No Unsur Penjelasan
1 Sinopsis Seorang lelaki miskin pengrajin jerami berbohong pada raja
bahwa putrinya bisa memintal jerami menjadi mas. Sang raja
meminta putri lelaki miskin itu datang ke istana untuk
membuktikan bahwa jerami bisa dipintal menjadi mas. Tiga
babak putri lelaki miskin dapat memintal jerami menjadi mas atas
bantuan kurcaci dengan tiga konsekuensi, dan pada babak yang
ketiga putri lelaki miskin menjadi ratu atas raja yang serakah.
Pada suatu malam kurcaci menuntut janji untuk memberikan anak
sulungnya tetapi sang ratu tidak jadi memberikan anak sulungnya
sebab teka-teki kurcaci dapat dijawab oleh sang ratu
2.3 komparasi
Tokoh Dongeng Manusia realitas kini
Lelaki miskin Dalam kehidupan masa kini banyak
orang melakukan apa saja untuk
mendapatkan pengakuan dari
lingkungannya, seperti:
mengorbankan harta benda atau
sejumlah uang, harga diri, iman,
keluarga, persahabatan, dan lain-lain
Putri lelaki miskin Perempuan masa kini dalam
dedikasinya terhadap orang tua,
kebodohannya, ketika terbelit masalah
sering ambil jalan pintas, seperti
meminta jasa iblis dengan segala
konsekuensinya.
Raja Keserakahan sudah lama berlangsung
dari abad ke abad karena sifat ini
merupakan karakter utama makhluk
pemuja kehidupan di dunia
2.4 kausalitas
Penyebab Akibat
Agar terlihat penting di mata Berbohong ke raja dengan
raja, lelaki miskin mengatakan putrinya bisa
memintal jerami menjadi
mas
Karena lelaki miskin berkata Raja meminta putri lelaki
putrinya bisa memintal miskin memintal jerami
jerami menjadi emas menjadi emas
Putri lelaki miskin tidak bisa Menerima tawaran kurcaci
memintal jerami menjadi untuk membantu memintal
mas jerami menjadi mas dengan
sebuah konsekuensi
3 Interpretasi Kesimpulan
Seseorang bahkan banyak orang berusaha untuk meningkatkan
status sosial dengan berbagai upaya. Ada upaya yang bersifat
positif tetapi ada juga yang bersifat negatif. Kedua sifat ini pasti
memiliki konsekuensi masing-masing dengan seiring waktu
berjalan
4 Kritik 3.1 Keunggulan
Cerpen/dongeng ini sangat tepat ditujukan ke jiwa-jiwa
hedonisme, yaitu yang mendewakan gemerlapnya kehidupan
di dunia. Dengan bahasa yang lugas, penulis menyatakan
bahwa betapa berbahayanya upaya seseorang dalam meraih
kehidupan duniawi dengan mempertaruhkan kehidupannya
sendiri
3.2 Kelemahan
Cerpen/dongeng ini merupakan alih bahasa (terjemahan) Ada
makna yang tidak terbawa/terikut dari bahasa aslinya ke
bahasa terjemahan sehingga cerita seperti berita di koran
c) Jenis-jenis esay
Ada beberapa jenis tulisan esay, antara lain:
1. Deskriptif
Tulisan esay yang mendiskripsikan suatu objek. Objek tersebut dapat bersifat konkrit
dan abstrak. Motifasi dalam penulisan esay ini karena objek tersebut menarik perhatian
penulisnya.
2. Tajuk
Tulisan esay yang dimuat di media massa (koran) Biasanya esay ini merupakan
tanggapan terhadap isu-isu yang berkembang di kalangan masyarakat, seperti: kebijakan
pemerintah, politik, hukum, kondisi ekonomi, dan lain-lain
3. Cukilan Watak
Tulisan esay yang berisikan cukilan watak tokoh atau watak seseorang terkait dengan isu
yang hangat dibicarakan orang banyak.
4. Pribadi
Penulis esay mengisahkan dirinya sendiri lalu mengutarakan argumennya terhadap suatu
isu yang sangat menarik perhatiannya.
D. Penilaian
Cermati cerpen berikut!
[Roti Pemberian Penyihir]
O. Henry
Martha Meacham memiliki toko roti mungil yang terletak di sudut jalan.
Martha berumur empat puluh tahun, buku tabungannya menunjukkan angka dua ribu dolar,
dan dia memiliki dua gigi palsu dan hati bak malaikat. Banyak yang menikahi seseorang yang
sifatnya tidak lebih baik dari Martha.
Sekitar dua atau tiga kali seminggu, ada seorang pelanggan yang mulai menarik perhatiannya.
Dia adalah seorang pria paruh baya, mengenakan kaca mata, dan janggutnya dicukur tipis.
Dia berbahasa Inggris dengan aksen Jerman yang masih sangat kental. Bajunya selalu lusuh,
kusut, penuh tambalan, dan sedikit longgar di badannya. Tapi dia tetap tampak rapi dan
sikapnya sangat santun.
Dia selalu membeli dua roti apak. Roti segar dijual seharga lima sen, sedangkan dengan harga
segitu dia bisa mendapatkan dua roti apak. Tidak pernah sekalipun dia membeli roti lain.
Pernah sekali waktu Martha melihat ada noda merah dan coklat di jemarinya. Dia yakin bahwa
pria tersebut berprofesi sebagai seniman dan sangat miskin. Dia pasti tinggal di kamar loteng
yang juga berfungsi sebagai studio seni dan makan roti apak sambil membayangkan melahap
semua makanan lezat yang dipajang di toko roti Martha.
Sering sekali saat Martha duduk sambil menikmati roti dan tehnya, dia berharap bahwa
seniman santun dambaannya dapat ikut menikmati jamuan lezatnya daripada memakan roti
kering di ruangan yang pengap. Seperti yang sudah kalian ketahui, Martha adalah seorang
wanita yang baik hati.
Untuk mengetes tebakannya akan pekerjaan pria tersebut, Martha mengangkut sebuah lukisan
dari kamarnya lalu memajangnya di dinding belakang meja kasir. Lukisan tersebut bukanlah
lukisan mahal. Martha membelinya di sebuah pasar loak.
Itu adalah lukisan pemandangan kota Venesia. Bangunan megah yang terbuat dari batu
marmer (begitulah yang tertulis di lukisan) berdiri tegak di hadapan sebuah lapangan—atau
mungkin lebih tepatnya kolam. Di sekitarnya terdapat gondola (dengan gambar seorang wanita
yang sedang menjejaki tangannya di atas permukaan air), awan dan langit. Seorang seniman
sejati pasti akan memandangnya.
Dua hari kemudian, datanglah pelanggan yang dimaksud.
“Tolong bungkuskan dua roti apak.”
“Lukisan ini sungguh indah, nyonya.” Komentarnya saat Martha sedang membungkus
pesanan.
“Benarkah?” sahut Martha. Hatinya gembira karena rencananya berhasil. “Aku sangat
mengagumi seni dan” (tidak, jangan sebut seniman. Terlalu cepat untuk itu.) “dan lukisan,”
lanjutnya. “Apakah menurutmu itu lukisan yang bagus?”
“Keseimbangannya,” ujar pelanggannya, “tidak tergambar dengan baik. Perspektifnya sedikit
salah. Sampai jumpa, nyonya.”
Dia mengambil rotinya, membungkuk, dan berlalu pergi.
Ya, dia pasti seorang seniman. Kemudian Martha membawa lukisan tersebut kembali ke
kamarnya.
Betapa lembut dan hangat sinar matanya! Alisnya tebal! Mampu menilai perspektif dalam
waktu sekilas—sementara hidup dengan memakan roti apak! Namun orang jenius terkadang
memang harus berjuang keras terlebih dahulu sebelum dirinya diakui.
Betapa bagusnya jika kejeniusannya dalam menilai seni dan perspektif dapat didukung oleh
tabungan senilai dua ribu dolar, sebuah toko roti, dan seorang wanita yang baik hati untuk—
Namun ini hanyalah khayalan semata, Martha.
Terkadang saat dia datang, dia mengobrol sebentar dengan Martha dari balik lemari kaca.
Tampaknya dia sangat menyukai kata-kata Martha yang selalu penuh keceriaan.
Dia terus membeli roti apak. Tidak pernah kue, pie, ataupun roti Sally Lunns buatannya yang
terkenal lezat.
Pikirnya dia mulai terlihat kurus dan berkecil hati. Hatinya terenyuh, ingin menambahkan
sesuatu yang lezat di belanjannya, namun dia tidak berani melakukannya. Dia tidak berani jika
nanti ditanya olehnya. Dia paham betul harga diri seorang seniman.
Martha memutuskan untuk mengenakan baju sutra dengan bintik-bintik biru. Di kamar
belakang, dia telah membuat sebuah ramuan misterius yang terbuat dari biji buah quince dan
borax. Banyak orang menggunakannya untuk mempercantik wajah.
Suatu hari, pelanggannya datang seperti biasa. Dia menaruh uang di atas lemari kaca, dan
meminta roti apak. Ketika Martha hendak mengambil roti, tiba-tiba terdengar suara keributan
dari luar.
Pria tersebut segera bergegas ke pintu dan melihat keluar. Seketika itu Martha mendapatkan
ide dan meraih kesempatannya.
Di laci bawah meja kasir terdapat sepotong mentega segar yang diantarkan oleh tukang susu
sepuluh menit yang lalu. Dengan menggunakan pisau roti, Martha memotong pertengahan roti
apak, lalu memasukkan banyak mentega ke dalamnya, dan menempelkan kembali kedua
belahnya.
Ketika pelanggannya kembali, dia segera membungkus rotinya.
Saat dia telah pergi, setelah sedikit bercakap-cakap, Martha tersenyum pada diri sendiri
dengan dibarengi rasa bahagia di lubuk hatinya.
Apakah dia terlalu lancang? Apakah pelanggannya akan tersinggung? Tentu tidak. Tidak ada
kata ‘LANCANG’ dalam kamus makanan. Mentega bukanlah simbol kelancangan kaum
wanita.
Sepanjang hari itu Martha tidak dapat melepaskan pikirannya dari hal tersebut. Dia
membayangkan kejadian ketika pria idamannya menemukan kejutan darinya.
Dia menaruh kuas dan catnya. Dia berdiri di hadapan lukisannya yang memiliki perspektif
sempurna.
Dia pergi mempersiapkan makan siang yang terdiri dari roti kering dan air. Dia potong rotinya,
dan— ah!
Martha jadi tersipu malu. Akankah dia membayangkan tangan yang menaruh mentega di sana?
Akankah dia—
Tiba-tiba lonceng pintu berdenting dengan keras. Seseorang masuk dan membuat keributan di
dalam toko.
Martha bergegas ke meja depan. Dua orang pria berdiri di sana. Salah satu dari mereka adalah
seorang anak muda yang sedang menghisap pipa rokok—Martha belum pernah melihatnya.
Yang satunya lagi adalah si seniman pujaannya.
Wajah pria itu memerah, topinya sedikit jatuh ke belakang kepala, rambutnya kusut masai. Dia
mengepalkan kedua tangannya dan mengguncang-guncang pundak Martha.
“Dummkopf!” teriaknya sekeras mungkin, lalu “Tausendonfer!” dalam bahasa Jerman.
Si anak muda mencoba memisahkan mereka.
“Aku tidak akan pergi,” teriaknya dengan marah, “sebelum aku selesai bicara padanya.”
Lalu dia memukul-mukul meja toko Martha.
“Kau telah menghancurkan hidupku,” teriaknya. Kini mata birunya berkobar di balik kaca
matanya. “Sini, biar kukatakan padamu. Dasar kau kucing tua!”
Martha hanya dapat bersandar pada lemari di belakangnya dan menaruh salah satu tangannya
di pinggang baju sutera birunya. Sementara si anak muda menahan pria itu dengan
menggenggam kerah bajunya.
“Ayolah,” sahutnya, “kau sudah mengatakan cukup banyak.” Dia menyeret pria tersebut
keluar toko, meninggalkannya di pinggir jalan, lalu masuk kembali.
“Sepertinya aku harus menerangkan hal ini padamu, nyonya.” Ujarnya, “Namanya
Blumberger. Dia bekerja sebagai perancang arsitektur. Aku satu kantor dengannya.
“Dia telah bekerja selama tiga bulan ini menggambar rancangan gedung kota yang baru untuk
diikutsertakan dalam kompetisi berhadiah. Dia baru saja selesai mewarnai garis-garisnya
kemarin. Seorang perancang selalu menggambar dengan menggunakan pensil terlebih dahulu.
Ketika telah selesai, dia akan menghapus garis pensil dengan roti apak. Hasilnya lebih bersih
daripada penghapus india.”
“Blumberger sejak dulu membeli rotinya di sini. Namun hari ini, nyonya, menteganya telah—
intinya sekarang rancangan Blumberger tidak lagi dapat dipakai kecuali sebagai pembungkus
roti sandwich.”
Setelahnya, Martha pergi ke ruang belakang. Dia lepas baju sutera birunya lalu menggantinya
dengan baju cokelat yang biasa dikenakannya. Kemudian dia buang ramuan kecantikannya ke
dalam tong sampah di luar jendela.
[Selesai]
Berdasarkan cerpen di atas, tuliskanlah!
2.2 klasifikasi
Nama Tokoh Klasifikasi Karakter
Martha Meacham Kelompok manusia rendah hati
yang sangat baik
Blumberger Kelompok manusia yang rajin
tetapi pendiam karena ia fokus
dengan tujuannya
Anak muda Kelompok manusia penyabar
yang selalu menghadapi masalah
dengan kepala dingin
2.3 komparasi
Tokoh Dongeng Manusia realitas kini
Martha Meacham Perempuan masa kini yang sangat
baik hati dan bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Blumberger Pria yang rajin dan giat dan juga
memiliki tujuan dalam hidupnya.
Namun, tertutup terhadap orang
baru.
Anak muda Manusia yang memiliki sifat
sabar dan menjelaskan apa yang
sebenarnya sedang terjadi.
2.4 kausalitas
Penyebab Akibat
Untuk mengetes Pria paruh baya tersebut
tebakannya akan menilai lukisan milik
pekerjaan pria tersebut, Martha, dan Martha
Martha mengangkut menjadi tahu bahwa
sebuah lukisan dari pekerjaan pria tersebut
kamarnya lalu seorang seniman.
memajangnya di dinding
belakang meja kasir.
Martha memasukkan Martha telah
mentega ke roti apak menghancurkan
milik pria paruh baya hidupnya, karena roti
apak yang dibeli
digunakan sebagai
penghapus, hasilnya lebih
bersih daripada
penghapus india.
3 Interpretasi Kesimpulan
Jika mau bertindak kepada orang yang belum terlalu
dikenal, sebelumnya pikirkan dulu resikonya, karena kita
tidak tahu apa yang dilakukan di hidupnya, bisa jadi yang
kita lakukan dapat mecelakakannya.
4 Kritik 3.1 Keunggulan
Cerita ini mengajarkan jangan asal mengambil tindakan
kepada orang yang belum terlalu dekat, karena jika tindakan
tersebut salah dapat berakibat fatal.
3.2 Kelemahan
Cerita ini terdapat bahasa asing yang tidak dijelaskan
artinya.
Isi Sekitar dua atau tiga kali seminggu, ada seorang pelanggan
yang mulai menarik perhatiannya. Dia adalah seorang pria
paruh baya, mengenakan kaca mata, dan janggutnya dicukur
tipis. Dia berbahasa Inggris dengan aksen Jerman yang
masih sangat kental. Dia selalu membeli dua roti apak. Roti
segar dijual seharga lima sen, sedangkan dengan harga segitu
dia bisa mendapatkan dua roti apak. Tidak pernah sekalipun
dia membeli roti lain.
Pernah sekali waktu Martha melihat ada noda merah dan
coklat di jemarinya. Dia yakin bahwa pria tersebut berprofesi
sebagai seniman dan sangat miskin. Dia pasti tinggal di
kamar loteng yang juga berfungsi sebagai studio seni dan
makan roti apak sambil membayangkan melahap semua
makanan lezat yang dipajang di toko roti Martha.
Sering sekali saat Martha duduk sambil menikmati roti dan
tehnya, dia berharap bahwa seniman santun dambaannya
dapat ikut menikmati jamuan lezatnya daripada memakan
roti kering di ruangan yang pengap. Seperti yang sudah
kalian ketahui, Martha adalah seorang wanita yang baik hati.
Untuk mengetes tebakannya akan pekerjaan pria tersebut,
Martha mengangkut sebuah lukisan dari kamarnya lalu
memajangnya di dinding belakang meja kasir. Lukisan
tersebut bukanlah lukisan mahal. Martha membelinya di
sebuah pasar loak.
Itu adalah lukisan pemandangan kota Venesia. Bangunan
megah yang terbuat dari batu marmer (begitulah yang tertulis
di lukisan) berdiri tegak di hadapan sebuah lapangan—atau
mungkin lebih tepatnya kolam. Di sekitarnya terdapat
gondola (dengan gambar seorang wanita yang sedang
menjejaki tangannya di atas permukaan air), awan dan langit.
Seorang seniman sejati pasti akan memandangnya.
Dua hari kemudian, datanglah pelanggan yang dimaksud.
“Tolong bungkuskan dua roti apak.”
“Lukisan ini sungguh indah, nyonya.” Komentarnya saat
Martha sedang membungkus pesanan.
“Benarkah?” sahut Martha. Hatinya gembira karena
rencananya berhasil. “Aku sangat mengagumi seni dan”
(tidak, jangan sebut seniman. Terlalu cepat untuk itu.) “dan
lukisan,” lanjutnya. “Apakah menurutmu itu lukisan yang
bagus?”
“Keseimbangannya,” ujar pelanggannya, “tidak tergambar
dengan baik. Perspektifnya sedikit salah. Sampai jumpa,
nyonya.”
Dia mengambil rotinya, membungkuk, dan berlalu pergi.
Ya, dia pasti seorang seniman. Kemudian Martha membawa
lukisan tersebut kembali ke kamarnya.
Betapa lembut dan hangat sinar matanya! Alisnya tebal!
Mampu menilai perspektif dalam waktu sekilas—sementara
hidup dengan memakan roti apak! Namun orang jenius
terkadang memang harus berjuang keras terlebih dahulu
sebelum dirinya diakui.
Betapa bagusnya jika kejeniusannya dalam menilai seni dan
perspektif dapat didukung oleh tabungan senilai dua ribu
dolar, sebuah toko roti, dan seorang wanita yang baik hati
untuk—Namun ini hanyalah khayalan semata, Martha.
Terkadang saat dia datang, dia mengobrol sebentar dengan
Martha dari balik lemari kaca. Tampaknya dia sangat
menyukai kata-kata Martha yang selalu penuh keceriaan.
Dia terus membeli roti apak. Tidak pernah kue, pie, ataupun
roti Sally Lunns buatannya yang terkenal lezat.
Pikirnya dia mulai terlihat kurus dan berkecil hati. Hatinya
terenyuh, ingin menambahkan sesuatu yang lezat di
belanjannya, namun dia tidak berani melakukannya. Dia
tidak berani jika nanti ditanya olehnya. Dia paham betul
harga diri seorang seniman.
Martha memutuskan untuk mengenakan baju sutra dengan
bintik-bintik biru. Di kamar belakang, dia telah membuat
sebuah ramuan misterius yang terbuat dari biji
buah quince dan borax. Banyak orang menggunakannya
untuk mempercantik wajah.
Suatu hari, pelanggannya datang seperti biasa. Dia menaruh
uang di atas lemari kaca, dan meminta roti apak. Ketika
Martha hendak mengambil roti, tiba-tiba terdengar suara
keributan dari luar.
Pria tersebut segera bergegas ke pintu dan melihat keluar.
Seketika itu Martha mendapatkan ide dan meraih
kesempatannya.
Di laci bawah meja kasir terdapat sepotong mentega segar
yang diantarkan oleh tukang susu sepuluh menit yang lalu.
Dengan menggunakan pisau roti, Martha memotong
pertengahan roti apak, lalu memasukkan banyak mentega ke
dalamnya, dan menempelkan kembali kedua belahnya.