Anda di halaman 1dari 25

KUNJUNGAN PRA - ANESTESIA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


00/00/00 1/2
Tanggal Terbit Ditetapkan
RUMAH SAKIT

Dr Ahli Manaj RS
Direktur

Pengertian Kunjungan pra – anastesia adalah suatu prosedur yang bertujuan


untuk menilai dan mempersiapkan kondisi medis pasien sebelum
setiap tindakan anastesia.
Tujuan 1. Mengusahakan pasien dalam kondisi optimal pada saat
menjalani tindakan anastesia pembedahan
2. Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian selama
tindakan anestisia dan pembedahan
Kebijakan 1. Sebagai bagian dari standar dasar pengelolaan anastesi
dimana ahli anestesia bertanggung jawab untuk :
a. Menentukan status medis pasien.
b. Membuat rencana pengelolaan anastesi.
c. Memberi informasi kepada pasien dan atau keluarganya.
2. Standar ini berlaku bagi semua pasien yang mendapatkan
pelayanan anestesia atau pemantauan selama tindakan.Pada
stanadar ini dapat domodifikasi sesuai kondisi.
3. Pembuatan rencana pengelolaan anestesia meliputi :
a. Mempelajari rekam medis.
b. Melakukan wawancara dan pemeriksaan khusus untuk :
 Membahas riwayat penyakit, kebiasaan,
pengalaman anestesia sebelumnya dan
pengobatan yang sedang dijalani.
 Menilai aspek kondisi fisik yang mungkin merubah
keputusan dalam hal resiko dan pengelolaan
anestesia
c. Meminta dan mempelajari hasil – hasil pemeriksaan dan
konsultasi yang diperlukan untuk tindakan anastesia.
d. Menentukan obat – obat atau medikasi pra – anastesia
yang diperlukan untuk tindakan anastesia.
e. Penjelasan yang adekuat tentang keadaan pasien kepada
keluarga atau pasien ( dewasa ) sendiri, meiputi diagnosis
kerja, rencana tindakan, resiko dan faktor penyulit
diagnosis kerja, rencana tindakan, resiko dan faktor
penyulit anestesia serta kemungkinan komplikasi intra
maupun secara pasca anastesia.Ahli Anestesiologi yang
bertanggung jawab memeriksa kembalai bahwa hal – hal
tersebut diatas sudah dilakukan secara benar dan dicatat
dalam rekam medis pasien.
4. Kunjungan pra – anastesia dapat dilakukan di ruang rawat,
poliklinik anestesia, tempat lain bila kondisi mengharuskan.
5. Setiap hasil kunjungan pra- anastesia yang dilakukan oleh
residen/ peserta didik PPDS harus dilaporkan kepada
konsulen dengan sepengetahuan residen senior atau Chief
Residen.
Referensi 1. Buku Pedoman Program PPDS bagian Anestesiologi
FKUI/RSCM.
2. Standar Pelayanan Medis oleh IDAI JAYA.

PEMANTAUAN SELAMA ANESTESIA


No. Dokumen No. Revisi Halaman
02.05.0077 A 1/2
Tanggal Terbit Ditetapkan
RUMAH SAKIT
HARAPAN BUNDA 24 Februari 2009
Drg. Eddy Suharso, SH, M.Kes
Direktur

Pengertian  Tindakan pemantauan yang dilakukan personil anestesia


selama tindakan anestesia, baok anestesia umu, regional
maupun monitored anesthesia care.
Tujuan 1. Tindakan kualaitas pelayanan anestesia terhadap pasien.
2. Deteksi dini bila terjadi komplikasi dan penatalaksanaan
segera bila komplikasi atau perubahan yang biasanya terjadi
cepat selama anestesia.
3. Memastikan jalan nafas, ventilasi, oksigenasi, kardiovaskuler
dan temperatur tubuh pasien adekuat dan sesuai sepanjang
anestesia.
Kebijakan 1. Tindakan pemantauan selama anestesiadimulai sebelum
induksi anestesia dilakukan.
2. Tindakan pemantauan selama anestesia dilakukan pada
semua tindakan anestesia, seperti anestesia umum,
anestesia regional, monitored anesthesia care, dan tindakan
anestesia di luar kamar bedah.
3. Pemantauan selama anestesia dilakukan oleh dokter
anestesia atau residen anestesia yang telah dinyatakan
kompoten untuk melakukan pemantauan selama anestesia.
4. Tindakan anestesia standard meliputi pemantauan jalan
nafas, ventilasi, oksigenasi, kardiovaskuler dan temperatur.
5. Hasil pemantauan dicatat pada rekam medis anestesia
pasien.
Prosedur 1. Pemantauan adekuatnya jalan nafas dan ventilasi selama
anestesia :
o Pengamatan tanda klinis (kualitatif) seperti pergerakan
dada, observasi reservoir breathing bag, dan
auskultasi suara nafas.
o Bila tersedia ventilasi dapat dimonitor secara
kuantitatif dengan pemantauan end tidal CO2.
o Pada keadaan ventilasi dikendalikan dengan memakai
mesin anestesia, Bila terjadihidupkan alarm untuk
mendeteksi adanya kebocoran sistem pernafasan.
o Pasien dalam anestesia regional atau MAC,
adekuattidaknya vemtilasi diamati melalui tanda klinis
kualitatif seperti yang telah disebutkan terdahulu.
2. Pemantauan adekuat tidaknya oksigenasi selama anestesia :
o Pemantauan perubahan warna kulit pasien bial terjadi
desaturasi dengan penerangan cahaya yang baik.
o Bila terjadi, pemantauan oksimetri denyut (pulse
oximetri)
o Selama anestesia umum dengan menggunakan mesin
anestesia, bila tersedia, gunakan oxygen analyzer
untuk mematau konsentri oksigen pada sistem
pernafasan pasien dan hidupkan aliran low oxygen
saturation.
3. Pemantauan adekuat tidaknya fungsi sirkulasi pasien :
o Pemanatauan tekanan darah aterial dan denyut
jantung, bila memungkinkan setiap 5 menit.
o Pemantauan EKG secara kontinu mulai dari sebelum
induksi anestesia
o Setiap pasien yang mendapat anestesia, selaian dari
metode pemantauan dengn perabaan denyut nadi
atau auskultasi bunyi jantung.
4. Pemantauan suhu tubuh selama anestesia :
o Bila perubahan suhu tubuh pasien diperlukan, atau
diantisipasi akan terjadi, suhu tubuh pasien sebaiknya
dipantau selama naestesia.
o Bila diperlukan, tersedia alat yang dapat memantau
suhu tubuh pasien.
5. Hasil pemeriksaan diatas dicatat pada rekam medis anestesia
pasien.
Unit Terkait 1. IBP
2. UGD
3. Radioterapi / radiodiagnostik
4. Kamar Bedah Plastik
5. ODC
6. Kamar Bedah Urologi
Dokumen Terkait 1. Rekam Medis Anestesiologi.
PENATALAKSANAAN PASCA BEDAH
DI RUANG PULIH ANESTESI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
02.05.0078 A 1/2
RUMAH SAKIT Tanggal Terbit Ditetapkan
HARAPAN BUNDA
24 Februari 2009
Drg. Eddy Suharso, SH, M.Kes
Direktur

Pengertian 1. Semua tindakan setelah tindakan anestesi umu atau regional,


memiliki resiko gangguan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
2. Transport pasien anatar unit di rumah sakit segera
setelahanestesi dapat berbahaya bagai pasien.
3. Segera setelah anestesi umum atau anestesi regional, semua
pasien dibawa ke ruang pulih anestesi sampai pasien sadar
dan dapat mejaga jalan nafasnya, serta pernafasan dan
kardiovaskuler baik, kecuali pasien yang telah sejak awal
direncanakan masuk ke ICU pasca bedah.
Tujuan 1. Memastikan pasien telah pulih dari anestesia sehingga dapat
dikembalikan ke unit rawatnya.
2. Menetukan pasien yang membutuhkan perawatan dan
pemantauan intensif di ICU.
3. Menghindari terjadinya komplikasi akibat gangguan jalan
nafas, pernafasan dan kardiovaskuler pasca anestesia.
Kebijakan 1. Pasien pasca anestesia mulai dari kamar bedah, selama
transport ke ruang pulih, selama di ruang pulih mendapat
pemantauan standar sampai pasien pulih dari anestesia.
2. Pasien dapat dikeluarakan dari ruang pulih setelah memenuhi
kriteria, yaitu skor Aldrette > 8
3. Pasien pasca bedah yang telah direncanakan masuk icu
pacsa bedah, seperti pasien bedah syaraf dsb dapat
langsung ditransport ke ICU tanpa melalui ruang pulih
anestesia.
4. Pasien pasca bedah diruang pulih anestesia yang ternyata
kemudian membutuhkan perawatan dan pemantauan intensif
dapat masuk ke ICU.
Prosedur 1. Pasien pasca bedah selama transport dari kamar bedah ke
ruang pulih harus didampingi oleh dokter anestesi atau
residen anastesi yang mengetahui keadaan pasien pra
anestesia dan selama anestesia.
2. Selama transport pasien secara kontinu dipantau dan
dievaluasi jalan nafas, pernafasan dan kardiovaskularnya,
bila perlu dilakukan tindakan.
3. Dokter anestesi atau residen anestesi yang bertanggung
jawab dalm melakukan tindakan anastesi melakukan serah
terima pasien dengan staf ruang pulih atau dokter anestesi
atau residen anastesi yang bertugas di ruang pulih :
- Status atau keadaan umum pasien sewaktu tiba diruang
pulih dicatat pada rekam medis anestesi pasien.
- Informasi kondisi preopratif, perjalanan operasi dan
anestesi diberitahu pada staf/dokter anestesi/residen
anestesi yang bertanggung jawab di ruang pulih
- Anggota tim anestesi harus tetap di ruang pulih samapai
staf/dokter anastesi/residen anestesi ruang pulig bersedia
menerima tanggung jawab penatalaksanaan pasien.
4. Selama di ruang pulih, kondisi pasien dievaluasi atau
dipantau:
- Monitor jalan nafas, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, dan
temperatur pasien
- Pada rekam medis anestesi di catat :
 Hasil pemantauan selama di ruang pulih
 Skor di ruang pulih (Aldrette) pada sasat pasien
masuk ke ruang pulih
5. Pengawasan dan koordinasi penatalaksanaan medis pasien
di ruang pulih merupakan tanggung jawab dokter anastesi
atau residen anestesi yang bertugas di ruang pulih.
6. Selam di ruang pulih pasien juga mendapat penatalaksanaan
nyeri dan mual muntah yang efektoif dan efesien bila
diperlukan.
7. Pasien dapat dikeluarkan dari ruang pulih ke unit rawat bila :
- Jalan nafas, ventilasi, oksigenasi, sirkulasi dan temperatur
dalam kondisi baik dan stabil
- Tidak membutuhkan penatalaksanaan dan pemantauan
intensif pasca bedah .
- Skor Aldrette > 8
- Disetujui oleh dokter anestesi dan ditandatangani oleh
rekam medis anestesi pasien.
Unit Terkait 1. ICU
2. Ruang rawat ( IRNA A dan B, Pav Cendrawasaih)
3. Kamar Bedah ( IBP, KB Plastik, KB Urologi, ODC, IGD )
Dokumen Terkait - Rekam medis Anastesi

ANASTESI UMUM
No. Dokumen No. Revisi Halaman
02.05.0079 A 1/4
Tanggal Terbit Ditetapkan
RUMAH SAKIT
HARAPAN BUNDA 24 Februari 2009
Drg. Eddy Suharso, SH, M.Kes
Direktur

Pengertian Anestesi umum adalah suatu prosedur tindakan dalam anastesia


untuk memenuhi keadaan amnesia, analgesia dan penekanan
refleks pada pasien. Anastesia umum dapat dilakukan secara
inhalasi, intravena/ kombinasi keduanya anastesi balans).langkah –
langkah dalam anestesia umum meliputi : premedikasi, induksi,
pemeliharaan anestesia, dan peakhiran anestesia.yang dimaksu
anestesia umum disini adalah anestesi umum untuk pasien dewasa
anestesi umum untuk pasien pediatri akan diatur sesuai prokol
anestesia untuk pediatri.
Tujuan 1. Mempertahankan kondisi dan keselamatan pasien selama
tindakan operasi atau tindakan lain yang menyebabkan
pasien memerlukan anestesia umum.
2. Membantu menciptakan kondisi yang optimal untuk prosedur
yang akan dijalani.
Kebijakan
Prosedur Premedikasi
Ringan Diazepam 5 – 10 mg PO, 1 hari preop
Lorazepam 1 – 2 mg po, 1 hari preop
Sedang Midazolam 1 – 2 mg iv,sebelum induksi
(saat pasien
± Petidin 1 – 2 mg/kg BB, berada pada ruang persiapan
atau
Atau Fentanil 1 – 2 mg/kg BB, kamar operasi),perlu
monitoring
Atau Morfin 0,1 mg/kg BB tanda – tanda defresi nafas
Berat Diazepam 10 mg po, 2 jam preop
Midazolam 5 mg
+ petidin 1-2 mg/kg BB iv, sebelum induksi (saat
pasien
Atau fentanil 1-2 mg/kg BB berada pada ruang
persiapan atau
Atau morfin 0,1 mg/kg BB kamar operasi), perlu
monitoring tanda tanda defresi nafas

INDUKSI
Preinduksi
 Peeiksa mesin anestesi, alat pengisap,peralatan
pemeliharaan jalan nafas, obat – obatan
 Pasang monitoring anestesia dan periksa fungsinya
 Berikan O2 100% melalui sangkup muka selama 1-3 menit
 Dapat diberikan obat – obatan tanbahan untuk sedasi /
analgesia jika diperlukan seperti :
Fentanil 1-2 mg/kg BB iv
± Misazolam 0,03-0,1 mg/kg BB
Pemberian Tiopental/Pentato 3-5 mg/kg BB iv
Obat induksi 1 1-2,5 mg/kg BB ivͣ
Propofol 0,2-0,4 mg/kg BB ivᵇ
Etomidat
Obat Dosis Awitan
Lama kerja Pelumpuhan Obat Suksinil kolin 1-1,5 mg/kg BB
30-60 dtk 4-6 mnt
Untuk intubasi Pankuronium 0,08-0,12 mg/kg BB 3-4 mnt
40-65 mnt
Vekuronium 0,1mg/kg BB iv 2-3
mnt 25-30mnt
0,2 mg/kg BB iv <2
mnt 45-90mnt
Atrakurium 0,5 mg/kg BB iv 1-2
mnt 10-20

Mnt
Rokuronium 0,6-1,2 mg/kg BB iv 60-
90dtk 30 mnt
ᵃnyeri saat disuntikan
ᵇ nyeri saat disuntikan, mioklonus

Pemeliharaan Anestesia
Anestesia Inhalasi : 30 – 100% O2
+ 0-70% N2O
+ Halotan ( MAC = 0,75%) titrasi
Atau Enfluran (MAC = 1,7%) titrasi
Atau Isofluran (MAC = 1,1%) titrasi
Atau Sevofluran (MAC = 2,0%) titrasi
Atau Desfluran (MAC = 6,0%) titrasi
Anestesia Balans : 30-100% O2
+ 0-70% N2O
+ petidin 0,5-1,5 mg/kg BB/3-4 jam (bolus
intermiten)
Atau fentanil 1-10 mg/kg BB sesuai
kebutuhan
+ Halotan atau anesgetik inhalasi lainnya
( titrasi)
Atau propofol50-200 mg/kg BB/mnt
Anestesi Intravena 30-100% O2
Total + petidin Bolus awal : 1-2 mg/kg BB
Pemeliharaan : 0,5-1,5 mg/kg
BB/3-4
Jam (bolus intermiten)
Atau Fentanil Bolus awal : 1-2,5 mg/kg BB
Pemeliharaan : 1-10 mg/kg
BB sesuai
Kebutuhan
+ Profosol Induksi: 1-2,5 mg/kg BB
Pemeliharaan: 50-200 mg/kg
BB/ mnt
(infus dihentikan 5 menit
sebelum operasi
Selesai)
Atau Ketamin Induksi: 1-2 mg/kg BB
Pemeliharann: 1-2 mg/kg
BB/ bolus
Intermiten tiap 15-20 mnt
atau sesuai
Kebutuhan
Jika diperlukan pelumpuhan otot selama operasi maka bebebrapa
pilihan yang dapt digunakan adalah sebagai berikut :
Kerja singkat : mivakurium Bolus 0,1 mg/kg BB/10-20
mnt
Atau infus 1-15
mg/kg BB/ mnt
Kerja Menengah : Vekuronium Bolus 0,01-0,025
mg/kg BB/ 30 mnt
Atau infus 1-2 mg/kg
BB/ mnt
Rokuronium Bolus 0,15-0,6 mg/kg
BB/30 mnt
Atau infus 5-12
mg/kg BB/mnt
Atrakurium Bolus 0,1 mg/kg BB/
10-20 mnt
Atau infus 5-10
mg/kg BB/ mnt
Kerja panjang : Pankuronium Bolus 0,02 mg/kg
BB/ 60-90 mnt

Pengakiran Anestesia
Pemulihan dari : jika diperhatikan dapat diberikan obat reserval
sebagai berikut :
Pelumpuhan otot Neostigmin 0,05-0,07 (dosis maksimum)
mg/kg BB+ sulfas
Atropin 0.015 mg/kg BB iv
Analgetik pasca : jika diperlukan analgetikpasca operasi diberikan
sebelum pasien
operasi dibangunkan
Profiklasis mual- : Dapat diberikan metoklopramid (10mg iv), atau
droperidol
Muntah ( 0,625 mg iv)atau ondansetron (4mg iv)dapat
dipertimbangka
Pemasangan pipa lambung dan irigasi cairan
lambung.
Oksigen : Pemberian N2O dan analgetik dihentikan dan diberikan
100% oksigen
Penghisapan lendir : Rongga orofaring dibersihkan dengan
penghisap lendir
Ekstubasi : Ekstubasi dilakukan jika refleks proteksi
jalan nafas
Sudah berfungsi kembali, pasien bernafas
spontan dan mampu
Mengikuti perintah.
Unit Terkait
Dokumen Terkait  SPO pemulihan anestesia Departemen Anestesiologi
 SPO Analgetik pasca operasi Departemen Anestesiologi.

ANESTESIA PADA BEDAH SARAF


No. Dokumen No. Revisi Halaman
02.05.0080 A 1/2
Tanggal Terbit Ditetapkan
RUMAH SAKIT
HARAPAN BUNDA 24 Februari 2009
Drg. Eddy Suharso, SH, M.Kes
Direktur

Pengertian Anestesia yang dilakukan pada pembedahan saraf SSP, Medula


spinalis serta saraf perifer.
Tujuan Menghilangkan sensasi pada daerah operasi dengan menggunakan
anestesia umum dan atau regional, membuat lapangan operasi yang
memadai, menjaga homeostasis intrakranial.
Kebijakan 1. Indikais :
a. Operasi pada SSP :
- Tumor ( Meningioma, astrocytoma)
- Perdarahan intrakranial (EHD, SDH, SAH )
- Kelainan kongenital (Hidrosefalus, MEA)
- Trauma ( fraktur Impreasi, fraktur kompreasi)
b. Operasi pada medula spinalis :
- Tumor ( Tumor spinalis, meningomyelocel)
- Kelaianan kongenital ( spina Bifidel )
- Trauma (fr. Impresi Vertebra, HNP )
c. Operasi pad kelaianan saraf perifer :
- Trauma
- Penekanan saraf
2. Indikasi kontra
3. Syarat :
a. Sudah menandatangani surat izin operasi
b. Terdapat indikasi
4. Komplikasi :
a. Peningkatan Tekanan Intra Kranial
b. Edema serebri
c. Emboli Udara
d. Kejang
e. Aritmia
f. Henti Jantung
5. Pemeriksaan penunjang :
a. Darah Perifer Lengkap
b. Bt/ Ct
c. Pemeriksaan laian atas indikasi
Prosedur 1. Persiapan pasien
a. Rutin :
- Sudah dilakukan kunjungan Pre- Anestesia termasuk
Inform Consent
- Sesuai standar Operasi Umum
b. Khusus :
- Pasien telah terpasang jalut intravena yang lancar
- Menurunkan tekanan intra Kranial dengan pendekatan
fisiologis & Framakologis
- Mengatasi Kejang
- Menjaga stabilitas hemodinamik sesuai autoregulasi
darah otak
- Dampak fungsi fisiologis akibat perubahan posisi
- ICU pasca operasi
2. Persiapan alat dan obat :
- Alat – alat dan obat anestesia umum
3. Persiapan alat pemantauan ( umum & Tekanan Intra Kranial )
- Tensimeter
- EKG
- Pulse oksimeter
- Stetoskop
- Termometer
- CVP ( bila tersedia & sesuai indikasi )
- AGD ( sesuai indikasi )
4. Pelaksanaan :
- PPDS semester V di bawah bimbingan & pengawasan
- Sudah melaporkan dan mendapatkan persetujuan dari
konsulen yang bertanggung jawab
5. Cara Kerja :
- Sesuai dengan anestesia umum
Referensi 1. Clinical Anesthesia Procedure Of Massachussetts General
Hospital
2. Clinical Anesthesia

ANESTESIA REGIONAL (SPINAL )


No. Dokumen No. Revisi Halaman
02.05.0081 A 1/3
Tanggal Terbit Ditetapkan
RUMAH SAKIT
HARAPAN BUNDA 24 Februari 2009
Drg. Eddy Suharso, SH, M.Kes
Direktur

Pengertian Anestesia spinal adalah tindakan anestesia dengan cara


penyuntikan obat anestesia lokal dan ajuvan ke dalam ruang
subrachnoid yang akan menghasilkan hambatan hantaran rangsang
saraf medula spinalis, menyebabkan hilangnya fungsi otonom,
sensoris dan motoris untuk sementara waktu.
Tujuan Tujuan anestesia spinal adalah menghilangkan sensasi pada daerah
yang teranestesia ( terblok sensorik, motorik dan otonomnya)
sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan di daerah tersebut.
Kebijakan 1. Indikasi :
a. Operasi di eksternitas bawah :
- Ortopedi / bedah tulang
- Bedah plastik
- Bedah tumor
b. Operasi kandungan / kebidanan :
- Dilatasi / kuretase
- Seksio sesaria
- Histerektomi vaginal
- Kista ovarium
c. Bedah umum / digestif :
- Hemoroidektomi
- Fistel perianal
- Abses perianal
- Herniotomi
- Apendektomi
d. Bedah Urologi
- TUR
- Seksio alta
- Orkidektomi
- BW plasti
- Vasektomi
- Vesikulolitotomi
2. Indikasi kontra :
a. Absolut :
- Pasien menolak
- Terdapat lesi di tempat penyuntikan
- Sepsis
- Koagulopati
- Peningkatan tekanan intra kranial
b. Relatif :
- Infeksi di sekitar tempat penyuntikan
- Hipovolemia
- Penyakit susunan saraf pusat
- Nyeri punggung kronik
3. Syarat :
a. Sudah menandatangani surat izin operasi
b. Pasien kooperatif
c. Terdapat indikasi dilakukannya anestesia spinal
d. Tidak terdapat indikasi kontra
4. Komplikasi yang mungkin terjadi :
a. Hipotensi
b. Total blok
c. Perdarahan subarakhnoid
d. Trauma serabut saraf
5. Pemeriksaan penunjang :
a. DPL
b. BT/CT
c. Pemeriksaan laian atas indikasi

Prosedur 1. Persiapan pasien :


a. Sudah dilakukan kunjungan pra-anenstesia, termasuk
informend consent
b. Sesuai standar anestesia umum
c. Khusus : pasien telah terpasang jalur intravena yang
lancar minimum satu buah
2. Persiapan alat dan obat :
a. Jalur spinal sekecil mungkin sesuai dengan pengalaman
b. Obat anenstesia likal dan adjuvan
c. Peralatan a dan anti sepsis
d. Alat – alat dan obat – obatan anestesia umum
3. Persiapan alat pemantauan :
a. Tensimeter
b. EKG
c. Pulse oksimeter
d. Stetoskop
e. Termometer
f. Kateter urin terpasang intravertebra
4. Pelaksanaan :
a. PPDS semester II dibawah bimbingan dan pengawasan
b. Sudah melaporkan dan mendapatkan persetujuan dari
konsulen yang bertanggung jawab
5. Cara kerja :
a. Posisi pasien miring dengan lutut dilipat ke perut
maksimal, kepala tunduk ke dada maksimal atau
posisi duduk dengan kepala tunduk
b. Lakukan a dan anti sepsis daerah penyuntikan
c. Jarum ditususkan ke celah anatar L2-3/L3-4/L4-5
sesuai indikasi dan pengalaman
d. Obat anestesia lokal dimasukan setelah dipastikan
jarum suntik ke ruang subarakhnoid, yaitu keluarnya
caira spinal di pangkal jarum.
6. Posisi pasien terlentang kembali, dilakukan pengawasan
terhadap tensi, nadi kesadaran dan pernafasan
7. Nilai ketunggian hambatan sensorik dan motorik dengan uji
pin – prick dan skala Bromage.
Unit Terkait 1. SMF Bedah
2. Kebidanan
Dokumen Terkait 1. SPO / Protokol SMF Bedah
2. SPO / Protokol Kebidanan
Referensi 1. Clinical Anesthesia Procedure Of Massachussetts General
Hospital
2. Clinical Anesthesia

ANESTESIA REGIONAL ( EPIDURAL)


No. Dokumen No. Revisi Halaman
02.05.0082 A 1/3
Tanggal Terbit Ditetapkan

RUMAH SAKIT 24 Februari 2009


HARAPAN BUNDA Drg. Eddy Suharso, SH, M.Kes
Direktur

Pengertian Anestesia epidural adalah tindakan anestesia dengan menyuntikan


obat ke ruang epidural yang akan menghasilkan hambatan hantaran
rangsang saraf medula spinalis, menyebabkan hilangnya fungsi
otonom, sensoris dan motoris untuk sementara waktu.
Tujuan Tujuan anestesia epidural adalh menghilangkan sensai pada daerah
yang teranestesia ( terblok sensorik, motorik dan otomnya) sehingga
dapat dilakukan tindakan pembedahan di daerah tersebut
Kebijakan 1. Indikasi :
e. Operasi di eksternitas bawah :
- Ortopedi / bedah tulang
- Bedah plastik
- Bedah tumor
f. Operasi kandungan / kebidanan :
- Dilatasi / kuretase
- Seksio sesaria
- Histerektomi vaginal
- Kista ovarium
g. Bedah umum / digestif :
- Hemoroidektomi
- Fistel perianal
- Abses perianal
- Herniotomi
- Apendektomi
h. Bedah Urologi
- TUR
- Seksio alta
- Orkidektomi
- BW plasti
- Vasektomi
- Vesikulolitotomi
e. Kombinasi dengan anestesi umu pada anestesia
balans
f. Penanggulangan nyeri pasca bedah
2. Indikasi kontra :
a. Absolut :
- Pasien menolak
- Terdapat lesi di tempat penyuntikan
- Sepsis
- Koagulopati
- Peningkatan tekanan intra kranial
b. Relatif :
- Infeksi di sekitar tempat penyuntikan
- Hipovolemia
- Penyakit susunan saraf pusat
- Nyeri punggung kronik
3. Syarat :
a. Sudah menandatangani surat izin operasi
b. Pasien kooperatif
c. Terdapat indikasi dilakukannya anestesia spinal
d. Tidak terdapat indikasi kontra
4. Komplikasi yang mungkin terjadi :
a.Hipotensi
b.Total blok
c.Perdarahan subarakhnoid
d.Trauma serabut saraf
5. Pemeriksaan penunjang :
a. DPL
b. BT/CT
c. Pemeriksaan laian atas indikasi
Prosedur 1. Persiapan pasien :
a. Sudah dilakukan kunjungan pra-anenstesia, termasuk
informend consent
b. Sesuai standar anestesia umum
c. Khusus : pasien telah terpasang jalur intravena yang
lancar minimum satu buah
2. Persiapan alat dan obat :
a.Jalur spinal sekecil mungkin sesuai dengan pengalaman
b.Obat anenstesia likal dan adjuvan
c.Peralatan a dan anti sepsis
d.Alat – alat dan obat – obatan anestesia umum
3. Persiapan alat pemantauan :
a.Tensimeter
b.EKG
c.Pulse oksimeter
d.Stetoskop
e.Termometer
f.Kateter urin terpasang intravertebra
4. Pelaksanaan :
a.PPDS semester II dibawah bimbingan dan pengawasan
b. Sudah melaporkan dan mendapatkan persetujuan dari
konsulen yang bertanggung jawab
5. Cara kerja :
a.Posisi pasien miring dengan lutut dilipat ke perut
maksimal, kepala tunduk ke dada maksimal atau posisi
duduk dengan kepala tunduk
b.Lakukan a dan anti sepsis daerah penyuntikan
c. lakukan infiltrasi lokal pada daerah penyuntikan
d. Jarum Tuohy ditusukan ke celah intravertebra antar L2-
3 / L3 – 4/ L4-5 sesuai indikais dengan pengalaman
e. jarum tuohy dimasukan pelan-pelan dengan semprit
memasukan jarum.Bila dirasakan hilangnya tahanan (
loss off resistence) pada semprit dan pendorong dengan
mudah dimasukan / didorong, pertanda ujung jarum telah
mencapai ruang epidural.
f. kateter epidural dimasukan pelan-pelan melalui jatum
tuohy kearah kranial sejauh 3 cm.
g. Obat anestesia lokal dimasukan setelah dipastikan
jarum masuk ke ruang epidural.
h.sebelum obat dosis penuh dimasukan, dilakukan test
dose dahulu,yaitu obat dimasukan sebanyak 3 cc,
ditunggu selama 3 menit.Bila tidak ada telinga
berdengung, sesak nafas, laju nadi cepat, kesadaran
terganggu, kejang – kejang, obat biasa dilanjutkan ke
dosis penuh. Bila ada, maka siapkan alat – alat RJP.
i. Posisi pasien telentang kembali, dilakukan pengawasan
terhadap tensi, nadi kesadaran dan pernafasan.Bila tensi
turun < 30%, percepat infus, masukan efederin 10 mg IV,
bila perlu ulang setiap menit.
6. Nilai ketunggian hambatan sensorik dan motorik
dengan uji pin- Prick dan skala Bromage.

Unit Terkait 3. SMF Bedah


4. Kebidanan
Dokumen Terkait 3. SPO / Protokol SMF Bedah
4. SPO / Protokol Kebidanan
Referensi 1.Clinical Anesthesia Procedure Of Massachussetts General
Hospital
2.Clinical Anesthesia

ANETESIA BEDAH ANAK


No. Dokumen No. Revisi Halaman
02.05.0083 A 1/4
Tanggal Terbit Ditetapkan
RUMAH SAKIT
HARAPAN BUNDA 24 Februari 2009
Drg. Eddy Suharso, SH, M.Kes
Direktur

Pengertian Anestesia bedah anak adalh tindakan anestesia yang dilakukan


pada pediatri.Yang tergolong pediatri adalah :
- Newborn infant
- Neonatus
- Infant
- Children
- Pre-school children
Tujuan
Kebijakan 1. Dilakukan kunjungan pre anestesia sebelum operasi sesuai
dengan kesempatan dan waktu yang tersedia.
2. Sebelum dilakukan tindakan anestesia dan pembedahan
harus sudah terdapat informend consent tindakan.
3. Pre operatif harus sudah didapat informasi klinis mengenai :
a. Riwayat usia kehamilan dan berta badan
b. Proses persalinan (APGAR SCORE)
c. Riwayat perawatan di Rumah Sakit
d. Adnya kelainan kongenital ataupun metabolik
e. Adanya kelaianan jalan nafas
4. Pemeriksaan fisisk yang dilakukan harus mencakup :
a. Keadaan umum, tanda vital, berat badan
b. Gigi geligi dan keadaan yang mempengaruhi intubasi.
c. Keadaan jalan nafas dan fungsi sistem kardiovaskuler
dan respirasi
d. Tempat kanulasi vena perifer
5. Pemeriksaan laboraturium rutin yang harus ada : HB, HT,
Lekosit, trombosit dan analisa urin.Untuk keadaan khusus,
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain foto
thoraks, EKG, fungsi liver, fungsi ginjal dan gula darah.
6. Persiapan pre anestesia :
- Puasa :
Usia (bulan) susu/makanan padat caiaran jernih
≤6 4 jam 2 jam
6-36 6 jam 3 jam
>36 8 jam 3 jam

Bila memungkinkan selama waktu puasa sudah terpasang jalur


intravena dengan infus (N2/N4/RD sesuai umur) atau bila jadwal
tertunda dan belum terpasang jalut intravena, dapat diberi cairan
jernih atau dipasang jalur intravena dan diberi cairan intravena
7. Persiapan kamar operasi :
- Sirkuat anestesia : sirkuit terbuka mapleson D ( Jackson
Reses) dengan FGF 2,5 – 3x ventilasi semenit untuk
mencegah rebreathing.
- Volume kantung sesuaibesar kapasitas vital.
- Anak dengan BB 10-20 kg dapat menggunakan sirkuit
setengah tertutup dengan sirkuit anestesia berdiameter
kecil.
8. Sarana kamar operasi :
- Obat – obat anestesia termasuk obat resusitasi.
- Alat monitor berupa EKG, tekanan darah, pulse oksimetri
- Perangkat mesin anestesia beserta kelengkapan pasukan
gas.
- Peralatan jalan nafas : sungkup muka, ETT, guedel,
laringoskop dengan bilah laringoskop anak, stylet dan
laryngeal mask.
- Peralatan untuk menghangatkan tubuh anak dan alat
pemantau suhu
- Stetoskop prekordial/esofageal untuk memantau bunyi
nafas dan jantung anak.
- Alat untuk pemberian cairan intravena termasuk untuk
kanulasi vena.
- Alat penghisap ( suction)
8.1 Bilah laringoskop :
- Dianjurkan bilah lurus (Miller) untuk usia di bawah 2 tahun
- Satnadr ukuran bilah laringoskop :
Umur Bilah
Prematur dan neonatus Miller 0
Bayi s/d bulan Miller 0-1
9 bulan s/d 2 tahun Miller 1
2 s/d 5 tahun Macintosh 1
Miller 1-1,5
8.2 ETT
- Tanpa cuff dapat digunakan sampai dengan usia 10 tahun
- Premature : 2,5-3,0 mm
- Neonatus samapi : 3,0-3,5 mm
- 6 bulan sampai 1 tahun : 3,5-4,0 mm
- 1-2 tahun : 4,0-5,0 mm
- Diatas 2 tahun : 4 + (umur / 4 )
- Kedalam tube dari mulut : 10+ ( usia (tahun)/2)
8.3 Pengaturan suhu kamar operasi :
- Suhu optimal anatra 26 – 32 ᵒ C.
- Terdapat blanket rol yang sudah dihangatkan
- Cairan infus, darah dan cairan irigasi harus dihangatkan
8.4 peralatan pemberian cairan intravena :
- BB ≤ 10 kg menggunakan buret untuk mencegah
pemberian cairan berlebihan .
- BB ≥ 10 kg digunakan set infus anak dengan 1 cc sana
dengan 60 tetes.
- Hindari adanya udara yang masuk intravena.
- Dapat digunakan three way untuk dapat memberikan obat
cairan jarak jauh.
9.Premedikasi dan teknik induksi
9.1 Premedikasi :
- tidak perlu untuk usia dibawah 18 bulan, di atas 18 bulan dapat
diberikan midazolam atau diazepam peroral
- tidak perlu diberikan pada anak dengan kelaianan mental.
- terapi penyakit kronis harus tetap diberikan
- Obat sedatif, narkotik, antiematik dan antikolinergik dapat diberikan
sesuai indikasi.
9.2 Teknik indikais
Bayi berusia ≤ 8 bulan atau berta badan di bawah 7kg dapat masuk
kamar operasi tanpa sedasi.Anestesia dilakukan dengan teknik
inhalasi.

9.3 Induksi Inhalasi :


Induksi inhalasi dapat dilakukan bila belum terdapat jalur
intravena.Pada anak usia 8 bulan – 5 tahun atau anak yang tidak
koopertaif dapat dilakukan induksi inhalasi setelah disedasi dengan
midazolam.Dekatkan sungkup muka ke wajah dan gunakan araus
rendah (1-31l/ mnt)N20 dan O2.konsentrasi volatile anestetik
dinaikan secara bertahap.saat reflek bulu mata hilang lekatkan
sungkup muka dan angkat rahang.

9.4 Indukais intramuskular :


Untuk anak yang sudah terpasang jalur intravena atau berusia lebih
dari 8 tahun dan belum terpasang jalur intravena, dapat diindikasi
dengan dengan profosal 3-4 mg/kg BB IV atau thiopenatal 4-6 mg/kg
BB IV.untuk anak berusia kurang dari 3 tahun, tidak dianjurkan
dilakukan induksi intravena dengan propofol.

9.5 anak dengan lambung penuh :


Prinsipnya sama dengan pasien dewasa, dengan tambahan :
- Atropin 0,02 mg/kg dapat diberikan untuk mencegah
bradikardia.
- Bayi dengan lambung penuh dilakukan dekompresi
dengan penghisapan pipa nasogastrik atau orogastrik.
- Dapat diberikan ranitidin 2-4 mg/kg BB IV untuk
mengurangi volume lambung dan meningkatkan Ph.
- Bila dengan onstruksi usus, jangan diberikan
metoklorpamid.
Intubasi sadar merupakan pilihan untuk bayi sakit berat
atau bayi dengan kelainan jalan nafas hebat dengan
lambung penuh.
10.Intubasi dan pemeliharaan anestesia
10.1 Intubasi :
- pemilihan antara pemasangan ETT atau laryngeal mask
disesuaikan dengan kebutuhan ( jenis, lama dan lokasi
operasi)
- pemasangan ETT atau LM bisa dilakukan dengan atau
tanpa pelumpuhan otot.
- untuk anak ≤ 5 tahun, ETT tidak menggunakan kaf dan
dipasang pack sebagai pengganti

10.2 pemeliharaan anestesia :


- dapat dilakukan dengan inhalasi (halotan, enfluran,
isofluran, sevofluran) sesuai kebutuhan dan tidak ada kontra
indikasi.
-pemeliharaan obat intra vena dan pelumpuh otot sesuia
indikasi dan kebutuhan.
11.Pemberian cairan :
- diberikan cairan 4 cc/kg/jam untuk 10 kg pertam BB, 2 cc/kg/jam
untuk 10 kg berikutnya, dan 1 cc/kg/jam untuk setiap kenaikan BB
berikutnya.
- cairan yang dapat digunakan adalah ringer laktat dan untuk
tambahan dapat diberikan cairan yang mengandung glukosa untuk
mencegah hipoglikemia.
- bila diperlukan diberi cairan infus atau tranfusi sesuai dengan
memperhitungkan kebutuhan cairan perioperatif.
12. Proses pemulihan dan perawatan pasca pembiuasan :
12.1 Proses pemulihan :
- Bila menggunakan pelumpuhan otot non depolarisasi dapat
dipertimbangkan penggunaan penawar pelumpuhan otot.
- Ekstubasi dilakukan setelah pernafasan adekuat dan mulut bersih
dari cairan (saliva, lendir, dll)
- ekstubasi dilakukan setelah pasien bangun dari pembiusan dan
refleks protektif jalan nafas sudah ada tetapi dapat pula dilakukan
saat anestesia masih dalam namun tidak dilakukan pada pasien
dengan abnormalitas jalan nafas atau tidak berpuasa.
- Laringospasme dapat terjadi selama proses bangun.
- penggunaan oropharingeal airway bila pasien belum sadar.
- pasca anestesia dilakukan pemberian O2 100%
- observasi pernafasan selama transportasi ke ruang pulih.

12.2. Perawatan pasca pembiusan :


- Adanya supervisi medis umum dan koordinasi pengelolaan pasien
di ruang pulih yang merupakan tanggung jawab dokter spesialis
anestesiologi.
- Adanya perawat ruang pulih yang mampu mengenali tanda-tanda
kkegawatan pada anak pasca anestesia
- Tanda vital harus segera dinilai setiba di ruang pemulihan dan
dibuat laporan tertulis yang akaurat selama di ruang pemulihan
- Harus tersedia oksigen dan alat penghisap untuk setiap pasiennya.
- Pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat bila sudah sadar penuh
dan dapat berkomunikasi.

INTUBASI ENDOTRAKEA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
02.05.0084 A 1/2
Tanggal Terbit Ditetapkan
RUMAH SAKIT
HARAPAN BUNDA 24 Februari 2009
Drg. Eddy Suharso, SH, M.Kes
Direktur

Pengertian Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukan pipa-endotrakea


kedalam trakea melalui mulut atau hidung.
Tujuan 1. Mempertahankan jalan nafas (atas) secara adekuat
2. Sarana memudahkan penghisapan / suctio secret jalan nafas
3. Sarana terapi dengan ventilator dan terapi dengan ventilator
dan terapi inhalasi
Kebijakan Indikasi intubasi endotrakeal :
1. Pasien tidak sadar atau sadar dengan obstruksi jalan nafas
atas sehingga menggangu oksigenasi dan ventilasi dan tidak
beressponse dengan cara pembebasan nafas dengan pipa
orofaring atau nasofaring.
2. Pasien tidak sadar atau sadar dengan retnsi sekret jalan
nafas, dengan / tanpa refleks batu adekuat yang memerlukan
penghiasapan berulang ulang.
3. Pasien henti jantung, bila ventilasi dengan bag-mask tidak
adekuat.
4. Pasien memerlukan bantuan ventilasi mekanik (ventilator)
5. Bila tindakan intubasi endrotrakeal cara lain atau upaya
pembebasan jalan nafas yang lain.
6. Tindakan intubasi endotrakeal dilakukan oleh dokter yang
kompoten atau dokter dalam pelatihan dengan supervise.
Prosedur 1. Persiapan alat yang diperlukan :
a. Laringoskop dengan handle dan bilah/blade yang sesuai,
lampu nyala terang.
b. Pipa orofaring ukuran sesuai (3, 4, 5)
c. Resuscitator-bag dengan sungkup muka, selang oksigen
d. Pipa endotrakeal (ETT) dengan berbagai ukuran. Pilih
ukuran yang sesuai pada dewasa (7.0, 7.5, 8.0, 8.5,
kecuali ada masalah ukuran diameter jalan nafas.Jenis
ETT kink atau non kink, jenis cuff low-pressure high-
volume untuk pemakaian ETT jangka lama.Adaptor atau
konektor ETT.
e. Stilet atau introducer atau mandarin
f. Jelly
g. Magil forcep
h. Stetoskop
i. Spuit 20 cc atau 10 cc
j. Plester dan gunting
k. Mesin suction dan catether suction (yang sesuai)
2. Teknik intubasi :
a. Bila pasien sadar berikan obat – obat sedatif, analgetik
dan bila perlu
b. Relaksan
c. Posisikan pasien horizontal.Lakukan oksigenasi dengan
ventilasi bantu atau kendali menggunakan bag-mask
sambil melakukan penekanan krikoid (manuver sellick)
lama 30-60 detik.
d. Letakan bantal setinggi kira kira 10 cm di oksiput dan
kepala tetapi ekstensi
e. Bila perlu lakukan penghisapan secret pada mulut dan
laring
f. Buka mulut sedemikian rupa, sehingga dengan tangan kiri
memegang laringoskop “on” memasukan blade ke dalam
mulut melaui sudut mulut kanan, menelusuri rongga mulut
sebelah kanan sambil menyisihkan lidah kekiri.masukan
blade samapi mencapai dasar lidah, awasi agar lidah atau
bibit tidak terjepit diantara balade dan gigi pasien.
g. Angkat laringoskop ke atas dan tarik kearah depan
dengan kemiringan 30-40ᵒ hindari pengguanaan gigi
sebagai titik tumpuan blade.
h. Bila laring terpapar makan akan tampak pita suara kiri-
kanan, masukan ETT melewati celah diantara dua pita
suara, sampai bagian proksimal cuff ETT melewati pita
suara sepanjang kira –kira 2 cm atau kedalam posisi ETT
pada orang dewasa dapat dilihat pada angka 19-23
disudut mulut.
i. Mulai laringoskop sampai ETT masuk, normal perlu waktu
± 45 detik.
j. Lakukan ventilasi dengan “ bagging” dan auskultasi
lambung, paru kanan, paru kiri, awasi pengembangan
dinding dada.
k. Bila terdengar suara “ gargling” pada lambung , dada
tidak mengembang, cabut ETT, lakukan langkah ulang
mulai oksigenasi dengan oksigen 100% 30-60 detik, dan
mulai lagi laringoskop dst.
l. Bila suara nafas paru kiri dan kanan sama, kembangkan
cuff, sampai tidak ada suara kebocoran udar di mulut saat
di “bangging”
m. Lakukan fiksasi ETT dengan plester atau cara lain agar
ETT tidak terdorong ke dalam atau tertarik/tercabut
keluar.
n. Lakukan ventilasi dengan bagging samapai nafas kembali
adekuat atau ventilator telah siap ambil alih.

Unit Terkait Kamar Bedah, Ruang Perawatan, HCU, Ruang Resusitasi IGD
Dokumen Terkait SPO pelayanan dan Prosedur medik ICU.

KONSULTASI ANESTESIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
02.05.0085 A 1/1
Tanggal Terbit Ditetapkan
RUMAH SAKIT
HARAPAN BUNDA 24 Februari 2009
Drg. Eddy Suharso, SH, M.Kes
Direktur

Pengertian Prosedur konsultasi anestesia adalah : suatau prosedur konsultasi


manajemen anestesia yang akan dilakukan sesuai dengan kondisi
pasien.
Tujuan 1. Mempersiapkan kondisi medis pasien yang akan menjalani
operasi secara optimal.
2. Mengurangi konsultasi medis yang tidak dilakukan, sehingga
akan mengurangi pembiayaan rumah sakait.
3. Meningkatkan kewaspadaan dokter bedah/operator dan
pasien mengenai kondisi medis pasien.
Kebijakan 1. Memeprsiapkan kondisi medis pasien secara optimal, yang
memerlukan wakti 1 minggu atau lebih sebelum hari operasi
yang direncanakan.
2. Dokter anestesiologi melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui kondisi medis
pasien.
3. Dokter anestesiologi dapat melakukan konsultasi medis ke
dokter spesialis lain untuk keperluan diagnostik atau untuk
terapi masalah medis yang spesifik.
4. Dokter anestesiologi membuat perencanaan manajemen
anestesia yang akan dilakukan sesuai dengan kondisi medis
pasien.
5. Dilakukan penggolongan kondisi fisik pasien menurut ASA
6. Kegiatan di atas di rekam dalam catatan medis.
Referensi 1. Clinical Anesthesia Procedures of the Massachussetts
General Hosital Fifth Edition

Anda mungkin juga menyukai