Anda di halaman 1dari 8

Tugas Individu

TINDAKAN KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM RUMAH TANGGA DI MASA


PANDEMI

DISUSUN OLEH :

NAMA : OVA SUL KARNAEM

NIM : 042020322

KELAS : SENGKANG

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

STIKES KURNIA JAYA PERSADA PALOPO

TAHUN 2020/2021
A. PENDAHULUAN

Masalah kekerasan (khususnya dalam rumah tangga) merupakan salahsatu bentuk


kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, sertapatut dikategorikan sebagai
jenis kejahatan melawan hukum kemanusiaan.Namundemikian, tidak semua kejahatan
megandung unsur-unsur kekerasan, dan tidaksemua tindakan kekerasan dapat dikatakan sebagai
kompenen kejahatan.1Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan suatu hal
yangbaru. Berbagi pendapat, persepsi, dan definisi mengenai kekerasan dalam rumahtangga
berkembang dalam masyarakat.

Pada umumnya orang berpendapat bahwaKDRT adalah urusan intern keluarga dan rumah
tangga.Berbagai kasus berakibatfatal dari kekerasan orang tua terhadap anaknya, suami terhadap
istrinya, majikanterhadap rumah tangga, terkuak dalam surat kabar dan media massa.Kekerasan
dalam rumah tangga sebenarnya bukan merupakan hal yangbaru. Namun, selama ini selalu
dirahasikan atau ditutup-tutupi oleh keluarga,maupun oleh korban sendiri ataukeluarga.
Kekerasan yang terjadi dalam rumahtangga mengandung sesuatu yang spesifik atau khusus.
Kekhususan tersebutterletak pada hubungan antara pelaku dan korban, yaitu hubungan
kekeluargaanatau hubungan pekerjaan (majikan-pembantu rumah tangga).Kekerasan dalam
rumah tangga merupakan suatu permasalahan dalamkeluarga.

KekerasanDalam Rumah Tangga(KDRT)bisa menimpa siapa saja melakukan perbuatan,


pemaksaan, atau perampasaan kemerdekaan secaramelawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.2Di sisi lain pelaku tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga(KDRT)dalam
penerapan sanksi pidana masih sering terjadi dualisme di dalampenerapan ketentuan
pemidanaan. Dualisme itu terjadi yakni dengan berlakunyaUndang-Undang Nomor.23Tahun
2004 tentang PenghapusanKekerasanDalamRumah Tangga(PKDRT)ternyata masih berlaku pula
aturan dalam KitabUndang-UndangHukum Pidana.Kekerasan terhadap perempuan menurut
perserikatan bangsa-bangsadalam deklarasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan,
kekerasan terhadapperempuan adalah segala bentuk tindakan kekerasan yang berbasis gender
yangmengakibatkan atau akan mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadapperempuan
baik secara fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman, pembatasankebebasan, paksaan, baik
yang terjadi di area publik atau domestik.Kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan atau
sikap yangdilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan perempuan baiksecara
fisik maupun secara psikis.

Hal penting lainnya ialah bahwa suatu kejadianyang bersifat kebetulan (eccidental)
tidakdikategorikan sebagai kekerasanwalaupun menimbulkan kerugian pada
perempuan3.Pengertian di atas tidak menunjukkan bahwa pelaku kekerasan terhadapperempuan
hanya kaum pria saja,namun dalam kehidupan keluargasering terjadipertentangan dan perbedaan
pendapat yang saling berujung pada tindak kekerasanfisik yang dilakukan oleh suami terhadap
istri.

B. KASUS

My lee terseret kasus kekerasan pada anak 9 Maret 2020 pada anak Okan Karnalius

AKARTA, KOMPAS.com- May Lee menyayangkan laporan Viviane kepada polisi


terkait kasus dugaan kekerasan pada anak Okan Kornelius, Jaden (7). Meski demikian, May Lee
hanya bisa pasrah atas laporan itu. Dia pun menyebut bahwa kasus tersebut membuatnya sebagai
saksi bersama Okan Kornelius. “Sebenarnya enggak sih, aku sama Okan masih dalam saksi,”
kata May Lee sembari menangis seperti dikutip Kompas.com dalam kanal YouTube Trans TV
Rumpi, Selasa (19/5/2020).

Dalam kesempatan itu pula, May Lee juga tak kuasa menahan tangis ketika dia tahu namanya
terseret kasus tersebut. Padahal, May Lee mengaku sudah merawat Jaden sebaik mungkin. “Jadi
aku tahu semua hal tentang anak itu. Semua hal tentang Jaden aku tahu karena setiap hari sama
dia, aku enggak pernah tinggalin, sampai jemput aku bawa, ke mall aku bawa,” ucap May Lee
diiringi tangis.

Waktu pacaran pun Jaden sakit aku dari Lampung sengaja datang ke Jakarta hanya untuk
ngompresin demamnya sampai enggak tidur,” tambah May Lee.
mantan istri Okan Kornelius, Viviane, melaporkan May Lee atas dugaan kekerasan terhadap
anak. Saat diperiksa, Jaden Kornelis Tjeuw, anak dari Okan dan Viviane, mengalami memar
pada bagian tangan.

C. KAITAN KASUS DENGAN PROGRAM PPPA

Jakarta (23/06) - Pada awal Mei 2020, Pemerintah telah meluncurkan protokol
perlindungan anak lintas sektor dalam percepatan penanganan Covid-19 untuk mengoptimalkan
upaya mencegah penularan Covid-19 khususnya terhadap anak sebagai kelompok rentan. Hal ini
bertujuan agar anak tetap terlindungi dan terpenuhi hak-haknya di masa pandemi.

“Protokol lintas sektor ini  menjadi bahan rekomendasi pedoman kepada Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19 Pusat dan Daerah terkait upaya-upaya perlindungan hak anak
dalam berbagai kebijakan dan kegiatan penanganan covid-19 serta sudah dipublikasikan di
website Covid-19.go.id. Hingga hari ini, sosialisasi sudah kami lakukan di 34 provinsi. Anak
merupakan kelompok rentan dalam masa pandemi. Banyak diantaranya yang butuh perlindungan
khusus, seperti anak dalam kemiskinan, anak di lembaga pengasuhan, anak di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA), dan lain-lain. Kami harap melalui pertemuan ini, kita bisa
saling menginformasikan dan mencari jalan keluar terkait persoalan dalam perlindungan anak
dan pemenuhan hak anak,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar dalam
sambutannya pada Webinar Sosialisasi Protokol Lintas Sektor untuk Anak yang Membutuhkan
Perlindungan Khusus dalam Situasi Pandemi Covid-19 Wilayah Sulawesi, NTB, dan Papua.

Nahar menuturkan bahwa kondisi rumah tangga juga rentan di masa pandemi ini. Hal tersebut
disebabkan karena banyak anggota keluarga yang harus tinggal di rumah dalam waktu lama.
Belum lagi masalah ekonomi akibat kehilangan penghasilan dan persoalan lainnya. Untuk itu,
ada 6 (enam) intervensi terhadap rumah tangga rentan yang penting untuk dilakukan, meliputi
petakan sumber daya, perkuat layanan inti, memperluas pengasuhan alternatif, mencegah stigma
dan diskriminasi, dukungan psikososial, dan menangani kekerasan dalam rumah tangga.

Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Gintings
menyoroti maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi selama pandemi. “Berdasarkan
data SIMFONI PPA, pada 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi  3.087 kasus kekerasan terhadap
anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini
tergolong tinggi. Oleh karena itu dalam menghadapi new normal ini, kita harus pastikan angka
ini tidak bertambah lagi dengan melakukan upaya pencegahan yang mengacu pada protokol
penanganan anak korban kekerasan dalam situasi pandemi Covid-19,” jelas Valentina.

Valentina menjelaskan upaya Kemen PPPA untuk mencegah penularan paparan Covid-19, yaitu 
menyebarluaskan materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) terkait perlindungan anak
dari bahaya paparan Covid-19, Mengarahkan dinas PPPA Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk 
memanfaatkan sarana 386 Mobil Perlindungan Perempuan dan Anak (Molin) di 34 provinsi
sebagai sarana edukasi pencegahan covid-19 serta sebagai media untuk menyosialisasikan
pencegahan keterpaparan anak dari Covid-19. Selain itu, memastikan koordinasi dengan
Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat dilakukan lebih intens lagi,” tambah
Valentina.

Terkait upaya penanganan anak terpapar Covid-19, Kemen PPPA membentuk Layanan Psikologi
Sehat Jiwa (SEJIWA) 119 ext 8 bagi perempuan dan anak yang membutuhkan layanan edukasi,
konsultasi, dan pendampingan. Hingga 15 Juni 2020, telah masuk 8.842 aduan ke layanan ini.
Mayoritas aduan disampaikan para perempuan yang memerlukan layanan pendampingan anak
atau perempuan korban kekerasan. Untuk menindaklanjuti banyaknya aduan yang masuk,
Kemen PPPA akan mengaktifkan kembali Telepon Sahabat Anak (TESA) 129. Layanan ini akan
terbagi menjadi 2 ext. khusus untuk memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak, serta
terhubung ke seluruh provinsi. Selain itu, terkait upaya penanganan lainnya, Kemen PPPA juga
memberikan pemenuhan kebutuhan spesifik untuk anak rentan.

Di samping itu, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi,
Ciput Eka Purwanti mengungkapkan Sulawesi Selatan, Papua, dan NTB masuk ke dalam 10
(sepuluh) besar provinsi dengan jumlah anak terinfeksi dan dinyatakan positif Covid-19
tertinggi. “Kami harap kondisi ini bisa menjadi perhatian Dinas PPPA, Dinas Sosial, Dinas
Kesehatan, dan lainnya untuk mulai melakukan asesmen kerentanan keluarga penduduk dengan
status ODP dan PDP serta melakukan pendataan sesuai protokol perlindungan anak, yang
tentunya dengan menjamin kerahasiaan informasi anak” ungkap Ciput.
Ciput menekankan pentingnya sinergi dan koordinasi tim dalam menangani masalah ini,
terutama terkait pengumpulan data, bagaimana memetakan kondisi keluarga dan anak.
Pentingnya peran berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga masyarakat, hingga media massa
dalam mengawal masalah ini. Ada code of conduct bekerja dengan anak yang harus dipatuhi,
yaitu menjaga kerahasiaan data anak.

Kepala Sub Direktorat Pendidikan dan Pengentasan Anak, Direktorat Bimbingan


Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Kemenkumham, Tuti Nurhayati mengungkapkan
Kementerian Hukum dan HAM telah memberikan asimilasi di rumah dan integrasi kepada
39.420 narapidana dan anak di seluruh Indonesia (Data SDP DITJENPAS, 14 Mei 2020).
Sedangkan sebanyak 992 anak di LPKA, Lapas, dan Rutan telah mendapat asimilasi rumah dan
integrasi per 15 Juni 2020. Angka tersebut meliputi 940 anak mendapat asimilasi rumah, 18 anak
mendapatkan pembebasan bersyarat (PB), 25 anak mendapatkan cuti bersyarat (CB), 9 anak
mendapatkan cuti menjelang bebas (CMB) (Sumber data : SMS lap dan datin Ditjenpas).

 “Sangatlah penting jika semua pihak, baik di lintas kementerian maupun masyarakat dapat
memperhatikan kebutuhan anak sehingga mereka tidak terjerumus ke dalam tindak kejahatan
yang sama. Perlu diperhatikan pentingnya kebutuhan dasar, pengasuhan memberikan kasih
sayang kelekatan sehingga anak merasa diterima dan dapat berbaur dengan masyarakat lainnya,”
jelas Tuti.

Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Kanya Eka Santi menyampaikan seluruh pihak harus ikut
memastikan anak mendapat pengasuhan orangtua atau keluarganya sendiri dalam situasi
pandemi Covid-19 ini. Jika hal lain terjadi, misalnya pada anak terlantar, anak korban bencana,
korban kekerasan, maka harus ada pengasuhan alternatif yang diberikan, baik oleh orangtua
asuh, wali, orangtua angkat, dan panti asuhan sebagai pilihan terakhir.

“Jika melihat data SIMFONI PPA, kasus kekerasan anak semakin meningkat. Ini berarti masih
banyak pihak yang belum paham akan pentingnya pengasuhan. Melalui acara ini kita bisa
memahami tugas untuk memberikan pengasuhan dalam keluarga sehingga hak anak dapat
terpenuhi, terwujudnya kesejahteraan berkelanjutan, ada status hukum yang jelas dan tidak hanya
memenuhi materi tapi juga kasih sayang bagi anak. Ini semua dilakukan demi kepentingan
terbaik bagi anak terutama pada masa pandemi ini,” tutur Kanya.

D. PENUTUP

Yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak secara fisik adalah segala tindakan penyiksaan,
pemukulan dan penganiyaan anak dengan atau tanpa menggunakan benda yang menimbulkan
luka fisik atau kematian pada anak.

Faktor yang menyebabkan terjadinya tindak kekerasan terhadap anak baik secara fisik, psikis,
seksual dan sosial yang dilakukan oleh orang tua yaitu diakibatkan kurangnya pengetahuan orang
tua tentang ilmu agama, rendahnya ekonomi keluarga,latar belakang orang tua yang juga menjadi
korban kekerasan di masa kecil, dan faktor lingkungan sekitar yang buruk. f.Salah satu upaya
pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak menurut responden yaitu dengan berlaku dan
disosialisasikannya UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. g.Dukungan dan
bantuan kepada korban kekerasan dapat diterima tidak hanya melalui keluarga tetapi juga dari
tetangga, tokoh masyarakat setempat, tenaga kesehatan, pekerja social, pembimbing rohani, dan
lembaga bantuan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2738/angka-kekerasan-terhadap-
anak-tinggi-di-masa-pandemi-kemen-pppa-sosialisasikan-protokol-perlindungan-anak

file:///C:/Users/Seven_/AppData/Local/Temp/BAB%20I_1-2.pdf

file:///C:/Users/Seven_/AppData/Local/Temp/BAB%20V.pdf

Anda mungkin juga menyukai