Anda di halaman 1dari 10

PEMBAHASAN

1. Profesionalisme dalam Islam


Profesionalisme berasal dan kata profesional yang mengandung arti
‘berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya’. Kata profesional diartikan pula sebagai suatu pekerjaan yang
dilaksanakan secara penuh (full-time). Secara sederhana, profesionalisme adalah suatu
pandangan untuk selalu berfikir, berpendirian, bersikap dan bekerja sungguh-
sungguh, dengan disiplin, jujur, dan penuh dedikasi untuk mencapai hasil kerja yang
memuaskan. Profesional juga diartikan bekerja dengan maksimal serta penuh
komitmen dan kesungguhan. Dalam terminologi Islam, kata profesional disamakan
dengan itqân. Itqan berarti doing at the best possible quality. Bekerja secara itqân
artinya mencurahkan pikiran terbaik, fokus terbaik, koordinasi terbaik, semangat
terbaik dan dengan bahan baku terbaik. Itqan juga memiliki makna profesionalisme
dan spesialisasi.
Inti profesionalisme dalam Islam setidaknya dicirikan oleh tiga hal, yaitu :
a. Kafa’ah, yaitu cakap atau ahli dalam bidang pekerjaan yang dilakukan.
Kafa’ah diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman.
Seseorang dikatakan profesional jika ia selalu bersemangat dan sungguh-
sungguh dalam bekerja. Pebisnis muslim yang sungguh-sungguh
menerapkan profesionalisme kafa’ah akan menjadikan setiap aktivitas
dalam bekerja merupakan bagian dari ibadah. Hasil usaha yang yang
diperoleh seseorang muslim dari kerja kerasnya merupakan penghasilan
yang paling mulia
b. Himmatul-‘amal, yaitu memiliki semangat atau etos kerja yang tinggi.
Himmatul-‘amal diraih dengan jalan menjadikan motivasi ibadah sebagai
pendorong utama dalam bekerja di samping motivasi ingin mendapatkan
penghargaan (reward) dan menghindari hukuman (punishment). Motivasi
ini penting bagi setiap diri pebisnis agar mampu membentuk mental
entrepreneurship dalam pengelolaannya. Dorongan motivasi yang
berlandaskan iman kepada Allah SWT, maka pebisnis selalu optimis
dalam usahanya dan membentuk pribadi yang bersyukur atas setiap rezeki
yang diberikan serta
c. Amanah, yaitu bertanggung jawab dan terpercaya dalam menjalankan
setiap tugas atau kewajibannya. Amanah adalah sikap terpercaya yang
muncul dari pribadi seorang muslim yang tidak suka melakukan
penyimpangan dan penghianatan. Sifat amanah sangat penting dimiliki
oleh pebisnis muslim. Jika sikap ini sudah dimiliki oleh pebisnis, maka ia
selalu menyadari bahwa apa pun aktivitas yang dilakukan akan diketahui
oleh Allah SWT.
2. Sifat Rasulullah yang Mendasari
Untuk dapat mewujudkan seorang muslim yang profesional, kita senantiasa
merujuk pada yang dicontohkan Rasulullah SAW dengan karakter yang ada pada diri
beliau. Karakter ini mencakup sifat-sifat Nabi yang mulia, yaitu siddiq, amanah,
tabligh dan fathanah.
a. Siddiq
Siddiq artinya jujur. Memiliki kejujuran dan selalu melandasi ucapan,
keyakinan serta perbuatan berdasarkan ajaran Islam. Tidak ada kontradiksi
dan pertentangan yang disengaja antara ucapan dan perbuatan. Kejujuran
adalah modal sangat berharga bagi setiap manusia dalam menjalankan
seluruh aktivitas kehidupannya. Profesi apapun yang ditekuninya,
seyogyanya sifat jujur senantiasa menghiasi dirinya.
Dalam dunia kerja dan usaha, kejujuran ditampilkan dalam bentuk
kesungguhan dan ketepatan (mujahadah dan itqan), baik ketepatan waktu,
janji, pelayanan, pelaporan, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak
ditutup-tutupi) untuk kemudian diperbaiki secara terus menerus, serta
menjauhkan diri dari berbuat bohong dan menipu.
b. Amanah
Amanah artinya dapat dipercaya. Dalam pandangan Islam, profesionalisme
tak dapat dipisahkan dari amanah. Sebab, sifat inilah yang akan selalu
membingkai profesionalitas suatu pekerjaan agar tetap berada di jalur yang
benar.
c. Tabligh
Tabligh artinya menyampaikan atau keterbukaan atau transparansi. Secara
harfiah, tabligh bermakna menyampaikan sesuatu apa adanya, tanpa
ditutup-tutupi.
d. Fathanah
Fathanah artinya cerdas dan bijaksana. Fathanah berarti mengerti,
memahami dan menghayati secara mendalam segala hal yang menjadi
tugas dan kewajiban. Fathanah bukan hanya sekedar bermakna cerdas
tetapi juga visioner dan inovatif, tanggap menangkap peluang untuk maju
serta menciptakan sesuatu yang tepat guna, efisien dan berdaya saing
tinggi.
3. Profesionalisme dan surah Al Isra 36 dan hadits Rasulullah SAW

Allah berfirman dalam surat Al Isra ayat 36 :

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 36).
Dalam ayat ini memberikan penjelasan bahwa sebagai manusia dilarang mengikuti
sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang hal itu, baik berupa perkataan maupun
perbuatan. Tidak menyatakan melihat padahal dirinya sendiri belum melihatnya dan
jangan pula menyatakan mengetahui sesuatu padahal dirinya sendiri belum
mengetahuinya. Artinya, ayat ini menjelaskan jika ada sesuatu hal yang belum
diketahui pasti, lebih baik jika dilakukan verifikasi terlebih dahulu, mencari
pengetahuan tentang hal tersebut dan sebagainya. Tidak serta merta mengikuti dan
mengiyakan seseuatu yang belum diketahui dengan pasti. Hikmah dari ayat ini adalah
mengajarkan bahwa jangan asal bicara, memutuskan, melangkah, sebelum memiliki
pengetahuan yang kuat atau benar. Karena pendengaran, penglihatan dan akal
semuanya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

4. Pengertian Ilmu, Akal dan Wahyu


a. Ilmu
Kata ilmu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mengandung arti
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode
tertentu. Ilmu atau dalam bahasa Arab disebut dengan ‘ilm yang bermakna
pengetahuan merupakan derivasi dari kata kerja ‘alima yang bermakna mengetahui.
Dalam bahasa Indonesia, ilmu sering disamakan dengan sains yang berasal dari
bahasa Inggris “science”. Kata “science” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu
“scio”, “scire” yang artinya pengetahuan. “Science” dari bahasa Latin “scientia”,
yang berarti “pengetahuan” adalah aktivitas yang sistematis yang membangun dan
mengatur penge-tahuan dalam bentuk penjelasan dan prediksi tentang alam semesta.
Berdasarkan Oxford Dictionary, ilmu didefinisikan sebagai aktivitas intelektual dan
praktis yang meliputi studi sistematis tentang struktur dan perilaku dari dunia fisik
dan alam melalui pengamatan dan percobaan.
Pengertian ilmu pengetahuan adalah sebuah sarana atau definisi tentang alam
semesta yang diterjemahkan kedalam bahasa yang bisa dimengerti oleh manusia
sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. Ilmu pengetahuan
merupakan seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Ilmu bukan
sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merupakan rangkuman dari sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati atau berlaku umum dan diperoleh
melalui serangkaian prosedur sistematik, diuji dengan seperangkat metode yang
diakui dalam bidang ilmu tertentu. Ilmu adalah merupakan suatu pengetahuan,
sedangkan pengetahuan merupakan informasi yang didapatkan dan segala sesuatu
yang diketahui manusia. Itulah bedanya dengan ilmu, karena ilmu itu sendiri
merupakan pengetahuan yang berupa informasi yang didalami sehingga menguasai
pengetahuan tersebut yang menjadi suatu ilmu.
Secara lebih jelas, ilmu seperti sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut
dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi.
Sedangkan pengetahuan adalah lidilidi yang masih berserakan di pohon kelapa, di
pasar, dan tempat lainnya yang belum tersusun dengan baik. Jadi, dari asumsi-asumsi,
pendapat-pendapat yang telah dikumpulkan, maka ilmu pengetahua dapat
didefinisikan sebagai seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu
yang ada dan diperoleh dari keterlibatannya.
b. Akal

Akal berasal dari bahasa Arab dari kata ‘aql yang berarti akal, fikiran. Dalam
bahasa Indonesia, akal berarti alat berpikir, daya pikir (untuk mengerti, pikiran,
ingatan). Akal juga berarti daya pikir untuk memahami sesuatu, jalan atau cara
melakukan sesuatu, daya upaya. Dalam lisan al-Arab disebutkan bahwa al-‘aql berarti
al-bijr yang berarti menahan dan mengekang hawa nafsu. Seterusnya diterangkan
bahwa al-‘aql mengandung arti kebijaksanaan. Al-‘aql juga mengandung arti
memahami. Akal adalah daya pikir dalam diri manusia dan salah satu daya jiwa yang
mengandung arti berfikir, memahami, dan mengerti.

Akal adalah nikmat besar yang Allah SWT titipkan dalam jasmani manusia. Akal
merupakan salah satu kekayaan yang sangat berharga bagi diri manusia.
Keberadaannya membuat manusia berbeda dengan makhluk-makhluk lain ciptaan
Allah. Bahkan tanpa akal manusia tidak ubahnya seperti binatang yang hidup di muka
bumi ini. Dengan bahasa yang singkat, akal menjadikan manusia sebagai makhluk
yang berperadaban. Akal yang membuat manusia mempunyai kebudayaan dan
peradaban yang tinggi. Dan akal manusia juga yang dapat mewujudkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Akal memiliki beberapa makna, antara lain daya untuk
memahami dan menggambarkan sesuatu, dorongan moral dan daya untuk mengambil
pelajaran dan kesimpulan serta hikmah. Dengan akal manusia mampu mendesain
kehidupan sesuai dengan tuntunan Ilahi. Kekuatan akal menyebabkan manusia dapat
membedakan antara yang baik dan yang buruk, benar dan salah, gelap dan terang,
menangkap dan meganalisis berbagai peristiwa alam dan lingkungannya.

Menurut Imam al-Ghazali akal memiliki empat pengertian. Pertama, akal adalah
suatu sifat yang membedakan manusia dengan binatang, dan merupakan potensi yang
dapat menerima dan memahami pengetahuan-pengetahuan yang berdasarkan
pemikiran, dan akal mampu menghasilkan produk-produk pemikiran yang canggih.
Kedua, yang dimaksud dengan akal adalah pengetahuan-pengetahuanyang telah
tersimpan dalam diri anak yang mumayyiz. Seperti tentang ‘kemungkinan terjadinya
segala sesuatu yang mungkin terjadi, dan kemustahilan terjadinya segala sesuatu yang
mustahil. Misalnya, pengetahuan bahwa dua lebih banyak daripada satu. Atau bahwa
seseorang tidak mungkin berada di dua tempat sekaligus (dalam waktu yang
bersamaan). Ketiga, menurut pengertian ini, yang disebut akal adalah pengetahuan-
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman tentang berbagai peristiwa
dalam perjalanan hidup ini. Orang yang pikirannya tajam karena telah ‘diasah’ oleh
berbagai pengalaman hidup dan memiliki wawasan luas. Keempat, bahwa apabila
gharizah seperti itu telah menguat dalam diri manusia, sehingga ia mampu
memperhitungkan akibat-akibat yang akan timbul dari segala sesuatunya, dan mampu
menundukkan serta mengalahkan hawa nafsu yang mengajak kepada kesenangan
yang segera, maka ketika itu ia disebut orang berakal.

c. Wahyu

Di dalam Al-Qur`an terdapat kalimat wahyu dan kalimat yang diambil


daripadanya sebanyak 70 kali yang dipakai dengan beberapa arti. Di antaranya adalah
dalam surat An-Nahl ayat 68, terdapat kalimat “wa auha” dengan arti ilham yang
bersifat tabi’at, dalam surat al-Qashash ayat 7 terdapat “auhaina” berarti ilham yang
bersifat fitrah, dalam surat Faathir ayat 31 terdapat kalimat “auhaina” berarti wahyu
dalam bentuk kitab (al-Qur`an). Kemudian dalam surat Maryam ayat 11 terdapat
kalimat “auha” berarti memberi isyarat, dalam surat Asyura ayat 51 yang
dimaksudkan dengan wahyu adalah membisikkan kedalam sukma, di balik tabir
seperti wahyu yang disampaikan kepada nabi Musa AS. Wahyu adalah sabda Tuhan
yang mengandung ajaran, petunjuk dan pedoman yang diperlukan umat manusia
dalam perjalanan hidupnya baik di dunia maupun akhirat. Dalam Islam wahyu atau
sabda yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, terkumpul semuanya dalam
Al-Qur’an. Wahyu datang memperkuat apa yang telah diketahui akal. Rasul-rasul
datang untuk memperkuat apa yang telah ditempatkan Tuhan dalam akal kita dan
untuk menerangkan perincian apa yang telah diketahui akal.

Pengertian wahyu secara etimologi yang telah dikemukakan di atas, dapat


dipahami bahwa wahyu itu adalah membisikkan kedalam sukma, mengilhamkan dan
isyarat yang cepat, lebih mirip kepada dirahasiakan daripada ditampakkan. Berikut ini
pengertian wahyu secara terminologi banyak pula pendapat dari para ahli:

a. Wahyu adalah nama bagi yang disampaikan kepada nabi dan rasul dari Allah.
Demikian juga dipergunakan untuk lafaz Al-Qur`an. Wahyu Allah kepada nabi
dan rasul-Nya ialah, Allah menyampaikan wahyu-Nya ke dalam jiwa nabi dan
rasul, tentang pengertian pengetahuan yang Allah kehendaki yang akan mereka
sampaikan pula kepada manusia, sebagai petunjuk bagi mereka dalam mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
b. Wahyu ialah pengetahuan yang di dapat seseorang pada dirinya sendiri dengan
keyakinan yang penuh, bahwa pengetahuan itu datang dari Allah, baik dengan
sesuatu perantaraan ataupun tidak.

Bila dicermati kedua pengertian wahyu secara istilah diatas dapatlah kita pahami
bahwa pihak yang pertama memberikan pengertian wahyu secara istilah lebih
cendrung kepada nama dari yang disampaikan kepada nabi dan rasul, termasuk lafadz
Al-Qur`an serta wahyu yang langsung diresapkan ke dalam jiwa mereka itu, yakni
berupa pengetahuan yang disampaikan kepada umatnya. Guna mendapatkan
kehidupan yang layak dunia akhirat. Nabi dan rasul tersebut juga yakin bahwa
pengetahuan mereka semuanya datang dari Allah. Sementara itu pihak yang kedua
yakin bahwa pengetahuan nabi dan rasul itu juga datang dari Allah, baik yang
disampaikan melalui perentara ataupun tidak.

5. Hubungan Ilmu, Akal, dan Wahyu


Ilmu pengetahuan diperoleh manusia adalah dengan akal. Adanya akal
merupakan penghargaan yang sangat tinggi diberikan Allah pada manusia. Melalui
potensi akal sekaligus telah mampu melahirkan hakikat ilmu bagi dirinya, sanggup
menundukkan melahirkan nuansa baru, mengatur dan menemukan harmonisasi dalam
kehidupan. Merenungkan sesuatu dan menarik pelajaran atau iktibar dari kejadian-
kejadian yang dilihat dan yang dialami. Akal termasuk sumber segala ilmu dan
azasnya, baik pengetahuan eksak dan sosial. Al-Ghazali telah membagi akal dalam
beberapa daya yang dilihat berdasarkan potensi dan kadarnya yaitu: Pertama, Akal
praktis; akal ini berfungsi untuk menggerakkan anggota tubuh dan untuk melahirkan
pengetahuan-pengetahuan praktis, seperti penerapan akhlak dalam kehidupan. Kedua,
Akal teoritis; akal teoritis merupakan daya pengetahuan dalam diri manusia atau
keinginan-keinginan untuk mengetahui yang bersifat immaterial dan abstrak. Dengan
adanya akal manusia telah mempunyai kedudukan yang ideal dal hidupnya, dengan
akal manusia mempunyai ilmu dan kepekaan terhadap sosial, karena itu manusia
harus berpikir sesuai dengan petunjuk Al-qur'an. Akal digunakan sebagai daya
berpikir yang ada dalam diri manusia, berusaha untuk sampai kepada diri Tuhan,
dan wahyu sebagai pengkhabaran dari alam metafisika turun kepada manusia dengan
keterangan-keterangan tentang Tuhan dan kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan.
Akal dan wahyu terdapat ruang dimana keduanya dapat bertemu, bahkan
saling menyapa, namun juga terdapat ruang dimana keduanya harus berpisah. Pada
saat wahyu merekomendasikan perkembangan ilmu sains dan budaya dengan
memberikan ruang kebebasan akal agar berpikir secara dinamis, kreatif dan
terbuka, disanalah tempat ruang bertemu antara akal dan wahyu. Akal adalah alat
untuk berpikir yang bertujuan mencari kebenaran. Aktivitas akal merupakan daya
dalam mencari kebenaran yang merupakan objek pemikiran yang tidak pernah habis.
Karena itu, akal tidak pernah puas terhadap suatu kebenaran yang diterimanya
tanpa pembuktian secara rasional. Untuk memperkuat keimanan terhadap wahyu
Allah serta untuk memberikan penjelasan terhadap orang yang ragu, maka wahyu
sangat membutuhkan peran serta akal untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran
yang dibawa oleh wahyu. Dengan kemampuan akal mengukapkan kebenaran yang
dibawa wahyu secara rasional, maka kebenaran wahyu akan lebih mudah diterima
oleh manusia sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditentukan oleh wahyu.
Hubungan antara ilmu, akal dan wahyu sebenarnya berasal dari satu sumber,
yaitu Tuhan. Sudah semestinya hubungan antara ketiganya adalah tidak saling
bertentangan melainkan saling berhubungan.
DAFTAR PUSTAKA

al-Farui, A. R. (2015). KONSEP ILMU DALAM ISLAM.

Amin, M. (2018). KEDUDUKAN AKAL DALAM ISLAM. TARBAWI Jurnal Pendidikan


Agama Islam Volume 3 No.1 Januari-Juni.

Arifin, Z. (2018). RELASI AKAL DAN WAHYU DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT


ISLAM.

Candra, D. (2018). AKAL DAN WAHYU.

Fuadi. (2013). PERAN AKAL MENURUT PANDANGAN AL-GHAZALI. Jurnal


Substantia Vol. 15, No. 1 April.

L, A. R. (2016). HAKIKAT WAHYU MENURUT PERSPEKTIF PARA ULAMA. Jurnal


Ulunnuha Vol.6 No.1/Juni.

Malicha, L. N. (2018). HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN.

Marpaung, I. M. (2011). KONSEP ILMU DALAM ISLAM.

Norvadewi. (2014). PROFESIONALISME BISNIS DALAM ISLAM. MAZAHIB Vol. XIII,


No. 2.

Syamsuddin, M. (2014). HUBUNGAN WAHYU DAN AKAL DALAM TRADISI


FILSAFAT ISLAM. Jurnal Filsafat .

Syawal, R. (2019). URGENSI ILMU DALAM MENUNJANG PROFESIONAL KERJA


MENURUT AL-QUR’AN. Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume IV,
No. 2, Juli.

Zein, A. (2017). TAFSIR ALQURAN TENTANG AKAL (Sebuah Tinjauan Tematis).

Anda mungkin juga menyukai