Pembangunan
Sanitasi Permukiman
1
2
Daftar isi
Daftar Isi
3
Kata Pengantar
7
Pendahuluan
9 o Substansi Panduan................................................................................................................... [9]
o Tujuan Penyusunan Panduan...............................................................................................[10]
o Gambar P-1: Pendampingan/fasilitasi Tahun Pertama dan Kedua - skema
hubungan proses/milestone, kegiatan, dan output....................................................... [11]
o Sistematika dan Lingkup Panduan..................................................................................... [12]
o Sasaran Panduan..................................................................................................................... [12]
o Penerima Manfaat dan Lokus............................................................................................... [13]
o Fasilitasi...................................................................................................................................... [13]
o Gambar P-2: Skema Pendampingan/fasilitasi implementasi yang dilaksanakan
secara berjenjang dengan titik berat pada penguatan peran dan kapasitas
provinsi untuk mengawal pembangunan sanitasi di kabupaten/kota.....................[14]
o Proses.......................................................................................................................................... [15]
o Kalender Fasilitasi Pembangunan Sanitasi Permukiman.............................................[16]
3
3. Menyiapkan rekomendasi strategis penanganan permasalahan sanitasi....... [29]
4. Menyiapkan materi advokasi untuk Kepala-kepala Dinas................................... [32]
o Tabel Kegiatan M1-2: Mendapatkan Dukungan Kepala Dinas (OPD)....................... [33]
o Langkah pelaksanaan
1. Menyusun jadwal dan pembagian tugas untuk advokasi kepala dinas dan
Sekretaris Daerah............................................................................................................[34]
2. Melakukan audiensi (untuk advokasi) dengan para kepala OPD untuk
mendapatkan persetujuan............................................................................................[34]
3. Menyusun usulan paket kebijakan pembangunan sanitasi.................................[34]
o Tabel Kegiatan M1-3: Mendapatkan Komitmen Bupati/Walikota............................. [37]
o Langkah Pelaksanaan
1. Menyiapkan materi advokasi untuk bupati/walikota dengan substansi profil
sanitasi dan Usulan Paket kebijakan.......................................................................... [38]
2. Melakukan audiensi dengan bupati/walikota untuk mendapatkan komitmen
pembangunan sanitasi................................................................................................... [38]
4
o Petunjuk Teknis....................................................................................................................... [55]
o Tabel Matriks Kegiatan - Hasil.............................................................................................[56]
o Tabel Peran Provinsi............................................................................................................... [56]
o Kegiatan 3: Ujicoba Model Layanan Sanitasi Skala Terbatas..................................... [57]
o Langkah Pelaksanaan
1. Melaksanakan sebagian kegiatan dalam rangka pelaksanaan uji coba model
layanan pada skala terbatas......................................................................................... [58]
2. Melaksanakan monitoring uji coba model layanan di wilayah/masyarakat
prioritas..............................................................................................................................[60]
Tabel Indikator pelaksanaan Model Layanan Skala Terbatas.............................. [62]
3. Melakukan evaluasi atas pelaksanaan uji coba model layanan di wilayah/
komunitas prioritas......................................................................................................... [63]
penyusun
79
5
Foto: PMU - PPSP
6
Kata Pengantar
7
Semoga Panduan ini dapat membantu semua pihak khususnya provinsi dan kabupaten/kota
melakukan menyusun SSK yang berkualitas sekaligus melaksanakannya secara sistematis dan
efektif berdasarkan potensi masing-masing daerah. Harapannya tentu saja adalah tercapainya
target RPJMN 2020-2024 untuk memberi layanan sanitasi secara berkelanjutan yang menjadi hak
dasar bagi seluruh warga negara.
Direktur Direktur
Perkotaan Perumahan Sinkronisasi Urusan Pemerintah
dan Permukiman, Daerah (SUPD) II, Dirjen.
Bappenas Bina Pembangunan Daerah,
Kementerian Dalam Negeri
Direktur Direktur
Sanitasi, Dirjen Cipta Kesehatan Lingkungan,
Karya, Kementerian Dirjen. Kesehatan
Pekerjaan Umum dan Masyarakat, Kementerian
Perumahan Rakyat Kesehatan
8
Pendahuluan
Implementasi SSK memerlukan sejumlah persiapan. Banyak daerah
sudah memanfaatkan SSK-nya sebagai dokumen sumber untuk
proses perencanaan di daerah. Namun demikian, fakta di lapangan
menunjukkan bahwa banyak juga kabupaten/kota yang belum
memanfaatkannya, belum menginternalisasikan SSK-nya ke dalam
proses perencanaan, dan menjadikannya sebagai mesin penggerak
pembangunan sanitasi di daerah.
Substansi Panduan
Pendahuluan 9
Panduan ini merupakan petunjuk langkah-demi-langkah bagaimana kabupaten/kota dapat
mengimplementasikan SSK, baik SSK yang masih berlaku (valid) maupun SSK yang secara
bersaman tengah disusun (dimutakhirkan).
Perlu diingat bahwa SSK merupakan dokumen perencanaan yang responsif gender. Bukan berarti
prosesnya terpisah dari kerangka kerja yang ada, baik penyusunan/pemutakhiran SSK maupun
implementasnya. Juga bukan berarti menyiapkan program/kegiatan dan anggaran khusus untuk
perempuan yang terpisah. Sebaliknya, perencanaan responsif gender dimaksudkan untuk untuk
menjawab isu-isu gender di sektor sanitasi dan mewujudkan keadilan dalam penerimaan manfaat
pembangunan.
Keberhasilan implementasi SSK sangat ditentukan oleh proses advokasi pada dua tahun pertama,
yaitu ketika SSK disusun atau fasilitasi implementasi tahun pertama dan pada tahun berikutnya.
Karena itu, Panduan ini akan berfokus pada upaya advokasi bagi kepala-kepala dinas dan bupati/
walikota yang dilakukan secara berjenjang dalam rangka mendapatkan komitmennya. Tahapan
implementasi SSK dibagi ke dalam empat proses (milestone), yaitu (i) Komitmen kepala daerah
(ii) Penetapan kebijakan (untuk uji coba model), dan (iii) Uji coba model layanan sanitasi skala
terbatas (iv) Uji coba model layanan skala penuh (perluasan/up scaling) (Lihat Gambar P-1).
Pendampingan untuk pencapaian Milestone 1-3 dilaksanakan pada Tahun ke-1 dan pencapaian
Milestone 4 pada Tahun ke-2. Pada dua tahun ini diharapkan model layanan yang dikembangkan
sudah cukup mantap untuk dilaksanakan di tahun-tahun berikut. Selanjutnya, kabupaten/kota
dapat menyelenggarakan Layanan Berskala Penuh pada Tahun ke-3 dan seterusnya secara
mandiri tanpa pendampingan/fasilitasi dari pemerintah pusat.
10 Pendahuluan
Peningkatan
Akses dan
Penyelenggaraan
Layanan
Berkelanjutan
M4
M3 1. Pelaksanaan kegiatan
(uji coba model
M2 1. Melaksanakan uji layman skala penuh)
coba model layanan 2. Memantau
pada skala terbatas pelaksanaan uji coba
M1 1. Penetapan prioritas
model layanan
2. Memantau
wilayah/komunitas
pelaksanaan uji coba 3. Melakukan Evaluasi
1. Persamaan Persepsi dan skala layanan
model layanan pelaksanaan uji coba
Pokja 2. Penyusunan Program
3. Evaluasi pelaksanaan model layanan
2. Dukungan OPD dan Kegiatan
uji coba model
3. Komitmen Bupati/ layanan
Walikota
Mendapatkan Komitmen Penetapan Kebijakan Uji Coba Model Layanan Uji Coba Model Layanan
KDH (untuk uji coba model Skala Terbatas Skala Penuh
layanan)
2 Coaching: 3 Coaching:
2 Coaching: 2 provinsi
1 provinsi + 1 kab./kota 1 provinsi + 2 kab./kota
Pendahuluan
Gambar P-1: Pendampingan/fasilitasi Tahun Pertama dan Kedua - skema hubungan proses/milestone, kegiatan, dan output
11
Sistematika dan Lingkup Panduan
Lingkup Panduan dibatasi pada kegiatan yang berada di bawah program PPSP, yaitu yang
dilakukan PMU/PIU, Pokja Provinsi, dan Pokja Kabupaten/Kota. Untuk mencapai hasil yang
diharapkan, kabupaten/kota akan mendapatkan pendampingan/fasilitasi dalam bentuk coaching
clinic dan pelatihan secara terbatas. Secara ringkas sistematika panduan pendampingan untuk
setiap proses dapat digambarkan seperti berikut:
Lingkup sanitasi yang dimaksudkan di dalam Panduan ini adalah pengelolaan sampah (sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga), pengelolaan air limbah domestik, dan
drainase lingkungan. Namun demikian, proses advokasi implementasi SSK akan difokuskan pada
persampahan dan air limbah domestik. Ini sejalan dengan strategi yang dirumuskan di dalam
SSK yang hanya memuat kedua subsektor tersebut. Di dalam SSK, subsektor drainase hanya
ditampilkan sampai batas pemetaan kondisi (profil) sanitasi pada Bab 2 saja.
Sasaran Panduan
Panduan Fasilitasi Pembangunan Sanitasi Permukiman ini disusun dalam kerangka kerja Program
Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Hal ini berarti sumberdaya yang
dikerahkan adalah yang berkaitan erat dengan pelaksanaan Program PPSP seperti: dokumen
SSK, MPS, Roadmap Sanitasi Provinsi, dan keberadaan Kelompok Kerja (Pokja) di kabupaten/
kota dan provinsi.
12 Pendahuluan
Sehubungan dengan itu, sasaran utama pengguna Panduan ini adalah:
Pemerintah provinsi pun dapat memperoleh informasi bermanfaat dari Panduan ini. Terutama
terkait perannya dalam koordinasi, advokasi, supervisi, fasilitasi, dan advisori. Tugas dan kewajiban
Provinsi dalam implementasi dijelaskan secara ringkas dalam panduan ini. Penjelasan terperinci
tentang tugas provinsi dalam pelaksanaan Program PPSP, dapat dilihat pada Manual Pelaksanaan
Program PPSP 2020-2024.
Fasilitasi
Untuk memastikan tersedianya kapasitas pada tiap-tiap sasaran, PPSP menyiapkan kerangka
peningkatan kapasitas dan pelatihan (capacity building and training). Kerangka kerja ini
mengintegrasikan empat saluran dalam sebuah metoda belajar yang dikenal dengan blended
learning: pelatihan di kelas, e-learning/e-discussion, buddy system, dan pendampingan teknis
secara langsung (hands on technical assistance).
Dalam rangka implementasi SSK, kabupaten/kota mendapatkan bimbingan langsung dari Provinsi
dengan dibantu Fasilitator Implementasi yang dikontrak oleh Pusat dan ditempatkan di Provinsi.
Selain membantu Pokja Provinsi, tugas utama Fasilitator Implementasi adalah mengawal proses
implementasi SSK di kabupaten/kota dan memantau pencapaiannya (Lihat Manual Pelaksanaan
Program PPSP 2020-2024). Fasilitator Implementasi harus terjun langsung mendampingi
kabupaten/kota jika dipandang perlu pada saat coaching clinic bersama-sama Pokja Provinsi
(Lihat Gambar P-2).
Pendahuluan 13
Tingkat Pusat Tingkat Provinsi Tingkat Kab./Kota Tujuan
Peningkatan Peningkatan Strategi Sanitasi
Kapasitas Kapasitas Kabupaten/Kota (SSK)
Pokja APBD; APBN; APBD
PMU dan Pokja Provinsi; Dana Desa; CSR;
Provinsi Kab./Kota
PIUs Micro Credit; ZIS-Waf;
Koordinasi program Donor; dan sebagainya
Kebijakan dan strategi Koordinasi program
Advokasi pemerintah
Koordinasi pelaksanaan Advokasi KDH,
daerah, Supervisi
program, Konsolidasi Supervisi perencanaan
perencanaan dan
pendanaan - K/L dan dan implementasi
implementasi Fasilitasi
non-K/L Kerangka Fasilitasi dan Sinkronasi
dan Sinkronasi
monev program/kegiatan
program/kegiatan
Peningkatan Peningkatan Akses
Kapasitas dan Layanan Sanitasi
- Jika ada Berkelanjutan
urgensi
Tenaga Ahli Fasilitator Implementasi SSK Fasilitator Kab./Kota
• Technical Assistance • Pendampingan Proses
(Opsional, dikontrak 100% Akses
mandiri oleh kab./kota
• Technical Assistance untuk sdgs
Provinsi dan Kab./Kota • Pendampingan Proses
• Pemantauan Kemajuan • Pemantauan Kemajuan
Pendahuluan
Gambar P-2: Skema Pendampingan/fasilitasi implementasi yang dilaksanakan secara berjenjang dengan titik berat pada
penguatan peran dan kapasitas provinsi untuk mengawal pembangunan sanitasi di kabupaten/kota
14
Secara umum kabupaten/kota masih membutuhkan pendampingan untuk mengimplementasikan
SSK-nya. Sebab, belum banyak pengalaman implementasi SSK yang dapat dijadikan contoh
praktik baik secara utuh. Di samping itu kondisi daerah yang dinamis, seperti perubahan kebijakan
dan mutasi staf, juga menjadi faktor pendukung dibutuhkannya pendampingan. Pendampingan
juga bermanfaat dalam mengenali dan mengoptimalkan sumberdaya pembangunan sanitasi di
luar APBD.
Setiap provinsi dan kabupaten/kota yang berada pada tahap implementasi SSK dapat merekrut
fasilitator secara mandiri termasuk jika mereka pada tahun yang bersamaan juga menenyusun/
memutakhirkan SSK.
Proses
Pendampingan implementasi dilakukan selama dua tahun. Tahun pertama adalah meletakkan dasar
atau kerangka implementasi, yaitu bagaimana memastikan berjalannya percepatan peningkatan
akses sanitasi dan mengembangkan model (pemodelan) layanan sanitasi berkelanjutan.
Tahun ke-2, pendampingan akan difokuskan pada implementasi skenario secara komprehensif
(scaling up) model layanan sanitasi dengan perangkat pendukung (enabling environment) yang
lebih lengkap - meskipun tidak harus berskala kabupaten/kota serta percepatan pencapaian UA.
Untuk tahun pertama, setiap kabupaten/kota akan mendapatkan satu kali pelatihan di pusat, dua
kali lokakarya atau coaching clinic di provinsi, dan tiga kali coaching clinic di kabupaten/kota.
Untuk tahun kedua, tiap-tiap kabupaten kota yang mencapai Milestone 1-3 di tahun pertama,
akan mendapatkan dua coaching di provinsi (memanfaatkan forum coaching clinic kabupaten/
kota yang masuk pada Tahun Pertama pendampingan). Pelaksana coaching clinic untuk Pokja
kabupaten/kota adalah kabupaten/kota sendiri dengan pendampinganprovinsi yang dibantu
Fasilitator Implementasi. Tugas pusat adalah melakukan kegiatan-kegiatan terkait peningkatan
kapasitas bagi Pokja Provinsi.
Pendahuluan 15
Kalender Fasilitasi Pembangunan Sanitasi Permukiman
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des
Milestone 1: Mendapatkan Komitmen Kepala Daerah
M1-1 Persepsi Pokja
M1-2 Advokasi dan Konsultasi OPD
M1-3 Advokasi dan Audiensi Bup/WK
Milestone 2: Penetapan Kebijakan
M2-1 Prioritasi
M2-1 Program/Kegiatan
Milestone 2: Penetapan Kebijakan
Pelaksanaan Kegiatan
M-3 Pemantauan
Evaluasi
Pendahuluan
16
Proses (Milestone) 1 -
Mendapatkan Komitmen
Kepala Daerah
Proses (Milestone) Pertama mencakup tiga kegiatan yaitu: (i) Mendapatkan Kesamaan Persepsi
di Tingkat Pokja (ii) Mendapatkan Dukungan para Kepala OPD dan (iii) Mendapatkan Dukungan
Kepala Daerah.
Setiap kegiatan terdiri dari beberapa langkah (penyepakatan, diskusi, penyiapan materi) yang
dilaksanakan untuk mendapatkan hasil/output tertentu.
Tujuan
Hasil/Output
Kegiatan-kegiatan pada Milestone 1 diharapkan dapat memperoleh hasil/output seperti
ditunjukkan matriks di bawah ini, yaitu terkait implementasi SSK bagi daerah yang memiliki SSK
valid maupun daerah yang sedang menyusun atau memutakhirkan SSK.
Untuk mencapai tujuan Milestone 1, yaitu mendapatkan komitmen Kepala Daerah, provinsi dan
kabupaten/kota akan mendapatkan dua kali coaching clinic: satu kali di provinsi (CC-1) dan satu
kali di kabupaten/kota (CC-2).
Petunjuk Teknis
Untuk mencapai tujuan Proses/Milestone 1, Petunjuk Teknis yang digunakan dijelaskan pada tabel
di akhir bab ini (kode Petunjuk Teknis dapat dilihat pada bagian Lampiran)
Kegiatan 1-1: Kesamaan Persepsi di Tingkat Pokja 1. Perbaikan data Bab 1. Rencana Kerja
1. Menyelenggarakan rapat koordinasi perdana 2 SSK 2. Bab 1 (draf)
2. Memetakan kondisi dan kemajuan pembangunan sanitasi 2. Usulan Rekomendasi 3. Bab 2 (draf)
3. Menyiapkan materi advokasi untuk kepala-kepala OPD strategis penanganan 4. Bab 3 (draf)
Coaching Clinic 1
permasalahan sanitasi
Kegiatan 1-2: Mendapatkan Dukungan Kepala Dinas (OPD) 1. Rekomendasi Hasil konsultasi dan diskusi
1. Menyusun jadwal dan pembagian tugas untuk advokasi strategis penanganan memperkaya substansi dan kualitas
kepala dinas dan Sekretaris Daerah permasalahan sanitasi Bab 1, 2, dan 3
2. Melakukan audiensi dengan para kepala OPD untuk (perbaikan)
mendapatkan input tentang Rekomendasi strategis 2. Usulan Strategi
3. Menyusun draf Strategi Pembangunan Sanitasi 3. Usulan paket kebijakan
4. Menyusun usulan paket kebijakan pembangunan sanitasi
Peran Provinsi
Substansi Peran Penjelasan Peran
Input pada Bab 2 SSK pemutakhiran atau perbaikan data o Memeriksa tahun dan sumber data
Bab 2 SSK menyangkut validitas dan kemutakhiran data o Memeriksa validasi data dari OPD pengampu
o Memeriksa kelengkapan data
Input pada Bab 2 SSK pemutakhiran atau perbaikan data o Apakah mencakup target penuntasan akses (air limbah
Bab 2 SSK menyangkut validitas dan kemutakhiran data domestik dan persampahan)
Input
o Apakah mencakup pengembangan layanan sanitasi
Substansi
berkelanjutan (indikatornya apa?)
o Apakah seiring dengan roadmap sanitasi provinsi
o Apakah sudah disetujui kepala-kepala OPD
o Apakah melibatkan sumberdaya Desa, dunia usaha, NGO,
lembaga keagamaan, dan sebagainya?
Input Hasil
o Data sekunder
terkini: umum dan o Bab 2 SSK
o Data terkini
sanitasi
Pemetaan Kondisi dan multiaspek dan
2
Kemajuan Pembangunan analisis gap Draf Bab 2
o Hasil pengolahan data instrumen SSK
Sanitasi (Tim Kecil) (perbaikan data Bab
o Analisis gap multiaspek: teknis,
2 SSK)
kelembagaan, keuangan, komunikasi dan
pemberdayaan
Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi/AMPL, atau yang menggunakan nama lain, merupakan mesin
penggerak pembangunan sanitasi di daerah. Meskipun demikian, Pokja tidak dapat mengambil
alih tugas dan fungsi Organisasi Perangkat Daerah/OPD. Sebaliknya pokja lebih banyak berperan
sebagai wadah koordinasi. Pelaksanaan implementasi sepenuhnya melekat pada tugas/fungsi
masing-masing OPD.
Mengingat strategisnya peran pokja, institusi ini perlu membangun kesamaan persepsi seluruh
anggotanya terlebih dahulu tentang kondisi, permasalahan, dan pembangunan sanitasi secara
umum. Jadi, sebelum memulai kegiatan, Pokja harus memiliki pemahaman yang sama tentang
rencana pembangunan sanitasi tahun berjalan. Ini mencakup: data kondisi sanitasi dan capaian
pembangunan, rencana kerja tahun berjalan, dan rencana Pokja melakukan advokasi implementasi
Untuk mendapatkan kesamaan persepsi (Kegiatan M1-1), Pokja perlu melakukan empat langkah:
Bagi kabupaten/kota yang secara bersamaan juga melakukan pemutakhiran SSK, hasil dari proses
ini dapat direkam menjadi bab-bab SSK. Berikut ini adalah penjelasan langkah-langkahnya.
Langkah pelaksanaan
1. Rapat Koordinasi Perdana Pokja
Sebelum memulai kegiatan tahun berjalan, Pokja harus melaksanakan Rapat Perdana Pokja.
Rapat ini dapat dilaksanakan pada acara Kick Off di kabupaten/kota atau rapat khusus. Rapat ini
dipimpin Ketua Pokja atau Sekretaris/Pelaksana Harian Pokja. Sebelum rapat, diharapkan anggota-
anggota Pokja yang aktif dapat memberikan input kepada Ketua Pokja tentang substansi rapat.
(iv) Mengetahui kemajuan Implementasi pembangunan sanitasi dan validitas dokumen SSK/
EHRA
a. Ketua Pokja menyampaikan pentingnya SSK sebagai dokumen sumber untuk
perencanaan pembangunan sanitasi, memiliki dasar hukum yang jelas, dan harus dikawal
implementasinya.
b. Ketua Pokja menyampaikan capaian pembangunan sanitasi secara umum dan pekerjaan
rumah (gap) yang masih harus mendapatkan perhatian seluruh OPD.
c. Ketua Pokja memastikan status SSK dan tahap implementasi-nya:
- Jika kabupaten/kota sama sekali belum pernah menyusun SSK, Ketua Pokja
memerintahkan Pokja untuk menyusun SSK tahun ini.
- Jika SSK-nya tidak valid, yaitu SSK yang usianya lebih dari 5 tahun, Ketua Pokja
memerintahkan Pokja untuk memutakhirkan SSK.
- Jika SSK masih valid, Ketua Pokja harus menyampaikan perlunya komitmen OPD
untuk mengimplementasi (melanjutkan implementasi) SSK seoptimal mungkin.
d. Untuk daerah yang sudah memiliki SSK, Ketua Pokja menegaskan tugas utama Pokja
adalah mengawal implementasi SSK dalam rangka pencapaian target 100% akses dan
penyelenggaraan layanan sanitasi berkelanjutan.
Jenis Kegiatan
Pengumpulan
Dta/Analisis
No. Kegiatan Tanggal
Pertemuan
Penulisan
kerja Jawab Dana (Rp) Dana
Pertemuan
Tim Kecil 23
untuk Januari
1.1 1 Bappeda 700.000 Bappeda •
Penyiapan 2020
Data Profil
Sanitasi
Dan
1.2
seterusnya
(viii) Menyiapkan Risalah Rapat.
Pokja mendokumentasikan rapat tersebut ke dalam Risalah Rapat atau Minutes of Meeting
(MoM) sebagai bagian kesepakatan Pokja dan mendistribusikan ke seluruh anggota Pokja.
Catatan: Untuk kabupaten/kota yang sedang melakukan pemutakhiran SSK atau baru menyusun
SSK untuk pertama kali, hasil Kegiatan 1A-1: Rapat Perdana Pokja menjadi input atau bahan untuk
penulisan Bab 1 SSK, baik SSK yang baru maupun SSK pemutakhiran. Nantinya tugas ini akan
dilaksanakan oleh Tim Kecil.
Hasil Rapat Perdana Pokja menjadi input untuk penulisan Bab 1 SSK: Bagian Pendahuluan.
Bagian ini pada dasarnya menjelaskan: (i) manfaat SSK (ii) dasar hukum SSK, dan (iii)
kaitan antara SSK dengan dokumen perencanaan lain di kabupaten/kota (Lihat Outline
Penyusunan dan Pemutakhiran SSK).
Data kondisi/profil sanitasi terkini dibutuhkan sebagai bahan dasar advokasi berjenjang, yaitu
advokasi untuk kepala-kepala OPD dan berlanjut untuk bupati/walikota guna mendapatkan
komitmen penuh pembangunan sanitasi.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Tim Kecil di luar rapat-rapat formal. Substansi/data yang disiapkan
mencakup: data kondisi/profil sanitasi terkini, kemajuan pembangunan, dan identifikasi isu-isu
strategis pembangunan sanitasi. Data dapat diambil/dikumpulkan dari proses peninjauan ulang
(review) data pada Bab 2 SSK atau dari proses penyusunan “Bab 2 hasil pemutakhiran (update)
SSK” (Lihat Pedoman Penyusunan/Pemutakhiran SSK).
Bergantung pada status SSK dan tingkat implementasinya, ada tiga kondisi kabupaten/kota,
yaitu: (A) SSK-nya valid, (B) SSK-nya tidak valid, atau (C) Memasuki tahap implementasi.
Kabupaten/kota yang SSK-nya masih valid, yaitu yang usianya tidak lebih dari 5 tahun, mereka
tidak perlu memutakhirkan SSK. Proses pemetaan kondisi sanitasi dapat diambil langsung
dari Bab 2 SSK dengan beberapa catatan. Di sini ada dua situasi:
a. Untuk kabupaten/kota yang SSK-nya baru disusun tepat satu tahun sebelumnya, maka
data profil/pemetaan sanitasinya dapat dianggap 100% masih valid.
- Kabupaten/kota hanya perlu melakukan analisis gap, utilisasi, dan rantai layanan dengan
mengisi sheet-sheet tertentu pada Instrumen SSK.
- Untuk kabupaten/kota yang SSK-nya sudah berjalan 2-5 tahun, maka Pokja perlu
meninjau kembali dan memperbarui data profil sanitasi pada Bab 2 SSK tanpa mengubah
dokumen SSK-nya. Sebab, kemungkinan besar sudah banyak perubahan pada kondisi
sanitasinya.
b. Untuk kabupaten/kota yang SSK-nya sudah berjalan 2-5 tahun, maka Pokja perlu meninjau
kembali dan memperbarui data profil sanitasi pada Bab 2 SSK tanpa mengubah dokumen
SSK-nya. Sebab, kemungkinan besar sudah banyak perubahan pada kondisi sanitasinya.
Untuk kasus ini, Pokja harus menggunakan Instrumen SSK terbaru untuk memperbarui
data dan mendapatkan hasil analisis. Hasil perbaruan data ini dituangkan dalam tabel-
Perbaruan data juga mencakup pemetaan dan analisis multiaspek, khususnya untuk
mengidentifikasi gap tiap-tiap aspek terhadap kondisi yang diharapkan. Ini mencakup aspek-
aspek: (i) teknis (ii) regulasi dan kelembagaan (iii) keuangan, serta (iv) komunikasi dan
pemberdayaan.
Berikut ini langkah melakukan pemetaan kondisi/profil sanitasi dan analisis multiaspek untuk
kasus (b) di atas:
a. Melihat kembali (review) data subsektor air limbah dan persampahan di dalam Bab 2 SSK.
1. Gunakan Instrumen SSK dan masukkan data terbaru - hanya untuk isian-isian yang
mengalami perubahan. Kumpulkan dan konsultasikan data terbaru OPD-OPD terkait.
2. Untuk mendapatkan pemetaan kondisi sanitasi, susun ulang hasil/output Instrumen
SSK tersebut ke dalam format/template persis seperti Bab 2 SSK (khusus aspek
teknis). Untuk aspek lain (regulasi, kelembagaan, pendanaan, dan komunikasi dan
pemberdayaan, silakan Pokja memperbarui data yang diperlukan sesuai tabel-tabel
untuk Bab 2 SSK tersebut.
- Untuk melaksanakan proses ini, Pokja mendapatkan bantuan teknis dari fasilitator
dan beberapa ahli dalam sebuah coaching clinic, CC-1, yang difasilitasi provinsi.
Analisis gap aspek teknis menjadi dasar bagi analisis gap aspek-aspek lain seperti:
kelembagaan, keuangan, serta komunikasi dan pemberdayaan. Dengan demikian,
saran teknis menjadi titik tolak bagi berbagai intervensi multiaspek di masa mendatang.
– Air limbah. Lakukan analisis rantai layanan air limbah (menggunakan Instrumen
SSK) untuk memperoleh gambaran tentang: (i) tingkat akses dan cakupan layanan
air limbah domestik saat ini (ii) gap akses dan kebutuhan infrastruktur terhadap
pencapaian target RPJMN 2020-2024, dan (iii) tingkat pemanfaatan/utilisasi
infrastruktur.
– Persampahan. Lakukan analisis rantai layanan persampahan (menggunakan
Berdasarkan hasil analisis gap aspek teknis untuk dua subsektor tersebut, Pokja dapat
melakukan analisis lebih lanjut untuk tiap-tiap aspek yang relevan.
Analisis kelembagaan mencakup dua aspek, (i) kerangka aturan/regulasi dan (ii)
kelembagaan penyedia layanan/operator sanitasi. Analisis kelembagaan dapat
mengidentifikasi gap/kebutuhan regulasi dan kelembagaan serta menjadi dasar
penyusunan rekomendasi untuk air limbah dan persampahan.
– Lihat PT-011: Analisis Kelembagaan; PT-012 (A dan B): Analisis Kebutuhan Regulasi;
dan PT-013: Analisis Kelembagaan Berbasis Masyarakat – yang menjadi petunjuk
teknis untuk melakukan pemetaan dan/atau analisis kelembagaan.
Berdasarkan analisis aspek teknis yang menghasilkan gap akses, gap infrastruktur,
dan tingkat pemanfaatan/utilisasi infrastruktur, Pokja dapat melakukan analisis
kebutuhan dana, biaya operasi dan pemeliharaan infrastruktur, serta biaya advokasi
dan pemberdayaan.
Pokja dapat melakukan analisis jaringan komunikasi serta analisis peran dan pemangku
pemangku kepentingan. Dengan mengetahui peran-peran komunikasi dan pelaku-
pelaku kunci, nantinya Pokja dapat secara efektif melakukan proses advokasi - yang
puncaknya adalah mendapatkan komitmen Kepala Daerah.
– Lihat PT-014A: Analisis Jaringan Komunikasi dan PT-014B: Identifikasi Peran dan
Pengaruh Pemangku Kepentingan untuk melakukan analisis.
Setelah melakukan perbaikan data Bab 2 SSK dan melakukan analisis multiaspek, Tim
Kecil menyerahkan hasilnya kepada Pokja dan meminta Pokja menjadwalkan rapat untuk
membahasnya. Tidak perlu selengkap Rapat Koordinasi Perdana, yang penting rapat ini
melibatkan OPD-OPD pengampu dan memiliki akses pada data sektor.
2. Melakukan analisis gender melalui analisis gap teknis atau non teknis dengan
indikator: Akses, Partisipasi, Kontrol, dan Manfaat (APKM) dengan Daftar
Periksa Gender (Lihat: Daftar Periksa Gender dalam Pedoman Fasilitasi
Pembangunan Sanitasi Permukiman)
3. Mengintegrasikan hasil analisis gender kedalam proses penyusunan Paket
Kebijakan dan Program/Kegiatan.
Kondisi kedua adalah jika belum punya SSK atau SSK-nya sudah tidak valid, yaitu yang usianya
sudah lebih dari 5 tahun atau baru pertama kali menyusun SSK. Dalam hal ini kabupaten/kota
wajib mulai menyusun.
Proses menyusun baru atau memutakhirkan SSK dapat berjalan bersamaan dengan
proses advokasi untuk implementasi. Artinya, apa yang dihasilkan dari proses menyusun
baru/memutakhirkan SSK secara bersamaan diadvokasikan kepada kepala daerah untuk
mendapatkan dukungan – pada setiap tahapan prosesnya (milestone). Gambarannya adalah
sebagai berikut:
• Hasil Kegiatan M1-1: Rapat Perdana Pokja menjadi input untuk penulisan draf Bab 1 SSK
pemutakhiran atau SSK baru.
• Hasil Kegiatan M1-2 (tahap ini): Memetakan Kondisi dan Kemajuan Pembangunan Sanitasi
akan menjadi bagian dari proses penyusunan draf Bab 2 SSK (baru atau pemutakhiran).
Untuk data yang dipakai pada Bab 2 SSK pemutakhiran, gunakan data sekunder sanitasi yang
dikumpulkan dari berbagai dinas dan sumber. Secara ringkas, proses “Memetakan Kondisi
dan Kemajuan Pembangunan Sanitasi” atau Bab 2 SSK dapat dijelaskan melalui tiga proses
(a, b, c) berikut (Lihat PT-001: Outline Penyusunan dan Pemutakhiran SSK):
Pokja memahami tentang ruang lingkup sanitasi yang mencakup: air limbah domestik,
persampahan, dan drainase lingkungan. Wilayah kajian mencakup seluruh wilayah untuk
Kabupaten/Kota.
Data yang dikumpulkan adalah data profil wilayah dan sanitasi. Ini akan mencakup:
Data sekunder yang dikumpulkan harus diolah menggunakan Instrumen SSK untuk
menghasilkan analisis teknis, baik untuk air limbah domestik maupun persampahan.
Profil sanitasi disajikan ke dalam tabel-tabel baku yang ada di bab 2 SSK. Untuk dapat
mengisi tabel-tabel tersebut, Tim Kecil silakan merujuk pada “Outline Penyusunan dan
Pemutakhiran SSK” terlebih dahulu. Secara ringkas langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
- Mengumpulkan dan mengisikan data teknis sekunder ke dalam Instrumen SSK sekaligus
melakukan/mendapatkan hasil analisis aspek teknis dari instrumen tersebut
Gunakan Tabel 2 dan 3 yang ada di dokumen Daftar Periksa Gender dalam Pedoman
Fasilitasi Pembangunan Sanitasi Permukiman. Tabel-tabel tersebut merupakan tabel
yang dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu analisis saja – baik untuk perbaruan
data SSK yang valid maupun untuk penyusunan/pemutakhiran SSK (Bab 2).
1. Pilih salah satu aspek (teknis atau non teknis) dalam analisis gap yang
berpotensi memiliki isu gender dengan menggunakan empat indikator APKM
(Kolom 1)
2. Menemukenali potensi isu gender berdasarkan indikator APKM (Kolom 2)
3. Menandai adanya potensi isu gender (Kolom 3) dan diberi penjelasan (Kolom
4)
4. Mengintegrasikan data terpilah gender, informasi gender, dan isu gender
yang teridentifikasi ke dalam proses implementasi SSK (pembaruan data
profil sanitasi, perumusan strategi, dan paket kebijakan).
Untuk daerah yang telah melakukan EHRA pada 1-2 tahun sebelumnya, Pokja dapat
menetapkan area berisiko pada dokumen SSK-nya dengan memanfaatkan hasil EHRA
tersebut.
Untuk kabupaten/kota yang berada pada kondisi seperti ini, maka mereka dapat langsung
menggunakan Panduan Milestone 4 untuk mengetahui proses dan hasil/outputnya.
Daerah yang SSK-nya valid pada tahap ini telah menghasilkan pemetaan kondisi sanitasi terkini.
Untuk daerah yang sedang melakukan pemutakhiran SSK atau menyusun SSK baru, proses ini
telah menghasilkan tabel-tabel Bab 2 SSK.
Daerah dapat memanfaatkan tabel-tabel tersebut sebagai bahan advokasi OPD dan kepala daerah
untuk mendapatkan dukungan penuh terhadap pembangunan sanitasi di daerahnya. Tetapi
sebelum melakukan advokasi, Pokja perlu melengkapi kondisi (profil) sanitasi atau tabel-tabel
Bab 2 dengan menambahkan dua kegiatan, yaitu mengidentifikasi isu strategis dan menyusun
rekomendasi strategis:
Berdasar kondisi (profil) sanitasi atau tabel-tabel Bab 2 , selanjutnya Tim Kecil Pokja
mengidentifikasi isu strategis untuk air limbah domestik dan persampahan. Yang dimaksudkan
dengan permasalahan/isu strategis adalah problem mendasar - teknis dan non teknis - terkait
Untuk SSK yang disusun tepat di tahun sebelumnya, permasalahan/isu strategis pembangunan
sanitasi dapat dilihat pada Bab 2. Namun demikian, jika isu-isu terkait pengembangan layanan
sanitasi tidak/belum dijelaskan di dalam SSK, maka Pokja dapat mengidentifikasi kembali isu
strategis terkait layanan sanitasi, baik untuk air limbah atau persampahan.
Untuk kabupaten/kota yang sedang melakukan pemutakhiran SSK atau menyusun SSK baru,
maka Rumusan Isu Strategis tinggal diambil langsung dari Bab 2 SSK.
Setelah memahami kondisi saat ini dan isu-isu strategis terkait layanan sanitasi, tugas Pokja adalah
menyusun rekomendasi strategis. Yang dimaksudkan adalah bagaimana menyiapkan strategi dan
langkah untuk peningkatan akses dan pengembangan layanan sanitasi berkelanjutan.
Pada tahap ini Pokja menggunakan istilah “Rekomendasi Strategis” dan bukan “Strategi” karena
dua alasan, yaitu (i) untuk kepentingan advokasi kepala daerah, dan (ii) proses dari rekomendasi
strategis menjadi rumusan Strategi memerlukan metoda tertentu. Nantinya, jika disetujui oleh
kepala daerah, usulan rekomendasi strategis ini akan menjadi dasar bagi perumusan Strategi
Pembangunan Sanitasi yang dituliskan dalam dokumen SSK.
Usulan Rekomendasi strategis terkait peningkatan akses dan pengembangan layanan sanitasi
dapat dihasilkan melalui empat langkah:
(i) Analisis kondisi sanitasi saat ini, di dalamnya mencakup analisis gap multiaspek
(ii) Identifikasi kebutuhan pengembangan layanan
(iii) Identifikasi isu strategis, dan
(iv) Penentuan prioritas subsektor, apakah persampahan atau air limbah.
Hal ini tidak berarti subsektor yang satunya diabaikan. Setelah dua tahun, sektor yang
satunya dapat melakukan replikasi pendekatan yang diambil sebelumnya dengan lebih
efektif.
Merumuskan rekomendasi strategis pada dasarnya sama dengan langkah perumusan Strategi
di dalam SSK. Yang penting usulan Rekomendasi strategis mencakup upaya (i) membangun
enabling environment (ii) mendukung/melanjutkan kegiatan yang sedang berlangsung, dan (iii)
mengawal program/kegiatan di masa depan.
– Untuk daerah yang SSK-nya masih valid, usulan rekomendasi dapat diambil dari (i) rumusan
Strategi di Bab 4 SSK, ditambah (ii) usulan baru yang diturunkan setelah Pokja melakukan
analisis gap multiaspek. Pokja perlu melihat-ulang apakah Strategi di SSK telah mengakomodasi
kebutuhan penyelenggaraan layanan sanitasi berkelanjutan dan peningkatan akses.
– Untuk daerah yang sedang melakukan pemutakhiran atau daerah yang SSK-nya disusun tepat
pada tahun sebelumnya, Rekomendasi dapat disalin secara langsung dari bagian “Strategi
Pembangunan Sanitasi” pada Bab 4 SSK.
Kegiatan terakhir dari “Persamaan Persepsi” yang disiapkan oleh Tim Kecil adalah penyiapan
materi advokasi untuk kepala-kepala OPD. Dukungan kepala-kepala OPD sangat penting dalam
implementasi SSK mengingat pelaksana kegiatan adalah OPD-OPD pengampu.
– Tambahkan Isu Strategis dan Rekomendasi Strategis pada perbaikan Bab 2 SSK yang valid
atau draf tabel-tabel Bab 2 SSK pemutakhiran/penyusunan SSK. Materi yang komprehensif ini
siap dikonsultasikan kepada kepala-kepala OPD (Lihat Outline Penyusunan dan Pemutakhiran
SSK).
– Tetapkan subsektor prioritas (persampahan/air limbah) dan alasan pemilihannya – seperti
telah dijelaskan pada bagian-bagian atas. Prioritas subsektor diperlukan karena sumberdaya
di daerah sangat terbatas. Untuk mendapatkan hasil yang efektif perlu ditetapkan prioritas,
paling tidak untuk satu-dua tahun ke depan.
– Pokja menggelar rapat untuk membahas hasil Tim Kecil tentang pemetaan kondisi (profil)
sanitasi, usulan subsektor prioritas, dan rekomendasi strategis penanganan sanitasinya.
– Berdasarkan diskusi, saran, dan input, Tim Kecil melakukan perbaikan data kondisi sanitasi
atau draf Bab 2 SSK dan Rekomendasi Strategis untuk peningkatan akses dan pengembangan
layanan sanitasi berkelanjutan.
– Siapkan materi advokasi untuk kepala-kepala OPD berdasarkan data yang sudah disepakati
Pokja. Pastikan materinya sesuai dengan targetnya (kepala-kepala OPD), jelas, lengkap, dan
juga ringkas. Manfaatkan media yang pas: presentasi slide, buklet, poster, atau presentasi
video jika diperluan (Lihat PT-015A: Panduan Penyiapan Materi Advokasi untuk Pokja, Kepala
OPD, dan Kepala Daerah dan PT-015B: Penyiapan Usulan Paket Kebijakan).
– Proses ini hendaknya didokumentasikan dalam sebuah risalah rapat.
Input Hasil
Bagian ini akan menjelaskan bagaimana Pokja melakukan langkah-langkah taktis mendapatkan
dukungan para kepala dinas, yaitu dengan menjaring input dan membangun kesepakatan
bersama para kepala OPD.
Setelah Tim Kecil menyiapkan materi advokasi dan Pokja menyetujuinya, tiba saatnya melakukan
advokasi kepala-kepala OPD terkait. Untuk itu Pokja perlu melakukan hal-hal ini:
Pada umumnya OPD pengampu pembangunan sanitasi adalah: Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan
dan Permukiman, Dinas Kesehatan, Bappeda, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, dan
Sekretaris Daerah. Nama dinas mungkin berbeda dari satu daerah ke daerah lain.
2. Melakukan audiensi (untuk advokasi) dengan para kepala OPD untuk mendapatkan
persetujuan
Persetujuan dan dukungan para kepala OPD sangat penting karena hasilnya akan disampaikan
kepada bupati/walikota untuk mendapatkan komitmen. Bagian ini memandu bagaimana Pokja
melaksanakan kegiatan advokasi sesuai dengan jadwal yang disusun.
– Sebelum audiensi, Pokja mengirimkan materi advokasi kepada sasaran advokasi (kepala-
kepala OPD) satu per satu. Pastikan materi tersebut diterima oleh para kepala OPD.
– Sesuai jadwal, Pokja beraudiensi dengan para kepala OPD satu per satu (atau sekaligus bersama
dalam sebuah rapat Pokja) dan mempresentasikan materi advokasi. Audiensi ini dimaksudkan
untuk menjaring input para kepala OPD dan Sekda dan pendapatkan persetujuan.
– Pokja perlu mendokumentasikan proses ini dalam sebuah risalah pertemuan.
Sebelum nantinya menghadap bupati/walikota, Pokja perlu mengusulkan satu paket kebijakan
komprehensif (Paket Kebijakan) untuk mengatasi persoalan sanitasi di daerah.
Paket Kebijakan pada dasarnya adalah strategi bagaimana kabupaten/kota untuk mencapai
tujuan pembangunan sanitasi secara realistis dalam sisa waktu jabatan bupati/walikota. Paket
kebijakan harus realistis dan dapat dilaksanakan (feasible).
– Untuk yang SSK-nya masih valid, Paket kebijakan merupakan turunan atau elaborasi dari: (i)
Rekomendasi Strategis berdasarkan data terkini dan ditambah (ii) Rumusan Strategi di SSK
(lama) yang dianggap masih relevan.
– Untuk yang sedang memutakhirkan SSK, Paket kebijakan tidak lain adalah turunan draf
Rumusan Strategi di Bab 4 SSK.
Paket Kebijakan sebaiknya dituangkan dalam bahasa “program” yang sederhana dan mudah
difahami (bukan seperti bahasa pada Rumusan Strategi), mengingat ketika beraudiensi dengan
bupati/walikota adalah dalam rangka advokasi.
– Konsultasikan dan mintakan input dari kepala-kepala OPD tentang usulan Rekomendasi
Strategis
– Diskusikan dan mintakan input dari kepala-kepala OPD, bagaimana mengelaborasi usulan
rekomendasi strategis tersebut menjadi sebuah Paket Kebijakan komprehensif yang nantinya
disampaikan/diadvokasikan kepada bupati/walikota.
– Yang harus diingat, Rekomendasi Strategis ini sifatnya masih umum dan terkadang masih
terpisah-pisah sesuai aspek (kecuali yang diambil langsung dari Rumusan Strategi di Bab 4
SSK). Sementara Paket Kebijakan sifatnya seperti “program”, sudah lebih multiaspek (cross
cut), praktis, dan dapat dilaksanakan secara realistis, serta sebagian besar berada dalam
kewenangan kepala daerah.
– Berdasarkan input dan saran kepala-kepala OPD selanjutnya Pokja menyusun draf Usulan
Paket Kebijakan dengan fokus: percepatan peningkatan akses dan penyelenggaraan layanan
sanitasi berkelanjutan sesuai subsektor yang dipilih (Lihat PT-015B: Penyiapan Usulan Paket
Kebijakan).
Jika pada penyusunan SSK di masa lalu, proses konsultasi dan permintaan persetujuan dilakukan
ketika Pokja sudah menyelesaikan SSK, untuk saat ini proses konsultasi dan advokasi dilakukan
beriringan waktunya dengan peroses penyusunan/pemutakhiran dokumen SSK. Bahkan sejak
dimulainya penyusunan profil sanitasi (SSK Bab 2).
Input Hasil
Penyiapan materi
advokasi untuk
1 Konsultasi dengan Ketua/Sekretaris Pokja Materi Advokasi final untuk kepala daerah
bupati/walikota
(Pokja)
Beragam pengalaman yang dipetik dari daerah menunjukkan bahwa dukungan bupati/
walikota sangat menentukan keberhasilan pembangunan sanitasi di daerah. Namun demikian,
mendapatkan komitmen kepala daerah tidak mudah. Dibutuhkan sejumlah langkah taktis.
Pada proses sebelumnya, setelah berkonsultasi dan mendapatkan input dan saran dari para kepala
OPD, Pokja telah menyiapkan pemetaan kondisi (profil) sanitasi (Bab 2 SSK dan perbaikannya),
isu strategis dan rekomendasinya, dan usulan Paket Kebijakan. Tantangan selanjutnya adalah
bagaimana agar usulan Paket Kebijakan ini disampaikan dan mendapat dukungan bupati/walikota.
Secara ringkas, Pokja perlu melakukan dua langkah: (i) menyiapkan materi advokasi untuk bupati/
walikota dengan substansi kondisi profil sanitasi saat ini, isu strategis dan rekomendasinya, serta
usulan Paket kebijakan, dan (ii) melakukan audiensi dengan bupati/walikota untuk mendapatkan
komitmen pembangunan sanitasi
Materi advokasi untuk bupati/walikota secara substansi (dan format) tidak berbeda dengan yang
disampaikan pada audiensi dengan para kepala OPD. Tambahannya adalah usulan Paket Kebijakan
yang sudah disetujui para kepala OPD. Untuk melaksanakan proses ini, Pokja mendapatkan
bantuan teknis dari fasilitator di provinsi dalam sebuah coaching clinic (CC-2) yang diadakan di
kabupaten/kota.
– Pokja memperbaiki materi advokasi untuk kepala dinas dan menyesuaikannya untuk sasaran
advokasi bupati/walikota – dengan menambahkan materi Paket Kebijakan berdasarkan input/
saran para kepala OPD.
– Pokja mendistribusikan materi advokasi untuk bupati/walikota tersebut kepada para kepala
OPD untuk pemeriksaan akhir.
– Pokja menggelar rapat atau sekadar membuat kesepakatan tentang: (i) materi advokasi
untuk bupati/walikota, (ii) jadwal audiensi, dan (iii) siapa yang akan mempresentasikan materi
tersebut di hadapan bupati/walikota. Disarankan Sekda atau Kepala Bappeda mewakili Pokja/
OPD pengampu menjadi juru bicara pada audiensi dengan bupati/walikota.
– Idealnya Pokja mengundang wakil Provinsi untuk hadir pada audiensi dengan bupati/walikota
dalam rangka mendapatkan komitmen bupati/kepala daerah.
Proses ini merupakan bagian paling penting dalam upaya mengembangkan layanan sanitasi
berkelanjutan, termasuk mempercepat peningkatan akses sanitasi di daerah. Gagal atau berhasil,
mandek atau berkelanjutannya pembangunan sanitasi sangat bergantung pada sebesar apa
komitmen kepala daerah.
Bagian ini memandu Pokja bagaimana menyiapkan audiensi dalam rangka advokasi mendapatkan
komitmen bupati/walikota.
– Sebelum audiensi, Pokja mengirimkan materi advokasi kepada bupati/walikota. Pokja perlu
memastikan materi advokasi tersebut telah sampai di meja bupati/walikota.
Dengan diraihnya komitmen bupati/walikota, maka secara praktis seluruh OPD pengampu
pembangunan sanitasi dapat memanfaatkan SSK secara efektif dalam proses perencanaan
dan penganggaran di daerah. Artinya proses internaslisasi SSK ke dalam perencanaan daerah
diharapkan bisa lebih mudah.
Milestone (Proses) Ke-2 mencakup dua kegiatan besar, yaitu: (i) Menetapkan Prioritas Wilayah/
Komunitas dan Skala Layanan, yaitu dalam ujicoba Model Layanan Sanitasi secara bertahap, dan
(ii) Penyusunan Program dan Kegiatan.
Milestone (proses) ke-2 merupakan rangkaian kegiatan yang lebih banyak bersifat teknis dengan
hasil yang sangat spesifik: analisis kelembagaan, pendanaan, aspek teknis, dan komunikasi/
pemberdayaan dan tersusunnya program/kegiatan.
Tujuan
Tujuan Milestone/proses ke-2 ini adalah adanya komitmen KDH tentang kebijakan yang
mendukung upaya percepatan peningkatan akses dan mulai disiapkannya model layanan sanitasi
berkelanjutan atau peningkatan layanan eksisting - untuk subsektor persampahan dan air limbah
atau yang dipilih sebagai subsektor prioritas pada proses sebelumnya.
Hasil/Output
Untuk mencapai tujuan Milestone 2 seperti telah disebutkan di atas, kabupaten/kota akan
mendapatkan tiga coaching clinic: sekali bertempat di provinsi (CC-3) dan dua kali coaching
clinic di kabupaten/kota (CC-4 dan CC-5). Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada Milestone
2 diharapkan dapat mencapai Hasil/Output seperti ditunjukkan matriks di bawah ini.
Petunjuk Teknis
Untuk mencapai tujuan Proses/Milestone 2, Petunjuk Teknis yang digunakan dijelaskan pada
tabel di bawah ini (kode Petunjuk Teknis dapat dilihat pada bagian Lampiran)
Coaching Clinic 3
1. Menetapkan prioritas kawasan/komunitas layanan untuk uji coba layanan 2. Bab 1 (draf)
2. Mendapatkan dukungan Ketua TAPD 3. Bab 2 (draf)
3. Menetapkan strategi pembangunan sanitasi 4. Bab 3 (draf)
Kegiatan 2-2: Menyusun Program dan Kegiatan Hasil Internalisasi dan Hasil konsultasi dan diskusi
Peran Provinsi
Input pada Prioritas Wilayah/Komunitas o Meminta penjelasan kabupaten/kota tentang alasan penetapan
dan Skala Layanan dalam rangka uji o Meminta penjelasan tentang target: jumlah jiwa terlayani, peningkatan
coba layanan sanitasi secara terbatas akses, dampak pada penurunan risiko, dan sebagainya
o Mengingatkan untuk membangun kesiapan masyarakat di wilayah
prioritas (uji coba layanan)
Input Substansi Input pada usulan program/kegiatan Apakah usulan program/kegiatan:
sebagai sebuah skenario penanganan o mengakomodasi kebutuhan Tahun Berjalan dan Tahun N+1
sanitasi kabupaten/kota o mencakup kegiatan fik dan non fisik, juga apakah sudah multiaspek
o mencakup peningkatan akses (khususnya bagi MBR)
o mencakup penyelenggaraan layanan sanitasi
o sesuai dengan Paket Kebijakan dan Rumusan Strategi dalam SSK
Input Hasil
Pada proses sebelumnya (Milestone 1) Pokja sudah mendapatkan dukungan awal bupati/kepala
daerah tentang: percepatan peningkatan akses, pemilihan subsektor yang menjadi prioritas
penanganan, dan paket kebijakan.
Bagian ini akan menjelaskan bagaimana dukungan bupati/walikota tersebut diwujudkan dalam
sebuah kebijakan komprehensif untuk mendukung penyelenggaraan layanan sanitasi secara
berkelanjutan, seperti telah dituangkan di dalam SSK.
Ada tiga kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan M2-1 (i) mengusulkan kawasan
atau komunitas prioritas - dalam rangka uji coba model layanan; (ii) mendapatkan dukungan
Langkah pelaksanaan
1. Mengusulkan kawasan/komunitas prioritas (dalam rangka uji coba model layanan)
Pengelolaan layanan sanitasi berkelanjutan bukan hal yang mudah dilaksanakan karena hal ini
membutuhkan persiapan dan perencanaan yang menyeluruh. Termasuk di dalamnya adalah
pengembangan model layanan, melakukan ujicoba, evaluasi, dan melaksanakannya secara penuh.
Setelah menetapkan subsektor prioritas dan mendapatkan dukungan bupati/walikota pada tahap
sebelumnya, Pokja selanjutnya bertanggung jawab menindaklanjuti usulan paket kebijakan.
Ini dimulai dengan mengujicobakan layanan sanitasi di wilayah/masyarakat prioritas dengan
skala layanan terbatas. Dengan sumberdaya yang ada, tidak mungkin penyelenggaraan layanan
dilakukan secara penuh.
Untuk ini Pokja perlu mendapatkan dukungan penuh dari Sekretaris Daerah selaku Ketua TAPD.
Namun sebelum beraudiensi dengan Sekda yang juga Ketua Pokja, Tim Kecil menyiapkan usulan
kawasan/komunitas prioritas dan skala layanan (dalam rangka uji coba model layanan skala
terbatas).
(i) Pertimbangkan hal-hal berikut sebagai dasar pengusulan prioritas wilayah/komunitas untuk
uji coba layanan:
- Pertimbangkan Rekomendasi, rumusan Strategi SSK, dan paket kebijakan yang telah
mendapatkan dukungan bupati/walikota dalam menentukan jenis dan kegiatan di
kawasan/prioritas.
- Lihat apakah Area Berisiko di SSK dapat/cocok menjadi target uji coba layanan secara
terbatas berdasarkan isu-isu strategis yang ada.
- Identifikasi apakah perangkat pendukungnya (enabling environment) relatif siap, dari
aspek teknis/infrastruktur, regulasi, kelembagaan, pendanaan, dan (khususnya) kesiapan
masyarakat, jika wilayah/komunitas tertentu dijadikan target.
- Buat usulan wilayah/komunitas prioritas sebagai target uji coba layanan terbatas (air
limbah domestik/persampahan).
(ii) Buat usulan program/kegiatan di wilayah/komunitas prioritas untuk Tahun berjalan (jika
2. Mendapatkan dukungan Ketua Pokja sekaligus Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD)
Setelah berhasil membuat usulan prioritas wilayah/komunitas, skala layanan untuk pelaksanaan
uji coba, serta usulan kegiatan di wilayah prioritas untuk Tahun Berjalan dan Tahun N+1, Pokja
dihadapkan pada tantangan bagaimana agar usulan tersebut dapat dijalankan.
Jika pada pertemuan pertama, bupati/walikota telah memberikan dukungannya, maka selanjutnya
Pokja hanya perlu beraudiensi dengan Sekretaris Daerah untuk menyampaikan hal-hal yang
sifatnya lebih teknis/operasional.
Seperti dengan bupati/walikota, untuk audiensi dengan Sekretaris Daerah ini Pokja dapat
menempuh langkah berikut:
(i) Pastikan Pokja menyiapkan materi advokasi untuk Sekda. Materi advokasi yang disiapkan
pada tahap ini sifatnya harus lebih teknis dan mendetail dibandingkan audiensi pertama
dengan bupati/walikota dan fokus pada:
- usulan wilayah/komunitas prioritas sebagai target uji coba layanan terbatas (air limbah
domestik/persampahan).
- usulan program/kegiatan di wilayah/komunitas uji coba model layanan yang dilaksanakan
(Tahun Berjalan – jika mungkin, dan Tahun N+1)
(ii) Sebelum tanggal audiensi, Pokja mengirimkan materi advokasi kepada Sekretaris Daerah.
(iii) Sesuai jadwal, Pokja melakukan audiensi dengan Sekretaris Daerah. Kepala dinas yang
ditunjuk sebagai juru bicara mempresentasikan materi advokasi di hadapan Sekretaris
Daerah.
(iv) Audiensi dimaksudkan untuk mendapatkan input dan dukungan Sekretaris Daerah tentang
(a) wilayah atau masyarakat prioritas penanganan dan skala layanan, dan (b) skenario
pelaksanaan atau tindak lanjut uji coba layanan di wilayah prioritas dalam bentuk kegiatan
yang dilaksanakan di Tahun Berjalan, dan Tahun N+1.
Hasil audiensi dengan Sekretaris Daerah, terutama terkait usulan Kegiatan Tahun berjalan dan
Tahun N+1, menjadi dasar internalisasi kegiatan dalam proses perencanaan dan penganggaran
formal pada dinas-dinas pengampu.
– Untuk usulan kegiatan Tahun Berjalan di wilayah prioritas (uji coba layanan) yang disetujui
Sekda, Pokja langsung mengkomunikasikannya kepada Kepala Bappeda. Tujuannya adalah
agar usulan kegiatan tersebut dapat dilaksanakan di Tahun Berjalan (lewat mekanisme
realokasi, misalnya).
– Untuk usulan kegiatan Tahun N+1 di wilayah prioritas (uji coba layanan) yang disetujui
Sekda, Pokja mengkomunikasikannya ke dinas pengampu, agar masing-masing dinas
dapat menindaklanjutinya dalam proses perencanaan pembangunan formal (Lihat bagian
Internalisasi dan Eksternalisasi) dan tidak terlambat dalam proses perencanaannya.
Berdasarkan pertemuan konsultasi dengan Sekretaris Daerah serta arahan dan input yang
diberikan, Tim Kecil dapat memfinalisasi perumusan Strategi Pembangunan Sanitasi khusus untuk
daerah yang sedang menyusun/memutakhirkan SSK. Sedangkan untuk kabupaten/kota yang
SSK-nya masih valid, Tim Kecil dapat menambahkan Rekomendasi Strategis sebagai tambahan
(addendum) pada SSK yang lama.
Pada Milestone 1, melalui analisis gender dalam analisis gap teknis maupun non teknis,
Pokja telah menemukan kesenjangan atau isu gender berdasarkan indikator APKM. Isu
gender yang telah ditemukan kemudian diintegrasikan pada M-2 melalui proses penyiapan
model layanan sanitasi dengan langkah:
1. Menggunakan hasil identifikasi isu gender sebagai rujukan dalam menetapkan skala
prioritas dan skala layanan (untuk 4 indikator AKPM).
2. Merumusan atau memperbaiki Visi, Misi dan Tujuan, Sasaran di dalam SSK dengan
tujuan mengurangi ketidakadilan gender.
3. Mengintegrasikan dalam program/kegiatan untuk penguatan setiap aspek
pembangunan sanitasi, dengan tujuan program/kegiatan untuk menyelesaikan isu
gender yang telah teridentifikasi.
4. Menyediakan alokasi anggaran untuk melaksanakan kegiatan responsif gender.
Input Hasil
Internalisasi dan
o -Bab 5 (Program
Eksternalisasi Program dan o Usulan Program
2 dan Kegiatan Konsolidasi Rencana Aksi
Kegiatan (Dinas- dinas dan Kegiatan
Indikatif)
pengampu)
Setelah Sekretaris Daerah memberikan dukungan secara tegas pada pelaksanaan uji coba model
layanan pada wilayah/komunitas tertentu, langkah selanjutnya adalah menyiapkan program/
kegiatan mencakup fisik dan non fisik, juga multiaspek (skenario multiaspek), yang diperlukan
sebagai tindak lanjutnya. Program/kegiatan harus mencakup (i) percepatan peningkatan akses
sanitasi, dan (ii) pengembangan pengelolaan/layanan sanitasi berkelanjutan.
Namun demikian, kabupaten/kota tidak dapat langsung mengadopsi model ini secara penuh.
Sebaliknya kabupaten/kota didorong untuk menjalani periode uji coba model terlebih dahulu,
sebelum diadopsi atau diperluas layanannya secara penuh. Oleh karena itu, program/kegiatannya
harus mencakup skenario uji coba model layanan secara terbatas dan rencana penyelenggaraan
layanan sanitasi dalam jangka panjang.
Bagian ini sangat penting karena menjelaskan bagaimana nantinya Pokja Sanitasi kabupaten/
kota dapat melakukan analisis multiaspek supaya dapat menyusun program/kegiatann yang pas
dalam mendukung penyelenggaraan layanan sanitasi berkelanjutan.
Penyiapan model layanan sanitasi berkelanjutan, termasuk peningkatan akses, bukan tanggung
jawab satu dinas (OPD) saja, melainkan merupakan tanggung jawab lintas dinas (OPD). Dengan
demikian Pokja Sanitasi dapat memainkan perannya dalam mengkoordinasikan kegiatan ini.
Sebelum menyiapkan program/kegiatan, Pokja perlu menyepakati lingkup analisis multiaspek
(kelembagaan, pendanaan, teknis, serta komunikasi dan pemberdayaan masyarakat). Pokja
juga harus memahami sumberdaya yang dimiliki: fasilitator, tenaga ahli, ketersediaan data, dan
sebagainya; mengetahui dinas/stakeholder pengampu program/kegiatan (Lihat: PT-014A Analisis
Stakeholder).
Dua langkah berikut dapat ditempuh Pokja untuk dapat menghasilkan program/kegiatan terkait
pembangunan sanitasi permukiman, yaitu (i) melakukan analisis gap multiaspek dan selanjutnya
(ii) menyusun program/kegiatan.
Sebenarnya Pokja telah melakukan analisis multiaspek (khususnya aspek teknis) ketika akan
beraudiensi dengan bupati/walikota. Tetapi itu tidak cukup mengingat untuk mendapatkan
gambaran mendetail tentang sumberdaya yang dimiliki, Pokja harus melakukan analisis lebih
mendalam.
Analisis ini akan menggambarkan skenario yang menjadi dasar penyusunan program/
kegiatan: (a) penguatan kelembagaan dan kerangka aturan (b) pendanaan dan pembiayaan
(c) peningkatan aspek teknis pengelolaan (d) komunikasi dan pemberdayaan masyarakat.
Berikut gambarannya:
a. Aspek Regulasi atau Kerangka Aturan: Ini dimulai dengan mengidentifikasi regulasi/
kebijakan yang ada di kabupaten/kota tentang pengelolaan air limbah dan/atau
persampahan.
Pada tahap ini, yang dihitung adalah perkiraan kebutuhan dana berdasarkan skenario riil
pencapaian akses dan penyelenggaraan layanan, termasuk pelaksanaan ujicoba model
layanan dalam skala terbatas (Tahun Berjalan dan Tahun N+1), serta penyelenggaraan
layanan pada skala lebih luas dan skala menyeluruh, pembangunan, peningkatan,
perbaikan infrastruktur, biaya O&P, biaya subsidi/hibah untuk masyarakat, dan
b. Aspek pembiayaan: Bagian ini mencakup (i) bagaimana menghitung biaya dasar
layanan sanitasi, dan (ii) bagaimana menyiapkan skema retribusi dalam rangka
mencapai cost recovery, misalnya.
Dengan mengetahui biaya dasar layanan sanitasi, kabupaten/kota dapat mengetahui
seberapa besar kekurangan atau gap dana (jika ada) yang harus disediakan oleh
kabupaten/kota untuk penyelenggaraan layanan sanitasi. Hal ini nantinya dapat
dijadikan dasar untuk penerapan skema retribusi. Perlu diingat, besarnya retribusi
ditentukan oleh besarnya/skala layanan di tingkat pengguna jasa (Lihat PT-008:
Analisis Biaya Layanan Sanitasi dan PT-009: Perhitungan Kebutuhan Operasi dan
Pemeliharaan.
Salah satu elemen terpenting dari penyelenggaraan layanan sanitasi adalah pengelolaan
infrastruktur. Pokja perlu mengetahui apakah infrastruktur sanitasi masih berfungsi,
dioperasikan dengan benar, kapasitasnya memadai atau justru masih belum termanfaatkan.
Pokja juga perlu mengetahui langkah yang harus diambil ketika salah satu kasus tersebut
terjadi.
Sanitasi adalah urusan bersama dan masyarakat merupakan stakeholder utama dalam
pengelolaan sanitasi. Karena itu kesadaran, dukungan, dan peran langsung masyarakat
merupakan kunci keberhasilan pembangunan sanitasi.
Panduan, tata cara, dan pengalaman dari lapangan terkait kegiatan komunikasi dan
pemberdayaan masyarakat , termasuk kisah sukses dan pembelajarannya saat ini dapat
dengan mudah diperoleh dari berbagai sumber.
Setelah mendapatkan gambaran umum tentang hasil analisis multiaspek, Tim Teknis Pokja
selanjutnya dapat menyusun usulan program/kegiatan. Usulan program dan kegiatan dapat
diturunkan dari Rumusan Strategi di SSK (untuk daerah yang memutakhirkan dokumen SSK)
serta dari Isu Strategis dan Paket Kebijakan (untuk daerah yang SSK-nya masih valid).
Usulan Program/Kegiatan disusun untuk jangka waktu lima tahun. Pokja dapat
mengelompokkan usulan program/kegiatan tersebut ke dalam dua perioda:
- Program/Kegiatan pada dua tahun pertama (M1-M3 dan M4). Difokuskan pada upaya
penyiapan dan ujicoba model layanan, terutama di wilayah/komunitas prioritas, termasuk
di dalamnya peningkatan akses. Ini merupakan tindak lanjut langsung dari Paket Kebijakan
yang telah disampaikan kepada dan mendapatkan dukungan dari bupati/walikota. Dalam
kurun dua tahun ini diharapkan model layanan sudah cukup mantab.
- Program/Kegiatan pada tiga tahun berikutnya (M5 dan seterusnya). Difokuskan pada
pengembangan dan penyelenggaraan layanan dengan perangkat pendukung (enabling
environment) yang lebih siap dan cakupannya pun lebih luas, termasuk di dalamnya
peningkatan akses.
Catatan: Ada kalanya usulan program/kegiatan terpaksa mengikuti sisa masa jabatan kepala
daerah. Dalam hal situasinya seperti ini, pastikan bahwa kepala daerah berkomitmen untuk
melaksanakan M1-M3 dan M4 mengingat ini menjadi dasar penyelenggaraan layanan sanitasi
berkelanjutan. Usulan program/kegiatan (dan Dokumen SSK secara keseluruhan) yang disetujui
juga dapat menjadi input pertimbangan RPJMD yang baru.
- Gunakan matriks atau format tabel yang ada di Bab 5 SSK untuk menyusun Program/
Kegiatan indikatif (Lihat Pedoman Pemutakhiran SSK).
- Susun usulan program/kegiatan yang diturunkan dari Rumusan Strategi di SSK atau dari
Isu Strategis dan Paket Kebijakan.
- Konsultasikan hasilnya pada OPD-OPD pengampu sesuai tugas dan fungsinya untuk
verifikasi dan mendapatkan persetujuan.
- Setelah mendapatkan persetujuan, Pokja dapat memasukkan tabel-tabel ini ke dalam
Program/Kegiatan Bab 5 SSK tentang Program dan Kegiatan atau menjadi tambahan
kegiatan untuk SSK yang masih valid.
Draf akhir rencana program/kegiatan ini hendaknya menjadi pegangan dinas-dinas pengampu
dan stakeholder pembangunan sanitasi permukiman dalam menyusun rencana kerja tahunan.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana memastikan kegiatan-kegiatan yang diindikasikan
dalam usulan program/kegiatan Tahun Berjalan, N+1, N+2, dan N+3, khususnya yang berkaitan
dengan pelaksanaan model layanan sanitasi berkelanjutan terkawal (terinternalisasi) ke dalam
perencanaan pembangunan daerah.
Berikut adalah langkah-langkah yang dapat ditempuh agar proses internalisasi (APBD) dan
eksternalisasi (non-APBD) terlaksana:
- Pokja menyiapkan sebuah Rapat Pokja untuk membahas rencana program/kegiatan dalam
rangka percepatan peningkatan akses dan pengembangan layanan sanitasi berkelanjutan.
Persiapan mencakup: jadwal rapat, agenda, daftar undangan – terutama semua kepala dinas
(OPD) yang berkaitan dengan pelaksanaan skenario multiaspek dan stakeholder lebih luas
sperti: pengelola dana ZISWAF, CSR, TNI, program dari donor, dan sebagainya.
- Pokja menyiapkan materi presentasi yang substansinya adalah (i) penetapan wilayah/komunitas
prioritas (ii) rencana kegiatan, terutama Tahun Berjalan dan Tahun N+1 (iii) usulan penanggung
jawab, sekaligus sumber dananya, jadwal pelaksanaan dan target/output kegiatan.
(i) Internalisasi
Proses internalisasi rencana program/kegiatan Tahun berjalan dan Tahun N+1 telah
dilaksanakan pada proses sebelumnya, yaitu ketika Pokja telah selesai berkonsultasi dengan
Ketua TAPD dan mendapatkan persetujuan. Dalam hal ini ada dua bentuk internalisasi yang
dapat dilaksanakan:
- Usulan kegiatan Tahun Berjalan dapat dikomunikasikan kepada Kepala Bappeda secara
langsung. Tujuannya adalah agar usulan kegiatan tersebut dapat dilaksanakan di Tahun
Berjalan (lewat mekanisme realokasi, misalnya).
- Usulan kegiatan Tahun N+1 dapat dikomunikasikan ke dinas-dinas pengampu, agar masing-
masing dinas dapat menindaklanjutinya dalam proses perencanaan pembangunan formal
sehingga tidak terlambat dalam proses perencanaannya.
(ii) Eksternalisasi
Pokja secara khusus perlu mengadvokasi dan berkomunikasi dengan sumber-sumber dana
di luar APBD dan APBN seperti: dana CSR, dana ZISWaf, dan APB-Desa , termasuk Dana
Kelurahan untuk mendapatkan komitmen mereka. Dana dari APB-Desa sangat potensial,
apalagi bupati/walikota sampai tingkat tertentu masih memiliki kewenangan untuk mengatur
pemanfaatan APB-Desa melalui peraturan bupati/walikota.
Jika dimungkinkan, anggarkan kegiatan untuk Tahun Berjalan (APBD-P) untuk hal-hal yang
mendesak, meskipun tidak terlalu besar. Misalnya biaya operasional untuk peningkatan ritasi
truk tinja. Sedangkan penganggaran untuk Tahun N+1 ini semestinya sudah diakomodasi
pada tahap “internalisasi rencana program/kegiatan di dalam SSK ke dalam rencana kerja
OPD” termasuk pemenuhan readiness criteria untuk pembangunan infrastruktur besar
yang dananya berasal dari pusat.
Pada tahap ini yang paling penting adalah: pastikan bahwa di Tahun N+1 kabupaten/
kota, melalui dinas-dinas (OPD) yang terkait, menganggarkan kegiatan-kegiatan yang
diindikasikan di dalam rencana program/kegiatan. Baik menyangkut pelaksanaan Model
Pengelolaan Layanan Sanitasi Berkelanjutan, perbaikan atas model layanan, penyusunan
peraturan perundang-undangan, promosi dan pemasaran sanitasi, survei tangki septik, dan
sebagainya di Tahun N+1 sebagai tindak lanjut dari ujicoba terbatas pada Tahun Berjalan.
Pengawalan SSK dan skenario multiaspek dalam proses perencanaan pembangunan daerah
sagat penting, di tahun-tahun berikutnya. Dan ini menyangkut dua hal: terkait peningkatan
akses dan pengembangan layanan sanitasi berkelanjutan.
Khusus berkaitan dengan kegiatan yang mendapatkan dana dari APBN, pastikan APBD
mengalokasikan dana untuk melaksanakan kegiatan pemenuhan readiness criteria.
Milestone (Proses) Ke-3 adalah ujicoba Model Layanan Sanitasi Berkelanjutan Skala terbatas. Uji
coba ini sangat penting dilakukan pada tahun berjalan (Tahun N) – meskipun dengan sumberdaya
yang terbatas - agar kabupaten/kota dapat melakukan perbaikan atas model yang nantinya
dilaksanakan pada skala lebih besar dari tahap uji coba sebelumnya pada tahun berikutnya.
Tujuan
Tujuan Milestone/proses ke-3 ini adalah (i) memastikan pelaksanaan uji coba Model di kawasan/
komunitas yang telah disepakati sebagai prioritas dan (ii) mengidentifikasi batasan dan hambatan
dalam pelaksanaan uji coba untuk membuat perbaikan dan penyesuaian model yang dilaksanakan
pada tahun berikutnya.
Hasil/Output
Petunjuk Teknis
Untuk mencapai tujuan Milestone 3, Petunjuk Teknis yang digunakan dijelaskan pada tabel di
bawah ini (kode Petunjuk Teknis dapat dilihat pada bagian Lampiran).
Kegiatan 3-1: Uji Coba Model Layanan Sanitasi 4. Lembar kerangka o Bab 5 (final)
Skala Terbatas monitoring dan o Bab 6 “Kerangka Monitoring
1. Pelaksanaan kegiatan (quick win) Evaluasi dan Evaluasi (final)
2. Pemantauan
3. Evaluasi
Peran Provinsi
Input Hasil
o Formulir
2 Pemantauan Monitoring o Bab 6 o Hasil monitoring
(pemantauan)
Bagian ini menjelaskan bagaimana kebijakan yang diputuskan pada tahap sebelumnya (Paket
Kebijakan) dapat dilaksanakan, meskipun dalam skala yang sangat terbatas. Dengan kata
lain, bagaimana melaksanakan sebagian dari program/kegiatan yang ditetapkan pada proses
sebelumnya di Tahun berjalan ini.
Penerapan uji coba dilakukan secara terbatas, baik skala cakupan, tingkat layanan, maupun rentang
waktunya. Biasanya belum banyak kegiatan yang dapat dilaksanakan pada tahun berjalan karena
pada umumnya sulit sekali mengalokasikan anggaran pada tahap ini. Meskipun demikian, uji coba
model layanan sanitasi berkelanjutan ini sangat penting dilakukan untuk mendapatkan masukan.
Alasan mengapa model layanan dilakukan dalam skala terbatas karena dapat dipastikan
bahwa sumberdaya untuk mendukung pelaksanaan model secara penuh belum lengkap. Yang
dimaksudkan dengan sumberdaya adalah: infrastruktur dan aspek teknis, regulasi, lembaga
layanan/operator, ketersediaan dana, kapasitas sumberdaya masusia, dan tentu saja peran serta
(kesiapan) masyarakat.
Untuk dapat melaksanakan uci coba model layanan, Pokja dapat menempuh langkah-langkah
yang dijelaskan di bawah ini.
Langkah pelaksanaan
1. Melaksanakan sebagian kegiatan dalam rangka pelaksanaan uji coba model layanan
pada skala terbatas
Uji coba model layanan dimulai dengan melaksanakan sebagian program/kegiatan di kawasan/
komunitas yang telah ditetapkan sebagai prioritas oleh kepala daerah. Karena pelaksanaannya
di Tahun Berjalan, maka ada kalanya dananya belum tersedia. Karena itu Pokja bisa melibatkan
pihak luar seperti CSR, Baznas, TNI, atau NGO dan masyarakat untuk berpartisipasi. Atau jika
dimungkinkan, Kepala Bappeda melakukan realokasi anggaran sejauh dimungkinkan oleh
peraturan/perundang-undangan yang ada.
Penyelenggara layanan sanitasi di daerah biasanya diampu oleh Seksi/Bidang di bawah sebuah
dinas. Untuk daerah yang lebih maju, pemisahan operator-regulator sudah cukup tegas sehingga
penyelenggara layanan pada umumnya berbentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Daerah, bahkan
ada yang berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLU). Di beberapa daerah, cukup banyak
beroperasi operator swasta dan KSM di tingkat masyarakat – meskipun mereka bukan pengampu
penyelenggaraan layanan sanitasi.
Masing-masing pihak (operator) perlu membangun kesepahaman dengan dinas atau OPD
penanggung jawab utama (pengampu) sebagai regulator. Terutama untuk memperjelas tugas
dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan model/skenario multiaspek yang ditetapkan
sebelumnya.
(*) Beberapa kegiatan tipikal terkait dengan ujicoba model secara terbatas antara
lain adalah (i) peningkatan ritasi pengangkutan sampah dan optimalisasi rute (ii)
peningkatan ritasi sedot tinja (iii) FGD dengan stakeholder sanitasi, khususnya sumber-
sumber dana alternatif tentang gap pendanaan seperti dengan pemerintahan desa,
dunia usaha, BAZNAS daerah, TNI, dan sebaginya (iv) optimalisasi/ peningkatan
pemanfaatan (utilisasi) IPLT (v) survei tanki septik (vi) peluncuran gerakan sanitasi
dalam rangka peningkatan kesadaran masyarakat (public campaign), dan sebagainya.
o Sebelum uji coba dilaksanakan, OPD penanggung jawab utama sebagai regulator dan/atau
operator layanan melaksanakan sosialisasi rencana ini pada masyarakat sasaran. Pokja,
khususnya Tim Kecil, menyiapkan materi sosialisasi yang dapat berupa: poster, leaflet, buklet,
dan sebagainya, termasuk temu muka dengan para pemuka masyarakat. Tujuan sosialisasi
adalah agar masyarakat sasaran mengetahui rencana pelaksanaan uji coba layanan sanitasi
berkelanjutan di wilayahnya. Untuk kegiatan sosialisasi langsung ke masyarakat, Pokja dapat
juga menggantinya dengan sebuah pertemuan (Rakor Pokja, misalnya) yang mengundang
perwakilan-perwakilan masyarakat di wilayah prioritas.
o UPTD dan/atau KSM sebagai operator memulai pelaksanaan uji coba skenario layanan
terbatas di wilayah prioritas dengan mengacu pada hasil Rakor sebelumnya. Dalam
melaksanakan ujicoba, operator harus melakukan pencatatan/dokumentasi atas proses
pelaksanaan ujicoba untuk: (i) mengetahui apakah pelaksanaan ujicoba model di kawasan/
masyarakat berjalan lancar atau tidak, (ii) mengidentifikasi batasan dan hambatan dalam
pelaksanaan uji coba untuk membuat perbaikan dan penyesuaian model yang nantinya
dilaksanakan di tahun berikutnya pada skala yang lebih luas.
o Operator bertanggung jawab secara penuh terhadap pelaksanaan teknis layanan. Regulator
melakukan pengawasan, memberikan supervisi pada operator jika diperlukan, dan melakukan
analisis apakah kebijakan yang ada sudah memadai untuk menyelenggarakan layanan
sanitasi berkelanjutan.
Catatan: Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka uji coba layanan skala terbatas
mencakup kegiatan fisik dan non fisik dan meliputi keseluruhan aspek: infrastruktur dan aspek
teknis, regulasi, lembaga layanan/operator, ketersediaan dana, kapasitas sumberdaya masusia,
dan tentu saja peran serta (kesiapan) masyarakat.
Sesuai tugas dan fungsinya, biasanya dinas (OPD) pengampu kegiatan melakukan pemantauan
pelaksanaan kegiatan. Namun demikian, mengingat pembangunan sanitasi sifatnya multisektor
dan multiaspek, maka Pokja perlu melakukan pemantauan kegiatan, khususnya terkait kegiatan
masyarakat terkait pembangunan sanitasi di daerahnya dan mengkonsolidasikan dengan laporan
pemantauan oleh OPD dalam sebuah Monitoring dan Evaluasi Pokja.
(iii) Tentang kegiatan: Mengetahui apakah satu kegiatan: dilaksanakan atau tidak, berubah
lokasi kegiatan, berubah alokasi dananya, dan sebagainya,
(iv) Tentang akses air limbah dan persampahan: Mengetahui capaian dan peningkatan akses
sanitasi di kabupaten/kota (persampahan dan air limbah),
(v) Tentang infrastruktur: Melaporkan perubahan/penambahan infrastrukstur sanitasi di
kabupaten/kota.
(vi) Indikator pelaksanaan Model Layanan Skala Terbatas secara indikatif dapat dijelaskan
pada matriks berikut. Sebagai contoh, jika indikator yang ditulis dengan warna biru dapat
dipenuhi, terlepas dari kuantitas dan kualitasnya, maka capaian M3 – pelaksanaan Model
Layanan Sanitasi Skala Terbatas - boleh dikatakan telah terpenuhi. Pokja dapat menggunakan
indikator pada matriks berikut sebagai kerangka monitoring.
62
3. Melakukan evaluasi atas pelaksanaan uji coba model layanan di wilayah/komunitas
prioritas
Di akhir pelaksanaan uji coba pengelolaan layanan sanitasi secara terbatas ini Pokja perlu melakukan
evaluasi atas prosesnya. Evaluasi ini mutlak dibutuhkan agar pelaksanaan model layanan sanitasi
di tahun depan dapat berjalan lebih baik dan lebih efektif. Evaluasi yang dimaksudkan menyangkut
berbagai aspek: teknis, kelembagaan (operator/regulator), pendanaan/pembiayaan, dan peran
serta atau tanggapan dari masyarakat sasaran.
Berikut ini adalah proses yang dapat ditempuh Pokja untuk melakukan evaluasi yang berkualitas
atas pelaksanaan uji coba model layanan sanitasi berkelanjutan.
Perlu dicatat bahwa konsekuensi dari rekomendasi dan perbaikan model layanan sanitasi
terkadang memerlukan anggaran tambahan di luar yang sudah direncanakan pada proses
sebelumnya. Untuk ini Pokja harus melakukan pembahasan dengan Bappeda.
Milestone (Proses) Ke-4 adalah Uji Coba Model Layanan Sanitasi Berkelanjutan pada skala penuh.
Meskipun belum skala kabupaten/kota, model layanan yang dilaksanakan pada tahap ini (Tahun
N+1) merupakan perluasan dan perbaikan model yang diujicobakan pada Tahun N. Harapannya,
perangkat pendukungnya (enabling environment): kelembagaan, kerangka aturan, pendanaan,
dan komunikasi serta pemberdayaan masyarakat sudah disiapkan dan dikembangkan.
Tujuan
Tujuan Milestone ke-4 adalah (i) Melaksanakan program/kegiatan termasuk uji coba model
layanan sanitasi (hasil penyesuaian) (ii) Melakukan monitoring pelaksanaan model layanan dan
(iii) Melakukan evaluasi, modifikasi, dan penyesuaian model layanan
Hasil/Output
Petunjuk Teknis
Untuk mencapai tujuan Milestone 4, Petunjuk Teknis yang digunakan dijelaskan pada tabel di
bawah ini (kode Petunjuk Teknis dapat dilihat pada bagian Lampiran)
Kegiatan CC Hasil
Kegiatan 4-1: Uji Coba Model Layanan Sanitasi 1. Pelaksanaan program/kegiatan dalam rangka
Skala Penuh peningkatan akses dan uji coba model layanan
Bersamaan dengan
1. Melaksanakan program/kegiatan yang 2. Penguatan/penyiapan perangkat pendukung
peran provinsi
o Penyelenggara
CC-1: Menyiapkan program/
o Fasilitator
kegiatan
o Pelatih
Coaching
Clinic (CC)
Penyamaan
o Terbangunnya kesamaan persepsi
Persepsi di ToR dan Konsultasi dengan Ketua/
1 o Tersusunnya Rencana Kerja Pokja tahun
Tingkat Pokja Sekretaris Pokja
berjalan
dan OPD
Tahun N+1 adalah tahun pertama implementasi SSK bagi kabupaten/kota yang pada tahun
sebelumnya, Tahun N, menyusun/memutakhirkan SSK atau sekadar memperbaiki data pada Bab
2. Seperti diketahui, dukungan dan komitmen penuh bupati/walikota berkaitan dengan upaya
peningkatan akses dan penyelenggaraan layanan sanitasi berkelanjutan bagi warganya. Dua hal
ini seharusnya menjadi fokus implementasi SSK di tahun-tahun berikutnya termasuk tahun N+1
ini.
Kewajiban masyarakat adalah menyediakan akses sanitasi di tingkat rumah tangga. Meskipun
demikian, pemerintah daerah bertanggung jawab membantu masyarakat berpenghasilan rendah
untuk menyediakan akses sanitasi layak di rumah-rumah atau dalam bentuk fasilitas komunal.
Pada sisi lain, pemerintah daerah berkewajiban menyediakan atau menyelenggarakan layanan
sanitasi berkelanjutan. Hal ini merupakan wujud penerapan UU No. 23/2014 tentang Pemerintah
Daerah, khususnya dalam menyediakan kebutuhan dasar yang menjadi urusan wajib daerah.
Uji coba model layanan sanitasi skala penuh bukan berarti pelaksanannya mencakup seluruh
wilayah kabupaten/kota. Yang dimaksudkan dengan model layanan sanitasi skala penuh adalah
Model layanan sanitasi yang diujicobakan secara terbatas (wilayah/komunitas tertentu), tetapi
dengan perangkat pendukung/enabling environment telah siap dan lengkap.
Dalam dua tahun pendampingan (M1-M4), kabupaten/kota diharapkan sudah berhasil menyiapkan
Model Layanan Skala Penuh, yaitu perangkat pendukung aspek kelembagan, peraturan,
pendanaan, infrastruktur, pemberdayaan masyarakat telah siap – sebagai enabling environment.
Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat ditempuh Pokja untuk memastikan berjalannya
uji coba model layanan pada skala penuh yang telah diujicobakan secara terbatas pada tahun
sebelumnya dan mendapatkan perbaikan.
Langkah pelaksanaan
1. Penyamaan Persepsi Tentang Kegiatan Sanitasi di Tingkat Pokja
Sebelum tahap pelaksanaan kegiatan terkait pembangunan sanitasi, baik oleh OPD maupun oleh
masyarakat, Pokja perlu membangun kesepahaman terlebih dahulu di tingkat Pokja dan OPD
teknis tentang rencana pelaksanaan kegiatan di tahun ini – seperti dilakukan pada setiap awal
tahun. Kegiatan ini dapat dilaksanakan pada Rapat Perdana Tahunan Pokja atau acara Kick Off
Ketua Pokja meminta Tim Kecil mempresentasikan rencana kegiatan tahun ini, baik dari APBD dan
dilaksanakan OPD maupun kegiatan-kegiatan non-APBD seperti: dari APBN dan APBD Provinsi
atau yang berasal dari masyarakat (Desa, CSR, Baznas, NGO, masyarakat, dan sebagainya).
Rencana kegiatan tersebut dapat diambil dari usulann kegiatan yang dikonsolidasikan Pokja pada
tahun sebelumnya dan diinternalisasikan dalam rencana kerja (RKA) OPD atau rencana kerja
stakeholder sanitasi.
Penjelasan tentang kegiatan tersebut dibutuhkan agar seluruh anggota Pokja mendapatkan
gambaran yang jelas tentang konteks (kontribusi) kegiatan tersebut pada peningkatan akses dan
penyelenggaraan layanan sanitasi.
Pada Rapat Perdana tersebut, Pokja perlu menyusun agenda kegiatan tahunan Pokja dan
menjadikannya pegangan bersama untuk melaksanakan kegiatan tahunan. Termasuk di dalamnya
bagaimana berbagi tugas di lingkungan Pokja untuk melakukan monitoring kegiatan APBD dan
non-APBD serta membuat laporannya. Kegiatan tetap dilaksanakan di bawah kewenangan OPD
sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing OPD.
Yang perlu diperhatikan adalah Pokja perlu mensinkronkan rencana kerja mereka dengan agenda
di Provinsi dan Pusat.
OPD-OPD teknis yang terkait dengan pembangunan sanitasi melaksanakan kegiatan tahun ini
berdasarkan usulan program/kegiatan yang telah diinternalisasikan menjadi rencana kerja dan
anggaran (RKA) OPD di tahun sebelumnya. Dinas-dinas tersebut melaksanakan kegiatan sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing. Namun demikian, pembahasan dan konsolidasi kegiatan
di tingkat Pokja diharapkan dapat menciptakan sinergi kegiatan di antara OPD.
Yang tercakup dalam kegiatan masyarakat adalah kegiatan terkait sanitasi yang sumber
pendanaannya berasal dari: Pemerintahan Desa, dunia usaha/CSR, dana keagamaan seperti
ZISWAF, program NGO, masyarakat, dsb. Di tahun sebelumnya, Pokja sudah mendapatkan
informasi dan mengkonsolidasikannya menjadi bagian dari program/kegiatan daerah dalam
rangka pemenuhan akses dan penyelenggaraan layanan sanitasi berkelanjutan.
Untuk hal ini, peran OPD dan Pokja hanya mengumpulkan laporan hasil pelaksanaan kegiatan-
kegiatan tersebut dan mengkonsolidasikannya pada laporan pemantauan Pokja.
Selain melaksanakan kegiatan tahun berjalan ini, salah satu tugas Pokja adalah menyepakati
usulan rencana program/kegiatan tahun depan (Tahun N+2). Setelah disepakati di tingkat Pokja,
selanjutnya hasilnya diserahkan kepada OPD-OPD pengampu untuk ditindaklanjuti dalam proses
perencanaan yang mencakup: internalisasi rencana untuk kegiatan Tahun N+2 (ingat, tahun ini
adalah Tahun N+1) dan konsolidasi kegiatan-kegiatan yang pendanannya berasal dari sumber
dana eksternal/non-APBD.
• Berdasarkan program dan kegiatan yang ada di SSK atau rencana aksi yang disusun
pada pendampingan implementasi SSK tahun pertama (Milestone-2), dinas-dinas
terkait menginternalisasikan usulan program/kegiatan untuk Tahun N+2 tersebut ke
dalam proses perencanaan pembangunan daerah.
• Tantangannya adalah bagaimana Pokja membahas dan membekali OPD (secara
substantif) agar perencanaan pembangunan dapat mengakomodasi rencana-rencana
kegiatan yang sudah disiapkan, dapat dianggaran di tahun depan, dan sekaligus
memastikan adanya sinergi kegiatan antar-OPD.
(ii) Konsolidasi pendanaan eksternal (non APBD (APBN, APB Provinsi, dan dana alternatif):
• Konsolidasi pendanaan non APBD bukan berarti mengambil alih pelaksanaan kegiatan
sanitasi, melainkan bagaimana Pokja dan dinas-dinas terkait melibatkan (mengadvokasi)
sumber pendanaan dan pembiayaan non APBD dalam pembangunan sanitasi dan
memastikan pelaksanaannya.
• Sumber pendanaan yang dimaksud antara lain: dunia usaha (CSR), lembaga keagamaan,
misalnya dari Baznas (dana ziswaf), dana bersumber dari APB Desa, masyarakat (kredit
mikro, arisan, dll), dan hibah-hibah untuk masyarakat (MBR) dari program donor untuk
peningkatan akses di tingkat rumah tangga untuk tahun berjalan dan tahun-tahun
mendatang.
• Peran advokasi pihak eksternal dapat dilaksanakan oleh Pokja dengan dukungan penuh
OPD yang terkait.
Indikator pelaksanaan Model Layanan Skala Penuh secara indikatif dapat dijelaskan pada matriks
berikut. Sebagai contoh, jika indikator dapat dipenuhi, khususnya secara kuantitatif, maka capaian
M4 – pelaksanaan Model Layanan Sanitasi Skala Penuh - boleh dikatakan telah terpenuhi. Pokja
dapat menggunakan indikator pada matriks berikut sebagai kerangka monitoring.
74
Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat ditempuh Pokja untuk memastikan pelaksanaan
pemantauan kegiatan pembangunan sanitasi di daerahnya.
Langkah pertama pada kegiatan pemantauan kegiatan adalah memantau kegiatan-kegiatan yang
dananya berasal dari APBD dan non-APBD dari berbagai aspek:
Hasil pemantauan dilaporkan dalam format Laporan Monitoring Pokja dan diunggah ke Nawasis.
Untuk kebutuhan advokasi dan distribusi informasi, Pokja selanjutnya perlu mengemasnya dalam
format yang mudah dipahami. Ada tiga substansi yang prlu dipantau dan dilaporkan, yaitu:
Tujuan melakukan perbaikan model layanan adalah untuk meningkatan kualitas dan atau cakupan
layanan. Idealnya proses pemantauan dan evaluasi dilakukan beriringan dengan pelaksanaan
kegiatan, sehingga Pokja bukan sekadar memantau terlaksana/tidaknya kegiatan, melainkan juga
dapat mencatat prosesnya, kekuatannya/faktor penentu, hambatan dan batasan suatu kegiatan,
praktik baik dan pembelajaran.
Jika dipandang perlu OPD-OPD dapat mengusulkan kegiatan tambahan untuk Tahun N+2 dan
sekaligus menginternalisasikannya ke dalam proses pembahasan APBD Perubahan tahun ini.
Pokja, khususnya Bidang Monitoringdan Evaluasi, perlu mempresentasikan dan membahas hasil
pemantauan pelaksanaan kegiatan di dalam Pokja serta menemukan solusi atas permasalahan yang
muncul pada saat pelaksanaan kegiatan, baik terkait peningkatan akses atau penyelenggaraan
layanan sanitai.
(i) Pokja perlu mengidentifikasi permasalahan dan mengusulkan perbaikan sebagai evaluasi.
Berkaitan dengan penyelenggaraan layanan sanitasi, aspek yang perlu ditinjau adalah:
(i) pengembangan kerangka aturan dan kelembagaan (ii) aspek teknis penyelenggaraan
layanan, dan (iii) aspek komunikasi dan pemberdayaan masyarakat.
(ii) Pokja mengkonsolidasikan usulan-usulan perbaikan sebagai evaluasi pelaksanaan model
layanan pada tahun-tahun mendatang.
Penting pada tahap ini menyampaikan hasil pemantauan dan usulan untuk evaluasi tersebut
kepada kepala-kepala OPD dan Sekretaris Daerah untuk mendapatkan dukungan dan input.
(i) Berdasarkan input dan saran para kepala dinas dan Sekretaris Daerah, Pokja melakukan
perbaikan dalam rangka peningkatan layanan di tahun-tahun mendatang. Pokja
menyusunnya dalam sebuah Laporan Monev ringkas yang mudah dipahami.
(ii) Mendistribusikan Laporan Monev pemantauan dan evaluasi tersebut kepada kepala-kepala
Dinas untuk perbaikan.
(iii) Memperbaiki Laporan Monev berdasarkan input kapala-kepala dinas dan menyampaikannya
kepada Sekretaris Daerah.
Untuk melaksanakan proses ini Pokja tidak perlu melakukan audiensi, melainkan cukup
mendistribusikan Laporan Monev tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(i) Pada proses sebelumnya, evaluasi dilakukan dengan melakukan analisis Laporan Monev,
khususnya yang terkait: pelajaran dan praktik baik dari pelaksanaan kegiatan, identifikasi
hambatan, batasan, kekuatan, dan peluang perbaikan. Pada tahap ini, Tugas Pokja
adalah menyampaikan hasil evaluasi tersebut kepada dinas-dinas pengampu dan pelaku
pembangunan sanitasi di luar pemerintah daerah untuk menindaklanjuti hasil evaluasi.
(ii) Selanjutnya Pokja menyampaikannya kepada dinas-dinas pengampu untuk mendapatkan
tindaklanjut ke dalam (i) proses pembahasan APBD Perubahan dan atau (ii) sebagai input
untuk Rencana Kerja dan Anggaran OPD di tahun mendatang (iii) sebagi input untuk
perbaikan bagi pelaksanaan kegiatan masyarakat. Pokja perlu mendapatkan komitmen
dinas-dinas pengampu dan pelaku kegiatan sanitasi lain di daerah tentang ini.
(iii) Khusus untuk untuk kegiatan yang mendapatkan pendanaan APBD, dinas-dinas pengampu
perlu melakukan internalisasi perubahan dan pengusulan kegiatan tersebut ke dalam
pembahasan APBD Perubahan. Tentu saja jika hal ini masih dimungkinkan terakomodasi.
Tim Penyusun
Aldy Mardikanto, Bachtarudin Gunawan, Sjahrizal, Cheerli
editor
Bachtarudin Gunawan
kontributor
a. Bappenas: Laisa Wahanudin, Adam Maulana, Bayu Erlangga, Nadia Sitompul, Leninta Kristiani
Sebayang
b. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: Muhammad Rizat Abidin, Rinaldy
Pradana, Nandia Gresita Trinanda
c. Kementerian Kesehatan: Ely Setyawati, Anita Rentauli Gultom
d. Kementerian Dalam Negeri: Nitta Rosalin, Vony Pratiwi, M. Ali Irmanda
e. USDP
Kredit Foto
PMU-PPSP, Pokja PPAS Nasional, Google Earth View
Informasi
Sekretariat PMU PPSP, Jalan Lembang No. 35, Menteng, Jakarta Pusat 10310
Telepon : (021) 31903909
Email : sekretariatpmu@yahoo.com
Website : nawasis.org/portal