turun menjadi 276 ± 16,25.

27
Pada kelompok K2 yang merupakan tikus model diabetes BB terus
menurun hingga akhir penelitian pada H+28 didapatkan rerata 272.25 ±
56,01 gram. Kelompok K3 dan K4 yang merupakan tikus diabetes dan
mendapat terapi metformin, memiliki rerata berat badan yang cenderung
stabil sampai akhir penelitian. Rerata BB H+28 pada K3 didapatkan 305 ±
15,55 gram dan K4 didapatkan 283 ± 7,54 gram. Rerata BB pada seluruh
kelompok dilakukan uji normalitas dengan Saphiro Wilk dan didapatkan
data terdistribusi normal. Setelah dilakukan uji One Way Anova,
didapatkan perubahan rerata BB yang bermakna pada setiap kelompok
pada setiap waktu pengukuran (p=0,0001).
Data pengukuran kadar GDP pada seluruh kelompok perlakuan
dapat dilihat pada tabel 4.2 dan gambar 4.2.

Tabel 4.2. Tabel rerata kadar GDP tikus perkelompok perlakuan


Kelompok H-7 H0 H+7 H+14 H+21 H+28 nilai P

K1 90.5 ± 12,79 105.5 ± 29,56 112.25 ± 13, 15 112 ± 25,77 78.5 ± 12,15 116.25 ± 25,61 0,0597

K2 89 ± 12,7 273 ± 176,11 232.5 ± 192,48 224.75 ± 124,53 313.25 ± 234,98 184.75 ± 76,02

K3 82.75 ± 6,7 202.33 ± 48,19 134.5 ± 9,19 162 ± 82,02 99.5 ± 6,36 122 ± 11,31

K4 84.5 ± 12,87 239 ± 190,6 80.33 ± 8,5 123 ± 25,51 94.33 ± 13,05 79 ± 15,39
Keterangan:
K1: Kelompok kontrol tikus normal; K2: Kelompok tikus model diabetes; K3:
Kelompok tikus model diabetes dengan terapi metformin; K4: Kelompok tikus
model diabetes dengan terapi sediaan nanometformin.
H-7: Pre Induksi STZ; H0: hari diagnosis diabetes; H+7: 7 hari pasca diabetes;
H+14: 14 hari pasca diabetes; H+21: 21 hari pasca diabetes; H+28: 28 hari pasca
diabetes.

28
400 p=0,0597
K1

Glukosa Darah Puasa (mg/dL)


K2
300
K3
200 K4

100

0
1 2 3 4 5 6
Waktu Pengukuran

Gambar 4.2. Grafik rerata kadar GDP tikus perkelompok perlakuan.


Keterangan: K1: Kelompok kontrol tikus normal; K2: Kelompok tikus
model diabetes; K3: Kelompok tikus model diabetes dengan terapi
metformin; K4: Kelompok tikus model diabetes dengan terapi sediaan
nanometformin. 1: Pre Induksi STZ; 2: hari diagnosis diabetes; 3: 7 hari
pasca diabetes; 4: 14 hari pasca diabetes; 5: 21 hari pasca diabetes; 6: 28
hari pasca diabetes.
Pemeriksaan kadar GDP pada awal penelitian H-7 (sebelum di
induksi STZ) didapatkan rerata kadar GDP berkisar antara 82.75 ± 6,7
sampai 90.5 ± 12,79 mg/dL pada kelompok K1. Untuk kelompok K2, K3
dan K4 yang diinduksi STZ terdapat adanya peningkatan kadar GDP dari
keadaan normal (nilai rujukan = ≤ 126 mg/dL) pada 7 hari pasca induksi
STZ (H0). Rerata kadar GDP pada kelompok K1 didapatkan kadar GDP
105.5 ± 29,56 mg/dL, K2 didapatkan 273 ± 176,11 mg/dL, K3 didapatkan
202.33 ± 48,19 mg/dL dan K4 didapatkan 239 ± 190,6 mg/dL. Pada
kelompok K1 rerata kadar GDP tampak stabil dalam keadaan normal pada
setiap waktu pengukuran dan pada H+28 didapatkan 116.25 ± 25,61
mg/dL. Pada kelompok K2 tikus model DM didapatkan rerata kadar GDP
terus berada di atas nilai normal, pada H+28 didapatkan kadar GDP adalah
184.75 ± 76,02 mg/dL. Untuk kelompok K3 dan K4 menunjukkan adanya
penurunan rerata kadar GDP mulai pada H+7. Kelompok K3 dan K4
menunjukkan perbedaan pada penurunan rerata kadar GDP. Pada
kelompok K3 yang diberikan terapi metformin dosis 100mg/KgBB,
penurunan berlangsung secara perlahan dan baru mencapai nilai normal

29
setelah H+21 yaitu kadar GDP 99.5 ± 6,36 mg/dL dan pada H+28
didapatkan kadar GDP 122 ± 11,31 mg/dL. Pada kelompok K4 yang
diberikan terapi metformin sediaan nano dosis 100mg/KgBB, pada H+7
sudah terdapat penurunan kadar GDP dan cenderung stabil sampai pada
H+28 dengan rerata 79 ± 15,39 mg/dL. Rerata kadar GDP pada seluruh
kelompok kemudian dilakukan uji normalitas dengan Saphiro Wilk dan
didapatkan data tidak terdistribusi normal, sehingga dilakukan uji statistik
Kruskal Wallis. Setelah dilakukan uji Kruskal Wallis, didapatkan
perbedaan rerata kadar GDP yang tidak bermakna pada setiap kelompok
pada setiap waktu pengukuran (p=0,0597).

3. Gambaran Histologi Insula Pankreatika


Penelitian ini menganalisis hasil pemeriksaan histopatologis
pankreas pada insula pankreatika model tikus diabetes dengan terapi
sediaan metformin-HCL dan sediaan nanopartikel metformin
menggunakan pewarnaan HE. Hasil pemeriksaan yang didapatkan pada
pankreas secara umum menunjukkan struktur insula pankreatika sebagai
kelenjar endokrin, pada pewarnaan HE terpulas lebih pucat dibandingkan
dengan sel-sel asinar sebagai kelenjar eksokrin. Sitoplasma sel-sel asinar
maupun sel-sel pada insula pankreatika tampak berwarna merah muda
sedangkan inti sel tampak ungu. Gambaran histopatologis insula
pankreatika pada seluruh kelompok dapat dilihat pada gambar 4.3.

30
Gambar 4.3. Gambaran histopatologis insula pankreatika model tikus
Diabetes dengan pewarnaan HE. Perbesaran 400 kali dan skala 100 μm.
Keterangan : (A) Kelompok K1, (B) Kelompok K2, (C) Kelompok K3,
(D) Kelompok K4. Panah merah menunjukkan sel radang, panah hijau
menunjukkan sel nekrosis, panah biru menunjukkan piknosis, panah
kuning menunjukkan sel degenerasi, panah putih menunjukkan sel
kerioreksis, panah hitam menunjukkan edema.

Gambar 4.3 menunjukkan, pada kelompok kontrol normal (K1)


struktur insula pankreatika tampak normal (berbentuk membulat atau
oval) yang ditandai dengan bentuk sel yang cenderung bulat, sitoplasma
terpulas merah muda dan nukleus terpulas ungu, sel-sel tersebut tersusun
padat dan berbatas jelas. Pada kelompok K1, ditemukan adanya sel
piknotik, dan beberapa sel radang, akan tetapi jumlahnya sangat sedikit.
Kelompok K2 sebagai kontrol negatif memperlihatkan pankreas dengan
jumlah insula pankreatika yang lebih sedikit dibandingkan K1. Bentuk
insula pankreatika pada K2 juga terlihat tidak beraturan (poligonal) tidak
membulat, tampak sel-sel normal masih banyak ditemukan. Sel-sel pada
struktur insula pankreatika juga tampak mengalami degenerasi dan
nekrosis serta adanya sel-sel piknosis (inti sel memadat dan terpulas
sangat gelap) maupun karioreksis (sel menghilang atau mengalami
fragmentasi). Terdapat sel radang cukup banyak dijumpai baik di dalam

31
insula pankreatika maupun disekitar sel-sel asinar. Beberapa lapangan
pandang memperlihatkan adanya edema yang ditandai dengan adanya
rongga-rongga kosong pada struktur insula pankreatika. Luas kerusakan
yang ditemukan bervariasi pada setiap lapangan pandang. Pada kelompok
K3 yang diterapi dengan metformin 100mg/KgBB dan K4 yang diterapi
dengan sediaan nanopartikel metformin 100mg/KgBB menunjukkan
insula pankreatika lebih baik dari K2. Kondisi insula pankreatika pada
kedua kelompok ini menunjukkan bentuk yang bulat atau oval, teratur,
dan bentuk sel-sel yang normal walaupun masih ditemukan sel radang
dan sel yang piknosis dibeberapa lapangan pandang.
Secara kualitatif dilakukan penghitungan gambaran kerusakan
insula pankreatika berdasarkan gambaran histopatologis menggunakan
sistem skoring. Hasil skoring dapat dilihat pada gambar 4.4.

3 p= 0,0005
Skor Kerusakan

0
K1 K2 K3 K4
Kelompok Perlakuan

Gambar 4.4. Diagram batang nilai rerata skor histopatologi insula


pankreatika. Uji Kruskal Wallis p=0,0005. Uji post hoc Mann Whitney:
K1 dengan K2 (p=0,02), K1 dengan K3 (p=0,06), K1 dengan K4
(p=0,195), K2 dengan K3 (p=0,064), K2 dengan K4 (p=0,034), K3
dengan K4 (p=0,139). =p<0,05 dengan K2.

Gambar 4.4. memperlihatkan rerata skoring kerusakan


histopatologi insula pankreatika. Pada gambar tersebut tampak
kelompok K1 menunjukkan skoring 0,2 ± 0,16, sebagai kelompok yang
paling baik. Kelompok K2 menunjukkan skoring kerusakan 2 ± 0,43.

32
Pada K3 dan K4 menunjukkan skoring yang lebih baik dari K2, pada
K3 didapatkan 0,9 ± 0,14 dan K4 0,47 ± 0,30. Data dianalisis secara
statistik menggunakan Kruskal Wallis dan didapatkan nilai p 0,0005.
Hal ini menunjukkan bahwa rerata skoring kerusakan histopatologi
insula pankreatika berbeda bermakna.
Pada uji post hoc menggunakan Mann whitney antara kelompok
K1 dengan K2 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
(p=0,02), K1 dengan K3 menunjukkan hasil yang tidak berbeda
signifikan (p=0,06), K1 dengan K4 menunjukkan hasil yang tidak
berbeda signifikan (p=0,195), K2 dengan K3 menunjukkan hasil yang
tidak signifikan (p=0,064), K2 dengan K4 menunjukkan hasil yang
berbeda signifikan (p=0,034), K3 dengan K4 menunjukkan hasil yang
tidak berbeda signifikan (p=0,139).

B. Pembahasan
Pembuatan tikus model DM pada penelitian ini adalah menggunakaan agen
diabetogenik yaitu Streptozotocin (STZ) yang bekerja dengan metode membentuk
radikal bebas sangat reaktif yang bisa memicu kerusakan pada membran sel,
protein, serta deoxyribonucleic acid (DNA), sehingga menimbulkan hambatan
eksresi insulin oleh sel β insula pankreatika. Streptozotocin memasuki sel β
pankreas lewat glucose transporter 2 (GLUT 2) serta menimbulkan alkilasi pada
DNA. Radikal bebas yang dihasilkan oleh STZ akan menghambat siklus krebs
yang akan menimbulkan penurunan produksi adenosine triphosphate (ATP) oleh
mitokondria (Saputra et al., 2018).
Pada data rerata berat badan kelompok tikus sehat (K1) terdapat rerata berat
badan yang cenderung naik. Pada kelompok tikus DM (K2) terdapat penurunan
berat badan pada H+7 setelah terdiagnosa DM hingga akhir penelitian pada H+28,
penurunan berat badan pada kondisi diabetes disebabkan karena ketidakmampuan
sel untuk menggunakan glukosa sebagai sumber energi karena kekurangan insulin
ataupun resistensi insulin yang akan menyebabkan pemecahan simpanan lemak
sebagai pengganti sumber energi (McPhee dan Ganong, 2015). Pada kelompok
terapi metformin (K3) dan nanometformin (K4), memiliki rerata berat badan yang
cenderung stabil dan tidak berbeda jauh (tabel 4.1). Hal ini dikarenakan

33
pemberian terapi metformin dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa darah
tanpa menyebabkan peningkatan berat badan melalui penurunan nafsu makan dan
mengurangi penyimpanan lemak pada jaringan (Putra et al., 2017; Refdanita dan
Maisarah, 2017). Metformin hanya dapat menurunkan berat badan sebesar 2,60%.
Hasil ini di bawah dari batasan yang ditetapkan oleh United State Food Drugs
Administration (US FDA) yang membatasi efikasi penurunan berat badan di atas
5% pada suatu terapi anti obesitas setelah digunakan selama 12 minggu (Abrori et
al., 2017). Maksudnya apa ini? apay g mau dijelaskan? Bagaimana hubungannya
dengan kalimat sebelumnya?
Hasil pengukuran kadar GDP yang dilakukan secara berkala menunjukkan
bahwa induksi STZ pada tikus menyebabkan peningkatan kadar GDP (Gambar
4.2). Rerata hasil kadar GDP pada kelompok tikus sehat (K1) menunjukkan hasil
yang normal (nilai rujukan = ≤ 126 mg/dL) pada setiap waktu pengukuran. Pada
kelompok tikus diabetes (K2) menunjukkan rerata kadar GDP diatas normal pada
H0 hari terdiagnosa diabetes hingga H+28 pada akhir penelitian. Hal ini
dikarenakan efek dari STZ yang langsung merusak sel β insula pankreatika yang
akan menyebabkan kenaikan glukosa darah (Saputra et al., 2018).
Pada kelompok pemberian terapi metformin (K3) dan nanometformin (K4)
mampu mempengaruhi kadar GDP pada model tikus diabetes. Pada kelompok
tikus model diabetes yang diberi terapi metformin (K3) 100 mg/kgBB mengalami
penurunan rerata kadar GDP dalam batas normal pada H+21 pasca terapi
metformin hingga H+28 pada akhir penelitian. Pada kelompok tikus model
diabetes yang diberi terapi nanometformin (K4) 100 mg/kgBB mengalami
penurunan rerata kadar GDP dalam batas normal mulai dari H+7 pasca diberikan
terapi nanometformin hingga H+28 pada akhir penelitain. Meskipun hasil
penelitian menunjukkan metformin dapat menurunkan kadar GDP pada model
tikus diabetes, namun kadar GDP belum dapat mencapai nilai normal pada H+7
dan H+14 pasca terapi metformin.
Kondisi hiperglikemik pada tikus diabetes yang diberikan terapi
nanometformin terdapat penurunan glukosa darah hingga 60,69%, dibandingkan
dengan terapi metformin sediaan konvensional yaitu 41,75%. Terapi
nanometformin meningkatkan regenerasi sel β insula pankreatika sehingga

34
meningkatkan sekresi insulin dan meningkatkan transpor glukosa dari aliran darah
ke jaringan perifer pada tikus diabetes hal tersebut mengakibatkan penurunan
kadar glukosa darah (Chinnaiyan et al., 2018).
Nanometformin juga lebih efektif dalam mengurangi produksi glukosa dari
sel-sel hepar (glukoneogenesis), mengurangi resistensi insulin, dan mengaktifkan
penyerapan glukosa darah perifer melalui aktivasi dari Adenosine monophosphate
activated protein kinase (AMPK). Aktivasi AMPK akan menghambat
glukoneogenesis melalui aksi yang menargetkan?? pada protein utama yang
terlibat dalam glukoneogenesis yaitu protein CREBregulated transcription
coactivator 2 (CRTC2) yang memiliki peran utama dalam mengatur ekspresi
enzim glukoneogenesis. Terapi nanometformin juga dapat berdampak pada
metabolisme glukosa dengan meningkatkan sekresi glucagon-like polipeptide 1
(GLP-1) yang akan meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan sekresi
glukagon (Janic et al., 2017; Rena et al., 2017).
Terapi nanometformin memiliki bioavailabilitas yang tinggi sehingga lebih
meningkatkan aktivitas reseptor insulin dan substratnya, yang meningkatkan
penyerapan glukosa di sel hati serta bekerja secara tidak langsung melalui
peningkatan pembentukan adenosine monophosphate (AMP) yang mengikat
langsung ke enzim adenylate cyclase dan menghambat fungsinya.  Panjang
sekali kalimatnya. Nanometformin juga menghambat pembentukan cyclic adenin
monophosphate (cAMP) yang dimediasi glukagon, yang akan menghambat
glikogenolisis. Nanometformin menghambat mitochondrial glycerophosphate
dehidrogenase (mGDP) yang akan mencegah gliserol masuk ke dalam proses
glukoneogenesis. Hal ini akan mengurangi konversi laktat menjadi piruvat dan
dengan demikian dapat mengurangi proses dari glukoneogenesis (Janic et al.,
2017; Juszczak et al., 2020). Metformin sediaan konvensional menunjukkan
penyerapan yang lambat dan tidak lengkap setelah pemberian oral.
Bioavailabilitas metformin dosis tunggal 500 mg adalah sekitar 50-60% dan
karena itu efek ditunjukkan lebih baik pada kelompok terapi nanometformin 
kalimat apa ini? perbaiki strukturnya! (Cetin dan Sahin, 2015).
Pada uji post hoc Mann Whitney rerata skor histopatologi insula pankreatika
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok K1 dengan K2

35
(p=0,02) dan antara kelompok K2 dengan K4 (p=0,034), hasil yang didapatkan
tidak signifikan pada kelompok K1 dengan K4 (p=0,195), kelompok K1 dengan
K3 (p=0,06), kelompok K3 dan K4 (p=0,139), dan kelompok K2 dengan K3
(p=0,064). Dari hasil uji ini, didapatkan bahwa kelompok tikus dengan terapi
nanometformin (K4) dan kelompok terapi metformin (K3) sama-sama
menunjukkan perbaikan histologi insula pankreatika mendekati kelompok tikus
normal (K1), pada kelompok dengan terapi nanometformin (K4) yang
menunjukkan perbaikan histologi insula pankreatika lebih baik dengan nilai rerata
skor histopatologi insula pankreatika yaitu 0,47 ± 0,30 yang mendekati nilai rerata
pada kelompok tikus sehat (K1) yaitu 0,2 ± 0,16 dibandingkan dengan kelompok
terapi metformin (K3) dengan nilai rerata skor histopatologi insula pankreatika
yaitu 0,9 ± 0,14.
Efektivitas obat tergantung pada level obat dalam mencapai organ targetnya.
Metformin diekskresikan dengan cepat dan tidak mencapai organ target.
Nanoteknologi dapat meningkatkan bioavailabilitas obat dengan cara mencegah
obat dari penyerapan sistem retikuloendotelial dan meningkatkan permeabilitas
obat melalui membran yang digunakan untuk pengiriman spesifik kepada organ
target (Mukhopadhyay dan Prosenjit, 2018). Nanopartikel kitosan yang
membungkus metformin mermiliki anti oksidan yang melindungi dari stres
oksidatif yang diinduksi oleh STZ pada sel β pankreas sehingga meningkatkan
regenerasi dari sel-sel pada insula pankreatika dan sebagai proteksi lebih baik
dibandingkan pada terapi metformin. Nanometformin memiliki biokompatibel,
biodegradabel, serta bioavailabilitas yang lebih efektif dan lebih efisien pada
organ yang ditargetkan daripada obat sediaan metformin konvensional dalam
pengobatan diabetes. Nanometformin memiliki efek terapeutik yang lebih ampuh
dan lebih aman dalam pengobatan diabetes dibandingkan dengan terapi sediaan
metformin konvensioanal (Chinnaiyan et al., 2018).
Formulasi nanometformin dapat lebih baik dalam memperbaiki histologi
insula pankreatika melalui penghambatan dari Nuclear Factor Kappa β cells (NF-
κβ) yang memiliki peran dalam apoptosis dari sel β pankreas yang akan
menurunkan apoptosis dari sel β pankreas  kau mau jelaskan apa? Kacau sekali
bahasamu. Perbaiki dulu ! (Chen et al., 2020). Reactive Oxygen Species (ROS)

36
diproduksi dalam rantai transfer elektron mitokondria dan menyebabkan produksi
ATP dari ATP sintase. Pada penyakit diabetes produksi oksidan ini meningkat.
Pemberian terapi nanometformin dapat menghentikan produksi radikal bebas
(kalau mau pakai oksidan ya seragamkan kalau mau pakai radikal bebas ya
seragamkan) dengan cara menghambat langsung dari complex I electron transfer
complex chain  apa ini??? saya tidak paham complex ini, apa artinya fungsi
dan bauta apa dia dalam penjelasan ini. Penghambatan dari complex I electron
transfer complex chain ini akan mengurangi produksi ATP dan meningkatkan
rasio ADP dan AMP, yang merupakan stimulan utama untuk aktivasi adenosine
monophosphate activated protein kinase (AMPK) sudah kau singkat di atas.
Aktivasi dari AMPK akan menginduksi sistem antioksidan endogen termasuk
seperti glutathione reductase (GSH), superoxide dismutase (SOD) dan catalase
(CAT) yang akan melindungi sel β pankreas dari oksidan yang terjadi pada
kondisi diabetes (Dehkordi et al., 2019; Rena et al., 2017).

37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Sediaan nanometformin lebih baik dalam menurunkan kadar GDP dalam
batas normal dibandingkan dengan sediaan metformin meskipun dengan
perbedaan yang tidak bermakna (p=0,0597).
2. Sediaan nanometformin efektif dalam memperbaiki histologi insula
pankreatika pada tikus model diabetes secara bermakna (p=0,034).
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa perbandingan efek terapi
nanometformin dan metformin-HCl pada gambaran histopatologi insula
pankreatika pada masa akut dan kronik.
2. Perlu dilakukan pengembangan penelitian berupa perbandingan dosis
terapi nanometformin terhadap perbaikan morfometri insula pankreatika.

38
DAFTAR PUSTAKA
Abdassah, M. 2015. Nanopartikel dengan ionik. Jurnal farmaka. 15(1): 45-52.

Abdulmalek, S.A dan Balbaa, M. 2019. Synergistic effect of nano-selenium and


metformin on type 2 diabetic rat model: Diabetic complications
alleviation through insulin sensitivity, oxidative mediators and
inflammatory markers. Plos one. 14(8): 1-28.
Abrori., Tiya, L., Rosalina, D. 2017. Efek Metformin Lepas Lambat dalam
Penurunan Berat Badan dan Jumlah Asupan Kalori pada Sukarelawan
Obesitas. Journal of Agromedicine and Medical Sciences. 3(1): 50-55.
Acton, A. 2012. Diabetes: new insight for the healthcare professional. Atlanta:
Scholarly Editions.

Alhalmi, A., Alzubaidi, N., Abdulmalik, W. 2018. Current advances in


nanotechnology for delivery of anti-diabetic drugs: a review. International
Journal of Pharmacognosy. 5(1): 1-7.

American Diabetes Association. 2014. Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus. Diabetes Care. 37 (Supplement 1): S81-90.

Ariningsih, E. 2016. Prospek penerapan teknologi nano dalam pertanian dan


pengolahan pangan di Indonesia. Jurnal forum penelitian agro ekonomi.
34(1): 1-20.

Baynest, H.W. 2015. Classification, pathophysiology, diagnosis and management


of diabetes mellitus. Journal of Diabetes and Metabolism. 6(15): 1-9.

Bilous, R dan Donelly, R. 2014. Buku pegangan diabetes. Jakarta: Bumi Medika.

Cetin, M dan Sahin, S. 2015. Microparticulate and nanoparticulate drug delivery


systems for metformin hydrochloride. Drug Deliv. 23(8): 2796–2805.

Charan, J dan Kantharia, N.D. 2013. How to Calculate Sample Size in Animal
Studies. J Pharmachol Pharmacother. 4(4): 303-306.
Chen, Y., Shan, X., Luo, C., He, Z. 2020. Emerging nanoparticulate drug delivery
systems of metformin. Journal of Pharmaceutical Investigation. 50: 219-
230.

Chinnaiyan, S.K., Karthikeyan, D., Gadela, V.R. 2018. Combined synergetic


potential of Metformin loaded Pectin-Chitosan Biohybrids nanoparticle for
NIDDM. Biological Macromolecules: 1-27.

Damjanov, I. 2012. Atlas of histopathology. London: Jaypee brothers medical


publishers.

39
Decroli, E. 2019. Diabetes melitus tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
Dehkordi, A.H., Abbaszadeh, A., Mir, S., Hasanvand, A. 2019. Metformin and
its anti-inflammatory and anti-oxidative effects; new concepts. J Renal Inj
Prev. 8(1): 54-61.
Djunaidi, C.S., Affandi, D.R., Praseptiangga, D. 2014. Efek hipoglikemik tepung
komposit (ubi jalar ungu, jagung kuning, dan kacang tunggak) pada tikus
diabetes induksi streptozotocin. Jurnal gizi klinik Indonesia. 10(3): 119-
126.

Djuwarno, E dan Abdulkadir, W. 2019. Penurunan kadar glukosa mencit akibat


pemberian kombinasi metrformin dan ekstrak bawang merah. Journal
Syifa Sciences and Clinical Research. 1(1): 8-13.

El-Badawy, R.E., Ibrahim, K.A., Hassan, N.S., El-Sayed, W.M. 2019. Pterocarpus
santalinus ameliorates streptozotocin-induced diabetes mellitus via anti-
inflammatory pathways and enhancement of insulin function. Iranian
Journal of Basic Medical Sciences. 22(8): 932-939.

El-Soud, N.H.A., El-Laithy, N.A., Mohamed, N.A., Youness, E.R., Wasseif,


M.E., Yassen, N.N., et al. 2016. Honey versus metformin: effects on
pancreatic beta-cells in streptozotocin induced diabetic rats. Der Pharma
Chemica. 8(16): 29-39.

Eroschenko, V.P. 2008. Difiore's atlas of histology with functional correlations.


Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.

Farid, M., Darwin, E., Sulastri, D. 2014. Pengaruh Hiperglikemia terhadap


Gambaran Histopatologis Pulau Langerhans Mencit. Jurnal kesehatan
andalas. 3(3): 420-428.

Gelin, L., Li, J., Corbin, K.L., Jahan, I., Nunemaker, C.S. 2018. Metformin
inhibits mouse islet insulin secretion and alters intracellular calcium in a
concentration-dependent and duration-dependent manner near the
circulating range. Journal of Diabetes Research: 1-10.

Gufron, M. 2013. Nanoenkapsulasi metformin dengan Nanokitosan sebagai obat


antidiabetes Tipe II (skripsi). Institut pertanian Bogor, Bogor.

Hendriyani, F., Prameswari, E.S., Suharto, A. 2018. Peran vitamin C, vitamin E


dan tumbuhan sebagai antioksidan untuk mengurangi penyakit Diabetes
Mellitus. Jurnal tunas-tunas riset kesehatan. 8(1): 2089-2096.

Husna, F., Suyatna, F.D., Arozal, W., Purwaningsih, E.H. 2019. Animal Model in
Diabetes Research. Pharmaceutical Sciences and Research. 6(3): 131-141.

International Diabetes Federation. 2019. IDF Diabetes Atlas. Brussels: IDF.

40
Irwan, I., Dewi, N.P., Mulyani, S., 2017. Uji efek ekstrak etanol daun kenikir
(cosmos caudatus kunthbab) terhadap gambaran histopatologi pankreas
tikus wistar (rattus norvegicus) diabetes hiperkolestrolemia.
Farmakologika jurnal farmasi. 14(2): 12-119.

Janic, M., Volcansek, S., Lunder, M., Janez, A. 2017. Metformin: from
mechanisms of action to advanced clinical use. Zdrav Vestn. 86: 138-157.
Juszczak, F., Caron, N., Anna V., Mathew., Decleves, A.E. 2020. Critical role for
AMPK in metabolic disease-induced chronic kidney disease. International
journal of molecular sains. 21: 1-23.
Katzung, B.G. 2012. Farmakologi dasar dan klinik. San Francisco: McGraw-Hill
Companies.

Kumar, S., Bhanjana, G., Verma, R.K., Dhingra, D., Dilbaghi, N., Kim, H.K.
2016. Metformin-loaded alginate nanoparticles as an effective antidiabetic
agent for controlled drug release. Journal of pharmacy and pharmacolog.
69(2): 1-8.

Kurniasari, D dan Atun, S. 2017. Pembuatan dan karakterisasi nanopartikel


ekstrak etanol temu kunci (boesenbergia pandurata) pada berbagai variasi
komposisi kitosan. J. Sains Dasar. 6 (1): 31-35.

Lankatillake, C., Huynh, T., Dias, D.A. 2019. Understanding glycaemic control
and current approaches for screening antidiabetic natural products from
evidence-based medicinal plants. Plants method. 15(105): 1-35.

Madihah., Alfina, F., Gani, Y.Y. 2016. Kadar glukosa darah dan gambaran
histologis pankreas mencit (mus musculus l.) yang diinduksi aloksan
setelah perlakuan ekstrak rimpang temu mangga (curcuma mangga val.).
Jurnal Biologi. 20(2): 64-68.

McPhee, S.J dan Ganong, W.F. 2015. Patofisiologi Penyakit. Jakarta: EGC.

Mescher, L.A. 2016. Atlas Histologi dasar junqueira. Jakarta: EGC.


Minamii, T., Nogami, M., Ogawa, W. 2018. Mechanisms of metformin action: In
and out of the gut. Journal of diabetes investigation. 9(4): 701-703.
Mukhopadhyay, A. dan Prosenjit, M. 2018. Application of nano-biotechnology
for improvement in therapeutic approaches for the treatment of diabetes.
Journal of Clinical and Molecular Endocrinology. 3(2): 1-9.

Nair, M dan Peate, I. 2015. Dasar-dasar patofisiologi terapan. Jakarta: Bumi


Medika.

41
Nambirajan, G., Karunanidhib, K., Ganesanb, A., Rajendranb, R., Kandasamyc,
R., Elangovana, A., et al. 2018. Evaluation of antidiabetic activity of bud
and flower of Avaram Senna (Cassia auriculata L.) In high fat diet and
streptozotocin induced diabetic rats. Journal of Biomedicine &
Pharmacotherapy. 4(2): 1495-1506.

Neto, E.M.R., Marques, L.A.R.V., Cunha, G.H.D., Pontes, A.V., Lobo, P.L.D.,
Nucci, G.D., et al. 2016. Bioavailability of different formulations of
metformin hydrochloride in healthy volunteers: a comparative study.
International Archives of Medicine. 9(300): 1-9.

Nugroho, A.E. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi Dan


Mekanisme Aksi Diabetogenik. Biodiversitas. 7(4): 378-382.

Nugroho, F.A., Ginting, R.M.S., Nurdiana. 2015. Kadar NF- Kβ Pankreas Tikus
Model Type 2 Diabetes Mellitus dengan Pemberian Tepung Susu Sapi.
Indonesian Journal of Human Nutrition. 2(2): 91-100.

Page, K.A dan Reisman, T. 2013. Interventions to Preserve Beta-Cell Function in


the Management and Prevention of Type 2 Diabetes. National institutes of
health. 13(2): 252–260.

Prameswari, M.O dan Widjanarko, S.B. 2014. The Effect of Water Extract of
Pandan Wangi Leaf to Decrease Blood Glucose Levels and Pancreas
Histopathology at Diabetes Mellitus Rats. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 2(2): 16-27.
Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI (INFODATIN). 2018. Hari
diabetes sedunia. Jakarta : Kemenkes.
Putra, S.J.R., Achmad, A., Rachma, H. 2017. Kejadian Efek Samping Potensial
Terapi Obat Anti Diabetes Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Algoritma
Naranjo. Pharmaceutical journal of Indonesia. 2(2): 45–50.

Rachmawati, L dan Surini, S. 2018. Formulasi dan karakteristik nanopartikel


sambungsilang Gom Xantan Gom Aksia untuk penghantaran insulin oral.
Journal pharmaceutical sciences and research. 5(3): 159-168.
Refdanita dan Maisarah. 2017. Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan Salah Satu Rumah Sakit di Jakarta
Selatan. Sainstech Farma. 10 (1): 1-7.
Rena, G., Hardie, D.G., Pearson, E.R. 2017. The mechanisms of action of
metformin. Diabetologia. 9(10): 1-9.
Riyadi, S dan Sukarmin. 2013. Gangguan eksokrin dan endokrin pada pankreas.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

42
Saputra, N.T., Suartha N., Dharmayudha, A.A.G.O. 2018. Agen diabetagonik
streptozotocin untuk membuat tikus putih jantan diabetes mellitus.
Buletin Veteriner Udayana. 10(2): 116-121.
Skyler, S.J., Bakris, G.L., Bonifacio, E., Darsow, T., Eckel, R,H., Groop, L., et al.
2017. Differentiation of diabetes by pathophysiology, natural history,
and prognosis. Perpectives in diabetes. 66(41): 241-245.
Soelistijo, S.A., Novida, H., Rudijanto, A., Soewondo, P., Suastika, K., Manaf, A.,
et al. 2015. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus
tipe 2 di indonesia 2015. Jakarta: PB perkeni.
Solehah, P.O., Tarusu, F.A., Tandi, J., Dewi, N.P., Lintin, G.B.R., Fitriana, Y., et
al. 2019. Ekstrak Etanol Daun Kacang Panjang (Vigna unguiculata (L.)
Walp): Kajian Morfometri Insula Pankreatika Model Tikus Diabetes.
Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy). 5(2): 183-188.

Song, R. 2016. Mechanism of metformin: a tale of two sites. Diabetes care. 39(2):
187-189.

Susanti, I. 2019. Review: pengaruh medium disolusi dan upaya peningkatan


permeabilitas metformin. Jurnal farmaka. 17(1): 97-106.

World Health Organization. 2019. Classification of diabetes mellitus. Geneva:


WHO.

Yanti, E.D., Dewi, N.W.S., Jawi, I.M. 2019. Kombinasi ekstrak sambiloto dengan
metformin lebih baik dalam memperbaiki sel beta pulau langerhans dari
pada metformin tunggal pada tikus diabetes. e-jurnal medika. 8(2): 1-5.

Young, F.W. 2011. The netter collection of medical illustrations: endocrine


system. Philadelphia: Elsevier Saunders.

43
Lampiran 1. Surat pernyataan komite etik

44
Lampiran 2. Data Berat Badan tikus perkelompok
Test for normal distribution
Anderson-Darling test
N too N too
A2* N too small small small N too small
P value
Passed normality test
(alpha=0.05)?
P value summary
D'Agostino & Pearson test
N too N too
K2 N too small small small N too small
P value
Passed normality test
(alpha=0.05)?
P value summary
Shapiro-Wilk test
W 0.9097 0.8890 0.8632 0.9675
P value 0.4345 0.3132 0.2005 0.8752
Passed normality test
(alpha=0.05)? Yes Yes Yes Yes
P value summary Ns ns Ns Ns
Kolmogorov-Smirnov test
KS distance 0.2092 0.2954 0.2601 0.1741
P value >0.1000 >0.1000 >0.1000 >0.1000
Passed normality test
(alpha=0.05)? Yes Yes Yes Yes
P value summary Ns ns Ns Ns
Number of values 6 6 6 6

Table Analyzed Data 7


Data sets analyzed A-D
ANOVA summary
F 25.54
P value <0.0001
P value summary ****
Significant diff. among means (P <
0.05)? Yes
R square 0.7930
Brown-Forsythe test
0.5054 (3,
F (DFn, DFd) 20)
P value 0.6829
P value summary Ns
Are SDs significantly different (P <
0.05)? No

45
Bartlett's test
Bartlett's statistic (corrected) 6.109
P value 0.1064
P value summary Ns
Are SDs significantly different (P <
0.05)? No

Lampiran 3. Data Kadar GDP tikus perkelompok


Test for normal distribution
Anderson-Darling test
N too N too
A2* N too small small small N too small
P value
Passed normality test
(alpha=0.05)?
P value summary
D'Agostino & Pearson test
N too N too
K2 N too small small small N too small
P value
Passed normality test
(alpha=0.05)?
P value summary
Shapiro-Wilk test
W 0.8682 0.9566 0.9676 0.6946
P value 0.2192 0.7929 0.8757 0.0054
Passed normality test
(alpha=0.05)? Yes Yes Yes No
P value summary Ns Ns Ns **
Kolmogorov-Smirnov test
KS distance 0.2467 0.1934 0.1618 0.3073
P value >0.1000 >0.1000 >0.1000 0.0796
Passed normality test
(alpha=0.05)? Yes Yes Yes Yes
P value summary Ns Ns Ns Ns
Number of values 6 6 6 6

Table Analyzed Data 8


Kruskal-Wallis test
P value 0.0597
Approxima
Exact or approximate P value? te
P value summary Ns
Do the medians vary signif. (P <
0.05)? No

46
Number of groups 4
Kruskal-Wallis statistic 7.420
Data summary
Number of treatments (columns) 4
Number of values (total) 24

Lampiran 4. Dokumentasi

47
Lampiran 5: Uji Kruskal Wallis nilai rerata skor histopatologi insula pankreatika

Rerata Standar
Sampel 1 2 3 4 5 Rerata
Kelompok deviasi
K1.1 0 0 0 0 0 0
K1.3 1 0 0 0 1 0.4
0.2 0.163299
K1.4 1 0 0 0 0 0.2
K1.5 0 0 0 0 1 0.2
K2.1 2 1 1 2 2 1.6
K2.3 1 1 3 2 3 2
2 0.432049
K2.4 2 3 3 3 2 2.6
K2.5 3 2 1 2 1 1.8
K3.1 1 2 1 1 0 1
0.9 0.141421
K3.2 1 1 1 0 1 0.8
K4.1 0 1 1 0 0 0.4
K4.3 1 1 1 1 0 0.8 0.466667 0.305505
K4.5 0 1 0 0 0 0.2

Kruskal-Wallis test
P value 0.0005
Exact or approximate P value? Exact
P value summary ***
Do the medians vary signif. (P <
0.05)? Yes
Number of groups 4
Kruskal-Wallis statistic 10.22
Data summary
Number of treatments (columns) 4
Number of values (total) 13

48
Lampiran 6: Uji post hoc Mann-Whitney rerata nilai skor histopatologi insula
pankreatika

K1 dengan K2
Test Statisticsa
K1
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 10,000
Z -2,323
Asymp. Sig. (2-tailed) ,020
Exact Sig. [2*(1-tailed,029b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Kel
b. Not corrected for ties.

K1 dengan K3
Test Statisticsa
K1
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 10,000
Z -1,879
Asymp. Sig. (2-tailed) ,060
Exact Sig. [2*(1-tailed,133b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Kel
b. Not corrected for ties.

K1 dengan K4
Test Statisticsa
K1
Mann-Whitney U 2,500

49
Wilcoxon W 12,500
Z -1,297
Asymp. Sig. (2-tailed) ,195
Exact Sig. [2*(1-tailed,229b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Kel
b. Not corrected for ties.

K2 dengan K3
Test Statisticsa
K1
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 3,000
Z -1,852
Asymp. Sig. (2-tailed) ,064
Exact Sig. [2*(1-tailed,133b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Kel
b. Not corrected for ties.

K2 dengan K4
Test Statisticsa
K1
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 6,000
Z -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034
Exact Sig. [2*(1-tailed,057b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Kel
b. Not corrected for ties.

K3 dengan K4
Test Statisticsa
K1
Mann-Whitney U ,500
Wilcoxon W 6,500
Z -1,481

50
Asymp. Sig. (2-tailed) ,139
Exact Sig. [2*(1-tailed,200b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Kel
b. Not corrected for ties.

CURRICULUM VITAE

IDENTITAS
Nama Lengkap : Ria Putri Suryani
Nama Panggilan : Riput, Puput
Tempat, tanggal lahir : Paguyaman, 20 maaret 1999
Agama : Islam
E-mail : rhia.suryhany@gmail.com
Alamat : Perumahan dosen blok B2 no 17
Fakultas/Prodi : Kedokteran/Pendidikan Dokter
Instansi : Universitas Tadulako
No. Hp : 081244290558

51
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Negeri 01 Taluditi (2005 – 2011)
2. SMP Negeri 01 Taluditi (2011 – 2014)
3. SMA Negeri 01 Marisa (2014 – 2017)
4. Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Tadulako
Palu (2017 – Sekarang)

52

Anda mungkin juga menyukai