Makalah T1 Kepegawaian
Makalah T1 Kepegawaian
Oleh :
Fitrah Al Rizky
NIM. 175010101111077
1
Sudarmanto, Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM, Teori, Dimensi Pengukuran
dan Implementasi dalam Organisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hlm 23
Undang Nomor 43 Tahun 1999 yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara. Selain itu untuk peraturan pelaksananya,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan motor penggerak birokrasi
saat ini. Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 dengan jelas menyebutkan
bahwa fungsi ASN adalah sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan
publik, serta perekat dan pemersatu bangsa. ASN memiliki peran yang
sangat sentral untuk mengawal implementasi kebijakan prioritas di
Indonesia. Oleh karena itu, ASN sudah seyogyanya untuk dikembangkan
kompetensinya sehingga dapat lebih optimal dalam menjalankan tugas dan
fungsinya.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2000-2025
mempunyai visi terwujud pemerintahan kelas dunia. Upaya mencapai visi
tersebut tentu tidak mudah, salah satu strategi kebijakan yang dilakukan
pemerintah adalah melalui program pembaharuan serta penyempurnaan
reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi yang tengah digaungkan oleh
pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan kelas dunia
menempatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai salah satu aspek yang
perlu segera dibenahi. Aspek sumber daya manusia aparatur menjadi salah
satu fokus dalam pembenahan tata kelola pemerintahan. Hal ini tentu
didasari
pada kesadaran bahwa SDM merupakan salah satu faktor kunci dalam
mencapai tujuan penyelenggaraan negara. SDM sebagai penggerak utama
organisasi tentu perlu dipandang sebagai aset yang paling penting, sehingga
pengelolaan dan pengembangan SDM secara efektif dalam organisasi
menjadi mutlak diperlukan.
Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan komponen penting dalam tata
laksana penyelenggaraan birokrasi pemerintahan, sehingga secara terus
menerus perlu ditingkatkan produktivitas dan kualitas kinerjanya, terlebih
jika dikaitkan dengan cita-cita mewujudkan pemerintahan yang berkelas
dunia. Cita-cita tersebut dapat diwujudkan oleh ASN yang memiliki
integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari
praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Namun pada kenyataannya setelah
diadakannya kegiatan penilaian kinerja oleh Badan Kepegawaian Negara
(BKN), hasil menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh aparatur sipil
negara perlu untuk dikembangkan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
pengembangan kompetensi ASN menjadi agenda strategis. Hal ini juga tidak
terlepas dari peran strategis ASN sebagai pelayan publik, perekat kesatuan
bangsa dan pelaksana kebijakan publik yang harus dapat merespon
tantangan-tantangan internal dan eksternal. Oleh karena itu, perumusan
pengembangan kompetensi ASN secara ideal harus mampu menjawab
kebutuhan ASN yang profesional.
Hadirnya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 menjadi momentum
besar guna memperbaiki kualitas ASN di Indonesia. Karena, Undang Undang
tersebut memberikan perhatian lebih pada pengembangan kompetensi ASN
dengan memberikan hak bagi setiap ASN untuk dikembangkan
kompetensinya setiap tahun. Pekerjaan berat yang harus dilakukan oleh
pemerintah kemudian adalah dalam mendorong percepatan implementasi
kebijakan tersebut. Setiap instansi pemerintah pusat dan daerah harus
konsen terhadap pengembangan kompetensi ASN.
Lebih lanjut lagi terkait diperlukannya pengembangan kompetensi bagi
aparatur sipil negara sebenarnya telah secara umum diatur di dalam Undang
Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa :
“Setiap pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk
pengembangan kompetensi, antara lain melalui pendidikan dan
pelatihan (diklat), kursus, seminar, dan penataran; Dalam
pengembangan kompetensi setiap Instansi Pemerintah wajib
menyusun rencana pengembangan kompetensi tahunan yang
tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan instansi masing-
masing.” 2
2
Pasal 70 Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
pekerjaan dan jabatan terutama dalam hal mengambil keputusan yang
berhubungan dengan tugas dan jabatan, menghadapi dan menyelesaikan
persoalan atau hambatan serta kendala yang muncul dalam pelaksanaan
tugas dan jabatan, menyelesaikan tugas pekerjaan secara efisien efektif, dan
tepat waktu, serta memenuhi tuntutan kinerja yang sudah ditetapkan.
1.3 Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan kebijakan
pengembangan kompetensi dalam upaya peningkatan kualitas kinerja
aparatur sipil negara.
BAB II
PEMBAHASAN
3
Muhammad Syafiq dkk, Advokasi Penyusunan RoadMap Pengembangan Kompetensi
Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah, Pusat Kajian Reformasi Administrasi, Jakarta Pusat,
2017, hlm 8
pengembangan kompetensi PNS. PP Nomor 11 Tahun 2017 secara tegas
menyebutkan bahwa penentuan rencana dan kebutuhan pengembangan
kompetensi harus didasarkan pada hasil analisis kesenjangan kompetensi
dan analisis kesenjangan kinerja. Analisis kesenjangan kompetensi
didapatkan dari membandingkan antara profil kompetensi pegawai
dengan standar kompetensi jabatan. Profil kompetensi pegawai tersebut
didapatkan dari hasil uji kompetensi yang dilakukan oleh assessor
internal pemerintah atau bekerjasama dengan asses sor independen. Hal
tersebut tercantum dalam PP Nomor 11 tahun 2017 pasal 171 ayat (2)
dan (3).
4. Konsep Pelatihan Klasikal dan Non-Klasikal.
a. Pelatihan klasikal dilakukan melalui proses pembelajaran tatap
muka di dalam kelas. Contoh pelatihan klasikal diantaranya melalui
jalur pelatihan, seminar, kursus, dan penataran.
b. Pelatihan nonklasikal tidak dilakukan melalui proses tatap muka di
dalam kelas seperti pelatihan jarak jauh, magang, pertukaran PNS
dengan pegawai swasta, dan lain-lain.
5. UU ASN mengenalkan adanya 3 (tiga) jenis pengembangan kompetensi
yaitu :
a. Kompetensi Manajerial
Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan,
pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman
kepemimpinan.
b. Kompetensi Teknis
Kompetensi teknis diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan,
pelatihan teknis fungsional dan pengalaman bekerja secara teknis.
c. Kompetensi Sosial Kultural
Kompetensi sosial kultural diukur dari pengalaman kerja berkaitan
dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya
sehingga memiliki wawasan kebangsaan. Selain itu kompetensi
sosial kultural dipahami sebagai sebuah pengetahuan, ketrampilan,
dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan
terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat
majemuk dalam hal agama, suku, etika, nilai-nilai, moral, emosi
dan prinsip yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan
untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran dan fungsi
dalam jabatan.
Berdasarkan Hasil kajian yang dilakukan oleh Lembaga Administrasi
Negara terhadap UU ASN dan UU Manajemen PNS menunjukkan bahwa ada
beberapa prasyarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pelaksanaan
pengembangan kompetensi PNS. Setiap instansi pemerintah harus memiliki
dokumen rencana strategis organisasi (Renstra), standar kompetensi
jabatan, hasil penilaian kompetensi, hasil analisis kesenjangan kompetensi,
hasil penilaian kinerja, hasil analisis kesenjangan kinerja, profil pegawai
(memuat jabatan, umur, tingkat pendidikan, serta riwayat pengembangan
kompetensi), serta anggaran. Beberapa dokumen prasyarat tersebut sangat
penting dalam pengembangan kompetensi PNS guna memastikan agar
program pengembangan kompetensi dapat sesuai dengan kebutuhan
individu dan organisasi.
4
Simanjuntak, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta,
1985, hlm 58
Pelatihan biasanya terfokus pada usaha peningkatan kinerja pegawai
ASN melalui penyediaan pembelajaran keahlian-keahlian khusus atau
membantu mereka mengoreksi kelemahan-kelemahan dalam kinerja
mereka. 5
Dalam pelatihan diberikan instruksi untuk mengembangkan
keahlian yang dapat langsung terpakai pada pekerjaan. Melalui pelatihan
dilakukan segenap upaya dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai ASN
pada pekerjaaan yang didudukinya sekarang. Pelatihan diarahkan untuk
meningkatkan kompetensi pegawai ASN dalam melaksanakan tugas mereka
saat ini secara lebih baik. Pelatihan dimaksudkan untuk menghilangkan
kekurangan baik yang ada sekarang maupun yang akan datang yang
menyebabkan pegawai bekerja dibawah standar yang diinginkan. Pendidikan
dan pelatihan mempunyai fokus peningkatan kompetensi pegawai berupa
keahlian yang bakal memberikan manfaat bagi organisasi secara cepat.
Manfaat-manfaat pendidikan dan pelatihan bagi organisasi pada umumnya
dapat dirasakan dengan segera setelah pegawai tersebut kembali bertugas.
Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 mengatur tentang
pengembangan kompetensi pegawai melalui pendidikan dan pelatihan.
Pengembangan kompetensi tersebut diantaranya melalui pendidikan dan
pelatihan. Pada masa orientasi atau percobaan ASN, proses pendidikan dan
pelatihan terintegrasi untuk membangun integritas moral dan kejujuran,
semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian
yang unggul dan bertanggung jawab dan memperkuat profesionalisme serta
kompetensi bidang. Untuk mengembangkan kompetensi ASN setiap instansi
pemerintah wajib menyusun rencana pengembangan kompetensi dalam
rencana kerja anggaran tahunan dalam rangka pengembangan karir
khususnya PNS.
Secara garis besar pendekatan pengembangan pegawai ASN melalui
pendidikan dan pelatihan yaitu off the job dan on the job training.6 Program
pelatihan pada umumnya dilakukan melalui metode off the job training yaitu
pendekatan pelatihan di luar tempat kerja yang memberikan kesempatan
pada pegawai untuk keluar dari rutinitas pekerjaan dan berkonsentrasi
5
Rivai Ella Jauvani Sagala.. Manajemen Sumber Daya Manusia Dari Teori ke Praktik. PT
RajaGrafindo Persada. 2009, hlm 213
6
Sule Ernie Tisnawati dan Saefullah, Pengantar Manajemen, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2009, hlm 205
dalam mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan. Sedangkan,
pendekatan on the job training adalah pendekatan pelatihan yang diberikan
ditempat kerja. Selain itu pada pendekatan on the job training ini pegawai
belajar langsung di tempat kerjanya, menyesuikan metode kerja, melakukan
adaptasi dengan pekerjaan, menggunakan media kerja atau alat kerja
secara langsung dan belajar dari yang lain. Pada umumnya pendekatan
pelatihan di luar tempat kerja dilakukan di tempat-tempat pemusatan
pelatihan pegawai seperti Badan Diklat atau pusat pengembangan pegawai.
Secara garis besar mengemukakan program pengembangan pegawai dalam
organisasi yaitu off the job training antaranya yaitu :
1. Executive Development Programme
Yaitu program pengiriman pegawai untuk berpartisipasi dalam
berbagai program khusus di luar organisasi yang terkait dengan
analisis kasus, simulasi, maupun metode pembelajaran lainnya.
2. Laboratoty Training
Yaitu berupa program yan ditujukan kepada pegawai untk mengikuti
program-program simulasi atas dunia nyata yang terkait dengan
kegiatan organisasi dimana metode yang biasa digunakan adalah
metode role playing, simulasi dan lain-lain.
3. Organisational Development
Yaitu program yang ditujukan kepada pegawai dengan mengajak
mereka untuk berfikir mengenai bagaimana cara memajukan
organisasi.7
Pengembangan pegawai di luar tempat kerja pada umumnya dilakukan
dalam bentuk pelatihan. Pelatihan (training) adalah proses sistematik
pengubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna meningkatkan
tujuan– tujuan organisasi atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian,
pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. 8
Selain melalui pendidikan dan pelatihan, kompetensi pegawai ASN dapat
dikembangkan dan dapat ditingkatkan melalui seminar, kursus maupun
kegiatan penataran.
7
Ibid., hlm 206
8
Simamora Henry, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bagian Penerbitan STIE YPKN,
Yogyakarta, 1997, hlm 342
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Muhammad Syafiq dkk, 2017, Advokasi Penyusunan RoadMap
Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN)
Pemerintah, Jakarta Pusat : Pusat Kajian Reformasi Administrasi.
Rivai Ella Jauvani Sagala. 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia Dari
Teori ke Praktik, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Simamora Henry, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta:
Bagian Penerbitan STIE YPKN.
Simanjuntak, 1985, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia,
Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.
Sule Ernie Tisnawati dan Saefullah, 2009, Pengantar Manajemen, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Sudarmanto, 2009, Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM,
Teori, Dimensi Pengukuran dan Implementasi dalam
Organisasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.