Anda di halaman 1dari 15

Mata Pelajaran :Bahasa Indonesia

Nama :Nabila Janatri


Kelas :XII IPA/IPS
Semester :Ganjil
Materi Pokok : Kritik dan Esay Sastra
Alokasi waktu : 90 menit
A.Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar Indikator
3.12 Membandingkan kritik sastra dan esai a) Menentukan unsur-unsur kritik dan esai,
dari aspek pengetahuan dan pandangan persamaan dan perbedaan kritik dan esai,
penulis dari aspek pengetahuan dan pandangan
4.12 Menyusun kritik dan esai dengan b) Menulis kritik dan esai dengan memerhatikan
memerhatikan aspek pengetahuan dan aspek pengetahuan dan pandangan tertulis
pandangan penulis c) Mempresentasikan, menanggapi, merevisi
kritik dan esai yang telah ditulis
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat:
a) Menentukan unsur-unsur kritik dan esai, persamaan dan perbedaan kritik dan esai, dari
aspek pengetahuan dan pandangan
b) Menulis kritik dan esai dengan memerhatikan aspek pengetahuan dan pandangan tertulis
c) Mempresentasikan, menanggapi, merevisi kritik dan esai yang telah ditulis
C. Materi Pembelajaran
Kritik dan Esai:
a) Pengertian Kritik Sastra
Menghakimi suatu karya sastra, apakah baik, layak, atau tidak untuk dibaca masyarakat.
Ada tiga pihak yang berkaitan dengan kritik sastra, yaitu: Kritikus, Karya Sastra, dan
Penulis karya sastra.
Kritikus merupakan pihak yang tahu dan berusaha mencari tahu permasalahan atas; karya
sastra, penulisnya, dan yang melatarbelakanginya. Atas dasar inilah kritikus menghakimi
karya tersebut, apakah baik atau buruk. Misalnya: Karya sastra X, Penulis Y, Pada masa Z.
Ada pola pemikiran bahwa X, Y, dan Z memiliki keterkaitan. Jika ada deviasi maka menjadi
sebuah pertanyaan. Latar belakang kehidupan penulis diperkirakan akan mewarnai karya-
karyanya. Latar belakang kehidupan penulis, seperti: lingkungan tempat tinggal, lahir dari
keluarga yang bagaimana, tingkatan sosial, tingkat pendidikan, dan profesi. Data-data ini
sangat penting bagi seorang kritikus sebelum menghakimi karya tersebut.
Kemudian kritik sastra juga menyorot karya tersebut terlepas dari penulisnya. Ada pola
pemikiran bahwa karya sastra merupakan sebuah dunia kehidupan yang sudah terlepas dari
siapa penulisnya sehingga bebas menginterpretasi atau memaknainya sesuai dengan
perspektif masing-masing tanpa menghubungkannya lagi dengan pengarangnya. Jika para
pembaca terdiri atas; profesional, pegiat lingkungan, filsuf, ahli ekonomi, ahli hukum,
rohaniawan, preman pasar dan lain-lain maka mereka bisa menginterpretasi sebuah karya
sastra sesuai dengan kompetensi dan selera masing-masing.
Dengan demikian tidak ada istilah salah saat seseorang memberikan komentar terhadap
sebuah karya sastra karena toh mereka memiliki landasan masing-masing dan hal itu tetap
dapat diterima dan sah-sah saja sepanjang penjelasan mereka dapat diterima akal sehat.

Ada beberapa langkah untuk melakukan kritik karya sastra


1. Membaca karya sastra dengan cermat
2. Menuliskan sinopsis cerita
3. Melakukan analisis, meliputi: identifikasi, klasifikasi, komparasi, dan kausalitas
4. Menuliskan keunggulan dan kelemahan karya tersebut

Format penulisan kritik karya sastra


No Unsur Penjelasan
1 Sinopsis
2 Analisis 2.1 Identifikasi
2.2 klasifikasi
2.3 komparasi
2.4 kausalitas
3 Interpretasi Kesimpulan
4 Kritik 3.1 Keunggulan
3.2 Kelemahan

Cermati contoh cerpen terjemahan di bawah ini!


Rumpelstiltskin
Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang pengrajin jerami yang memiliki seorang putri
yang cantik jelita. Sepanjang hidupnya, mereka hidup dalam kemiskinan. Suatu hari,
ayahnya pergi menemui sang Raja, dan agar membuat dirinya terlihat penting di mata
sang Raja, dia berkata, “Yang Mulia, saya memiliki seorang putri yang dapat memintal
jerami menjadi emas.”
Dengan tenang sang Raja menjawab, “Sungguh keterampilan yang memukau. Jika
memang putrimu sehebat yang kau katakan, maka bawalah besok dia ke istana, dan akan
kuuji sendiri kemampuannya.”
Keesokan harinya, putrinya datang ke istana dan segera dibawa oleh sang Raja menuju
ruangan yang penuh dengan jerami. Kemudian dia diberikan alat pemintal. “Mulailah
bekerja, jika sampai besok pagi kau belum juga memintal jerami menjadi emas, maka kau
harus mati.” Perintah sang Raja. Mendengar hal itu, tubuhnya menjadi lemas, dia sama
sekali tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia tidak tahu bagaimana cara memintal
jerami menjadi emas. Dia pun semakin putus asa, dan akhirnya mulai menangisi nasibnya.
Namun tidak lama kemudian, pintu ruangan terbuka dan dari sana datanglah seseorang
yang bertubuh kerdil. Dia berkata, “Selamat malam, Nona Pemintal Jerami, kenapa Anda
menangis?”
“Malangnya nasibku!” sahutnya, “Aku harus memintal jerami menjadi emas, sementara
aku tidak mengetahui bagaimana caranya.”
“Apa yang dapat kau persembahkan padaku jika aku berhasil melakukannya?” Tanya
manusia kerdil tersebut.
“Akan kuberikan kalungku padamu.” Jawabnya.
Manusia kerdil itu lalu mengambil kalungnya dan mulai memintal jerami satu per satu.
Ajaibnya, setiap kali dia memutar alat pemintal, jeraminya berubah menjadi emas.
Diulangnya proses tersebut sepanjang malam sampai seluruh ruangan yang semula
dipenuhi jerami, kini penuh dengan emas. Saat fajar menyingsing, sang Raja tiba di sana,
dan ketika dilihatnya tumpukan emas yang berserakan, hatinya sungguh gembira. Alih-alih
puas dengan semua itu, sang Raja menjadi semakin serakah. Dibawanya gadis pemintal
jerami ke ruangan lain yang kali ini terisi lebih banyak jerami. Lalu dia menyuruhnya
memintal seluruh jerami di sana menjadi emas dalam satu malam jika dia masih
menyayangi nyawanya. Gadis itupun kembali merasa tak berdaya dan menangis. Ketika
pintu terbuka, si manusia kerdil muncul lagi dan bertanya, “Apa yang akan kau
persembahkan padaku jika aku memintal semua jerami tersebut menjadi emas?”
“Cincin di jariku.” Jawabnya.
Manusia kerdil itu mengambil cincinnya, lalu mulai memintal semua jerami di sana.
Keesokan paginya, seluruh ruangan dipenuhi oleh emas yang berkilauan.
Melihat pemandangan indah tersebut, hati raja senang bukan kepalang. Namun tetap saja
dia merasa kurang, dan membawa gadis itu ke ruangan yang lebih besar, dan
memerintahnya, “Pintal semua jerami di sini dalam waktu satu malam. Kali ini, jika kau
berhasil melakukannya, akan kujadikan kau istriku.” “Walaupun dia hanyalah seorang
putri pemintal jerami,” batin sang Raja, “aku tidak akan pernah menemukan istri yang
lebih kaya darinya di dunia ini.”
Ketika dia sendirian, manusia kerdil datang kembali untuk yang ketiga kalinya, dan
bertanya, “Apa yang akan kau berikan padaku jika aku memintal semua jerami ini
untukmu?”
“Tidak ada lagi yang dapat kuberikan padamu,” sahut gadis itu.
“Kalau begitu berjanjilah, jika kau menjadi ratu, maka berikan anak pertamamu padaku.”
“Entah kapan hal itu akan terjadi, ‘kan?” pikirnya. Karena tidak tahu lagi bagaimana
caranya keluar dari kemalangan ini, diapun menyetujuinya. Kemudian, manusia kerdil itu
mulai memintal lagi.
Saat sang Raja datang pagi harinya dan melihat semua sesuai dengan keinginannya,
diapun menikahi gadis pemintal jerami dan menjadikannya sang Ratu.
Setahun kemudian, mereka memiliki seorang anak, dan dia sudah lupa dengan janjinya
pada sang kurcaci. Namun tiba-tiba dia datang ke kamarnya, dan berkata “Aku datang
untuk menuntut janjimu.”
Sang Ratu terkejut dan takut setengah mati, dia lalu menawarkannya seluruh kekayaan di
kerajaan jika dia bersedia tidak mengambil anaknya. Namun sang kurcaci berkata,
“Tidak. Bagiku makhluk hidup lebih berharga dibanding seluruh kekayaan di dunia ini.”
Kemudian sang Ratu menangis tersedu-sedu, sehingga sang kurcaci mengasihaninya.
“Akan kuberikan waktu tiga hari,” ujarnya, “jika sampai hari itu kau mengetahui namaku,
maka aku tidak akan mengambil anakmu.”
Sepanjang malam sang Ratu pun memikirkan seluruh nama yang pernah didengarnya, dan
dia mengirimkan seorang utusan untuk mencari tahu semua nama yang ada di seluruh
pelosok negeri. Ketika sang kurcaci datang keesokan harinya, dia mulai menyebutkan
daftar nama yang telah diperolehnya dimulai dari Caspar, Melchior, Balthazar. Namun
setiap kali dia menyebutkan nama, sang kurcaci hanya berkata, “Itu bukan namaku.” Pada
hari kedua, dia menanyakan nama-nama orang yang ada di sekitar kerajaannya, lalu
disebutkannya nama-nama yang terdengar tidak lazim kepada sang kurcaci. “Apakah
namamu Shortribs, atau Sheepshanks, atau Laceleg?” namun dia tetap menjawab, “Itu
bukan namaku.”
Pada hari ketiga, utusannya datang kembali dan berkata, “Maaf yang Mulia, saya tidak
berhasil menemukan nama yang baru, namun saat saya pergi ke gunung di ujung hutan,
saya menemukan sebuah rumah mungil di sana. Di depan rumah tersebut, ada api unggun
yang menyala. Di sekitarnya seorang manusia kerdil sedang melompat-lompat dengan satu
kaki sembari berteriak—
“Hari ini aku berpesta, besok aku bergembira,
Aku akan mendapatkan anak sang Ratu.
Ha! Senang rasanya tidak ada yang tahu
Bahwa Rumpelstiltskin adalah namaku.”
Hati sang Ratu gembira tiada terkira saat dia mendengar namanya. Tidak lama kemudian,
sang kurcaci datang dan bertanya, “Nah, Ratu, siapakah namaku?”
Mulanya dia berkata, “Apakah namamu Conrad?”
“Bukan.”
“Apakah namamu Harry?”
“Bukan.”
“Atau mungkin namamu adalah Rumpelstiltskin?”
“Pasti iblis yang telah mengatakannya padamu!” teriak sang kurcaci. Dengan marahnya
dia menghentakkan kakinya dengan keras ke lantai sehingga seluruh tubuhnya masuk ke
dalam tanah. Sejak saat itu sang Ratu tidak pernah lagi bertemu dengannya.

No Unsur Penjelasan
1 Sinopsis Seorang lelaki miskin pengrajin jerami berbohong pada raja
bahwa putrinya bisa memintal jerami menjadi mas. Sang raja
meminta putri lelaki miskin itu datang ke istana untuk
membuktikan bahwa jerami bisa dipintal menjadi mas. Tiga
babak putri lelaki miskin dapat memintal jerami menjadi mas atas
bantuan kurcaci dengan tiga konsekuensi, dan pada babak yang
ketiga putri lelaki miskin menjadi ratu atas raja yang serakah.
Pada suatu malam kurcaci menuntut janji untuk memberikan anak
sulungnya tetapi sang ratu tidak jadi memberikan anak sulungnya
sebab teka-teki kurcaci dapat dijawab oleh sang ratu

2 Analisis 2.1 Identifikasi


Penokohan
Nama Tokoh Karakter Dialog/tindakan
Lelaki Miskin Bohong “putriku bisa...”
Putri Lelaki miskin Patuh “aku tidak bisa...”
Raja Serakah “jika tidak bisa..”
2.2 klasifikasi
Nama Tokoh Klasifikasi Karakter
Lelaki Miskin Kelompok manusia pembohong yang
sangat berbahaya
Putri lelaki miskin Kelompok manusia yang patuh tetapi
bodoh karena menjalin kesepakatan
dengan iblis
Raja Kelompok manusia serakah yang
tidak pernah puas dengan apa yang
dimiliki

2.3 komparasi
Tokoh Dongeng Manusia realitas kini
Lelaki miskin Dalam kehidupan masa kini banyak
orang melakukan apa saja untuk
mendapatkan pengakuan dari
lingkungannya, seperti:
mengorbankan harta benda atau
sejumlah uang, harga diri, iman,
keluarga, persahabatan, dan lain-lain
Putri lelaki miskin Perempuan masa kini dalam
dedikasinya terhadap orang tua,
kebodohannya, ketika terbelit masalah
sering ambil jalan pintas, seperti
meminta jasa iblis dengan segala
konsekuensinya.
Raja Keserakahan sudah lama berlangsung
dari abad ke abad karena sifat ini
merupakan karakter utama makhluk
pemuja kehidupan di dunia

2.4 kausalitas
Penyebab Akibat
Agar terlihat penting di mata Berbohong ke raja dengan
raja, lelaki miskin mengatakan putrinya bisa
memintal jerami menjadi
mas
Karena lelaki miskin berkata Raja meminta putri lelaki
putrinya bisa memintal miskin memintal jerami
jerami menjadi emas menjadi emas
Putri lelaki miskin tidak bisa Menerima tawaran kurcaci
memintal jerami menjadi untuk membantu memintal
mas jerami menjadi mas dengan
sebuah konsekuensi

3 Interpretasi Kesimpulan
Seseorang bahkan banyak orang berusaha untuk meningkatkan
status sosial dengan berbagai upaya. Ada upaya yang bersifat
positif tetapi ada juga yang bersifat negatif. Kedua sifat ini pasti
memiliki konsekuensi masing-masing dengan seiring waktu
berjalan
4 Kritik 3.1 Keunggulan
Cerpen/dongeng ini sangat tepat ditujukan ke jiwa-jiwa
hedonisme, yaitu yang mendewakan gemerlapnya kehidupan
di dunia. Dengan bahasa yang lugas, penulis menyatakan
bahwa betapa berbahayanya upaya seseorang dalam meraih
kehidupan duniawi dengan mempertaruhkan kehidupannya
sendiri
3.2 Kelemahan
Cerpen/dongeng ini merupakan alih bahasa (terjemahan) Ada
makna yang tidak terbawa/terikut dari bahasa aslinya ke
bahasa terjemahan sehingga cerita seperti berita di koran

b) Pengertian esai sastra


Merupakan tulisan yang membahas suatu masalah dengan menggunakan sudut pandang
penulisnya. Tulisan ini cenderung subjektif dan hanya mengandalkan pemahamannya
sendiri.
Cermati contoh tulisan esai berikut!
Tuhan Tahu Tapi Tunggu(T4)
Supremasi Hukum
Penegakan hukum dalam cerpen(T4) berlangsung dengan baik.
Memang cerpen menyajikan bahwa penyelidikan polisi sangat lemah dan cepat mengambil
keputusan lalu mengajukan berkas Aksenov Dimitri ke meja hakim untuk diadili lalu di
vonis penjara selama 26 tahun. Salahkah polisi penyidiknya ? Tidak! Salahkah Hakim
menjatuhkan Vonis penjara 26 tahun ? Tidak. Salahkah Tsar yang menolak petisi Aksenov
Dimitri ? Tidak. Lalu siapa yang salah ? Yang salah adalah Aksenov Dimitri sendiri
karena tidak mengerahkan modal untuk menujukkan dirinya bukan pelaku pembunuhan.
Untuk membuktikan bersalah tidaknya seseorang tidak cukup hanya berteriak, menghibah,
meradang, guling-guling atau berlaku garang. Aksenov Dimitri harus menyewa pengacara
handal, menjalin komunikasi baik dengan polisi penyidik, mengajak sang hakim berdialog
dalam dunia sekuler , dan mencoba menghubungi pihak yang memiliki power di kota itu.
Dalam kehidupan sekuler hampir seluruh persoalan tidak bisa lepas dari materi. Mulai
persoalan jarum peniti jatuh hingga pesawat terbang lenyap di angkasa tidak bisa terlepas
dari materi. Pihak mana yang mau berjerih payah melakukan penyelidikan berlama-lama
jika si korban atau klien tersebut merupakan warga biasa dan tidak bermodal? Kecuali
ada kepentingan tertentu di mata hukum maka penyelidikan akan dibuat semakin dramatis
dan berbelit-belit.
Ketika waktu yang terus berjalan lalu menunjukkan dan membukakan siapa yang bersalah
dan siapa yang benar, apakah para pelaku hukum yang masih hidup menepuk dada lalu
merasa bersalah ? Secara fisik hal itu susah dilakukan akan tetapi hati nuraninya mulai
tidak tenteram. Hal itu akan terbias dalam kehidupan pribadinya hingga kehidupan
keturunannya kelak di hari nanti.

c) Jenis-jenis esay
Ada beberapa jenis tulisan esay, antara lain:
1. Deskriptif
Tulisan esay yang mendiskripsikan suatu objek. Objek tersebut dapat bersifat konkrit
dan abstrak. Motifasi dalam penulisan esay ini karena objek tersebut menarik perhatian
penulisnya.
2. Tajuk
Tulisan esay yang dimuat di media massa (koran) Biasanya esay ini merupakan
tanggapan terhadap isu-isu yang berkembang di kalangan masyarakat, seperti: kebijakan
pemerintah, politik, hukum, kondisi ekonomi, dan lain-lain
3. Cukilan Watak
Tulisan esay yang berisikan cukilan watak tokoh atau watak seseorang terkait dengan isu
yang hangat dibicarakan orang banyak.
4. Pribadi
Penulis esay mengisahkan dirinya sendiri lalu mengutarakan argumennya terhadap suatu
isu yang sangat menarik perhatiannya.

d) Unsur-unsur penulisan esay


Unsur Uraian
Pembukaan Mengemukan topik dan pernyataan secara umum
Isi Pernyataan yang lebih rinci dan contoh-contoh
Penutup Kesimpulan atas argumentasi

Cermati contoh berikut!


Unsur Uraian
Pembukaan Penegakan hukum dalam cerpen(T4) berlangsung dengan
baik.
Isi Memang cerpen menyajikan bahwa penyelidikan polisi
sangat lemah dan cepat mengambil keputusan lalu
mengajukan berkas Aksenov Dimitri ke meja hakim untuk
diadili lalu di vonis penjara selama 26 tahun. Salahkah
polisi penyidiknya ? Tidak! Salahkah Hakim menjatuhkan
Vonis penjara 26 tahun ? Tidak. Salahkah Tsar yang
menolak petisi Aksenov Dimitri ? Tidak. Lalu siapa yang
salah ? Yang salah adalah Aksenov Dimitri sendiri karena
tidak mengerahkan modal untuk menujukkan dirinya bukan
pelaku pembunuhan. Untuk membuktikan bersalah tidaknya
seseorang tidak cukup hanya berteriak, menghibah,
meradang, atau berlaku garang. Aksenov Dimitri harus
menyewa pengacara handal, menjalin komunikasi baik
dengan polisi penyidik, mengajak sang hakim berdialog
dalam dunia sekuler , dan mencoba menghubungi pihak
yang memiliki power di kota itu.

Penutup Dalam kehidupan sekuler hampir seluruh persoalan tidak


bisa lepas dari materi. Mulai persoalan jarum peniti jatuh
hingga pesawat terbang lenyap di angkasa tidak bisa
terlepas dari materi. Pihak mana yang mau berjerih payah
melakukan penyelidikan berlama-lama jika si korban atau
klien tersebut merupakan warga biasa dan tidak bermodal?
Kecuali ada kepentingan tertentu di mata hukum maka
penyelidikan akan dibuat semakin dramatis.
Ketika waktu yang terus berjalan membukakan siapa yang
bersalah dan siapa yang benar, apakah para pelaku hukum
yang masih hidup menepuk dada lalu merasa bersalah ?
Secara fisik hal itu susah dilakukan akan tetapi hati
nuraninya mulai tidak tenteram. Hal itu akan terbias dalam
kehidupan pribadinya hingga kehidupan keturunannya
kelak di hari nanti.

e) Perbedaan Kritik dan esaay


Kritik Essay
Mengkomentari karya sastra secara objektif Mengutarakan pendapat yang sifatnya
dan berdasarkan teori subjektif berdasarkan kesehariannya
Mengutarakan keunggulan dan kelemahan Menanggapi suatu karya berdasarkan suatu
suatu karya perspektif
Memberikan solusi perbaikan karya Mengkaitkan karya dengan suatu bidang
keilmuan
Membantu masyarakat pembaca untuk Menemukan nilai dan imajinasi
memahami suatu karya sastra

f) Format Penulisan Essay!


No Unsur Uraian
1 Cermati Karya Sastra Pahami karya sastra lebih rinci
2 Tentukan topik Topik pembahasan tentang apa? Berkaitan dengan karya
sastra
3 Tuliskan judul esay Penulisan judul yang menarik perhatian banyak orang
4 Tuliskan Esay a. pembukaan
Mengemukakan pendapat dengan menggunakan sudut
pandang tertentu secara umum
b. Pembahasan
Merumuskan beberapa hal yang harus dijelaskan
sesuai perspektif tentu mengkaitan dengan suatu
kondisi bahkan bidang ilmu tertentu
c. Penutup
Menuliskan kesimpulan atas rincian dalam
pembahasan.

D. Penilaian
Cermati cerpen berikut!
[Roti Pemberian Penyihir]
O. Henry
Martha Meacham memiliki toko roti mungil yang terletak di sudut jalan.
Martha berumur empat puluh tahun, buku tabungannya menunjukkan angka dua ribu dolar,
dan dia memiliki dua gigi palsu dan hati bak malaikat. Banyak yang menikahi seseorang yang
sifatnya tidak lebih baik dari Martha.
Sekitar dua atau tiga kali seminggu, ada seorang pelanggan yang mulai menarik perhatiannya.
Dia adalah seorang pria paruh baya, mengenakan kaca mata, dan janggutnya dicukur tipis.
Dia berbahasa Inggris dengan aksen Jerman yang masih sangat kental. Bajunya selalu lusuh,
kusut, penuh tambalan, dan sedikit longgar di badannya. Tapi dia tetap tampak rapi dan
sikapnya sangat santun.
Dia selalu membeli dua roti apak. Roti segar dijual seharga lima sen, sedangkan dengan harga
segitu dia bisa mendapatkan dua roti apak. Tidak pernah sekalipun dia membeli roti lain.
Pernah sekali waktu Martha melihat ada noda merah dan coklat di jemarinya. Dia yakin bahwa
pria tersebut berprofesi sebagai seniman dan sangat miskin. Dia pasti tinggal di kamar loteng
yang juga berfungsi sebagai studio seni dan makan roti apak sambil membayangkan melahap
semua makanan lezat yang dipajang di toko roti Martha.
Sering sekali saat Martha duduk sambil menikmati roti dan tehnya, dia berharap bahwa
seniman santun dambaannya dapat ikut menikmati jamuan lezatnya daripada memakan roti
kering di ruangan yang pengap. Seperti yang sudah kalian ketahui, Martha adalah seorang
wanita yang baik hati.
Untuk mengetes tebakannya akan pekerjaan pria tersebut, Martha mengangkut sebuah lukisan
dari kamarnya lalu memajangnya di dinding belakang meja kasir. Lukisan tersebut bukanlah
lukisan mahal. Martha membelinya di sebuah pasar loak.
Itu adalah lukisan pemandangan kota Venesia. Bangunan megah yang terbuat dari batu
marmer (begitulah yang tertulis di lukisan) berdiri tegak di hadapan sebuah lapangan—atau
mungkin lebih tepatnya kolam. Di sekitarnya terdapat gondola (dengan gambar seorang wanita
yang sedang menjejaki tangannya di atas permukaan air), awan dan langit. Seorang seniman
sejati pasti akan memandangnya.
Dua hari kemudian, datanglah pelanggan yang dimaksud.
“Tolong bungkuskan dua roti apak.”
“Lukisan ini sungguh indah, nyonya.” Komentarnya saat Martha sedang membungkus
pesanan.
“Benarkah?” sahut Martha. Hatinya gembira karena rencananya berhasil. “Aku sangat
mengagumi seni dan” (tidak, jangan sebut seniman. Terlalu cepat untuk itu.) “dan lukisan,”
lanjutnya. “Apakah menurutmu itu lukisan yang bagus?”
“Keseimbangannya,” ujar pelanggannya, “tidak tergambar dengan baik. Perspektifnya sedikit
salah. Sampai jumpa, nyonya.”
Dia mengambil rotinya, membungkuk, dan berlalu pergi.
Ya, dia pasti seorang seniman. Kemudian Martha membawa lukisan tersebut kembali ke
kamarnya.
Betapa lembut dan hangat sinar matanya! Alisnya tebal! Mampu menilai perspektif dalam
waktu sekilas—sementara hidup dengan memakan roti apak! Namun orang jenius terkadang
memang harus berjuang keras terlebih dahulu sebelum dirinya diakui.
Betapa bagusnya jika kejeniusannya dalam menilai seni dan perspektif dapat didukung oleh
tabungan senilai dua ribu dolar, sebuah toko roti, dan seorang wanita yang baik hati untuk—
Namun ini hanyalah khayalan semata, Martha.
Terkadang saat dia datang, dia mengobrol sebentar dengan Martha dari balik lemari kaca.
Tampaknya dia sangat menyukai kata-kata Martha yang selalu penuh keceriaan.
Dia terus membeli roti apak. Tidak pernah kue, pie, ataupun roti Sally Lunns buatannya yang
terkenal lezat.
Pikirnya dia mulai terlihat kurus dan berkecil hati. Hatinya terenyuh, ingin menambahkan
sesuatu yang lezat di belanjannya, namun dia tidak berani melakukannya. Dia tidak berani jika
nanti ditanya olehnya. Dia paham betul harga diri seorang seniman.
Martha memutuskan untuk mengenakan baju sutra dengan bintik-bintik biru. Di kamar
belakang, dia telah membuat sebuah ramuan misterius yang terbuat dari biji buah quince dan
borax. Banyak orang menggunakannya untuk mempercantik wajah.
Suatu hari, pelanggannya datang seperti biasa. Dia menaruh uang di atas lemari kaca, dan
meminta roti apak. Ketika Martha hendak mengambil roti, tiba-tiba terdengar suara keributan
dari luar.
Pria tersebut segera bergegas ke pintu dan melihat keluar. Seketika itu Martha mendapatkan
ide dan meraih kesempatannya.
Di laci bawah meja kasir terdapat sepotong mentega segar yang diantarkan oleh tukang susu
sepuluh menit yang lalu. Dengan menggunakan pisau roti, Martha memotong pertengahan roti
apak, lalu memasukkan banyak mentega ke dalamnya, dan menempelkan kembali kedua
belahnya.
Ketika pelanggannya kembali, dia segera membungkus rotinya.
Saat dia telah pergi, setelah sedikit bercakap-cakap, Martha tersenyum pada diri sendiri
dengan dibarengi rasa bahagia di lubuk hatinya.
Apakah dia terlalu lancang? Apakah pelanggannya akan tersinggung? Tentu tidak. Tidak ada
kata ‘LANCANG’ dalam kamus makanan. Mentega bukanlah simbol kelancangan kaum
wanita.
Sepanjang hari itu Martha tidak dapat melepaskan pikirannya dari hal tersebut. Dia
membayangkan kejadian ketika pria idamannya menemukan kejutan darinya.
Dia menaruh kuas dan catnya. Dia berdiri di hadapan lukisannya yang memiliki perspektif
sempurna.
Dia pergi mempersiapkan makan siang yang terdiri dari roti kering dan air. Dia potong rotinya,
dan— ah!
Martha jadi tersipu malu. Akankah dia membayangkan tangan yang menaruh mentega di sana?
Akankah dia—
Tiba-tiba lonceng pintu berdenting dengan keras. Seseorang masuk dan membuat keributan di
dalam toko.
Martha bergegas ke meja depan. Dua orang pria berdiri di sana. Salah satu dari mereka adalah
seorang anak muda yang sedang menghisap pipa rokok—Martha belum pernah melihatnya.
Yang satunya lagi adalah si seniman pujaannya.
Wajah pria itu memerah, topinya sedikit jatuh ke belakang kepala, rambutnya kusut masai. Dia
mengepalkan kedua tangannya dan mengguncang-guncang pundak Martha.
“Dummkopf!” teriaknya sekeras mungkin, lalu “Tausendonfer!” dalam bahasa Jerman.
Si anak muda mencoba memisahkan mereka.
“Aku tidak akan pergi,” teriaknya dengan marah, “sebelum aku selesai bicara padanya.”
Lalu dia memukul-mukul meja toko Martha.
“Kau telah menghancurkan hidupku,” teriaknya. Kini mata birunya berkobar di balik kaca
matanya. “Sini, biar kukatakan padamu. Dasar kau kucing tua!”
Martha hanya dapat bersandar pada lemari di belakangnya dan menaruh salah satu tangannya
di pinggang baju sutera birunya. Sementara si anak muda menahan pria itu dengan
menggenggam kerah bajunya.
“Ayolah,” sahutnya, “kau sudah mengatakan cukup banyak.” Dia menyeret pria tersebut
keluar toko, meninggalkannya di pinggir jalan, lalu masuk kembali.
“Sepertinya aku harus menerangkan hal ini padamu, nyonya.” Ujarnya, “Namanya
Blumberger. Dia bekerja sebagai perancang arsitektur. Aku satu kantor dengannya.
“Dia telah bekerja selama tiga bulan ini menggambar rancangan gedung kota yang baru untuk
diikutsertakan dalam kompetisi berhadiah. Dia baru saja selesai mewarnai garis-garisnya
kemarin. Seorang perancang selalu menggambar dengan menggunakan pensil terlebih dahulu.
Ketika telah selesai, dia akan menghapus garis pensil dengan roti apak. Hasilnya lebih bersih
daripada penghapus india.”
“Blumberger sejak dulu membeli rotinya di sini. Namun hari ini, nyonya, menteganya telah—
intinya sekarang rancangan Blumberger tidak lagi dapat dipakai kecuali sebagai pembungkus
roti sandwich.”
Setelahnya, Martha pergi ke ruang belakang. Dia lepas baju sutera birunya lalu menggantinya
dengan baju cokelat yang biasa dikenakannya. Kemudian dia buang ramuan kecantikannya ke
dalam tong sampah di luar jendela.
[Selesai]
Berdasarkan cerpen di atas, tuliskanlah!

1. Kritik Sastra berdasarkan tabel berikut!


No Unsur Penjelasan
1 Sinopsis Martha Meacham memiliki toko roti mungil yang terletak di
sudut jalan.Martha berumur empat puluh tahun, buku
tabungannya menunjukkan angka dua ribu dolar, dan dia
memiliki dua gigi palsu dan hati bak malaikat. Banyak yang
menikahi seseorang yang sifatnya tidak lebih baik dari
Martha.
Sekitar dua atau tiga kali seminggu, ada seorang pelanggan
yang mulai menarik perhatiannya. Dia adalah seorang pria
paruh baya, mengenakan kaca mata, dan janggutnya dicukur
tipis.Dia berbahasa Inggris dengan aksen Jerman yang
masih sangat kental. Pria paruh baya tersebut selalu
membeli roti apak di toko milik Martha Meacham, hingga
suatu hari Martha berinisiatif untuk memasukkan mentega
ke dalam roti apak milik pria paruh baya. Ternyata mentega
yang ia masukkan ke roti justru menimbulkan masalah.

2 Analisis 2.1 Identifikasi


Penokohan
Nama Tokoh Karakter Dialog/tindakan
Martha Meacham Rendah hati “Apakah
menurutmu itu
lukisan yang
bagus?”
Blumberger Rajin “Aku sangat
mengagumi seni
dan lukisan,”
Anak muda Penyabar “Dia telah bekerja
selama tiga bulan
ini menggambar
rancangan gedung
kota yang baru
untuk
diikutsertakan
dalam kompetisi
berhadiah. Dia
baru saja selesai
mewarnai garis-
garisnya kemarin.
Seorang
perancang selalu
menggambar
dengan
menggunakan
pensil terlebih
dahulu. Ketika
telah selesai, dia
akan menghapus
garis pensil
dengan roti apak.
Hasilnya lebih
bersih daripada
penghapus india.”

2.2 klasifikasi
Nama Tokoh Klasifikasi Karakter
Martha Meacham Kelompok manusia rendah hati
yang sangat baik
Blumberger Kelompok manusia yang rajin
tetapi pendiam karena ia fokus
dengan tujuannya
Anak muda Kelompok manusia penyabar
yang selalu menghadapi masalah
dengan kepala dingin

2.3 komparasi
Tokoh Dongeng Manusia realitas kini
Martha Meacham Perempuan masa kini yang sangat
baik hati dan bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Blumberger Pria yang rajin dan giat dan juga
memiliki tujuan dalam hidupnya.
Namun, tertutup terhadap orang
baru.
Anak muda Manusia yang memiliki sifat
sabar dan menjelaskan apa yang
sebenarnya sedang terjadi.

2.4 kausalitas
Penyebab Akibat
Untuk mengetes Pria paruh baya tersebut
tebakannya akan menilai lukisan milik
pekerjaan pria tersebut, Martha, dan Martha
Martha mengangkut menjadi tahu bahwa
sebuah lukisan dari pekerjaan pria tersebut
kamarnya lalu seorang seniman.
memajangnya di dinding
belakang meja kasir.
Martha memasukkan Martha telah
mentega ke roti apak menghancurkan
milik pria paruh baya hidupnya, karena roti
apak yang dibeli
digunakan sebagai
penghapus, hasilnya lebih
bersih daripada
penghapus india.
3 Interpretasi Kesimpulan
Jika mau bertindak kepada orang yang belum terlalu
dikenal, sebelumnya pikirkan dulu resikonya, karena kita
tidak tahu apa yang dilakukan di hidupnya, bisa jadi yang
kita lakukan dapat mecelakakannya.
4 Kritik 3.1 Keunggulan
Cerita ini mengajarkan jangan asal mengambil tindakan
kepada orang yang belum terlalu dekat, karena jika tindakan
tersebut salah dapat berakibat fatal.

3.2 Kelemahan
Cerita ini terdapat bahasa asing yang tidak dijelaskan
artinya.

2. Esay sastra berdasarkan tabel berikut!


Unsur Uraian
Pembukaan Martha Meacham memiliki toko roti mungil yang terletak di
sudut jalan. Martha berumur empat puluh tahun, buku
tabungannya menunjukkan angka dua ribu dolar, dan dia
memiliki dua gigi palsu dan hati bak malaikat.

Isi Sekitar dua atau tiga kali seminggu, ada seorang pelanggan
yang mulai menarik perhatiannya. Dia adalah seorang pria
paruh baya, mengenakan kaca mata, dan janggutnya dicukur
tipis. Dia berbahasa Inggris dengan aksen Jerman yang
masih sangat kental. Dia selalu membeli dua roti apak. Roti
segar dijual seharga lima sen, sedangkan dengan harga segitu
dia bisa mendapatkan dua roti apak. Tidak pernah sekalipun
dia membeli roti lain.
Pernah sekali waktu Martha melihat ada noda merah dan
coklat di jemarinya. Dia yakin bahwa pria tersebut berprofesi
sebagai seniman dan sangat miskin. Dia pasti tinggal di
kamar loteng yang juga berfungsi sebagai studio seni dan
makan roti apak sambil membayangkan melahap semua
makanan lezat yang dipajang di toko roti Martha.
Sering sekali saat Martha duduk sambil menikmati roti dan
tehnya, dia berharap bahwa seniman santun dambaannya
dapat ikut menikmati jamuan lezatnya daripada memakan
roti kering di ruangan yang pengap. Seperti yang sudah
kalian ketahui, Martha adalah seorang wanita yang baik hati.
Untuk mengetes tebakannya akan pekerjaan pria tersebut,
Martha mengangkut sebuah lukisan dari kamarnya lalu
memajangnya di dinding belakang meja kasir. Lukisan
tersebut bukanlah lukisan mahal. Martha membelinya di
sebuah pasar loak.
Itu adalah lukisan pemandangan kota Venesia. Bangunan
megah yang terbuat dari batu marmer (begitulah yang tertulis
di lukisan) berdiri tegak di hadapan sebuah lapangan—atau
mungkin lebih tepatnya kolam. Di sekitarnya terdapat
gondola (dengan gambar seorang wanita yang sedang
menjejaki tangannya di atas permukaan air), awan dan langit.
Seorang seniman sejati pasti akan memandangnya.
Dua hari kemudian, datanglah pelanggan yang dimaksud.
“Tolong bungkuskan dua roti apak.”
“Lukisan ini sungguh indah, nyonya.” Komentarnya saat
Martha sedang membungkus pesanan.
“Benarkah?” sahut Martha. Hatinya gembira karena
rencananya berhasil. “Aku sangat mengagumi seni dan”
(tidak, jangan sebut seniman. Terlalu cepat untuk itu.) “dan
lukisan,” lanjutnya. “Apakah menurutmu itu lukisan yang
bagus?”
“Keseimbangannya,” ujar pelanggannya, “tidak tergambar
dengan baik. Perspektifnya sedikit salah. Sampai jumpa,
nyonya.”
Dia mengambil rotinya, membungkuk, dan berlalu pergi.
Ya, dia pasti seorang seniman. Kemudian Martha membawa
lukisan tersebut kembali ke kamarnya.
Betapa lembut dan hangat sinar matanya! Alisnya tebal!
Mampu menilai perspektif dalam waktu sekilas—sementara
hidup dengan memakan roti apak! Namun orang jenius
terkadang memang harus berjuang keras terlebih dahulu
sebelum dirinya diakui.
Betapa bagusnya jika kejeniusannya dalam menilai seni dan
perspektif dapat didukung oleh tabungan senilai dua ribu
dolar, sebuah toko roti, dan seorang wanita yang baik hati
untuk—Namun ini hanyalah khayalan semata, Martha.
Terkadang saat dia datang, dia mengobrol sebentar dengan
Martha dari balik lemari kaca. Tampaknya dia sangat
menyukai kata-kata Martha yang selalu penuh keceriaan.
Dia terus membeli roti apak. Tidak pernah kue, pie, ataupun
roti Sally Lunns buatannya yang terkenal lezat.
Pikirnya dia mulai terlihat kurus dan berkecil hati. Hatinya
terenyuh, ingin menambahkan sesuatu yang lezat di
belanjannya, namun dia tidak berani melakukannya. Dia
tidak berani jika nanti ditanya olehnya. Dia paham betul
harga diri seorang seniman.
Martha memutuskan untuk mengenakan baju sutra dengan
bintik-bintik biru. Di kamar belakang, dia telah membuat
sebuah ramuan misterius yang terbuat dari biji
buah quince dan borax. Banyak orang menggunakannya
untuk mempercantik wajah.
Suatu hari, pelanggannya datang seperti biasa. Dia menaruh
uang di atas lemari kaca, dan meminta roti apak. Ketika
Martha hendak mengambil roti, tiba-tiba terdengar suara
keributan dari luar.
Pria tersebut segera bergegas ke pintu dan melihat keluar.
Seketika itu Martha mendapatkan ide dan meraih
kesempatannya.
Di laci bawah meja kasir terdapat sepotong mentega segar
yang diantarkan oleh tukang susu sepuluh menit yang lalu.
Dengan menggunakan pisau roti, Martha memotong
pertengahan roti apak, lalu memasukkan banyak mentega ke
dalamnya, dan menempelkan kembali kedua belahnya.

Penutup Tiba-tiba lonceng pintu berdenting dengan keras. Seseorang


masuk dan membuat keributan di dalam toko.
Martha bergegas ke meja depan. Dua orang pria berdiri di
sana. Salah satu dari mereka adalah seorang anak muda yang
sedang menghisap pipa rokok—Martha belum pernah
melihatnya. Yang satunya lagi adalah si seniman pujaannya.
Wajah pria itu memerah, topinya sedikit jatuh ke belakang
kepala, rambutnya kusut masai. Dia mengepalkan kedua
tangannya dan mengguncang-guncang pundak Martha.
“Dummkopf!” teriaknya sekeras mungkin, lalu
“Tausendonfer!” dalam bahasa Jerman.
Si anak muda mencoba memisahkan mereka.
“Aku tidak akan pergi,” teriaknya dengan marah, “sebelum
aku selesai bicara padanya.”
Lalu dia memukul-mukul meja toko Martha.
“Kau telah menghancurkan hidupku,” teriaknya. Kini mata
birunya berkobar di balik kaca matanya. “Sini, biar
kukatakan padamu. Dasar kau kucing tua!”
Martha hanya dapat bersandar pada lemari di belakangnya
dan menaruh salah satu tangannya di pinggang baju sutera
birunya. Sementara si anak muda menahan pria itu dengan
menggenggam kerah bajunya.
“Ayolah,” sahutnya, “kau sudah mengatakan cukup banyak.”
Dia menyeret pria tersebut keluar toko, meninggalkannya di
pinggir jalan, lalu masuk kembali.
“Sepertinya aku harus menerangkan hal ini padamu,
nyonya.” Ujarnya, “Namanya Blumberger. Dia bekerja
sebagai perancang arsitektur. Aku satu kantor dengannya.
“Dia telah bekerja selama tiga bulan ini menggambar
rancangan gedung kota yang baru untuk diikutsertakan
dalam kompetisi berhadiah. Dia baru saja selesai mewarnai
garis-garisnya kemarin. Seorang perancang selalu
menggambar dengan menggunakan pensil terlebih dahulu.
Ketika telah selesai, dia akan menghapus garis pensil dengan
roti apak. Hasilnya lebih bersih daripada penghapus india.”
“Blumberger sejak dulu membeli rotinya di sini. Namun hari
ini, nyonya, menteganya telah—intinya sekarang rancangan
Blumberger tidak lagi dapat dipakai kecuali sebagai
pembungkus roti sandwich.”
Setelahnya, Martha pergi ke ruang belakang. Dia lepas baju
sutera birunya lalu menggantinya dengan baju cokelat yang
biasa dikenakannya. Kemudian dia buang ramuan
kecantikannya ke dalam tong sampah di luar jendela

Anda mungkin juga menyukai