Anda di halaman 1dari 2

Awal Kebangkitan Nasional dari Kesadaran Pendidikan

Budi Utomo

Lambang Budi Utomo di Museum Kebangkitan Nasional. Foto: Bagus Prihantoro


Nugroho/detikcom

Jakarta - Kebangkitan Nasional tak bisa dipisahkan dari kiprah organisasi Budi Utomo (Boedi
Oetomo) dalam mengkampanyekan nasionalisme. Organisasi tersebut berdiri pada 20 Mei 1908
oleh para pemuda yang bersekolah di STOVIA.

Seorang berkebangsaan Belanda, Mr Conrad Theodor van Deventer, menyebut lahirnya Budi
Utomo sebagai 'bangunnya putri jelita'. Van Deventer bekerja di Hindia Belanda (sekarang
Indonesia) sebagai pegawai pengadilan yang kemudian menjadi jaksa.

"Keajaiban telah terjadi, putri jelita yang tidur itu telah bangkit," tulis Van Deventer dalam
majalah De Gids pada era itu seperti dikutip detikcom dari buku 'Boedi Oetomo: Awal
Bangkitnya Kesadaran Bangsa' tulisan Gamal Komandoko, 2008.

Van Deventer merupakan pencetus politik etis yang mulanya menuai kontroversi di
pemerintahan Belanda. Tetapi dia akhirnya mendapat restu dari Ratu Belanda saat itu.

Gagasan politik etis dari Van Deventer yakni perluasan pendidikan bagi masyarakat Jawa.
Menurutnya pendidikan sangat penting bagi masyarakat.

Rupanya tak salah ketika Van Deventer menyebut lahirnya Budi Utomo sebagai tanda 'putri
jelita' telah bangun. Misi dari organisasi itu sejalan dengan pemikiran Van Deventer yakni
perluasan pendidikan.

Dalam Komandoko (2008) ada 9 pemuda yang mendirikan Budi Utomo. Mereka adalah
Soetomo, Soelaeman, Goenawan Mangoenkoesoemo, Angka Prodjosoedirdjo, M Suwarno,
Muhammad Saleh, Soeradji, dan Goembrek.

Sebuah ruang kelas yang dipakai untuk mempelajari anatomi tubuh manusia dijadikan tempat
lahirnya Budi Utomo. Ruangan itu terletak dekat dengan kamar asrama sekolah tersebut.

Kelahiran Budi Utomo ini juga tak bisa lepas dari kampanye yang dilakukan oleh Wahidin
Soedirohoesodo. Dia merupakan priyayi namun gencar mengkampanyekan untuk membantu
biaya pendidikan bagi pemuda-pemuda pandai dari kalangan tidak mampu.

Saat mampir di kampus STOVIA, Wahidin memberi saran agar para pemuda di sana mendirikan
organisasi. Tujuan dari organisasi tersebut adalah untuk memperluas akses pendidikan
masyarakat.

Waktu itu Wahidin sudah berusia 50 tahun dan pensiun dari jabatan dokter pemerintahan.
Wahidin kemudian bertemu dengan Soetomo yang berumur 19 tahun di STOVIA.

Setahun kemudian lahirlah organisasi Budi Utomo (Asvi Warman Adam, 2010). Soetomo
kemudian yakin bahwa saran Wahidin setahun sebelumnya adalah benar.

Ide soal penggalangan dana pendidikan (studie fonds) itu kemudian terealisasi di tahun 1913.
Dengan demikian apa yang dicitakan Wahidin terwujud.

Asal nama Budi Utomo didasari oleh kata-kata Soetomo kepada dr Wahidin. Waktu itu dr
Wahidin berpamitan kepada Soetomo setelah memberi pemaparan tentang pentingnya membuat
studie fonds.

"Puniko setunggaling padamelan sae sarta nelakaken budi utami!" kata Soetomo ke Wahidin
pada waktu itu.

Arti kata-kata tersebut kurang lebih adalah, 'itu merupakan suatu perbuatan yang baik dan
menunjukkan keluhuran budi!'. Maka jadilah sebuah organisasi pemuda yang bernama Budi
Utama.

"Sebetulnya sebelumnya sudah ada Sarekat Dagang Islam (SDI), tapi organisasi ini fokusnya
pada kepentingan ekonomi, fokusnya juga sangat terbatas ke isu kesejahteraan. Sementara
ambisi Budi Utomo lebih luas, ambisinya agar masyarakat terpelajar," ujar sejarawan yang kini
menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan Kemdikbud, Hilmar Farid saat berbincang
dengan detikcom beberapa waktu lalu.

NAMA : NOVA ARIES PRAMOEDYA PUTRA

KELAS /No. Abs : VIII-B /20

Anda mungkin juga menyukai