Anda di halaman 1dari 2

PTK Yang Benar Untuk Naik Pangkat

Oleh   : Dawai

Beberapa teman guru besungut-sungut saat menerima hasil penilaian angka kreditnya. Saya tanya
kenapa. Dia dengan penuh kejengkelan bercerita,”Masak mengirim empat laporan PTK kok gak
dapat nilai sama sekali. Eh mbokya masing-masing diberi nilai satu untuk menghargai hasil kerja.”
Saya terawa mendengarnya. Masih ada saja guru yang mengira bahwa Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) itu nilainya rentang 0 samapi 4. Padahal PTK itu hanya punya dua macam nilai, kalau tidak 4
ya 0. Dan lagi, mengusulkan empat laporan PTK dalam satu tahun itu melampaui batas. Karena
sesuai aturan, maksimal hanya dua laporan per tahun. Dan benarkah 4 PTK dalam satu tahun itu
‘hasil kerja’nya….hehe

Penilaian dan penetapan angka kredit untuk kenaikan pangkat Guru dilakukan paling kurang dua
kali dalam satu tahun, yaitu 3 bulan sebelum periode kenaikan pangkat. Dalam suatu kabupaten,
memungkinkan ada 2.000 guru yang sama-sama mengajukan penilaian angka kredit. Andai
dianggap hanya 1.000 Guru yang mengajukan PTK, dan di wilayah tersebut ada 10 anggota tim
penilai angka kredit (PAK), maka tim rata-rata harus menilai 200 laporan PTK per tahun. Kalau itu
dinilai dalam 2 kali masa penilaian, berarti dalam satu periode tiap anggota tim harus
menyelesaikan penilaian 100 laporan dengan waktu penilaian terbatas. Dan itu bisa lebih banyak
lagi kalau penilaian dilakukan oleh tim PAK pusat karena dupak berasal dari seluruh Indonesia.
Padahal setiap dupak memungkinkan ada yang mengirim lebih dari satu PTK. Belum lagi publikasi
ilmiah jenis lain yang harus dinilai di periode tersebut. Lalu bagaimana tim bisa menilai sebegitu
banyak. Ada trik menilai cepat yang harus diketahui oleh para Guru, sehingga bisa menjadi rambu
agar PTK-nya mendapat nilai 4.

Lalu PTK yang bagaimana yang bisa mendapat nilai 4 dan bagaimana yang nilainya 0 ? PTK itu
sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dari tercapainya tujuan mulia
itu Guru bisa mendapat bonus angka kredit untuk kenaikan pangkatnya. Untuk golongan IIId
keatas, kalau mau naik pangkat, Guru wajib melaksanakan PTK. Sudah menjadi rahasia umum
bahwa banyak Guru yang membuat PTK, bukan melaksanakan PTK, semata karena memenuhi
persyaratan kenaikan pangkat. Dan tim penilai tidak tahu persis apakah Guru itu melaksanakan
PTK atau hanya membuat laporan PTK. Tim husnudzon saja. Kalau dalam PTK itu ada ‘tanda-tanda’
PTK dilaksanakan dan diseminarkan, maka PTK itu akan dinilai 4. Tapi kalau berdasarkan
ketersediaan data tidak nampak ‘tanda-tanda’ yang bisa menimbulkan keyakinan bahwa PTK itu
benar-benar dilaksanakan dan diseminarkan berarti nilainya 0.

Apa saja ‘tanda-tanda’ itu? Dalam menilai PTK, ada 3 hal penting yang dilihat tim. Yaitu judul,
lampiran dan konten. Itu urutan yang biasa dilakukan dalam penilaian. Dari judul, andai tidak
menggambarkan PTK, maka tim tidak akan membuang waktu lebih lama dan langsung memberi
nilai 0. Suatu laporan PTK yang judulnya tidak jelas, dapat diduga isi keseluruhan laporan juga
tidak jelas. Misalnya, “Pengaruh jumlah faktor air semen pada kekuatan tekan beton” atau “
Analisis kesalahan siswa dalam mengubah kalimat aktif menjadi kalimat pasif” ada lagi “ Hubungan
antara kondisi sosial ekonomi orang tua dengan prestasi belajarnya.” Judul-judul itu tidak memberi
gambaran ada interaksi antara guru siswa, yang berupa tindakan memecahkan masalah nyata
dalam pembelajaran. Jadi itu bukan laporan PTK. Judul laporan PTK setidaknya memuat 3 hal
penting yaitu: Apa yang ditingkatkan (masalah). Apa tindakannya (solusi masalah). Siapa yang
dikenai tindakan (yang bermasalah)

Setelah judul dinilai ‘aman’, dalam arti sesuai ketentuan PTK yang menggambarkan adanya ‘siapa
yang sakit’, ‘apa sakitnya’, dan ‘apa obatnya’. Syukur ada informasi tentang kapan tindakan itu
terjadi sehingga menumbuhkan keyakinan penilai, bahwa PTK tidak kedaluwarsa. Selanjutnya
penilai akan langsung melihat lampiran. Betapapun inovatifnya tindakan yang dipaparkan dalam
PTK, kalau lampirannya tidak mendukung, penilai juga akan berhemat waktu dengan memberi
nilai 0 dan biasanya tidak mengkaji konten lebih dalam lagi. Kenapa lampiran dinilai penting,
karena dari lampiran itu bisa disimpulkan bahwa PTK telah benar-benar dilaksanakan dan
diseminarkan. Jadi andai diantara lampiran itu tidak ada jejak-jejak seminar, maka PTK itu juga
akan dinilai 0.

Dokumen pelaksanaan penelitian yang harus dilampirkan paling tidak adalah: (a) semua RPP
untuk semua siklus, (b) semua instrumen yang digunakan dalam penelitian, baik instrumen
pengamatan proses maupun instrumen pengamatan hasil (c) contoh hasil kerja peserta didik dan
guru observer, (d) dokumen pelaksanaan penelitian yang lain yang menunjang keaslian penelitian,
seperti misalnya, surat ijin, foto-foto kegiatan beserta penjelasannya, daftar hadir siswa semua
pertemuan, pernyataan rekan sejawat yang bertindak sebagai observer. Adapun lampiran yang
menumbuhkan keraguan misalnya: RPP yg metodanya tidak sama dengan metoda tindakan,
hanya ada satu RPP dengan alokasi waktu 2 jam, foto-foto yang dipakai dalam 2 laporan berbeda,
itu adalah contoh kecil lampiran yang menimbulkan keraguan bagi penilai. Apalagi tidak ada
lampiran, langsung nilainya 0.

Dokumen pendukung seminar meliputi: surat pernyataan dari kepala sekolah mengenai berita
acara seminar, daftar hadir peserta seminar minimal 15 orang guru yang setidaknya berasal dari 3
lembaga yang sejenjang. Dan diyakinkan dengan foto-foto kegiatan seminar, bahan tayang atau
notulen seminar. Dari kelengkapan lampiran saja bisa lebih dari 50% laporan PTK yang nilainya 0.

Kalau judul dan lampiran tidak ada masalah, barulah tahap konten PTK diperhatikan. Syarat utama
PTK harus asli. Banyak yang terjegal dengan cara mudah. Biasanya PTK jahitan tidak konsisten dan
tidak logis dalam hal waktu dan jadwal pelaksanaan. Ada juga yang satuan pendidikannya antara
di judul dan bahasan beda. Praktek mengganti data PTK lama dengan data baru sudah sangat
dipahami penilai, jadi sebaiknya tidak dilakukan. Mengubah metoda dari siklus satu ke siklus
berikutnya, mengulang KD yang sama antara siklus satu dan dua bahkan tiga, membandingkan
hasil nilai sebelum tindakan sebagai siklus satu dan setelah ada tindakan sebagai siklus 2, itu
adalah miskonsep yang sering terjadi dalam PTK.

Jadi, bagaimana sebaiknya agar PTK kita dinilai 4. Hindari hal-hal seperti contoh di atas. Hal remeh
yang bisa berakibat fatal. Andai catatan penilai hanya soal lampiran, itupun sebaiknya tidak harus
terjadi, karena pengusulan revisi akan butuh waktu, tenaga yang mungkin bisa seribet usulan
awal. Ingat ya, kaji ulang Judul, teliti kelengkapan lampiran…….baru cek konten. Judul yang benar
dan lampiran yang rinci dan meyakinkan sudah menimbulkan kepercayaan 60%. Tinggal konten
jangan ada hal-hal yang aneh seperti uraian diatas. Banyak lo yang judul depan di SD A, yang di
dalam SMP B, di judul semester 2 tahun 2016-2017, di konten ada yang tahun 2009-2010
hehe…..semoga sukses.

Anda mungkin juga menyukai