Anda di halaman 1dari 7

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
Jl. Prof. Hamka – Kampus UNP – Air Tawar – Padang 25131
Telp/Fax.(0751). 7055644, 445998,E-mail : info@ft.unp.ac.id

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER JULI – DESEMBER 2020

Mata Kuliah : Pedagogi Kejuruan


Hari/Tg : Senin/ 19 Oktober 2020
Waktu : 60 Menit
Program Studi : Pendidikan Teknik Elektro
Dosen : Fivia Eliza, S.Pd, M.Pd

1. Jelaskan pengertian :
a) Belajar
b) Pembelajaran
c) Pendidik
d) Tenaga kependidikan

2. Jelaskan kompetensi yang harus dimiliki seorang guru :


a) Pedagogik
b) Kepribadian
c) Sosial
d) Profesional

3. Jelaskan etika guru profesional !

4. Jelaskan masalah pendidikan di Indonesia pada saat sekarang ini, dan bagaimana solusi
yang tepat untuk memajukan pendidikan di masa mendatang !

Jawab :
1. a). Belajar adalah suatu proses atau upaya yang dilakukan setiap individu untuk
mendapatkan perubahan tingkah laku, baik dalam bentuk pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai positif sebagai suatu pengalaman dari berbagai
materi yang telah dipelajari.
b). Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang
diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan
pada peserta didik.
c). Pendidik adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik,
sedangkan dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan
pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal
(Sekolah atau institusi pendidikan dengan kurikulum yang jelas dan
terakreditasi), tetapi bisa juga di lembaga pendidikan non formal (Lembaga
Pendidikan Ketrampilan, Kursus, di mesjid, di surau/musala, di gereja, di rumah,
dan sebagainya).
d). Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
Jl. Prof. Hamka – Kampus UNP – Air Tawar – Padang 25131
Telp/Fax.(0751). 7055644, 445998,E-mail : info@ft.unp.ac.id

d). Profesional adalah orang yang hidup dengan cara memperaktekan suatu
keterampilan atau keahlian tertentu yang terlibat dengan suatu kegiatan menurut
keahliannya.
2. a). Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Sub kompetensi dalam kompetensi Pedagogik adalah :
 Peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami peserta didik
dengan memamfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsip-
prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
 Merancang pembelajaran,teermasuk memahami landasan pendidikan untuk
kepentingan pembelajaran yang meliputi memahmi landasan pendidikan,
menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi
pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin
dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan
strategi yang dipilih.
 Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar ( setting)
pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
 Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi
merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar
secara berkesinambungan denga berbagai metode,menganalisis hasil evaluasi
proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery
level), dan memamfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan
kualitas program pembelajaran secara umum.
 Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya
meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi
akademik, dan memfasilitasipeserta didik untuk mengembangkan berbagai
potensi nonakademik.
b). Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan
bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian meliputi :
1. Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan norma
sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai
dengan norma.
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
Jl. Prof. Hamka – Kampus UNP – Air Tawar – Padang 25131
Telp/Fax.(0751). 7055644, 445998,E-mail : info@ft.unp.ac.id

2. Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan kemandirian dalam bertindak


sebagai pendidik dan memiliki etod kerja sebagai guru.
3. Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan pada
kemamfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan menunjukkan
keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
4. Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh
positif terhadappeserta didik dan memiliki perilaku yangh disegani.
5. Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputibertindak sesuai dengan
norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki perilaku
yang diteladani peserta didik.

c). Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas


dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan
terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung
pelajaran yang dimampu.
2. Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang
pengembangan yang dimampu.
3. Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif.
4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan
tindakan reflektif.
5. Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangakan diri.

d). Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
1. Bersikap inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang
keluarga, dan status sosial keluarga.
2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
3. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah RI yang memiliki
keragaman social budaya.
4. Berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan.
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
Jl. Prof. Hamka – Kampus UNP – Air Tawar – Padang 25131
Telp/Fax.(0751). 7055644, 445998,E-mail : info@ft.unp.ac.id

3. - Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan


Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru
melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan
jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat
akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini
Departemen Pendidikan Nasonal.

Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh
karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan
yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu
mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau
kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan.

- Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik


Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa
pancasila. Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara
mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika
guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai
makna yang sesuai dalam konteks ini.

Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya.
Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya.
Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk
mengubah prilaku peserta didik.
Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa.

- Etika Guru Profesional Terhadap Pekerjaan


Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional ,
guru harus melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional
juga. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus
dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
Jl. Prof. Hamka – Kampus UNP – Air Tawar – Padang 25131
Telp/Fax.(0751). 7055644, 445998,E-mail : info@ft.unp.ac.id

permintaan masyarakat. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai


dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan
ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus
menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan
mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini
merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi “Guru
secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya”.

4. Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari


bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”.
Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya
membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya sering kali tidak
begitu. Sering kali pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia
cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.

Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan


“manusia robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan yang diberikan ternyata
berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan
keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku
belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang
terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berpikir. Sebab ketika orang
sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai macam
kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat, dan
sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan sering kali dipraktikkan
sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang
sekarang sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan
manusia siap pakai". Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga
yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi.
Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini manusia
dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung industri. Itu berarti,
lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil
bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini
nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan.

Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau


kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin)
adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan
karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-
apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal
secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid
sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, di mana
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
Jl. Prof. Hamka – Kampus UNP – Air Tawar – Padang 25131
Telp/Fax.(0751). 7055644, 445998,E-mail : info@ft.unp.ac.id

pengetahuan dari guru ditransfer ke dalam otak murid dan bila sewaktu-waktu
diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa
saja yang disampaikan guru.

Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model
pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire
mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan merupakan sebuah
anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan
kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.

Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang dihasilkan


pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap
kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari
dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi
humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di
dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat bagaimana kaum muda
zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh karena itu
strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”,
sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis
dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan
bermaksud anti-Barat kalau hal ini penulis kemukakan. Melainkan justru hendak
mengajak kita semua untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi
dunia pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai
sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan
kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan
menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal ini,
makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk
direnungkan.

Secara garis besar ada dua solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, yaitu:

1. Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang


berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat
berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di
Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme
(mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan
tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

2. Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung
dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas
guru dan prestasi siswa.

Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis


untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya,
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
Jl. Prof. Hamka – Kampus UNP – Air Tawar – Padang 25131
Telp/Fax.(0751). 7055644, 445998,E-mail : info@ft.unp.ac.id

di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan


membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan
memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya
prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas
materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan
sebagainya.

Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat


bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru
yang ber-SDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.

Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.


Faktor-faktor yang bersifat teknis di antaranya adalah rendahnya kualitas guru,
rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa,
rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi
masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di
Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang
dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi
kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka di sinilah
dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala
permasalahan pendidikan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai