Anda di halaman 1dari 27

Makalah Kesalahan Manusia dan Pencegahannya

Human Error Prevention Approaches

PJ Mata Kuliah:
Mufti Wirawan S.Psi., M.K.K.K.

Kelompok 3:
Akmalina Fadhilah Yahya 1806206366
Annisa Tria Agustina 1806206315
Halimatuzzahra 1806206220
Mustofa Abduh 1806206422
Riska Oktaviana 1806206510
Suci Stephani KH 1806143125

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2020
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Kami dengan ini menyatakan bahwa makalah yang berjudul “Human Error Prevention
Approaches” dibuat secara jujur, bebas plagiarisme, dan mengikuti kaidah Etika Penulisan
Ilmiah Universitas Indonesia.
Apabila diantara kami tidak menandatangani surat pernyataan ini berarti kami tidak
berkontribusi dalam pembuatan makalah serta bersedia untuk menerima sanksi yang sesuai.

Depok, November 2020

Nama NPM Tanda Tangan

Akmalina Fadhilah Yahya 1806206366

Annisa Tria Agustina 1806206315

Halimatuzzahra 1806206220

Mustofa Abduh 1806206422

Riska Oktaviana 1806206510

Suci Stephani KH 1806143125

DAFTAR ISI

1
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME 1
DAFTAR ISI 2
DAFTAR GAMBAR 3
DAFTAR TABEL 4
ISI 5
Traditional Engineering Approach 5
Tujuan Penggunaan Traditional Engineering Approach 5
Konsep Traditional Engineering Approach 5
Penerapan Traditional Engineering Approach 5
Kekurangan Penerapan Traditional Engineering Approach 6
Human Factors Engineering Approach 7
Faktor - Faktor Human Factors Engineering Approach 7
Konsep Human Factors Engineering Approach 7
Penerapan Human Factors Engineering Approach 10
Cognitive Approach 13
Sejarah dan Pencipta Cognitive Approach 13
Konsep Cognitive Approach 14
Manfaat Cognitive Approach 14
Socio-Technical Approach 16
Sejarah dan Pencipta Socio-Technical Approach 16
Konsep Socio-Technical Approach 18
Penerapan Socio-Technical Approach 18
DAFTAR PUSTAKA 22

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1.1 1

Gambar 2.3.1 Tahapan Pengembangan Sistem Teknis Human factor engineering

Gambar 2.3.2 Proses Design Umum Human factor engineering

Gambar 2.3.3 The Human-Machine Interface

Gambar 3.2.1 The Stepladder Model

Gambar 4.3.1 STAMP Model

3
DAFTAR TABEL

4
ISI
1. Traditional Engineering Approach

1.1. Tujuan Penggunaan Traditional Engineering Approach


Safety professionals dari perusahaan menggunakan traditional safety
engineering untuk mengarahkan serta mengontrol pekerja agar pekerjaan yang
mereka selesaikan sesuai dengan standar keselamatan serta peraturan dari
perusahaan. Mereka juga menegakkan hukum dan peraturan dari pemerintah
dimana segala peraturan tersebut diinformasikan kepada seluruh pekerja.
Para safety professionals yang menggunakan pendekatan metode ini
bertujuan untuk memodifikasi perilaku pekerja, memotivasi mereka, dan
menggunakan hadiah serta insentif untuk membantu mereka bekerja dengan cara
yang lebih aman.
1.2. Konsep Traditional Engineering Approach

The traditional safety engineering approach ke penyebab kecelakaan,


berfokus pada penyebab kesalahan individu daripada sistem. Kesalahan terutama
dilihat sebagai penyebab seperti kurangnya motivasi untuk berperilaku aman,
kurangnya disiplin atau kurangnya pengetahuan tentang apa yang merupakan
perilaku aman. The traditional safety engineering approach menekankan faktor
individu yang menyebabkan kecelakaan dengan pendekatan motivasi dan disiplin
terhadap kecelakaan dan pengurangan kesalahan, terutama pada modifikasi
perilaku, melalui persuasi (kampanye motivasi) atau hukuman. Pandangan ini
berfokus pada bahaya yang mempengaruhi pekerja individu daripada keselamatan
dalam proses.

Salah satu asal mula pandangan penyebab kesalahan dan kecelakaan ini
adalah theory of accident pronenes yang mengatakan bahwa sejumlah kecil
individu bertanggung jawab atas sebagian besar kecelakaan. Sejumlah statistik
penelitian bertentangan dengan teori tersebut, namun masih banyak yang
mempercayai terutama traditional industries yang mempercayai bahwa sejumlah kecil
individu menyebabkan sebagian besar kecelakaan.

5
1.3. Penerapan Traditional Engineering Approach
Beberapa strategi untuk mencegah kecelakaan menurut pandangan ini
adalah dengan melakukan kontrol terhadap unsafe conditions. Caranya dengan
mengeliminasi hazard tersebut, baik langsung dari sumbernya atau dengan
menggunakan alat pelindung diri. Adapun untuk mengeliminasi unsafe acts, hal
yang dapat dilakukan adalah memotivasi pekerja untuk mengubah perilaku
mereka--dengan asumsi, unsafe behavior terjadi karena kurangnya pengetahuan
atau melupakan cara yang benar untuk melakukan sesuatu.
Dalam prakteknya, pencegahan human error menurut pendekatan
tradisional dapat dilakukan dengan cara.
a. Safety Campaign
Adalah sebuah program yang memiliki tujuan untuk
mempengaruhi orang lain agar bertindak lebih selamat. Caranya adalah
dengan memberikan paparan informasi serta reinforcement untuk
pelatihan keselamatan. Bentuknya dapat beragam, bisa berupa poster, film,
role play, dan lain-lain. Adapun dari untuk menilai keefektifannya dalam
segi mengubah perilaku seseorang, safety campaign dapat dinilai dengan
menggunakan indikator performa (performance indicator).
b. Disciplinary Actions
Merupakan sebuah cara untuk mempengaruhi perilaku seseorang
melalui punishment yang akan diberikan ketika terjadi kesalahan. Namun,
cara tersebut terbukti tidak memiliki efek yang signifikan dalam mencegah
kesalahan yang sama terulang kembali. Misalnya, seperti penerapan
hukuman untuk pekerja yang tidak menggunakan PPE hanya akan efektif
selama empat minggu. Setelah itu, pekerja tersebut akan memiliki mindset
bahwa memakai PPE atas dasar takut terkena denda/sanksi, bukan karena
sadar hal tersebut perlu dilakukan. Ini menunjukkan bahwa disciplinary
action justru membentuk rasa takut dan menghambat laju informasi atau
pemahaman mengenai underlying causes dari suatu kecelakaan.
c. Safety Management System Audits

6
Merupakan konsep yang telah memperoleh validitas lumayan
tinggi untuk mengidentifikasi permasalahan dan bahaya yang memerlukan
strategi untuk mengurangi tingkat error di perusahaan. Cara ini meliputi
monitoring tempat kerja yang mungkin akan membuka jalan komunikasi
yang lebih baik di antara pekerja serta pengukuran. Melalui cara ini juga,
tempat kerja jadi memiliki komitmen yang lebih baik dalam manajemen
keselamatan. Namun, audit ini dapat memicu terjadinya 'cover up' atau
menutup-nutupi masalah karena ingin mendapatkan hasil audit yang
bagus.
d. Training
Selain dilakukannya safety campaign, safety training juga
memegang peran penting dalam menurunkan angka human failure. Suatu
training harus diarahkan kepada underlying causes dari sebuah error dan
memperhatikan desain pekerjaan, peralatan, dan faktor lainnya.
1.4. Kekurangan Penerapan Traditional Engineering Approach
Pendekatan metode ini menghasilkan pemikiran bahwa setiap kesalahan
yang dilakukan oleh pekerja baik yang terjadi karena disengaja maupun di luar
kendali mereka merupakan hal yang patut untuk disalahkan. Melihat penyebab
utama kesalahan dan kecelakaan disebabkan oleh faktor individu ini
menyebabkan sistem pengumpulan data kecelakaan berfokus pada karakteristik
individu yang menyebabkan kecelakaan sehingga tidak ada pertimbangan
penyebab alternatif dari masalah yang ada, seperti prosedur yang tidak memadai,
pelatihan atau desain peralatan serta desain tugas yang tidak memadai, kegagalan
komunikasi, dan tidak mendukungnya penyelidikan akar penyebab yang mungkin
merupakan penyebab umum dari banyak kecelakaan yang terjadi.

2. Human Factors Engineering Approach


2.1. Faktor - Faktor Human Factors Engineering Approach
Suatu pendekatan yang menekankan ketidaksesuaian antara kemampuan
manusia dan tuntutan sistem sebagai sumber utama kesalahan manusia. Faktor -
faktor yang perlu dipertimbangkan saat memastikan desain sistem :

7
1. Tempat kerja dan desain pekerjaan untuk mengakomodasi persyaratan
pekerjaan para pekerja dengan karakteristik fisik dan mental yang berbeda
2. Desain antarmuka manusia-mesin seperti panel kontrol untuk memastikan
bahwa informasi proses dapat segera diakses dan diinterpretasikan dan
bahwa tindakan kontrol yang sesuai dapat dilakukan
3. Desain lingkungan fisik (panas, bising, getaran, pencahayaan), untuk
meminimalkan efek fisik dan psikologis negatif dari kondisi yang tidak
optimal
4. Mengoptimalkan beban kerja mental dan fisik pekerja
2.2. Konsep Human Factors Engineering Approach

Human factor engineering merujuk pada human factor ergonomic yang


berfokus pada pemahaman mengenai kapabilitas dan batasan kemampuan
manusia dan menerapkan pemahaman hubungan antara manusia dengan mesin.
Menurut International Ergonomic Association (IEA), HFE merupakan
multidisiplin ilmu dan berpusat pada pengguna (user centric integrating). HFE
menggunakan pendekatan sistem holistik atau secara menyeluruh dengan
mempertimbangkan segala aspek untuk menerapkan teori, prinsip dan data dari
berbagai disiplin ilmu yang sesuai dengan desain dan evaluasi tugas, pekerjaan,
produk, lingkungan dan sistem. HFE juga memperhitungkan faktor fisik, kognitif,
sosioteknik, organisasi, lingkungan dan lainnya yang sesuai, serta interaksi
kompleks antara manusia dan manusia lainnya, lingkungan, peralatan, produk,
peralatan, dan teknologi.

8
sumber:https://iea.cc/what-is-ergonomics/

Salah satu prinsip dasar dari Human Factor Engineering adalah


untuk merancang peralatan dan sistem yang sesuai dengan kemampuan
manusia baik secara fisik maupun kognitif. Untuk memenuhi prinsip dasar
tersebut mata diperlukan pemahaman yang baik mengenai karakteristik
manusia mengacu pada berbagai disiplin ilmu seperti antropometri,
biomekanik, teknik industri, psikologi eksperimental, psikologi kognitif,
psikologi sosial, dan psikologi organisasi. Prinsip HFE merupakan akar dari
nilai sosioteknik yang memiliki nilai manusia sebagai aset, teknologi sebagai alat
untuk membantu manusia, promosi kualitas hidup, menghormati perbedaan
individu dan tanggung jawab kepada semua pemangku kepentingan. Dalam
bekerja, HFE tidak hanya memperhatikan keselamatan dan kesehatan namun
memperhatikan pula aspek kognitif dan psikososial. HFE juga berfokus pada
aspek mikro ergonomi seperti desain prosedur dan peralatan yang digunakan
untuk bekerja dan juga aspek makro ergonomi seperti organisasi, jenis pekerjaan,
teknologi yang digunakan, tipe pekerjaan dan komunikasi.

9
sumber:https://iea.cc/what-is-ergonomics/

HFE berkontribusi pada terciptanya sistem kerja yang aman dan


berkelanjutan dengan mempertimbangkan keterkaitan komponen manusia, teknis,
dan lingkungan serta potensi efek perubahan desain sistem kerja pada semua
bagian sistem. HFE berkontribusi pada kesehatan ekonomi organisasi dengan
meningkatkan kesejahteraan pekerja, kapabilitas dan keberlanjutan,
memaksimalkan kinerja, dan mengurangi biaya langsung serta biaya tidak
langsung dari kehilangan produktivitas, penurunan kualitas, dan pergantian
karyawan. Tempat kerja yang dirancang dengan prinsip HFE memiliki kinerja
karyawan yang lebih baik dan menghasilkan hasil bisnis yang lebih baik.

sumber:https://iea.cc/what-is-ergonomics/

10
2.3. Penerapan Human Factors Engineering Approach

Human factor engineering approach yang diaplikasikan pada desain dan


pada pengembangan sitem, sering juga disebut sebagai pendekatan rekayasa
“sosioteknik” . Disebut rekayasa sosioteknik dikarenakan desain sistem yang
memiliki sistem teknologi yang kompleks, yang melibatkan orang, serta sangat
bergantung pada konteks organisasi dan sosial dimana sistem tersebut beroperasi.

Tahapan pengembangan, dan risiko proyek khusus, dalam pengembangan


sistem teknis yang kompleks dapat digeneralisasikan menjadi:

Gambar 2.3.1 Tahapan Pengembangan Sistem Teknis Human factor


engineering

Untuk semua tahap pengembangan diatas, pendekatan Human factor engineering


atau rekayasa sosioteknik dapat digunakan.

Namun, persyaratan lain untuk mengikuti proses standar desain tertentu, dapat
digunakan jika diminta. Sedangkan proses desain umum untuk proyek rekayasa
sosioteknik dapat dijelaskan sebagai berikut:

11
Gambar 2.3.2 Proses Design Umum Human factor engineering

Penerapan Human factor engineering di industri, bermanfaat bagi


produktivitas dan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan. Secara efektif dapat
meningkatkan kinerja operasional organisasi dengan:

❖ Mengurangi kesalahan, kecelakaan, cedera, tumpahan dan nyaris celaka,


❖ Meningkatkan kinerja sistem manusia dalam operasi dan pemeliharaan,
❖ Meningkatkan penerimaan dan kegunaan antarmuka sistem manusia,
❖ Meningkatkan efisiensi, meningkatkan keandalan dan mengurangi waktu
henti,
❖ Memastikan kompetensi tenaga kerja,
❖ Meningkatkan rekrutmen, retensi dan kreativitas,
❖ Mengurangi biaya pelatihan, pemeliharaan dan modifikasi,
❖ Mengoptimalkan tenaga kerja untuk mengurangi OPEX,
❖ Biaya dan manfaat siklus hidup, dan
❖ Mengaktifkan dan memfasilitasi pembelajaran organisasi

1. The Human-Machine Interface


Human machine interfaces (atau interfaces) merupakan pendekatan HF/E
yang berfokus dalam pengurangan kesalahan manusia. Interfaces adalah batas di
mana proses informasi di transduksi oleh sensor hingga ditampilkan dalam bentuk
yang dapat digunakan untuk proses kontrol manusia. Informasi yang disajikan
pada interfaces melewati berbagai tahap pemrosesan sebelum tanggapan dibuat
dalam bentuk tindakan kontrol.
Tahap pertama yaitu penginderaan dan persepsi, melibatkan informasi
yang ditangkap oleh saluran sensorik. Kemudian, interpretasi informasi dalam
memori kerja melibatkan penggunaan pengetahuan dan pengalaman dari memori
jangka panjang. Setelah itu, proses diagnosis dan memberikan respons yang
sesuai.

12
Gambar 2.3.3: The Human-Machine Interface (adapted from Wickens,
1984)

2. Human Error at the Human-Machine Interface


Kesalahan manusia dapat terjadi dalam pemrosesan informasi pada sistem
persepsi manusia, termasuk dalam tahapan persepsi, pengambilan keputusan, dan
tindakan kontrol:
1) Persepsi
Pada tahap persepsi, sumber informasi diperoleh langsung dari alat penginderaan
misalnya informasi dari layar VDU di ruang kontrol, komunikasi verbal dengan
individu, dan pengamatan langsung dari proses produksi. Dalam jangka waktu
singkat, informasi yang masuk memberikan umpan balik berupa tindakan kontrol
tertentu. Informasi yang masuk melalui sensori mungkin akan banyak dan bervariasi
sehingga dapat menciptakan error pada individu.
Sensori memasukkan informasi yang akan diinterpretasikan sesuai dengan model
mental pekerja. Pengalaman kerja hanya bisa diterima ketika proses operasional
berlangsung normal, error dapat terjadi dalam situasi tidak normal sehingga pihak
perusahaan perlu mengadakan pelatihan pemecahan masalah untuk membuat model
mental yang berbeda.
2) Pengambilan Keputusan
Informasi dari sistem masuk ke dalam memori kerja individu dan berkaitan
dengan informasi yang telah tersedia pada memori jangka panjang untuk

13
memutuskan tindakan yang sesuai. Pengambilan keputusan akan melibatkan
perhitungan, pengalaman masa lalu, dan tuntutan lain pada memori jangka panjang.
Error akan muncul dari pemrosesan informasi yang berlebihan pada individu.
3) Tindakan Kontrol
Tahap terakhir dari pemrosesan informasi yaitu tindakan atau respons kontrol.
Kompleksitas proses pemilihan tindakan dipengaruhi oleh sejumlah strategi kontrol
yang dipilih pekerja, karakteristik fisik dari kontrol, dan kemiripan dari tindakan
kontrol.

3. Cognitive Approach
3.1. Sejarah dan Pencipta Cognitive Approach

Kohler (1925) menerbitkan sebuah buku berjudul, The Mentality of Apes.


Di dalamnya ia melaporkan pengamatan yang menunjukkan bahwa hewan dapat
menunjukkan perilaku berwawasan. Dia menolak behaviorisme dalam
mendukung pendekatan yang kemudian dikenal sebagai Gestalt Psychology.
Kemudian Norbert Wiener (1948) menerbitkan Cybernetics: atau Control
and Communication in the Animal and the Machine, memperkenalkan istilah-
istilah seperti input dan output. Kemudian di tahun yang sama Tolman
mengerjakan peta kognitif - melatih tikus di labirin, dan menunjukkan bahwa
hewan memiliki representasi perilaku internal.
Cognitive approach mulai merevolusi psikologi pada akhir 1950-an dan
awal 1960-an, menjadi pendekatan yang dominan (yaitu, perspektif) dalam
psikologi pada akhir 1970-an. Fokus pada proses mental secara bertahap yang
dimunculkan kembali melalui karya Piaget dan Tolman.
Tolman adalah seorang 'ahli perilaku'. Bukunya yaitu Purposive Behavior in
Animals and Man pada tahun 1932 mengenai penelitian perilaku yang sulit
dijelaskan. Pandangan perilaku tersebut adalah bahwa pembelajaran sebagai hasil
asosiasi antara rangsangan dan tanggapan. Tolman mengemukakan bahwa
pembelajaran didasarkan pada hubungan yang terbentuk di antara rangsangan.
Dia menyebut hubungan ini sebagai peta kognitif.

14
Munculnya psychology cognitive seringkali dikatakan berasal dari karya
George Miller (1956) "The Magical Number 7 Plus or Minus 2." Pada tahun
1960, Miller mendirikan Pusat Kajian Kognitif di Harvard dengan ahli
perkembangan kognitif terkenal, Jerome Bruner. Kemudian Ulric Neisser (1967)
menerbitkan "Cognitive Psychology", yang menandai awal resmi dari pendekatan
kognitif. Diikuti oleh model proses memori Model Multi Store Atkinson &
Shiffrin (1968). Hingga pendekatan kognitif sangat berpengaruh di semua bidang
psikologi (misalnya, biologis, sosial, Behaviorisme, perkembangan, dll.).
Konsep ini meliputi analisis tugas kognitif, yang berfokus pada kegagalan
pemrosesan informasi, dan penggunaan sistem dari berbagai tingkat kecanggihan
untuk membantu penanganan situasi abnormal. Pendekatan kognitif merupakan
pendekatan yang paling komprehensif dalam hal mengevaluasi penyebab
kesalahan. Hal ini memiliki relevansi khusus dengan menganalisis penyebab
kesalahan berulang untuk dapat memprediksi kesalahan tertentu yang mungkin
memiliki konsekuensi sebagai analisis keselamatan.

3.2. Konsep Cognitive Approach

The Cognitive Approach menekankan peran niat, tujuan, dan makna


sebagai aspek sentral dari perilaku manusia. The Cognitive Approach menekankan
fakta bahwa orang memaksakan makna pada informasi yang mereka terima, dan
tindakan mereka hampir selalu diarahkan untuk mencapai beberapa tujuan
eksplisit atau implisit (American Institute of Chemical Engineers, 1994). The
Cognitive Approach berpendapat bahwa perilaku kerja didasarkan pada dynamic
control dan keseimbangan antara kesulitan tugas dan perilaku kerja (Flach et al.,
1998). Sudut pandang kognitif, kesalahan bukan hanya merupakan kegagalan
manusia tetapi merupakan gejala dari suatu masalah dalam sistem kerja (Dekker,
2006)
3.2.1. Errors dalam Cognitive Perspective
Perspektif kognitif adalah memberikan dasar untuk prediksi dan
klasifikasi kesalahan atau error. Sistem klasifikasi dari perspektif HF/E
lainnya mengklasifikasikan kesalahan dalam karakteristik eksternal tanpa

15
melihat faktor mental yang mendasarinya. Jadi, diperlukan Cognitive
Approach untuk mengklasifikasikan kesalahan berdasarkan penyebab
yang mendasari secara sistematis.
3.2.2. Klasifikasi Skill, Rule, and Knowledge Based
Skill Based mengacu pada pelaksanaan yang lancar dari tindakan
yang sangat terlatih, sehingga sudah bekerja tanpa sadar. Rule Based
mengacu pada peraturan yang telah diberitahu serta pelatihan formal. Serta
Knowledge Based mengacu pada pelaksanaan menjalankan tugas dengan
cara yang hampir sepenuhnya sadar pekerja harus mengerahkan upaya
mental yang cukup untuk menilai situasinya, dan tanggapannya
kemungkinan besar akan lambat.
3.2.3. The Generic Error Modeling System (GEMS)
GEMS dimaksudkan untuk menggambarkan bagaimana peralihan
terjadi antara berbagai jenis pemrosesan informasi (Skill, Rule, and
Knowledge) dalam tugas-tugas. Contohnya, pekerja proses yang
memantau panel kontrol melakukan serangkaian operasi rutin seperti
membuka dan menutup katup akan menggunakan Skill Based. jika terjadi
sesuatu yang aneh maka pekerja akan memasuki tingkat Rule Based untuk
pengumpulan informasi dari berbagai sumber seperti dial, perekam grafik,
dll. Jika masalah belum selesai dengan mencari dari aturan-aturan yang
ada maka pekerja memasuki tahap Knowledge Based memecahkan
masalah yang ada dengan keilmuan/pengetahuan yang dimiliki.
3.2.4. Klasifikasi Error dari Perspektif Kognitif
3.2.4.1. Slips and Mistakes
Slip diartikan sebagai kesalahan dimana maksudnya benar,
tetapi kegagalan terjadi saat melaksanakan kegiatan yang
diperlukan. Sebaliknya, kesalahan muncul dari niat yang salah,
yang mengarah pada urutan tindakan yang salah, meskipun ini
mungkin cukup konsisten dengan niat yang salah. Niat yang salah
mungkin timbul dari kurangnya pengetahuan atau diagnosis yang
tidak tepat.

16
3.2.4.2. Rule-Based Mistakes
Dalam mode berbasis aturan, kesalahan niat dapat muncul
jika aturan diagnostik yang digunakan salah. Misalnya, seorang
pekerja yang memiliki banyak pengalaman dalam mengoperasikan
reaktor batch mungkin telah mempelajari aturan diagnostik yang
tidak sesuai untuk operasi proses yang berkelanjutan.
3.2.4.3. Knowledge-Based Mistakes
Dengan adanya tuntutan pada pekerjaan, tidak
mengherankan bahwa manusia tidak bekerja dengan baik dalam
kondisi stres tinggi, situasi asing di mana mereka diharuskan untuk
"berpikir sendiri" tanpa adanya aturan, rutinitas, dan prosedur
untuk menangani situasi tersebut.
3.2.4.4. Error Recovery
Dalam mode berbasis keterampilan, pemulihan biasanya
cepat dan efisien, karena individu akan menyadari hasil yang
diharapkan dari tindakannya. Oleh karena itu, akan mendapatkan
umpan balik awal berkaitan dengan kesalahan apapun yang telah
terjadi yang mungkin mencegah hasil ini. tercapai.
3.2.5. The Stepladder Model
Model GEMS didasarkan pada model kinerja manusia yang lebih
rinci yang dikenal sebagai The Stepladder Model. Pada model ini
digambarkan berbagai tahapan yang bisa dilalui seorang pekerja saat
menangani gangguan proses.

17
Gambar 3.2.1 The Stepladder Model
Sumber:Dekker, S. (2006) The Field Guide to Understanding Human
Error. Edited by Ashgate. London: CRC Press.
Panah yang lebih ringan mewakili jalan pintas yang
menghilangkan tahapan tertentu dalam rantai pemrosesan informasi. Garis
putus-putus dalam diagram menunjukkan berbagai jalur umpan balik yang
ada untuk memungkinkan individu mengidentifikasi jika tahap tertentu
dari rantai pemrosesan dijalankan dengan benar. Putaran umpan balik
digunakan untuk mengetahui apakah berhasil atau tidaknya suatu rencana,
serta menunjukkan peluang untuk koreksi kesalahaan.

3.3. Manfaat Cognitive Approach


3.3.1. Mengurangi Error
Pengklasifikasian tugas atau membagi tugas, seperti didominasi oleh
keterampilan, daripada berbasis aturan (tidak ada tugas yang tepat untuk
masuk ke dalam setiap kategori), memiliki sejumlah implikasi untuk
berbagai pendekatan untuk mengurangi error. Dari perspektif pelatihan, ini
berarti bahwa praktik ekstensif dari sebagian besar aspek fisik dan
manipulatif dari tugas, bersama dengan umpan balik yang sering, akan
diperlukan untuk memastikan bahwa tindakan yang diperlukan dapat
dilakukan dengan lancar dan dikoordinasikan tanpa pikiran sadar. Dari
sudut pandang prosedur, tidak ada gunanya mengembangkan prosedur
tertulis selangkah demi selangkah yang ekstensif, karena tindakan berbasis

18
keterampilan sebagian besar akan dijalankan secara otomatis ketika isyarat
yang tepat untuk tindakan diterima. Dengan demikian, bentuk bantuan
kerja yang paling tepat kemungkinan besar berupa daftar periksa
sederhana yang menetapkan titik awal dari setiap urutan tindakan dengan
kemungkinan pemeriksaan khusus untuk memverifikasi bahwa setiap
aktivitas telah dilakukan dengan benar.

3.3.2. Memprediksi Error


Bentuk kesalahan karakteristik tertentu terjadi pada masing-masing
dari tiga tingkat kinerja. Informasi ini dapat digunakan oleh analis
keandalan manusia untuk membuat prediksi tentang bentuk kesalahan
yang diharapkan dalam berbagai skenario yang dapat dianggap sebagai
bagian dari analisis keselamatan prediksi. Setelah tugas atau porsi tugas
ditetapkan ke klasifikasi yang sesuai, prediksi dapat dibuat.

3.3.3. Analisis Penggunaan Akar Insiden Model Kesalahan Sekuensial

Model ini juga dapat digunakan secara retrospektif sebagai alat


untuk mengidentifikasi penyebab yang mendasari insiden yang dikaitkan
dengan kesalahan manusia. Ini adalah aplikasi yang sangat berguna,
karena analisis sebab akibat dapat digunakan untuk mengidentifikasi
masalah mendasar yang berulang yang mungkin bertanggung jawab atas
kesalahan yang pada tingkat permukaan sangat berbeda. Pada dasarnya,
model mengidentifikasi berbagai proses yang mengintervensi antara acara
yang memulai atau memicu, dan bentuk kesalahan eksternal yang dapat
diamati, yang disebut sebagai mode kesalahan eksternal. Mode kesalahan
eksternal ini mungkin atau mungkin tidak menyebabkan kecelakaan,
tergantung pada kondisi sebenarnya yang berlaku.

4. Socio-Technical Approach
4.1. Sejarah dan Pencipta Socio-Technical Approach

Socio-technical system merupakan sebuah pendekatan dalam membuat


desain yang mempertimbangkan faktor manusia, sosial, dan organisasi, serta

19
faktor teknis di dalam sistem organisasi. Hasil dari pendekatan ini adalah
melahirkan pemahaman yang lebih dalam bagaimana faktor manusia, sosial, dan
organisasi saling mempengaruhi suatu pekerjaan dan sistem teknisnya (Carayon
et al., 2015). Hal tersebut dapat diaplikasikan ke dalam isu technical engineering
dan interaksi personal dengan technical system itu sendiri. Tujuannya adalah
menghasilkan kondisi ‘win-win-win-win’ di mana manusia lebih berkomitmen,
teknologi beroperasi mendekati potensinya dan organisasi berkinerja lebih baik
secara keseluruhan sambil lebih siap beradaptasi dengan perubahan di
lingkungannya (Pasmore et al., 2019).
Metode ini bermula dari ketertarikan Eric Trist dan rekan kerjanya dari
Tavistoc Institute for Human Relations, Britania Raya, mengenai riset bidang
social science yang mengaplikasikan penelitian ‘action research’ Lewin’s yang
menyinggung masalah organisasi (Pasmore et al., 2019).
Dalam pencarian mereka untuk lokasi penelitian, Ken Bamforth, mantan
eksekutif industri batubara yang telah bergabung dengan staf Tavistock, membuat
Trist sadar akan tantangan yang terkait dengan penerapan teknologi baru untuk
meningkatkan produksi batubara pascaperang. Sebelum tahun 1950-an, teknologi
memang mulai diterapkan di industri-industri dan industri batubara merupakan
salah satunya.
Setelah melakukan wawancara lebih dalam dengan pekerja terkait,
beberapa di antaranya mengeluhkan bahwa mengoperasikan teknologi tersebut
sesuai dengan apa yang diinstruksikan para insinyur (yang kebanyakan tidak
pernah bekerja sebagai penambang batu bara) adalah sesuatu yang sangat tidak
memungkinkan untuk dilakukan karena kondisi underground yang ekstrim dan
tidak mudah ditebak; menghasilkan masalah keselamatan lain. Sementara itu,
manajemen mengatakan bahwa masalahnya terletak pada para pekerja yang
enggan mematuhi peraturan dalam mengoperasikan teknologi baru.
Melalui penelitian tersebut, Eric Trist menemukan bahwa setiap tambang
batu bara memberikan respons yang berbeda atas pemasangan teknologi baru.
Pertambangan dengan manajemen yang berpikir bahwa kesalahan terdapat pada
pekerja memiliki angka kematian yang lebih tinggi dan angka produktivitas yang

20
lebih rendah daripada pertambangan yang berpikir sebaliknya (Pasmore et al.,
2019). Hal ini menunjukkan bahwa organisasi memiliki pilihan mengenai
bagaimana mereka mengatur pekerjaan dan technical system di tempat kerjanya.
Namun, sayangnya, pihak British Coal Board tidak memberikan izin untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut di tempat tersebut. Oleh sebab itu, Trist
berpindah dan kemudian bergabung dengan Fred Emery untuk melanjutkan
penemuannya mengenai socio-technical system di Norwegia dan lahirlah prinsip-
prinsip classic socio-technical system design. Prinsip tersebut meliputi:
wholeness, teams, process control, self-direction, multi-skilling, discretion, joint-
optimization, adaptation, meaning, dan incompletion.
Setelah itu, tepatnya pada tahun 1970-an, metode ini semakin dikenal dan
penelitiannya berkembang di berbagai negara, seperti Amerika Serikat. Lalu, pada
tahun 1980-an, socio-technical system merambah ke dunia non-manufaktur
sebagai terobosan dari Calvin Pava, Ron Purser, tim peneliti dari University of
Southern California. Di manapun, permasalahan dari socio-technical system selalu
sama: ‘traditional leaders’ yang tidak berani untuk memberikan pekerja kontrol
terhadap desain dan sistem operasi kerja di tempat tersebut sehingga hasil kerja.
Bagaimanapun, hadirnya socio-technical system menunjukkan bahwa
kemajuan teknologi dan cita-cita manusia dapat dicapai secara bersamaan.
Menurut Mumford dan Beekman (1994) sebagaimana dikutip dari Leitch et al
(2010), hasil utama dari penelitian socio-technical system pada awal
perumusannya adalah: “Jika technical system dibuat dengan mengorbankan sistem
sosial, hasil yang diperoleh akan menjadi tidak optimal.”

4.2. Konsep Socio-Technical Approach

Social Technical Approach merupakan suatu pendekatan dimana aspek


teknik dan aspek sosial di dalam suatu organisasi harus seimbang (Cummings,
1978; Emery & Trist, 1969; Susman, 1976). Aspek teknik meliputi strategi,
peralatan, kemampuan dan pengetahuan dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Sedangkan aspek sosial dalam organisasi meliputi hubungan antar pekerja dan
interaksi antara manusia dengan mesin. Ketika kedua aspek tersebut sudah

21
mencapai maksimal maka disebut joint optimisation (Cummings & Molloy,
1977). Pada umumnya, perusahaan hanya memperhatikan satu aspek yaitu aspek
teknik dan tidak memahami aspek lain yang saling berkesinambungan. Menurut
Harold J, organisasi terdiri dari empat komponen yang saling berinteraksi, yaitu:
task, structure, technology dan people.

sumber:https://business.leeds.ac.uk/downloads/download/64/socio-technical_systems_theory

4.3. Penerapan Socio-Technical Approach


Berikut merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk desain sistem
dan penilaian yang menggunakan prinsip Socio Technical Approach.
4.3.1. The TRIPOD Approach
Pendekatan TRIPOD berfokus pada semua tingkatan organisasi
dan memandang kecelakaan terjadi karena penghalang pelindung gagal
yang mungkin disebabkan ketika pekerja membuat kesalahan atau
melakukan kegagalan aktif. Kegagalan aktif ini mungkin terjadi di
bawah prasyarat tertentu yang disebabkan oleh beberapa faktor risiko
dasar. Faktor risiko dasar ini muncul akibat keputusan manajemen yang
salah. Sehingga, pendekatan ini memandang kecelakaan sebagai hasil
akhir dari rangkaian panjang acara yang dimulai dengan keputusan di
tingkat manajemen.
4.3.2. Human Factor Analysis Methodology
Fokus awal dari pendekatan HFAM ini adalah mendorong pekerja
operasi untuk mengevaluasi lingkungan mereka sendiri guna

22
mengidentifikasi potensi kesalahan dan akhirnya dapat
mengembangkan strategi perbaikan yang tepat. dengan cara seperti ini
diharapkan dapat mendorong partisipasi aktif oleh individu dengan
tahapan yang kuat dalam pencegahan kecelakaan sebagai bagian dari
proses perbaikan berkelanjutan.
Pendekatan HFAM ini hampir serupa dengan pendekatan TRIPOD
sebab sama-sama berdasarkan pada kesalahan tampilan sistem,
dipengaruhi kebijakan dalam menyebabkan kesalahan secara langsung,
dan dikembangkan secara konstan menggunakan uji coba lapangan
yang luas.
4.3.3. The UK Health & Safety Executive Research Program on
Sociotechnical Systems
Program ini dilakukan oleh United Kingdom Health & Safety
Executive (HSE) untuk menunjukkan efek dari faktor sosio teknikal
yang berisiko pada Chemical Process Industry (CPI). Penekanan awal
dari program ini adalah untuk mengembangkan metodologi sehingga
Chemical Process Quantitative Risk Analysis (CPQRA) akan
mempertimbangkan efek dari kualitas faktor-faktor manajemen pabrik
yang dinilai.
4.3.4. Systems Theoretic Accident Modeling and Processes (STAMP)
Model STAMP berisikan hubungan antara operasi sistem dan
desain atau pengembangan sistem.

23
Gambar 4.3.1 STAMP Model
(Carayon et al., 2015)

Lapisan paling dalam dari model ini adalah “Work System


(Activity)” yang menggambarkan aktivitas kerja yang dilakukan.
Lapisan ini berfokus pada manusia dan mencerminkan kompleksitas
dalam mendefinisikan peran manusia dalam hubungannya dengan
elemen lain dari sistem seperti tugas, alat dan teknologi, lingkungan
fisik, dan masalah organisasi. Manusia digambarkan sebagai pusat dari
sistem kerja dan berinteraksi dengan elemen-elemen di sekelilingnya
yang juga berinteraksi antar elemen. Integrasi dari gambaran ini
mengacu pada proses menangani masalah yang berhubungan dengan
manusia dalam setiap elemen dan menyelesaikan tuntutan di seluruh
tingkat sistem.
Lapisan kedua yaitu “Socio-organizational Context” yang mengacu
pada budaya organisasi dan sosial yang berlaku serta struktur dalam
perusahaan. Lapisan ini memandang budaya yang berlaku (nilai dan
kepercayaan) serta struktur organisasi mempengaruhi perilaku manusia
khususnya cara mereka berinteraksi dengan elemen sistem yang ada.
Lapisan terluar model ini yaitu “External Environment” mewakili
lingkungan sosial, ekonomi, dan politik serta konteks demografi
pekerjaan yang mempengaruhi individu. Hal ini menggambarkan
lingkungan eksternal yang menyiratkan tujuan akhir dari semua sistem
tersebut juga potensinya untuk integrasi global.

4.4.

24
DAFTAR PUSTAKA

(2004) Guidelines for Preventing Human Error in Process Safety, Guidelines for Preventing
Human Error in Process Safety. doi: 10.1002/9780470925096.Tapora.se. 2020. Human
Factors Engineering In Complex Sociotechnical Systems | Tapora. [online] Available at:
<https://tapora.se/human-factors-engineering-in-the-development-of-complex-
sociotechnical-systems-background/> [Accessed 5 October 2020].
American Institute of Chemical Engineers (1994) Guidelines for Preventing Human Error in
Process Safety, Guidelines for Preventing Human Error in Process Safety. New York. doi:
10.1002/9780470925096.
American Institute of Chemical Engineers (1994) Guidelines for Preventing Human Error in
Process Safety, Guidelines for Preventing Human Error in Process Safety. New York. doi:
10.1002/9780470925096.
Bridger, R. S. (2018). Introduction to Human Factors and Ergonomics, 4th Edition. Boca
Raton, FL, USA. CRC Press.
Carayon, P. et al. (2015) ‘Advancing a sociotechnical systems approach to workplace safety –
developing the conceptual framework’, Ergonomics, 58(4), pp. 548–564. doi:
10.1080/00140139.2015.1015623.
Carayon, P. et al. (2015) ‘Advancing a sociotechnical systems approach to workplace safety –
developing the conceptual framework’, Ergonomics, 58(4), pp. 548–564. doi:
10.1080/00140139.2015.1015623.
Center for Chemical Process Safety, 2010. Guidelines For Preventing Human Error In
Process Safety. Hoboken: John Wiley & Sons.
Cummings, T. G., & Molloy, E. S. (1977). Improving productivity and the quality of working
life. New York: Praeger.
Dekker, S. (2006) The Field Guide to Understanding Human Error. Edited by Ashgate. London:
CRC Press.
Emery, F. L., & Trist, E. L. (1969). Socio-technical systems. In F. L. Emery (Ed.), Systems
Thinking. London: Penguin

25
Flach, J. M., Vicente, K. J., Tanabe, F., Monta, K., and Rasmussen, J.. (1998) ‘An ecological
approach to interface design’, Annual Meeting of the Human Factors and Ergonomics
Society, Human Factors Society, San Francisco, Calif.
García Herrero, S. et al. (2002) ‘From the traditional concept of safety management to safety
integrated with quality.’, Journal of safety research, 33(1), pp. 1–20. doi: 10.1016/s0022-
4375(02)00008-7.
Hendrick, H. W. (2003). Determining the cost-benefits of ergonomics projects and factors
that lead to their success. Applied Ergonomics, 34, 419-427
Leavitt, H. J. (1965) Applied Organizational Change in Industry; structural, technological and
humanistic approaches. In J. G. March (1965) Handbook of Organizations. Chicago; Rand
McNally & Company, 1144 – 1170.
Leitch, S. et al. (2010) ‘ETHICS : The Past , Present and Future of Socio-Technical Systems
Design To cite this version : ETHICS : The Past , Present and Future of Socio-’, History of
computing: Learning from the past. Springer Berlin Heidelberg, 2, pp. 189–197.
Mcleod, S., (2020). Cognitive Approach Simply Psychology. [online] Simplypsychology.org.
Available at: <https://www.simplypsychology.org/cognitive.html> [Accessed 12 October
2020].
Pasmore, W. et al. (2019) ‘Reflections: Sociotechnical Systems Design and Organization
Change’, Journal of Change Management. Taylor & Francis, 19(2), pp. 67–85. doi:
10.1080/14697017.2018.1553761.
Principles and Guidelines for HF/E Design and Management of Work Systems. (2019) Joint
Document by IEA and the International Labour Organization (ILO).
Read, G.J.M., Salmon, P.M., Goode, N., & Lenné, M.G. (2018). A sociotechnical design
toolkit for bridging the gap between systems‐based analyses and system design.Human
Factors and Ergonomics in Manufacturing & Service Industries,28(6), 327-341.
Taylor P. and Lewis J., (2011). Encyclopedia Of Software Engineering Human Factors
Engineering Human Factors Engineering. Taylor and Francis, pp.37-41.

26

Anda mungkin juga menyukai