percobaan saliva pada pengamatan 15 menit pertama, kedua dan ketiga diperoleh data
1 saliva yang ditambahkan amilum masak, kemudian dipanaskan hingga suhu 37oC
setelah itu ditambahkan iodium maka akan mendapatkan hasil positif, yaitu membentuk
warna merah muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iswari dan Ari (2006) yang
eritrodekstrin yang dengan iodium tersebut akan menghasilkan warna merah. Pada
tabung 2 diisi dengan 5 tetes saliva yang didihkan, setelah dingin ditambahkan 5 tetes
larutan amilum 1%. Kemudian dimasukkan ke inkubator pada suhu 370C, menghasilkan
warna hitam karena saliva yang didihkan menyebabkan amilase rusak sehingga tidak
bisa tercerna. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Martoharsono (2006) yang
menyatakan bahwa sebagian besar molekul menampakkan aktifitas pada kisaran pH dan
suhu tertentu. Pada tabung 3 dan 6 menghasilkan uji yang negatif dan tidak membentuk
warna ungu maupun merah, dikarenakan bahwa larutan amilum yang ditambahkan HCl
yang bersifat asam dan tidak ditambahkan dengan saliva maka amilum tidak bisa
tercerna, karena amilum bisa tercerna jika pada keadaan basa. Keadaan asam membuat
amilum tidak bisa tercerna. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardjo (2008) yang
menyatakan bahwa ptialin akan terinaktivasi karena suasana asam, sehingga karbohidrat
akan susah dicerna dan proses hidrolisis akan berlangsung lambat. Tabung 4 diisi 5 tetes
larutan amilum masak 1 % tanpa saliva menghasilkan reaksi yang negatif karena tidak
mengandung basa. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan
bahwa amilum akan tercerna pada pH basa. Tabung 5 diisi dengan 5 tetes pankreas
ditambah amilum masak menghasilkan reaksi positif. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa penguraian amilum akan terjadi dan
berlangsung terus disempurnakan oleh kerja pankreatik amilase. Tabung 7 amilum yang
menunjukkan hasil yang positif yaitu dengan membentuk warna agak kemerahan dan
sedikit keunguan. Tabung 8 amilum yang ditambahkan HCl dan kemudian dimasukkan
ke dalam inkubator dengan suhu 37oC akan menunjukkan hasil yang positif karena asam
akan rusak jika dipanaskan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang
menyatakan bahwa amilum akan tercerna pada pH basa. Pada tabung 9, amilum masak
yang ditambahkan dengan HCl dan tidak dimasukkan kedalam inkubator tidak akan
bereaksi positif karena amilum tersebut tidak bisa tercerna dengan adanya asam. Hal ini
sesuai dengan pendapat Martoharsono (1994) yang menyatakan bahwa enzim ptialin
mampu mencerna pati menjadi dekstrin dan maltose pada suasana basa dan tidak aktif
ditambahkan amilum masak, kemudian dipanaskan hingga suhu 37oC setelah itu
ditambahkan iodium maka akan mendapatkan hasil positif, yaitu membentuk warna
merah muda. Tetapi karena pada saat berkumur kurang dari satu menit, sehingga saliva
yang tercampur dalam larutan NaCl hanya sedikit dan menghasilkan reaksi yang
negatif. Pencernaan karbohidrat pertama dari mulut dimana makanan bercampur dengan
ptialin, enzim yang dihasilkan kelenjar saliva. Kemudian ke lambung, usus halus terus
mencerna patidan dekstrin menjadi dekstrin sederhana dan maltosa (Anggorodi, 1979).
Pada tabung 2 diisi dengan 5 tetes saliva yang didihkan, setelah dingin ditambahkan 5
tetes larutan amilum 1%. Kemudian dimasukkan ke inkubator pada suhu 370C,
menghasilkan warna hitam karena saliva yang didihkan menyebabkan amilase rusak
sehingga tidak bisa tercerna. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Martoharsono (2006)
yang menyatakan bahwa sebagian besar molekul menampakkan aktifitas pada kisaran
pH dan suhu tertentu. Pada tabung 3 dan 6 menghasilkan uji yang negatif dan tidak
membentuk warna ungu maupun merah, dikarenakan bahwa larutan amilum yang
ditambahkan HCl yang bersifat asam dan tidak ditambahkan dengan saliva maka
amilum tidak bisa tercerna, karena amilum bisa tercerna jika pada keadaan basa.
Keadaan asam membuat amilum tidak bisa tercerna. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sumardjo (2008) yang menyatakan bahwa ptialin akan terinaktivasi karena suasana
asam, sehingga karbohidrat akan susah dicerna dan proses hidrolisis akan berlangsung
lambat. Tabung 4 diisi 5 tetes larutan amilum masak 1 % tanpa saliva menghasilkan
reaksi yang negatif karena tidak mengandung basa. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa amilum akan tercerna pada pH basa. Tabung
5 diisi dengan 5 tetes pankreas ditambah amilum masak menghasilkan reaksi positif.
Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa penguraian
amilum akan terjadi dan berlangsung terus disempurnakan oleh kerja pankreatik
amilase. Tabung 7 amilum yang ditambahkan dengan 5 tetes pankreazim maupun yang
ditambahkan NaOH akan menunjukkan hasil yang positif yaitu dengan membentuk
warna agak kemerahan dan sedikit keunguan. Tabung 8 amilum yang ditambahkan HCl
dan kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37oC akan menunjukkan
hasil yang positif karena asam akan rusak jika dipanaskan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa amilum akan tercerna pada pH
basa. Pada tabung 9, amilum masak yang ditambahkan dengan HCl dan tidak
dimasukkan kedalam inkubator tidak akan bereaksi positif karena amilum tersebut tidak
bisa tercerna dengan adanya asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Martoharsono (1994)
yang menyatakan bahwa enzim ptialin mampu mencerna pati menjadi dekstrin dan
maltose pada suasana basa dan tidak aktif pada suasana asam karena asam.
ditambahkan amilum masak, kemudian dipanaskan hingga suhu 37oC setelah itu
ditambahkan iodium maka akan mendapatkan hasil positif, yaitu membentuk warna
merah muda. Tetapi karena pada saat berkumur kurang dari satu menit, sehingga saliva
yang tercampur dalam larutan NaCl hanya sedikit dan menghasilkan reaksi yang
sederhana dan maltosa (Anggorodi, 1979). Pada tabung 2 diisi dengan 5 tetes saliva
yang didihkan, setelah dingin ditambahkan 5 tetes larutan amilum 1%. Kemudian
dimasukkan ke inkubator pada suhu 370C, menghasilkan warna hitam karena saliva
yang didihkan menyebabkan amilase rusak sehingga tidak bisa tercerna. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Martoharsono (2006) yang menyatakan bahwa sebagian besar
molekul menampakkan aktifitas pada kisaran pH dan suhu tertentu. Pada tabung 3 dan
6 menghasilkan uji yang negatif dan tidak membentuk warna ungu maupun merah,
dikarenakan bahwa larutan amilum yang ditambahkan HCl yang bersifat asam dan tidak
ditambahkan dengan saliva maka amilum tidak bisa tercerna, karena amilum bisa
tercerna jika pada keadaan basa. Keadaan asam membuat amilum tidak bisa tercerna.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardjo (2008) yang menyatakan bahwa ptialin akan
terinaktivasi karena suasana asam, sehingga karbohidrat akan susah dicerna dan proses
hidrolisis akan berlangsung lambat. Tabung 4 diisi 5 tetes larutan amilum masak 1 %
tanpa saliva menghasilkan reaksi yang negatif karena tidak mengandung basa. Hal ini
sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa amilum akan
tercerna pada pH basa. Tabung 5 diisi dengan 5 tetes pankreas ditambah amilum masak
menghasilkan reaksi positif. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang
dengan 5 tetes pankreazim maupun yang ditambahkan NaOH akan menunjukkan hasil
yang positif yaitu dengan membentuk warna agak kemerahan dan sedikit keunguan.
inkubator dengan suhu 37oC akan menunjukkan hasil yang positif karena asam akan
rusak jika dipanaskan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang
menyatakan bahwa amilum akan tercerna pada pH basa. Pada tabung 9, amilum masak
yang ditambahkan dengan HCl dan tidak dimasukkan kedalam inkubator tidak akan
bereaksi positif karena amilum tersebut tidak bisa tercerna dengan adanya asam. Hal ini
sesuai dengan pendapat Martoharsono (1994) yang menyatakan bahwa enzim ptialin
mampu mencerna pati menjadi dekstrin dan maltose pada suasana basa dan tidak aktif
Waktu Reaksi
Tabung Keterangan
15’ 30’ 45’
(+/-)
Terjadi
1 Kuning Kuning Kuning +
pencernaan
Terjadi
2 Kuning Kuning Kuning +
pencernaan
3 Kuning Kuning Kuning + Terjadi percernaan
Terjadi
4 Orange Orange Orange +
pencernaan
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan hasil perubahan warna yang sama
dan reaksi yang sama pada 15 menit pertama hingga 15 menit ketiga. Percobaan daya
amilolitis dihasilkan pada tabung pertama sampai tabung keempat terjadi perubahan
warna setelah diteteskan larutan iod yaitu pada tabung 1, 2, dan 3 berwarna kuning dan
tabung 4 berwarna orange. Hal tersebut menunjukan sampel bereaksi positif, hal ini
terjadi karena adanya amilum pada kelenjar saliva karena didalam saliva terdapat enzim
ptialin yang berfungsi untuk menghidrolisis atau mencerna pati menjadi dekstrin dan
maltosa. Hal ini sesuai dengan pendapatTillman, et al. (1991) yang menyatakan bahwa
dekstrin merupakan hasil intermediate dari hidrolisa pati dan glikogen menjadi maltosa,
dekstrin adalah produk atau hasil transisi yang beberapa diantaranya berwarna merah
dengan tritrasi iodium berbeda dengan pati yang memberi warna biru. Pendapat ini
diperjelas oleh Sumardjo (2009)bahwa di dalam usus proses pencernaan pati akan
dilanjutkan oleh getah pankreas dan getah usus yang mengandung enzim-enzim amilase
yang dapat menghidrolisis pati atau dekstrin atau maltosa menjadi glukosa.
Percobaan Saliva, metode praktikum Pencernaan yang dilakukan adalah menyiapkan 4 tabung
reaksi yang sudah steril yang sudah diberi label nomor dan mengisi masing-masing tabung.
Dengan ketentuan Tabung 1 diisi dengan 5 ml saliva ditambah 5 ml larutan amilum 1% masak.
Tabung 2 diisi 5 ml saliva yang dididihkan, setelah dingin ditambah 5 ml larutan amilum 1%
masak. Tabung 3 diisi 5 ml saliva dengan 5 tetes HCl 0,1 N ditambah 5 ml larutan amilum 1%
masak. Tabung 4 diisi 5 ml larutan amilum masak 1% tanpa ditambah saliva. Setelah semua
tabung reaksi sudah siap, kemudian memasukkan keempat tabung tersebut ke dalam
inkubator yang bersuhu 37oC. Setiap 15 menit diambil 2 tetes dan masing-masing tabung reaksi
dan melakukan uji iod dengan menggunakan larutan lugol 2 tetes hingga 15 menit ketiga.
Daya amilolitik saliva. Mula-mula seorang praktikan berkumur dengan air bersih, kemudian
berkumur dengan 20ml larutan NaCl 0,2%. Hasil kumuran ditampung dalam sejumlah labu,
digojog kemudian disaring sehingga diperoleh saliva encer. Setelah itu, larutan saliva encer
dimasukkan dalam tiga tabung reaksi kimia masing-masing 5ml. pada tabung 1, saliva tersebut
dididihkan dan didinginkan. Pada tabung 2, ditambahkan 5ml larutan HCl encer. Kemudian
ketiga tabung tersebut masing-masing ditambahkan 5ml larutan amilum 1% dan ditempatkan
pada penangas air 37°C selama 10 menit. Setelah 10 menit, ketiga tabung tersebut diuji lod.
Jika pada tabung 3 tidak lagi menunjukkan reaksi positif setelah diuji lod, perlakuan dihentikan
dan dilakukan uji Benedict pada tabung 3. bila hasil uji positif, ketiga tabung tersebut diuji
dengan osazon.
Percobaan daya amilolitis saliva, metode yang digunakan dalam percobaan daya amilolitis
saliva yaitumengambil empat tabung reaksi dan memberi nomor pada masing-masing
tabung.Mengisi tabung pertama dengan 5 ml saliva dan menambahkan larutan amilum 1 %
yang telah dimasak.Kemudian mengisi tabung kedua dengan 5mlsaliva yang telah didihkah,
lalu mendinginkannya dengan air dan menambahkan 5 ml larutan amilum 1 % masak.
Selanjutnya mengisi tabung ketiga dengan 5 ml saliva, mengasamkannya dengan 5 tetes
larutan HCl 0,1 N kemudian menambahkan dengan 5 ml larutan amilum 1 % masak. Dan yang
terakhir mengisi tabung keempat dengan 5 ml larutan amilum1 % masak (tanpa menambah
saliva). Setelah semua siap kemudian memasukkan keempat tabung reaksi tersebut ke dalam
inkubator yang bersuhu 370 C, dan mengamatinya setiap 15 menit sampai 15 menit ketiga,
mengambil 1 tetes dan memasukannya ke tabung reaksi lalu melakukan uji Iod.