Anda di halaman 1dari 14

Robbie

et al. MKH (2020). 97-110 97


DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

Protozoa Gastrointestinal: Helmintiasis dan Koksidiosis pada


Kucing Domestik
Gastrointestinal Protozoa: Helminthiasis and Coccidiosis Infection
in Domestic Cat
Muhammad Habibie Robbie1, Aidia Latifatul Fajeria1, Lutfiana Pratiwi1,
Ajeng Aeka2
1Sarjana
Kedokteran Hewan, Kandidat Dokter Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
2Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Brawijaya.
*email : hbbrobbie@gmail.com

ABSTRAK

Coccidiosis merupakan penyakit protozoa yang menyerang pada


gastrointestinal. Protozoa (coccidia) tersebut dalam protozoa luminal yang
menginvasi kedalam epitel dan enterosit intestinal. Gejala klinis yang tampak
berupa diare cair hingga berdarah, muntah, dehidrasi, anoreksia, berat badan
menurun hingga dalam kasus parah menyebabkan kematian. Diagnosa
didasarkan pada pemeriksaan fisik yang tampak dan teguhkan dengan
pemeriksaan feses dan pemeriksaan darah. Berdasarkan hasil pemeriksaan
feses, ditemukan adanya ookista un-sporulasi dan bersporulasi (2 sporozoit),
sedangkan pemeriksaan menunjukkan adanya limfositopenia dan anemia
tingkat rendah. Pengobatan yang diberikan berupa obat antibiotik dan
antiparasit (metronidazole), antidiare, dan obat cacing.

Kata kunci : Coccidiosis, gastrointestinal, kucing

ABSTRACT

Coccidiocis is a protozoan disease that attack the gastrointestinal tract.


Protozoan (Coccidia) are including in luminal protozoan family that can invade
the epithelium and intestinal eritrocytes. Clinical sign that appear like liquid
diarrhea to bleed, vomiting, dehydration, anorexia, weight loss until in severe
cases cause death. The diagnose was based on physical examination that
appeared and confirmed with faecal and blood test. Based on the results from
faecal test, we found the oocyst and unsporulated and sporulated (2 sporozoit),
whereas the blood test showed lymphocytopenia and low grade anemia.
Treatment was given with antibiotic and antiparasitic drugs (metronidazole),
antidiarrhea, and anthelmintic.

Keywords : Coccidiosis, gastrointestinal tract, cats.

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 98
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

PENDAHULUAN menyebabkan kematian. Menurut


Lukiswanto dan Yuniarti (2013),
Helmintiasis dan koksidiosis
infeksi protozoa pada saluran
merupakan dua penyakit yang dapat
pencernaan tidak selalu menunjukkan
menyerang gastrointestinal pada
gejala klinis, hanya pada infestasi yang
kucing. Helmintiasis disebabkan oleh
cukup berat akan menyebabkan diare,
cacing sedangkan koksidia
daya tahan tubuh menurun,
disebabkan oleh protozoa. Kedua
kehilangan nafsu makan, hingga
penyakit tersebut penting
adanya gangguan pertumbuhan pada
dikendalikan karena sifatnya yang
hewan muda Kitten memiliki resiko
dapat menurunkan fungsi
lebih rentan terhadap coccidiosis jenis
pencernaan, dan dalam waktu lama
berat (Pagati dkk, 2018)
akan terjadi secara sistemik, sehingga
dapat mempengaruhi fungsi tubuh Coccidia merupakan protozoa
lainnya. Penyakit yang disebabkan yang termasuk ke dalam filum
oleh parasit tersebut menunjukkan Apicomplexa dan kelas Conoidasida.
gejala yang hampir sama yakni diare, Parasit ini hidup diberbagai mamalia,
penurunan nafsu makan, lemah, burung, dan ikan. Penyakit yang
anoreksia, dan lainnya yang dapat disebabkannya disebut Coccidiosis
diteguhkan oleh pemeriksaan feses. (Azhary, 2015). Beberapa jenis
protozoa saluran pencernaan yang
Koksidia merupakan infeksi
menyerang kucing adalah genus
protozoa yakni jenis coccidia yang
Entamoeba, Balantidium, Toxoplasma,
menginvasi saluran intestinal pada
Isospora, Eimeria, Giardia, Trichomonas
anjing dan kucing. Jenis Coccidia yang
dan Cryptosporidium. Infeksi protozoa
menyerang anjing yakni Isospora canis
saluran pencernaan kucing sebanyak
sedangkan pada kucing yakni
31,3% dari 80 ekor kucing liar dan
Isospora felis. Hewan yang terinfeksi
peliharaan dan protozoa yang
coccidiosis akan menunjukkan gejala
ditemukan adalah Giardia felis,
klinis yakni seperti diare, muntah,
Cryptosporidium felis, Sarcocystis spp,
dehidrasi, inappetide, berat badan
Hammondia hamondi, Toxoplasma gondii
menurun dan pada kasusparah dapat

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 99
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

dan Isospora spp (Sucitrayani dkk., dari Afiyah (2015), menambahkan


2014 dalam Pagati A.L dkk., 2018). yang mendukung terjadinya kasus
infeksi protozoa juga akibat dari
Sejauh ini, mayoritas coccidia
manajemen pemeliharaan dari
memiliki karakteristik dengan
pemilik. Semakin hewan peliharaan
taksonomi terbagi menjadi empat
tersebut dilepas liarkan oleh pemilik
secara umum dan mengandung dua
maka kasus infeksi protozoa akan
keluarga yang meliputi Eimeriidae
semakin tinggi. Infeksi protoza
(Cyclospora, Eimeria, Isospora) dan
tersebut kebanyakan dapat
Cryptosporidiidae (Cryptosporidium)
menimbulkan gejala diare meskipun
(Samuel, et al, 2001). Coccidia dapat
terkadang asimptomatis (Afiyah,
menyebabkan berbagai penyakit
2015).
pada hewan tergantung genusnya,
misalnya pada kucing dapat Kucing “Cimol” ditemukan di
menyebabkan diare yang jika pasar tradisional dengan gejala diare
dibiarkan dapat menyebabkan cair, letargi, kurus, terdapat kotoran
kematian (Azhary, 2015). dan luka pada area anus. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui diagnosa
Menurut penelitian Bendryman
berdasarkan anamnesa, gejala klinis,
(2000) dan Pabundu (2007) dalam
dan pemeriksaan penunjang yang
Pagati (2018) melaporkan angka
telah dilakukan melalui pemeriksaan
prevalensi infeksi protozoa pada
sampel feses pada kucing cimol di
kucing liar dibeberapa wilayah
Rumah Sakit Hewan Pendidikan
sebesar 2,5% dari 40% ekor kucing
Universitas Brawijaya, Kota Malang.
dan protozoa yang ditemukan
Isospora felis, Isospora Rivalta dan
Toxoplasma gondii. Umur kucing
METODE PENELITIAN
berpengaruh terhadap prevalensi
infeksi protozoa saluran pencernaan 1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

pada kucing, kucing muda Pengambilan sampel feses


prevalensi infeksi tinggi dilaksanakan di Rumah Sakit Hewan
dibandingkan kucing tua. Penelitian Pendidikan Universitas Brawijaya

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 100
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

Kota Malang. Pemeriksaan sampel Brawijaya. Pemeriksaan sampel


feses Kucing “Cimol” dilaksanakan dilakukan dengan metode natif pada
di Laboratorium Rumah Sakit sampel feses segar setelah itu
Hewan Pendidikan, Fakultas dilakukan inkubasi selam 48 jam.. Data
Kedokteran Hewan, Universitas dinyatakan positif apabila pada
Brawijaya. Penelitian dilaksanakan pemeriksaan menemukan protozoa.
pada bulan Januari sampai Februari Berdasarkan anamnesa yang
2020. ditemukan yakni terdapat pembesaran
2. Prosedur Penelitian pada abdomen dan diare berbentuk
cair, maka dilakukan uji laboratorium
A. Pemeriksaan Feses
pada feses kucing dengan metode
Sampel feses hewan kucing natif sebagai salah satu langkah dalam
“Cimol” dikoleksi dari tempat dan peneguhan diagnosa. Sampel feses di
ditaruh pada wadah yang oleskan dengan cutton bud pada objek
sebelumnya telah disiapkan. Sampel gelas yang kemudian ditambahkan
diperoleh dengan mengambil dengan netral saline. Objek gelas
langsung feses segar dari tempat ditutup dengan cover gelas dan diamati
hewan defekasi kira-kira 5-10 gram dibawa mikroskop dengan perbesaran
dengan penambahan kalium 400x. Berdasarkan hasil pemeriksaan
bikarbonat 2,5% sebagai bahan feses dengan metode natif, ditemukan
pengawet kemudian dimasukkan ke adanya ookista non infektif dengan
dalam cawan petri. Cawan petri grade (+) pada setiap lapang pandang
diberi label yang mencantumkan (Gambar 2.1).
identitas kucing yang terdiri dari
nama hewan, umur hewan, jenis
kelamin hewan, jenis ras, konsistensi
feses kucing, serta tempat dan
tanggal pengambilan sampel.Sampel
diperiksa di Laboratorium Rumah
Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 101
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

Gambar 2.1 Hasil pemeriksaan natif perubahan hingga menjadi ookista


feses kucing cimol hari ke-1 ditemukan
ookista non-sporulasi, perbesaran 400x. bersporulasi. Sampel feses yang akan
(Dokumentasi pribadi, 2020) diperiksa diberikan larutan kalium
dikromat 2,5% dan di tunggu dalam
Hasil pemeriksaan feses hari ke-1 waktu berkisar 24-48 jam (Gambar
secara mikroskopis ditemukan 2.2). Pemberian kalium dikromat
adanya ookista coccidia non berfungsi sebagai pengawet serta
sporulasi yakni jenis Isospora sp. media sporulasi bagi ookista (Tresnani
Karakteristik ookista dari Isospora dkk., 2012).
yakni berbentuk bulat hingga oval
yang mengandung sporont (Gambar
2.1). Menurut Green (2012), ookista
Isospora felis dan Isospora canis
memiliki ukuran yang berbeda yakni
besar kecilnya ookista, namun
perbedaan tersebut hampir tidak
hampir tidak bisa dibedakan secara
signifikan. Karakteristik pada Gambar 2.2 Sampel feses kucing Cimol
dengan perlakuan pemberian Kalium
Isospora sp. yakni tidak memiliki dikromat selama 24-48 jam. (Dokumentasi
“micropyl cap” pada ujung pribadi, 2020)

ookistanya, sedangkan pada jenis


Eimeria sp. memiliki ciri adanya Hasil yang didapatkan dari

“micropyl cap” pada ujung struktur pemeriksaan feses metode natif hari

ookistanya (Jazac and Conboy, 2012). ke-7 yakni adanya ookista yang telah
bersporulasi dari coccidia jenis Isospora
Pengamatan mikroskopis
sp. Hal ini ditandai dengan adanya
dilakukan kembali pada hari ke-7,
sporulasi berupa dua sporokista dan
hal ini bertujuan untuk
setiap sporokista memiliki empat
memonitoring dan mendapatkan
sporozoit (Gambar 2.3).
ookista dari perkembangan ookista
non-sporulasi yang akan mengalami

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 102
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

akan keluar berupa struk. Pemeriksaan


hematologi kucing bertujuan untuk
mengetahui status kesehatan kucing
yang ditinjau dari parameter sel darah
merah (eritrosit) dan sel darah putih
(leukosit).

Berdasarkan hasil pemeriksaan


hematologi diketahui jika pasien
Gambar 2.3 Hasil pemeriksaan natif
feses kucing cimol hari ke-7, ditemukan mengalami limpositopenia
ookista yang bersporulasi berisi 2 (penurunan jumlah limfosit) dan
spokista (Isospora), perbesaran 400x.
(Dokumentasi pribadi, 2020) trombopenia (penurunan jumlah
trombosit). Adapun faktor yang
Menurut Green (2012), ookista mampu menyebabkan kondisi
yang telah bersporulasi pada Isospora limpositopenia yaitu pembebasan
sp. memiliki karakteristik yakni endogenous corticosteroid akibat dari
terdapat dua sporokista dan setiap stress pasien akibat mengalami
sporokista mengandung empat kesakitan terus-menerus, terjadinya
sporozoit. infeksi ataupun obstruksi pada saluran
pencernaan. Sedangkan faktor yang
B. Pemeriksaan Darah
mampu menyebabkan kondisi
Darah diambil di vena femoralis trombositopenia yaitu akibat
sebanyak 1 ml, menggunakan penurunan produksi trombosit
disposable syringe berukuran 1 ml. ataupun peningkatan destruksi
Sampel darah kemudian trombosit (Scott, 2008).
dimasukkan ke dalam microtainer Menurut (Day et al., 2000)
berantikoagulan EDTA. Sampel trombositopenia atau berkurangnya
darah yang diambil kemudian jumlah platelet dalam sirkulasi dapat
diperiksa dengan menggunakan alat disebabkan oleh peningkatan
hematology Analyzer dan ditunggu penggunaan platelet di perifer,
beberapa menit hasil hematologi biasanya terjadi peningkatan

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 103
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

permintaan sistemik terhadap Normositik Hipokromik. MCV normal


platelet. Peningkatan permintaan (normositik) dan MCHC
platelet ini seringnya terjadi pada (Hipokromik) pada kucing cimol
saat kondisi tubuh kehilangan darah kurang berarti secara klinis, karena
atau pada kebanyakan kasus terjadi penurunannya hanya dalam jumlah
pada proses inflamasi. sedikit dan kurang ditunjang oleh nilai
Trombositonpenia dapat terjadi RBC.
didukung oleh adanya perlukaan di Variabel karakterisasi anemia
perianal (bleeding) secara terus- salah satunya yaitu indeks sel darah
menerus sehingga memicu adanya merah (RBC). Indeks RBC
trombositpenia. Trombosit yang menunjukkan kualitas sel darah merah
berfungsi dalam proses koagulasi yang diproduksi oleh tubuh dengan
sangat banyak dibutuhkan dalam cara melihat deskripsi rata-rata ukuran
kasus ini sehingga jumlah trombosit sel darah merah (MCV) dan rata-rata
di dalam darah menurun akibat konten hemoglobin sel darah merah
banyak digunakan pada jaringan. (MCHC) (Day et al., 2000). Menurut
Kondisi leukositosis yang diikuti (Williard dan Tvedten, 2012), MCV
dengan granulositosis dapat terjadi dan MCHC merupakan nilai rata-rata
karena dipengaruhi oleh beberapa semua RBC. Nilai rata-rata bukan
faktor seperti (Scott, 2008): indikator sensitif saat terjadi sedikit
a. Adanya inflamasi baik bakteri, peningkatan sampai peningkatan
virus maupun protozoa sedang pada makrositik hipokromik
b. Kondisi stress akibat rasa nyeri atau mikrositik hipokromik.
yang dideritanya Kosentrasi Hb yang rendah dapat
c. Efek fisiologi seperti latihan yang ditemukan pada beberapa kasus
berlebihan maupun stress seperti defisiensi zat besi, infeksi
Penurunan nilai MCH (Mean kronis, inflamasi, malnutrisi, thalasemia
Corpuscular Hemoglobin) dan MCHC minor (Andrew, 1999). Faktor-faktor
(Mean Corpuscular Hemoglobin lain yang dapat mempengaruhi
Concentration) atau disebut konsentrasi Hb diantaranya

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 104
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

kecukupan zat besi dalam tubuh. Zat menyebabkan terjadinya penurunan


besi dibutuhkan dalam produksi hematokrit.
hemoglobin, sehingga anemia akibat
defisiensi zat besi akan menyebabkan Terapi Secara Umum
terbentuknya ukuran eritrosit yang
Pengobatan pada awal infektif
lebih kecil dengan kandungan Hb
dapat menggunakan sulfaquinoxaline
yang rendah (Siska, 2012).
6 mg/kg BB q24h selama 3-5 hari,
Berdasarkan gejala klinis yang
amprolium 10 mg/kg BB q24h selama
terlihat pada kucing cimol yaitu
5 hari, sulphadimidine 1 g/5 kg BB,
mengalami malnutrisi yang
zoaquin 1g/50kg BB diberikan selama
disebabkan adanya infeksi protozoa
1-3 hari.
sehingga mengakibatkan penurunan
kosentrasi Hb didalam tubuh.
Faktor fisiologis lainnya yang PEMBAHASAN
dapat mempengaruhi nilai
Coccidia merupakan protozoa
hematokrit yaitu jenis kelamin dan
pembentuk sporon yang termasuk ke
dehidrasi. Saat dehidrasi, tubuh
dalam filum Apicomplexa dan kelas
mengambil cairan vaskular untuk
Conoidasida. Parasit ini hidup pada
melakukan homeoastasis, sehingga
berbagai mamalia, burung, ikan,
terjadi peningkatan konsentrasi
termasuk manusia. Secara
hematokrit dalam darah (Scott, 2008).
histopatologi, dapat dilihat vili usus
Luka terbuka dan infeksi parasit
mengalami penumpulan atau terjadi
merupakan faktor yang bersifat
erosi pada sel epitel usus. Hal ini dapat
patologis yang dapat mempengaruhi
mengakibatkan gangguan pada
nilai hematokrit dalam darah
penyerapan, sehingga dapat
(Frandson, 1996). Jika dilihat dari
mengakibatkan diare hebat (Azhary,
temuan klinis kucing cimol yaitu
2015). Coccidia dapat menyebabkan
dengan adanya luka terbuka di
berbagai penyakit pada hewan
bagian perianal dan infeksi protozoa
tergantung genusnya, misalnya pada
kucing dapat menyebabkan diare yang

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 105
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

jika dibiarkan dapat menyebabkan Pemeriksaan feses dilaksanakan


kematian, begitu pula dengan hewan pada hari ke 2 setelah hewan
liar lainnya. ditemukan di luar bebas. Sampel feses
dikoleksi dan secara langsung diamati
Koksidia menunjukkan gejala
dibawah mikroskop dengan
klinis berupa diare yang terkadang
perbesaran 40x-100x. Hasil
disertai dengan darah, namun pada
pengamatan menunjukkan telur
beberapa kasus subklinis tidak
cacing di hari kedua. Kemudian terapi
disertai berdarah (Mark, 2016).
diberikan dengan obat antihelmintik
Patofisiologi adanya diare
dan dievaluasi kembali pada hari ke 7.
disebabkan oleh adanya koksidia
Pemeriksaan feses pada hari ke 7
pada fase infektif yang berada pada
kembali dilakukan dengan metode
pencernaan akan melakukan invasi
natif, menunjukkan hasil tidak
di dalam mikrovili border. Sporozoit
ditemukannya telur cacing namun
akan bereplikasi dan merusak epitel
ditemukan ookista unsporulasi.
usus sehingga mengakibatkan
Kondisi kucing membaik namun
gangguan penyerapan dan
gejala berupa diare belum dapat
kerusakan pada epitel, sehingga
dieliminasi, diare berbentuk lembek
dapat menyebabkan diare, dapat
dengan frekuensi yang masih cukup
disertai darah maupun tidak
sering, nafsu makan baik, aktif.
tergantung dari tingkat keparahan
Ookista unsporulasi yang ditemukan
infeksi. Menurut Mark (2016) gejala
menunjukkan bahwa kucing
diare yang terjadi pada infeksi
mengarah terkena infeksi koksidia.
koksidia biasanya terjadi pada large
Berdasarkan hal tersebut, sampel feses
bowel atau mix bowel diarrhea, sesuai
pada hari ke 8 dilakukan sampling dan
dengan tingkat keparahannya.
diinkubasi selama 24-48 jam dengan
Kejadian large bowel diarrhea terjadi
ditambahkan larutan dibromat untuk
dengan ciri-ciri yakni terjadi
mendapatkan ookista sporulasi. Pada
peningkatan frekuensi defekasi,
ke 10 dilakukan pemeriksaan feses
volume yang sedikit, tenesmus,
tersebut dan ditemukan hasil berupa
hematochezia (merah), dan sakit.

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 106
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

ookista sporulasi dengan 2 antara lain sapi, kerbau, domba,


sporokista dan 4 sporozoit. kambing, babi, anjing, dan salah
Diagnosa banding coccidiosis satunya menyerang kucing. Penyakit
adalah infeksi-infeksi enterik akibat ini tersebar di seluruh dunia
virus (parvo virus) dan penyakit- khususnya di daerah tropik.
penyakit intestinal akibat parasit Koksidiosis biasanya menginfeksi
yang lain (roundworm/ascariasis) pada ternak muda (umur 2 minggu – 1
(Barchas, 2010). Ookista ditemukan tahun) dan bersifat sporadik selama
pada pemeriksaan feses, identifikasi musim hujan. Pada musim hujan tiba
spesies sulit dan dalam banyak terjadi kelembapan tinggi sehingga
kasus, memerlukan pemeriksaan dimungkinkan terjadi
mikroskopis dari ookista yang perkembangbiakan dari stadium
bersporulasi (infektif). Meskipun ookista kemudian mudah menginfeksi
jumlah ookista dalam feses telah kucing dengan daya tahan tubuh yang
digunakan sebagai indikator turun. Koksidia merupakan parasit
penyakit klinis, jumlah yang tinggi obligat intraseluler yang normal
ookista juga dapat hadir tanpa ditemukan pada saluran usus.
adanya tanda-tanda klinis (Zajac, Penyakit ini umum yang ditemukan
2011). Pada pemeriksaan feses pada anjing dan kucing adalah
menggunakan bahan tambahan Isospora, Hammondia, Besnotia,
yakni kalium bikromat untuk Sarcocytis, Caryospora, Toxoplasma,
melihat sporulasi pada ookista. Hasil Neospora, Cryptosporodium, dan
yang diperoleh yakni positif Cyclospora. Genus Isospora pernah
ditemukan adanya genus Isospora sp. ditemukanpada feses anjing dan
dengan ookista infektif yang kucing setelah mereka memakan
memiliki 2 sporokista dan tiap-tiap kotoran dari hewan lain seperti tikus
sporokista mengandung 4 sporozoit. misalnya. Ookista masuk tanpa ada
perubahan ke dalam usus kucing atau
Etiologi
anjing (Green, 2012).
Koksidiosis adalah penyakit
yang menyerang beberapa hewan

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 107
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

Infeksi koksidia ini memiliki berlangsung. Setelah masuk ke dalam


gejala yang asimptomatik. Pada saluran pencernaan, ookista pecah
penelitian baru-baru ini tidak jelas kemudian mengeluarkan sporozoit,
mengapa hampir kebanyakan kasus yang akan berkembang di dalam sel
koksidia disimpulkan nonpatogenik. epitel usus dan menyebabkan lesi pada
Padahal dalam kondisi klinis mereka usus dan sekum. Pendarahan mulai
yang terinfeksi mengalami diare terlihat pada hari ke-4 setelah infeksi.
profus, muntah, berat badan turun Kehilangan darah yang cukup banyak
dan demam. Koksidiosis akibat kerusakan mukosa usus dan
menyebabkan kegagalan penyerapan hemoragi yang hebat pada hari ke-5
pada vili usus. Terlihat dalam isolat atau ke-6 setelah infeksi, menyebabkan
Isospora menyebabkan adanya angka kematian sangat tinggi pada
nekrosis, desquamasi, dan atrofi saat ini. Sampai hari ke-7 setelah
pada vili (Dubey, 1978). infeksi, kucing yang kuat dapat
sembuh dan bertahan hidup. Hari ke-8
Patofisiologi
dinding sekum akan menebal diikuti
Infeksi dimulai dari adanya regenerasi mukosa dan fibrosis,
ookista yang belum infektif di feses selanjutnya sembuh beberapa waktu
dan berada di lingkungan. Setelah kemudian (Piatina, 2001). Siklus hidup
terpapar panas 20°C-37°C berakhir ketika ookista yang belum
berdasarkan panas dan kelembapan, tersporulasi
sporulasi, terbentuk dari 2
Hewan yang terinfeksi koksidia
sporokista. 1 sporokista terdapat 4
dapat menimbulkan gejala primer
sporozoit yang akan menjadi ookista
antara lain diare dengan menurunnya
yang infektif. Ookista yang
berat badan, dehidrasi, dan jarang
bersporulasi merupakan ookista
sekali terjadi hemoragi. Anoreksia,
yang infektif (Green, 2012).
muntah, dan kematian dapat terjadi
Ookista yang bersporulasi jika pada kejadian penyakit yang lebih
termakan oleh induk semang yang parah. Infeksi biasanya disebabkan
rentan, maka siklus hidup akan karena hewan memakan makanan

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 108
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

yang mengandung ookista infektif selama 6 hari. Pektin merupakan obat


Isospora sp. yang berasal dari utama dalam kedokteran hewan
lingkungan yang terkontaminasi. sebagai anti diare via oral. Obat ini
Diagnosa penyakit ini dapat juga sebagai absorben terhadap toksin.
dideteksi dari feses segar yang dapat Mekanisme pektin dimana obat ini
dilihat ookistanya (Green, 2012). akan menjadi galacturonic acid yang
berfungsi untuk menurunkan pH
Terapi
lumen usus. Pemberiannya 1-2
Kucing Cimol dilakukan ml/kgBB 4 hari sekali (Plumb, 2008).
pemeriksaan feses pada hari kedua Namun selama 6 hari dilakukan
perawatan. Dari hasil pengamatan evaluasi dan ternyata konsistensi feses
ditemukan adanya telur cacing. masih tetap tidak berubah.
Maka diputuskan pengobatan
Hari ke sembilan dilakukan
pertama diberikan terapi Pirantel
evaluasi dengan pemeriksaan feses
Pamoat di hari kedua. Pirantel
kembali dan ditemukan positif
Pamoat ini digunakan untuk
protozoa unsporulated. Untuk
menghilangkan parasit cacing
memastikan bahwa yang ditemukan
Ascaridia, Ancylostoma sp, dan
itu adalah protozoa maka feses
Physaloptera. Mekanisme obat ini
dimasukkan ke dalam cawan petri
dengan menghambat depolarisasi
yang ditambahkan dengan larutan
neuromuskular pada cacing yg
kalium bikromat 2,5% selama 24-48
terpapar yang akhirnya membuat
jam pada suhu ruang. Kemudian
lumpuh cacing tersebut dan akhirnya
dilakukan pemeriksaan feses kembali
dikeluarkan melalui feses. Dosis
dan ditemukan adanya ookista infektif
yang digunakan 5-10 mg/kgBB
dengan 2 sporokista. Maka
diulang sebulan sekali (Plumb, 2008)
berdasarkan hasil temuan maka
Terdapat gejala klinis diare diputuskan ditambahkan pengobatan
yang ditunjukkan maka diputuskan dengan pemberian metronidazole
dengan menambahkan pemberian selama 12 hari yang bertujuan agar
attapulgit dan pectin di hari ketiga

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 109
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

protozoa mati diseluruh siklus diperlukan ketika terdapat perdarahan


hidupnya. usus yang menyebabkan anemia
(Green, 2012).
Metronidazole merupakan
agen bakterisidal yang dapat Monitoring Kesembuhan
melawan agen bakteri yang peka.
Berdasarkan terapi yang
Mekanisme obatnya dapat melawan
diberikan, menunjukkan respon
organisme anaerobik dengan
kesembuhan yang baik pada kucing.
mengurangi senyawa polar yang
Indikasi kesembuhan dari hewan
tidak teridentifikasi. Senyawa obat
yakni hilangnya gangguan pencernaan
ini melawan bakteri dengan cara
(diare) serta hilangnya telur atau
mengganggu sintesis DNA dan asam
ookista sporulasi atau non sporulasi
nukleat bakteri. Obat ini diberikan
pada feses Pada hari ke-2 hingga hari
secara intensif pada kasus Giardiasis
ke-8 dengan pemberian altapuggit
pada anjing dan kucing. Obat ini juga
menunjukkan gejala diare yang
dapat diberikan pada kasus parasit
belum membaik. Pada hari ke-10
lainnya seperti Trichomonas dan
hingga ke-22 diare perlahan
Balantidium coli. Dosis yang
mengalami perbaikan ditandai
digunakan adalah 10 mg/kgBB pada
denngan bentuk yang padat, warna
kucing (Plumb, 2008). Pada hari ke 23
coklat normal, dan frekuensi defekasi
dilakukan pengecekan kembali feses
yang normal. Hal ini menunjukkan
dan tidak ditemukan adanya telur
respon yang baik akibat pemberian
cacing dan sprokista protozoa.
Metronidazole selama 12 hari untuk
Penyakit ini harus benar-benar mengeleminasi koksidia. Pada hari ke
diawasi dikarenakan koksidiosis 23 pemeriksaan feses kembali
dapat bertahan dengan waktu yang dilakukan dan menunjukkan hasil
lama pada hewan yang lebih tua atau negatif, yakni tidak ditemukannya
ketika dikaitkan dengan diare kronis. telur cacing aau ookista koksidia.
Terapi cairan harus dipertimbangkan Kondisi hewan membaik dengan nafsu
jika terjadi diare atau dehidrasi makan yang baik, urinasi lancar, dan
parah. Transfusi darah juga aktif.

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index
Robbie et al. MKH (2020). 97-110 110
DOI: 10.20473/mkh.v31i3.2020.97-110

DAFTAR PUSTAKA Parasite Science Volume 2(2): 61-66.


Faculty of Veterinary Medicine
Afiyah, Nur Shofa. 2015. Deteksi
Airlangga: Surabaya
Protozoa Saluran Pencernaan Pada
Kucing Peliharaan Di Kotamadya Piatina, V.Z., 2001. Pengaruh
Surabaya. Skripsi Thesis : Pemberian Berbagai Konsentrasi
Universitas Airlangga Larutan Biji Paria (Momordica
charantia Linnaeus) Terhadap
Azhary, A.A., Ayu, I.P., Bagus, I.K.
Differensiasi Leukosit Pada Ayam
2015. Isolasi dan Identifikasi Ookista
Yang Terinfeksi Eimeria spp.
Koksidia dari Tanah Di Sekitar
Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Tempat Pembuangan Sampah Di
Kota Denpasar. Universitas Plumb, C. Donald. 2008. Veterinary
Udayana. Indonesia Medicus Drugs Handbook. Edisi ke-6.
Veterinus 2015 4 (2): 16-165. Minesota(US): Wiley, John dan
Sons.
Barchas., E. 2010. Coccidia (Isospora) In
Cats and Dogs. In Samuel, W.M., Margo J. P., A. Alan K.
http://drbarchas.com/coccid 2001. Parasitic Disease of Wild
ia Mammals. Iowa State University
Press. USA
Dubey, J.P. 1978. Pathogenicity of
Isospora ohioensis infection in dogs. Tresnani, G., J. Prasetyo.,W.
J. A. V. M. A. 173 : 192-197. Nurcahyo., B.S. Daryono. 2012.
Profil Protein Stadium Sporozoit
Green, E. Craig. 2012. Infectious
Eimeria tenella Isolat Yogyakarta
Disease of The Dog and Cat.
Melalui Analisis Protein SDS-Page.
Departements of Small Animal
Jurnal Veteriner Juni 2012 Vol 13(2),
Medicine and Surgery and
163-166. Fakultas Kedokteran
Infectious Disease. University o
Hewan Universitas
Georgia : Georgia
Gadjah Mada: Yogyakarta
Lukiswanto, B.S. dan W.M. Yuniarti.
Zajac, Anne M., Conboy, Gary A. 2011.
2013. Pemeriksaan Fisik pada
Veterinary Clinical Parasitologi 8th
Anjing dan Kucing. Airlangga
Edition.. Wiley-Blackwell. A John
University Press: Surabaya
Wiley & Sons, Inc., Pub. Amerika.
Pagati, A.L, L.T. Suwanti.,A.
Chairul., W.M. Yuniarti.,
Sarmanu. 2018. Prevalence of
Gastrointestinal Protozoa of Cats
in Animal Hospitaland Animal
Clinic in Surabaya. Journal of

©2020. Robbie et al. Open access under CC BY – SA license, doi: 10.20473/mkh.v31i2.2020.85-96 Received: 06-07-2020,
Accepted: 17-08-2020, Published online: 29-07-2020
Available at https://e-journal.unair.ac.id/MKH/index

Anda mungkin juga menyukai