Dibesarkan dalam keluarga yang bisa dibilang cukup berantakan. Orang tuanya
bercerai, kemudian ayahnya menikah lagi dan selepas SMA Chairil ikut ibunya ke
Batavia yang sekarang bernama Jakarta.
Sejak kecil, Chairil terkenal dengan semangatnya yang membara. Seorang teman
dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil
Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-
kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan,
Unsur Ekstrinsik Puisi Doa Karya Chairil Anwar
Dalam hidupnya pun ia amat jarang berduka. Salah satu kepedihan terhebat adalah
saat nenek tercintanya meninggal dunia, sebab Chairil sangat dekat dengan nenek sejak
ia kecil. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih: “Bukan
kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu
setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta”.
Setelah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Beberapa puisi
Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.
Chairil berkenalan dengan dunia sastra diusia 19 tahun, dia mulai untuk menulis
sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan. Di majalah
Pandji Pustaka untuk pertama kalinya ia mengirimkan puisi-puisinya untuk dimuat,
namun banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis dan tidak sesuai
dengan semangat Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.
Ketika berusia dua puluh tahun, tulisannya dimuat di Majalah Nisan pada 1942,
setelah itu namanya mulai dikenal dan karya-karya lainnya tercipta bahkan sangat
fenomenal hingga saat ini, diantaranya “Krawang Bekasi” dan “Aku”.
Ia terkenal dengan puisinya yang berjudul “Aku” dan mendapat julukan ‘Si
Binatang Jalang’ karena puisinya itu. Puisi-puisinya mayoritas bertemakan kematian,
individualisme, dan ekstensialisme. Karya-karya Chairil dikompilasikan dalam tiga
buku, yaitu Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus
(1949), dan Tiga Menguak Takdir yang merupakan kumpulan puisi bersama Asrul Sani
dan Rivai Apin (1950), serta diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Jerman, dan
Spanyol.
Bahkan sajaknya yang berjudul “Aku” dan “Diponegoro” juga banyak diapresiasi
orang sebagai sajak perjuangan. Kata Aku binatang jalang dalam sajak Aku, diapresiasi
sebagai dorongan kata hati rakyat Indonesia untuk bebas merdeka. Oleh H.B. Jassin
seorang pengarang, penyunting dan kritikus sastra ternama Indonesia menobatkan
Chairil Anwar sebagai pelopor Angkatan ’45 dan puisi modern Indonesia bersama Asrul
Sani dan Rivai Apin.
Ketika Chairil menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati
tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk
mengungkapkannya. Chairil diketahui menjalin hubungan dengan banyak wanita dan
Hapsah adalah satu-satunya wanita yang pernah dinikahinya walaupun ikatan suci
tersebut tidak berlangsung lama. Perceraian itu dikarenakan gaya hidup Chairil yang
tidak berubah bahkan setelah memiliki istri dan anak. Pernikahan tersebut menghasilkan
seorang putri yang bernama Evawani Chairil Anwar yang sekarang berprofesi sebagai
notaris.
Chairil meninggal di usia yang belum genap 27 tahun di Rumah Sakit CBZ
(sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), Jakarta pada tanggal 28 April 1949.
Banyak versi tentang penyebab kematiannya, mulai dari gaya hidupnya semrawut
sehingga kondisi fisiknya yang terus melemah dan penyakit yang dideritanya di
antaranya TBC kronis.
Salah satu bukti keabadian karyanya, pada Jumat 8 Juni 2007, Chairil Anwar, yang
meninggal di Jakarta, 28 April 1949, masih dianugerahi penghargaan Dewan Kesenian
Bekasi (DKB) Award 2007 untuk kategori seniman sastra. Penghargaan itu diterima
putrinya, Evawani Alissa Chairil Anwar. diterima putrinya, Evawani Alissa Chairil
Anwar.
Aliran sastra
Aliran sastra pada puisi ini adalah Aliran sastra ekspresionisme. Aliran ini menekankan
pada segenap perasaan atau jiwanya. Dalam puisi tersebut, penyair mengungkapkan
segenap perasaannya kepada Tuhan melalui doa.
Dalam peringatan hari-hari besar agama, sering kali puisi Doa dibaca dan
memperoleh apresiasi yang luas. Masyarakat beranggapan bahwa Chairil Anwar
merupakan penyair yang religius. Namun benarkah ia penyair religius? Menurut
penuturan Ida Rosihan Anwar (istri wartawan kawakan Rosihan Anwar yang sangat
dekat dengan Chairil) dalam kesehariannya Chairil tidak pernah memperhatikan hal-hal
yang berkaitan dengan urusan agama. Ia tidak pernah tampak salat, berpuasa di bulan
Ramadan, atau bahkan ikut bergembira pada Idul Fitri. Jadi, ia bukan muslim yang baik.
Namun, ada juga pendapat tentang siapa yang disebut religius, (yaitu mereka yang
secara serius mencoba mengerti hidup ini secara lebih jauh dari batas-batas yang
lahiriah saja), Chairil termasuk kelompok ini.
Unsur Ekstrinsik Puisi Doa Karya Chairil Anwar
Dalam sajak ini Chairil memang tidak menjelaskan apa alasan ia "menyerah",
namun yang pasti ia merasa hilang bentuk dan remuk ketika dia berjalan tanpa
Tuhan.